RINITIS MEDIKAMENTOSA
PEMBIMBING:
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.. 1
BAB I: PENDAHULUAN. 2
BAB II: ANATOMI DAN FISIOLOFI HIDUNG.. 3
BAB III: RINITIS MEDIKAMENTOSA 11
BAB IV: PENUTUP.. 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
Rinitis adalah kondisi terjadinya inflamasi pada mukosa hidung yang
menimbulkan gejala seperti hidung tersumbat, gatal, dan berair. Rinitis dapat
dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi kondisi alergi dan non-alergi.
Rinitis non-alergi merupakan rinitis yang disebabkan oleh faktor pemicu tertentu
yang bukan merupakan alergen. Rinitis non-alergi dapat dibagi menjadi rinitis
infeksi dan non-infeksi. Rinitis infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, maupun
jamur. Sedangkan rinitis non-infeksi terdiri dari rinitis idiopatik, okupasi,
hormonal, drug-induced, makanan, emosional, atrofi, dan refluks gastroesofageal
(GERD).1,2
Rinitis drug-induced merupakan rinitis yang dapat diakibatkan pemakaian
obat oral ataupun topikal. Namun karena patofisiologinya berbeda, penggunaan
istilah untuk rinitis drug-induced lebih tepat untuk rinitis yang disebabkan
penggunaan obat secara oral. Sedangkan pemakaian obat topikal dikatakan rinitis
medikamentosa.3
Rinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound rhinitis atau rinitis
kimia karena menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan
penggunaan vasokontriksi topikal yang berlebihan.3
Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan
sehingga
dalam
penggunaan
vasokontriktor
topikal
harus
berhati-hati.
Vasokontriktor hidung diisolasi pertama kali pada tahun 1887 dari ma-huang yaitu
tanaman yang mengandung efedrin dan digunakan sebagai vasokontriktor topikal
pada mukosa hidung dalam bentuk inhalasi, minyak, semprot dan tetes.3,4
Rinitis medikamentosa merupakan salah satu kelainan hidung non alergi
yang dapat mengganggu dan membuat penderita datang berobat ke dokter. Oleh
karena itu pada makalah ini akan dibahas tentang definisi, etiologi, patofisiologi,
gejala, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis dari rinitis
medikamentosa.1,2,3,4
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
2.1.
Anatomi Hidung
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga
hidung dengan perdarahan dan persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar
berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:5,6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:5,6
1. Tulang hidung (os nasalis)
2. Prosesus frontalis os maksilla
3. Prosesus nasalis os frontalis
Sementara itu, kerangka tulang rawan terdiri atas beberapa pasang tulang
rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu:5,6
1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
3
dan
lubang
belakang
disebut
nares
posterior
(koana)
yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang
letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut dengan
vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan
rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.5,6
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior.3,4,5 Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini
dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina
perpendikularis os ethmoid, vomer, krista nasalis os maksilla, krista nasalis os
palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis)
dan kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan
periostium pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa
hidung.5,6
Bagian depan hidung sisi lateral memiliki permukaan licin, yang disebut
agar nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar
dinding lateral hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Konka
superior, konka media, konka inferior dan konka suprema. Yang terbesar dan
letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah
konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah
konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter.5,6
yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di anatara
konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada
meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.5,6
Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga
hidung. Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus usinatus, hiatus
semilunaris dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah
sempit melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus
etmoid anterior.5
Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan
konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding
inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksilla dan os
palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh
lamina kribriformis yang memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung.5
Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a. etmoid anterior
dan posterior yg merupakan cabang a. oftalmika (cabang dari a. karotid interna).
Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a. maksilaris
interna, yaitu a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen
sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang
ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari
cabang-cabang arteri fasialis.5
dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot polos. Pada bagian ujungnya
sinusoid mempunyai otot sfingter. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan
darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan
demikian mukosa hidung menyerupai jaringan kavernosa yang erektil, yang
mudah mengembangkan dan mengerut. Vasodilatasi dan vasosonstriksi pembuluh
darah ini dipengaruhi oleh saraf otonom.5,7,8
Sistem transpor mukosilier
Sistem transpor mukosilier merupakan sistem pertahanan aktif rongga
hidung terhadap virus, bakteri, jamur atau partikel berbahaya lain yang terhirup
bersama udara. Efektivitas sistem transpor mukosilier dipengaruhi oleh kualitas
silia dan palut lendir. Palut lendir ini dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan
kelenjar seromusinosa submukosa. Bagian bawah dari palut lendir terdiri dari
cairan serosa sedangkan bagian permukaan banyak mengandung protein plasma
seperti albumin, IgG, IgM dan faktor komplemen. Sedangkan cairan serosa
mengandung laktoferin, lisozim, inhibitor lekoprotease sekretorik, dan IgA
sekretorik (s-IgA).5
Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mukus penting untuk pertahanan
lokal
yang
bersifat
antimikrobial.
IgA berfungsi
untuk
mengeluarkan
lateral dan bagian inferior dari dinding anterior dan posteror menuju area frontal.
Gerakan spiral menuju ke ostiumnya terjadi pada sinus sphenoid, sedangkan pada
sinus etmoid terjadi gerakan rektilinear jika ostiumnya terletak di dasar sinus atau
gerakan spiral jika ostium terdapat pada salah satu dindingnya.5
Pada dinding lateral terdapat 2 rute besar transpror mukosilier. Rute
pertama merupakan gabungan sekresi sinus frontal, maksila dan etmoid anterior.
Sekret ini biasanya bergabung di dekat infundibulum etmoid selanjutnya
berjalalan menuju tepi bebas prosesus unsinatus, dan sepanjang dinding medial
konka inferior menuju nasofaring melewati bagian antero inferior orifisium tuba
Eustachius. Transpor aktif berlanjut ke batas epitel bersilia dan epitel skuamosa
pada nasofaring, selanjutnya jatuh ke bawah dibantu dengan gaya gravitasi dan
proses menelan.5
Rute kedua merupakan gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan
sphenoid yang bertemu di resesus sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian
posterosuperior orifisium tuba Eustachius. Sekret yang berasal dari meatus
superior dan septum akan bergabung dengan sekret rute pertama, yaitu di inferior
dari tuba Eustachius. Sekret pada septum akan berjalan vertikal ke arah bawah
terlebih dahulu kemudian ke belakang dan menyatu di bagian inferior tuba
Eustachius.5
2.2.
Fisiologi Hidung
Fungsi hidung adalah:5
1.
Fungsi respirasi
Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares
anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke
bawah kearah nasofaring. Aliran udara di hidung ini berbentuk lengkungan
atau arkus.5
Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir.
Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi
sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim
dingin akan terjadi sebaliknya.5
3.1.
Definisi
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan
Epidemiologi
Angka kejadian pada kasus ini sama antara pria dan wanita tetapi lebih
sering pada usia dewasa muda dan pertengahan. Insidensi penyakit ini dilaporkan
sekitar 1-7%.3
3.3.
Etiologi
Penyakit rinitis medikamentosa disebabkan oleh pemakaian obat
vasokonstriktor topikal. Obat ini sebaiknya isotonik dengan sekret hidung yang
normal, dengan pH antara 6,3 dan 6,5, serta pemakaiannya tidak lebih dari satu
minggu. Jika tidak, akan terjadi kerusakan pada mukosa hidung berupa:2,5,9,10
1. Silia rusak
2. Sel goblet berubah ukurannya
3. Membran basal menebal
4. Pembuluh darah melebar
5. Stroma tampak edema
6. Hipersekresi kelenjar mukus
7. Lapisan submukosa dan periostium menebal
Tabel 3.1. Dekongestan yang menyebabkan rinitis medikamentosa
Simpatomimetik Amin
Amfetamin
Imidazolines
Klonidin
Benzedrine
Naphazolin
Kafein
Oxymetazolin
Ephedrin
Xylometazolin
11
Mescalin
Phenylephrin
Phenylpropanolamin
Pseudoephedrin
3.4.
Faktor predisposisi
Pasien dengan riwayat rinitis alergika, rinitis non-alergi, sinusitis akut,
sinusitis kronis, poliposis hidung, rinitis sekunder akibat kehamilan, rinitis akibat
septum deviasi dan obstruksi, dan otitis media.
3.5.
Patofisiologi
Kongesti mukosa cavum nasi diakibatkan rangsangan dari saraf simpatis,
12
Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa-adrenergik yang tinggi di mukosa
hidung. Hal ini akan diikuti dengan penurunan sensitivitas reseptor alfaadrenergik di pembuluh darah sehingga terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus
simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi (dekongesti mukosa hidung)
menghilang. Akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. Keadaan
ini disebut juga sebagai rebound congestion.9
Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes
hidung dalam waktu lama ialah: 1) silia rusak, 2) sel goblet berubah ukurannya, 3)
membran basal menebal, 4) pembuluh darah melebar, 5) stroma tampak edema, 6)
hipersekresi kelenjar mukus dan perubahan pH sekret hidung, 7) lapisan
submukosa menebal, dan 8) lapisan periosteum menebal.9
3.6.
Gejala klinis
Keluhan utama pasien adalah hidung tersumbat secara terus menerus tanpa
Diagnosis
Kriteria bagi diagnosis rinitis medikamentosa adalah:1,2 3,4,5
lainnya yang berpotensi untuk diobati. Di antara pemeriksaannya adalah uji tusuk
bagi pasien yang mempunyai riwayat rinitis alergi, uji aspirin bagi pasien yang
mempunyai trias ASA (rinosinusitis kronis, polip nasi, asma bronkial derajat
berat) dan pemeriksaan rinoskopi untuk mengidentifikasi deviasi septum,
abnormalitas struktur anatomi dan juga polip hidung.1,2 3,4,5
3.8.
Penatalaksanaan
Untuk mengobati rinitis medikamentosa dapat dilakukan hal-hal berikut
ini:9
-
Komplikasi
. Komplikasi yang dapat terjadi adalah hiperplasia menetap, perforasi
Prognosis
Penelitian menunjukkan bahwa hampir semua pasien bisa menghentikan
15
BAB IV
PENUTUP
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Lund, V. J. Acute and Chronic Nasal Disorders. Dalam: Snow Jr, J. B.,
Ballenger, J. J. Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
Sixteenth edition. William & Wilkins. 2003. p 741-750.
2. Lalwani, A. K. Nonallergic & Allergic Rhinitis: Introduction. Dalam:
Lalwani, A. K. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and
Neck Surgery. Second edition. New York: Mc Graw Hill. 2003.
3. Ramey, J. T., Bailen, E., Lockey, R. F. Rhinitis Medicamentosa. Allergy
Clinical Immunology Journal, Volume 16 (3), 2006: 148-155.
4. Kushnir N. M., Kaliner M. A, eds. Rhinitis Medicamentosa [online]. 2015.
[cited 2016 January 20]. Available from URL: http://www.medscape.com.
5. Soetjipto, D., Mangunkusumo, E., Wardani, R. S. Sumbatan Hidung.
Dalam: Soepardi, E. A., Iskandar N., Bashiruddin, J., Rastuti, R. D
[Editor]. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI. 2010. p 118-122
6. Hilger, P. A. Hidung: Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam: BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997. p 173-189
7. Dhingra P. L., Dhingra S., eds. Diseases of Ear, Nose & Throat. Fifth
Edition. New Delhi: Elsevier, 2011. p. 180-184
8. Netter F.H, ed. Atlas of Human Anatomy, 4t Edition. New York: Elsevier;
2006. p. 32-36
9. Irawati, N., Poerbonegoro, N. L., Kasakeyan, E. Rinitis vasomotor. Dalam:
Soepardi, E. A., Iskandar N., Bashiruddin, J., Rastuti, R. D [Editor]. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
keenam. Jakarta: FKUI, 2010. p 135-138
10. Hilger, P. A. Penyakit Hidung. Dalam: BOIES - Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997. p 200-239
17