Nama kelompok:
Leonardus Parung
Lisa Parera
Lody Mengeanak
Defenisi Keracunan
Keracunan adalah masuknya suatu zat toksik ke dalam tubuh
melalui system pencernaan baik kecelakaan maupun
disengaja, yang dapat mengganggu kesehatan bahkan dapat
menimbulkan kematian (krisanti paula,2009).Racun adalah
zat yang ketika tertelan dalam jumlah yang relative kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi,
menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam
jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh
dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui inhalasi dan
menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena
kesengajaan
merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan bahkan
dapat menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua pengunjung
departemen kedaruratan datang karena masalah toksik.Keracunan
atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh
obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-
lain. Keracunan dapat diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan
tidak disengaja, tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri
atau dengan maksud tertentu yang merupakan tindakan kriminal.
Keracunan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan, baik lingkungan rumah tangga maupun lingkungan
kerja. Keracunan merupakan salah satu kejadian darurat yang sering
terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang. Hingga
saat ini, tingkat keracunan pangan yang terjadi di Indonesia masih
cukup tinggi. Dan dari seluruh kasus tersebut, sebagian besar
ternyata terjadi di rumah.
Racun adalah zat yang ketika tertelan dalam jumlah yang relatif
kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi
kimia. Keracunan dapat didefinisikan sebagai masuknya suatu
zat racun ke dalam tubuh yang mempunyai efek
membahayakan/mengganggu fungsi organ dan tidak ditentukan
oleh jumlah, jenis, frekuensi dan durasi yang terjadi karena
disengaja maupun tidak disengaja bahkan dapat menimbulkan
kematian. Keracunan bisa disebabkan karena makanan, zat
kimia, gas beracun, obat-obatan/narkotika, pestisida maupun
binatang berbisa Banyak gejala yang dapat timbul akibat
keracunan seperti muntah, pucat, kejang, koma, somnolen, luka
bakar di mulut, demam, hipereksitabilitas dan diare. Pada
pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya penurunan kesadaran,
pupil konstriksi/dilatasi, sianosis, dan keringat dingin
Gejala lain seperti bronchopneumonia, efusi pleura,
pneumatocele, pneumomediastinum,
Tanda dan gejala Keracunan pneumothora dan subcutaneus emphysema. Tanda
lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila
Gejala dan tanda klinis utamanya terjadi paparan pada kulit. Sedangkan pada mata
berhubungan dengan saluran napas, akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga
pencernaan, dan CNS. Awalnya penderita kerusakan permanen mata.Seseorang dicurigai
akan segera batuk, tersedak, dan mungkin keracunan bila:
muntah, meskipun jumlah yang tertelan Seseorang yang sehat mendadak sakit.
hanya sedikit. Sianosis, distress Gejalanya tidak sesuai dengan suatu keadaan
pernapasan, panas badan, dan batuk patologik tertentu.
persisten dapat terjadi kemudian. Pada Gejalanya menjadi cepat karena dosis yang besar.
anak yang lebih besar mungkin mengeluh Anamnesa menunjukkan kearah keracunan,
rasa panas pada lambung dan muntah terutama pada kasus bunuh diri/kecelakaan.
secara spontan. Gejala CNS termasuk Keracunan kronik dicurigai bila digunakan obat
lethargi, koma, dan konvulsi. Pada kasus dalam jangka waktu yang lama atau lingkungan
pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.
yang gawat, pembesaran jantung, atrial
fibrilasi, dan fatal Ventrikular fibrilasi
dapat terjadi. Kerusakan ginjal dan Sifat racun dapat dibagi menjadi:
Korosif: asam basa kuat (asam klorida, asam sulfat,
sumsum tulang juga pernah dilaporkan.
natrium hidroksida)
Non korosif: makanan, obat-obatan
Patofisiologi Keracunan Pada susunan saraf pusat, perangsangan
Botulisme adalah suatu bentuk keracunan permulaan akan segera di ikuti dengan
yang spesifik, sebagai akibat penyerapan depresi sel-sel yang menyebabkan
toksin yang dikeluarkan oleh clostridium kekejangan (konvulsi).yang kemudian
botulinum. Toksin botulinum di ikuti dengan gangguan / penurunan
mempunyai efek farmakologis yang kesadaran.rangsangan permulaan dan
sangat spesifik yaitu menghambat di ikuti dengan hambatan pada
hantaran pada serabut saraf kolinergik. ganglion autonom menyebabkan
Pada penyelidikan diperlihatkan bahwa gangguan / disfungsi yang bervariasi
sejumlah kecil toksin mengganggu dan multiple alat-alat tubuh yang
hantaran saraf di dekat percabangan dipersyarafi oleh system syaraf
akhir dan di ujung serabut saraf dan autonom. Penumpukan asetilkolin pada
menghambat dan menginaktivasikan ujung syaraf simpatis menyebabkan
enzim asetilkolinesterase. Enzim secara konstriksi pupil, penglihatan kabur,
normal menghancurkan asetilkolin yang stimulasi otot-otot intestinal, kontriksi
dilepaskan oleh susunan saraf pusat,
otot-otot bronchial dengan gejala-gejala
ganglion autonom, ujung – ujung saraf
gangguan pernapasan: penekakan
simpatis dan ujung – ujung saraf
motorik. Hambatan asetilkolinesterase aktifitas cardiac pace maker.
menyebabkan tertumpuknya sejumlah
besar asetilkolin pada tempat –tempat
tersebut.
Penatalaksanaan kedaruratan Keracunan
Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan atau meng-
inaktifkan racun sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan
pendukung, untuk memelihara sistem organ vital, menggunakan
antidotum spesifik untuk menetralkan racun, dan memberikan
tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorbsi.
Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan antara lain:
a. Dapatkan kontrol jalan panas, ventilasi, dan oksigenisasi. Pada
keadaan tidak ada kerusakan serebral atau ginjal, prognosis
pasien bergantung pada keberhasilan penatalaksanaan
pernapasan dan sistem sirkulasi.
b. Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah,
kapan waktu tertelan, gejala, usia, berat pasien dan riwayat
kesehatan yang tepat.
c. Tangani syok yang tepat.
d. Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.
e. Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk menurunkan efek
toksin.
f. Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu sistem saraf pusat atau
pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak adekuat.
g. Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat yang ditelan, yaitu: