Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN KEDARURATAN INTEGUMEN :

GIGITAN BINATANG

KELOMPOK 15

NAMA MAHASISWA:
BLESSING A. RUKU (PO530321119211)
CALISTA S. NENOBAHAN (PO530321119212)
 
 
DEFINISI
Vulnus morcum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat berupa memar yang disebabkan oleh gigitan
binatang atau manusia. Luka gigitan binatang adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan.
Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan khusus untuk mencari
makanan. Gigitan dan cakaran hewan yang sampai merusak kulit kadang kala dapat mengakibatkan infeksi.
Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan, sedangkan beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh
dengan sendirinya. Dalam kasus tertentu gigitan hewan (terutama oleh hewan liar) dapat menularkan penyakit
rabies, penyakit yang berbahaya terhadap nyawa manusia. Kelelawar, musang juga anjing menularkan sebagian
besar kasus rabies (Safera. 2015)
• Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kesehatan.
• Luka ini dapat menyebabkan:
• Kerusakan jaringan secara umum
• Pendarahan serius bila pembuluh darah besar terluka
• Infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies
• Dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular
• Awal dari peradangan dan gatal-gatal
Berikut ini merupakan beberapa jenis gigitan hewan yang sering terjadi, antara lain :
1. Gigitan anjing
Rabies disebut juga lysaa, Tollwut atau penyakit anjing gila. Rabies adalah penyakit zoonosis dan infeksi
virus akut yang menyerang sistem saraf pusat manusia dan mmalia dengan mortalitas 100% (tanzil, 2014).
Rabies juga disebut penyakit anjing gila yaitu penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus dari
genus lyssavirus (dari bahasa yunani Lyssa yang berarti mengamuk atau kemarahan). Rabies berasal dari
bahasa latin “rabere” yang artinya marah.(kemenkes, 2016). Penyebab rabies adalah virus rabies yang
termasuk genus Lyssavirus dan menular melalui jilatan atau gigitan hewan yang terjangkit rabies (Tanzil,
2014)
2. Gigitan Ular
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bias ular tergantung pula
pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang
berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia (Dian. 2013)
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa mempunyai efek pada hampir setiap
organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan
keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan
toksinnya.
Racun dari mulut ular bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan
mangsanya;sering kali mengandung factor letal. Racun ekor bersifat defensive dan
bertujuan mengusir predator; racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih
sedikit jaringan (Djunaedi. 2009).
3. Gigitan Serangga
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan
serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan
artropoda penyerang. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk
pertahanan. Gigitan serangga biasanya untuk melindungi sarang mereka. Sebuah
gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang tersusun dari protein
dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan
serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat
(Dian. 2013)
TANDA DAN GEJALA
1. Gigitan anjing
Tanda dan gejala penderita rabies pada manusia yaitu terdapat beberapa fase. Fase predomonal berlangsung pendek
sekitar dua sampai 4 hari yang di tandai dengan malaise, anoreksia, sakit kepala, nausea, vomit, sakit tenggorokan dan
demam. Selanjutnya memasuki fase sensorik yang berupa terjadinya sensasi abnormal disekitar tempat infeksi yang
kemudian berlanjut ke fase exitasi berupa ketegangan, ketakutan, keringat berlebihan, halusinasi, kaku otot, keinginana
melawan, dan dysphagia. Kematian biasanya diakibatkan karena paralisa otot pernapasan (Rahayu, 2009)
Selain gejala diatas, WHO (2010) juga menambahkan gejala lainnya yaitu gejala meningeal (sakit kepala. Kaku
kuduk) dapat menonjol walaupun kesadaran normal. Pada kedua bentuk, pasien akhirnya berkembang menjadi
paralisis komplit, kemudian menjadi koma, daan akhirnya meninggal yang umumnya kern kegagalan pernapasan.
Tanpa terapi intensif, umumnya kematian akan terjadi dalam 7 hari setelah onset penyakit. (Tanzil, 2014)
2. Gigitan Ular
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan
pembengkakan local yang progresif. Bila timbul parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial,
berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul setelah
satu atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga
mulut, gusi, bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit seluruh tubuh.
Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing (urine) atau hematuria, yaitu pendarahan
melalui saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti usus dan lambung dapat keluar
melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-pusing kepala, menggigil,
banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan
akhirnya mati (Safera. 2015)

3. Gigitan serangga
Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia, yang memberikan respon yang
berbeda pada masing-masing individu, reaksi yang timbul dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi
lokal yang biasanya muncul dapat berupa papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang atau
juga akan menetap, biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti berkelompok maupun
menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat muncul pada semua bagian tubuh atau hanya muncul terbatas
disekitar area gigitan. Pada awalnya, muncul perasaan yang sangat gatal disekitar area gigitan dan
kemudian muncul papul-papul (Safera. 2015)
Papul yang mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan bulla
dapat muncul yang dapat menyerupai pemphigoid bullosa, sebab manifestasi klinis yang terjadi juga
tergantung dari respon sistem imun penderita masing-masing.
JENIS DAN PENANGANAN
1. Hewan tersangka rabies
a. Penatalaksanaan kegawatdaruratan
- Airway (jalan napas)
Pada airway yang perlu diperhatikan adalah mempertahankan kepatenan jalan napas, memeperhatikan suara
napas, atau apakah ada retraksi otot pernapasan. Pada kasus gigitan binatang (rabies) ditemukan kekakuan otot
tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya
gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan.
- Breathing
Walaupun terkadang jalan napas dapat ditangani belum tentu pola napasnya sudah teratur. Lihat pergerakan
dada klien dan lakukan auskultasi untuk mendengarkan suara napas klien. Pada kasus ini dapat terjadi gagal
napas yang disebabkan oleh kontraksi otot-otot pernapasan atau keterlibatan pusat pernapasan.
- Circulation
Pada kasus ini terjadi disfungsi ototnomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, aritmia, takikardi dan
henti jantung. Kejang dapat lokal maupun generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia. Bila terjadi
gangguan seperti diatas dapat diberikan tambahan cairan parenteral.
b. Penatalaksanaan medis
• Yang pertama dan paling penting adalah penanganan luka gigitan untuk mengurangi atau mematikan virus
rabies yang masuk lewat luka gigitan. Cara yang efektif adlah dengan membersihkan luka dengan sabun
atau detergen selama 10-15 menit kemudian cuci muka dengan air (sebaiknya air mengalir). Lalu keringkan
denga kain dan beri antiseptik seperti betadine atau alkohol 70%. Segera bawa ke pusat pelayanan
kesehatan. Di pusat pelayanan kesehatan, pencucian luka akan kembali dilakukan. Biasanya memakai
larutan perhidrol 3% (H2O2) yang dicampur dengan betadine kemudian di bilas dengan larutan fisiologis
macam NaCl 0,9%.
• Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sekali dijahit
(jahitannya jahitan situasi).
• Kemudian vaksin anti rabies (VAR) terutama pada kasus yang memiliki resiko untuk tertular rabies. Vaksin
diberikan sebanyak 4 kali yaitu hari ke-0 (2 kali pemberian sekaligus), lalui hari ke-7 dan hari ke-21.
Dosisnya 0,5ml baik pada anak-anak maupun dewasa. Pada luka yang lebih berat dimana terdapat lebih
dari satu gigitan dan dalam sebaiknya dikombinasi dengan pemberian serum anti rabies (SAR) yang
disuntukkan pada sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntukkan intramuskular.
• Selain itu harus dipertimbsngksn pemberian vaksin anti tetanus, antibiotika untuk pencehagahan infeksi dan
pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
2. Gigitan ular
Pertolongan dirumah
Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman ke rumah sakit. Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam,
satu-satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat
atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan
penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening.
a. Penatalaksanaan kegawatdaruratan
-Airway
Pada airway perlu diketahui bahwa slaah satu sifat dari bisa ular adalah neurotoksik. Dimana akan berakibatg pada saraf perifer
atau sentral, sehingga terjadi paalise otot-lurik. Lumpuh pada otot muka, bibir, lidah dan saluran pernapasan, gangguan pernapasan,
kardiovaskuler terganggu dan penurunan kesadaran. Korban dengan kesulitanbernapas mungkin membutuhkan endotracheal tubr
dan sebuah mesin ventilator untuk menolong korban bernapas.
-Breathing
Pada breathing akan terjadi ganggaun pernapasan karena pada bisa ular akan berdampak pada kelumpuhan otot-otot saluran
pernapasan sehingga pola pernapasan pasien terganggu dan berikan oksigen.
-Circulation
Pada circulation terjadi perdarahan akibat sifat bisa ular yang bersifat haemolytik. Dimana zat dan enzim yang toksik dihasilkan
bisa akan menyebabkan lisis pada sel darah merah sehingga terjadi perdarahan. Ditandai dengan luka patukan terus berdarah,
hematoma, hematuria, hematemesis dan gagal ginjal, perdarahan addome, hipotensi. Cairan parenteral dapat digunakan untuk
penatalaksanaan hipotensi. Jika vasopresin digunakan untuk penanganan hipotensi penggunaan harus dalam jangka pendek.
b. Penatalaksanaan medis
• Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril
• Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar ± 10 cm , panjang 45 m, yang
dibalutkan kuat di sekeliling tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan.
Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah
tidak terganggu. Penggunaan torniquet tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniquet dapat
menyebabkan egek sistematik yang lebih berat
• Pemberian tindakan pendukung berupa stabiliasi yang meliputi penatalaksanaan jalan napas; penatalaksanaan fungsi
pernapasan; penatalaksanaan sirlkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa
hipotensi berat dan syok, syok perdarahan, kelumpuhan saraf pernapasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya
penekanan perban, hiperkalemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
• Pemberian suntikan anti tetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus.
• Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.
• Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.
• Pemberian serum anti bisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat
dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, anti bisa bersifat polivalen yang mengandung antibodi terhadap beberapa bis aular.
Serum anti bisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas
3. Gigitan serangga
Pengobatan gigitan serangga dirumah
Pengobatan tergantung pada jenis reaksin yang terjadi. Jika hanya kemerahan dan nyeri pada bagian
yang digigit, cukup menggunakan es sebagai pengobatan. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan
sabun dan air untuk menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti nyamuk). Partikel-
partikel dapat mengkontaminasi lebih lanjut jika luka tidak dibersihkan. Pengobatan dapat juga
menggunakan anti histamin seperti diphenhidramine (benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil. Losion
Calamine juga bisa membantu mengurangi gatal-gatal.
a. Penatalaksanaan kegawatdaruratan
-Airway
Bebaskan jalan napas, kalau perlu lakukan instubasi
-Breathing
Berikan pernapasan buatan bila penderita tidak bernapas spontan atau pernapasan tidak adekuat.
-Circulation
Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki infus jaringan
b. Penatalaksanaan medis
Terapi biasanya digunakan untuk menghindari gatal dan mengontrol terjadinya infeksi sekuder
pada kulit. Gatal biasanya merupakan keluhan utama, campuran topikal sederhaa seperti menthol,
fenol, atau camphor dalam bentuk lotion atau gel dapat membantu mengurangi gatal dan juga dapat
diberikan antihistamin oral seperti diphenyhidramin 25-50 mg untuk mengurangi rasa rasa gatal.
Steroid topikal dapat digunakan mengatasi reaksi hipersensitifitas dari sengatan atau gigitan. Infeksi
sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik topikal maupun oral dan juga dapat di kompres
dengan larutan kalium permeganat. Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan
pemasangan torniquet proksimal dari tempat gigitan dan dapat diberikan pengenceran epinefrin
diberikan secara subkutan dan jika diperlukan dpaat diulang 1-2 kali dengan interval waktu 20 menit.
Epinefrin juga dapat diberikan secara intramuskular jika syok lebih berat. Jika pasien mengalami
hipotensi maka diberikan injeksi intravena. Untuk gatal dapat di berikan injeksi anti histamin seperti
kloremfenikol 10 mg atau definhidramin 50 mg. Pasien dengan reaksi berat diberikan kortikodteroid
sistemik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hewan tersangka rabies
Pemeriksaan laboratorium
• Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
• Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
• Panel elektrolit
• Skrining toksik dari serum dan urin
• GDA
• Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <200mq/dl)
• BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian
obat.
• Elektrolit : K, Na
• Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.
• Kalium ( N 3,8 – 5,00 meq/dl )
• Natrium ( N 135 –144 meq/dl)
b. Pemeriksaan Radiologi
• Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
• Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk mendeteksi
perbedaan kerapatan jaringan.
• Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan
magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak jelas
terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
• Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan
membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolikatau aliran darah dalam otak. Uji laboratorium
2. Gigitan Ular
Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel darah lengkap, penentuan
golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis,
dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan
fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan (Safera. 2015).
3. Gigitan Serangga
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara
sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel polimorfonuklear.
Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis
ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut.
Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana
terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan
tes tusuk dengan alergen tersangka
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, agama, pendidikan, status pernikahan dan alamat serta identitas penanggungjawab.
b. Keluhan : nyeri
c. Riwayat penyakit
• Riwayat penyakit sekarang : meliputi kapan terjadinya gigitan, tindakan apa saja yang sudah dilakukan dan sudah
dilakukan pengobatan dimana saja dan juga tanyakan apakah terdapat riwayat pemakaian obat-obatan
• Riwayat penyakit dahulu : tanyakan apakah pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau tidak
• Riwayat penyakit keluarga : tanyakan apakah terdapt penyakit keluarga seperti jantung, diabetes dan sebagainya.
2. Pengkajian Primer
a. AIRWAY (kaji jalan napas)
1. Lakukan observasi pada gerakan dada, apakah ada gerakan dada atau tidak. Jika ada gerakan dada maka jalan napas
lancar atau paten
2. Kaji apakah terdapat jejas badan pada daerah dada
b. BREATHING (kaji pernapasan)
1) Kaji kemampuan mengembang paru, adakah pengembangan paru spontan atau tidak. Apabil dada dapat mengembang secara spontan
kemungkinan terjadi gangguan fungsi paru.
2) Kaji apakah terdapat peningkatan frekuensi pernapasan
3) Kaji apakah terdapat napas dangkal
4) Kaji apakah terdapat kelemahan otot pernapasan
5) Kaji apakah terdapat klesulitan bernapas (sianosis)
c. CIRCULATION
1. Kaji denyut nadi pasien dengan melakukan palpasi pada nadi, apabila tifak teraba kemungkinan terjadi gangguan fungsi jantung.
2. Kaji apakah terdapat penurunan curah jantung dengan tanda gelisah, letargi, dan takikardi.
3. Kaji apakah pasien mengalami sakit kepala, pingsan, berkeringat banyak, pusing dan amta kunang-kunang.
d. DISABILITY
4. Kaji apakah terdapat penurunana kesadaran
5. Kaji nilai GCS
e. EXPOSURE
1. Kontrol lingkungan dan lepaskan pakaian.
3. Pengkajian sekunder
a. Pemeriksaan fisik (head to toe)
1. Keadaan umum
- Kesadaran
- TTV : TD, Nadi, RR
2. Kepala
3. Leher
4. Tenggorokan
5. Dada
6. Abdomen
7. Genitalia
8. Rektum
9. Ekstremitas
b. Pengkajian pola fungsional
1. Aktivitas dan istirahat
Tanda : kelemahan, hiporefleksi
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise
2. Sirkulasi
Tanda : nadi lemah (hipovolemia), takikardi, hipotensi (pada kasus berat), aritmia jantung, pucat, sianosis, keringat banyak.
3. Eliminasi
Tanda : perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah , coklat
Gejala : perubahan pola berkemih, distensi vesika urinari, bising usus menurun, kerusakan ginjal.
4. Makanan dan Cairan
Tanda : perubahan turgor kulit/kelembaban, berkeringat banyak
Gejala : dehidrasi, mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati
5. Neurosensori
Tanda : gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, penurunan tingkat kesadaran(azotemia),
koma, syok
Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, midriasis, miosis, pupil mengecil, kram otot/kejang
6. Nyaman/nyeri
Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
Gejala : nyeri tubuh, sakit kepala
7. Pernapasan
Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kussmaul
Gejala : napas pendek, depresi napas, hipoksia
7. pernapasan 
Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kussmaul
Gejala : napas pendek, depresi napas, hipoksia
8. Keamanan
Gejala : penurunan tingkat kesadaran, koma, syok, asidemia
9. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat terpapar toksin (obat, racun), obat nefrotik penggunaan berulang. Kajin kondisi pasien, apabila ada sengatan
ditemukan :
• Meringis
• Sesak napas
• Tenggorokan sakit atau susah bicara
• Pingsan atau lemah
• Infeksi
• Kemerahan
• Bengkak
• Nyeri
• Gatal-gatal area yang terkena gigitan
Diagnosa keperawatan primer dan sekunder
a. Diagnosa primer
• Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi (D. 0005)
• Perfusi perifer tidaak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/atau
vena (D. 0009)
• Resiko syok berhubungan dengan hipoksia (D. 0039)
b. Diagnosa sekunder
• Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D. 0077)
• Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder : supresi respon inflamasi (D. 0142)
Intervensi keperawatan perimer dan sekuder
a. Intervensi primer

SDKI SLKI SIKI

Pola napas tidak efektif Dalam jangka waktu 1 jam Manajemen jalan napas(I. 01011)
berhubungan dengan pasien akan terbebas dari pola Observasi
sindrom hipoventilasi
napas tidak efektif dengan - Monitor pola napas
(D. 0005)
 
kriteria hasil -Monitor bunyi napas
1. Dyspnea menurun (5) Terapeutik
2. Frekuensi napas membaik (5) -Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Kapasitas vital meningkat (5) -Berikan oksigen
(L. 01004)
SDKI SLKI SIKI
Perfusi perifer tidaak Dalam jangka waktu 1 jam pasien Perawatan sirkulasi (I. 02079)
efektif berhubungan akan terbebas dari perfusi perifer Observasi
dengan penurunan tidak efektif dengan kriteria hasil 1. -Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,
aliran arteri dan/atau 1. Warna kulit pucat menurun (5) pengisian kalpiler, warna, suhu)
vena 2. Kram otot menurun (5) -Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
(D. 0009) 3. Penyembuhan luka meningkat pada ekstremitas
(5) Terapeutik
4. Turgor kulit membaik (5) -Hindari pengukuran tekanan darah pada
(L. 02011) ekstremitas pada keterbatasan perfusi
-Hindari penekanan dan pemasangan torniquet
pada area yang cidera
Edukasi
-Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
SDKI SLKI SIKI
Resiko syok • Dalam jangka waktu 1 Pencegahan syok (I. 02068)
berhubungan jam pasien akan Observasi
dengan terbebas dari resiko - Monitor status kardiopulmunal (frekwensi dan kekuatan nadi, frekwensi
hipoksia (D. syok dengan kriteria nafas, TD, MAP)
0039) hasil -Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
• Tingkat kesadaran -Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
meningkat (5) -Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
• Kekuatan nadi -Periksa riwayat alergi
meningkat (5) Terapeutik
• Saturasi oksigen -Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
meningkat (5) -Persiapan intubasi dan ventilasi mekanik, jika perlu
• Akral dingin menurun -Pasang jalur IV, jika perlu
(5) -Pasang kateter urine untuk menilai produksi urin, jika perlu
• Pucat menurun (5) -Lakukan skine test untuk mencegah reaksi alergi
(L. 03032) Edukasi
-Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok
-Jelaskan tanda dan gejala awal syok
-Anjurkan melapor jika menemukan/ merasakan tanda dan gejala syok
-Anjurkan memperbanyak asupan oral
-Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
-Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
-Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
b) Intervensi sekunder
SDKI SLKI SIKI
Nyeri akut Dalam jangka waktu 1 Manajemen nyeri (I. 08238)
berhubungan jam pasien akan Observasi
dengan agen terbebas dari nyeri -Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
pencedera fisik akut dengan kriteria nyeri
(D. 0077) hasil -Identifikasi skala nyeri
• Kemampuan -Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
menuntaskan -Monitor efek samping penggunaan analgetik
aktivitas meningkat Terapeutik
(5) -Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
• Keluhan nyeri hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
menurun (5) teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat dingin, terapi bermain
• Meringis menurun -Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
(5) pencahayaan, kebisingan)
• Sikap protektif Edukasi
menurun (5) -Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
• Frekuensi nadi -Jelaskan strategi meredakan nyeri
membaik (5) -Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
(L. 08066) -Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
SDKI SLKI SIKI

Resiko infeksi Dalam jangka waktu 1 jam pasien Pencegahan infeksi (I. 14539)
berhubungan dengan akan terbebas dari resiko infeksi Observasi
ketidakadekuatan dengan kriteria hasil -Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
pertahanan tubuh 1. Demam menurun (5) Terapeutik
sekunder : supresi 2. Kemerahan menurun (5) -Berikan perawatan kulit pada daerah edema
respon inflamasi 3. Nyeri menurun (5) -Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
(D. 0142) 4. Bengkak meurun (5) dengan pasien dan lingkungan pasien
5. Kadar sel darah putih membaik -Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
(5) tinggi
Edukasi
-Jelaskan tanda dan gejala infeksi
-Ajarkan cara memeriksa luka
Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yng sudah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan independen (mandiri) dan
kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada
kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari
petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil
keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain. (Tarwoto Wartonah, 2004)
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak,
maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa
yang di temukan, serta apakah perlu dilakukan intervensi. (Tarwoto Wartonah, 2004)

Anda mungkin juga menyukai