BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1.2 Etiologi
Serangga dan binatang berbisa tidak akan menyerang kecuali kalau mereka
digusar atau diganggu. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk
pertahanan. Gigitan serangga untuk melindungi sarang mereka.
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang
tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi
kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak
di lokasi yang tersengat.
Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota
keluarga Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan
reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka. Kematian
yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam
menyengat. Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat sengatnya dan
4
sebenarnya ia mati ketika proses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat
berkali-kali karena tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia
menyengat. Semut api menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya
dan memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.
1.1.3 Patofisiologi
Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada
kulit, lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon
oleh sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang
kompleks. Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin,
serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon
imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan
serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul
dapat dibagi dalam 2 kelompok : Reaksi immediate dan reaksi delayed. Reaksi
immediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan reaksi lokal
atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang dihasilkan oleh
gigitan atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat
disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil.
Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi
neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun serangga akan
merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari racun
tersebut.
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang
disebut Pteromone. Pteromone ini tersusun dari protein dan substansi lain atau
bahan kimia yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan
serangga juga mengakibatkan kemerahan, bengkak, dan rasa gatal di lokasi yang
tersengat yang akan hilang dalam beberapa jam. Gigitan atau sengatan dari
lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api dapat menyebabkan
reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka. Kematian
yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam
menyengat. Apabila gigitan terjadi pada area mulut atau kerongkongan,
5
terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka
tersebut tidak dirawat, maka akan mengakibatkan peradangan akut. Rasa
gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas,
pingsan dan hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi
yang disebut anafilaksis. Ini juga diakibatkan karena alergi pada gigitan
serangga. Gigitan serangga juga mengakibatkan bengkak pada
tenggorokan dan kematian karena gangguan udara. Sengatan dari
serangga jenis penyengat besar atau ratusan sengatan lebah jarang sekali
ditemukan hingga mengakibatkan sakit pada otot dan gagal ginjal.
1.1.5 Penatalaksanaan
1) Menurut lokasi
a. Pengobatan gigitan serangga pribadi di rumah
Pengobatan tergantung pada jenis reaksi yang terjadi. Jika hanya
kemerahan dan nyeri pada bagian yang digigit, cukup menggunakan
es sebagai pengobatan. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan
sabun dan air untuk menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh
serangga (seperti nyamuk). Partikel-partikel dapat mengkontaminasi
lebih lanjut jika luka tidak dibersihkan.
Pengobatan dapat juga menggunakan antihistamin seperti
diphenhidramin (Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil. Losion
Calamine juga bisa membantu mengurangi gatal-gatal.
b. Penatalaksanaan di rumah sakit
1) Tindakan Emergenci
a) Airway: Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Bila disertai obstruksi saluran napas diindikasikan pemberian
epinefrin sub kutan. Dilanjutkan dengan pemberian
kortikosteroid prednison 60-80 mg/hari selama 3 hari, dosis
diturunkan 5-10 mg/hari.
b) Breathing: Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak
bernafas spontan atau pernapasan tidak adekuat.
8
1.2.1 Definisi
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang
disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat.
Hewan berdarah panas dan manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya
penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan
kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus
rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan
melalui luka gigitan atau jilatan.
1.2.2 Etiologi
1.Virus rabies.
luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi 25-48 hari, dan pada ekstremitas
46-78 hari.
1.2.5 Patofisiologi
Virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi,
menularkan kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan atau
melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan masuk melalui
13
2.Ensefalitis akut
1.Inkubasi < 30 hari (25%) 30-90 hari (50%) 90 hari-1 tahun (20%) >1
tahun (5%) Tidak ada
2.Prodromal 2-10 hari Parestesia, nyeri pada luka gigitan, demam, malaise,
anoreksia, mual dan muntah, nyeri kepala, letargi, agitasi, ansietas,
depresi.
Neurologik Akut
3. Furious (80%)
14
4.Paralitik
5.Koma
2-7 hari
2-7 hari
0-14 hari
Paralisis flagsid
1.2.7 Komplikasi
5. Uji laboratorium
a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
c. Panel elektrolit
e. GDA
h. Elektrolit : K, Na
k. Natrium ( N 135 –)
1.2.9 Penatalaksanaan
1. Tindakan Pengobatan
2. Pencegahan
a. Penanganan Luka
Untuk mencegah infeksi virus rabies pada penderita yang terpapar dengan
virus rabies melalui kontak ataupun gigitan binatang pengidap atau
tersangka rabies harus dilakukan perawatan luka yang adekuat dan
pemberian vaksin anti rabies dan imunoglobulin. Vaksinasi rabies perlu
pula dilakukan terhadap individu yang beresiko tinggi tertular rabies.
b. Vaksinasi
1) Dokter hewan
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulakan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil
racun bersifat spesifik terhadap terhadap suatu organ ; beberapa mempunyai efak
pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan bebarapa
zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.
Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya.
Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya; sering
kali mengandung factor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan
mengusir predator; racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit
jaringan.
1.3.2 Etiologi
16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5
-1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur, dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus, dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu, dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan
dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan
suatu lapisan jaringan ikat. (Ganong, 2008).
1.3.3 Patofisiologi
Pada seorang anak yang digigit ular, perlu dilakukan pemeriksaan apakah
ular yang menggigit anak tersebut berbisa atau tidak. (Anik Muryani, 2010). Bisa
ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein. Jumlah bisa,
efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan usia ular. Bisa
ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur. (Gold BS, 2002)
Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan protein yang
dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding pembuluh darah,
sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma. Komponen peptida bisa ular
dapat berikatan dengan bpada tubuh korban. (Dart RC & Barrish RA, 2002).
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata.
Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang
atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik)
yang besar. Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak
gigitan terakhir, derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang
hidung ular merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular
untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan. Semua metode injeksi
venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk mengimobilisasi secara cepat
dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik
pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular terdiri dari
bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase.
20
Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami pendarahan kesan
daripada luka yang berlaku pada saluran darah dan pencairan darah merah yang
mana darah sukar untuk membeku.
Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa.
Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna,
kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular
berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka
bekas gigitan terdapat bekas taring.
Gambar 2.1 Ciri–ciri ular tidak berbisa & Ular Tidak berbisa
Bisa ular mengandung toksin yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:
o Neurotoksin: berakibat pada sistem saraf dan otak. Berakibat fatal karena
paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan,
kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan
koma.
o Haemotoksin: berakibat pada jantung dan pembuluh darah dan bersifat
hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau
menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu
sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi
klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan
IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
o Myotoksin: mengakibatkan efek pada jaringan otot. Myoglobulinuria yang
menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel
otot.
o Cytotoksin: Bekerja pada lokasi gigitan dengan melepaskan histamin dan
zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada
korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan
ketubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi
kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan
bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang
diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda
gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan
kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan
(terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae)
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua
gigitan ular.
23
Gejala lokal:
2. Gejala sistemik:
a. Umum (general)
b. Kardiovaskuler (viperidae)
24
Pendarahan yang berasal dari luka yang baru saja terjadi (termasuk
pendarahan yang terus-menerus dari bekas gigitan (fang marks) dan dari luka
yang telah menyembuh sebagian (oldrus mene parttly-healed wounds),
pendarahan sistemik spontan – dari gusi, epitaksis, pendarahan intrakranial
(meningism, berasal dari pendarahan subdura, dengan tanda lateralisasi dan
atau koma oleh pendarahan cerebral), hemoptisis, perdarahan perektal
(melena), hematuria, perdarahan pervaginam, perdarahan antepartum pada
wanita hamil, perdarahan mukosa (misalnya konjungtiva), kulit (peteki,
purpura, perdarahan diskoid, echimosis), serta perdarahan retina.
e. Destruksi Otot Skeletal (Sea Snake, beberapa spesies kraits, bungarus niger
and f. Candidus, western Russell’s viper Daboia russelli)
Nyeri seluruh tubuh, kaku dan nyeri pada otot, trismus, miolobinuria,
hiperkalemia, henti jantung, gagal ginjal akut.
g. Sistem Perkemihan
h. Gejala Endokrin
25
Tidak ada cara yang sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa yang
berbahaya. Beberapa ular berbisa yang tidak berbahaya telah berkembang untuk
terlihat hampir identik dengan yang berbisa. Akan tetapi, beberapa ular berbisa
yang terkenal dapat dikenali dari ukuran, bentuk, warna, pola sisik, prilaku serta
suara yang dibuatnya saat merasa terancam.2. Beberapa ciri ular berbisa adalah
bentuk kelapa segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan
tedapat bekas gigi taring.
26
Gambar 2.5 Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B)
Ular berbisa dengan bekas taring (Sumber : Sentra Informasi Keracunan Nasional
adan POM, 2012)
Derajat 0 :
Derajat I :
Derajat II :
Derajat III :
Derajat IV :
Tabel 2.2 Pemberian anti bisa ular menggunakan pedoman dari Parrish
Anti bisa ular harus diberikan segera setelah memenuhi indikasi. Anti bisa
ular dapat melawan envenomasi (keracunan) sistemik walaupun gejala telah
menetap selama beberapa hari, atau pada kasus kelainan haemostasis, yang dapat
belangsung dua minggu atau lebih. Untuk itu, pemberian anti bisa tepat diberikan
selama terdapat bukti terjadi koagulopati persisten. Apakah antibisa ular dapat
mencegah nekrosis lokal masih menjadi kontroversi, namun beberapa bukti
klinins menunjukkan bahwa agar antibisa efektif pada keadaan ini, anti bisa ular
harus diberikan pada satu jam pertama setelah gigitan.
serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban
ke tempat perawatan medis.
Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang
aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk
mencegah peningkatan penyerapan bisa.
b. Pemeriksaan radiologis :
c. Pemeriksaan lainnya :
bila terdapat pembengkakan yang signifikan, nyeri yang sangat hebat yang
menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi muncul pada ekstremitas yang
tergigit
1.Reaksi Anafilaktik
Dapat timbul dengan segera atau beberapa jam setelah suntikan. Penyakit
serum Dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan dan dapat berupa kenaikan suhu,
gatal-gatal, sesak nafas dll, gejala alergi reaksi ini jarang timbul ila digunakan
serum yang sudah murnikan.
Biasanya timbul pada penyuntikan serum dengan jumlah besar reaksi ini terjadi
dalam pemberian 24 jam. Oleh kerena itu, pemberian serum harus diberikan atas
indikasi yang tajam.
ANTIDOT
Pada tahun 2000 bulan Desember terdapat produk baru yaitu Crotalinae
Polyvalent Immune Fab (ovine) antivenon yang berasal dari serum domba. Serum
Fab ini ternyata lima kali lebih poten dan efektif sebagai anti bisa dan jarang
terdapat komplikasi akibat pem- beriannya. Penggunaan serum Fab dianjurkan
31
diencer- kan dalam 250 ml NaCl 0,9% dan pemberiannya lebih dari satu jam
melalui intravena.
Untuk pasien yang masih sangat kecil (berat badan kurang dari 10 kg), volume
cairan dapat disesuaikan. Jumlah penggunaan anti bisa ular tergantung derajat
beratnya kasus. Kasus dengan derajat none tidak diberikan anti bisa, untuk kasus
dengan derajat minimal diberikan 1-5 vial sedangkan moderate dan severe lebih
dari 15 vial
DESKRIPSI
Serum Anti Bisa Ular Polivalen adalah an- tisera murni yang dibuat dari
plasma kuda yang memberikan kekebalan terhadap bisa ular yang bersifat
neurotoksik (seperti ular dari jenis Naja sputatrix – Ular Kobra, Bungarus
fasciatus – Ular Belang) dan yang bersifat hemotoksik (ular Agkistrodon rho-
dostoma – Ular Tanah) yang banyak ditemu- kan di Indonesia, serta mengandung
fenol sebagai pengawet. Serum Anti Bisa Ular Polivalen berupa cairan bening
kekuningan.
KOMPOSISI :
Zat aktif :
Zat tambahan:
Fenol 2,5 mg
32
INDIKASI :
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa dari jenis Naja sputatrix,
Bungarus fasciatus, Agkistrodon rhodostoma.
Imunisasi pasif, pada penyuntikan dimasuk- kan zat-zat Anti yang mampu
menetralisir bisa ular yang beredar dalam darah penderita.
POSOLOGI :
Jumlah dosis yang tepat tergantung tingkat keparahan penderita pada saat
akan menerima antisera.
Dosis Serum Anti Bisa Ular Polivalen untuk anak-anak sama dengan dosis
untuk orang dewasa. Lakukan uji kepekaan terlebih dahulu, bila peka lakukan
desensitisasi.
INTERAKSI OBAT :
PENGARUH ANAK :
KONTRAINDIKASI :
PENYIMPANAN :
Serum anti bisa ular harus disimpan pada suhu antara +2°C s/d +8°C. JANGAN
DIBEKUKAN. Masa daluarsa 2 tahun.
34
KEMASAN :
1.4 Penatalaksanaan
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganate
untuk menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
2. Penderita di istirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan.
3. Jangan memanipulasi daerah gigitan
4. Penderita dilarang berjalan dan minum minuman yang ber alcohol.
5. Apabila gejala timbul secara cepat,sementara belum tersedia Anti Bisa
Ular,maka ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Tindakan ini
berguna jika dilakukan sekitar lebih dari 30 menit paska gigitan ular.
Tujuannya adalah : Menahan aliran limfe , bukan menahan aliran vena
atau arteri.
6. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara
memasang bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran
racun.
35
KETERANGAN BAGAN :
CROSS INSISI
j. Nekrosis laboratorium).
Hemoglobinuria/mioglobinuria : urin
coklat gelap (klinis), dipstik urin atau
bukti lain akan adanya hemolisis
intravaskuler atatu rabdomiolisis
generalisata (nyeri otot, hiperkalemia)
(klinis, hasil laboratorium). Serta
adanya bukti laboratorium lainnya
terhadap tanda venerasi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Kasus gigitan binatang bisa terjadi pada semua umur. Bayi dan
anak-anak lebih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa.
Jenis kelamin dan ras/suku tidak mempengruhi kasus gigitan binatang.
2. Keluhan Utama
Biasanya keluhan utama yang dirasakan pada klien gigitan
serangga beracun adalah kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di
sekitar area yang terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut. Namun
jika gigitan serangga tidak ditangani akan dapat menyebabkan kegawatan
seperti sesak nafas, tenggorokan sakit atau susah berbicara, pingsan atau
lemah, infeksi yang menjadi keluhan utama pada klien di pelayanan gawat
darurat.
Sedangkan keluhan utama pada klien dengan gigitan binatang
berbisa ialah tampak kebiruan, pingsan, lumpuh sesak napas serta syok
hipovolemik.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya berisi tentang perjalanan atau riwayat klien mendapatkan
gigitan binatang yang menyebabkan klien harus dibawa ke pelayanan
kesehatan. Klien dengan gigitan serangga/binatang biasanya akan
datang ke pelayanan kesehatan apabila gigitan serangga tersebut telah
menyebabkan efek sistemik yang menimbulkan kegawatan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Berisi tentang penyakit yang pernah diderita klien sebelum
mendapatkan gigitan serangga, seperti adanya riwayat alergi teradap
racun serangga tersebut.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Berisi tentang penyakit yang pernah diderita keluarga.
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48
48
49
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Insect bites adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang
menyengat atau menggigit seseorang yang seringkali dapat menyebabkan
bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan gatal-gatal. Sebuah gigitan
atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang tersusun dari protein dan
substansi lain yang disebut Pteromone yang mungkin memicu reaksi alergi
kepada penderita. Komplikasi yang dapat ditimbulkan yaitu kejang, koma,
henti jantung, henti napas, dan syok.
Pengobatan tergantung pada jenis reaksi yang terjadi. Jika tergolong ringan
maka dapat dilakukan pengobatan pribadi di rumah menggunakan air es yang
sebelumnya telah dicuci oleh sabun kemudian diberi losion Calamine yang
dapat membantu mengurangi rasa gatal.
Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan menular pada manusia
lewat gigitan atau cakaran hewan penderita rabies atau dapat pula lewat luka
yang terkena air liur hewan penderita rabies. Setiap ada kasus gigitan hewan
penular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin, untuk
mengurangi atau mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan.
Usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya
air mengalir) dan sabun atau ditergent selama 10-15 menit, kemudian diberi
antiseptik (alkohol 70 persen, betadine, obat merah atau lainnya)
3.2 Saran
Diharapkan dengan ditulisnya makalah ini pembaca dan khususnya
tenaga medis perawat dapat memberikan penanganan gawat darurat yang
tepat pada kasus gigitan binatang dan mengetahui gejala umumnya.
49