Anda di halaman 1dari 50

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gigitan atau cakaran binatang yang sampai merusak kulit kadang kala
dapat mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu jahitan, sedangkan
beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya dalam
kasus tertentu gigitan binatang (terutama oleh binatang liar) dapat menularkan
penyakit rabies, penyakit yang berbahagia terhadap nyawa manusia,
kelelawar, musang juga anjing menularkan sebagian besar kasus rabies.
Sebagian binatang memiliki bisa (racun) yang berfungsi untuk
melindungi dirinya dan berfungsi untuk menaklukkan mangsanya, banyak
kasus terkena racun dari binatang berbisa ini dapat diatasi dengan baik apabila
berhasil ditangani sejak dini, diantara binatang berbisa itu adalah ular, lipan,
ikan terutama sejenis ikan lele (sembilang).
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Di sekeliling
kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah
satunya adalah gigitan ulat berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan
subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka
untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan
informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa.
Selain kasus gigitan serangga dan binatang berbisa.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas pada makalah
ini adalah:
1. Apa yang dimaksud kegawatdaruratan pada gigitan serangga, gigitan
binatang berbisa/beracun dan hewan laut (hiu)?
2. Apa saja penyebab dan akibat gigitan serangga, gigitan binatang
berbisa/beracun dan hewan laut (hiu)?
2

3. Bagaimana tanda dan gejala dari gigitan serangga, gigitan binatang


berbisa/beracun, dan hewan laut (hiu)?
4. Bagaimana penatalaksanaan gigitan serangga, gigitan binatang
berbisa/beracun dan hewan laut (hiu)?

1.2 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan gigitan serangga, gigitan
binatang berbisa/beracun dan gigitan hewan laut (hiu).
2. Untuk mengetahui penyebab dan akibat dari gigitan serangga, gigitan
binatang berbisa/beracun dan gigitan hewan laut (hiu).
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari gigitan serangga, gigitan binatang
berbisa/beracun dan gigitan hewan laut (hiu).
4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan gigitan serangga, gigitan
binatang berbisa/beracun dan gigitan hewan laut (hiu).
3

BAB II
LANDASAN TEORI

1.1 Gigitan Serangga


1.1.1 Definisi
Gigitan serangga adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang
menyengat atau menggigit seseorang. Gigitan serangga seringkali menyebabkan
bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan gatal-gatal. Reaksi tersebut
boleh dibilang biasa, bahkan gigitan serangga ada yang berakhir dalam beberapa
jam sampai berhari-hari. Bayi dan anak-anak labih rentan terkena gigitan
serangga dibanding orang dewasa.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula
terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah
atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan
dalam jangka panjang.

1.1.2 Etiologi
Serangga dan binatang berbisa tidak akan menyerang kecuali kalau mereka
digusar atau diganggu. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk
pertahanan. Gigitan serangga untuk melindungi sarang mereka.
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang
tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi
kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak
di lokasi yang tersengat.
Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota
keluarga Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan
reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka. Kematian
yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam
menyengat. Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat sengatnya dan
4

sebenarnya ia mati ketika proses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat
berkali-kali karena tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia
menyengat. Semut api menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya
dan memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.

1.1.3 Patofisiologi
Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada
kulit, lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon
oleh sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang
kompleks. Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin,
serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon
imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan
serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul
dapat dibagi dalam 2 kelompok : Reaksi immediate dan reaksi delayed. Reaksi
immediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan reaksi lokal
atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang dihasilkan oleh
gigitan atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat
disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil.
Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi
neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun serangga akan
merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari racun
tersebut.
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang
disebut Pteromone. Pteromone ini tersusun dari protein dan substansi lain atau
bahan kimia yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan
serangga juga mengakibatkan kemerahan, bengkak, dan rasa gatal di lokasi yang
tersengat yang akan hilang dalam beberapa jam. Gigitan atau sengatan dari
lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api dapat menyebabkan
reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka. Kematian
yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam
menyengat. Apabila gigitan terjadi pada area mulut atau kerongkongan,
5

pteromone yang dikeluarkan oleh serangga akan menyebabkan menyempitnya


saluran pernafasan sehingga dapat mengakibatkan susah bernapas yang akan
berlanjut pada syok anafilaksis, dan bisa berakhir pada kematian.

1.1.4 Manifestasi Klinis


Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan
atau  serangan gigitan serangga didantaranya adalah :
1. Reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun
dapat mengancam kahidupan dan  membutuhkan pertolongan darurat.
Tanda-tanda atau gejalanya adalah:
a. Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah
tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-organ
penting (vital)
b. Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan.
c. Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak
kaki, dan selaput lendir (angioedema).
d. Pusing dan kacau
e. Mual, diare, dan nyeri pada perut
6

f. Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak


Gejala tersebut dapat diikuti dengan gejala lain dari beberapa reaksi.
2. Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.
Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya:
a. Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam
b. Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat
c. Laba-laba gembel (hobo)
d. Kalajengking
3. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.
a. Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah
menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah
pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu kebanyakan
dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak.
b. Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat
menyengat berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat
banyak reaksi alergi.
c. Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya,
kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan
alur memutar dan berkali-kali.
4. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
5. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
6. Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum)
digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan serangga. Penyakit
serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
serta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari setelah penggunaan
anti serum.
7. Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada
seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
8. Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya
malaria. Kebanyakan gigitan serangga menyebabakan kemerahan,
bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan atau
sengatan serangga tersebut.Kulit yang terkena gigitan bisa rusak dan
7

terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka
tersebut tidak dirawat, maka akan mengakibatkan peradangan akut. Rasa
gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas,
pingsan dan hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi
yang disebut anafilaksis. Ini juga diakibatkan karena alergi pada gigitan
serangga. Gigitan serangga juga mengakibatkan bengkak pada
tenggorokan dan kematian karena gangguan udara. Sengatan dari
serangga jenis penyengat besar atau ratusan sengatan lebah jarang sekali
ditemukan hingga mengakibatkan sakit pada otot dan gagal ginjal.

1.1.5 Penatalaksanaan
1) Menurut lokasi
a. Pengobatan gigitan serangga pribadi di rumah
Pengobatan tergantung pada jenis reaksi yang terjadi. Jika hanya
kemerahan dan nyeri pada bagian yang digigit, cukup menggunakan
es sebagai pengobatan. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan
sabun dan air untuk menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh
serangga (seperti nyamuk). Partikel-partikel dapat mengkontaminasi
lebih lanjut jika luka tidak dibersihkan.
Pengobatan dapat juga menggunakan antihistamin seperti
diphenhidramin (Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil. Losion
Calamine juga bisa membantu mengurangi gatal-gatal.
b. Penatalaksanaan di rumah sakit
1) Tindakan Emergenci
a) Airway: Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Bila disertai obstruksi saluran napas diindikasikan pemberian
epinefrin sub kutan. Dilanjutkan dengan  pemberian
kortikosteroid prednison 60-80 mg/hari selama 3 hari, dosis
diturunkan 5-10 mg/hari.
b) Breathing: Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak
bernafas spontan atau pernapasan tidak adekuat.
8

c) Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan


perbaiki perfusi jaringan.
Dalam kondisi stabil, terapi yang dapat diberikan yaitu:
a) Sistemik
Antihistamin sedatif: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari
selama 7 hari atau setirizin 1 x 10 mg per hari selama 7 hari.
Antihistamin non sedatif: loratadin 1 x 10 mg per hari selama
7 hari.  
b) Topikal Kortikosteroid topikal potensi sedang-kuat: misalnya
krim mometason furoat 0,1% atau krim betametason valerat
0,5% diberikan selama 2 kali sehari selama 7 hari.
2) Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai
menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera
dilakukan.
3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita
yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat
diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal
lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai
diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage,
pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita
yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung
dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Keramas rambut dan
memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis, katarsis dan
kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang dari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga
berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan
bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah
aspirasi pnemonia.
4) Anti dotum (Penawar Racun)
9

Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi


Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit
sampai timbul gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut
kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit
selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam.
Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound
effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut
yang sering fatal.
2) Menurut Reaksi
a. Gigitan serangga reaksi ringan
1) Pindahkan ke daerah yang aman untuk menghindari serangan
Buang serangga atau lebah yang menyengat apabila masih
menempel pada kulit. Hal ini akan mencegah atau mengurangi
pelepasan racun.
2) Cucilah daerah gigitan dengan sabun dan air
3) Kompres dingin atau diisi dengan es batu untuk mengurangi rasa
sakit dan bengkak
4) Minum obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau acetaminophen
(parasetamol) untuk meringankan rasa sakit akibat gigitan
serangga atau sengatan lebah.
5) Oleskan krim/salep yang mengandung hydrocortisone, lidokain
atau pramoxine. Krim lainnnya, seperti lotion calamine atau
yang mengandung oatmeal koloid atau baking soda dapat
membantu menenangkan kulit gatal.
6) Minum obat antihistamin yang mengandung diphenhydramine
(contohnya Benadryl), CTM, cetirizine dan lain-lain.
b. Gigitan seranga reaksi Berat
10

Reaksi berat/parah akibat gigitan atau sengatan serangga dapat


menimbulkan gejala lebih dari sekedar di tempat gigitan dan dapat
berkembang dengan cepat. Segera ke Dokter atau IGD jika tanda-
tanda atau gejala-gejala berikut terjadi:
1) Kesulitan bernafas
2) Pembengkakan pada bibir atau tenggorakan
3) Pingsan
4) Pusing
5) Kebingungan
6) Detak jantung cepat
7) Mual, muntah dan kram
Lakukan tindakkan pertolongan pertama sambil menunggu bantuan
medis:
7) Kendurkan pakaian yang ketat, tutupi dengan selimut
8) Jangan memberi makanan atau minuman apapun
9) Miringkan kepala untuk mencegah tersedak jika ada mutah, atau
perdarahan dari mulut.
1.1.6 Komplikasi
1) Komplikasi pada pasien dengan gigitan serangga yaitu:
a. Kejang
b. Koma
c. Henti jantung
d. Henti napas
e. Syok

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema
antara sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel
polimorfonuklear. Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan
histiosit. Pada dermis ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan
sebukan sel radang akut. Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan
11

pemeriksaan laboratorium dimana terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam


pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan tes tusuk dengan alergen tersangka.

1.2 Gigitan Anjing (Rabies)

1.2.1 Definisi
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang
disebabkan oleh virus,  bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat.
Hewan berdarah panas dan manusia. Rabies   bersifat zoonosis artinya
penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan
kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus
rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan
melalui luka gigitan atau  jilatan.
1.2.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus


Lyssa-virus, famih Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui secret
yang terinfeksi pada gigitan binatang atau ditularkan melalui gigitan
hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan kera. Nama lainnya
ialah hydrophobia la rage (Prancis), la rabbia (Italia), la rabia (spanyol),
die tollwut (Jerman), atau di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing
gila.

Adapun penyebab dari rabies adalah :

1.Virus rabies.

2.Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.

3.Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.

1.2.3 Masa Inkubasi

Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya


gejala penyakit. Masa inkubasi penyakit rabies pada anjing dan kucing
kurang lebih 2 minggu (10 hari – 14 hari). Pada manusia 2-3 minggu dan
paling lama 1 tahun. Masa inkubasi rabies 95% antara 3-4 bulan, masa
inkubasi bias bervariasi antara 7 hari – 7 tahun, hanya 1% kasus dengan
inkubasi 1-7 tahun. Karena lamanya inkubasi kadang-kadang pasien tidak
dapat mengingat kapan terjadinya gigitan. Pada anak-anak masa inkubasi
biasanya lebih pendek dari pada orang dewasa. Lamanya inkubasi
dipengaruhi oleh dalam dan besarnya gigitan, lokasi gigitan (jauh dekatnya
kesistem saraf pusat), derajat pathogenesis virus dan persarafan daerah
12

luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi 25-48 hari, dan pada ekstremitas
46-78 hari.

1.2.4 Cara Penularan

Setelah virus rabies masuk ke tubuh manusia, selama dua minggu


virus menetap pada tempat masuk dan jaringan otot didekatnya. Virus
berkembang biak atau lansung mencapai ujung-ujung serabut saraf perifer
tampa menunjukan perubahan-perubahan fungsinya. Selubung virus
menjadi satu dengan membrane plasma dan protein ribonukleus dan
memasuki sitoplasma. Beberapa tempat pengikatan adalah reseptor asetil-
kolin post-sinaptik pada neuromuscular junction di susunan saraf pusat
(SSP). Dari saraf perifer virus menyebar secara sentripetal melalui
endoneurium sel-sel Schwan dan melalui aliran aksoplasma mencapai
ganglion dorsalis dalam waktu 60-72 jam dan berkembang biak.
Selanjutnya virus menyebar dengan kecepatan 3 mm/jam kesusunan saraf
pusat (medulla spinalis dan otak). Melalui cairan serebrospinal.

Diotak virus menyebar secara luas dan memperbanyak diri dalam


semua bagian neuron, kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf
eferen dan pada saraf volunter maupun pada saraf otonom. Penyebaran
selanjutnya dari SSP ke saraf perifer termasuk saraf otonom, otot skeletal,
otot jantung, kelenjar adrenal (medula), ginjal, mata, dan pankreas. Pada
tahap berikutnya virus akan terdapat pada kelenjar ludah, kelenjar
lakrimalis, sistem respirasi. Virus juga tersebar pada air susu dan urin.
Pada manusia hanya dijumpai kelainan pada midbrain dan medula spinalis
pada rabies tipe furious (buas) dan pada medula spinalis pada tipe
paralitik. Perubahan patolgi berupa degenerasi sel ganglion, infiltrasi sel
mononuklear dan perivaskular, neuronovagia dan pembentukan nodul
pada glia pada otak dan medula spinalis.

Dijumpai Negri bodies yaitu benda intrasitoplasmik yang berisi


komponen virus terutama protein ribonuklear dan fragmen organela seluler
seperti ribosomes. Negri bodies dapat ditemukan pada seluruh bagian otak,
terutama pada korteks serebri, batang otak, hipothalamus, sel purkinje
serebrum, ganglia dorsalis dan medula spinalis. Pada 20% kasus rabies
tidak ditemukan Negri bodies. Adanya miokarditis menerangkan
terjadinya aritmia pada pasien rabies.

1.2.5 Patofisiologi

Virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi,
menularkan kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan atau
melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan masuk melalui
13

saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat


mereka berkembangbiak dengan kecepatan 3mm / jam. Selanjutnya virus
akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air
liur.

Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada


tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini
biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental,
keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat
menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan
mengeluarkan air liur.Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa
menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.

Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang


mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba
untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu
penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut hidrofobia (takut
air). Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh,
termasuk pada otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi
pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian.

1.2.6 Manifestasi Klinis

Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium


yang dalam keadaan sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya,
yaitu:

1.Gejala prodromal non spesifik

2.Ensefalitis akut

3.Disfungsi batang otak

4.Koma dan kematian

 Stadium Lamanya (% Kasus) Manifestasi Klinis

1.Inkubasi < 30 hari (25%) 30-90 hari (50%) 90 hari-1 tahun (20%) >1
tahun (5%) Tidak ada

2.Prodromal 2-10 hari Parestesia, nyeri pada luka gigitan, demam, malaise,
anoreksia, mual dan muntah, nyeri kepala, letargi, agitasi, ansietas,
depresi.

Neurologik Akut

3. Furious (80%)
14

4.Paralitik

5.Koma

2-7 hari

2-7 hari

0-14 hari

Halusinasi, bingung, delirium, tingkah laku aneh, takut, agitasi,


menggigit, hidropobia, hipersaliva, disfagia, avasia, hiperaktif, spasme
faring, aerofobia, hiperfentilasi, hipoksia, kejang, disfungsi saraf otonom,
sindroma abnormalitas ADH.

Paralisis flagsid

Autonomic instability, hipoventilasi, apnea, henti nafas,


hipotermia, hipetermia, hipotensi, disfunsi pituitari, aritma, dan henti
jantung.

1.2.7 Komplikasi

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan


biasanya timbul pada fase koma. Komplikasi Neurologik dapat berupa
peningkatan tekanan intra cranial: kelainan pada hypothalamus berupa
diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormone anti diuretic (SAHAD);
disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertermia,
hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat local maupun
generalisata, dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi.
Pada stadium pradromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan
depresi pernapasan terjadi pada fase neurolgik. Hipotensi terjadi karena
gagal jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan saraf otonomik.

Table Komplikasi Pada Rabies dan Cara Penanganan


JENIS KOMLIKASI PENANGANANNYA
Neurologi Hiperaktif Fenotiazin, benzodiazepine
Hidrofobia Tidak diberi apa-apa lewat mulut
Kejang fokal Karbamazepine, fenitoin
Gejala neurologi local Tak perlu tindak apa-apa
Edema serebri Mannitol, galiserol
Aerofobia Hindari stimulasi
Pituitary SAHAD Batasi cairan
Diabetes insipidus Cairan, vasopressin
15

Pulmonal Hiperventilasi Tidak ada


Hipoksemia Oksigen, ventilator, PEEP
Atelektasis Ventilator
Apnea Ventilator
Pneumotoraks Dilakukan ekspansi paru
Kardiovas Aritmia Oksigen, obat anti aritmia
kular Hipotensi Cairan, dopamine
Gagal jantung kongestif Batasi cairan, obat-obatan
Thrombosis arteri/vena Oksigen, obat anti aritmia
Obstruksi vena kava superior Cairan, dopamine
Henti jantung Batasi cairan, obat-obatan
Lain-lain Anemia Transfuse darah
Perdarahan gastrointestinal H2 blockers, transfusi darah
Hipertermia Lakukan pendinginan
Hipotermia Selimut panas
Hipooalemia Pemberian cairan
Ileus paralitik Cairan paranteral
Retensio urine Kateterisasi
Gagal ginjal akut Hemodialisa
pneumomediastinum Tidak dilakukan apa-apa

1.2.8 Pemeriksaan Penunjang

Ada beberapa pemeriksaan pada penyakit rabies yaitu:

1. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis


dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak jelas terlihat bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak.
16

5. Uji laboratorium
a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

c. Panel elektrolit

d. Skrining toksik dari serum dan urin

e. GDA

f. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang < 200


mq/dl

g. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan


indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

h. Elektrolit : K, Na

i. Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

j. Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

k. Natrium ( N 135 –)

1.2.9 Penatalaksanaan

1. Tindakan Pengobatan

a. Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang


yang digigit hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan
menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan pengerat
(termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut
karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit
binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan
pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja
terinfeksi rabies.

b. Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka


gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun,
tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka telah
dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi
dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, dimana
separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.

c. Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies


diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28.
17

Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan.


Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami
demam setelah menjalani vaksinasi.

d. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita


rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan
diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).

e. Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-


10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas
(asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian
karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang
penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk
diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak.
Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika
suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.

2. Pencegahan

Ada dua cara pencegahan rabies yaitu:

a. Penanganan Luka

Untuk mencegah infeksi virus rabies pada penderita yang terpapar dengan
virus rabies melalui kontak ataupun gigitan binatang pengidap atau
tersangka rabies harus dilakukan perawatan luka yang adekuat dan
pemberian vaksin anti rabies dan imunoglobulin. Vaksinasi rabies perlu
pula dilakukan terhadap individu yang beresiko tinggi tertular rabies.

b. Vaksinasi

Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit


virus atau segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa
diberikan kapada orang-orang yang beresiko tinggi terhadap terjangkitnya
virus, yaitu :

1) Dokter hewan

2) Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang


terinfeksi

3) Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah


yang rabies pada anjing banyak ditemukan

4) Para penjelajah gua kelelawar


18

Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar


antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap
penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2
tahun.

1.3 Gigitan Binatang Berbisa


1.3.1 Definisi

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulakan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil
racun bersifat spesifik terhadap terhadap suatu organ ; beberapa mempunyai efak
pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan bebarapa
zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.
Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya.
Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya; sering
kali mengandung factor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan
mengusir predator; racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit
jaringan.

1.3.2 Etiologi

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,


merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
19

16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5
-1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur, dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus, dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu, dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan
dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan
suatu lapisan jaringan ikat. (Ganong, 2008).
1.3.3 Patofisiologi

Pada seorang anak yang digigit ular, perlu dilakukan pemeriksaan apakah
ular yang menggigit anak tersebut berbisa atau tidak. (Anik Muryani, 2010). Bisa
ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein. Jumlah bisa,
efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan usia ular. Bisa
ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur. (Gold BS, 2002)
Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan protein yang
dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding pembuluh darah,
sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma. Komponen peptida bisa ular
dapat berikatan dengan bpada tubuh korban. (Dart RC & Barrish RA, 2002).

Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata.
Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang
atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik)
yang besar. Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak
gigitan terakhir, derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang
hidung ular merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular
untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan. Semua metode injeksi
venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk mengimobilisasi secara cepat
dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik
pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular terdiri dari
bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase.
20

Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami pendarahan kesan
daripada luka yang berlaku pada saluran darah dan pencairan darah merah yang
mana darah sukar untuk membeku.

Pendarahan biasanya akan berterusan selama beberapa hari. Pendarahan pada


gusi, muntah darah, ludah atau batuk berdarah dan air kencing berdarah adalah
kesan nyata bagi keracunan bisa ular jenis Elapidae. Walaupun tragedi kematian
adalah jarang, kehilangan darah yang banyak akan mengancam nyawa mangsa.
Bila tidak mendapat anti venom akan terjadi kelemahan anggota tubuh dan
paralisis pernafasan. Biasanya full paralysis akan memakan waktu lebih kurang 12
jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah gigitan.
Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy. Tanda- tanda
klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat
gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria,
haematomisis, melena dan batuk darah. Tidak ada cara sederhana untuk
mengidentifikasi ular berbisa.

Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa.
Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna,
kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular
berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka
bekas gigitan terdapat bekas taring.

 Ciri – ciri ular tidak berbisa :


1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan luka halus berbentuk lengkungan
 Ciri-ciri ular berbisa:
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan dua luka gigitan utama akibat gigi taring
21

Gambar 2.1 Ciri–ciri ular tidak berbisa & Ular Tidak berbisa

Gambar 2.2 Bekas Gigitan Ular

Tabel 2.1 Perbedaan Ular Berbisa dan Ular Tidak Berbisa

Tidak berbisa Berbisa


Bentuk Kepala Bulat Elips, Segitiga
Gigi Taring Gigi Kecil 2 gigi taring besar
Bekas Gigitan Lengkung seperti U Terdapat 2 titik
Warna Warna Warni Gelap
22

 Sifat Bisa Ular :

Bisa ular mengandung toksin yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:

o Neurotoksin: berakibat pada sistem saraf dan otak. Berakibat fatal karena
paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan,
kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan
koma.
o Haemotoksin: berakibat pada jantung dan pembuluh darah dan bersifat
hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau
menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu
sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi
klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan
IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
o Myotoksin: mengakibatkan efek pada jaringan otot. Myoglobulinuria yang
menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel
otot.
o Cytotoksin: Bekerja pada lokasi gigitan dengan melepaskan histamin dan
zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.

Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada
korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan
ketubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi
kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan
bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang
diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda
gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan
kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan
(terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae)

1.3.4 Manifestasi Klinis

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua
gigitan ular.
23

Gejala lokal:

a. Tanda gigitan taring (fang marks)


b. Nyeri lokal
c. Pendarahan lokal
d. Kemerahan
e. Limfangitis (peradangan / pembengkakan pembuluh limfatik)
f. Pembesaran kelenjar limfe
g. Inflamasi (bengkak, merah, panas)
h. Melepuh
i. Infeksi lokal, terbentuk abses
j. Nekrosis (kematian sel)

Gambar 2.3 Gejala Lokal Gigitan Ular

2. Gejala sistemik:

a. Umum (general)

mual, muntah, nyeri perut, lemah, mengantuk, lemas.

b. Kardiovaskuler (viperidae)
24

gangguan penglihatan, pusing, pingsan, syok, hipotensi, aritmia jantung,


edema paru, edema konjungtiva (chemosis).

c. Pendarahan dan gangguan pembekuan darah (Viperidae)

Pendarahan yang berasal dari luka yang baru saja terjadi (termasuk
pendarahan yang terus-menerus dari bekas gigitan (fang marks) dan dari luka
yang telah menyembuh sebagian (oldrus mene parttly-healed wounds),
pendarahan sistemik spontan – dari gusi, epitaksis, pendarahan intrakranial
(meningism, berasal dari pendarahan subdura, dengan tanda lateralisasi dan
atau koma oleh pendarahan cerebral), hemoptisis, perdarahan perektal
(melena), hematuria, perdarahan pervaginam, perdarahan antepartum pada
wanita hamil, perdarahan mukosa (misalnya konjungtiva), kulit (peteki,
purpura, perdarahan diskoid, echimosis), serta perdarahan retina.

d. Neurologis (Elapide, Russel Viper)

Mrngantuk, parestesia, abnormalitas pengucapan dan pembahuan,


potosis,oftalmoplegia eksternal, paralisis otot wajah dan otot lainnya yang
dipersyarafi nervus cranialais, suara sengau atau afonia, regurgitasi cairan
melalui hidung, kesulitan untuk menelan sekret, paralisis otot pernafasan dan
flasid generalisata.

e. Destruksi Otot Skeletal (Sea Snake, beberapa spesies kraits, bungarus niger
and f. Candidus, western Russell’s viper Daboia russelli)

Nyeri seluruh tubuh, kaku dan nyeri pada otot, trismus, miolobinuria,
hiperkalemia, henti jantung, gagal ginjal akut.

g. Sistem Perkemihan

Nyeri pungggung bawah, hematuria, hemoglobinria, mioglobinuria,


oligoria atau anuria, tanda dan gejala uremia (pernafasan asidosis, hiccup,
mual, nyeri pleura, dll)

h. Gejala Endokrin
25

Insufisiensi hipofisis atau kelenjar adrenal yang disebabkan infrakhipofisis


anterior. Pada fase akut : Syok, hipoglikemia. Fase kronik (beberapa bulan
hingga tahun setelah gigitan) : kelemahan, kehilangan rambut seksual
sekunder, kehilangan libido, aminoria, atrofi testis, hipotyroidsm.

Bagan 2.1 Proses Masuknya Bisa Ular ke Dalam Tubuh

1.3.5 Pemeriksaan Fisik

Tidak ada cara yang sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa yang
berbahaya. Beberapa ular berbisa yang tidak berbahaya telah berkembang untuk
terlihat hampir identik dengan yang berbisa. Akan tetapi, beberapa ular berbisa
yang terkenal dapat dikenali dari ukuran, bentuk, warna, pola sisik, prilaku serta
suara yang dibuatnya saat merasa terancam.2. Beberapa ciri ular berbisa adalah
bentuk kelapa segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan
tedapat bekas gigi taring.
26

Gambar 2.5 Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B)
Ular berbisa dengan bekas taring (Sumber : Sentra Informasi Keracunan Nasional
adan POM, 2012)

A. DERAJAT GIGITAN ULAR (Parrish)

Derajat 0 :

1. Tidak ada gejala sistemik sampai 12 jam


2. Pembengkakan minimal, diameter 1 cm 2.

Derajat I :

1. Bekas gigitan 2 taring


2. Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
3. Tidak ada tanda-tanda sistemik setelah 12 jam

Derajat II :

1. Sama dengan derajat I


2. Petechie, echimosis
3. Nyeri hebat dalam 12 jam

Derajat III :

1. Sama dengan derajat I dan II


27

2. Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh

Derajat IV :

Sangat cepat memburuk.

Tabel 2.2 Pemberian anti bisa ular menggunakan pedoman dari Parrish

Derajat Venerasi Luka Nyeri Udem/eritema Tanda


Gigit Sistemik
0 0 + +/- <3cm/12jam 0
I +/- + + <3cm/12jam 0
II + + +++ >12cm- +,
25cm/12jam Neurotoksik,
muaal,
pusing, syok
III ++ + +++ >25cm/12jam ++, syok,
petekie,
ekimosis
IV +++ + +++ Pada satu ++,
ekstremitas gangguan
secara faal ginjal,
menyeluruh koma,
pendarahan.

B. TERAPI SABU MENGACU PADA SCHWARTZ DAN WAY (Depkes,


2001):

1. Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12


jam, jika derajat meningkat maka diberikan SABU
2. DerajatII : 3-4 vial SABU
3. DerajatIII: 5-15vialSABU
4. Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
28

Bagan 2.2 Derajat pemberian SABU (Serum Anti Bisa Ular)

Anti bisa ular harus diberikan segera setelah memenuhi indikasi. Anti bisa
ular dapat melawan envenomasi (keracunan) sistemik walaupun gejala telah
menetap selama beberapa hari, atau pada kasus kelainan haemostasis, yang dapat
belangsung dua minggu atau lebih. Untuk itu, pemberian anti bisa tepat diberikan
selama terdapat bukti terjadi koagulopati persisten. Apakah antibisa ular dapat
mencegah nekrosis lokal masih menjadi kontroversi, namun beberapa bukti
klinins menunjukkan bahwa agar antibisa efektif pada keadaan ini, anti bisa ular
harus diberikan pada satu jam pertama setelah gigitan.

C. PERTOLONGAN PERTAMA DAN PERAWATAN LANJUTAN

Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan


ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban
sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama
adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan
menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit
29

serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban
ke tempat perawatan medis.

Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang


cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan
cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot,
karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke
dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation
pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat
meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal.

Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang
aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk
mencegah peningkatan penyerapan bisa.

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium :
1. Penghitungan jumlah sel darah
2. Pro trombine time dan activated partial tromboplastin time
3. Fibrinogen dan produk pemisahan darah
4. Tipe dan jenis golongan darah
5. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN dan Kreatinin
6. Urinalisis untuk myoglobinuria
7. Analisis gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik

b. Pemeriksaan radiologis :

1. Thorax photo untuk pasien dengan edema pulmonum


2. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal

c. Pemeriksaan lainnya :

Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersialtersedia alat


yang steril, sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat dipercaya (seperti
Styker pressure monitor). Indikasi pengukuran tekanan kompartemen adalah
30

bila terdapat pembengkakan yang signifikan, nyeri yang sangat hebat yang
menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi muncul pada ekstremitas yang
tergigit

1. Kandungan Serum Anti Bisa Ular. Tiap ml dapat menetralisasi :


 Bisa ular Ankystrodon rhodosoma 10-50 LD
 Bisa ular Bungarus Fascinatus 25-50 LD
 Bisa ular Naya Sputatrix 25-50 LD
 Dan mengandung Fenol 0,25% sebagai pengawet.
 Efek Samping Serum Anti Bisa Ular

Meskipun pemberian anti serum akan menimbulkan kekebalan pasif dan


memberikan perlindungan untuk jangka pendek, tetapi pemberiannya harus hati-
hati, mengingat kemunkinan terjadinya reaksi sampingan yang dapat berubah :

1.Reaksi Anafilaktik

Dapat timbul dengan segera atau beberapa jam setelah suntikan. Penyakit
serum Dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan dan dapat berupa kenaikan suhu,
gatal-gatal, sesak nafas dll, gejala alergi reaksi ini jarang timbul ila digunakan
serum yang sudah murnikan.

1. Kenaikan suhu ( demam ) dengan menggigil


2. Biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena.
3. Rasa nyeri ppada suntikan.

Biasanya timbul pada penyuntikan serum dengan jumlah besar reaksi ini terjadi
dalam pemberian 24 jam. Oleh kerena itu, pemberian serum harus diberikan atas
indikasi yang tajam.

 ANTIDOT

Pada tahun 2000 bulan Desember terdapat produk baru yaitu Crotalinae
Polyvalent Immune Fab (ovine) antivenon yang berasal dari serum domba. Serum
Fab ini ternyata lima kali lebih poten dan efektif sebagai anti bisa dan jarang
terdapat komplikasi akibat pem- beriannya. Penggunaan serum Fab dianjurkan
31

diencer- kan dalam 250 ml NaCl 0,9% dan pemberiannya lebih dari satu jam
melalui intravena.

Untuk pasien yang masih sangat kecil (berat badan kurang dari 10 kg), volume
cairan dapat disesuaikan. Jumlah penggunaan anti bisa ular tergantung derajat
beratnya kasus. Kasus dengan derajat none tidak diberikan anti bisa, untuk kasus
dengan derajat minimal diberikan 1-5 vial sedangkan moderate dan severe lebih
dari 15 vial

 DESKRIPSI

Serum Anti Bisa Ular Polivalen adalah an- tisera murni yang dibuat dari
plasma kuda yang memberikan kekebalan terhadap bisa ular yang bersifat
neurotoksik (seperti ular dari jenis Naja sputatrix – Ular Kobra, Bungarus
fasciatus – Ular Belang) dan yang bersifat hemotoksik (ular Agkistrodon rho-
dostoma – Ular Tanah) yang banyak ditemu- kan di Indonesia, serta mengandung
fenol sebagai pengawet. Serum Anti Bisa Ular Polivalen berupa cairan bening
kekuningan.

1. SUB KELAS TERAPI : Obat yang Mempengaruhi Sistem Imun

KOMPOSISI :

Zat aktif :

Setiap mL mengandung anti bisa ular :

 Agkistrodon rhodostoma ≥ 10 LD50

 Bungarus fasciatus ≥ 25 LD50

 Naja sputatrix ≥ 25 LD50

Zat tambahan:

 Fenol 2,5 mg
32

INDIKASI :

Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa dari jenis Naja sputatrix,
Bungarus fasciatus, Agkistrodon rhodostoma.

CARA KERJA OBAT :

Imunisasi pasif, pada penyuntikan dimasuk- kan zat-zat Anti yang mampu
menetralisir bisa ular yang beredar dalam darah penderita.

POSOLOGI :

Jumlah dosis yang tepat tergantung tingkat keparahan penderita pada saat
akan menerima antisera.

Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 mL yang bila ditambahkan ke dalam


larutan fisiologis menjadi larutan 2 % v/v dan diberikan sebagai cairan infus
dengan kecepatan 40-80 tetes/ menit, diulang 6 jam kemudian.

Apabila diperlukan (misalnya dalam keadaan gejala-gejala tidak berkurang


atau bertambah) Serum Anti Bisa Ular Polivalen dapat terus diberikan setiap 24
jam sampai mak- simum 80 – 100 mL. Serum Anti Bisa Ular Polivalen yang tidak
diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat
perlahan-lahan.

Dosis Serum Anti Bisa Ular Polivalen untuk anak-anak sama dengan dosis
untuk orang dewasa. Lakukan uji kepekaan terlebih dahulu, bila peka lakukan
desensitisasi.

 Pemberian secara Intravena :


1. Hasil uji kepekaan harus negatif
2. Penyuntikan harus dilakukan secara perlahan
3. Penderita harus diamati paling sedikit selama 1 (satu) jam
33

INTERAKSI OBAT :

Belum ada interaksi signifikan yang dilaporkan.

PENGARUH ANAK :

Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap envenoming yang


parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas fisik yang
lebih besar. ;Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan tidak
boleh diberikan dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted
dose); disebabkan hal ini dapat menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah.
Jumlah serum anti bisa ular yang diperlukan tergantung dari jumlah bisa ular yang
perlu dinetralisasi bukan berat badan pasien.

KONTRAINDIKASI :

Penderita yang terbukti alergi terhadap antisera kuda.

PERINGATAN & PERHATIAN :

Karena tidak ada reaksi netralisasi silang (cross-neutralization) Serum Anti


Bisa Ular Polivalen ini tidak berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di
Indonesia bagian Timur (misalnya ular-ular dari jenis Acanthopis antarticus,
Xyuranus scuttelatus, Pseudechis papuanus dan lain-lain) dan terhadap gigitan
ular laut (Enhydrina cystsa). Dapat diberikan pada pasien dengan riwayat penyakit
asma berat jika sudah menunjukkan tanda-tanda keracunan sistemik. Bukan untuk
pemberian lokal pada tempat yang digigit. Perhatikan Petunjuk Pemakaian Anti-
sera.

PENYIMPANAN :

Serum anti bisa ular harus disimpan pada suhu antara +2°C s/d +8°C. JANGAN
DIBEKUKAN. Masa daluarsa 2 tahun.
34

KEMASAN :

Dus : 10 Vial @ 5 mL & BIOSAVE Dus : 1 vial @ 5 mL

1.4 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah :

1. Menghalangi / memperlambat absorbsi bisa ular


2. Menetralkan bisa ular yang sudah masuk kedalam sirkulasi darah
3. Mengatasi efek local dan sistemik.

SEBELUM PENDERITA DIBAWA KE PUSAT PELAYANAN


KESEHATAN,ADA BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN :

1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganate
untuk menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
2. Penderita di istirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan.
3. Jangan memanipulasi daerah gigitan
4. Penderita dilarang berjalan dan minum minuman yang ber alcohol.
5. Apabila gejala timbul secara cepat,sementara belum tersedia Anti Bisa
Ular,maka ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Tindakan ini
berguna jika dilakukan sekitar lebih dari 30 menit paska gigitan ular.
Tujuannya adalah : Menahan aliran limfe , bukan menahan aliran vena
atau arteri.
6. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara
memasang bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran
racun.
35

Gambar 2.6 Metode Pressure imobilisasi (Kaki)

Gambar 2.7 Metode Pressure imobilisasi (Tangan)

7. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu


36

SETELAH PENDERITA TIBA DI PUSAT PELAYANAN KESEHATAN :

1. Dibawa ke Emergency Room, dan melakukan ABC (Penatalaksanaan


Airway Breathing and Circulation).
2. Pada penatalaksanaan sirkulasi,berikan infuse (Cairan yang bersifat
Kristaloid)
3. Beri pertolongan pertama pada gigitan (perban ketat luka
gigitan,imobilisasi dengan bidai bila perlu).
4. Sampel darah untuk pemeriksaan : Trombosit, Kreatinin, Urea dan,
elektrolit
5. Periksa waktu pembekuan darah,jika >10 menit,maka menunjukan
kemungkinan adanya koagulopati.
6. Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular,Serum kuda yang di
kebalkan)Polivalen 1 ml.
37

Bagan 2.3 Penanganan Gigitan Ular


38

KETERANGAN BAGAN :

CROSS INSISI

Tabel 2.3 CROS INSISI

Setelah tergigit Bisa yang Dapat Terbuang


3 menit 90 %
15 – 30 menit 50%
1 jam 1%

TANDA ENVENOMASI (KERACUNAN) GIGITAN ULAR BERBISA

Tabel 2.4 ENVENOMASI (Keracunan)

LOKAL ( pada bekas Sistemik


gigitan)
a. Tanda gigitan taring (fang Umum (general) : mual, muntah,
marks) nyeri perut, lemah, mengantuk,
b. Nyeri lokal lemas.
c. Perdarahan lokal Kelainan hemostatik : perdarahan
d. Kemerahan spontan (klinis), koagulopati, atau
e. Limfangitis trombositopenia. Gejala neurotoksik :
f. Pembesaran kelenjar ptosis, oftalmoplegia eksternal,
limfe paralisis, dan lainnya. Kelainan
g. Inflamasi (bengkak, Kardiovaskuler : hipotensi, syok,
merah, panas) arritmia (klinis), kelainan EKG.
h. Melepuh Cidera ginjal akut (gagal ginjal) :
i. Infeksi lokal, terbentuk oligouria/anuria (klinis), peningkatan
abses kreatinin/urea urin (hasil
39

j. Nekrosis laboratorium).
Hemoglobinuria/mioglobinuria : urin
coklat gelap (klinis), dipstik urin atau
bukti lain akan adanya hemolisis
intravaskuler atatu rabdomiolisis
generalisata (nyeri otot, hiperkalemia)
(klinis, hasil laboratorium). Serta
adanya bukti laboratorium lainnya
terhadap tanda venerasi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Kasus gigitan binatang bisa terjadi pada semua umur. Bayi dan
anak-anak lebih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa.
Jenis kelamin dan ras/suku tidak mempengruhi kasus gigitan binatang.
2. Keluhan Utama
Biasanya keluhan utama yang dirasakan pada klien gigitan
serangga beracun adalah kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di
sekitar area yang terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut. Namun
jika gigitan serangga tidak ditangani akan dapat menyebabkan kegawatan
seperti sesak nafas, tenggorokan sakit atau susah berbicara, pingsan atau
lemah, infeksi yang menjadi keluhan utama pada klien di pelayanan gawat
darurat.
Sedangkan keluhan utama pada klien dengan gigitan binatang
berbisa ialah tampak kebiruan, pingsan, lumpuh sesak napas serta syok
hipovolemik.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya berisi tentang perjalanan atau riwayat klien mendapatkan
gigitan binatang yang menyebabkan klien harus dibawa ke pelayanan
kesehatan. Klien dengan gigitan serangga/binatang biasanya akan
datang ke pelayanan kesehatan apabila gigitan serangga tersebut telah
menyebabkan efek sistemik yang menimbulkan kegawatan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Berisi tentang penyakit yang pernah diderita klien sebelum
mendapatkan gigitan serangga, seperti adanya riwayat alergi teradap
racun serangga tersebut.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Berisi tentang penyakit yang pernah diderita keluarga.

40
41

4. Pola – Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola Persepsi Kesehatan
Adanya kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan setelah terkena
gigitan binatang. Sehingga diperlukan pertolongan pertama yang
memungkinkan meminimalisir cedera atau komplikasi yang timbul.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Adanya mual muntah pada klien dengan gigitan binatang yang
beracun. Serta adanya anoreksia, nyeri ulu hati yang ditandai dengan
perubahan turgor kulit dan pengeluaran keringat yang berlebih.
c. Pola Eliminasi
Adanya perubahan pola berkemih, serta adanya gangguan pada ginjal
yang ditandai dengan perubahan warna urin menjadi kuning pekat,
merah dan coklat bila terdapat hematuria.
d. Pola Aktivitas
Adanya keletihan, kelemahan, malaise yang ditandai dengan
kelemahan, hiporefleksi.
e. Pola Istirahat Tidur
Pada kasus gigitan yang berat, adanya gangguan pola tidur
sehubungan adanya rasa nyeri.
f. Pola Kognitif Persepsi
Pada klien dengan gigitan serangga ditemukan adanya gangguan pada
kulit yang terkena gigitan binatang, ditandai dengan adanya
kemerahan, bengkak, dan nyeri.
g. Pola Hubungan-Peran
Tidak terdapat gangguan pada pola hubungan peran pada klien dengan
gigitan serangga apabila klien segera mendapatkan pertolongan yang
tepat, sehingga tidak menimbulkan cedera atau komplikasi lebih
lanjut.
h. Pola Reproduksi Seksual
Tidak terdapat gangguan pada pola reproduksi pada klien dengan
gigitan binatang apabila klien segera mendapatkan pertolongan yang

41
42

tepat, sehingga tidak menimbulkan cedera atau komplikasi lebih


lanjut.
i. Pola Koping Toleransi Stress
Klien dengan gigitan binatang yang berat biasanya akan
mempengaruhi pola koping toleransi stress yang ditandai dengan
adanya rasa takut dan cemas.
j. Pola Keyakinan Nilai
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena kondisi kesehatan
yang tidak stabil.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Klien dengan gigitan serangga beracun biasanya akan mengalami
perubahan tanda – tanda vital seperti perubahan tekanan darah, klien
akan cenderung mengalami hipotensi orthostatic. Gigitan serangga
beracun juga dapat menimbulkan gejala sistemik yang mempengaruhi
tanda – tanda vital seperti takipnea (sesak nafas) dan perubahan suhu
tubuh, dan peningkatan denyut nadi.
b. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala: ada/tidaknya luka lebam
2) Mata: biasanya terdapat pembengkakan palpebra akibat alergi
racun serangga
3) Hidung: biasanya terdapat pembengkakan pada akibat alergi racun
serangga,
4) Telinga: biasanya terdapat pembengkakan akibat alergi racun
serangga
5) Mulut: biasanya terdapat pembengkakan akibat alergi racun
serangga
6) Leher: ada/tidaknya pembesaran vena jugularis, pembesaran
kelenjar limfe dan tiroid, kaku kuduk, dan luka
7) Dada: ada/tidaknya bunyi nafas tambahan biasanya ditemukan
bunyi Stridor, Wheezing
8) Abdomen: adanya nyeri tekan maupun adanya lebam

42
43

9) Ekstremitas: kekuatan otot lemah/tidak, ada/tidaknya edema,


biasanya terdapat edema pada telapak tangan dan kaki
10) Integumen: ada/tidaknya pembengkakan atau efek alergi dari
racun serangga adalah gatal dengan bintik-bintik merah dan
bengkak . Biasanya terdapat tanda infeksi pada area gigitan,
11) Genetalia: genetalia tampak normal

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses toksikasi.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan proses
toksikasi.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan proses inflamasi.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan respons
alergi.

2.3 Intervensi Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses toksikasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
rasa nyeri klien berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan rasa nyeri berkurang atau hilang
b. Wajah klien tampak tenang
c. Tanda – tanda vital dalam rentang normal (Tekanan darah 120/80
mmHg, Nadi 80-100 x/menit, Suhu 36,5-37,50C, RR 18-20 x/menit).
Intervensi :
c. Berikan penatalaksanaan pertama pada bagian tubuh yang terkena
gigitan.
Rasional :Mengeluarkan sengat serangga yang masih tertinggal
b. Berikan kompres dingin.
Rasional : Meredakan nyeri dan mengurangi bengkak
c. Lakukan tehnik distraksi relaksasi

43
44

Rasional : Mengurangi nyeri


d. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil, losion Calamine
Rasional : mengurangi gatal – gatal
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan proses
toksikasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
perfusi jaringan perifer klien efektif.
Kriteria Hasil :
a. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
b. Tidak ada ortostatik hipertensi
c. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
Intervensi :
a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
b. lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau
laserasi
c. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
d. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
e. Kolaborasi pemberian analgetik
f. Monitor adanya tromboplebitis
g. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
rasa nyeri klien berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
1. Klien menyatakan rasa nyaman
2. Tidak ada tanda edema (bengkak)
Intervensi :

44
45

a. Pasang tourniket pada daerah di atas gigitan


Rasional : Mencegah tersebarnya racun ke seluruh tubuh
b. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk
menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti
nyamuk).
Rasional : Untuk menghindari terkontaminasi lebih lanjut pada
luka.
c. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin dan serum Anti Bisa Ular
(ABU) polivalen i.v dan disekitar luka. ATS dan penisilin procain
900.000 IU
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan respons
alergi.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan
bersihan jalan napas klien efektif.
Kriteria Hasil:
1. Pernapasan klien dalam batas normal; 18-20x/menit
2. Irama pernapasan normal
3. Tidak terdapat suara bunyi napas tambahan
4. Klien mampu mengeluarkan sputum secara aktif
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Mengetahui kondisi nafas pasien, adanya bunyi nafas
tambahan
b. Pantau frekuensi pernapasan
Rasional: Mencegah pasien mengalami gangguan pernafasan yang
lebih akut
c. Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
Rasional: Agar sirkulasi darah dan jalan nafas tidak terganggu
d. Observasi warna kulit dan adanya sianosis

45
46

Rasional: Untuk mengetahui persebaran bisa ular dan tingkat


keparahnnya
e. Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
Rasional: Spasme otot akan memberikan tanda adanya gangguan
pernafasan yang parah
f. Batasi pengunjung klien
Rasional : Mengurangi stress pada pasien
g. Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
Rasional : Membantu jalan nafas pasien
h. Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
Rasional : Memberikan kecukupan oksigen pada pasien dan
membantu pernapasan
5. Hipertermia berhubungan dengan respons alergi, efek langsung
endotoksin pada hipotalamus.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
suhu tubuh klien menunjukkan penurunan.
Kriteria hasil:
1. Suhu tubuh klien dalam batas normal 36,5-37,50C.
2. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
3. Pasien mengatakan merasa nyaman.
4. Tanda-tanda vital klien dalam rentang normal.
Intervensi :
a. Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
Rasional : Mengetahui keadaan suhu tubuh pasien dan reaksi tubuh
pasien terhadap racun yang menyebar di tubuh pasien.
b. Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
Rasional: Linen yang tebal maupun tipis akan memppengaruhi suhu
tubuh pasien
c. Beri kompres air biasa (suhu ruangan)
b. Beri antipiretik
Rasional : Membantu menurunkan suhu tubuh pasien.

46
47

c. Berikan selimut pendingin


Rasional : Membantu menurunkan suhu tubuh pasien.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak
adekuat.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
klien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil:
1. Suhu tubuh klien dalam batas normal 36,5-37,50C
2. Klien bebas dari tanda infeksi
3. Klien menunjukkan kemampuan mencegah timbulnya infeksi
Intervensi :
a. Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
Rasional : Mengurangi terjadinya infeksi dari luar
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
Rasional: Agar tindakan yang diberikan perawat ke pasien selalu dalam
keadaan steril.
c. Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
Rasional : Mencegah gangguan integritas kulit pada bagian yang terus
tertekan.
d. Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
Rasional : Mencegah terjadinya luka.
e. Lakukan infeksi terhadap luka alat infasif setiap hari
Rasional : Mencegah paparan kuman dari luar kepada pasien.
f. Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
Rasional : Mencegah kontaminasi kuman pada luka pasien
g. Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuka
atau antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi
Rasional: Mencegah tertularnya kuman dari pasien ke perawat/tenaga
medis lainnya.
h. Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
Rasional : Mencegah infeksi menjalar ke bagian lain.

47
48

i. Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)


Rasional: Membantu proses penyembuhan pasien dan pertahanan pasien
dari kuman yang lain.
2.1 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun
dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, memfasilitasi koping. Pendekatan tindakan
keperawatan meliputi independent (suatu tindakan yang dilaksanakan oleh
perawat tanpa petunjuk/perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya).
Dependent (suatu tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan
rencana tindakan medis, tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana
tindakan medis dilaksanakan) dan interdependent suatu tindakan yang
memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga
social, ahli gizi, fisioterapi dan dokter. (Nursalam, 2000).

2.2 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan dan implementasi keperawatan. Tahap evaluasi yang
memungkinkan perawat untuk memonitor yang terjadi selama tahap
pengkajian, perencanaan dan implementasi. (Nursalam, 2011)

48
49

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Insect bites adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang
menyengat atau menggigit seseorang yang seringkali dapat menyebabkan
bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan gatal-gatal. Sebuah gigitan
atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang tersusun dari protein dan
substansi lain yang disebut Pteromone yang mungkin memicu reaksi alergi
kepada penderita. Komplikasi yang dapat ditimbulkan yaitu kejang, koma,
henti jantung, henti napas, dan syok.
Pengobatan tergantung pada jenis reaksi yang terjadi. Jika tergolong ringan
maka dapat dilakukan pengobatan pribadi di rumah menggunakan air es yang
sebelumnya telah dicuci oleh sabun kemudian diberi losion Calamine yang
dapat membantu mengurangi rasa gatal.
Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan menular pada manusia
lewat gigitan atau cakaran hewan penderita rabies atau dapat pula lewat luka
yang terkena air liur hewan  penderita rabies. Setiap ada kasus gigitan hewan
penular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin, untuk
mengurangi atau mematikan virus rabies yang masuk   pada luka gigitan.
Usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya
air  mengalir) dan sabun atau ditergent selama 10-15 menit, kemudian diberi
antiseptik (alkohol 70  persen, betadine, obat merah atau lainnya)
3.2 Saran
Diharapkan dengan ditulisnya makalah ini pembaca dan khususnya
tenaga medis perawat dapat memberikan penanganan gawat darurat yang
tepat pada kasus gigitan binatang dan mengetahui gejala umumnya.

49

Anda mungkin juga menyukai