Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN PADA BAYI DAN BALITA


AKIBAT GIGITAN BINATANG BERBISA

Di susun oleh :
1. AJENG LESTARI (210107004P)
2. EKA YUNI SAFITRI (21010)
3. GUSTINA SUGATI (210107003P)

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan
dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan
kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang
terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan binatang
yang menyebab infeksi yang menyerang susunan saraf pusat (rabies).
Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan seperti gigitan ular,
anjing, kucing dan monyet maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat
kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan
binatang tersebut.
Serangan binatang laut berbahaya merupakan salah satu resiko yang dihadapi
oleh para wisatawan. Binatang laut berbahaya dapat dibagi jadi dua kelompok yaitu
binatang laut yang menggigit dan binatang laut yang menyengat.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun
yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti
paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam
organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga
akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang diatas, masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud kegawatdaruratan pada gigitan serangga,binatang berbisa dan
binatang laut ?
2. Apa saja penyebab gigitan serangga,binatang berbisa dan binatang laut ?
3. Bagaimana penatalaksanaan gigitan serangga,binatang berbisa dan binatang laut ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan gigitan serangga, binatang berbisa
dan binatang laut
2. Untuk mengetahui penyebab gigitan serangga, binatang berbisa dan binatang laut
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan gigitan serangga, binatang berbisa dan
binatang laut
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Definisi Gigitan Serangga
Insect Bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga
seringkali menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan
gatal-gatal. Reaksi tersebut boleh dibilang biasa, bahkan gigitan serangga
ada yang berakhir dalam beberapa jam sampai berhari-hari. Bayi dan anak-
anak labih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa. Insect
bites adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat atau
menggigit seseorang.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat
pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati,
darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak
diinginkan dalam jangka panjang.

2. Definisi gigitan binatang berbisa


Gigitan binatang berbisa adalah gigitan atau serangan yang di akibatkan
oleh gigitan hewan berbisa seperti ular.

3. Definisi Gigitan Binatang Laut


Banyak hewan laut menggigit atau menyengat. Beberapa memberikan
racun melalui mereka gigi, tentakel, duri, atau kulit. Lainnya, seperti hiu,
tidak berbisa tetapi dapat menimbulkan gigitan serius dengan besar, gigi
yang tajam. Kebanyakan makhluk yang menyengat atau menggigit telah
mengembangkan perilaku ini sebagai mekanisme pertahanan atau untuk
membantu mereka berburu makanan. Kebanyakan sengatan hewan laut dan
gigitan disebabkan oleh kontak tidak disengaja. Misalnya, Anda bisa
menginjak ikan pari terkubur di pasir atau sikat terhadap ubur-ubur saat
berenang. Penyelam dan nelayan sangat beresiko karena sering dan lama
kontak mereka dengan kehidupan laut.

B. Etiologi
Penyebab gigitan serangga dan binatang berbisa Serangga dan binatang
berbisa tidak akan menyerang kecuali kalau mereka digusar atau diganggu.
Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga
untuk melindungi sarang mereka.
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang tersusun
dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada
penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di
lokasi yang tersengat.
Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota
keluarga Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan
reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka. Kematian
yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam
menyengat. Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat sengatnya dan
sebenarnya ia mati ketika proses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat
berkali-kali karena tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia
menyengat. Semut api menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya
dan memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.

C. Manifestasi Klinis
1. Gigitan Serangga
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan
atau  serangan gigitan serangga didantaranya adalah :
1. Reaksi alergi berat (anaphylaxis)
Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam kahidupan dan
membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah:
a. Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah
tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-organ
penting (vital)
b. Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan.
c. Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak
kaki, dan selaput lendir (angioedema).
d. Pusing dan kacau
e. Mual, diare, dan nyeri pada perut
f. Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak

Gejala tersebut dapat diikuti dengan gejala lain dari beberapa reaksi.

2. Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.


Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya:
a. Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam
b. Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat
c. Laba-laba gembel (hobo)
d. Kalajengking

3. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.


a. Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah
menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah
pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu kebanyakan dan
sering menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak.
b. Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat
menyengat berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat
banyak reaksi alergi.
c. Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya,
kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur
memutar dan berkali-kali.
4. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
5. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
6. Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum)
digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan serangga. Penyakit
serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
serta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari setelah penggunaan
anti serum.
7. Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada
seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
8. Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.

Serangga dan binatang berbisa tidak akan menyerang kecuali kalau mereka
digusar atau diganggu. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk
pertahanan. Gigitan serangga untuk melindungi sarang mereka. Sebuah gigitan
atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang tersusun dari protein dan
substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan
serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat.
Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota
keluarga Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan
reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka.Kematian
yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam
menyengat. Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat sengatnya dan
sebenarnya ia mati ketika proses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat
berkali-kali karena tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia
menyengat. Semut api menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya
dan memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.
Gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari
berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Kebanyakan gigitan serangga
menyebabakan kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di sekitar area yang
terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut.Kulit yang terkena gigitan bisa
rusak dan terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka
tersebut tidak dirawat, maka akan mengakibatkan peradangan akut.

Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas,
pingsan dan hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang
disebut anafilaksis.Ini juga diakibatkan karena alergi pada gigitan
serangga.Gigitan serangga juga mengakibatkan bengkak pada tenggorokan dan
kematian karena gangguan udara.Sengatan dari serangga jenis penyengat besar
atau ratusan sengatan lebah jarang sekali ditemukan hingga mengakibatkan sakit
pada otot dan gagal ginjal.

2. Gigitan Binatang Berbisa


Gejala dan tanda gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori mayor :
1. Efek lokal
Digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra (Naja spp) menimbulkan
rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat
dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat
mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
2. Perdarahan
Gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal seperti otak atau organ-organ
abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari
mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat
menyebabkan syok atau bahkan kematian.
3. Efek sistem saraf
Bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem saraf. Bisa
ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-
otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya,
korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan
kesemutan.
4. Kematian otot
Bisa dari Russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa elapid
Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area
tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba
menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
5. Mata
Semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada
mata.

D. Penatalaksanaan
1. Gigitan Serangga
a. Pengobatan gigitan serangga pribadi di rumah
Pengobatan tergantung pada jenis reaksi yang terjadi. Jika hanya kemerahan
dan nyeri pada bagian yang digigit, cukup menggunakan es sebagai
pengobatan. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk
menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti
nyamuk). Partikel-partikel dapat mengkontaminasi lebih lanjut jika luka
tidak dibersihkan.
Pengobatan dapat juga menggunakan antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil. Losion Calamine juga bisa
membantu mengurangi gatal-gatal.

b. Penatalaksanaan di rumah sakit


1. Tindakan Emergenci
a. Airway :Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi
b. Breathing :Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak
bernafas spontan atau pernapasan tidak adekuat.
c. Circulation :Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan
perbaiki perfusi jaringan.

2. Identifikasi Penyebab Keracunan


Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya
usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-
usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
3. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang
sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang
setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ),
dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus
dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil
paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah
keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan
sabun. Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya
dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam. Pada koma
derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya
dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon
untuk mencegah aspirasi pnemonia.
Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh
pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk
gejala-gejala atropinisasi ( mukamerah,mulut
kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

2. Gigitan Binatang Berbisa


Penatalaksanaan tergantung derajat keparahan envenomasi; dibagi menjadi
perawatan di lapangan dan manajemen di rumah sakit.
a. Penatalaksanaan di Lapangan
Seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk
mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat. Sering
penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang lebih memperburuk daripada
memperbaiki keadaan, termasuk membuat insisi pada luka gigitan, menghisap
dengan mulut, pemasangan turniket, kompres dengan es, atau kejutan listrik.
Perawatan di lapangan yang tepat harus sesuai dengan prinsip dasar emergency
life support. Tenangkan pasien untuk menghindari hysteria selama
implementasi ABC (Airway, Breathing, Circulation).
Pertolongan Pertama :
1. Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus
mengigit dan menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut sampai
bisa mereka habis.
2. Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat
ditangani secara efektif di instalasi gawat darurat. Batasi aktivitas dan
imobilisasi area yang terkena (umumnya satu ekstrimitas), dan tetap
posisikan daerah yang tergigit berada di bawah tinggi jantung untuk
mengurangi aliran bisa.
3. Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk
penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa
keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi. Alat
ini telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu, namun alat ini
semakin tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa secara signifikan, dan
mungkin alat penghisap dapat meningkatkan kerusakan jaringan lokal.
4. Buka semua cincin atau benda lain yang menjepit / ketat yang dapat
menghambat aliran darah jika daerah gigitan membengkak. Buat bidai
longgar untuk mengurangi pergerakan dari area yang tergigit.
5. Monitor tanda-tanda vital korban — temperatur, denyut nadi, frekuensi
nafas, dan tekanan darah – jika mungkin. Tetap perhatikan jalan nafas
setiap waktu jika sewaktu-waktu menjadi membutuhkan intubasi.
6. Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular yang
mengigit kemungkinan berbisa.
7. Segera dapatkan pertolongan medis. Transportasikan korban secara cepat
dan aman ke fasilitas medis darurat kecuali ular telah pasti diidentifikasi
tidak berbahaya (tidak berbisa). Identifikasi atau upayakan
mendeskripsikan jenis ular, tapi lakukan jika tanpa resiko yang signifikan
terhadap adanya gigitan sekunder atau jatuhnya korban lain. Jika aman,
bawa serta ular yang sudah mati. Hati-hati pada kepalanya saat membawa
ular – ular masih dapat mengigit hingga satu jam setelah mati (dari reflek).
Ingat, identifikasi yang salah bisa fatal. Sebuah gigitan tanpa gejala inisial
dapat tetap berbahaya atau bahkan fatal.
8. Jika berada di wilayah yang terpencil dimana transportasi ke instalasi gawat
darurat akan lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit. Jika
memasang bidai, ingat untuk memastikan luka tidak cukup bengkak
sehingga menyebabkan bidai menghambat aliran darah. Periksa untuk
memastikan jari atau ujung jari tetap pink dan hangat, yang berarti
ekstrimitas tidak menjadi kesemutan, dan tidak memperburuk rasa sakit.
9. Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan tidak terdapat efek
mayor dari luka lokal, dapat dipasang pembalut dengan teknik imobilisasi
dengan tekanan. Teknik ini terutama digunakan untuk gigitan oleh elapid
Australia atau ular laut. Balutkan perban pada luka gigitan dan terus sampai
ke bagian atas ekstremitas dengan tekanan seperti akan membalut
pergelangan kaki yang terpeleset. Kemudian imobilisasi ekstremitas dengan
bidai, dengan tetap memperhatikan mencegah terhambatnya aliran darah.
Teknik ini membantu mencegah efek sistemik yang mengancam nyawa
dari bisa, tapi juga bisa memperburuk kerusakan lokal pada sisi gigitan jika
gejala yang signifikan terdapat di sana.

b. Penatalaksanaan di Rumah Sakit


Bisa ular terdiri dari terutama protein yang mempunyai effek fisiolgik yang
luas atau bervariasi. Sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler ,
sistem pernapasan mungkin terpengaruh.

Bantuan awal pertama pada daerah gigitan ular meliputi :


1. Mengistirahatkan korban
2. Melepskan benda yang mengikat seperti cincin
3. Memberikan kehangatan
4. Membersihkan luka
5. Menutup luka dengan balutan steril
6. Imobilisasi bagian tubuh di bawah tinggi jantung
Evaluasi awal departemen kedaruratan dilakukan dengan cepat meliputi :
1. Menentukan apakah ular berbisa atau tidak
2. Menentukan dimana dan kapan gigitan ular terjadi dan sekitar gigitan
3. Menetapkan urutan kejadian, tanda dan gejala ( bekas gigi, nyeri, edema,
dan eritem jaringan yang digigit dan di dekatnya)
4. Menentukan keparahan dampak keracunan
5. Memantau tanda vital
6. Mengukur dan mencatat lingkar ekstremitas sekitar gigitan atau ares pada
beberapa titik.
7. Dapatkan data laboratorium yang tepat ( misalnya, HDL , urinalisis, dan
pemeriksaan pembekuan

Proses dan prognosis gigitan ular bergantung pada jenis dan jumlah bisa dimana
terjadi gigitan, dan kesehatan umum, serta usia korban. Tidak ada protokol khusus
penatalaksanaan gigitana ular.
Pedoman umum meliputi :
1. Dapatkan data dasar laboratorium
2. Jangan gunakan es, tornikuet, heparin, kortikosteroid selama tahap akut.
Kortikosteroid dikontraindikasikan pada jam 6-8 jam pertama setelah
gigitan karena agens ini mendepresi produksi antibodi dan
menyembunyikan kerja antivenin ( antitoksin untuk bisa ular)
3. Cairan parenteral dapat digunakan untuk penatalksanaan hipotensi. Jika
vasopresin digunakan untuk penanganan hipotensi penggunaan harus dalam
jangka pendek
4. Bedah eksplorasi terhadap gigitan jarang di indikasikan
5. Observasi pasien dengan telitiselama 6 jam : pasien tidak pernah
dibiarkan tanpa peratian.

Pemberian antivenin ( antitoksin ). Antivenin paling efektif diberikan


selama 12 jam dan gigitan ular. Dosis bergantung pada tipe ular dan perkiraan
keparahan gigitan. Anak membutuhkan lebih banyka antinenin daripada orang
dewasa karena tubuhnya lebih kecil dan lebih rentan terhadap efek toksik bisa. Uji
kuliit atau mata harus dilakukan sebelumnya untuk dosis awal untuk mendeteksi
alergi terhadap antivenin.
Sebelum meberikan antivenin dan setiap 15 menit setelahnya, sekitar bagian yang
trekena diperiksa. Antivenin diberikan diberikan dengan tetesan IV kapanpun
mungkin, meskipun pemberian ini dapat dilakukan. Bergantung pada keparahan
gigitan ativenin dicairkan 500-1000ml salin normal: volume cairan mungkin
diturunkan untuk anak. Infus dimulai perlahan dan kecepatan meningkata setelah
10 menit jika tidak ada reaksi. Dosis total harus di infus selama 4-5 jam pertama
setelah keracunan. Dosis awal di ulang sampai dengan gejala menurun. Setelah
gejala menurun, sekitar daerah yang terkena harus di ukur 30-60 menit setelah 48
jam kemudian.
Penyebab paling umum dari reaksi serum adalah infus antivenin yang paling
sering terlalu cepat, meskipun sekitar 3% reaksi tidak berhubungan dengan
kecepatan infus. Reaksi yang dari perasaan penuh di wajah, urtikaria, pruritus,
keletihan dan khawatir. Gejala ini mungkin diikuti dengan situasi ini, infus harus
dihentikan segera dan diberikan defenhidramin IV. Vasopresor digunakan jika
terdapat syok. Resusitasi kedarurtan harus siap pada saat antivenin diberikan.
Perawatan definitif meliputi pengecekan kembali ABC dan mengevaluasi
pasien atas tanda-tanda syok (seperti takipneu, takikardi, kulit kering dan pucat,
perubahan status mental, hipotensi). Rawat dahulu keadaan yang mengancam
nyawa. Korban dengan kesulitan bernafas mungkin membutuhkan endotracheal
tube dan sebuah mesin ventilator untuk menolong korban bernafas. Korban dengan
syok membutuhkan cairan intravena dan mungkin obat-obatan lain untuk
mempertahankan aliran darah ke organ-organ vital.

Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan


iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya bersih-
bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas dan
menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan yang lebih
lanjut pada mata. Penderajatan envenomasi membedakan kebutuhan akan antivenin
pada korban gigitan ular-ular viper. Derajat dibagi dalam ringan, sedang, atau berat.

 Envenomasi ringan ditandai dengan rasa sakit lokal, edema, tidak ada tanda-
tanda toksisitas sistemik, dan hasil laboratorium yang normal.
 Envenomasi sedang ditandai dengan rasa sakit lokal yang hebat; edema lebih
dari 12 inci di sekitar luka; dan toksisitas sistemik termasuk nausea, vomitus dan
penyimpangan pada hasil laboratorium (misalnya penurunan jumlah hematokrit
atau trombosit).
 Envenomasi berat ditandai dengan ptekie, ekimosis, sputum bercampur darah,
hipotensi, hipoperfusi, disfungsi renal, perubahan pada protrombin time dan
tromboplastin time parsial teraktivasi, dan hasil-hasil abnormal dari tes-tes lain
yang menunjukkan koagulopati konsumtif. Penderajatan envenomasi merupakan
proses yang dinamis. Dalam beberapa jam, sindrom ringan awal dapat
berkembang menjadi sedang bahkan reaksi yang berat. Beri antivenin pada
korban gigitan ular koral sebagai standar perawatan jika korban datang dalam 12
jam setelah gigitan, tanpa melihat adanya tanda-tanda lokal atau sistemik.
Neurotoksisitas dapat muncul tanpa tanda-tanda sebelumnya dan berkembang
menjadi gagal nafas. Bersihkan luka dan cari pecahan taring ular atau kotoran
lain. Suntikan tetanus diperlukan jika korban belum pernah mendapatkannya
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Beberapa luka memerlukan antibiotik untuk
mencegah infeksi.

Pembedahan

Efek lokal dari keracunan seperti nekrosis lokal, sindrom kompartemen dan
trombosis dari pembuluh darah utama biasanya terjadi pada pasien yang tidak
diterapi dengan anti bisa. Intervensi pembedahan mungkin dapat dilakukan.

Tetapi intervensi ini menjadi bahaya apabila pasien dengan komplikasi


consumption coagulopathy, trombositopenia, fibrinolisis. Pada pasien dengan
keadaan tersebut harus dilakukan penanganan yang lebih komperhensif untuk
menangani komplikasi dari efek lokal racun tersebut.

1. Fasciotomy
Jika perawatan dengan elevasi tungkai dan obat-obatan gagal, ahli
bedah mungkin perlu melakukan pembedahan pada kulit sampai kompartemen
yang terkena, disebut fasciotomy. Prosedur ini dapat memperbaiki
pembengkakan dan penekanan tungkai, berpotensi menyelamatkan lengan atau
tungkai. Fasciotomi tidak diindikasikan pada setiap gigitan ular, tapi dilakukan
pada pasien dengan bukti objektif adanya peningkatan tekanan kompartemen.
Cedera jaringan setelah sindrom kompartemen bersifat reversible tapi dapat
dicegah.
2. Nekrotomi
Dikerjakan bila telah nampak jelas batas kematian jaringan, kemudian
dilanjutkan dengan cangkok kulit. Dalam penanganan yang menyeluruh, maka
perlu dilakukan pengambilan darah untu pemeriksaan waktu protrombin,
APTT, D-Dimer, fibrinogen, dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N,
elektrolit, CK. Periksa waktu pembekua, jika dalam 10 menit menunjukkan
adanya koagulopati. Juga dapat dilakukan apus tempat gigitan dengan venom
detection.
3. Gigitan Binatang Laut
a. Pertolongan Pertama Pada Sengatan Hewan Laut
Perawatan pada sengatan hewa laut bervariasi tergantung pada jenis gigitan
atau sengatan. Tapi beberapa aturan umum yang berlaku untuk penanganan
sengatan hewan laut:
a. Jangan biarkan korban latihan, karena hal ini dapat menyebarkan racun,
kecuali dokter memerintahkan
b. Jangan memberi obat apapun.
c. Air tawar sering memperburuk racun, sehingga bilas luka hanya dengan
air laut.
d. Jika Anda menghapus sebuah stinger, pakailah sarung tangan.
e. Gunakan handuk untuk menyeka tentakel liar atau sengatan.

E. Komplikasi
a. Komplikasi pada pasien dengan gigitan serangga/binatang
1. Kejang
2. Koma
3. Henti jantung
4. Henti napas
5. Syok
b. Komplikasi pada pasien dengan gigitan binatang berbisa
Sindrom kompartemen adalah komplikasi tersering dari gigitan ular pit viper.
Komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit. Komplikasi
kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat terjadi. Jarang
terjadi kematian. Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya
kematian atau komplikasi serius karena ukuran tubuh mereka yang lebih kecil.
[5] Perpanjangan blokade neuromuskuler timbul dari envenomasi ular koral.
Komplikasi yang terkait dengan antivenin termasuk reaksi hipersensitivitas tipe
cepat (anafilaksis, tipe I) dan tipe lambat (serum sickness, tipe III). Anafilaksis
terjadi dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE), berkaitan dengan degranulasi
sel mast yang dapat berakibat laryngospasme, vasodilatasi, dan kebocoran
kapiler. Kematian umumnya pada korban tanpa intervensi farmakologis. Serum
sickness dengan gejala demam, sakit kepala, bersin, pembengkakan kelenjar
lymph, dan penurunan daya tahan, muncul 1 – 2 minggu setelah pemberian
antivenin.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a) Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Keletihan,kelemahan,malaise Tanda : Kelemahan,hiporefleksi

b.    Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi,hipotensi (pada kasus
berat) ,aritmia jantung,pucat, sianosis,keringat banyak.
c.    Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih,distensi vesika urinaria,bising usus
menurun,kerusakan ginjal.
Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat,merah,coklat
d.   Makanan Cairan
Gejala : Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia,nyeri uluhati
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak
e.    Neurosensori
Gejala : Sakit kepala,penglihatan kabur,midriasis,miosis,pupil mengecil,kram
otot/kejang
Tanda : Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian,ketidakmampuan
berkonsentrasi kehilangan memori,penurunan tingkat
kesadaran(azotemia), koma,syok.
f.     Nyaman / Nyeri
Gejala : Nyeri tubuh,sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
g.    Pernafasan
Gejala : Nafas pendek,depresi napas,hipoksia
Tanda : Takipnoe,dispnoe,peningkatan frekuensi,kusmaul,batuk produktif
h.    Keamanan
Gejala : Penurunan tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia 
i.      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat terpapar toksin(obat,racun),obat nefrotik penggunaan
berulang

Kaji kondisi pasien,apabila ada sengatan akan ditemukan :


a. Mendesah
b. Sesak nafas
c. Tenggorokan sakit atau susah berbicara
d. Pingsan atau lemah
e. Infeksi
f. Kemerahan
g. Bengkak
h. Nyeri
i. Gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan

Pada gigitan ular dapat ditemukan data :

a. Tampak kebiruan
b. Pingsan
c. Lumpuh
d. Sesak nafas
e. Syok hipovolemik
f. Nyeri kepala
g. Mual dan muntah
h. Nyeri perut
i. Diare
j. Keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
2. Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
3. Rasa gatal, bengkak dan bintik – bintik merah berhubungan dengan proses
inflamasi
4. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
5. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak
adekuat

3. INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
Tujuan : Meredakan nyeri
Intervensi :
a. Sengat kalau masih ada dicabut dengan pinset
Rasional : Mengeluarkan sengat serangga yang masih tertinggal
b. Berikan kompres dingin
Rasional : Meredakan nyeri dan mengurangi bengkak
c. Lakukan tehnik distraksi relaksasi
Rasional : Mengurangi nyeri
d. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil, losion Calamine
Rasional : mengurangi gatal – gatal

2. Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan


Tujuan : Menangani penyebab, memperbaiki suplai darah ke jaringan
Intervensi :
a. Atasi setiap penyebab shock yang mungkin dapat di atasi(perdarahan luar)
Rasional : Mengurangi keparahan
b. Pasien dibaringkan kepala lebih rendah.
Rasional : Kepala lebih rendah supaya pasien tidak hilang kesadaran
c. Kaki di tinggikan dan di topang
Rasional : Meningkatkan suplai darah ke otak
d. Longgarkan pakaian yang ketat atau pakaian yang menghalangi
Rasional : Sirkulasi tidak terganggu
e. Periksa dan catat pernapasan nadi dan tingkat reaksi tiap 10 menit
Rasional : Mengetahui tingkat perkembangan pasien

3. Rasa gatal, bengkak dan bintik – bintik merah berhubungan dengan proses
inflamasi
Tujuan : Mencegah peradangan akut
Intervensi :
a. Pasang tourniket pada daerah di atas gigitan
Rasional : Mencegah tersebarnya racun ke seluruh tubuh
b. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk
menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti
nyamuk).
Rasional : Untuk menghindari terkontaminasi lebih lanjut pada luka.
c. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin dan serum Anti Bisa Ular
(ABU) polivalen i.v dan disekitar luka. ATS dan penisilin procain 900.000
IU
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi

4. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin


Tujuan : Mengembalikan fungsi pernapasan
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Mengetahui kondisi nafas pasien
b. Pantau frekuensi pernapasan
Rasional : Mencegah pasien mengalami gangguan pernafasan yang lebih
akut
c. Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
Rasional : Agar sirkulasi darah dan jalan nafas tidak terganggu
d. Observasi warna kulit dan adanya sianosis
Rasional : Untuk mengetahui persebaran bisa ular dan tingkat keparahnnya
e. Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
Rasional : Spasme otot akan memberikan tanda adanya gangguan
pernafasan yang parah
f. Batasi pengunjung klien
Rasional : Mengurangi stress pada pasien
g. Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
Rasional : Membantu jalan nafas pasien
h. Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
Rasional : Memberikan kecukupan oksigen pada pasien dan membnatu
pernapasan

5. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus


Tujuan : Mengembalikan suhu normal pasien (36-37oC)
Intervensi :
a. Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
Rasional : Mengetahui keadaan suhu tubuh pasien dan reaksi tubuh pasien
terhadap racun yang menyebar di tubuh pasien.
b. Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
Rasional : Linen yang tebal maupun tipis akan memppengaruhi suhu tubuh
pasien
c. Beri kompres mandi hangat
Rasional : Agar pasien tidak kehilangan suhu tubuh yang ekstrem apabila
diberi kompres dingin.
d. Beri antipiretik
Rasional : Membantu menurunkan suhu tubuh pasien.
e. Berikan selimut pendingin
Rasional : Membantu menurunkan suhu tubuh pasien.

6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak


adekuat
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi
Intervensi :
a. Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
Rasional : Agar pasien tidak terkena infeksi dari luar
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
Rasional : Agar tindakan yang diberikan perawat ke pasien selalu dalam
keadaan steril.
c. Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
Rasional : Mencegah gangguan integritas kulit pada bagian yang terus
tertekan.
d. Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
Rasional : Mencegah terjadinya luka.
e. Lakukan infeksi terhadap luka alat infasif setiap hari
Rasional : Mencegah paparan kuman dari luar kepada pasien.
f. Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
Rasional : Mencegah kontaminasi kuman pada luka pasien
g. Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuka atau
antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi
Rasional : Mencegah tertularnya kuman dari pasien ke perawat/tenaga medis
lainnya.
h. Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
Rasional : Mencegah infeksi menjalar ke bagian lain.
i. Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)
Rasional : Membantu proses penyembuhan pasien dan pertahanan pasien
dari kuman yang lain.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun
yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu. Salah
satu penyebab keracunan adalah gigitan binatang.
Serangan binatang laut berbahaya merupakan salah satu resiko yang dihadapi
oleh para wisatawan dan orang yang berada/bekerja diair laut. Disamping itu resiko
karena sifat alamiah laut seperti arus, pasang surut, ombak, suhu air laut, kondisi
didasar laut dan jenis pekerjaan/kegiatan yang dilaukan dilaut juga menimbulkan
resiko trauma diair laut.Binatang laut yang biasanya menyerang para wisatawan yang
berlibur di pantai adalah
bulu babi, ikan pari, kerang laut, ular laut, ubur-ubur, stonefish, gurita dan sebagainya.
Keadaan yang sering muncul apabila pasien telah tergigit dengan binatang laut adalah
akan adanya bekas gigitan pada kulit pasien,rasa gatal di area yang tergigit,
kemerahan, suhu tubuh meningkat, pasien merasa mual dan bahkan
muntak,sianosis,bengkak,pasien nampak kebingungan , perdarahan pasien pingsan,
lumpuh, sesak nafas, alergi, syok hipopolemik, nyeri kepala bahakan pasien dapat
meninggal apabila tidak ditangani dengan cepat.

B. Saran
1. Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca dapat
memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan dan Gigitan
Binatang.
2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih mengetahui
dan menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan
dan Gigitan Binatang.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta.


Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Doenges, M.E,dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Djoni Djunaedi. Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 2. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam,2009.h.280-3.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius.
FKUI : Jakarta
Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran.:EGC.
Noer Syaifoellah.1996.Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta
Suzanne C. Brenda G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai