Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDUHULUAN

1.1 Latar Belakang


Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan
atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja
yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat
pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa.
Di seluruh dunia, > 125.000 orang meninggal dunia setiap tahunnya akibat luka
gigitan ular berbisa, paling sering terjadi di daerah hangat dan tropis. Mengingat
masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah
pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan
pertolongan terhadap gigitan ular berbisa, binatang darat, dan binatang laut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada korban sengatan serangga?
2. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada korban gigitan ular?
3. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada korban gigitan binatang laut?
4. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada korban gigitan anjing?
5. Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada kasus sengatan
kalajengking?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan pada korban sengatan
serangga.
2. Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan pada korban gigitan ular.
3. Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan pada korban gigitan binatang
laut.
4. Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan pada korban gigitan anjing.

1
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada kasus sengatan
kalajengking.

2
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Intoksikasi


2.1.1 Definisi Intoksikasi
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang
masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti
paru-paru, hati, ginjal, dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam
organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga
akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang. (Niluh
Swasanti, 2014).
2.1.2 Etiologi Intoksikasi
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan,
antara lain:
1. Bahan kimia umum (Chemical toxicants) yang terdiri dari berbagai golongan
seperti pestisida (organoklorin, organofosfat, karbamat), golongan gas (nitrogen
metana, karbon monoksida, klor), golongan logam (timbal, posfor, air raksa,
arsen), golongan bahan organik (akrilamida, anilin, benzena toluene, vinili
klorida fenol).
2. Racun yang dihasilkan oleh makhluk hidup (Biological toxicants) mis : sengatan
serangga, gigitan ular berbisa, anjing, dan lain-lain.
3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri (Bacterial toxicants) mis : Bacillus
cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli, dan lain-
lain.
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan (Botanical toxicants) mis : jamur
amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung, dan lain-lain.
2.1.3 Manifestasi Klinik Intoksikasi
1. Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.

3
2. Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan, terlihat lemah.
3. Mual, muntah, haus, buang air besar cair.
4. Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan pandangan kabur.
5. Bingung.
6. Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan.
7. Reaksi lain yang kadang bisa terjadi : demam tinggi, haus, banyak berkeringat,
bintik merah kecil di kulit dan membran mukosa.
2.1.4 Patofisiologi Intoksikasi
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat
penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernafasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin
juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh
darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovakular di otak. Hipotensi
yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan
ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh.
Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat
dan hipotermia. Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan
hipoksia.
2.2 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Sengatan Serangga
2.2.1 Definisi Sengatan Serangga
Insect Bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga seringkali
menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan gatal-gatal. Reaksi
tersebut boleh dibilang biasa, bahkan gigitan serangga ada yang berakhir dalam
beberapa jam sampai berhari-hari. Bayi dan anak-anak lebih rentan terkena gigitan
serangga dibanding orang dewasa. (Paula Krisanty, 2009).
Insect Bites adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat
atau menggigit seseorang. (Dewi Kartikawati N, 2012).
2.2.2 Etiologi Sengatan Serangga
Serangga tidak akan menyerang kecuali kalau mereka digusar atau diganggu.
Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga
untuk melindungi sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan

4
bisa (racun) yang tersusun dari protein dan subtansi lain yang mungkin memicu
reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga dan subtansi lain yang mungkin
memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan
kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat.
Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning dan semut api adalah anggota keluarga
Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan reaksi yang
cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka. Kematian yang diakibatkan
oleh serangga 3-4 lebih sering dari pada kematian yang diakibatkan oleh gigitan ular.
Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam menyengat. Ketika lebih menyengat
dia melepaskan seluruh alat sengatnya dan sebenarnya ia mati ketika proses itu
terjadi. Seekor tawon dapat menyengat berkali-kali karena menyengatkan biasanya
dengan menggunakan rahangnya dan memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat
bisa berkali-kali.
2.2.3 Manifestasi Klinis Sengatan Serangga
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan
gigitan serangga diantaranya :
1. Reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak biasa namun, dapat
mengancam kehidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda atau
gejalanya adalah :
a. Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak
mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-organ penting (vital).
b. Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan.
c. Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki,
dan selaput lendir (angioedema).
d. Pusing dan kacau.
e. Mual, diare, dan nyeri pada perut.
f. Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak.
Gejala tersebut dapat diikuti dengan gejala lain dari beberapa reaksi.
2. Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.

5
Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya :
a. Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam
b. Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat
c. Laba-laba gembel (hobo)
d. Kalajengking
3. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.
a. Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah
menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah pembunuh,
mereka lebih agresif daripada lebah madu kebanyakan dan sering menyerang
bersama-sama dengan jumlah yang banyak.
b. Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat
berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi alergi.
c. Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya,
kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur
memutar dan berkali-kali.
4. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
5. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
6. Penyakit serum (darah), sebuah rekasi pada pengobatan (antiserum) digunakan
untuk mengobati gigitan atau serangan serangga. Penyakit serum menyebabkan
rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak serta diiringi gejala flu 7-14
hari setelah penggunaan antiserum.
7. Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan virus West Nile kepada
seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
8. Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.
Serangga dan binatang berbisa tidak akan menyerang kecuali jika mereka digusar
atau diganggu. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan.
Gigitan serangga untuk melindungi sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan
dapat menyuntikkan bisa (racun) yang tersusun dari protein dan susbtansi lain yang
mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga
mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat. Lebah, tawon,

6
penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota keluarga Hymenoptera.
Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan reaksi yang cukup serius pada
orang yang alergi terhadap mereka. Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4
kali lebih sering daripada kematian yang diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon,
semut api berbeda-beda dalam menyengat. Ketika lebah menyengat, dia melepaskan
seluruh alat sengatnya dan sebenarnya ia mati karena proses itu terjadi. Seekor tawon
dapat menyengat berkali-kali karena tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya
setelah ia menyengat. Semut api menyengatkan bisanya dengan menggunakan
rahangnya dan memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.
Gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari berbagai
macam faktor yang mempengaruhi. Kebanyakan gigitan serangga menyebabkan
kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan atau
sengatan serangga tersebut. Kulit yang terkena gigitan bisa rusak dan terinfeksi jika
daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka tersebut tidak dirawat, maka
akan mengakibatkan peradangan akut.
Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas,
pingsan dan hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut
anafilaksis. Ini juga diakibatkan karena alergi pada gigitan serangga. Gigitan
serangga juga mengakibatkan bengkak pada tenggorokan dan kematian karena
gangguan sirkulasi. Sengatan dari serangga jenis penyengat besar atau ratusan
sengatan lebah jarang sekali ditemukan hingga mengakibatkan sakit pada otot dan
gagal ginjal.
2.2.4 Penatalaksanaan Sengatan Serangga
a. Pengobatan gigitan serangga pribadi di rumah
Pengobatan tergantung pada jenis reaksi yang terjadi. Jika hanya kemerahan dan
nyeri pada bagian yang digigit, cukup menggunakan es sebagai pengobatan.
Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk menghilangkan
partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti nyamuk). Partikel-partikel
dapat mengkontaminasi lebih lanjut jika luka tidak dibersihkan.

7
Pengobatan dapat juga menggunakan antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil. Losion Calamine juga bisa
membantu mengurangi gatal-gatal.
b. Penatalaksanaan di rumah sakit
1. Tindakan Emergency
Airway : Bebaskan jalan nafas, jika perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bula penderita tidak bernafas spontan
atau pernafasan tidak adekuat.
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi
jaringan.
2. Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tetapi hendaknya
usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha
penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
3 Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar
atau dengan pemberian sirup ipecac 15-30 ml. Dapat diulang setelah 20
menit bila tidak berhasil. Katarsis, (interval lavage), dengan pemberian
laksan bila diduga racun telah sampai di usus halus dan besar. Kumbah
lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,
atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah
lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Keramas rambut dan
memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis, katarsis, dan kumbah
lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4-6
jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung
sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon
untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4 Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada
tempat penumpukan.

8
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1-2,5 mg.
b) Dilanjutkan dengan 0,5-1 mg setiap 5-10-15 menit sampai timbul
gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi,
midriasis, febris, dan psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15-30-60 menit selanjutnya
setiap 2-4-6-8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
2.2.5 Komplikasi Sengatan Serangga
1. Kejang
2. Koma
3. Henti jantung
4. Henti napas
5. Syok
2.3 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Gigitan Ular
2.3.1 Definisi Gigitan Ular
Gigitan ular adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.
(Paula Krisanty, 2009).
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksik
bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah
merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. (Natalia Sutiono,
2013).
Sebagian kecil racun bersifat spesifik teradap suatu organ : beberapa mempunyai
efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa
zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.
Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun
mulut bersifat otensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya; sering kali

9
mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir
predator; racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.
2.3.2 Etiologi Gigitan Ular
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat pada 3 famili ular yang berbisa,
yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan
lokal, seperti edema dan perdarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan
lokal, tetapi tetap di lokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa
bisa Elapidae tidak terdapat lagi di lokasi gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik
bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan
stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur
dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut,
hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati
dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf
pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan
dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh
limpa.
2.3.3 Manifestasi Klinis Gigitan Ular
a. Elapidae
Sifat bisa ular ini bersifat neurotoksik sehingga akan berakibat pada saraf perifer
atau sentral. Berakibat fatal karena paralisis otot lurik.
Tanda dan gejala :
1) Kesakitan pada tempat gigitan dalam masa setengah jam.

10
2) Bagian bekas gigitan membengkak (selepas 1 jam digigit).
3) Lemah badan.
4) Pengeluaran air liur yang berlebihan.
5) Mengantuk.
6) Lumpuh pada otot-otot muka, bibir, lidah dan saluran pernafasan.
7) Tekanan darah menurun.
8) Hipotensi.
9) Sakit yang amat sangat pada bagian perut.
10) Gangguan pernafasan.
b. Viperidae
Sifat bisa ini bersifat haemotoksik yang berakibat haemolitik dengan zat antara
fosfolipase dan enzim atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan
protombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat dari lisisnya sel darah merah
karena toksin.
Tanda dan gejala :
1) Sakit yang amat sangat pada tempat gigitan (dalam waktu 5 menit).
2) Bekas gigitan akan membengkak dan perubahan warna akan terjadi pada
kulit dalam waktu setengah jam.
3) Perdarahan yang tidak berhenti pada bekas gigitan.
4) Perdarahan pada gusi, usus dan saluran kencing.
5) Darah tidak membeku.
6) Keracunan berat menyebabkan lutut dan lengan atas membengkak dalam
waktu 2 jam disertai dengan perdarahan.
c. Hydropidae
Sifat bisa ini bersifat myotoksik yang berakibat rhabdomyolisis yang sering
berhubungan dengan homeotoksin. Myogolbulin uria yang menyebabkan
kerusakan ginjal dan hyperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot-otot.
Tanda dan gejala :
1) Kesakitan pada otot-otot.
2) Kesukaran untuk menggerakkan kaki dan tangan.

11
3) Dalam jangka waktu 1 hingga 2 jam, mangsa akan merasakan kesakitan
yang amat sangat apabila menggerakkan anggota badan.
4) Dalam jangka waktu 3 hingga 6 jam urine akan berubah menjadi merah
gelap.
Coral ular gigitan biasanya memiliki reaksi tertunda sampai beberapa jam dan
dapat berakibat sangat sedikit atau tidak ada nyeri jaringan, edema, atau nekrosis.
Suatu racun neurotoksik menghasilkan paresthesia, kelemahan, mual, muntah,
disfagia, air liur berlebihan, penglihatan kabur, gangguan pernapasan dan kegagalan,
kehilangan koorganisasi otot, kelumpuhan, refleks abnormal, shock, kolaps
kardiovaskuler, dan kematian. Gigitan ular karang juga dapat mengakibatkan masalah
koagulopati.
Gejala dan tanda gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori
mayor :
1) Efek lokal
Digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra (Naja spp) menimbulkan
rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan
dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan
jaringan sekitar sisi gigitan luka.
2) Perdarahan
Gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat menyebabkan
perdarahan organ internal seperti otak atau organ-organ abdomen. Korban dapat
berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama.
Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.
3) Efek sistem saraf
Bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem saraf. Bisa ular
kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-otot
pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban
dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
4) Kematian otot

12
Bisa dari Russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa elapid
Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area
tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba
menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
5) Mata
Semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata korban,
menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.
2.3.4 WOC/PATHWAY Gigitan Ular

Bisa ular masuk ke dalam tubuh

Daya toksik menyebar melalui peredaran darah

Gangguan sistem neurologis Gangguan pernapasan

Gangguan pada sistem kardiovaskuler

Mengenai saraf yang berhubungan Syok hipovolemik


dengan sistem pernapasan

Koagulopati hebat
Oedema pada saluran pernapasan

Gagal napas
Sukar bernapas

Toksik masuk ke
pembuluh darah

Hipotensi

13
2.3.5 Patofisiologi Gigitan Ular
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa
ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas. Gigi
taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar.
Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir,
derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular
merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular untuk
mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan.
Ular koral memiliki mulut yang lebih kecil dan gigi taring yang lebih pendek.
Hal ini menyebabkan mereka memiliki lebih sedikit kesempatan untuk menyuntikkan
bisa dibanding dengan jenis crotalid, dan mereka menggigit lebih dekat dan lebih
mirip mengunyah daripada menyerang seperti dikenal pada ular jenis viper.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk
mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari
air. Protein enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular
terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim
ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf,
menyebabkan hemolisis, atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis.
Protease, kolagenase, dan arginin ester hydrolase telah diidentifikasi pada bisa ular
viper. Neurotoxin merupakan mayoritas bisa pada ular koral. Detail spesifik diketahui
beberapa enzim seperti berikut ini :
a. Hyaluronidase memungkinkan bisa dapat cepat menyebar melalui jaringan
subkutan dengan merusak mukopolisakarida;
b. Phospholipase a2 memainkan peranan penting pada hemolisis sekunder dari efek
esterolitik pada membran eritrosit dan menyebabkan nekrosis otot, dan
c. Enzim trombogenik menyebabkan terbentuknya bekuan fibrin yang lemah,
dimana pada waktunya mengaktivasi plasmin dan menyebabkan koagulopati
konsumtif dan konsekuensi hemoragiknya.

14
Konsentrasi enzim bervariasi di antara spesies, karena itu menyebabkan
perbedaan envenomasi. Gigitan copperhead secara umum terbatas pada destruksi
jaringan lokal. Rattlesnake dapay menyisakan luka yang hebat dan menyebabkan
toksisitas sistemik. Ular koral mungkin meninggalkan luka kecil yang kemudian
dapat muncul kegagalan bernafas dengan tipe blokade neuromuscular sistemik. Efek
lokal dari bisa berfungsi sebagai pengingat akan potensi kerusakan sistemik dan
fungsi sistem organ. Salah satu efek adalah perdarahan, koagulopati bukanlah hal
yang aneh pada envenomasi yang hebat. Efek lain, edema lokal, meningkatkan
kebocoran kapiler dan cairan interstisial di paru. Mekanisme pulmonal dapat
terpengaruh secara signifikan. Efek terakhir, kematian sel lokal, meningkatkan
konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume dan
membutuhkan peningkatan ventilasi per menit. Efek-efek blokade neuromuskuler
berakibat pada lemahnya ekskursi diafragmatik. Gagal jantung merupakan akibat dari
hipotensi dan asiodosis. Myonekrosis meningkatkan kejadian kerusakan adrenal
myoglobinuria.
Variasi derajat toksisitas juga membuat bisa ular dapat berguna untuk membunuh
mangsa. Selama envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa atau racun), bisa ular
melewati kelenjar melalui sebuah duktus menuju taring ular, dan akhirnya menuju
mangsanya. Bisa ular merupakan kombinasi berbagai susbtansi dengan efek yang
bervariasi. Dalam istilah sederhana, ptotein-protein ini dapat dibagi menjadi 4
kategori :
a. Cytotoxin menyebabkan kerusakan jaringan lokal.
b. Hemotoxin, bisa yang menghancurkan eritrosit, atau mempengaruhi kemampuan
darah untuk berkoagulasi, menyebabkan perdarahan internal.
c. Neurotoxin menyerang sistem saraf, menyebabkan paralisis transmisi saraf ke
otot dan pada kasus terburuk paralisis melibatkan otot-otot menelan dan
pernafasan.
d. Cardiotoxin berefek buruk langsung pada jantung dan mengarah pada kegagalan
sirkulasi dan syok.

15
Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yang luas dan
hemolisis. Tanda dan gejala yang menonjol berupa nyeri yang hebat yang tidak
sebanding dengan besar luka, odema, eritema, ptekie, ekimosis, bula, dan tenda
nekrosis jaringan. Dapat terjadi perdarahan di peritoneum atau pericardium, odema
paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada otot jantung. Ular berbisa yang
terkenal di Indonesia adalah ular kobra dan ular welang yang bisanya bersifat
neurotoksik. Tanda dan gejala yang timbul akibat bisa jenis ini adalah rasa
kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis,
refleks abnormal, dan sesak nafas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat
kelumpuhan otot pernafasan. Solenoglypha adalah ular yang mempunyai gigi bisa di
depan dan dapat dilipat. Contoh crotalidae dan viperidae.
Gigitan ular dapat terjadi pada setiap bagian tubuh, tetapi biasanya dicatat pada
ekstremitas. Pit viper menggigit dengan hasil envenomation sakit segera dan edema
dalam waktu 10-20 menit. Gejala lain termasuk demam, ekimosis, lecet, dan nekrosis
lokal, serta mual, muntah, diare, rasa logam atau karet, takikardia, hipotensi, dan
syok. Neurotoxions menyebabkan mati rasa, kesemutan, fasikulasi, konvulsi,
dysphasia sesekali, kelumpuhan, gangguan pernafasan, koma, dan kematian. Pit viper
gigitan juga dapat mengganggu koagulasi dan menyebabkan perdarahan internal.
2.3.6 Macam-macam Ular
Ular-ular primitif, seperti ular kawat (Rhamphotyphlops braminus), ular karung
(Acrochordus javanicus), ular kepala dua (Cylindrophis ruffus), dan ular sanca, tidak
berbisa. Ular-ular yang berbisa kebanyakan termasuk suku Colubridae, akan tetapi
bisanya umumnya lemah saja. Ular-ular yang berbisa kuat di Indonesia biasanya
termasuk ke dalam salah satu suku ular berikut :
1. Elapidae (ular sendok, ular belang, ular cabai, dan lain-lain)
Jenis ular yang tergolong di dalam keluarga ini ialah ular katam tebu, ular katam
belang, ular katam kepala merah, ular matahari biru, ular pantai belang, ular
pantai bintik, ular pantai bintik kecil, ular tedung hitam dan ular tedung selar.

16
Ular jenis ini mempunyai taring yang tetap di bagian hadapan rahang atas.
Kesemua ahli keluarga Elapidae adalah berbisa dan amat berbahaya pada
manusia. Bisa ular kumpulan Elapidae bertindak kepada sistem saraf mangsa.

2. Hydrophiidae (ular-ular laut)


Terdapat 21 jenis ular laut di Malaysia dan kesemuanya tergolong di dalam
keluarga ini. Ular laut mempunyai ekor yang pipih seperti dayung dan biasanya
berkepala kecil.
Semua ular laut adalah berbisa dan kebanyakan spesis mempunyai bisa yang
bertindak terhadap sistem otot mangsa. Aliran bisa dari gigitan ular laut hanya
dapat dirasakan setelah setengah jam.

3. Viperidae (ular tanah, ular bangkai laut, ular bandotan)


Di Malaysia, jenis ular yang tergolong dalam keluarga ini adalah semua jenis ular
kapak. Ular kapak bodoh, ular kapak sumatra, ular kapak gunung, ular kapak
tokong, ular kapak hidung pipeh, ular kapak bakau, ular kapak hijau.
Ular dari keluarga ini amat mudah dikenali berdasarkan kepalanya yang seakan-
akan bentuk segitiga. Diantara mata dan lubang hidungnya terdapat lubang (pit)
yang berfungsi sebagai sensor yang amat sensitif kepada hewan berdarah panas.

17
Kelenjar racun ular ini terletak di kedua belah pipinya dan biasanya bertindak
terhadap sistem saluran darah dan jaringan yang menyebabkan terjadinya
pendarahan luar atau dalam.

Adapun terdapat macam-macam gigi ular berbisa, diantaranya :


1. Aglypha, tidak mempunyai gigi bisa. Contoh : ular Sanca/phyton, ular sawah
(umumnya dari keluarga Colubridae).
2. Phistoglypha, mempunyai gigi bisa dibelakang. Contoh : Ular Cincin Mas (Boiga
dendrophila), Ular Pucuk atau Ular Daun (Dryophis).
3. Proteroglypha, mempunyai gigi bisa di depan, yang efektif untuk menyalurkan
bisa. Contohnya Elapida, Hydrophiidae.
4. Selenoglypha, mempunyai gigi bisa di depan dan dapat dilipat. Umumnya gigi
bisa tersebut besar. Contohnya Crotalidae, Viperridae.
2.3.7 Pemeriksaan Diagnostik Gigitan Ular
a. Laboratorium :
1) Perhitungan jumlah sel-sel darah
2) Prothrombin time dan activated partial thromboplastin time
3) Fibrinogen dan produk-produk pemisahan darah
4) Tipe dan jenis golongan darah
5) Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin
6) Urinalisis untuk myoglobinuria
7) Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik
b. Pemeriksaan penunjang lainnya :
1) Radiografi thoraks pada pasien dengan edema pulmoner
2) Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal

18
2.3.8 Penatalaksanaan Gigitan Ular
Penatalaksanaan tergantung derajat keparahan envenomasi; dibagi menjadi
perawatan di lapangan dan menajemen di rumah sakit.
a. Penatalaksanaan di Lapangan
Seperti kasus-kasus emergency lainnya, tujuan utama adalah untuk
mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat, sering
penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang lebih memperburuk daripada
memperbaiki keadaan, termasuk mambuat insisi pada luka gigitan, menghisap
dengan mulut, pemasangan torniquet, kompres dengan es, atau kejutan listrik.
Perawatan di lapangan yang tepat harus sesuai dengan prinsip dasar emergency
life support. Tenangkan pasien untuk menghindari hysteria selama implementasi
ABC (Airway, Breathing, Circulation).
Pertolongan pertama :
1. Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus
menggigit dan menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut sampai
bisa mereka habis.
2. Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat
ditangani secara efektif di instalasi gawat darurat. Batasi aktivitas dan
imobilisasi area yang terkena (umumnya satu ekstremitas), dan tetap
posisikan daerah yang tergigit berada di bawah tinggi jantung untuk
mengurangi aliran bisa.
3. Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk
penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa
keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi. Alat
ini telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu, namun alat ini
semakin tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa secara signifikan, dan
mungkin alat penghisap dapat meningkatkan kerusakan jaringan lokal.
4. Buka semua cincin atau benda lain yang menjepit/ketat yang dapat
menghambat aliran darah jika daerah gigitan membengkak. Buat bidai
longgar untuk mengurangi pergerakan dari area yang tergigit.

19
5. Monitor tanda-tanda vital korban - temperatur, denyut nadi, frekuensi
nafas, dan tekanan darah - jika mungkin. Tetap perhatikan jalan nafas setiap
waktu jika sewaktu-waktu menjadi membutuhkan intubasi.
6. Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular yang
menggigit kemungkinan berbisa.
7. Segera dapatkan pertolongan medis. Transportasikan korban secara cepat
dan aman ke fasilitas medis darurat kecali ular telah pasti diidentifikasitidak
berbahaya (tidak berbisa). Identifikasi atau upayakan mendeskripsikan jenis
ular, tapi lakukan jika tanpa resiko yang signifikan terhadap adanya gigitan
sekunder atau jatuhnya korban lain. Jika aman, bawa serta ular yang sudah
mati. Hati-hati pada kepalanya saat membawa ular-ular masih dapat
menggigit hingga satu jam setelah mati (dari reflek). Ingat, identifikasi yang
salah bisa fatal. Sebuah gigitan tanpa gejala inisial dapat tetap berbahaya
atau bahkan fatal.
8. Jika berada di wilayah terpencil dimana transportasi ke instalasi gawat
darurat akan lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit. Jika
memasang bidai, ingat untuk memastikan luka tidak cukup bengkak
sehingga menyebabkan bidai menghambat aliran darah. Periksa untuk
memastikan jari atau ujung jari tetap pink atau hangat, yang berarti
ekstremitas tidak menjadi kesemutan, dan tidak memperburuk rasa sakit.
9. Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan tidak terdapat efek
mayor dari luka lokal, dapat dipasang pembalut dengan teknik imobilisasi
dengan tekanan. Teknik ini terutama digunakan untuk gigitan oleh elapid
Australia atau ular laut. Balutkan perban pada luka gigitan dan terus sampai
ke bagian atas ekstramitas dengan tekanan seperti akan membalut
pergelangan kaki yang terpeleset. Kemudian imoblisasi ekstremitas dengan
bidai, dengan tetap memperhatikan mencegah terhambatnya aliran darah.
Teknik ini membantu mencegah efek sistemik yang mengancam nyawa dari
bisa, tapi juga bisa memperburuk kerusakan lokal pada sisi gigitan jika
gejala yang signifikan terdapat di sana.

20
b. Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Bisa ular terdiri dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas
atau bervarias. Sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler, sistem
pernapasan mungkin terpengaruh.
Bantuan awal pertama pada daerah gigitan ular meliputi :
1. Mengistirahatkan korban
2. Melepaskan benda yang mengikat seperti cincin
3. Memberikan kehangatan
4. Membersihkan luka
5. Menutup luka dengan balutan steril
6. Imobilisasi bagian tubuh di bawah tinggi jantung
Evaluasi awal departemen kedaruratan dlakukan dengan cepat meliputi :
1. Menentukan apakah ular berbisa atau tidak
2. Menentukan dimana dan kapan gigitan ular terjadi dan sekita gigitan
3. Menetapkan urutan kejadian, tanda dan gejala (bekas gigi, nyeri, edema,
dan eritema jaringan yang digigit dan didekatnya)
4. Menentukan keparahan dampak keracunan
5. Memantau tanda vital
6. Mengukur dan mencatat lingkar ekstremitas sekitar gigitan area pada
beberapa titik.
7. Dapatkan data leboraturium yang tepat (misalnya, HDL, urinalisis, dan
pemeriksaan pembekuan)
Proses dan prognosis gigitan ular bergantung pada jenis dan jumlah bisa dimana
terjadi gigitan, dan kesehatan umum, serta usia korban. Tidak ada protokol
khusus penatalaksanaan gigitan ular. Pedoman umum meliputi :
1. Dapatkan data dasar laboraturium
2. Jangan gunakan es, torniquet, heparin, kortikosteroid selama tahap akut.
Kortikosteroid dikontraindikasikan pada 6-8 jam pertama setelah gigitan
karena agens ini mendepresi produksi antibodi dan menyembunyikan kerja
antivenin (antitoksin utuk bisa ular)

21
3. Cairan parental dapat digunakan untuk penatalaksanaan hipotensi. Jika
vasopresin digunakan untuk penanganan hipotensi penggunaan harus dalam
jangka pendek
4. Bedah eksplorasi terhadap gigitan jarang diindikasikan
5. Observasi pasien dengan teliti selama 6 jam : pasien tidak pernah dibiarkan
tanpa perhatian.
Pemberian antivenin (antitoksin). Antivenin paling efektif diberikan selama
12 jam dan gigitan ular. Dosis bergantung pada tipe ular dan perkiraan keparahan
gigitan. Anak membutuhkan lebih banyak antivenin orang dewasa karena
tubuhnya lebih kecil dan lebih rentan terhadap toksik bisa. Uji kulit atau mata
harus dilakukan sebelumnya dosis awal untuk mendeteksi alergi terhadap
antivenin.
Sebelum memberikan antivenin dan setiap 15 menit setelahnya, sekitar
bagian yang terkena diperiksa. Antivenin diberikan dengan tetesan IV kapanpun
mungkin, meskipun pemberian ini dapat dilakukan bergantung pada keparahan
gigitan antivenin dicairkan 500-1000 ml salin normal : volume cairan mungkin
diturunkan untuk anak. Infus dimulai perlahan dan kecepatan meningkat setelah
10 menit jika tidak ada reaksi. Dosis total harus diinfus selama 4-5 jam pertama
setelah keracunan. Dosis awal diulang sampai dengan gejala menurun. Setelah
gejala menurun, sekitar daerah yang terkena harus diukur 30-60 menit setelah 15
jam kemudian.
Penyebab paling umum dari reaksi serum adalah infus antivenin yang paling
sering terlalu cepat, meskipun sekitar 3% reaksi tidak berhubungan dengan
kecepatan infus. Reaksi yang dari perasaan penuh di wajah, urtikaria, pruritas,
keletihan dan khawatir. Gejala ini mungkin diikuti dengan situasi ini, infus harus
dihentikan segera dan diberikan detenhidramin IV Vasopresor digunakan jika
terdapat syok. Resusitasi kedaruratan harus siap pada saat antivenin diberikan.
Perawatan definitif meliputi pencegahan kembali ABC dan mengevaluasi
pasien atas tanda-tanda syok (seperti takipneu, takikardi, kulit kering dan pucat,
pertumbuhan status mental, hipotensi). Rawat dahulu keadaan yang mengancam

22
nyawa. Korban dengan kesulitan bernafas mungkin membutuhkan endotracheal
tube dan sebuah mesin ventilator untuk menolong korban bernafas. Korban
dengan syok membutuhkan cairan intravena dan mungkin obat-obatan lain untuk
mempertahankan aliran darah ke organ-organ vital.
Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata dapat mengakibatkan
iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya bersih-
bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas dan
menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan yang lebih
lanjut pada mata. Penderajatan envenomasi membedakan kebutuhan akan
antivenin pada korban gigitan ular-ular viper. Derajat dibagi dalam ringan,
sedang atau berat.
1. Envenomasi ringan ditandai dengan rasa sakit lokal, edema, tidak ada
tanda-tanda toksisitas sistemik, dan hasil laboraturium yang normal.
2. Envenomasi sedang ditandai dengan rasa sakit lokl yang hebat, edema lebih
dari 12 inchi disekitar luka, dan tokisisitas sistemik termasuk nausea,
vormitus dan penyimpangan pada hasil laboraturium (misalnya penurunan
jumlah hematokrit atau trombosit).
3. Envenomasi berat ditandai dengan ptekie, ekimosis, sputum bercampur
darah, hipotensi, hipoperfusi, disfungsi renal, perubahan pada protrombin
time dan tromboplastin time parsial teraktivasi, dan hasil-hasil abnormal dari
tes-tes lain yang menunjukkan koagulopati konsumtif. Penderajatan
anvenomasi merupakan proses yang dinamis. Dalam beberapa jam, sidrom
ringan awal dapat berkembang menjadi sedang bahkan reaksi yang berat.
Beri antivenin pada korban gigitan ular koral sebagai perawatan jika korban
datang dalam 12 jam setelah gigitan, tanpa melihat adanya tanda-tanda lokal
atau sistemik. Neurotoksisitas dapat muncul tanpa tanda-tanda sebelumnya
dan berkembang menjadi gagal nafas. Bersihkan luka dan cari pencegahan
taring ular atau kotoran lain. Suntikkan tetanus diberikan jika korban belum
pernah mendapatkannya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Beberapa luka
memerlukan antibiotik untuk mencegah infeksi.

23
Pembedahan
Efek lokal dari keracunan seperti nekrosis lokal, sindrom kompartemen dan
trombosis dari pembuluh darah utama biasanya terjadi pada pasien yang tidak
diterapi dengan anti bisa. Intervensi pembedahan mungkin dapat dilakukan.
Tetapi intervensi ini menjadi bahaya apabila pasien dengan komplikasi
consumtion coagulopathy, trombositopenia, vibrinolisis. Pada pasien dengan
keadaan tersebut harus dilakukan penanganan yang lebih komprehesif untuk
menangani komplikasi dari efek lokal racun tersebut.
1. Fasciotomy
Jika perawatan dengan elevasi tungkai dan obat-obatan gagal, ahli bedah
mungkin perlu melakukan pembedahan pada kulit sampai kompartemen
yang terkena, disebut fasciotomy. Prosedur ini dapat memperbaiki
pembekakan dan penekanan tungkai, berpotensi menyelamatkan lengan atau
tungkai. Fasciotomy tidak diindikasikan pada setiap gigitan ular, tapi
dilakukan pada pasien dengan bukti objektif adanya peningkatan tekanan
kompartemen. Cedera jaringan setelah kompartemen bersifat reversible tapi
dapat dicegah.
2. Nekrotomi
Dikerjakan bila telah nampak jelas batas kematian jaringan, kemudian
dilanjutkan dengan cangkok kulit. Dalam penanganan yang menyeluruh,
maka perlu dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan waktu
protombin, AAPT, D-Dimer, fibrinogen, dan Hb, leukosit, trombosit,
kreatinin, urea N, elektrolit, CK. Periksa waktu pembekuan, jika dalam 10
menit menunjukkan adanya koagulopati. Juga dapat dilakukan apus tempat
gigitan dengan venom detection.
2.3.9 Komplikasi Gigitan Ular
a. Syok hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas

24
2.3.10 Konsep Asuhan Keperawatan Gigitan Ular
Prinsip-prinsip penolongan secara umum
a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa
1) Memasang torniquet
2) Imobilisasi penderita
b. Menetralkan bisa
Transportasi cepat ke tempat pemberian anti bisa
c. Mengobati komplikasi
PRIMARY SURVEY :
a. A (AIRWAY)
Pada airway perlu diketahui bahwa salah satu sifat dari bisa ular adalah
neurotoksik. Dimana akan berakibat pada saraf perifer atau sentral, sehingga
terjadi paralise otot-lurik. Lumpuh pada otot muka, bibir, lidah, dan saluran
pernapasan, gangguan pernapasan, kardiovaskuler terganggu dan penurunan
kesadaran.
Diagnosa :
Ketidakefektifan jalan napas berhubungan denga spasme pada saluran
pernapasan (laringospasme, broncospasme).
Intervensi :
1) Jangan panik
2) Kaji tingkat kesadaran pasien dengan memanggil nama dan memberikan
sentuhan
3) Imobilisasi pasien
4) Pastikan kepatenan jalan napas
Membuka jalan napas dengan teknik jawthrust, headtill dan chinlift.
5) Lakukan intubasi
6) Kaji tanda-tanda hipoksia.
b. B (BREATHING)

25
Pada breathing akan terjadi gangguan pernapasan karena pada bisa ular akan
berdampak pada kelumpuhan otot-otot saluran pernapasan sehingga pola
pernapasan pasien terganggu.
Diagnosa :
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot-otot saluran
pernapasan
Intervensi :
1) Kaji frekuensi pernapasan
2) Berikan O2 tingkat tinggi
3) Auskultasi pada daerah dada untuk menedengar suara napas
4) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan
5) Panggil pertolongan lebih lanjut.
c. C (CIRCULATION)
Pada circulation terjadi perdarahan akibat sifat bisa ular yang bersifat
haemolytik. Dimana zat dan enzim yang toksik dihasilkan bisa akan
menyebabkan lisis pada sel darah merah sehingga terjadi perdarahan. Ditandai
dengan luka patukan terus berdarah, haematom, hematuria, hematemesis dan
gagal ginjal, perdarahan abdomen, hipotensi.
Diagnosa :
Perubahan volume cairan dalam pembuluh darah berhubungan dengan
perdarahan
Intervensi :
1) Kaji tekanan darah dan nadi pasien
2) Tekan pada daerah luka atau pasang torniquet
3) Imbolisasi pasien
4) Kenali ular yang menggigit
5) Kaji perdarahan menyangkut jumlah darah
6) Berikan obat anti koagulan
d. D (DISABILITY)

26
Pada pasien dengan gigitan ular resiko terjadinya syok sampai penurunan
kesadaran. Ini diakibatkan kelepuhan otot pernapasan dimana pasien akan
mengalami henti napas. Selain itu juga disebabkan oleh perdarahan akibat lisis
pada eritrosit.
e. E (EXPOSURE)
Pada pasien ini terjadi pembengkakan pada daerah gigitan dan kemerahan sampai
dengan perubahan warna kulit.
SECONDERY SURVEY
a. Bawakan pasien ke tempat pelayanan kesehatan
b. Bila ragu pantau gejala keracunan
c. Pasang infus
d. Berikan adrenalin 0,5 mg dan hidrokortison 100 mg IV
Apabila terjadi laringo spasme dan bronkospaspe.
Evaluasi
Pada evaluasi ini sangat diperhatikan adalah :
a. Pendarahan
b. Penurunan kesadaran
c. Gangguan pernapasan
d. dan peradangan pada daerah gigitan
2.4 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Gigitan Binatang Laut
Banyak hewan laut menggigit atau menyengat. Beberapa memberikan racun
melalui gigi mereka, tentakel, duri, atau kulit. Lainnya, seperti hiu, tidak berbisa
tetapi dapat menimbulkan gigitan serius dengan besar, gigi yang tajam. Kebanyakan
makhluk yang menyengat atau menggigit telah mengembangkan perilaku ini sebagai
mekanisme pertahanan atau untuk membantu mereka berburu makanan. Kebanyakan
sengatan hewan laut dan gigitan disebabkan oleh kontak tidak disengaja. Misalnya,
menginjak ikan pari terkubur di pasir atau sikap terhadap ubur-ubur saat berenang.
Penyelam dan nelayan sangat beresiko karena sering dan lama kontak mereka dengan
kehidupan laut. (Paula Krisanty, 2009).
1. Ubur-ubur

27
Dengan tentakel yang ditembakkan biasanya hanya menyebabkan gatal dan
edema lokal, hiperemis. Reaksi anafilaksis terjadi bila jumlah serangan banyak;
berupa oksilasi tekanan darah, kegagalan pernafasan dan kardiovakuler.
Pengobatan :
1) Resusitasi.
2) “Torniquet” arteriel.
3) Lokal dengan pasir panas, alkohol.
4) Obat-obat: narkotik, anestesi lokal, kortison kream.
Prognosis :
Baik, bila masa 10 menit dilewati setelah keracunan.
2. Gurita (Octopus)
Bisa dari saluran ludah yang mengandung hyaluronidase, dengan neurotoksin
yang bersifat blokade pada neuromuskuler. Zat ini sesuai dengan
anticholinterase.
Gambaran klinis :
1) Bekas gigitan tidak sakit, hanya bengkak dengan cairan serohemorrhagis.
2) Beberapa menit kemudian muncul gejala keracunan, dengan bentuk
paralisis otot-otot, termasuk otot pernafasan, kadang-kadang diikuti mual,
muntah, hipotensi dan bradikardia. Gejala ini biasanya berakhir setelah
beberapa jam.
Pertolongan :
1) Luka gigitan dicuci, sebelum dipasang torniquet arteriel.
2) Jalan nafas dipertahankan jika perlu resusitasi.
3) Simptomatis.
3. Ikan beracun
Tusukan dari salah satu sirip bila ereksi yang memang mengandung bisa. Bisa ini
bersifat hyaluronidase yang menyebabkan jaringan nekrosis vasokonstriksi dan
myotoksin.
Gambaran klinik :

28
1) Rasa sakit yang hebat pada saat tertusuk. Sering menyebabkan pingsan.
Penderita meninggal karena pingsan, kemudian tenggelam.
2) Reaksi radang tampak pada bekas sengatan di anggota badan yang
diserang, lemas dan di daerah regional terasa sakit.
3) Sistemik berupa kegagalan kardiovaskuler akibat depresi miokardial dan
hilangnya tonus pembuluh darah. Paralise umum yang kadang-kadang
diikuti koma.
4) Apabila masa akut dilewati, penyembuhan lamban berupa luka yang lama
sembuh akibat keadaan umum yang buruk.
Pertolongan :
1) Pasang torniquet arteriel.
2) Suntik anestesi lokal untuk mengurangi sakit.
3) Daerah luka dihangati dan rendam dengan air hangat kuku atau luratan
Kalium permanganas (PK).
4) Obat-obatan: narkotik, ATS, toksoid, antibiotik.
5) Debridement luka.
2.5 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Gigitan Anjing
2.5.1 Definisi Rabies
Rabies atau lebih sering dengan nama anjing gila merupakan suatu penyakit
infeksi akut yang meyerang susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies
dan ditularkan dari gigitan hewan penular rabies. Hewan yang rentan virus rabies ini
adalah hewan berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapat pada bangsa
kucing, anjing, kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya. (Dewi Kartikawati N,
2012).
Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan ditakuti
karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selalu berakhir dengan
kematian. (Natalia Sutiono, 2013).
2.5.2 Etiologi Rabies
Adapun penyebab dari rabies adalah :
a. Virus rabies.

29
b. Gigitan atau manusia yang terkena rabies.
Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman yang
terdapat dalam air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah yang menginfeksi
tubuh manusia.
c. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies
Walaupun jarang ditemukan, virus rabies ini dapat ditularkan ketika air liur
hewan yang terinfeksi mengenai selaput lendir sesorang seperti kelopak mata
atau mulut atau kontak melalui kulit yang terbuka.
2.5.3 Manifestasi Klinis Rabies
a. Gejala penyakit pada hewan dikenal dalam 3 bentuk :
1) Bentuk ganas (Forious Rabies)
Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-
tanda terlihat.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
a) Hewan menjadi penakut atau menjadi galak
b) Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan
menyendiri
c) Tidak menurut perintah majikannya
d) Nafsu makan hilang
e) Air liur meleleh tak terkendali
f) Hewan akan menyerang benda yang ada di sekitarnya dan memakan
barang, benda-benda asing seperti kayu, dsb.
g) Menyerang dan mengigit barang bergerak apa saja yang dijumpai
h) Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan
i) Ekor diantara 2 (dua) paha
2) Bentuk diam (Dumb Rabies)
Masa eksitasi pendek, petalisa cepat terjadi.
Tanda-tanda yang sering dilihat :
a) Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk
b) Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahkan sering tidak terlihat.

30
c) Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka
d) Air liur keluar terus menerus (berlebihan)
e) Mati
3) Bentuk Asystomatis
a) Hewan tidak menunjukkan gejala sakit
b) Hewan tiba-tiba mati
b. Gejala Rabies Pada Manusia :
1) Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu makan
menurun, badan terasa lemah, mualm muntah dan perasaan yang abnormal
pada daerah sekitar gigitan (rasa panas, nyeri berdenyut)
2) Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhap cahaya, udara dan suara
3) Air liur dan air mata keluar berlebihan
4) Pupil mata membesar
5) Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan.
6) Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya
meninggal dunia.
2.5.4 Patofisiologi Rabies
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang
terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melalui
gigitan dan kadang melaui jilatan. Secara ptogenesis, setelah virus rabies masuk dan
disekitarnya. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus rabies akan menghindari
penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui pengikatannya ada sistem saraf.
Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang panjang
menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat.
Amplifikasi terjadi hingga mukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction
dan memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah
tidak berguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan mortalitas 100% jika
virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam
semua bagian neuton, terutama mempunyai prediksi khusus terhadap sel-sel sistem
limbik, hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-

31
neuron sentral, virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan
pada serabut saraf volunter maupun otonom.
Dengan demikian, virus menyerang hamir seluruh jaringan dan organ tubuh dan
berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Khusus mengenai infeksi
sistem limbik, sebagaimana diketahui bahwa sistem limbik sangat berhubungan erat
dengan fungsi pengontrolan sikap emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam
sistem limbik ini, pasien akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari
luar.
Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat gigitan
hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat
terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya jika
kulit tidak utuh atau terluka. Virus juga dapat masuk melalui selaput mukosa yang
utuh, misalnya selaput konjungtiva mata, mulut, anus, alat genetalia eksterna.
Penularan melalui makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui
inhalasi jarang ditemukan pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi
terjadi melalui inhalasi ini.
2.5.5 Pemeriksaan Diagnostik Rabies
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pungki lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) GDA :
a) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <200
mq/dl)
b) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksis akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit : K, Na
d) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e) Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)

32
f) Natrium (N 135-144 meq/dl)
b. Pemeriksan Penunjang Lainnya :
1) Elektroensefalogram (EEG) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis
dan fokus dari kejang.
2) Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3) Magneti resonance imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah-daerah otak yag tidak jelas terlihat bila
menggunakan pemindaian CT.
4) Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk mengevaaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi. Perubahan
metabolik atau aliran darah dalam otak.
2.5.6 Penatalaksanaan Rabies
Penanganan terhadap orang yang digigit hewan: yang pertama dan paling penting
adalah penanganan luka gigitan untuk mengurangi atau mematikan virus rabies yang
masuk lewat gigitan. Cara yang efektif adalah dengan membersihkan luka dengan
sabtun atau detergen selama 10-15 menit kemudian cuci luka dengan air (sebaiknya
air mengalir). Lalu keringkan dengan kain dan beri antiseptipp seperti betadine atau
alkohol 70%. Segera bawa ke pusat pelayanan kesehatan. Dipusat pelayanan
kesehatan, pencucian luka akan kembali dilakukan. Biasanya memakai larutan
pehidrol 3% (H2O2) yang dicampur dengan betadine kemudian dibilas dengan
larutan fisiologis macam NaCl 0,9%. Luka gigitan sebaiknya tidak dijahit. Bila
jahitan, dilakukan setelah pemberian infiltrasi lokal antiserum, jahitan tidak boleh
terlalu erat (longgar) dan tidak menghalangi pendarahan dan drainase.
Kemudian pencegahan berikutnya adalah proteksi imunologi dengan pemberian
vaksin anti rabies (VAR) terutama pada kasus yang memiliki resiko untuk tertular
rabies. Vaksin diberikan sebanyak 4 kali yaitu hari ke-0 (2 kali pemberian sekaligus),
lalu hari ke 7 dan hari ke-21. Dosisnya 0,5 ml baik pada anak-anak maupun dewasa.
Pada luka yang lebih berat dimana terdapat lebih dari satu gigitan dan dalam

33
sebaiknya dikombinasi dengn pemberian serum anti rabies (SAR) yang disuntikkan di
sekitar uka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan intra muskuler.
Selain itu harus di pertimbangkan pemberian vaksin anti tetanus, antibiotika
untuk pencegahan terhadap hewan yang mengigit. Anjing dan kucing yag menggigit
manusia atau hewan lainnya harus dicurigai menderita rabies.
Terhadap hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut :
a. Bila hewan tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya, maka hewan
tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk di
observasi selama 14 hari. Bila hasil observasi negatif rabies maka hewan tersebut
harus mendapat vaksinasi rabies sebelum diserahkan kembali kepada pemiliknya.
b. Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak ada pemiliknya) maka
hewan tersebut harus diusahakan ditangkap hidup dan diserahkan kepad Dinas
Peternakan setempat untuk diobservasi dan setelah masa observasi selesai hewan
tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara oleh orang yang berkenan, setelah
terlebih dahulu diberi vaksinasi rabies.
c. Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus dibunuh, maka
kepala hewan tersebut harus diambil dan segera diserahkan ke Dinas Peternakan
setempat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. Jika seseorang dgigit
hewan, maka hewan yang mengigit harus diawasi.
2.5.7 Konsep Asuhan Keperawatan Gigitan Anjing
PRIMARY SURVEY
a. Airway (jalan nafas)
Pada airway yang perlu diperhatikan adalah mempertahankan jalan napas,
memperhatikan suara nafas, atau apakah reaksi ototpernapasan. Pada kasus
gigitan binatang (rabies) ditemukan kelakuan otot tenggorakan dan pita suara
bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya
gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan.
1) Diagnosa keperawatan

34
Ketidakefektifan pembersihan jalan napas berhubungan dengan kekakuan
otot kerongkongan, gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan
dan pernafasan.
a) Kaji tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesadaran pasien.
b) Observasi keadaan umum pasien
R/ mengetahui tingkat kesadaran pasien seubungan dengan kepatenan
jalan napas pasien.
c) Kaji atau pantau pernapasan klien
R/ mengetahui frekuensi pernapasan klien sebagai indikasi dasar
gangguan pernapasan.
d) Berikan posisi yang nyaman misalnya posisi semi fowler
R/ posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru lebih maksimal.
e) Berikan terapi O2 sesuai kebutuhan pasien.
R/ memenuhi asupan oksigen yang adekuat ada pasien.
f) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien.
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya
penumpukan secret.
b. Breathing
Walaupun terkadang jalan napas dapat di tangani tapi belum tentu pola napasnya
sudah teratur. Lihat pergerakan dada klien dan lakukan auskultasi untuk
mendengarkan suara nafas klien. Pada kasus ini dapat terjadi gagal nafas yang
disebabkan oeh kontraksi otot hebat otot-otot pernafasan atau keterlibatan pusat
pernafasan.
Diagnosa : Ketidakefektifan pola nafas b/d kekakuan otot pernapasan/otot
tenggorokan.
Intervensi :
1) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kukum catat adanya sianosis.

35
R/ perubahan warna kulit dan membran mukosa menandakan terjadinya
kekurangan oksigen.
2) Pertahankan istirahat tidur
R/ mencegah kelelahan dan menurunkan kebutuhan oksigen untuk
kemudahan perbaikan infeksi.
3) Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien.
4) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien
serta pipi ke mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien.
5) Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien.
6) Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan pasien
R/ frekuensi dan kedalaman pernafasan menunjukkan usaha lain dalam
memenuhi kebutuhan oksigenasinya.
7) Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
R/ mengetahui adanya bunyi napas tambahan.
c. Circulation
Pada kasus ini terjadi disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi,
hipotensi, aritmia, takikardi dan henti jantung. Kejang dapat lokal maupun
generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia.
Diagnosa keperawatan :
Penurunan curah jantung b/d aritmia
Intervensi :
1) Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan
kehangatan kulit.
R/ penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi perifer.
Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung.

36
2) Berikan posisi terlentang bila tekanan darah dalam rentang lebih rendah
dari biasanya.
R/ memudahkan sirkulasi darah ke jantung.
3) Pantau tanda-tanda vital (nadi, warna kulit) dengan menyentuh nadi
jugularis.
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
4) Pantau tanda-tanda syok
R/ memantau penemuan tanda syok secara dini dapat menjadi dasar untuk
melakukan tindakan secara cepat dan tepat.
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan pariental.
R/ memenuhi kebutuhan cairan klien.
6) Kolaborasi dalam pemberian antikoagulan untuk mencegah pembentukan
thrombus.
R/ antikoagulan mencegah terjadinya pembekuan darah akibat adekuatnya
curah jantung.
SECONDARY SURVEY
a. Observasi TTV secara continue
b. Lakukan pemeriksaan EKG dan EEG
c. Lanjutkan pemberian vaksinasi dan serum anti rabies
d. Pantau kesadaran pasien apakah pasien masih sadar penuh atau pasien jatuh pada
fase coma terutama pantau pernafasannya.
e. Pantau tingkah laku atau mental pasien
Evaluasi
a. Menunjukkan status sirkulasi, neurologis, perfusi jaringan perifer yang adekuat
b. Curah jantung memadai
c. Pola nafas efektif
d. Syok hipovolemik tidak terjadi
e. Rasa nyeri diminimalkan

37
BAB 3

APLIKASI TEORI

3.1 Kasus
Tn. M usia 45 tahun dibawa ke UGD Rumah Sakit Pelita Harapan oleh istrinya
karena terkena sengatan kalajengking pada kaki sebelah kiri ketika di rumah. Pasien
mengeluh nyeri, sakit (senut-senut), dan gatal-gatal pada daerah yang terkena
sengatan kalajengking. Keadaan pasien ketika dibawa ke rumah sakit, kaki kiri pasien
tampak bengkak, kemerahan, mual muntah, dan banyak mengeluarkan keringat, suhu
39oC, tekanan darah 90/60 mmHg, respirasi 16x/menit, nadi 140x/menit.

38
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Kasus Sengatan Kalajengking


4.1.1 Pengkajian

A. IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

Nama : Tn. M Nama : Ny. T

Umur : 45 tahun Umur : 43 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Jawa Suku : Jawa

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP

No. Rekam Medik : 1130013 Alamat : Jl. Jambangan, Surabaya

Alamat : Jl. Jambangan, Surabaya

Diagnosa Medis :

B. RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Keluhan Utama

Pasien mengeluh nyeri, sakit (senut-senut), dan gatal-gatal pada daerah yang
terkena sengatan kalajengking.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Tn. M dibawa ke UGD Rumah Sakit Pelita Harapan oleh istrinya karena terkena
sengatan kalajengking pada kaki sebelah kiri ketika di rumah. Pasien mengeluh
nyeri, sakit (senut-senut), dan gatal-gatal pada daerah yang terkena sengatan

39
kalajengking. Keadaan pasien ketika dibawa ke rumah sakit, kaki kiri pasien
tampak bengkak, kemerahan, mual muntah, dan banyak mengeluarkan keringat.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya

Tn. M mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit yang parah sebelumnya.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tn. M mengatakan tidak ada riwayat penyakit menurun di keluarganya.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Compos mentis


2. TTV :
S: 39oC,
TD: 90/60 mmHg
RR: 16x/menit
N: 140x/menit

B1 (Breathing)

Pergerakan dada simetris, tidak ada pemakaian otot bantu nafas, tidak ada suara
tambahan nafas, Tidak ada gangguan pola nafas, tidak ada cuping hidung, tidak ada
polip, RR:16x/menit.

B2 (Blood)

TD 90/60 mmHg, N 140x/menit, irama nadi tidak teratur (takikardi), anemis (-), CRT
< 3 detik, JVP Normal, CVP (-), akral dingin dan berkeringat, edema pada kaki Tn.M
sebelah kiri, GCS 15.

B3 (Brain)

40
Tidak ada sianosis, hipoksia (-), Refleks Fisiologi (+), parestesia (-), kesadaran
composmentis.

B4 (Bladder)

Minum air putih, tidak ada pemasangan kateter, warna urin kuning jernih dan tidak
berbau, tidak pekat, frekuensi 3x sehari.

B5 (Bowel)

Mukosa bibir lembab, lidah bersih, tidak ada karies gigi, nyeri telan (-), distensi
abdomen (-), peristaltic usus normal, mual muntah (+), hematesis (-), melena (-),
pemasangan NGT (-), diare (-), konstipasi (-), asites (-).

B6 (Bone)

Turgor baik, perdarahan kulit (-), adanya kemerahan pada kulit yang disengat
kalajengking, icterus (-), akral dingin, fraktur (-), luka sengatan kalajengking.

41
Analisa Data
Nama Pasien : Tn. M No. RM : 1130013

Umur : 45 Th Ruang : Anggrek

No. Pengelompokkan Data Etiologi Masalah

1. DS: Infeksi akibat Nyeri Akut ( 00132)


P: Tn.M mengatakan kaki sengatan Domain 12: Kenyamanan
kirinya terasa nyeri kalajengking Kelas 1: Kenyamanan
Q: Nyeri yang dirasakan Tn.M Fisik
seperti di tusuk-tusuk pada
kaki sebelah kirinya
R: Nyeri dirasakan di kaki
sebelah kirinya
S: Skala nyeri 7
T: Nyeri dirasakan Tn.M setiap
hari pada kakinya.
DO:
- Tn.M menunjukkan skala
nyeri 7
- Tn.M terlihat merintih
kesakitan
- Tn. M tampak menyeringai
2. DS: Sepsis akibat Hipertermi (00007)
sengatan
- Tn.M mengatakan kalajengking Domain 11:
badannya terasa hangat. keamanan/perlindungan
- Tn.M mengatakan merasa
tidak enak badan Kelas 6: Termoregulasi
DO:
- Tampak kulit Tn.M
kemerahan .
- Tampak edema pada kaki
kiri.
- N: 140x/menit
- TD: 90/60 mmHg
- RR: 15x menit
3. DS: Trauma Ketidakefektifan perfusi
- Tn. M mengatakan kakinya sengatan jaringan perifer (00204)
terasa berat bila di gerakkan kalajengking
karena bengkak Domain 4:

42
- Tn.M mengatakan nyeri Aktivitas/Istirahat
pada bagian kaki yang
bengkak. Kelas 4: Respons
DO: Kardiovaskular/Pulmonal

- Kaki kiri Tn.M oedem dan


tampak kemerahan.
- Warna kulit pucat saat
elevasi
- Banyak mengeluarkan
keringat .

4.1.2 Diagnosa Keperawatan

Nama Pasien : Tn. M No. RM : 1130013

Umur : 45 Th Ruang : Anggrek

No. Diagnosa Keperawatan Paraf

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Infeksi akibat sengatan Ratu


kalajengking

2. Hipertermi berhubungan dengan Sepsis akibat sengatan Ratu


kalajengking

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan Ratu


Trauma sengatan kalajengking

43
4.1.3 Intervensi
Nama Pasien : Tn. M No. RM : 11300130

Umur : 45 Th Ruang : Anggrek

DIAGNOSA KEPERAWATAN : Nyeri Akut berhubungan dengan Infeksi akibat


sengatan kalajengking

No. Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional Paraf


Hasil
1. NOC: NIC: Ratu
Tissue Integrity: Skin Pain manajemen
& Mucous Membranes Aktivitas:
(Integritas jaringan: 1. Ajarkan teknik dari 1. Dilakukannya
kulit dan membran) manajemen nyeri manajemen nyeri
Setelah dilakukan seperti napas dalam agar pasien tidak
tindakan keperawatan dan melakukan merasakan nyeri
selama 2x24 jam nyeri kegiatan yang pasien yang begitu
dapat teratasi dengan sukai (menonton TV, dalam, sehingga
indikator: membaca dll) dibutuhkan untuk
1. Skin Integrity aktivitas-aktivitas
(3→5) yang ia sukai.
2. Skin lesions 2. Berikan analgesic 2. Agar nyeri yang
(3→5) dan antibiotic sesuai dirasakan pasien
3. Tissue perfusion resep dokter. berkurang dan
baik (2→4) lebih membaik
Keterangan: kembali.
1 = sangat berat 3. Pantau kepuasan 3. Setelah
2 = berat pasien setelah melakukan
3 = sedang melakukan manajemen nyeri
4 = ringan manajemen nyeri. diharapkan
5 = tidak ada pasien merasa
nyaman dengan
aktivitas ringan.

44
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Hipertermi berhubungan dengan Sepsis akibat
sengatan kalajengking

No. Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional Paraf


Hasil
2. NOC: NIC: Ratu
Infection Severity Fever Treatment
(infeksi berat) (pengobatan demam)
Tujuan: Aktivitas:
Setelah dilakukan 1. Pantau suhu dan 1. Agar kita dapat
tindakan keperawatan tanda-tanda vital mengetahui
selama 3x24 jam lainnya kondisi pasien
infeksi dapat teratasi dengan
dengan indikator: pemeriksaan
1. Fever (Demam) TTV.
(3→5) 2. Pantau warna kulit 2. Agar kita dapat
2. Rash (Ruam dan suhu tubuh mengetahui
kemerahan pada kondisi kulit serta
kulit) (2→4) tubuh pasien.
3. Temperature 3. Atur pengobatan 3. Setelah
Instability atau cairan IV pemberian
(ketidakstabilan (antipiretik) pengobatan
suhu tubuh) (3→5) cairan IV
Keterangan: (antipiretik)
1 = sangat berat diharapkan
2 = berat demam pasien
3 = sedang menurun.
4 = ringan 4. Selimuti pasien 4. Agar pasien tetap
5 = tidak ada menggunakan merasa nyaman
selimut atau pakaian serta demam
yang tipis dapat berkurang.
tergantung tahap
demamnya.
5. Agar cairan yang
5. Anjurkan untuk
dibutuhkan dapat
mengkonsumsi
terpenuhi atau
cairan.
tercukupi.

45
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan Trauma sengatan kalajengking

No. Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional Paraf


Hasil
3. NOC: NIC: Ratu
Physical Injury Severity Peripheral Sensation
(Luka berat fisik) Management
Setelah dilakukan Aktivitas:
tindakan keperawatan 1. Bersihkan dengan 1. Diharapkan luka
selama 3x24 jam luka sabun anti bakteri. pasien tetap
dapat teratasi dengan bersih serta tidak
indikator: terkontaminasi
1. Hemmorrge dengan kuman.
(perdarahan) dikulit 2. Berikan obat 2. Agar luka pada
(kaki) (2→5) bubuk antibiotik di pasien cepat
2. Bruise (lebam) pada area luka, yang membaik dan
kulit kaki (2→4) sesuai. kering.
3. Bite Injury (luka 3. Pantau luka setiap 3. Dengan
gigitan) (2→4) hari agar tidak memantau luka
Keterangan: terjadi infeksi pasien setiap hari
1 = sangat berat lanjutan. diharapkan luka
2 = berat tidak bertambah
3 = sedang parah dan tidak
4 = ringan terjadi infeksi
5 = tidak ada lanjutan.

4.1.4 Implementasi Keperawatan


Nama Pasien : Tn. M No. RM : 1130013

Umur : 45 Th Ruang : Anggrek

Tanggal/Jam No. Dx. Tindakan Keperawatan Paraf

1. 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya Ratu


Respon :
Tn. M kooperatif pada saat petugas memeriksa
suhu dan tanda-tanda vital dan pasien tampak
tenang.
2. Pantau warna kulit dan suhu tubuh

46
Respon :
Kemerahan pada kulit pasien mulai hilang
setelah diberikan salep yang diberikan oleh
dokter dan suhu badan pasien mulai menurun
37,5°C.
3. Atur pengobatan atau cairan IV (antipiretik)
Respon :
Pasien tepat waktu setiap akan meminum obat
dan paksien kooperatif pada saat pemberian
cairan IV (antipiret)
4. Selimuti pasien menggunakan selimut atau
pakaian yang tipis tergantung tahap demamnya.
Respon :
Selama pengobatan Tn.M tampak menggunakan
selimut dan memakai baju yang tipis.
5. Anjurkan untuk mengkonsumsi cairan.
Respon :
Pasien kooperatif, melaksanakan anjran perawat
untuk lebih banyak mengkonsumsi cairan atau
air putih dan pasien tampak lebih segar dan tidak
lemas.

2. 1. Ajarkan teknik dari manajemen nyeri seperti Ratu


napas dalam dan melakukan kegiatan yang
pasien sukai (menonton TV, membaca dll).
Respon :
Setelah diberikan teknik dari manajemen nyeri
pasien tampak lebih tenang dan mengikuti saran
dari petugas
2. Berikan analgesic dan antibiotic sesuai resep
dokter.
Respon :
Pasien kooperatif, pasien tepat waktu setiap
meminum obat yang diberikan oleh dokter.
3. Pantau kepuasan pasien setelah melakukan
manajemen nyeri.

47
Respon :
Pasien tidak tampak menyeringai dan pasien
mengatakan nyerinya sudah berkurang.

1. Ajarkan teknik dari manajemen nyeri seperti


napas dalam dan melakukan kegiatan yang
pasien sukai (menonton TV, membaca dll).
Respon :
Setelah diberikan teknik dari manajemen nyeri
pasien tampak lebih tenang dan mengikuti saran
dari petugas
2. Berikan analgesic dan antibiotic sesuai resep
3. dokter. Ratu
Respon :
Pasien kooperatif, pasien tepat waktu setiap
meminum obat yang diberikan oleh dokter.
3. Pantau kepuasan pasien setelah melakukan
manajemen nyeri.
Respon :
Pasien tidak tampak menyeringai dan pasien
mengatakan nyerinya sudah berkurang.

4.1.5 Evaluasi

Nama Pasien : Tn. M No. RM : 113013

Umur : 45 Th/Bln Ruang : Anggrek

Tanggal/Jam No. Dx. Evaluasi Paraf

1. S: Tn. M mengatakan badannya sudah tidak terasa Ratu


hangat lagi dan kemerahan di kaki kirinya sudah
mulai menghilang.
O: Pasien tampak lebih segar dan tidak lemas, suhu
tubuh pasien sudah menurun 37,5°C. Indikator
yang dilakukan telah tercapai (35)
A: Masalah sebagian teratasi

48
P: Rencana tindakan 1 dan 2 dihentikan
Rencana tindakan 3 dan 4 dilanjutkan

S: Tn. M mengatakan nyeri yang dirasakan sudah


sedikit berkurang setelah pemberian obat dan
beberapa teknik untuk megurangi rasa nyeri.
2. O: Pasien tampak sudah tidak menyeringai dan dapat Ratu
mengendalikan rasa nyerinya.
A: Masalah sebagian teratasi
P: Rencana tindakan 1 dihentikan
Rencana tindakan 2 dan 3 dilanjutkan
S: Tn.M mengatakan luka sudah membaik dan sudah
mengering.
O: Kemerahan pada luka pasien sudah hilang dan
3. luka mulai mengering. Oedem pada luka sudah Ratu
mulai mengecil (2→4).
A: Masalah teratasi
P : Rencana 1, 2 dan 3 dihentikan

49
BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Berbagai
macam jenis etiologi yang dapat menyebabkan intoksikasi adalah bahan kimia, racun
dari makhluk hidup, racun yang dihasilkan oleh bakteri, dan racun yang dihasilkan
dari tumbuh-tumbuhan. Manifestasi klinis dari intoksikasi adalah mual muntah, sakit
kepala, buang air besar cair dan dapat menyebabkan koma.
Insect Bites adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat
atau menggigit seseorang. Serangan serangga misalnya seperti tawon, kalajengking,
tawon, dan penyengat lainnya. Pengobatan pada sengatan serangga tergantung pada
jenis reaksi yang terjadi. Jika hanya kemerahan dan nyeri pada bagian yang digigit,
cukup menggunakan es sebagai pengobatan.
Gigitan ular adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksik bisa
ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Penatalaksanaan pada gigitan ular ini
dapat kita lakukan pemeriksaan ABC (Airway, Breathing, Circulation). Selain itu
gigitan dan sengatan pada binatang laut misalnya ubur-ubur, gurita, dan ikan beracun.
Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan ditakuti
karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selalu berakhir dengan
kematian.
5.2 Saran
Dengan terselesaikannya makalah ini kami berharap para pembaca dapat
memahami tentang konsep penyakit Intoksikasi dan Gigitan Binatang serta
menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Gawat Darurat akibat Intoksikasi
dan Gigitan Binatang sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

50
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6.
United States of Amerika : ELSEVIER MOSBY.

Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10. Jakarta : EGC.

Kartikawati N, Dewi. 2012. Buku Ajar Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat,


Cetakan Kedua. Jakarta: Salemba Medika.

Krisanty, Paula dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: TIM.

Morhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) : Measurement


of Health Outcomes, Edisi 5. United States of America : ELSEVIER MOSBY.

Sutiono, Natalia dkk. 2013. Buku Saku Harrison Kedaruratan Medik. Jakarta:
KARISMA Publishing Group.

Swasanti, Niluh & Winkanda Satria Putra. 2014. Pedoman Praktis Pertolongan
Pertama Pada Kedaruratan. Yogyakarta: KATAHATI.

51

Anda mungkin juga menyukai