Anda di halaman 1dari 7

Penanganan pada Pasien Digigit Ular

Tugas Keperawatan Dasar

Disusu Oleh:

1. Andre 6. Intan
2. Ghazi 7. Mila
3. Gilang 8. Riska
4. Anisa 9. Pikong
5. Efia 10. Hyasinta
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering
dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya
pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling
kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah
satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan
subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka
untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi
mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa. Selain kasus
gigitan serangga dan binatang berbisa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud kegawatdaruratan pada gigitan serangga dan binatang
berbisa?
2. Apa saja penyebab gigitan serangga dan binatang berbisa?
3. Bagaimana penatalaksanaan gigitan serangga dan binatang berbisa?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan gigitan serangga dan binatang
berbisa.
2. Untuk mengetahui penyebab gigitan serangga dan binatang berbisa.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan gigitan serangga dan binatang berbisa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gigitan Hewan Berbisa


Gigitan binatang berbisa adalah gigitan atau serangan yang di akibatkan
oleh gigitan hewan berbisa seperti ular, laba-laba, kalajengking, dll. Korban
gigitan ular adalah pasien yang digigit ular atau diduga digigit ular. Racun adalah
zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang
menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan
pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan
kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam
yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan
ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih
sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah
pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan
pertolongan terhadap gigitan ular berbisa.
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia.
Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa
memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat
saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara
subkutan atau intramuskular.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.
Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah
parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa
ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada
spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah
hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang
terjadi. Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada
umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk
famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular
tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus).
Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili
Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan
tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora
intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana),
dan ular king kobra (Ophiophagus hannah).
Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke
bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya.
Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae
memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang
terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular
bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular
bangkai laut (Trimeresurus albolabris).

2.2 Penyebab Gigitan Ular Berbisa

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa


spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun,
beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan
dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa
adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas
gigitan terdapat bekas taring.

Ciri-ciri ular tidak berbisa:

Bentuk kepala segiempat panjang

Gigi taring kecil

Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan


Ciri-ciri ular berbisa:

Bentuk kepala segitiga

Dua gigi taring besar di rahang atas

Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring

Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring,Bisa ular mengandung
toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:

Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena
paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan,
kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.

Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya
atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu
sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis:
luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM,
hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.

Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan


mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.

Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot


jantung.

Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat


terganggunya kardiovaskuler.

Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan
pada tempat patukan

Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penye


Keterangan gambar:
A :contoh tanda luka Gigitan ular tidak berbisa

B : contoh tanda luka Gigitan ular berbisa

2.3 Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular


Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan
menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem
pembuluh darah; bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf
dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan.
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa
pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang
diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan
kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan
ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang
diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah
tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar,
pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan
nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).

2.4
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gigitan binatang pada balita ada beberapa macam, yaitu gigitan serangga,
gigitan binatang berbisa, gigitan binatang yang bisa menyebabkan rabies. Gigitan
serangga ialah gigitan serangga seringkali menyebabkan bengkak, kemerahan,
rasa sakit (senut-senut), dan gatal-gatal. Gigitan binatang berbisa adalah gigitan
atau serangan yang di akibatkan oleh gigitan hewan berbisa seperti ular, laba-
laba, kalajengking, dll. Gigitan binatang yang bisa menyebabkan rabies adalah
seperti anjing. Definisi dari rabies sendiri adalah penyakit menular yang dapat
menyerang saraf manusia, termasuk otak.

3.2 Saran
Sebagai orang tua (pendamping) balita Sebisa mungkin jangan tinggalkan
sikecil dengan hewan peliharaan tanpa pengawasan meski hewan peliharaan
sudah dinilai jinak. Jika terjadi gigitan binatang pada balita segera lakukan
penanganan pertama untuk mencegah menyebarnya racun.

DAFTAR PUSTAKA
David A Warrell.2010. Guidelines for the management of snake-bites. India:
World Health Organization.
Simadibrata.dkk.2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
David A Warrell2005.. Guidelines for the Clinical Management of Snake Bite in
the South-East Asia Region . India: World Health Organization

Anda mungkin juga menyukai