Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering
dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya
pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling
kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah
satunya adalah gigitan binatang yang menyebab infeksi yang menyerang susunan
saraf pusat (rabies).
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula
terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau
organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam
jangka panjang.
Gigitan dan cakaran binatang yang sampai merusak kulit kadang kala
dapat mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan,
sedangkan beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya.
Dalam kasus tertentu gigitan binatang (terutama oleh binatang liar) dapat
menularkan penyakit rabies, penyakit yang berbahaya terhadap nyawa manusia.
Kalelawar, musang juga anjing menularkan sebagian besar kasus rabies. Sebagian
binatang memiliki bisa (racun) yang berfungsi untuk melindungi dirinya dan
berfungsi untuk menaklukkan mangsanya, banyak kasus terkena racun dari
binatang berbisa ini dapat diatasi dengan baik apabila berhasil ditangani sejak
dini, diantara binatang berbisa itu adalah, ular, lipan, ikan terutama sejenis ikan
lele (sembilang).

1
Efek lokal luka gigitan binatang berbisa adalah pembengkakan yang cepat
dan nyeri (Sudoyo, 2010). Korban yang terkena gigitan binatang berbisa harus
segera mendapatkan pertolongan. Prinsip pertolongan pertama terhadap gigitan
binatang berbisa adalah menghindarkan penyebaran bisa dan yang kedua adalah
mencegah terjadinya infeksi pada bagian yang digigit.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas pada
makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud kegawatdaruratan pada gigitan serangga,binatang berbisa
dan binatang laut ?
2. Apa saja penyebab gigitan serangga, binatang berbisa dan binatang laut ?
3. Bagaimana penatalaksanaan gigitan serangga, binatang berbisa dan binatang
laut ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan gigitan serangga, binatang berbisa
dan binatang laut
2. Untuk mengetahui penyebab gigitan serangga, binatang berbisa dan binatang
laut
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan gigitan serangga, binatang berbisa dan
binatang laut

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Definisi Gigitan Serangga

2
Insect Bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga
seringkali menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan
gatal-gatal. Reaksi tersebut boleh dibilang biasa, bahkan gigitan serangga ada
yang berakhir dalam beberapa jam sampai berhari-hari. Bayi dan anak-anak
labih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa. Insect bites
adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat atau
menggigit seseorang.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat
pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati,
darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak
diinginkan dalam jangka panjang.

2. Definisi Gigitan Binatang Berbisa


Gigitan binatang berbisa adalah gigitan atau serangan yang di akibatkan
oleh gigitan hewan berbisa seperti ular.

3. Definisi Gigitan Binatang Laut


Banyak hewan laut menggigit atau menyengat. Beberapa memberikan
racun melalui mereka gigi, tentakel, duri, atau kulit. Lainnya, seperti hiu, tidak
berbisa tetapi dapat menimbulkan gigitan serius dengan besar, gigi yang tajam.
Kebanyakan makhluk yang menyengat atau menggigit telah mengembangkan
perilaku ini sebagai mekanisme pertahanan atau untuk membantu mereka
berburu makanan. Kebanyakan sengatan hewan laut dan gigitan disebabkan
oleh kontak tidak disengaja. Misalnya, Anda bisa menginjak ikan pari terkubur
di pasir atau sikat terhadap ubur-ubur saat berenang. Penyelam dan nelayan
sangat beresiko karena sering dan lama kontak mereka dengan kehidupan laut.

B. Etiologi
Penyebab gigitan serangga dan binatang berbisa Serangga dan binatang
berbisa tidak akan menyerang kecuali kalau mereka digusar atau diganggu.

3
Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga
untuk melindungi sarang mereka.
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang
tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada
penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi
yang tersengat.
Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota
keluarga Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan
reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka. Kematian yang
diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam
menyengat. Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat sengatnya dan
sebenarnya ia mati ketika proses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat
berkali-kali karena tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia
menyengat. Semut api menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya
dan memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.

C. Manifestasi Klinis
1. Gigitan Serangga
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan
atau serangan gigitan serangga diantaranya adalah :
a. Reaksi alergi berat (anaphylaxis).
Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam kahidupan
dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah:
1) Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak
mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-organ penting
(vital)
2) Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan.
3) Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki,
dan selaput lendir (angioedema).
4) Pusing dan kacau
5) Mual, diare, dan nyeri pada perut
6) Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak

4
b. Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.
Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya:
1) Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam
2) Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat
3) Laba-laba gembel (hobo)
4) Kalajengking

c. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.


1) Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah
menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah pembunuh,
mereka lebih agresif dari pada lebah madu kebanyakan dan sering
menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak.
2) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat
berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi
alergi.
3) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya,
kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur
memutar dan berkali-kali.
4) Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
5) Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
6) Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum)
digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan serangga. Penyakit
serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
serta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari setelah penggunaan
anti serum.
7) Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada
seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
8) Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya
malaria.

Serangga dan binatang berbisa tidak akan menyerang kecuali kalau


mereka digusar atau diganggu. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan
untuk pertahanan. Gigitan serangga untuk melindungi sarang mereka.
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang tersusun
dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada

5
penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di
lokasi yang tersengat. Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut
api adalah anggota keluarga Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari
mereka dapat menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi
terhadap mereka.Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih
sering dari pada kematian yang diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon
dan semut api berbeda-beda dalam menyengat. Ketika lebah menyengat, dia
melepaskan seluruh alat sengatnya dan sebenarnya ia mati ketika proses itu
terjadi. Seekor tawon dapat menyengat berkali-kali karena tawon tidak
melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia menyengat. Semut api
menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya dan memutar
tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.
Gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari
berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Kebanyakan gigitan serangga
menyebabakan kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di sekitar area
yang terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut.Kulit yang terkena
gigitan bisa rusak dan terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan tersebut
terluka. Jika luka tersebut tidak dirawat, maka akan mengakibatkan
peradangan akut.
Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak
napas, pingsan dan hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari
reaksi yang disebut anafilaksis.Ini juga diakibatkan karena alergi pada
gigitan serangga.Gigitan serangga juga mengakibatkan bengkak pada
tenggorokan dan kematian karena gangguan udara.Sengatan dari serangga
jenis penyengat besar atau ratusan sengatan lebah jarang sekali ditemukan
hingga mengakibatkan sakit pada otot dan gagal ginjal.

2. Gigitan Binatang Berbisa


Gejala dan tanda gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori mayor :

6
a. Efek lokal
Digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra (Naja spp)
menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat
membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular
kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
b. Perdarahan
Gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal seperti otak atau organ-organ
abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan
dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat
menyebabkan syok atau bahkan kematian.
c. Efek sistem saraf
Bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem saraf. Bisa
ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan
otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan.
Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan
bernafas, dan kesemutan.
d. Kematian otot
Bisa dari Russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa elapid Australia
dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area tubuh.
Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba
menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
e. Mata
Semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada
mata.

D. Penatalaksanaan
1. Gigitan Serangga
a. Pengobatan gigitan serangga pribadi di rumah
Pengobatan tergantung pada jenis reaksi yang terjadi. Jika hanya
kemerahan dan nyeri pada bagian yang digigit, cukup menggunakan es
sebagai pengobatan. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan
air untuk menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti

7
nyamuk). Partikel-partikel dapat mengkontaminasi lebih lanjut jika luka
tidak dibersihkan.
Pengobatan dapat juga menggunakan antihistamin seperti
diphenhidramin (Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil. Losion
Calamine juga bisa membantu mengurangi gatal-gatal.
b. Penatalaksanaan di rumah sakit
1) Tindakan Emergenci
a) Airway: Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi
b) Breathing: Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas
spontan atau pernapasan tidak adekuat.
c) Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki
perfusi jaringan.
2) Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai
menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera
dilakukan.
3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita
yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat
diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal
lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus
halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita
yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh
dengan sabun. Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya
dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam. Pada koma
derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya
dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon
untuk mencegah aspirasi pnemonia.
Anti dotum (Penawar Racun)

8
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek
akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi
timbulk gejala-gejala atropinisasi ( muka merah, mulut kering,
takikardi, midriasis, febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema
paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

2. Gigitan Binatang Berbisa


Penatalaksanaan tergantung derajat keparahan envenomasi; dibagi
menjadi perawatan di lapangan dan manajemen di rumah sakit.
a. Penatalaksanaan di Lapangan
Seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk
mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat.
Sering penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang lebih memperburuk
daripada memperbaiki keadaan, termasuk membuat insisi pada luka gigitan,
menghisap dengan mulut, pemasangan turniket, kompres dengan es, atau
kejutan listrik. Perawatan di lapangan yang tepat harus sesuai dengan prinsip
dasar emergency life support. Tenangkan pasien untuk menghindari hysteria
selama implementasi ABC (Airway, Breathing, Circulation).
Pertolongan Pertama :
1) Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus
mengigit dan menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut sampai
bisa mereka habis.
2) Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat
ditangani secara efektif di instalasi gawat darurat. Batasi aktivitas dan
imobilisasi area yang terkena (umumnya satu ekstrimitas), dan tetap
posisikan daerah yang tergigit berada di bawah tinggi jantung untuk
mengurangi aliran bisa.

9
3) Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk
penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa
keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi.
Alat ini telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu, namun alat
ini semakin tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa secara signifikan,
dan mungkin alat penghisap dapat meningkatkan kerusakan jaringan
lokal.
4) Buka semua cincin atau benda lain yang menjepit / ketat yang dapat
menghambat aliran darah jika daerah gigitan membengkak. Buat bidai
longgar untuk mengurangi pergerakan dari area yang tergigit.
5) Monitor tanda-tanda vital korban, temperatur, denyut nadi, frekuensi
nafas, dan tekanan darah jika mungkin. Tetap perhatikan jalan nafas setiap
waktu jika sewaktu-waktu menjadi membutuhkan intubasi.
6) Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular
yang mengigit kemungkinan berbisa.
7) Segera dapatkan pertolongan medis. Transportasikan korban secara cepat
dan aman ke fasilitas medis darurat kecuali ular telah pasti diidentifikasi
tidak berbahaya (tidak berbisa). Identifikasi atau upayakan
mendeskripsikan jenis ular, tapi lakukan jika tanpa resiko yang signifikan
terhadap adanya gigitan sekunder atau jatuhnya korban lain. Jika aman,
bawa serta ular yang sudah mati. Hati-hati pada kepalanya saat membawa
ular – ular masih dapat mengigit hingga satu jam setelah mati (dari
reflek). Ingat, identifikasi yang salah bisa fatal. Sebuah gigitan tanpa
gejala inisial dapat tetap berbahaya atau bahkan fatal.
8) Jika berada di wilayah yang terpencil dimana transportasi ke instalasi
gawat darurat akan lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit. Jika
memasang bidai, ingat untuk memastikan luka tidak cukup bengkak
sehingga menyebabkan bidai menghambat aliran darah. Periksa untuk
memastikan jari atau ujung jari tetap pink dan hangat, yang berarti
ekstrimitas tidak menjadi kesemutan, dan tidak memperburuk rasa sakit.
9) Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan tidak terdapat efek
mayor dari luka lokal, dapat dipasang pembalut dengan teknik imobilisasi

10
dengan tekanan. Teknik ini terutama digunakan untuk gigitan oleh elapid
Australia atau ular laut. Balutkan perban pada luka gigitan dan terus
sampai ke bagian atas ekstremitas dengan tekanan seperti akan membalut
pergelangan kaki yang terpeleset. Kemudian imobilisasi ekstremitas
dengan bidai, dengan tetap memperhatikan mencegah terhambatnya aliran
darah. Teknik ini membantu mencegah efek sistemik yang mengancam
nyawa dari bisa, tapi juga bisa memperburuk kerusakan lokal pada sisi
gigitan jika gejala yang signifikan terdapat di sana.

b. Penatalaksanaan di Rumah Sakit


Bisa ular terdiri dari terutama protein yang mempunyai effek fisiolgik
yang luas atau bervariasi. Sistem multiorgan, terutama neurologik,
kardiovaskuler , sistem pernapasan mungkin terpengaruh.
Bantuan awal pertama pada daerah gigitan ular meliputi :
1) Mengistirahatkan korban
2) Melepskan benda yang mengikat seperti cincin
3) Memberikan kehangatan
4) Membersihkan luka
5) Menutup luka dengan balutan steril
6) Imobilisasi bagian tubuh di bawah tinggi jantung
Evaluasi awal departemen kedaruratan dilakukan dengan cepat meliputi :
1) Menentukan apakah ular berbisa atau tidak
2) Menentukan dimana dan kapan gigitan ular terjadi dan sekitar gigitan
3) Menetapkan urutan kejadian, tanda dan gejala ( bekas gigi, nyeri,
edema, dan eritem jaringan yang digigit dan di dekatnya)
4) Menentukan keparahan dampak keracunan
5) Memantau tanda vital
6) Mengukur dan mencatat lingkar ekstremitas sekitar gigitan atau ares
pada beberapa titik.
7) Dapatkan data laboratorium yang tepat ( misalnya, HDL , urinalisis, dan
pemeriksaan pembekuan

Proses dan prognosis gigitan ular bergantung pada jenis dan jumlah bisa
dimana terjadi gigitan, dan kesehatan umum, serta usia korban. Tidak ada
protokol khusus penatalaksanaan gigitana ular. Pedoman umum meliputi :
1) Dapatkan data dasar laboratorium

11
2) Jangan gunakan es, tornikuet, heparin, kortikosteroid selama tahap akut.
Kortikosteroid dikontraindikasikan pada jam 6-8 jam pertama setelah
gigitan karena agens ini mendepresi produksi antibodi dan
menyembunyikan kerja antivenin ( antitoksin untuk bisa ular)
3) Cairan parenteral dapat digunakan untuk penatalksanaan hipotensi. Jika
vasopresin digunakan untuk penanganan hipotensi penggunaan harus
dalam jangka pendek
4) Bedah eksplorasi terhadap gigitan jarang di indikasikan
5) Observasi pasien dengan telitiselama 6 jam : pasien tidak pernah
dibiarkan tanpa peratian.

Pemberian antivenin ( antitoksin ). Antivenin paling efektif


diberikan selama 12 jam dan gigitan ular. Dosis bergantung pada tipe ular
dan perkiraan keparahan gigitan. Anak membutuhkan lebih banyka
antinenin daripada orang dewasa karena tubuhnya lebih kecil dan lebih
rentan terhadap efek toksik bisa. Uji kuliit atau mata harus dilakukan
sebelumnya untuk dosis awal untuk mendeteksi alergi terhadap antivenin.
Sebelum meberikan antivenin dan setiap 15 menit setelahnya,
sekitar bagian yang trekena diperiksa. Antivenin diberikan diberikan
dengan tetesan IV kapanpun mungkin, meskipun pemberian ini dapat
dilakukan. Bergantung pada keparahan gigitan ativenin dicairkan 500-
1000ml salin normal: volume cairan mungkin diturunkan untuk anak. Infus
dimulai perlahan dan kecepatan meningkata setelah 10 menit jika tidak ada
reaksi. Dosis total harus di infus selama 4-5 jam pertama setelah
keracunan. Dosis awal di ulang sampai dengan gejala menurun. Setelah
gejala menurun, sekitar daerah yang terkena harus di ukur 30-60 menit
setelah 48 jam kemudian.
Penyebab paling umum dari reaksi serum adalah infus antivenin
yang paling sering terlalu cepat, meskipun sekitar 3% reaksi tidak
berhubungan dengan kecepatan infus. Reaksi yang dari perasaan penuh di
wajah, urtikaria, pruritus, keletihan dan khawatir. Gejala ini mungkin

12
diikuti dengan situasi ini, infus harus dihentikan segera dan diberikan
defenhidramin IV. Vasopresor digunakan jika terdapat syok. Resusitasi
kedarurtan harus siap pada saat antivenin diberikan.
Perawatan definitif meliputi pengecekan kembali ABC dan
mengevaluasi pasien atas tanda-tanda syok (seperti takipneu, takikardi,
kulit kering dan pucat, perubahan status mental, hipotensi). Rawat dahulu
keadaan yang mengancam nyawa. Korban dengan kesulitan bernafas
mungkin membutuhkan endotracheal tube dan sebuah mesin ventilator
untuk menolong korban bernafas. Korban dengan syok membutuhkan
cairan intravena dan mungkin obat-obatan lain untuk mempertahankan
aliran darah ke organ-organ vital.
Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat
mengakibatkan iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat.
Mencucinya bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin
dapat membilas dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan
mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata. Penderajatan
envenomasi membedakan kebutuhan akan antivenin pada korban gigitan
ular-ular viper. Derajat dibagi dalam ringan, sedang, atau berat.
a. Envenomasi ringan ditandai dengan rasa sakit lokal, edema, tidak ada
tanda-tanda toksisitas sistemik, dan hasil laboratorium yang normal.
b. Envenomasi sedang ditandai dengan rasa sakit lokal yang hebat; edema
lebih dari 12 inci di sekitar luka; dan toksisitas sistemik termasuk
nausea, vomitus dan penyimpangan pada hasil laboratorium (misalnya
penurunan jumlah hematokrit atau trombosit).
c. Envenomasi berat ditandai dengan ptekie, ekimosis, sputum bercampur
darah, hipotensi, hipoperfusi, disfungsi renal, perubahan pada
protrombin time dan tromboplastin time parsial teraktivasi, dan hasil-
hasil abnormal dari tes-tes lain yang menunjukkan koagulopati
konsumtif. Penderajatan envenomasi merupakan proses yang dinamis.
Dalam beberapa jam, sindrom ringan awal dapat berkembang menjadi

13
sedang bahkan reaksi yang berat. Beri antivenin pada korban gigitan
ular koral sebagai standar perawatan jika korban datang dalam 12 jam
setelah gigitan, tanpa melihat adanya tanda-tanda lokal atau sistemik.
Neurotoksisitas dapat muncul tanpa tanda-tanda sebelumnya dan
berkembang menjadi gagal nafas. Bersihkan luka dan cari pecahan
taring ular atau kotoran lain. Suntikan tetanus diperlukan jika korban
belum pernah mendapatkannya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Beberapa luka memerlukan antibiotik untuk mencegah infeksi.

Pembedahan
Efek lokal dari keracunan seperti nekrosis lokal, sindrom
kompartemen dan trombosis dari pembuluh darah utama biasanya
terjadi pada pasien yang tidak diterapi dengan anti bisa. Intervensi
pembedahan mungkin dapat dilakukan.
Tetapi intervensi ini menjadi bahaya apabila pasien dengan
komplikasi consumption coagulopathy, trombositopenia, fibrinolisis.
Pada pasien dengan keadaan tersebut harus dilakukan penanganan yang
lebih komperhensif untuk menangani komplikasi dari efek lokal racun
tersebut.

1. Fasciotomy
Jika perawatan dengan elevasi tungkai dan obat-obatan gagal,
ahli bedah mungkin perlu melakukan pembedahan pada kulit sampai
kompartemen yang terkena, disebut fasciotomy. Prosedur ini dapat
memperbaiki pembengkakan dan penekanan tungkai, berpotensi
menyelamatkan lengan atau tungkai. Fasciotomi tidak diindikasikan
pada setiap gigitan ular, tapi dilakukan pada pasien dengan bukti
objektif adanya peningkatan tekanan kompartemen. Cedera jaringan
setelah sindrom kompartemen bersifat reversible tapi dapat dicegah.
2. Nekrotomi

14
Dikerjakan bila telah nampak jelas batas kematian jaringan,
kemudian dilanjutkan dengan cangkok kulit. Dalam penanganan yang
menyeluruh, maka perlu dilakukan pengambilan darah untu
pemeriksaan waktu protrombin, APTT, D-Dimer, fibrinogen, dan Hb,
leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit, CK. Periksa waktu
pembekua, jika dalam 10 menit menunjukkan adanya koagulopati.
Juga dapat dilakukan apus tempat gigitan dengan venom detection.

3. Gigitan Binatang Laut


Pertolongan Pertama Pada Sengatan Hewan Laut :
Perawatan pada sengatan hewa laut bervariasi tergantung pada jenis gigitan atau
sengatan. Tapi beberapa aturan umum yang berlaku untuk penanganan sengatan
hewan laut:
a. Jangan biarkan korban latihan, karena hal ini dapat menyebarkan racun,
kecuali dokter memerintahkan
b. Jangan memberi obat apapun.
c. Air tawar sering memperburuk racun, sehingga bilas luka hanya dengan air
laut.
d. Jika Anda menghapus sebuah stinger, pakailah sarung tangan.
e. Gunakan handuk untuk menyeka tentakel liar atau sengatan.
E. Komplikasi
a. Komplikasi pada pasien dengan gigitan serangga/binatang
1. Kejang
2. Koma
3. Henti jantung
4. Henti napas
5. Syok

b. Komplikasi pada pasien dengan gigitan binatang berbisa


Sindrom kompartemen adalah komplikasi tersering dari gigitan ular pit
viper. Komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit.
Komplikasi kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat
terjadi. Jarang terjadi kematian. Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadinya kematian atau komplikasi serius karena ukuran tubuh mereka
yang lebih kecil. [5] Perpanjangan blokade neuromuskuler timbul dari
envenomasi ular koral.

15
Komplikasi yang terkait dengan antivenin termasuk reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (anafilaksis, tipe I) dan tipe lambat (serum sickness,
tipe III). Anafilaksis terjadi dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE), berkaitan
dengan degranulasi sel mast yang dapat berakibat laryngospasme, vasodilatasi,
dan kebocoran kapiler. Kematian umumnya pada korban tanpa intervensi
farmakologis. Serum sickness dengan gejala demam, sakit kepala, bersin,
pembengkakan kelenjar lymph, dan penurunan daya tahan, muncul 1 – 2
minggu setelah pemberian antivenin.

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan,hiporefleksi

b. Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi, hipotensi (pada kasus berat),
aritmia jantung, pucat, sianosis, keringat banyak.

c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih, distensi vesika urinaria, bising usus
menurun, kerusakan ginjal.
Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat,merah,coklat

d. Makanan Cairan
Gejala : Dehidrasi, mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban, berkeringat banyak

e. Neurosensori

16
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, midriasis, miosis, pupil mengecil,
kram otot/kejang
Tanda : Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi kehilangan memori, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia), koma,syok.

f. Nyaman / Nyeri
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

g. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek, depresi napas, hipoksia
Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, batuk produktif

h. Keamanan
Gejala : Penurunan tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia

i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat terpapar toksin(obat,racun),obat nefrotik penggunaan berulang

Kaji kondisi pasien,apabila ada sengatan akan ditemukan :


1) Mendesah
2) Sesak nafas
3) Tenggorokan sakit atau susah berbicara
4) Pingsan atau lemah
5) Infeksi
6) Kemerahan
7) Bengkak
8) Nyeri
9) Gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan

Pada gigitan ular dapat ditemukan data :


1) Tampak kebiruan
2) Pingsan
3) Lumpuh
4) Sesak nafas
5) Syok hipovolemik
6) Nyeri kepala
7) Mual dan muntah
8) Nyeri perut
9) Diare
10) Keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan

17
B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
b. Syok septik berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
c. Rasa gatal, bengkak dan bintik-bintik merah berhubungan dengan proses
inflamasi
d. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
e. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak
adekuat

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Criteria


No Intervensi
Hasil
1. Nyeri NOC : NIC :
 Pain Level, Pain Management
Definisi :  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
Sensori yang tidak  Comfort level secara komprehensif termasuk
menyenangkan dan Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
pengalaman emosional  Mampu frekuensi, kualitas dan faktor
yang muncul secara aktual mengontrol nyeri presipitasi
atau potensial kerusakan (tahu penyebab nyeri,  Observasi reaksi nonverbal
jaringan atau mampu menggunakan dari ketidaknyamanan
menggambarkan adanya tehnik nonfarmakologi  Gunakan teknik komunikasi
kerusakan (Asosiasi Studi untuk mengurangi terapeutik untuk mengetahui
Nyeri Internasional): nyeri, mencari pengalaman nyeri pasien
serangan mendadak atau bantuan)  Kaji kultur yang
pelan intensitasnya dari  Melaporkan bahwa mempengaruhi respon nyeri
ringan sampai berat yang nyeri berkurang  Evaluasi pengalaman nyeri
dapat diantisipasi dengan dengan menggunakan masa lampau
akhir yang dapat diprediksi manajemen nyeri  Evaluasi bersama pasien dan
dan dengan durasi kurang  Mampu mengenali tim kesehatan lain tentang
dari 6 bulan. nyeri (skala, ketidakefektifan kontrol nyeri
intensitas, frekuensi masa lampau
Batasan karakteristik : dan tanda nyeri)  Bantu pasien dan keluarga
- Laporan secara  Menyatakan rasa untuk mencari dan menemukan
verbal atau non verbal nyaman setelah nyeri dukungan
- Fakta dari observasi berkurang  Kontrol lingkungan yang
- Posisi antalgic  Tanda vital dalam dapat mempengaruhi nyeri
untuk menghindari nyeri rentang normal seperti suhu ruangan,
- Gerakan melindungi pencahayaan dan kebisingan
- Tingkah laku  Kurangi faktor presipitasi

18
berhati-hati nyeri
- Muka topeng  Pilih dan lakukan
- Gangguan tidur penanganan nyeri (farmakologi,
(mata sayu, tampak capek, non farmakologi dan inter
sulit atau gerakan kacau, personal)
menyeringai)  Kaji tipe dan sumber nyeri
- Terfokus pada diri untuk menentukan intervensi
sendiri  Ajarkan tentang teknik non
- Fokus menyempit farmakologi
(penurunan persepsi waktu,  Berikan analgetik untuk
kerusakan proses berpikir, mengurangi nyeri
penurunan interaksi dengan  Evaluasi keefektifan kontrol
orang dan lingkungan) nyeri
- Tingkah laku  Tingkatkan istirahat
distraksi, contoh : jalan-  Kolaborasikan dengan dokter
jalan, menemui orang lain jika ada keluhan dan tindakan
dan/atau aktivitas, aktivitas nyeri tidak berhasil
berulang-ulang)  Monitor penerimaan pasien
- Respon autonom tentang manajemen nyeri
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah, Analgesic Administration
perubahan nafas, nadi dan  Tentukan lokasi,
dilatasi pupil) karakteristik, kualitas, dan
- Perubahan derajat nyeri sebelum pemberian
autonomic dalam tonus otot obat
(mungkin dalam rentang  Cek instruksi dokter tentang
dari lemah ke kaku) jenis obat, dosis, dan frekuensi
- Tingkah laku  Cek riwayat alergi
ekspresif (contoh : gelisah,  Pilih analgesik yang
merintih, menangis, diperlukan atau kombinasi dari
waspada, iritabel, nafas analgesik ketika pemberian lebih
panjang/berkeluh kesah) dari satu
- Perubahan dalam  Tentukan pilihan analgesik
nafsu makan dan minum tergantung tipe dan beratnya
nyeri
Faktor yang berhubungan :  Tentukan analgesik pilihan,
Agen injuri (biologi, kimia, rute pemberian, dan dosis
fisik, psikologis) optimal
 Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

19
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)

2. PK : Syok Septik Tujuan : setelah a. Pantau adanya tanda dan


dilakukan tindakan gejala syok septic
keperawatan b. Kolaborasi pemberian
diharapkan dapat antimikrobal, suplemen
meminimalkan intravena, pemeriksaan
terjadinya syok septik laboratorium
kultur/sputum/pewarnaan gram,
hitung darah lengkap, tes
serologis, laju sedimentasi,
elektrolit

3. Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :


 Respiratory status : Airway Management
Definisi : Pertukaran udara Ventilation  Buka jalan nafas,
inspirasi dan/atau ekspirasi  Respiratory status : guanakan teknik chin lift atau
tidak adekuat Airway patency jaw thrust bila perlu
 Vital sign Status  Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
- Penurunan tekanan  Mendemonstrasikan  Identifikasi pasien
inspirasi/ekspirasi batuk efektif dan suara perlunya pemasangan alat jalan
- Penurunan pertukaran nafas yang bersih, nafas buatan
udara per menit tidak ada sianosis dan  Pasang mayo bila perlu
- Menggunakan otot dyspneu (mampu  Lakukan fisioterapi dada
pernafasan tambahan mengeluarkan sputum, jika perlu
- Nasal flaring mampu bernafas  Keluarkan sekret dengan
- Dyspnea dengan mudah, tidak batuk atau suction
- Orthopnea ada pursed lips)  Auskultasi suara nafas,
- Perubahan  Menunjukkan jalan catat adanya suara tambahan
penyimpangan dada nafas yang paten  Lakukan suction pada
- Nafas pendek (klien tidak merasa mayo
- Assumption of 3-point tercekik, irama nafas,  Berikan bronkodilator
position frekuensi pernafasan bila perlu
- Pernafasan pursed-lip dalam rentang normal,  Berikan pelembab udara
- Tahap ekspirasi tidak ada suara nafas Kassa basah NaCl Lembab
berlangsung sangat lama abnormal)  Atur intake untuk cairan
- Peningkatan diameter  Tanda Tanda vital mengoptimalkan keseimbangan.
anterior-posterior dalam rentang normal  Monitor respirasi dan
- Pernafasan rata- (tekanan darah, nadi, status O2

20
rata/minimal pernafasan)
 Bayi : < 25 atau > 60 Terapi Oksigen
 Usia 1-4 : < 20 atau >  Bersihkan mulut, hidung dan
30 secret trakea
 Usia 5-14 : < 14 atau >  Pertahankan jalan nafas yang
25 paten
 Usia > 14 : < 11 atau >  Atur peralatan oksigenasi
24  Monitor aliran oksigen
- Kedalaman pernafasan  Pertahankan posisi pasien
 Dewasa volume  Onservasi adanya tanda tanda
tidalnya 500 ml saat hipoventilasi
istirahat  Monitor adanya kecemasan
 Bayi volume tidalnya 6- pasien terhadap oksigenasi
8 ml/Kg
- Timing rasio
- Penurunan kapasitas Vital sign Monitoring
vital  Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
Faktor yang berhubungan :  Catat adanya fluktuasi
- Hiperventilasi tekanan darah
- Deformitas tulang  Monitor VS saat pasien
- Kelainan bentuk berbaring, duduk, atau berdiri
dinding dada
- Penurunan  Auskultasi TD pada
energi/kelelahan kedua lengan dan bandingkan
- Perusakan/pelemaha  Monitor TD, nadi, RR,
n muskulo-skeletal sebelum, selama, dan setelah
- Obesitas aktivitas
- Posisi tubuh  Monitor kualitas dari
- Kelelahan otot nadi
pernafasan  Monitor frekuensi dan
- Hipoventilasi irama pernapasan
sindrom
 Monitor suara paru
- Nyeri
- Kecemasan  Monitor pola pernapasan
- Disfungsi abnormal
Neuromuskuler  Monitor suhu, warna,
- Kerusakan dan kelembaban kulit
persepsi/kognitif  Monitor sianosis perifer
- Perlukaan pada  Monitor adanya cushing
jaringan syaraf tulang triad (tekanan nadi yang
belakang melebar, bradikardi, peningkatan
- Imaturitas sistolik)
Neurologis

21
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

4. Hipertermia NOC : NIC :


Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik Kriteria Hasil :  Monitor suhu sesering
diatas rentang normal  Suhu tubuh dalam mungkin
rentang normal  Monitor IWL
Batasan Karakteristik:  Nadi dan RR  Monitor warna dan suhu kulit
 kenaikan suhu dalam rentang normal  Monitor tekanan darah, nadi
tubuh diatas rentang  Tidak ada dan RR
normal perubahan warna kulit  Monitor penurunan tingkat
 serangan atau dan tidak ada pusing, kesadaran
konvulsi (kejang) merasa nyaman  Monitor WBC, Hb, dan Hct
 kulit kemerahan  Monitor intake dan output
 pertambahan RR  Berikan anti piretik
 takikardi  Berikan pengobatan untuk
 saat disentuh tangan mengatasi penyebab demam
terasa hangat  Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
Faktor faktor yang  Berikan cairan intravena
berhubungan :  Kompres pasien pada lipat
- penyakit/ trauma paha dan aksila
- peningkatan  Tingkatkan sirkulasi udara
metabolisme  Berikan pengobatan untuk
- aktivitas yang mencegah terjadinya menggigil
berlebih
- pengaruh
medikasi/anastesi Temperature regulation
- ketidakmampuan/pe  Monitor suhu minimal tiap 2
nurunan kemampuan untuk jam
berkeringat  Rencanakan monitoring suhu
- terpapar secara kontinyu
dilingkungan panas  Monitor TD, nadi, dan RR
- dehidrasi  Monitor warna dan suhu kulit
- pakaian yang tidak  Monitor tanda-tanda
tepat hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya kehangatan
tubuh
 Ajarkan pada pasien cara

22
mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan yang
diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

23
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun
yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu.
Salah satu penyebab keracunan adalah gigitan binatang.
Serangan binatang laut berbahaya merupakan salah satu resiko yang
dihadapi oleh para wisatawan dan orang yang berada/bekerja diair laut. Disamping
itu resiko karena sifat alamiah laut seperti arus, pasang surut, ombak, suhu air laut,
kondisi didasar laut dan jenis pekerjaan/kegiatan yang dilaukan dilaut juga
menimbulkan resiko trauma diair laut.Binatang laut yang biasanya menyerang para
wisatawan yang berlibur di pantai adalah bulu babi, ikan pari, kerang laut, ular

24
laut, ubur-ubur, stonefish, gurita dan sebagainya. Keadaan yang sering muncul
apabila pasien telah tergigit dengan binatang laut adalah akan adanya bekas gigitan
pada kulit pasien,rasa gatal di area yang tergigit, kemerahan, suhu tubuh
meningkat, pasien merasa mual dan bahkan muntak,sianosis,bengkak,pasien
nampak kebingungan , perdarahan pasien pingsan, lumpuh, sesak nafas, alergi,
syok hipopolemik, nyeri kepala bahakan pasien dapat meninggal apabila tidak
ditangani dengan cepat.

B. Saran
1. Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca dapat
memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan dan Gigitan
Binatang.
2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih
mengetahui dan menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Keracunan dan Gigitan Binatang.

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M.G dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), 6 th Indonesia


edition. Indonesia : Mocomedia
Carpenito-Moyet, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Djoni Djunaedi. Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam,2009.h.280-3.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius.
FKUI : Jakarta
Moorhead Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Indonesia
edition. Indonesia: Mocomedia
Noer Syaifoellah.1996.Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta
SDKI, DPP & PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:definisi dan
indikator diagnostik. (Edisi 1). Jakarta: DPPPPNI

25
Suzanne C. Brenda G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

26

Anda mungkin juga menyukai