Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH GIGITAN SERANGGA

DIBUAT OLEH :

1. EMANUEL ROBERTUS BRIA


NIM : 221112009
2. CHARLES LODDEWYK SOUISA
NIM : 221112007

PROGRAM STUDI NERS


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Serangga adalah salah satu jenis binatang yang mempunyai jumlah
anggota terbesar dalam populasi binatang yaitu lebih dari 72%. Serangga dapat
dijumpai diberbagai tempat. Selama ini kehadiran beberapa jenis serangga
telah mendatangkan manfaat bagi manusia, misalnya lebah madu, ulat sutera,
dan serangga penyerbuk. Meskipun demikian, tidak sedikit serangga yang
justru membawa kerugian bagi kehidupan manusia, misalnya serangga
perusak tanaman dan nyamuk. Pada kelompok serangga nyamuk lebih
berbahaya bagi kesehatan manusia dibandingkan dengan jenis serangga
lainnya (Kardinan, 2003).
Serangga dapat dijumpai hampir di semua daerah permukaan bumi, baik di tanah,
udara, maupun di air tawar, atau dapat ditemukan sebagai parasit pada makhluk hidup lain
(Aziz, 2008). Serangga menjadi kelompok hewan yang dominan di muka bumi dengan
prosentase jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari 751.000
spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia (Meilin, 2016).
Serangga dapat bersifat sebagai hama,predator, parasitoid, atau musuh alami (Christian dan
Gotisberger, 2000).
Dalam kehidupan manusia, serangga dapat berdampak positif dan negatif. Serangga
memiliki peranan yang menguntungkan dan dibutuhkan dalam sektor pertanian. Di sisi lain,
serangga bersifat sebagai parasit pada manusia, serta dapat menjadi perantara penyakit
kepada manusia seperti Musca domestica (lalat rumah), dan nyamuk demam berdarah
(Sastrodihardjo, 1979). Penularan penyakit dari serangga dapat melalui gigitan atau sengatan.
Setiap orang yang disengat atau digigit oleh serangga mungkin akan mengalami luka
pembengkakan yang menyakitkan di tempat terjadinya sengatan atau gigitan. Sengatan
serangga biasanya menyebabkan rasa sakit yang hebat dan membakar. Kemudian akan
muncul kemerahan dan area kecil pembengkakan. Ini biasanya hanya sementara dan akan
hilang dalam beberapa jam.
Bagi beberapa orang, hal tersebut tidak berbahaya. Namun, bagi beberapa orang yang
sensitif, akan mengalami reaksi alergi terhadap racunnya. Reaksi alergi terhadap sengatan
atau gigitan serangga dapat bersifat sistemik. Reaksi sistemik yang berat dan berpotensi
mengancam jiwa ini dikenal sebagai anafilaktik.
Gigitan atau sengatan serangga seperti lebah, tomcat, tungau, dan lain-lain dapat
menimbulkan suatu alergiataupun penyakit yang lebih parah jika tidak ditangani dan diobati
dengan benar. Banyak kasus yang terjadi akibat gigitan serangga, salah satunya adalah
kematian akibat sengatan lebah yang terjadi di Amerika Serikat. Kasus tersebut telah
dilaporkan sebanyak 40 sampai 50 kasus per tahun. Prevalensi reaksi alergi akibat sengatan
lebah antara 0,09 sampai 0,45 per sejuta populasi setiap tahun (Mingomataj et al., 2002).
Selama 5 tahun pengamatan, dilaporkan terjadinya reaksi anafilaksis, 15% dari seluruh
kasus disebabkan oleh sengatan lebah. Sedangkan, di Indonesia, belum diperoleh angka
laporan terkait kasus tersebut(Faisal, 2004). Kasus lainnya yaitu seorang wanita berumur 24
tahun, yang tinggal disebuah apartemen sewaan mengalami eritema multiformis dan juga
edema di daerah wajah, leher,punggung, jari-jari tangan setelah digigit oleh tungau (Andres
et al., 2015). Tungau mengeluarkan antikoagulan dan senyawa-senyawa aktif lainnya seperti
kinin dan protease yang akan berpenetrasi ke dalam kulit sehingga dapat menghisap darah
dan juga jaringan cair lainnya (Andres et al., 2015). Di Indonesia, tepatnya di Surabaya, pada
tahun 2008, seorang anak laki-laki berusia 2 tahun mengalami paederus dermatitis yang lebar
di beberapa bagian tubuh yaitu di pantat, perut bawah, dan paha bagian atas. Paederus
dermatitis adalah dermatitis kontak iritan akut yang disebabkan oleh pederin, suatu toksin
yang disekresi oleh serangga dari genus paederus (Novianto, 2010).
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang
menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan
hewan. Salah satunya adalah gigitan binatang yang menyebab infeksi yang menyerang
susunan saraf pusat (rabies). Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan seperti
gigitan anjing, kucing dan monyet maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat
kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan binatang
tersebut.

B. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan pada keracunan dan gigitan seranggga
2.    Untuk mengetahui penyebab keracunan dan gigitan seranggga
3.    Untuk mengetahui penatalaksanaan keracunan dan gigitan seranggga
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Gigitan serangga atau insect bites umumnya merujuk pada reaksi hipersensitivitas dan
peradangan baik lokal maupun sistemik akibat gigitan atau kontak dengan serangga.
Penyebab kondisi ini adalah insecta yang termasuk dalam filum Arthropoda, yakni nyamuk,
lalat, kutu, tungau, lebah, dan tawon. Kondisi ini diyakini sangat sering terjadi pada populasi
umum, tetapi prevalensinya sulit diketahui secara pasti karena kebanyakan kejadian gigitan
serangga tidak dilaporkan.
Terminologi ‘gigitan serangga’ di masyarakat umum secara medis dapat berarti gigitan
ataupun sengatan serangga dari kelompok artropoda. Gigitan serangga ini dapat
bermanifestasi sebagai lesi kulit berupa bintik-bintik atau bercak kemerahan yang disertai
bengkak akibat trauma langsung, reaksi peradangan, ataupun reaksi alergi terhadap air liur
serangga. Lesi kulit ini juga dapat berkembang menjadi lokasi infeksi sekunder bakteri.
Selain menimbulkan reaksi lokal pada kulit, gigitan atau sengatan serangga juga dapat
berperan sebagai moda transmisi virus, bakteri, atau protozoa lainnya. Reaksi sistemik gigitan
atau sengatan serangga bervariasi dari gangguan saraf, gangguan saraf otonom, hingga
kegagalan organ. Pada beberapa individu dapat terjadi reaksi alergi berat (anafilaksis) akibat
sengatan serangga.
Insect bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga seringkali
menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut) dan rasa gatal. Insect bites adalah
gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat atau menggigit seseorang.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk
ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati,
ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung
sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang
tidak diinginkan dalam jangka panjang.
B. KLASIFIKASI SERANGGA
Chilopoda
Kelabang termasuk dalam kelas Chilopoda yang memiliki karakteristik morfologi
berupa satu pasang kaki di tiap ruas tubuh dan adanya struktur menyerupai capit pada kepala
yang terhubung pada kalenjar racun. Gigitan kelabang biasanya tampak sebagai dua titik
perdarahan yang dikelilingi ruam kemerahan dan tampak bengkak. Racun mengandung
metalloprotease yang menyebabkan nyeri. Terapi suportif dapat diberikan dengan cara
mencuci bekas gigitan dengan air dan sabun, kompres es, dan menggunakan obat analgesik
dan steroid.

Diplopoda
Berbeda dengan kelabang, kaki seribu memiliki dua pasang kaki di tiap ruas tubuhnya.
Gigitan kaki seribu dapat menyebabkan reaksi lokal berupa rasa terbakar yang hebat, diikuti
dengan ruam kemerahan dan terbentuknya benjolan besar berisi cairan (bula) akibat efek
toksik racun. Bekas gigitan akan membekas sebagai ruam berwarna gelap (hiperpigmentasi).
Pengobatan suportif dapat diberikan dengan cara mencuci bekas gigitan dengan air dan
sabun, kompres es, dan menggunakan obat analgesik dan steroid.

Kutu Busuk (Bedbugs)


Cimex lectularius, atau sering disebut kutu busuk atau kutu kasur, merupakan kutu
penghisap darah yang dapat ditemukan di seluruh dunia. Kutu kasur berbentuk pipih, oval,
berwarna merah kecoklatan, dan berukuran panjang 3-6 mm. Kutu kasur biasanya ditemukan
di sela-sela kasur dan sofa. Gigitan kutu kasur biasanya tampak sebagai bintik-bintik kecil
kemerahan yang gatal, yang muncul di sisi tubuh yang tertutup pakaian. Pengobatan yang
dapat diberikan antara lain salep steroid dan obat antihistamin untuk mengurangi rasa gatal.
Penggunaan insektisida mungkin diperlukan untuk eliminasi seluruh kutu kasur yang terdapat
di perabot rumah tangga.

Kissing Bugs
Kissing bugs, atau triatome bugs, merupakan jenis serangga yang dapat berperan
sebagai vektor parasit Trypanosoma cruzi, penyebab penyakit Chagas. Serangga ini
berukuran panjang 1,5-2,5 cm, berwarna coklat atau hitam dengan garis merah atau kuning
yang khas pada tubuhnya. Kissing bugsbiasanya ditemukan di benua Amerika. Serangga ini
dapat menularkan parasit T. cruzimelalui kotorannya. Individu biasanya tertular pada saat
tidak sengaja menggosok kotoran serangga di bagian tubuhnya yang luka, atau di mata atau
mulut. Gigitan kissing bugs secara umum tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya tampak
sebagai bintik kemerahan yang dapat berkembang menjadi pembengkakan yang disebut
chagoma. Individu dengan penyakit Chagas biasanya tidak menunjukkan gejala, tetapi proses
penyakit terus berlangsung secara kronis, dengan komplikasi umum pada organ pencernaan 
atau jantung.

Lalat
Terdapat beberapa kelompok lalat penghisap darah yang berpotensi menyebabkan penyakit
pada manusia, antara lain deer fly, horse fly, sand fly, dan lalatTsetse.  Lalat Tsetse (Glossina
sp.) menularkan Trypanosoma bruceipenyebab penyakit African trypanosomiasis, sand
fly(Phlebotomussp.; Lutzomyiasp.) menularkan patogen penyebab penyakit bartonellosis dan
leishmaniasis, dan deer fly(Chrysops sp.) mentransmisikan cacing Loa loa dan bakteri
penyebab penyakit tularemia. Black fly(Simulium sp.) dapat mentransmisikan cacing
penyebab onchocerciasis dan mansonellosis, sedangkan horse fly(famili Tabanidae) juga
dapat berperan sebagai vektor beberapa spesies cacing filaria. Gigitan lalat biasanya
bermanifestasi sebagai bintik-bintik kemerahan menyerupai biduran yang terasa nyeri.
Pengobatan suportif dapat diberikan dengan obat analgesik, antihistamin, dan kompres es.
Myiasis merupakan infestasi larva lalat pada tubuh manusia. Penyakit ini terjadi saat lalat
meninggalkan larvanya pada luka yang terdapat di tubuh manusia. Larva lalat tersebut lalu
memakan jaringan sekitar luka, sehingga menyebabkan perluasan luka. Terapi biasanya
menggunakan pendekatan bedah.

Hymenoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo Hymenoptera antara lain lebah, tawon, dan semut
api. Sengatan serangga dalam kelompok ini biasanya menimbulkan ruam kemerahan dan
bengkak yang disertai nyeri hebat. Reaksi alergi (anafilaksis) dapat terjadi pada individu yang
sensitive terhadap racun serangga. Gejala anafilaksis dapat berupa nyeri perut hebat, sesak
napas, mengi, bengkak seluruh tubuh, hingga penurunan kesadaran.
Lebah yang merupakan anggota famili Apidae memiliki sengat yang akan tertinggal di
tubuh mangsa setelah sengatan dan hanya mampu menyengat satu kali, sedangkan tawon dari
famili Vespidae memiliki kemampuan untuk menyengat mangsa berulang kali. Sengat lebah
harus dilepaskan dari lokasi sengatan, diikuti dengan kompres es dan pemberian analgesik,
steroid, dan antihistamin. Semut api termasuk ke dalam famili Formicidae yang memiliki
kemampuan untuk menggigit dan menyengat. Semut api biasanya menyerang secara
berkelompok, dengan temuan klinis berupa bintik kecil kemerahan dengan dua titik gigitan
yang disertai rasa terbakar hebat. Bekas gigitan dapat berkembang menjadi benjolan berisi
cairan. Terapi gigitan semut api sama dengan terapi sengatan lebah dan tawon.

Pinjal (Fleas)
Spesies pinjal yang dapat berperan sebagai vektor patogen penyebab penyakit pes,
tularemia, dan endemic typhus antara lain Xenopsylla cheopis dan Pulex irritans. Pinjal
merupakan parasit berukuran panjang 2-4 mm dan berwarna merah kecoklatan. Siklus hidup
pinjal terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago (dewasa). Gigitan pinjal dapat berupa bintik
kemerahan yang sangat gatal. Lesi kulit dapat berkembang menjadi biduran hingga benjolan
berisi cairan. Pengobatan gigitan pinjal dapat diberikan dengan obat analgesik, steroid, dan
antihistamin.

Caplak (Ticks)
Secara umum, caplak dapat dikategorikan menjadi caplak dengan cangkang keras (hard
tick; famili Ixodidae) dan cangkang lunak (soft tick; famili Argasidae). Secara morfologi,
caplak dewasa berbentuk oval dan memiliki 4 pasang kaki. Tubuh caplak akan membesar
seiring dengan jumlah darah yang dihisap. Pada saat menggigit, caplak melepaskan substansi
yang menghambat penjendalan darah, sehingga caplak dapat menghisap darah dalam jumlah
banyak. Gigitan caplak biasanya bersifat tidak nyeri, dan biasanya individu tidak sadar bahwa
caplak masih menempel di tubuhnya. Caplak dapat berperan sebagai vektor patogen
penyebab penyakit Rocky Mountain spotted fever, endemic typhus, ehrlichiosis, Q-fever,
hemorrhagic fever, Lyme disease, relapsing fever, tularemia, danbabesiosis. Pengobatan
gigitan caplak dapat diberikan dengan obat analgesik, steroid, dan antihistamin. Apabila
caplak masih menempel, maka caplak perlu dilepaskan secara hati-hati menggunakan pinset.

Kalajengking
Kalajengking memiliki ekor dengan sengat pada ujung ekor yang mengandung kalenjar
racun. Sengatan kalajengking bermanifestasi menyerupai sengatan lebah dan tawon berupa
ruamh kemerahan dan bengkak yang disertai nyeri hebat. Selain itu, racun kalajengking dapat
menyebabkan gejala sistemik seperti tekanan darah tinggi, jantung berdebar, perubahan irama
jantung, serta kejang otot. Terapi suportif dapat diberikan dengan cara mencuci bekas
sengatan dengan air dan sabun, kompres es, dan menggunakan obat analgesik dan steroid.
Rujukan lebih lanjut diperlukan apabila individu menunjukkan gejala sistemik.

Laba-laba
Dua jenis laba-laba yang dapat menyebabkan penyakit dengan dampak besar pada
manusia adalah laba-laba Black Widowdan Brown Recluse. Secara umum, laba-laba hanya
akan menggigit manusia jika merasa terancam. Laba-laba Black Widow (Latrodectus
mactans) banyak ditemukan di Amerika. Laba-laba ini berukuran panjang 1,5 cm, berwarna
hitam dengan corak pungguung berbentuk jam pasir berwarna merah atau oranye. Gigitan
laba-laba jenis ini biasanya menimbulkan benjolan kemerahan dengan dua titik gigitan yang
disertai rasa kebas. Gejala sistemik dapat muncul berupa mual dan muntah, tekanan darah
tinggi, jantung berdebar, perubahan irama jantung, serta kejang otot. Terapi suportif dapat
diberikan dengan cara mencuci bekas gigitan dengan air dan sabun, kompres es, dan
menggunakan obat analgesik dan steroid. Rujukan lebih lanjut diperlukan apabila individu
menunjukkan gejala sistemik.
Laba-labaBrown Recluse(Loxosceles reclusa) berukuran 1-1,5 cm, berwarna kuning
kecoklatan dengan corak menyerupai biola pada punggungnya. Laba-laba jenis ini juga
banyak ditemukan di Amerika. Berbeda dengan Black Widow, gigitan laba-laba Brown
Recluse menimbulkan kematian jaringan, sehingga bekas gigitan tampak seperti benjolan
berisi cairan (bula) hingga jaringan mati (nekrosis) yang tidak disertai rasa nyeri. Terapi
suportif dapat diberikan dengan cara mencuci bekas gigitan dengan air dan sabun, kompres
es, dan menggunakan obat analgesik dan steroid.

Chiggers (Tungau)
Chiggers termasuk dalam kelompok tungau, dari famili Trombiculidae. Larva tungau
ini dapat menjadi vektor bakteri penyebab penyakit scrub typhus di beberapa negara di Asia.
Tungau ini dapat ditemukan di kebun, rerumputan, dan di hutan. Chiggers dapat menempel
pada tubuh manusia yang tidak tertutup pakaian seperti layaknya caplak, misalnya di
pergelangan kaki, belakang telinga, dan terkadang ketiak. Pada awalnya, gigitan tungau ini
berupa bintik kemerahan yang tidak nyeri, tetapi seiring dengan berjalannya waktu dapat
berkembang menjadi jaringan kulit kehitaman (eschar). Pengobatan gigitan chiggers dapat
diberikan dengan obat analgesik, steroid, dan antihistamin. Apabila tungau masih menempel,
maka tungau perlu dilepaskan secara hati-hati menggunakan pinset.
Hal utama dalam pencegahan gigitan serangga adalah menggunakan repelen serangga
yang mengandung insektisida DEET (N, N-diethyl-meta-toluamide) dengan konsentrasi 20-
50%. Repelen golongan ini dapat melindungi individu dari gigitan sebagian besar nyamuk
dan caplak. Selain menggunakan repelen, pencegahan gigitan serangga dapat dilakukan
dengan mengenakan pakaian tertutup dan berwarna terang.

C. ETIOLOGI
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain :
1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan seperti
pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ), golongan gas (nitrogen metana,
karbon monoksida, klor ), golongan logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan
bahan organik ( akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).
2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan serangga,
gigitan ular berbisa , anjing dll
3.  Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis : Bacillus cereus,
Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli dll
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis : jamur amnita,
jamur psilosibin, oleander, kecubung dll

Faktor Risiko Digigit Serangga


Terkena gigitan atau sengatan serangga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Lingkungan tempat tinggal yang gelap, lembab, atau berdekatan dengan lahan kosong,
semak-semak, kebun, atau hutan. Riwayat alergi, pada diri sendiri dan riwayat alergi dalam
keluarga, Pekerjaan seperti orang yang bekerja di perkebunan, Golongan darah O. Menurut
penelitian yang dipublikasi dalam the Journal of Medical Entomology, orang-orang
bergolongan darah O memiliki risiko dua kali lebih besar digigit serangga penghisap darah
dibanding golongan darah lainnya.

D. PATOFISIOLOGI
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan
tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga
terganggu,sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah
perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi
mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,hipotermia
terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin
tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang
terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia
Secara patofisiologi, gejala yang timbul akibat gigitan serangga diakibatkan oleh respons
inflamasi lokal dan sistemik yang terjadi. Reaksi hipersensitivitas dapat timbul dalam waktu
cepat atau lambat yang bermanifestasi secara ringan hingga berat.

Trauma Mekanis pada Area Gigitan


Trauma mekanik akibat gigitan menyebabkan respons inflamasi lokal seperti nyeri dan
pembengkakan. Sebagian besar gigitan serangga hanya menyebabkan luka tusuk superfisial
pada kulit. Namun, perlukaan ini juga berpotensi menjadi jalur masuknya bakteri yang
menyebabkan infeksi sekunder.

Respons Inflamasi dan Reaksi Anafilaksis Akibat Kandungan Saliva Serangga


Sebagian besar keluhan yang timbul pada gigitan serangga disebabkan oleh respon
imun penderita terhadap injeksi saliva serangga. Saliva serangga mengandung beberapa
komponen biologis, seperti enzim lisosom, antikoagulan, vasodilator, imunomodulator, dan
komponen lain yang belum dapat diidentifikasi.
Saliva yang masuk ke dalam tubuh manusia dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe
1 dan 4. Selain itu, saliva serangga juga menghambat sistem koagulasi, meningkatkan aliran
darah, dan menimbulkan efek anestesi pada lokasi gigitan.
Pada reaksi hipersensitivitas tipe 1 (diperantarai IgE), terjadi aktivasi sel mast yang
menyebabkan pelepasan mediator inflamasi, seperti histamin dan sitokin. Hal ini
menimbulkan keluhan gatal dan tanda inflamasi lain dalam waktu cepat. Reaksi
hipersensitivitas ini bisa menimbulkan gejala ringan hingga berat, termasuk anafilaksis.
Sementara itu, pada reaksi hipersensitivitas tipe 4 (tidak diperantarai IgE) respons inflamasi
muncul lebih lambat atau disebut dengan delayed hypersensitivity reaction.

Serangga sebagai Vektor Penyakit Lainnya


Serangga dapat berperan sebagai vektor dalam transmisi beberapa penyakit. Berikut
adalah beberapa jenis serangga beserta penyakit yang dibawanya.

 Kutu (ticks) merupakan vektor dari penyakit Lyme


 Nyamuk merupakan vektor dari penyakit malaria, demam dengue, virus Zika, atau
yellow fever
 Kissing bugs merupakan vektor dari parasit Trypanosoma cruzi yang menyebabkan
Chagas Disease

 Lalat dapat mentransmisikan penyakit leismaniasis, bartonellosis, dan tularemia

C. MANIFESTASI KLINIK
Gejala digigit serangga dapat berupa reaksi lokal, terbatas pada tempat gigitan atau
sengatan berupa gatal rasa nyeri atau tidak nyaman di tempat gigitan atau sengatan panas
seperti terbakar Bengkak atau kulit melepuh disekitar tempat gigitan atau sengatan. Pada
beberapa orang tertentu atau jenis serangga yang beracun, gigitan atau sengatan dapat
menimbulkan reaksi pada seluruh tubuh seperti :
1. Bentol-bentol dan gatal diseluruh tubuh (urtikaria)
2. Bengkak pada wajah dan bibir (angioedema)
3. Kelemahan tubuh sampai kelumpuhan, Demam
4. Gejala sistem pencernaan : mual, muntah, diare, Pusing, Pingsan
5. Reaksi Anafilaktik (syok Anafilaktik), yaitu reaksi alergi berat yang dapat mengancam
nyawa. Gejala-gejala reaksi anafilaktik yaitu ruam dan gatal seluruh tubuh,
pembengkakan tenggorokan, sesak nafas, jantung berdebar, tekanan darah menurun,
gelisah, keringat dingin, mual muntah, hingga kesadaran menurun. Reaksi ini terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit setelah digigit atau disengat serangga. Racun yang
dikeluarkan serangga dan masuk kedalam tubuh sebagai alergen (zat perangsang reaksi
alergi). Jika tidak ditangani dengan cepat, reaksi ini dapat menimbulkan kematian.
6. Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
7. Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan, anak terlihat lemah.
8. Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan pandangan kabur.
9. Bingung.
10. Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan
11. Reaksi lain yang kadang bisa terjadi : demam tinggi, haus, banyak berkeringat, bintik
merah kecil di kulit dan membran mukosa
E. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan Emergenci
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau
pernapasan tidak adekuat.
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
2. Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari
penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang
harus segera dilakukan.
3. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan
pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai
diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila
kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi
kurang dari 4 – 6 jam. pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung
sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk
mencegah aspirasi pnemonia.
4. Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat
penumpukan.
a.  Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala
atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 –
8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak
dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut
yang sering fatal.
F. KOMPLIKASI
a. Kejang
b.  Koma
c. Henti jantung
d. Henti napas
e. Syok
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Insect bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga seringkali
menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut) dan rasa gatal. • Insect bites
adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat atau menggigit seseorang.

B. SARAN
Jika mengalami gejala reaksi alergi hebat atau reaksi anafilaktik, sebaiknya langsung
dibawa ke unit gawat darurat (UGD). Selama perjalanan ke rumah sakit, jika pengidap
muntah atau penurunan kesadaran jangan diberi makan. Penanganan cepat tim dokter di UGD
berupa pemberian oksigen, pemasangan jalur infus, dan penyuntikan obat epinefrin yang
telah diencerkan. Pemberian obat ini tidak dapat dilakukan sendiri dirumah karena efek
samping yang berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.halodoc.com/kesehatan/digigit-serangga
https://www.alodokter.com/gigitan-serangga

Alpern JD, Dunlop SJ, Dolan BJ, Stauffer WM, Boulware DR. Personal Protection Measures
Against Mosquitoes, Ticks, and Other Arthropods. Med Clin North Am. 2016;100(2):303-16.
Erickson TB, Cheema N. Arthropod Envenomation in North America. Emerg Med Clin
North Am. 2017;35(2):355-75.
Haddad V, Jr., Cardoso JL, Lupi O, Tyring SK. Tropical dermatology: Venomous arthropods
and human skin: Part I. Insecta. J Am Acad Dermatol. 2012;67(3):331.e1-14; quiz 45.
Haddad V, Jr., Cardoso JL, Lupi O, Tyring SK. Tropical dermatology: Venomous arthropods
and human skin: Part II. Diplopoda, Chilopoda, and Arachnida. J Am Acad Dermatol.
2012;67(3):347.e1-9; quiz 55.
Juckett G. Arthropod bites. Am Fam Physician. 2013;88(12):841-7.
Quan D. North American poisonous bites and stings. Crit Care Clin. 2012;28(4):633-59.
Steen CJ, Carbonaro PA, Schwartz RA. Arthropods in dermatology. J Am Acad Dermatol.
2004;50(6):819-42, quiz 42-4.
Powers J, McDowell RH. Insect Bites[Updated 21 May 2019]. Treasure Island, FL,
StatPearls Publishing. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537235/.
Vasievich MP, Villarreal JD, Tomecki KJ. Got the Travel Bug? A Review of Common
Infections, Infestations, Bites, and Stings Among Returning Travelers. Am J Clin Dermatol.
2016;17(5):451-62.

Anda mungkin juga menyukai