Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Kehidupan manusia tidak lepas dengan lingkungan diantaranya dengan


binatang,banyak sekali jenis binatang berbisa beracun yang mungkin dapat menggigit
manusia. Banyak kasus yang ditanggulangi dalam gigitan binatang adalah pertama
gigitan binatang beracun. Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam
tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan
dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, dan bahkan kematian.(Seminar
& Perintis, 2018)

Binatang yang beresiko menciderai manusia dapat berupa gigitan serangga dan ular
yang berbisa. Hewan tersebut menginjeksi racun kedalam tubuh melalui gigitan bila
terasa terancam atau terusik. Binatang tersebut memiliki toksin yang dapat mengancam
kesehatan bahkan keselamatan manusia. Salah satu alat pertahanan yang dimiliki
serangga yaitu sengatan yang terdapat pada tawon,lebah,dan bahkan beberapa jenis
semut. (Masyarakat & Asean, 2016)

Binatang lain yang beresiko menciderai manusia yaitu uler berbisa. Ciri-ciri ular
berbisa adalah bentuk kepala segitiga, dua gigi taring besar di rahang atas, dan
bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring.1Ular berbisa memiliki
sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran
untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau
intramuskular. Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk
melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan untukpertahanan diri. Bisa ular
dihasilkan oleh kelenjarparotid yang terletak di bagian bawah kepala belakang
mata. Efek toksik bisa ularpada saat menggigit mangsanya bergantung darispesies,
ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu
atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi. (Subroto &
Lismayanti, 2017)

B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN
BAB

PATOFISIOLOGI

A. Pada ular

Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida,enzim dan protein. Jumlah bisa,
efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan usia ular. Bisa ular
bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur. Secara mikroskop electron
dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan
pada sel-sel endotel dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan
membran plasma. Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-
reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan histamin adalah
sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang terdapat pada bisa ular
misalnya Larginine esterase menyebabkan pelepasan bradikininsehingga menimbulkan
rasa nyeri, hipotensi, mual dan muntah serta seringkali menimbulkan keluarnya
keringat yang banyak setelah terjadi gigitan. Enzim protease akan menimbulkan
berbagai variasi nekrosis jaringan. Phospholipase A menyebabkan terjadi hidrolisis
dari membran sel darah merah. Hyaluronidase dapat menyebabkan kerusakan dari
jaringan ikat. Amino acid esterase menyebabkan terjadi KID. Pada kasus yang berat
bisa ular dapat menyebabkan kerusakan permanen, gangguan fungsi bahkan dapat
terjadi amputasi pada ekstremitas.

B. Pada Serangga

Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang disebut
Pteromone. Pteromone ini tersusun dari protein dan substansi lain atau bahan kimia
yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga
mengakibatkan kemerahan, bengkak, dan rasa gatal di lokasi yang tersengat yang akan
hilang dalam beberapa jam. Gigitan atau sengatan dari lebah, tawon, penyengat, si jaket
kuning, dan semut api dapat menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang
alergi terhadap mereka. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam menyengat.
Apabila gigitan terjadi pada area mulut atau kerongkongan, pteromone yang
dikeluarkan oleh serangga akan menyebabkan menyempitnya saluran pernafasan
sehingga dapat mengakibatkan susah bernapas yang akan berlanjut pada syok
anafilaksis, dan bisa berakhir pada kematian
DAFTAR PUSTAKA

Masyarakat, M., & Asean, E. (2016). PROSIDING SEMABIO Seminar Nasional


Biologi 2016.

Seminar, P., & Perintis, K. (2018). 1) 2) 3) ), 1(1).

Subroto, H., & Lismayanti, L. (2017). Snake-Bite with Disseminated Intravascular


Coagulation ( DIC ) and Stage II Hypertension Vulnus Morsum Serpentum
dengan Disseminated Intravascular Coagulation ( DIC ) dan Hipertensi Stage II
Hendra Subroto *, Leni Lismayanti **, 1(5), 486–499.

Anda mungkin juga menyukai