Abstrak
Ular merupakan satwa liar yang habitatnya paling dekat dengan manusia. Gigitan ular
dikategorikan WHO sebagai “Neglected Tropical Disease” atau Penyakit Tropis Terabaikan
dan menyumbang kematian lebih dari 100.000 orang di seluruh dunia tiap tahun, sebagian
besar berasal dari negara berkembang yang terletak di daerah tropis dengan penduduk padat.
Kematian akibat gigitan ular disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu tingkat bisa ular yang
menggigit, keadaan korban, penanganan pertama, akses ke rumah sakit yang memadai, dan
ketersediaan antivenom. Penanganan pertama yang tepat ketika tergigit ular berbisa adalah
dengan imobilisasi, yaitu membuat bagian tubuh yang tergigit hanya bergerak seminimal
mungkin atau bahkan tidak bergerak, dan mendapatkan antivenom via infus jika sudah
memasuki fase sistemik. Ketidaktahuan masyarakat mengenai penanganan pertama yang tepat
dan dianjurkan serta ketidaktersediaan antivenom ular yang tepat di rumah sakit dapat
meningkatkan jumlah orang yang tewas akibat gigitan ular.
Abstract
Snakes are wild animals whose habitat is closest to humans. Snake bites are
categorized by WHO as " Neglected Tropical Disease " and contribute to the death of more
than 100,000 people worldwide each year, mostly from developing countries located in
tropical regions with dense populations. Death due to snakebite is caused by several factors,
namely the rate of snake bite, the condition of the victim, first treatment, adequate access to
hospital, and availability of antivenom. The first appropriate treatment when bitten by a
poisonous snake is by immobilization, which makes the bitten part of the body only move to a
minimum or even not moving, and get antivenom via infusion if it has entered the systemic
phase. Public ignorance of the first proper and recommended treatment and the unavailability
of proper snake antivenom in hospitals can increase the number of people killed by snake
bites.
yang memiliki banyak populasi yang tidak pada daerah uvea, dan pecahnya sel darah
terkonsentrasi di wilayah perkotaan. merah. Dalam penanganan gigitan ular
Konfrontasi ini sering berakhir dengan salah diperlukan tatalaksana yang cepat dan
satu pihak yang celaka, entah pihak manusia dipastikan penyebab gigitan apakah
karena digigit atau dibelit, entah pihak ular. disebabkan ular berbisa. Identifikasi jenis
Banyak ular yang dibunuh karena warga gigitan dan gejala akibat gigitan berguna
menggeneralisasi semua ular berbahaya, dalam penegakan diagnosis maupun terapi
atau sekedar karena mitos yang melekat untuk menghindari kecacatan dan keadaan
padanya. yang mengancam jiwa.(Pratama, 2017)
Di negara-negara tropis, di mana Ular berbisa dapat dijumpai di seluruh
kelimpahan reptilia baik dari segi spesies belahan dunia, kecuali pada beberapa pulau,
dan jumlah paling banyak, gigitan ular lingkungan dingin, dan terletak tinggi dari
berbisa menjadi masalah yang terselubung. permukaan laut. Gigitan ular berbisa dan
Setiap tahun, diperkirakan lebih dari tiga kematian yang diakibatkan merupakan
ratus ribu orang tergigit oleh ular dan lebih masalah kesehatan publik yang penting pada
dari seratus ribu orang meninggal tiap tahun daerah pedesaan. Populasi pada daerah ini
karena tergigit ular, sebagian besar memiliki morbiditas dan mortalitas yang
korbannya berasal dari Asia Selatan, Asia tinggi karena akses pelayanan kesehatan
Tenggara, dan sub-Sahara Afrika, tempat di yang buruk, yang seringkali suboptimal dan
mana pemukiman padat penduduk pada beberapa keadaan, kelangkaan
dikombinasikan dengan keberadaan jenis antivenom, yang merupakan satu-satunya
ular berbisa dan ketidaktahuan warga pengobatan spesifik.(Medikanto et al., 2017)
menangani gigitan ular, ditambah terkadang Korban gigitan yang selamat
akses yang kurang memadai ke rumah sakit. mengalami sekuele fisik permanen akibat
Gigitan ular merupakan salah satu nekrosis jaringan lokal, dan sekuele
masalah kesehatan yang sering terjadi di psikologis. Karena kebanyakan korban
negara tropis dan subtropis. Pada tahun gigitan ular masih muda, maka pengaruh
2009, WHO memasukkan gigitan ular dalam terhadap ekonomi karena disabilitas mereka
daftar neglected tropical disease dan sampai perlu dipertimbangkan. Disamping besarnya
sekarang tetap sebagai masalah kesehatan efek terhadap populasi, gigitan ular tidak
masyarakat global. Mayoritas penduduk mendapat perhatian yang cukup dari
Indonesia bekerja di bidang pertanian pelayanan kesehatan nasional dan
dianggap sebagai populasi berisiko tinggi internasional, dan dapat dikategorisasi
untuk terkena gigitan ular. Di Indonesia sebagai penyakit tropikal yang
tidak ada laporan epidemiologi nasional terabaikan.(Luman, n.d.)
yang tersedia disebabkan oleh sistem
pelaporan yang kurang akurat. Data SOLUSI/TEKNOLOGI
epidemiologi kasus gigitan ular hanya dari
laporan rumah sakit. Hanya ada 42 kasus Bisa ular terdiri dari campuran beberapa
gigitan ular yang diobati pada antara tahun polipeptida, enzim dan protein. Jumlah bisa,
2004 dan 2009. Wanita lebih jarang digigit efek letal dan komposisinya bervariasi
ular dibandingkan pria, kecuali pekerjaan tergantung dari spesies dan usia ular. Bisa
didominasi oleh wanita. Anak-anak dan ular bersifat stabil dan resisten terhadap
dewasa muda merupakan puncak usia yang perubahan temperatur. Secara mikroskop
sering digigit ular. (Suryati et al., 2018) elektron dapat terlihat bahwa bisa ular
Gigitan ular dapat menyebabkan merupakan protein yang dapat menimbulkan
kerusakan pada jaringan lokal, nekrosis sel kerusakan pada sel-sel endotel dinding
perdarahan dalam, hilangnya fungsi dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan
otot, pembengkakan, tekanan darah turun, kerusakan membran plasma. Komponen
kerusakan pada kornea, iritasi dan bengkak peptida bisa ular dapat berikatan dengan
ular tersebut berasal dari Indonesia bagian Bripka Desri Sahroni, yang meninggal
timur (Pulau Papua). Hanya terdapat dua karena tergigit death adder saat bertugas
spesies ular dari famili Viperidae dalam dua jaga di Mimika, Papua. Karena itu, kasus
puluh kasus tersebut, yaitu Calloselasma dengan gigitan ular yang sama bisa tidak
rhodostoma (viper tanah) dan Trimeresurus tercatat jika tidak terangkat ke media, yang
albolabris (viper mulut putih). C. menyulitkan pembuatan data.
rhodostoma berdiam di tanah yang ditutupi
serasah, sedangkan T. albolabris KESIMPULAN
beraktivitas di pohon. Manusia umumnya
tak sengaja menginjak atau menyenggol Ular yang berkonfrontasi dan menggigit
ular-ular ini karena ketidaktahuan dan manusia kebanyakan berasal dari famili
ketidakwaspadaan, berkat kamuflase kedua Elapidae, dan sebagian dari Viperidae, dan
jenis ular ini yang cukup baik, dan akhirnya dapat disebabkan karena keteledoran
tergigit. pemelihara ular ataupun murni kecelakaan.
Jika dilihat dari cara penanganan awal, Genus ular terbanyak yang menggigit adalah
sebagian besar korban atau orang di sekitar Naja atau kobra. Penanganan gigitan ular di
korban sudah mengerti bahwa penanganan Indonesia masih terbatas pada penanganan
teraman adalah dengan pergi ke rumah sakit, tradisional dan penanganan rumah sakit.
meskipun masih ada yang melarikan korban Tidak semua rumah sakit di Indonesia
ke tabib, dukun, atau pawang ular. Hal mempunyai stok antibisa ular.
tersebut dikarenakan kepercayaan dan
kearifan lokal yang masih cukup besar. UCAPAN TERIMA KASIH
Namun, berdasarkan data di atas, tidak ada
korban selamat yang berasal dari Pelaksanaan kegiatan ini dapat
penanganan tradisional tersebut. Ketiga terlaksana karena kerjasama semua pihak.
korban selamat adalah mereka yang Kami mengucapkan terimakasih.
mendapatkan perawatan di rumah sakit dan
penyuntikan antibisa ular. Sebagian besar PUSTAKA
korban yang lain meninggal karena tidak
mendapatkan penanganan pertama yang Avau, B., Borra, V., Vandekerckhove, P., &
tepat, tidak mencapai rumah sakit pada Buck, E. De. (2016). The Treatment of
waktunya, tidak mendapatkan antibisa ular, Snake Bites in a First Aid Setting : A
atau jarak waktu yang terlalu lama antara Systematic Review. 1–20.
digigit dengan penanganan, biasanya karena https://doi.org/10.1371/journal.pntd.00
korban tidak merasakan gigitan ular dan 05079
baru bertindak setelah ada gejala yang Luman, A. (n.d.). Gigitan ular berbisa. 1–
muncul. 21.
Meskipun demikian, data di atas masih Medikanto, A. R., Matthaeus, L., Vanende,
tergolong bias karena tidak semua kasus M., & Sutarni, S. (2017). Viperidae
gigitan atau konfrontasi ular dengan Snake Bite : Kasus Serial Viperidae
manusia dilaporkan dan tercatat dari 2017- Snake Bite : Case Series. April, 361–
2019, sehingga analisis di atas dapat 374.
berubah jika didapatkan data yang lebih Pediatri, S., Niasari, N., & Latief, A. (2003).
lengkap dan akurat. Sebagian besar data Gigitan Ular Berbisa. 3.
yang diperoleh merupakan kasus yang viral Pratama, G. Y. (2017). Gigitan Ular
atau terkenal karena korban yang digigit dan padaRegio Manus Sinistra Snake
rekaman yang beredar luas di media sosial, BiteRegio Manus Sinistra. 7, 33–37.
misalnya kasus Iskandar, seorang satpam Putra, A. A. G., & Jaya, S. (2017). Tata
perumahan di Serpong, Tangerang Selatan, laksana gigitan ular yang disertai
karena salah menangani ular weling, dan sindrom kompartemen di ruang terapi