2020
BAB I
PENDAHULUAN
1. Tahap Prodromal
Pada tahap awal gejala yang timbul adalah demam, lemas, lesu, tidak nafsu
makan/anorexia, insomnia, sakit kepala hebat, sakit tenggorokan dan sering ditemukan
nyeri.
2. Tahap Sensoris
Pada tahap ini sering ditemukan rasa kesemutan atau rasa panas (parestesi) di lokasi
gigitan, cemas dan reaksi berlebih terhadap rangsang sensorik.
3. Eksitasi
Pada tahap ini penderita mengalami berbagai macam gangguan neurologik,
penderita tampak bingung, gelisah, mengalami halusinasi, tampak ketakutan disertai
perubahan perilaku menjadi agresif, serta adanya bermacam-macam fobia yaitu
hidrofobia, aerofobia, fotofobia. Hidrofobia merupakan gejala khas penyakit rabies
karena tidak ditemukan pada penderita penyakit enchepalitis lainnya. Gejala lainnya yaitu
spasme otot, hiperlakrimasi, hipersalivasi, hiperhidrosis dan dilatasi pupil. Setelah
beberapa hari pasien meninggal karena henti jantung dan pernafasan. Dari seluruh
penderita rabies sebanyak 80% akan mengalami tahap eksitasi dan lamanya sakit untuk
tahap ini adalah 7 hari dengan rata-rata 5 hari
4. Tahap Paralisis
Bentuk lainnya adalah rabies paralitik, bentuk ini mencapai 30 % dari seluruh kasus
rabies dan masa sakit lebih lama dibandingkan dengan bentuk furious.Bentuk ini ditandai
dengan paralisis otot secara bertahap dimulai dari bagian bekas luka gigitan/cakaran.
Penurunan kesadaran berkembang perlahan dan akhirnya mati karena paralitik otot
pernafasan dan jantung. Pada pasien dengan gejala paralitik ini sering terjadi salah
diagnosa dan tidak terlaporkan. Lamanya sakit untuk rabies tipe paralitik adalah 13 hari,
lebih lama bila dibandingkan dengan tipe furious.
Pada Hewan (Anjing)
Gejala klinis pada anjing sesuai dengan manifestasinya dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap
prodromal, tahap eksitasi, dan tahap paralitik.
1. Tahap Prodromal
Tahap ini merupakan tahap awal dari gejala klinis yang berlangsung selama 2 – 3
hari. Terdapat perubahan perilaku hewan yaitu hewan tidak mengenal tuannya, sering
menghindar dan tidak mengacuhkan perintah tuannya. Mudah terkejut dan cepat berontak
bila ada provokasi. Terjadi kenaikan suhu tubuh, dilatasi pupil dan refleks kornea
menurun terhadap rangsangan.
2. Tahap Eksitasi
Tahap eksitasi berlangsung selama 3 – 7 hari, mulai mengalami fotofobi sehingga
hewan akan bersembunyi di kolong tempat tidur, dibawah meja atau kursi. Anjing terlihat
gelisah, adanya gerakan halusinasi dimana anjing bersikap seolah–olah akan mencaplok
serangga yang terbang di udara. Sering mengunyah benda di sekitarnya seperti lidi,
kawat, kerikil, jeruji kandang, dan benda lainnya yang tidak sewajarnya atau yang
dikenal dengan istilah pika. Bila dikandangkan anjing akan berjalan mondar-mandir
sambil menggeram. Perilaku anjing akan berkembang semakin sensitif, beringas dan akan
menyerang semua obyek yang bergerak. Seringkali mulutnya berdarah akibat giginya
tanggal atau akibat mengunyah benda keras dan tajam.Pada tahap ini mulai terjadi
paralisis otot laring dan faring yang menyebabkan perubahan suara menyalak anjing,
suaranya akan berubah menjadi parau. Juga terjadi kekejangan otot menelan sehingga
akan terjadi hipersalivasi, frekuensi nafas berubah cepat, air liur berbuih kadang disertai
darah dari luka di gusi atau mulutnya.
3. Tahap Paralisis
Tahap ini berlangsung sangat singkat sehingga gejalanya tidak diketahui, terjadi
kelumpuhan otot pengunyah sehingga rahang tampak menggantung. Suaranya sering
seperti tersedak akibat kelumpuhan otot tenggorokan. Terjadi paralisis kaki belakang
sehingga saat jalan kaki belakang diseret.
Dikenal terdapat 2 tipe rabies pada hewan yaitu:
a) Tipe Ganas
Tipe ganas apabila didominasi tahap eksitasi dimana anjing akan terlihat beringas
serta akan menyerang semua benda yang bergerak.
b) Tipe Dumb (Tenang)
Tipe tenang apabila hewan yang terinfeksi rabies setelah gejala prodormal langsung
masuk ke tahap paralisis.
2.5 Patofisiologi
Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan
bahas mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran oleh kuku hewan
penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva yang
ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtiva mungkin infeksisus. Ekskreta
kekelawar yang mengandung virus rabies cukup meimbulkan bahaya rabies pada mereka
yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang diciptakan oleh kelelawar. Penularan rabies
melalui transpaln kornea dari pederita dengan ensepahlitis rabies yang tidak di diagnosa pada
resipien/penerima sehat setelah direkam dengan cukup sering. Penularan dari ke orang secara
teoritis mungkin tetapi kurang terdokumentasi dan jarang.
Sebagian besar penularan virus rabies terjadi melalui gigitan anjing yang telah
terinfeksi rabies. Virus masuk ke dalam tubuh melalui luka bekas gigitan hewan terinfeksi
rabies dan luka terbuka yang terpapar saliva dari hewan pembawa rabies yang telah
terinfeksi. Penularan rabies dapat juga terjadi melalui jilatan hewan, tranplantasi kornea, dari
donor terinfeksi rabies (Mattos et all., 2001).
Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus melalui saliva, virus tidak bisa
masuk melalui kulit utuh. Setelah virus rabies masuki melalui luka gigitan, muka selama 2
minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai
ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.
Bagian otak yang terserang adalah medulla oblongata dan annon’s hoorn. Virus yang masuk
dalam tubuh bereplikasi di dalam neuromuscular junction dan kemudian menjalar melalui
lapisan lemak sistem saraf menuju syistem saraf pusat (Child dan Real, 2002).
Di dalam sistem saraf pusat, virus rabies kemudian menyebar dan memperbanyak diri
dalam neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel limbik, hipotalamus,
dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian
kea rah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom.
Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan dalam tubuh dan
berkembang baik dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, ginal, dan sebagainya.
(Kementrian Kesehatan, 2016).
2.7 Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada fase
koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra kranial, kelainan pada
hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindron abnormalitas hormon artidimetik (SAHAD);
disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, Hipertemia/ hipotermia.,
aritmia dan henti jantung. Kejang dapat lokal maupun generalisata dan sering bersamaan
dengan aritmia dan gangguan respirasi.
Pada stadium prodromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan alkalosis
respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi pernapasan terjadi pada fase neurologik
akut. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan otonomik.
2.8 Penatalaksanaan
Penderita yang terkena gigitan Anjing atau Kucing atau Kera segera :
1. Cuci luka gigitan dengan sabun atau detergernt di air mengalir selama 10-15 menit dan
beri antiseptic (betadine, alcohol 70%, obat merah dll)
2. Segera ke puskesmas/ rabies center/ rumah sakit untuk mencari pertolongan selanjutnya
3. Di puskesmas/ rabies center/ rumah sakit dilakukan :
1) Penanganan luka gigitan
Cuci luka gigitan dengan sabun atau detergernt di air mengalir selama 10-15
menit dan beri antiseptic (betadine, alcohol 70%, obat merah dll)
Anamnesis apakah didahukui tindakan provokatif, hewan yang menggigit
menunjukkan gejala rabies, penderita gigitan hewan pernah divaksinasi dan
kapan, hewan penggigit pernah divaksinasi dan kapan.
Identifikasi luka gigitan
Luka resiko tinggi : jilatan/ luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu (mukosa,
leher, kepala) luka pada jari tangan, kaki, genetalia, luka lebar/dalam dan luka
yang banyak.
2) Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Serum Anti Rabies (SAR)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RABIES
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
Nama Klien, No. RM, Tempat Tanggal Lahir, Umur, Agama, Pendidikan, Alamat, Jenis
Kelamin, Penanggung Jawab
2. Riwayat Penyakit
a. Apakah pernah digigit anjing ?
b. Sudah berapa hari luka gigitan ?
c. Daerah tubuh mana yang digigit ?
d. Apakah klien pernah diberikan serum anti rabies atau vaksin anti rabies?
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Pernafasan
Peningkatan tingkat pernafasan
Takikardi
Suhu umumnya meningkat (37,9 ºC)
mengigil
b. Status Nutrisi
Kesulitan dalam menelan makanan
Berapa berat badan pasien
Mual dan muntah
Status gizi
Porsi makanan yang dihabiskan
c. Status Neurosensori
Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Keamanan
Kejang
kelemahan
e. Integritas Ego
Klien merasa cemas
Klien kurang paham tentang penyakitnya
4. Pengkajian Fisik Neurologik
a. Tanda-tanda vital
Suhu
Pernafasan
Denyut jantung
Tekanan darah
Tekanan nadi
b. Pemeriksaan kepala Fontanel
Menonjol, rata, cekung
Bentuk umum kepala
c. Reaksi pupil
Ukuran
Reaksi terhadap cahaya
Kesamaan respon
d. Tingkat Kesadaran Kewaspadaan
Respon terhadap panggilan
Iritabilitas
Latergi dan rasa menggantuk
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
e. Aktivitas kejang
Jenis
lamanya
f. Fungsi sensoris
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap suhu
g. Refleks
Refleks tendon superficial
Refleks patologi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
refleks menelan
3. Ketidakefektifan pala nafas berhubungan dengan hiperfentilsi
4. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1 Risiko infeksi Goal : Perawatan luka
berhubungan dengan luka
Setelah dilakukan 1.Angkat balutan dan plester
terbuka
tindakan keperawatan perekat
diharapkan tidak ada 2.Monitor karakteristik luka
resiko infeksi termaksuk drainase, warna,
ukuran, dan bau
Objektif : Pasien tidak
3.Bersihkan dengan normal
menunjukan luka
saline atau pembersih yang
terbuka
tidak beracun dengan tepat
Kriteria hasil : Dalam 4.Olesekan salep yang sesuai
jangka waktu 1x24 jam dengan kulit
perawatan pasien akan 5.Berikan balutan yang sesuai
menunjukan : dengan jenis luka
6.Dokumentasikan lokasi
Noc Label 1 luka, ukuran dan tampilan.
keparahan infeksi Kontrol infeksi
Indikator : 1. Bersihkan lingkungan
Kemerahan (5) dengan baik setelah
Fesikel yang tidak digunakan oleh setiap
mengeras pasien
permukaannya (5) 2. Isolasi orang yang terkena
penyakit menular
Cairan yang berbau
3. Tempatkan isolasi sesuai
busuk (5)
dengan tindakan
Demam (5)
pencegahan yang sesuai
Nyeri (5)
4. Batasi jumlah pengunjung
Keterangan :
5. Pakai sarung tangan steril
1. Berat dengan tepat
No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
2. Cukup berat Perlindungan ifeksi
3. Sedang 1. Monitor adanya tanda dan
4. Ringan gejala infeksi sistemik
5. Tidak ada dan local
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. Hindari kontak dekat
dengan hewan peliharaan
dengan penjamu, dengan
imunitas yang
membahayakan
4. Skrining semua
pengunjung terkait
penyakit menular
2. Ketidakseimbangan nutrisi Goal : Manajemen gangguan
kurang dari kebutuhan Setelah dilakukan makan
tubuh berhubungan tindakan keperawatan
1. Bangun harapan terkait
dengan penurunan refleks kebutuhan nutrisi
dengan perilaku makan
menelan pasien dapat terpenuhi
yang baik, intake atau
Objektif : Pasien tidak
asupan makanan atau
menunjukan refleks
cairan dan jumlah aktivitas
menelan
fisik
Kriteria hasil : Dalam
2. Observasi klien selama
jangka waktu 1x24 jam
dan setelah pembetian
perawatan pasien akan
makan atau makanan
menunjukan :
ringan untuk meyakinkan
Noc Label 1 Status bahwa intake atau asupan
nutrisi makanan yang cukup
tercapai dan dipertahankan
Indikator
3. Monitor perilaku klien
Asupan gizi (5) yang berhubungan dengan
Aspan makanan (5) pola makan, penambahan
Asupan cairan (5) dan kehilangan berat
Energy (5) badan
Manajemen nutrisi
Hidrasi (5)
Keterangan : 1. Tentukan status gizi pasien
dan kemampuan pasien
1. Sangat
untuk memenuhi
menyimpang dari
kebutuhan gizi
rentang normal
2. Identifikasi adanya alergi
2. Banyak
No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
menyimpang dari atau intoleransi makanan
rentang normal yang dimiliki pasien
3. Cukup
menyimpang dari
rentang normal
4. Sedikit
menyimpang dari
rentang normal
5. Tidak menyimpang
dari rentang
normal.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Menurut Patricia A. Potter (2005), Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana
tindakan keperawatan yang telah disusun / ditemukan, yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu
sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim
kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi keperawatan
yang akan diberikan kepada pasien.
Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
yang dapat dilakukan oleh perawat :
1. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan
2. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3. Menyiapkan lingkungan terapeutik
4. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5. Memberikan asuhan keperawatan langsung
6. Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien,
menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatan yang sudah ada, menidentifikasi area
dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi
keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan penetahuan tambahan
keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien
deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan. Prosedur spesifik dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada tenaga
kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang didelegasikan terampil dalam tugas
dan dapat menjelaskan tugas sesuai dengan standar keperawatan.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah proses akhir asuhan keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Soeharsono. Zoonosis. (2012). Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Kanisius
Mattos CCD, Mattos CAD, Loza-Rubio E,Aguilar-Setien A, Orciari LA, Smith JS.1999.
Molecular Characterization of RabiesVirus Isolates from Mexico: Implications for
Transmission Dynamics and Human Risk.Am J Trop Med Hyg 61(4): 587-59
Buku Saku petunjuk Teknis Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies di Indonesia.
(2016). Kemenkes RI
https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/BUKU%20SAKU%20RABIES%20MODUL
%20TROPIS.pdf