Anda di halaman 1dari 18

PENYAKIT TROPIS

“ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RABIES"

OLEH KELOMPOK III

1. AYU RONALITA TAKENE (191112009)


2. BENEDIKTA JENAU (191112010)
3. DOMINIKA SIN LAMAKADU (191112011)
4. EGGI RAHMAWATI (191112012)

FAKULTAS KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS CITRA BANGSA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat
menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini ditandai dengan
disfungsi hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Rabies
merupakan salah satu penyakit menular tertua yang dikenal di Indonesia. Virus rabies
termasuk dalam genus Lyssavirus dan famili Rhabdoviridae. Genus Lyssavirus sendiri terdiri
dari 80 jenis virus dan virus rabies merupakan prototipe dari genus ini.
Sejarah penemuan rabies bermula 2000 tahun SM ketika Aristoteles menemukan bahwa
anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui gigitan. Ketika seorang
anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh seekor anjing rabies pada tahun 1885, Louis
Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis anjing tersebut, menjadikannya
orang pertama yang mendapatkan imunitas, karena anak tersebut tidak menderita rabies.
Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada musang, raccoon, serigala dan
kelelawar. Rabies serigala terdapat di Kanada, Alaska dan New York. Kelelawar penghisap
darah (vampir), yang menggigit ternak merupakan bagian penting siklus rabies di Amerika
latin. Eropa mempunyai rabies serigala, di Asia dan Afrika masalah utamanya adalah anjing
gila.
Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi,
meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi
adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).
Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak.
Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia
ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies, kepekaan terhadap
rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras.
1.2 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui secara umum dan keseluruhan mangenai penyakit Rabies agar dapat
memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan Rabies sebaik mungkin.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi Rabies
       Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat
menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini ditandai dengan
disfungsi hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Rabies
merupakan salah satu penyakit menular tertua yang dikenal di Indonesia. Virus rabies
termasuk dalam genus Lyssavirus dan famili Rhabdoviridae. Genus Lyssavirus sendiri
terdiri dari 80 jenis virus dan virus rabies merupakan prototipe dari genus ini.
       Sejarah penemuan rabies bermula 2000 tahun SM ketika Aristoteles menemukan bahwa
anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui gigitan. Ketika seorang
anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh seekor anjing rabies pada tahun 1885, Louis
Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis anjing tersebut, menjadikannya
orang pertama yang mendapatkan imunitas, karena anak tersebut tidak menderita rabies.
2.2 Epidemiologi
Rabies tersebarhampir di semua benua kecuali benua Antartika, lebihdari 150 negara
telah terjangkit penyakit ini. Setiap tahun lebih dari 55.000 orang meninggal akibat rabies
dan lebih dari 15 juta orang di seluruh dunia mendapatkan pengobatan profilaksis vaksin
anti rabies untuk mencegah berkembangnya penyakit ini. Sejumlah 40% dari seluruh orang-
orang yang digigit hewan tersangka rabies merupakan anak dibawah usia 15 tahun.Kasus
rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Essertahun 1884 pada seekorkerbau,
kemudian oleh Pening tahun 1889 pada seekor anjing dan oleh Eileris de Zhaan tahun 1894
pada manusia. Semua kasus terjadi di Provinsi Jawa Barat dan setelah itu rabies terus
menyebar kedaerah Indonesia lainnya.Hingga saat ini 25 provinsi tertular rabies dan hanya 9
(Sembilan) provinsi di Indonesia yang masih tetap bebas rabies yaitu Nusa Tenggara Barat,
Papua, Papua Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DIY, Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Provinsi Kalimantan Barat sebenarnya telah berhasil mencapai bebas Rabies
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 885/Kpts/PD.620/8/2014 tentangPembebasan
Rabies Provinsi Kalimantan Barat tanggal 14 Agustus 2014, namun pada tanggal 19
Oktober 2014 dilaporkan terjadi kasus kematian akibat rabies pada manusia di Kecamatan
Jelai Hulu Kabupaten Ketapang. Berdasarkan data Kemenkes, dalam 5 (lima) tahun terakhir
(2011 – 2015) jumlah rata-rata kasus gigitan hewan penular rabies per tahun adalah 78.413
kasus dan rata-rata sebanyak 63.534 kasus mendapatkanVaksin Anti Rabies (VAR).
2.3 Etiologi
Penyebab rabies adalah virus yaitu genus Rhabdovirus. Berbagai jenis hewan dapat
menularkan rabies ke manusia. Yang terbanyak adalah oleh hewan liar, khususnya musang,
kelelawar, rubah, dan serigala. anjing, kucing, hewan ternak, atau hewan berdarah panas
dapat menularkan rabies kepada manusia. Manusia tertular rabies melalui gigitan hewan
yang terinfeksi.
Rabies menyebar melalui kontak langsung terutama gigitan, air liur yang mengandung
virus masuk melalui luka gigitan. Selanjutnya virus tersebut masuk ke dalam tubuh menuju
otak, dan kemudian dari otak ke kelenjar ludah melalui syaraf sentrifugal serta ke pankreas.
2.4 Manifestasi Klinis
Pada Manusia

1. Tahap Prodromal
Pada tahap awal gejala yang timbul adalah demam, lemas, lesu, tidak nafsu
makan/anorexia, insomnia, sakit kepala hebat, sakit tenggorokan dan sering ditemukan
nyeri.
2. Tahap Sensoris
Pada tahap ini sering ditemukan rasa kesemutan atau rasa panas (parestesi) di lokasi
gigitan, cemas dan reaksi berlebih terhadap rangsang sensorik.
3. Eksitasi
Pada tahap ini penderita mengalami berbagai macam gangguan neurologik,
penderita tampak bingung, gelisah, mengalami halusinasi, tampak ketakutan disertai
perubahan perilaku menjadi agresif, serta adanya bermacam-macam fobia yaitu
hidrofobia, aerofobia, fotofobia. Hidrofobia merupakan gejala khas penyakit rabies
karena tidak ditemukan pada penderita penyakit enchepalitis lainnya. Gejala lainnya yaitu
spasme otot, hiperlakrimasi, hipersalivasi, hiperhidrosis dan dilatasi pupil. Setelah
beberapa hari pasien meninggal karena henti jantung dan pernafasan. Dari seluruh
penderita rabies sebanyak 80% akan mengalami tahap eksitasi dan lamanya sakit untuk
tahap ini adalah 7 hari dengan rata-rata 5 hari
4. Tahap Paralisis
Bentuk lainnya adalah rabies paralitik, bentuk ini mencapai 30 % dari seluruh kasus
rabies dan masa sakit lebih lama dibandingkan dengan bentuk furious.Bentuk ini ditandai
dengan paralisis otot secara bertahap dimulai dari bagian bekas luka gigitan/cakaran.
Penurunan kesadaran berkembang perlahan dan akhirnya mati karena paralitik otot
pernafasan dan jantung. Pada pasien dengan gejala paralitik ini sering terjadi salah
diagnosa dan tidak terlaporkan. Lamanya sakit untuk rabies tipe paralitik adalah 13 hari,
lebih lama bila dibandingkan dengan tipe furious.
Pada Hewan (Anjing)
Gejala klinis pada anjing sesuai dengan manifestasinya dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap
prodromal, tahap eksitasi, dan tahap paralitik.
1. Tahap Prodromal
Tahap ini merupakan tahap awal dari gejala klinis yang berlangsung selama 2 – 3
hari. Terdapat perubahan perilaku hewan yaitu hewan tidak mengenal tuannya, sering
menghindar dan tidak mengacuhkan perintah tuannya. Mudah terkejut dan cepat berontak
bila ada provokasi. Terjadi kenaikan suhu tubuh, dilatasi pupil dan refleks kornea
menurun terhadap rangsangan.
2. Tahap Eksitasi
Tahap eksitasi berlangsung selama 3 – 7 hari, mulai mengalami fotofobi sehingga
hewan akan bersembunyi di kolong tempat tidur, dibawah meja atau kursi. Anjing terlihat
gelisah, adanya gerakan halusinasi dimana anjing bersikap seolah–olah akan mencaplok
serangga yang terbang di udara. Sering mengunyah benda di sekitarnya seperti lidi,
kawat, kerikil, jeruji kandang, dan benda lainnya yang tidak sewajarnya atau yang
dikenal dengan istilah pika. Bila dikandangkan anjing akan berjalan mondar-mandir
sambil menggeram. Perilaku anjing akan berkembang semakin sensitif, beringas dan akan
menyerang semua obyek yang bergerak. Seringkali mulutnya berdarah akibat giginya
tanggal atau akibat mengunyah benda keras dan tajam.Pada tahap ini mulai terjadi
paralisis otot laring dan faring yang menyebabkan perubahan suara menyalak anjing,
suaranya akan berubah menjadi parau. Juga terjadi kekejangan otot menelan sehingga
akan terjadi hipersalivasi, frekuensi nafas berubah cepat, air liur berbuih kadang disertai
darah dari luka di gusi atau mulutnya.
3. Tahap Paralisis
Tahap ini berlangsung sangat singkat sehingga gejalanya tidak diketahui, terjadi
kelumpuhan otot pengunyah sehingga rahang tampak menggantung. Suaranya sering
seperti tersedak akibat kelumpuhan otot tenggorokan. Terjadi paralisis kaki belakang
sehingga saat jalan kaki belakang diseret.
Dikenal terdapat 2 tipe rabies pada hewan yaitu:
a) Tipe Ganas
Tipe ganas apabila didominasi tahap eksitasi dimana anjing akan terlihat beringas
serta akan menyerang semua benda yang bergerak.
b) Tipe Dumb (Tenang)
Tipe tenang apabila hewan yang terinfeksi rabies setelah gejala prodormal langsung
masuk ke tahap paralisis.

2.5 Patofisiologi
Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan
bahas mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran oleh kuku hewan
penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva yang
ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtiva mungkin infeksisus. Ekskreta
kekelawar yang mengandung virus rabies cukup meimbulkan bahaya rabies pada mereka
yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang diciptakan oleh kelelawar. Penularan rabies
melalui transpaln kornea dari pederita dengan ensepahlitis rabies yang tidak di diagnosa pada
resipien/penerima sehat setelah direkam dengan cukup sering. Penularan dari ke orang secara
teoritis mungkin tetapi kurang terdokumentasi dan jarang.

Sebagian besar penularan virus rabies terjadi melalui gigitan anjing yang telah
terinfeksi rabies. Virus masuk ke dalam tubuh melalui luka bekas gigitan hewan terinfeksi
rabies dan luka terbuka yang terpapar saliva dari hewan pembawa rabies yang telah
terinfeksi. Penularan rabies dapat juga terjadi melalui jilatan hewan, tranplantasi kornea, dari
donor terinfeksi rabies (Mattos et all., 2001).

Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus melalui saliva, virus tidak bisa
masuk melalui kulit utuh. Setelah virus rabies masuki melalui luka gigitan, muka selama 2
minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai
ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.
Bagian otak yang terserang adalah medulla oblongata dan annon’s hoorn. Virus yang masuk
dalam tubuh bereplikasi di dalam neuromuscular junction dan kemudian menjalar melalui
lapisan lemak sistem saraf menuju syistem saraf pusat (Child dan Real, 2002).

Di dalam sistem saraf pusat, virus rabies kemudian menyebar dan memperbanyak diri
dalam neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel limbik, hipotalamus,
dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian
kea rah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom.
Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan dalam tubuh dan
berkembang baik dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, ginal, dan sebagainya.
(Kementrian Kesehatan, 2016).
2.7 Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada fase
koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra kranial, kelainan pada
hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindron abnormalitas hormon artidimetik (SAHAD);
disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, Hipertemia/ hipotermia.,
aritmia dan henti jantung. Kejang dapat lokal maupun generalisata dan sering bersamaan
dengan aritmia dan gangguan respirasi.
Pada stadium prodromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan alkalosis
respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi pernapasan terjadi pada fase neurologik
akut. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan otonomik.
2.8 Penatalaksanaan
Penderita yang terkena gigitan Anjing atau Kucing atau Kera segera :
1. Cuci luka gigitan dengan sabun atau detergernt di air mengalir selama 10-15 menit dan
beri antiseptic (betadine, alcohol 70%, obat merah dll)
2. Segera ke puskesmas/ rabies center/ rumah sakit untuk mencari pertolongan selanjutnya
3. Di puskesmas/ rabies center/ rumah sakit dilakukan :
1) Penanganan luka gigitan
 Cuci luka gigitan dengan sabun atau detergernt di air mengalir selama 10-15
menit dan beri antiseptic (betadine, alcohol 70%, obat merah dll)
 Anamnesis apakah didahukui tindakan provokatif, hewan yang menggigit
menunjukkan gejala rabies, penderita gigitan hewan pernah divaksinasi dan
kapan, hewan penggigit pernah divaksinasi dan kapan.
 Identifikasi luka gigitan
 Luka resiko tinggi : jilatan/ luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu (mukosa,
leher, kepala) luka pada jari tangan, kaki, genetalia, luka lebar/dalam dan luka
yang banyak.
2)      Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Serum Anti Rabies (SAR)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RABIES

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
Nama Klien, No. RM, Tempat Tanggal Lahir, Umur, Agama, Pendidikan, Alamat, Jenis
Kelamin, Penanggung Jawab
2. Riwayat Penyakit
a. Apakah pernah digigit anjing ?
b. Sudah berapa hari luka gigitan ?
c. Daerah tubuh mana yang digigit ?
d. Apakah klien pernah diberikan serum anti rabies atau vaksin anti rabies?
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Pernafasan
 Peningkatan tingkat pernafasan
 Takikardi
 Suhu umumnya meningkat (37,9 ºC)
 mengigil
b. Status Nutrisi
 Kesulitan dalam menelan makanan
 Berapa berat badan pasien
 Mual dan muntah
 Status gizi
 Porsi makanan yang dihabiskan
c. Status Neurosensori
 Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Keamanan
 Kejang
 kelemahan
e. Integritas Ego
 Klien merasa cemas
 Klien kurang paham tentang penyakitnya
4. Pengkajian Fisik Neurologik
a. Tanda-tanda vital
 Suhu
 Pernafasan
 Denyut jantung
 Tekanan darah
 Tekanan nadi
b. Pemeriksaan kepala Fontanel
 Menonjol, rata, cekung
 Bentuk umum kepala
c. Reaksi pupil
 Ukuran
 Reaksi terhadap cahaya
 Kesamaan respon
d. Tingkat Kesadaran Kewaspadaan
 Respon terhadap panggilan
 Iritabilitas
 Latergi dan rasa menggantuk
 Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
e. Aktivitas kejang
 Jenis
 lamanya
f. Fungsi sensoris
 Reaksi terhadap nyeri
 Reaksi terhadap suhu
g. Refleks
 Refleks tendon superficial
 Refleks patologi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
refleks menelan
3. Ketidakefektifan pala nafas berhubungan dengan hiperfentilsi
4. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1 Risiko infeksi Goal : Perawatan luka
berhubungan dengan luka
Setelah dilakukan 1.Angkat balutan dan plester
terbuka
tindakan keperawatan perekat
diharapkan tidak ada 2.Monitor karakteristik luka
resiko infeksi termaksuk drainase, warna,
ukuran, dan bau
Objektif : Pasien tidak
3.Bersihkan dengan normal
menunjukan luka
saline atau pembersih yang
terbuka
tidak beracun dengan tepat
Kriteria hasil : Dalam 4.Olesekan salep yang sesuai
jangka waktu 1x24 jam dengan kulit
perawatan pasien akan 5.Berikan balutan yang sesuai
menunjukan : dengan jenis luka
6.Dokumentasikan lokasi
Noc Label 1 luka, ukuran dan tampilan.
keparahan infeksi Kontrol infeksi
Indikator : 1. Bersihkan lingkungan
 Kemerahan (5) dengan baik setelah
 Fesikel yang tidak digunakan oleh setiap
mengeras pasien
permukaannya (5) 2. Isolasi orang yang terkena
penyakit menular
 Cairan yang berbau
3. Tempatkan isolasi sesuai
busuk (5)
dengan tindakan
 Demam (5)
pencegahan yang sesuai
 Nyeri (5)
4. Batasi jumlah pengunjung
Keterangan :
5. Pakai sarung tangan steril
1. Berat dengan tepat
No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
2. Cukup berat Perlindungan ifeksi
3. Sedang 1. Monitor adanya tanda dan
4. Ringan gejala infeksi sistemik
5. Tidak ada dan local
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. Hindari kontak dekat
dengan hewan peliharaan
dengan penjamu, dengan
imunitas yang
membahayakan
4. Skrining semua
pengunjung terkait
penyakit menular
2. Ketidakseimbangan nutrisi Goal : Manajemen gangguan
kurang dari kebutuhan Setelah dilakukan makan
tubuh berhubungan tindakan keperawatan
1. Bangun harapan terkait
dengan penurunan refleks kebutuhan nutrisi
dengan perilaku makan
menelan pasien dapat terpenuhi
yang baik, intake atau
Objektif : Pasien tidak
asupan makanan atau
menunjukan refleks
cairan dan jumlah aktivitas
menelan
fisik
Kriteria hasil : Dalam
2. Observasi klien selama
jangka waktu 1x24 jam
dan setelah pembetian
perawatan pasien akan
makan atau makanan
menunjukan :
ringan untuk meyakinkan
Noc Label 1 Status bahwa intake atau asupan
nutrisi makanan yang cukup
tercapai dan dipertahankan
Indikator
3. Monitor perilaku klien
 Asupan gizi (5) yang berhubungan dengan
 Aspan makanan (5) pola makan, penambahan
 Asupan cairan (5) dan kehilangan berat
 Energy (5) badan
Manajemen nutrisi
 Hidrasi (5)
Keterangan : 1. Tentukan status gizi pasien
dan kemampuan pasien
1. Sangat
untuk memenuhi
menyimpang dari
kebutuhan gizi
rentang normal
2. Identifikasi adanya alergi
2. Banyak
No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
menyimpang dari atau intoleransi makanan
rentang normal yang dimiliki pasien
3. Cukup
menyimpang dari
rentang normal
4. Sedikit
menyimpang dari
rentang normal
5. Tidak menyimpang
dari rentang
normal.

3. Ketidakefektifan pola Goal : setelah Manajemen jalan napas


nafas berhubungan dengan dilakukan tindakan
1. Posisikan pasiern untuk
hiperfentilsi keperawatan
memaksimalkan ventilsi
diharapkan pola napas
2. Identifikasi kebutuhan
pasien normal
actual/potensial pasien
Objektif : Pasien akan untuk memasukkan alat
menunjukan tanda membuka jalan nafa
hiperfentilasi 3. Masukkan alat
nasopharyngeal airway
Kriteria hasil : Dalam
(NPA) atau oropharingeal
jangka waktu 1x24 jam
airway (OPA)
perawatan pasien akan
sebagaimana mestinya.
menunjukan :
4. Auskultasi suara napas
NOC: lebel 1. Status catat area yang
pernapasan: ventilasi ventilasinya menurun atau
tidak ada dan adanya
Indikator : suara tambahan
 Frekuensi
pernapasan 5 Bantuan ventilasi
 Irama
pernapasan 5 1. Pertaahankan kepatenan
 Kedalaman jalan napas
inspirasi 5 2. Bantu dalam hal
 Suara perkusi perubahan posisi dengan
napas 5 sering dan tepat
3. Monitor kelelahan otot
 Volum tidal 5
pernapasan
 Hasil rontgen
4. Ambulasi tiga sampai
dada 5
empat kali perhari
No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
Keterangan : dengan tepat
5. Monitor pernapasan dan
1. Deviasi berat
oksigenasi
dari kisaran
normal
2. Deviasi yang
cukup berat dari
kisaran normal
3. Deviasi sedang
dari kisaran
normal
4. Deviasi ringan
dari kisaran
normal
5. Tidak ada deviasi
dari kisaran
normal

4. Resiko cedera Goal : Manajemen jalan napas


berhubungan dengan
Setelah dilakukan 1. Posisikan pasiern
kejang dan kelemahan
tindakan keperawatan untuk memaksimalkan
diharapkan tidak ada ventilsi
resiko cedera 2. Identifikasi kebutuhan
actual/potensial pasien
Objektif : Pasien tidak
untuk memasukkan
menunjukan kejang dan
alat membuka jalan
kelemahan
nafa
Kriteria hasil : Dalam 3. Masukkan alat
jangka waktu 1x24 jam nasopharyngeal airway
perawatan pasien akan (NPA) atau
menunjukan : oropharingeal airway
(OPA) sebagaimana
Noc Label 1 mestinya.
keparahan cedera 4. Auskultasi suara napas
fisik catat area yang
Indikator ventilasinya menurun
 Frekuensi atau tidak ada dan
pernapasan 5 adanya suara tambahan
 Irama pernapasan 5 Bantuan ventilasi
 Kedalaman
1. Pertaahankan kepatenan
No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
inspirasi 5 jalan napas
 Suara perkusi 2. Bantu dalam hal
napas 5 perubahan posisi dengan
 Volum tidal 5 sering dan tepat
 Hasil rontgen dada 3. Monitor kelelahan otot
5 pernapasan
4. Ambulasi tiga sampai
Keterangan : empat kali perhari
1. Deviasi berat dari dengan tepat
kisaran normal 5. Monitor pernapasan dan
2. Deviasi yang oksigenasi
cukup berat dari
kisaran normal
3. Deviasi sedang
dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari
kisaran normal
5. Tidak ada deviasi
dari kisaran normal

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Menurut Patricia A. Potter (2005), Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana
tindakan keperawatan yang telah disusun / ditemukan, yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu
sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim
kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi keperawatan
yang akan diberikan kepada pasien.
Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
yang dapat dilakukan oleh perawat :
1. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan
2. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3. Menyiapkan lingkungan terapeutik
4. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5. Memberikan asuhan keperawatan langsung
6. Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien,
menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatan yang sudah ada, menidentifikasi area
dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi
keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan penetahuan tambahan
keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien
deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan. Prosedur spesifik dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada tenaga
kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang didelegasikan terampil dalam tugas
dan dapat menjelaskan tugas sesuai dengan standar keperawatan.

E. EVALUASI
Evaluasi adalah proses akhir asuhan keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Soeharsono. Zoonosis. (2012). Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Kanisius

Widoyono. Epidemiologi. (2008) Penularan,Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga

Mattos CCD, Mattos CAD, Loza-Rubio E,Aguilar-Setien A, Orciari LA, Smith JS.1999.
Molecular Characterization of RabiesVirus Isolates from Mexico: Implications for
Transmission Dynamics and Human Risk.Am J Trop Med Hyg 61(4): 587-59

Buku Saku petunjuk Teknis Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies di Indonesia.
(2016). Kemenkes RI
https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/BUKU%20SAKU%20RABIES%20MODUL
%20TROPIS.pdf

Anda mungkin juga menyukai