PENDAHULUAN
Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai
semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva. Sebagian
besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang terinfeksi, tapi kadang
aerosol virus atau proses pencernaan atau transplantasi jaringan yang terinfeksi dapat
memulai proses penyakit.1
Virus yang menjadi penyebabnya adalah virus neurotropik, yang hanya dapat
berkembang biak di dalam jaringan saraf. Ukuran virus antara 100-150 milimikron.
Virus ini tahan terhadap kekeringan, akan tetapi mudah dimatikan dengan
menggunakan antiseptic, sinar matahari langsung, pemanasan, dan radiasi dengan
menggunakan sinar ultraviolet. Masa inkubasi pada hewan sekitar 3-6 minggu setelah
gigitan hewan rabies, sedangkan pada manusia tergantung dari parah tidaknya luka
gigitan, jauh tidaknya luka dengan susunan saraf pusat, banyaknya saraf pada luka,
jumlah virus yang masuk, serta jumlah luka gigitan.1
Tidak ada terapi untuk penderita yang sudah menunjukkan gejala rabies;
penanganan hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal jantung dan
gagal nafas. Walaupun tindakan perawatan intensif umumnya dilakukan. Perawatan
1
intensif hanyalah metode untuk memperpanjang dan bila mungkin menyelamatkan
hidup pasien dengan mencegah komplikasi respirasi dan kardiovaskuler yang sering
terjadi. Oleh karena itu diperlukan tindakan penanganan yang efektif dan efisien baik
penanganan profilaksis pra pajanan maupun penanganan pasca pajanan, sehingga
akibat buruk akibat virus ini dapat diminimalkan.4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai
semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva. Sebagian
besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang terinfeksi, tapi
kadang aerosol virus atau proses pencernaan atau transplantasi jaringan yang
2
terinfeksi dapat memulai proses penyakit. Nama lain untuk rabies hydrophobia, la
rage (Perancis), la rabbia (Italia), la rabia (Spanyol), die tollwut (Jerman) atau di
Indonesia terkenal dengan nama penyakit Anjing Gila.2,4
Penularan rabies biasanya terjadi melalui gigitan hewan yang telah terinfeksi,
pencemaran luka segar atau selaput lendir dengan saliva atau otak hewan yang telah
terinfeksi. Pada kasus tertentu penularan melalaui udara dapat juga terjadi. Virus ini
berkembang biak dalam kelenjar ludah. Sangat peka terhadap pelarut yang bersifat
alkalis seperti sabun, desinfektan, alkohol, dan lain-lain. Sistem yang diserang adalah
sistem saraf (clinical encephalitis) yang dapat bersifat paralitik/furious dan glandula
salivarius (mengandung sejumlah besar partikel virus yang berada di saliva).1
2.2 Etiologi
3
perbedaan sifat antigenik dan biologik. Variasi-variasi ini bertanggung jawab
terhadap perbedaan dalam virulensi antara isolasi.Interferon diinduksi oleh virus
rabies, khususnya dalam jaringan dengan konsentrasi virus yang tinggi, dan berperan
dalam memperlambat infeksi yang progresif.1
Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70%,yodium,
fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan
gliserin 50%. Pada suhu 600ºC virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam
penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40ºC dapat tahan selama
bebarapa tahun.2
Virus juga akan mati dengan deterjen, sabun,etanol 45%, solusi jodium. Virus
rabies dan virus lain yang sekeluarga dengan rabies diklasifikan menjadi 6 genotipe.
Rabies merupakan genotipe 1,2, mokola genotipe 3, Duvenhage genotipe 4,
dan European bat lyssa-virus genotipe 5 dan 6.4
2.3 Epidemiologi
4
Rabies terdapat dalam dua bentuk epidemiologik yaitu urban, yang
disebarluaskan terutama oleh anjing, dan/atau kucing rumah yang tidak diimunisasi,
dan sylvatic, yang disebarluaskan oleh sigung (skunk), rubah, raccoon, luwak
(mongoos), serigala, dan kelelawar. Infeksi pada binatang yang jinak biasanya
menunjukkan kelebihan reservoar infeksi sylvatic, dan manusia dapat terinfeksi oleh
salah satunya. Oleh karena itu infeksi pada manusia cenderung terjadi pada tempat
rabies bersifat enzootik atau epizootik, yaitu jika terdapat banyak populasi binatang
jinak yang tidak diimunisasi, dan manusia kontak dengan udara terbuka.2,4
Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup
banyak. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di
dunia ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies. Rabies
bisa terjadi disetiap musim atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies kelihatannya
tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras.2,7
Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16
propinsi, meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, SumateraBarat, Jambi,
Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan SulawesiTenggara), Pulau Kalimantan
(Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, danKalimantan Timur) dan Pulau Flores.
Kasus terakhir yang terjadi adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).8
Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat telah dinyatakan bebas dari
rabies melalui SK Menteri Pertanian No. 566 Tahun 2004, Banten sejak tahun 1996,
dan provinsi Jawa Barat sejak tahun 2001. Dengan diterbitkannyaSK Mentan bebas
5
rabies ini, maka seluruh pulau Jawa telah bebas rabies karena Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan DI Yogyakarta telah lebih dahulu dibebaskan berdasarkan SK Mentan
No. 897 Tahun 1997.25 Daerah yang secara historis bebas rabies (belum pernah ada
kasus) adalah provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (kecuali
Pulau Flores), Kalimantan Barat, Papua, Irian Jaya Barat, Maluku Utara, Kepulauan
Riau dan Kepulauan Bangka Belitung dan sampai saat ini tetap dapat dipertahankan
bebas rabies.8
Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian (100% Case
Fatality Rate), gigitan oleh anjing menempati persentase tertinggi(99,4%) diikuti
kucing (0,29%) dan hewan lain, kera dan hewan piaraan atau liar lainnya (0,31%).
Bagian tubuh manusia yang digigit meliputi kepala(5%), tangan (28%), kaki (57%),
dan lain-lain (10%).7,8
2.4 Patogenesis
6
Gambar 2. Perjalanan Penyakit Rabies
Virus rabies masuk ke dalam tubuh melalui luka atau kontak langsung dengan
selaput mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebesar 50:1. Virus rabies tidak bisa
menembus kulit yang utuh. Virus rabies membelah diri dalam otot atau jaringan ikat
pada tempat inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan
neuromuskuler. Setelah virus menempel pada reseptor nikotinik asetilkolin lalu virus
menyebar secara sentripetal melalui serabut saraf motorik dan juga serabut saraf
7
sensorik tipe cepat dengan kecepatan 50 sampai 100 mm per hari. Setelah melewati
medulla spinalis, virus bereplikasi pada motor neuron dan ganglion sensoris, akhirnya
mencapai otak. Kolkisin dapat menghambat secara efektif transport akson tipe cepat
tersebut. Virus melekat atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies melekat
pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak
sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus
dimasukkan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk kedalam sel
inang dan melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah
transkripsi dan translasi.5
Protein matriks virus membentuk lapisan pada sisi dalam selubung, sementara
glikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri. Setelah bagian-
bagian sel lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan membentuk virus baru
yang menginfeksi inang yang lainnya, kemudian melanjutkan diri bergerak secara
sentripetal sebagai sub viral, tanpa nukleoplasmid menuju jaringan otak. Setelah
melewati medula spinalis virus akan menginfeksi tegmentum batang otak dan nukleus
selebelaris batang otak selanjutnya virus akan menyebar ke sel purkinye serebelum,
diencephalon, basal ganglia dan akhirnya menuju hipokampus terjadi lebih lambat
dengan girus dentatus yang relatif tidak terinfeksi. Virus rabies tidak bisa
menginfeksi sel granuler pada girus dentatus yang sebagian besar mengandung
reseptor AMPA dan Kainate.8
8
Gambar 3. Replikasi dan Siklus Infeksi Virus.
Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memper banyak diri dan
menyebar kedalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus
terhadap sel-sel sistim limbik, hipotalamus, dan batang otak. Khusus mengenai
system limbik dimana berfungsi erat dengan pengontrolan dan kepekaan emosi.
Akibat dari pengaruh infeksi sel-sel dalam sistim limbic ini, pasien akan menggigit
mangsanya tanpa ada provokasi dari luar. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-
neuron sentral virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut aferen dan pada
serabut saraf volunter maupun otonom. Dengan demikian, virus dapat menyerang
hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti
kelenjar ludah. Virus rabies menyebar menuju multi organ melalui neuron otonom
9
dan sensorik terutama melibatkan jalur parasimpatis yang bertanggung jawab atas
infeksi pada kelenjar ludah, kulit, jantung, dan organ lain. Replikasi di luar sel saraf
terjadi pada kelenjar ludah, lemak coklat, dan kornea. Kepekaan terhadap infeksi dan
masa inkubasinya bergantung pada latar belakang genetik inang, strain virus yang
terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel inang, jumlah inokulum, beratnya laserasi,
dan jarak yang harus ditempuh virus untuk bergerak dari titik masuk ke susunan saraf
pusat. Gambaran yang paling menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan
negri yang khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.7
10
Gambar 5. Skema patogenesis infeksi virus rabies.
Masa inkubasi rabies pada anjing 10-15 hari, dan pada hewan lain 3-6 minggu
kadang-kadang berlangsung sangat panjang 1-2 tahun. Masa inkubasi pada manusia
yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama beberapa tahun
(mungkin 6 tahun atau lebih). Biasanya lebih cepat pada anak-anak dari pada dewasa.
Kasus rabies manusia dengan periode inkubasi yang panjang (2-7 tahun) telah
dilaporkan, tetapi jarang terjadi.4,5,11
Masa inkubasi bisa tergantung pada umur pasien, latar belakang genetik,
status imun, strain virus yang terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik
11
pintu masuknya ke susunan saraf pusat.5 Masa inkubasi tergantung dari lamanya
pergerakan virus dari luka sampai ke otak, pada gigitan di kaki masa inkubasi kira
kira 60 hari, pada gigitan di tangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala
masa inkubasi kira-kira 30 hari.2,4,5,11
1. Pada Hewan
a. Stadium Prodromal
b.Stadium Eksitasi
c. Stadium Paralisis
12
Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk
dikenali atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan
mengalami kesulitan menelan, suara parau,sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.
2. Pada Manusia
a. Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah
perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar,
kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.
b. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka
kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap
ransangan sensoris.
c. Stadium Eksitasi
d.Stadium Paralis
13
yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang
memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
Anjing muda lebih relatif lebih peka dibandingkan hewan dewasa. Masa
inkubasi rata-rata 3-6 minggu dengan variasi yang tinggi, dapat 10 hari atau 6 bulan,
jarang kurang dari 2 minggu atau lebih dari 4 bulan. Virus rabies dijumpai pada air
liur anjing segera setelah gejala klinis tampak.8,9
1. Rabies Ganas
-Hewan menjadi ganas, menyerang, atau menggit apa saja yang ditemui dan
ekor dilekungkan kebawah perut diantara dua paha.
-Kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul
atau paling lama 12 hari setelah penggigitan.
2. Rabies Tenang
-Kelumpuhan tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan.
3. Bentuk Asimtomatis:
14
Hewan tidak menunjukkan gejala sakit dan atau hewan tiba-tiba mati. Pada
anjing dan kucing biasanya bersifat ganas. Masa inkubasi 10-60 hari namun bisa juga
lebih lama. Air liur binatang sakit yang mengandung virus menularkan virus melalui
gigitan atau cakaran. Rabies pada kucing mempunyai gejala atau tanda-tanda yang
hampir sama dengan gejala pada anjing, seperti menyembunyikan diri, banyak
mengeong, mencakar-cakar lantai dan menjadi agresif. Pada 2-4 hari setelah gejala
pertama biasa terjadi kelumpuhan, terutama di bagian belakang.8,9
2.8 Diagnosis
Diagnosis rabies hanya berdasarkan gejala klinis sangat sulit dan kurang bisa
dipercaya, kecuali terdapat gejala klinis yang khas yaitu hidrofobia dan aerofobia.
Diagnosis pasti rabies hanya bisa didapat dengan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dikerjakan: 5,9
1. Darah rutin
2.Urinalisis
3.Mikrobiologi
Kultur virus rabies dari air liur penderita dalam waktu 2 minggu setelah onset.
4.Histologi
15
dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan negri tidak selalu dapat ditemukan
pada kelenjar ludah anjing. Adanya kontaminasi pada specimen dapat
mengganggu pemeriksaan dan khususnya untuk ”isolasi virus” pengiriman harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam specimen tetap
terjamin sampai ke laboratorium. Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala,
otak, hippocampus, cortex cerbri dan cerebellum, preparat pada gelas objek dan
kelenjar ludah. Bila negri body tidak ditemukan, supensi otak (hippocampus) atau
kelenjar ludah sub maksiler diinokulasikan intrakranial pada hewan coba
(suckling animals), misalnya hamster, tikus (mice) atau kelinci (rabbits).
5.Serologi
6.Cairan serebrospinal
16
Penderita rabies harus dibedakan dengan rabies histerik yaitu suatu reaksi
psikologik orang-orang yang terpapar dengan hewan yang diduga mengidap rabies.
Penderita dengan rabies histerik akan menolak jika diberikan minum
(pseudohidropobia) sedangkan pada penderita rabies sering merasa haus.4
2.10 Penatalaksanaan
17
Penanganan luka gigitan hewan penular rabies setiap ada kasus gigitan hewan
penular rabies (anjing, kucing, kera) harus ditangani dengan tepat dan sesegera
mungkin. Berikut ini beberapa tips dan langkah-langkah penanganan luka gigitan :
-Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir selama 10-15
menit dan beri anti septik (betadine, alkohol 70 %, obatmerah, dan lain-lain).
-Luka yang ada jangan dijahit, kalau luka terlalu lebar bisa dilakukan penjahitan
secara longgar dengan menggunakan benang non absorbable,dan dipasang drain.
-Pemberian vaksin rabies, 0,5 ml im pada hari 0, 7, 21 dan hari ke-90 .Tidak ada
pembedaan dosis untuk anak-anak dan dewasa.
18
-Kemasan : Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml
dalam syringe.
2.11 Pencegahan
Pencegahan Primer 7,9,11
a. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera
dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
b. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin
ke daerah bebas rabies.
19
d. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi
yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.
h. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter.
Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harusdiikat dengan rantai tidak lebih dari
2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
j. Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya
yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
k. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-
kurangnya 1 meter.
2. Pencegahan Sekunder
20
sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies atau
digigit oleh anjing di daerah endemik rabies harus sedini mungkin mendapat
pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan bahwa tidak benar
adanya infeksi rabies.7,9,11
3. Pencegahan Tersier
2.12 Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul
pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan
intrakranial; kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindrom
abnormalitas hormon antidimetik (SAHAD), disfungsi otonomik yang menyebabkan
hipertensi, hipotensi, hipertemia/hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat
lokal maupun generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan
respirasi. Pada stadium prodromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan
alkalosis respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi pernafasan terjadi pada
fase neurologik akut. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan
gangguan otonomik.4
2.13 Prognosis
21
Penyakit rabies tidak dapat disembuhkan sehingga prognosisnya jelek. Tanpa
pencegahan, penderita hanya bertahan sekitar 8 hari, sedangkan dengan penangan
suportif, penderita dapat bertahan hingga beberapa bulan. Sebelum ditemukan
pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita
meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan
total. Hingga saat ini belum ada laporan kasus yang dapat bertahan hidup setelah
manifestasi dari penyakit rabies timbul. Pada manusia yang tidak mendapatkan vaksin
rabies hampir selalu fatal terutama setelah muncul gejala neurologi, tetapi bila setelah
terpapar virus diberikan vaksin akan mencegah perkembangan virus.8
22
BAB III
KESIMPULAN
1. Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai
semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva.
2. Sebagian besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang terinfeksi,
tapi kadang aerosol virus atau proses pencernaan atau transplantasi jaringan yang
terinfeksi dapat memulai proses penyakit.
6. Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus sudah
mencapai sistem saraf pusat.
23
DAFTAR PUSTAKA
3. Bleck, T. P. & Rupprecht, C. E.Rabies Virus. In: Mandell GL, Bennet JE,Dollin R
(Eds). Mandell, Douglas amd Bennet’s Principles and Practice of Infectious Diseases.
5th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone. 2007, p1811-1820.
24
DAFTAR ISI
25
SAMPUL ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………. 1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….. 3
2.1 Definisi ……………………………………………………………... 3
2.2 Etiologi ……………………………………………………………... 3
2.3 Epidemiologi ……………………………………………………….. 5
2.4 Patogenesis …………………………………………………………. 7
2.5 Masa Inkubasi ………………………………………………………. 11
2.6 Gejala Klinis ………………………………………………………... 12
2.7 Tipe Rabies Pada Anjing …………………………………………… 14
2.8 Diagnosis …………………………………………………………… 15
2.9 Diagnosis Banding ………………………………………………….. 16
2.10 Penatalaksanaan …………………………………………………… 17
2.11 Pencegahan ………………………………………………………... 19
2.12 Komplikasi ………………………………………………………… 21
2.13 Prognosis …………………………………………………………... 21
BAB III KESIMPULAN ……………………………………………………... 23
AFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….... 19
ii
26