Anda di halaman 1dari 11

Nama : Novia Syahreni

NIM : 102114553014
S2 Epidemiologi Minat FETP
UTS Epidemiologi Penyakit Tropis

PENYAKIT RABIES DAN PENATALAKSANAANNYA


(Kunadi Tanzil, Bagian Mikrobiologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, E-Journal
WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan, Volume 1 Nomor 1 Mei 2014 Hal 61-67)

Penyebab Rabies
Rabies adalah salah satu dari jenis penyakit tropis dan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
virus RNA dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae. Virus berbentuk seperti peluru yang
bersifat neurotropis, menular dan sangat ganas. Rabies adalah infeksi virus akut yang menyerang
sistem saraf pusat manusia dan mamalia. Virus rabies adalah single stranded RNA, berbentuk
seperti peluru berukuran 180 x 75 μm. Sampai saat ini sudah dikenal 7 genotip Lyssavirus
dimana genotip 1 merupakan penyebab rabies yang paling banyak di dunia.
Virus ini bersifat labil dan tidak viable bila berada diluar inang. Virus menjadi tidak aktif bila
terpapar sinar matahari,sinar ultraviolet, pemanasan 1 jam selama 50 menit, pengeringan, dan
sangat peka terhadap pelarut alkalis seperti sabun, desinfektan, serta alkohol 70%.

Epidemiologi Rabies
Rabies adalah penyakit zoonosis ditemukan hamper diseluruh tempat di dunia kecuali Antartika.
Sebagian
besar kasus (95%) berasal dari Asia dan Afrika, dan korban umumnya anak-anak dibawah 15
tahun (30%-
60%)/. Di Indonesia ditemukan kejadian luar biasa (KLB), seperti di Kalimantan Barat, Maluku
Utara, dan Maluku pada 2003, Banten pada 2007 dan Bali pada 2008.Sebagian besar kasus
(98%) disebabkan gigitan anjing, sedangkan sisanya oleh hewan lain seperti kucing dan monyet.
Sampai saat ini, rabies masih tersebar di 24 provinsi. Hanya 9 provinsi yang bebas dari rabies
yaitu Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta,Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta,
NTB, Papua Barat dan Papua.
Reservior Rabies
Reservoir utama rabies adalah anjing domestik.
Cara Penularan
Rabies ditularkan melalui jilatan atau gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing,
kera, musang, serigala, raccoon, kelelawar.
Patogenesitas
Virus rabies masuk melalui kulit yang terluka atau melalui mukosa utuh seperti konjungtiva
mata, mulut, anus, genitalia eksterna, atau transplantasi kornea akibat gigitan atau jilatan dari
hewan yang terjangkit rabies. Infeksi melalui inhalasi virus sangat jarang ditemukan. Setelah
virus rabies masuk melalui luka gigitan maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat
masuk dan didekatnya kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa
menunjukkan perubahan fungsinya. Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi mulai dari 7
hari sampai lebih dari 1 tahun, rata-rata 1-2 bulan, tergantung jumlah virus yang masuk, berat
dan luasnya kerusakan jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasi gigitan ke sistem saraf
pusat, persarafan daerah luka gigitan dan sistem kekebalan tubuh. Pada gigitan di kepala, muka
dan leher 30 hari,gigitan di lengan, tangan, jari tangan 40 hari, gigitan di tungkai, kaki, jari kaki
60 hari, gigitan di badan rata-rata 45 hari. Asumsi lain menyatakan bahwa masa inkubasi tidak
ditentukan dari jarak saraf yang ditempuh melainkan tergantung dari luasnya persarafan pada
tiap bagian tubuh, contohnya gigitan pada jari dan alat kelamin akan mempunyai masa inkubasi
yang lebih cepat. Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada gigitan daerah wajah,
menengah pada gigitan daerah lengan dan tangan,paling rendah bila gigitan ditungkai dan kaki.
Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian
neuron terutama predileksi terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah
memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut
saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang
hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan, seperti
kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya
Gejala Klinis
Gejala prodomal biasanya non spesifik berlangsung 1-4 hari dan ditandai dengan demam, sakit
kepala, malaise, mialgia, gejala gangguan saluran pernafasan, dan gejala gastrointestinal. Gejala
prodomal yang sugestif rabies adalah keluhan parestesia, nyeri, gatal, dan atau fasikulasi pada
atau sekitar tempat inokulasi virus yang kemudian akan meluas ke ekstremitas yang terkena
tersebut. Sensasi ini berkaitan dengan multiplikasi virus pada ganglia dorsalis saraf sensorik
yang mempersarafi area gigitan dan dilaporkan pada 50-80% penderita. Setelah timbul gejala
prodromal, gambaran klinis rabies akan berkembang menjadi salah satu dari 2 bentuk, yaitu
ensefalitik (furious) atau paralitik (dumb). Bentuk ensefalitik ditandai aktivitas motorik berlebih,
eksitasi, agitasi, bingung, halusinasi, spasme muskular, meningismus, postur epistotonik, kejang
dan dapat timbul paralisis fokal. Gejala patognomonik, yaitu hidrofobia dan aerofobia, tampak
saat penderita diminta untuk mencoba minum dan meniupkan udara ke wajah penderita.
Keinginan untuk menelan cairan dan rasa ketakutan berakibat spasme otot faring dan laring yang
bisa menyebabkan aspirasi cairan ke dalam trakea. Hidrofobia timbul akibat adanya spasme otot
inspirasi yang disebabkan oleh kerusakan batang otak saraf penghambat nucleus ambigus yang
mengendalikan inspirasi. Pada pemeriksaan fisik, temperatur dapat mencapai 39°C.
Abnormalitas pada sistem saraf otonom mencakup pupil dilatasi ireguler, meningkatnya
lakrimasi, salivasi, keringat, dan hipotensi postural. Gejala kemudian berkembang berupa
manifestasi disfungsi batang otak. Keterlibatan saraf kranial menyebabkan diplopia, kelumpuhan
saraf fasial, neuritis optik, dan kesulitan menelan yang khas. Kombinasi salivasi berlebihan dan
kesulitan dalam menelan menyebabkan gambaran klasik, yaitu mulut berbusa. Disfungsi batang
otak yang muncul pada awal penyakit membedakan rabies dari ensefalitis virus lainnya. Bentuk
paralitik lebih jarang dijumpai. Pada bentuk ini tidak ditemukan hidrofobia, aerofobia,
hiperaktivitas, dan kejang. Gejala awalnya berupa ascending paralysis atau kuadriparesis.
Kelemahan lebih berat pada ekstremitas tempat masuknya virus.
Gejala meningeal (sakit kepala, kaku kuduk) dapat menonjol walaupun kesadaran normal. Pada
kedua bentuk, pasien akhirnya akan berkembang menjadi paralisis komplit, kemudian menjadi
koma, dan akhirnya meninggal yang umumnya karena kegagalan pernafasan. Tanpa terapi
intensif, umumnya kematian akan terjadi dalam 7 hari setelah onset penyakit. Manifestasi klinis
pada hewan dimulai dengan gejala prodromal tidak spesifik seperti lemah dan malas. Rabies
dapat berkembang menjadi rabies yang ganas atau rabies yang tenang. Kematiannya umumnya
disebabkan kelumpuhan pernafasan dan akan timbul dalam waktu 7- 10 hari setelah gejala
prodromal. Pada rabies yang tenang, anjing tampak senang bersembunyi di tempat yang gelap
dan dingin, serta tampak letargi. Dapat ditemukan kelumpuhan otot tenggorokan yang tampak
dari banyaknya air liur yang keluar karena sulit menelan. Bisa juga ditemukan kejang-kejang
singkat. Pada rabies yang ganas, terdapat perubahan sifat dan perilaku hewan. Hewan yang
awalnya jinak menjadi ganas, tidak menuruti perintah pemiliknya lagi, dapat menyerang manusia
terutama adanya rangsang cahaya dan suara, suka menggigit apa saja yang dijumpai. Suara akan
menjadi parau, mudah terkejut, gugup, air liur banyak keluar, ekor dilengkungkan ke bawah
perut di antara kedua paha. Anjing kejangkejang, kemudian menjadi lumpuh, dan akhirnya mati.
Pencegahan
Penyakit rabies dapat dicegah dengan memberikan vaksin pada binatang yang berpotensi sebagai
penyebar virus rabies. Jika tergigit hewan yang dicurigai, luka harus segera dicuci dengan air
sabun agar lemak yang menyelimuti virus rabies larut sehingga virus mati. Setelah itu, pasien
harus diberi vaksin antirabies (VAR), sekaligus serum anti rabies (SAR). Hal itu untuk
mencegah virus yang bergerak cepat menuju pusat saraf, yakni otak.
Vaksin rabies dianjurkan diberikan pada semua orang dengan riwayat kontak dengan hewan
pengidap rabies. Vaksin rabies yang lazim saat ini adalah tissue culture vaccine, suatu
inactivated vaccine yang ditumbuhkan pada kultur sel seperti human diploid cell vaccine
(HDCV), diproduksi sejak tahun 1964, purivied vero cell rabies vaccine (PVRV), diproduksi
mulai tahun 1985, purified chick embryo cell vaccine (PCEC) yang mulai dipasarkan tahun 1985.
Vaksin generasi lama seperti suckling mouse brain vaccine (SMBV), suatu nerve tissue vaccine
dan duck embryo vaccine (DEV), suatu non-nerve tissue vaccine, tidak digunakan lagi karena
dapat menimbulkan komplikasi ensefalomielitis post-vaksinasi dan reaksi anafilaksis. Namun
demikian nerve tissue vaccine masih diproduksi dan dipergunakan di beberapa negara Asia.
ISSN 2338-7793

PENYAKIT RABIES DAN PENATALAKSANAANNYA

Kunadi Tanzil
Bagian Mikrobiologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
E-mail: kuntanzil@yahoo.com

Abstrak: Rabies adalah infeksi virus akut yang menyerang sistem saraf pusat manusia dan mamalia dengan mortalitas 100%.Penyebabnya
adalah virus rabies yang termasuk genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae. Rabies adalah penyakit zoonosis, penularan melalui jilatan atau
gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera, sigung, serigala, raccoon dan kelelawar. Walaupun telah tersedia vaksin
rabies yang efektif dan aman bagi manusia dan hewan untuk pencegahan, sampai saat ini rabies masih menjadi masalah kesehatan diberbagai
negara termasuk Indonesia. Tujuan penulisan makalah ini untuk menjelaskan sifat-sifat virus rabies, patogenesis, gejala klinik, diagnosis,
dan penatalaksanaannya. Metode yang digunakan adalah kajian kepustakaan dan data-data penelitian lainnya. Dapat disimpulkan bahwa
rabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang sistem saraf pusat binatang menyusui dengan mortalitas 100%. Mortalitas rabies dapat
dikurangi bila penyakit ini cepat diketahui dan disertai penatalaksanaan yang cepat dan tepat.

Kata kunci: rabies virus, binatang rabid,vaksin.

Abstract: Rabies is an acute viral disease of the human and mammalian central nervous system that considerable 100% mortality. The
etiologic agent is a rabies virus. Rabies viruses are member of the genus Lyssavirus, in the family Rhabdoviridae. Rabies is a zoonotic
disease that is generally transmitted to humans by bites of rabid animals or by contact with saliva from rabid animals. Susceptible varies
among mammalian species, ranging from dogs, cats, monkeys, skunks, raccoon, and bats. Although, the rabies vaccine are safe and effective
for human and animal prevention, nowadays rabies has become the public health problem in many countries, especially in Indonesia. The
purpose of this paper is to explain properties rabies virus, pathogenesis, clinical symptoms, diagnosis and control. The method is based
on literature study and other data. It is concluded that rabies is a zoonosis can invade the human central nervous system that almost always
fatal. Mortality can be decreased if the disease is promptly recognized, treated quickly and appropriately.

Key words : rabies virus, rabid animals, vaccine.

PENDAHULUAN Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui


Latar belakang penulisan makalah ini adalah adanya diagnosis rabies seawal mungkin dengan memahami
Rabies yaitu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh sifat-sifat virus penyebab, patogenesis, gejala klinik dan
virus RNA dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae, diagnosis agar angka mortalitas dapat dikurangi. Tulisan
virus berbentuk seperti peluru yang bersifat neurotropis, ini menggunakan kajian kepustakaan dan data penelitian
menular dan sangat ganas. Reservoir utama rabies adalah lainnya dengan pendekatan deskriptif, eksploratif.
anjing domestik. Sebagian besar kasus (98%) disebabkan
oleh gigitan anjing, sedangkan sisanya oleh hewan lain
PEMBAHASAN
seperti monyet dan kucing. Rabies adalah infeksi virus
Sifat-sifat Virus
akut yang menyerang sistem saraf pusat manusia dan
Virus rabies adalah single stranded RNA, berbentuk
mamalia. Penyakit ini sangat ditakuti karena prognosisnya
seperti peluru berukuran 180 x 75 µm. Sampai saat ini
sangat buruk. Pada pasien yang tidak divaksinasi, kematian
sudah dikenal 7 genotip Lyssavirus dimana genotip 1
mencapai 100%. Di Indonesia, sampai tahun 2007, rabies
masih tersebar di 24 propinsi, hanya 9 propinsi yang merupakan penyebab rabies yang paling banyak di dunia.
bebas dari rabies, yaitu Bangka Belitung, Kepulauan Virus ini bersifat labil dan tidak viable bila berada diluar
Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, inang. Virus menjadi tidak aktif bila terpapar sinar
NTB, Bali, Papua Barat dan Papua.(Zakaria,2005; matahari,sinar ultraviolet, pemanasan 1 jam selama 50
Susanto,2009). menit, pengeringan, dan sangat peka terhadap pelarut

E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan 61 Volume 1 Nomor 1 Mei 2014


Kunadi Tanzil, 61 - 67 Penyakit Rabies dan Penatalaksanaannya

alkalis seperti sabun, desinfektan, serta alkohol 70%. gigitan dan sistem kekebalan tubuh. Pada gigitan di kepala,
Reservoir utama rabies adalah anjing domestik. muka dan leher 30 hari,gigitan di lengan, tangan, jari
(Jawetz,2010). tangan 40 hari, gigitan di tungkai, kaki, jari kaki 60 hari,
gigitan di badan rata-rata 45 hari. Asumsi lain menyatakan
Patogenesis bahwa masa inkubasi tidak ditentukan dari jarak saraf
Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusia yang ditempuh , melainkan tergantung dari luasnya
terinfeksi melalui jilatan atau gigitan hewan yang terjangkit persarafan pada tiap bagian tubuh, contohnya gigitan pada
rabies seperti anjing, kucing, kera, musang, serigala, jari dan alat kelamin akan mempunyai masa inkubasi
raccoon, kelelawar. Virus masuk melalui kulit yang terluka yang lebih cepat.
atau melalui mukosa utuh seperti konjungtiva mata, mulut, Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada
anus, genitalia eksterna, atau transplantasi kornea. Infeksi gigitan daerah wajah, menengah pada gigitan daerah
melalui inhalasi virus sangat jarang ditemukan. Setelah lengan dan tangan,paling rendah bila gigitan ditungkai
virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 dan kaki. (Jackson,2003. WHO,2010). Sesampainya di
minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar
didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung luas dalam semua bagian neuron, terutama predileksi
serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan- terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang
perubahan fungsinya. otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron
Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulai sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut
dari 7 hari sampai lebih dari 1 tahun, rata-rata 1-2 bulan, saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom.
tergantung jumlah virus yang masuk, berat dan luasnya Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan
kerusakan jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasi jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam
gigitan ke sistem saraf pusat, persarafan daerah luka jaringan, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.

Gambar 1. Patogenesis rabies


Sumber: www.nicd.ac.za/rabies

E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan 62 Volume 1 Nomor 1 Mei 2014


Kunadi Tanzil, 61 - 67 Penyakit Rabies dan Penatalaksanaannya

Gejala Klinik lebih berat pada ekstremitas tempat masuknya virus.


Gejala prodomal biasanya non spesifik berlangsung Gejala meningeal (sakit kepala, kaku kuduk) dapat
1-4 hari dan ditandai dengan demam, sakit kepala, malaise, menonjol walaupun kesadaran normal. Pada kedua bentuk,
mialgia, gejala gangguan saluran pernafasan, dan gejala pasien akhirnya akan berkembang menjadi paralisis
gastrointestinal. Gejala prodomal yang sugestif rabies komplit, kemudian menjadi koma, dan akhirnya meninggal
adalah keluhan parestesia, nyeri, gatal, dan atau fasikulasi yang umumnya karena kegagalan pernafasan. Tanpa terapi
pada atau sekitar tempat inokulasi virus yang kemudian intensif, umumnya kematian akan terjadi dalam 7 hari
akan meluas ke ekstremitas yang terkena tersebut. Sensasi setelah onset penyakit. (Jackson, 2008.WHO, 2010).
ini berkaitan dengan multiplikasi virus pada ganglia Manifestasi klinis pada hewan dimulai dengan gejala
dorsalis saraf sensorik yang mempersarafi area gigitan prodromal tidak spesifik seperti lemah dan malas. Rabies
dan dilaporkan pada 50-80% penderita. dapat berkembang menjadi rabies yang ganas atau rabies
Setelah timbul gejala prodromal, gambaran klinis yang tenang. Kematiannya umumnya disebabkan
rabies akan berkembang menjadi salah satu dari 2 bentuk, kelumpuhan pernafasan dan akan timbul dalam waktu 7-
yaitu ensefalitik (furious) atau paralitik (dumb). Bentuk 10 hari setelah gejala prodromal. Pada rabies yang tenang,
ensefalitik ditandai aktivitas motorik berlebih, eksitasi, anjing tampak senang bersembunyi di tempat yang gelap
agitasi, bingung, halusinasi, spasme muskular, dan dingin, serta tampak letargi. Dapat ditemukan
meningismus, postur epistotonik, kejang dan dapat timbul kelumpuhan otot tenggorokan yang tampak dari banyaknya
paralisis fokal. Gejala patognomonik, yaitu hidrofobia air liur yang keluar karena sulit menelan. Bisa juga
dan aerofobia, tampak saat penderita diminta untuk ditemukan kejang-kejang singkat. Pada rabies yang ganas,
mencoba minum dan meniupkan udara ke wajah penderita. terdapat perubahan sifat dan perilaku hewan. Hewan yang
Keinginan untuk menelan cairan dan rasa ketakutan awalnya jinak menjadi ganas, tidak menuruti perintah
berakibat spasme otot faring dan laring yang bisa pemiliknya lagi, dapat menyerang manusia terutama
menyebabkan aspirasi cairan ke dalam trakea. Hidrofobia adanya rangsang cahaya dan suara, suka menggigit apa
timbul akibat adanya spasme otot inspirasi yang disebabkan saja yang dijumpai. Suara akan menjadi parau, mudah
oleh kerusakan batang otak saraf penghambat nukleus terkejut, gugup, air liur banyak keluar, ekor dilengkungkan
ambigus yang mengendalikan inspirasi. Pada pemeriksaan ke bawah perut di antara kedua paha. Anjing kejang-
fisik, temperatur dapat mencapai •'3d39°C. Abnormalitas kejang, kemudian menjadi lumpuh, dan akhirnya mati.
pada sistem saraf otonom mencakup pupil dilatasi ireguler, (Jackson,2008).
meningkatnya lakrimasi, salivasi, keringat, dan hipotensi
postural. Diagnosis
Gejala kemudian berkembang berupa manifestasi Selama periode awal infeksi rabies, temuan
disfungsi batang otak. Keterlibatan saraf kranial laboratorium tidak spesifik. Seperti temuan ensefalitis
menyebabkan diplopia, kelumpuhan saraf fasial, neuritis oleh virus lainnya, pemeriksaan cairan serebrospinal
optik, dan kesulitan menelan yang khas. Kombinasi salivasi menunjukkan pleositosis dengan limfositosis, protein
berlebihan dan kesulitan dalam menelan menyebabkan dapat sedikit meningkat, glukosa umumnya normal. Untuk
gambaran klasik, yaitu mulut berbusa. Disfungsi batang mendiagnosis rabies antemortem diperlukan beberapa
otak yang muncul pada awal penyakit membedakan rabies tes, tidak bisa dengan hanya satu tes. Tes yang dapat
dari ensefalitis virus lainnya. Bentuk paralitik lebih jarang digunakan untuk mengkonfirmasi kasus rabies antara lain
dijumpai. Pada bentuk ini tidak ditemukan hidrofobia, deteksi antibodi spesifik virus rabies, isolasi virus, dan
aerofobia, hiperaktivitas, dan kejang. Gejala awalnya deteksi protein virus atau RNA. Spesimen yang digunakan
berupa ascending paralysis atau kuadriparesis. Kelemahan berupa cairan serebrospinal, serum, saliva, dan biopsi

E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan 63 Volume 1 Nomor 1 Mei 2014


Kunadi Tanzil, 61 - 67 Penyakit Rabies dan Penatalaksanaannya

kulit. Pada pasien yang telah meninggal, digunakan sampel tidak dijahit. Jika memang perlu sekali, maka dilakukan
jaringan otak yang masih segar. Diagnosis pasti postmortem jahitan situasi dan diberi SAR yang disuntikkan secara
ditegakkan dengan adanya badan Negri pada jaringan infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya
otak pasien, meskipun hasil positif kurang dari 80% kasus. disuntikkan secara intramuskuler ditempat yang jauh dari
Tidak adanya badan Negri tidak menyingkirkan tempat inokulasi vaksin. Disamping itu, perlu
kemungkinan rabies. Badan Negri adalah badan inklusi dipertimbangkan pemberian serum/vaksin antitetanus,

sitoplasma berbentuk oval atau bulat, yang merupakan antibiotik untuk mencegah infeksi, dan pemberian
analgetik.
gumpalan nukleokapsid virus. Ukuran badan Negri
Rekomendasi WHO mencegah rabies tergantung
bervariasi, dari 0,25 sampai 27 µm, paling sering
adanya kontak:
ditemukan di sel piramidal Ammon’s horn dan sel Purkinje
1. Kategori 1: menyentuh, memberi makan hewan atau
serebelum. (Jawetz, 2010).
jilatan hewan pada kulit yang intak karena tidak terpapar
Rabies perlu dipertimbangkan jika terdapat indikator
tidak perlu profilaksis, apabila anamnesis dapat dipercaya.
positif seperti adanya gejala prodromal nonspesifik
2. Kategori 2: termasuk luka yang tidak berbahaya adalah
sebelum onset gejala neurologik,terdapat gejala dan tanda jilatan pada kulit luka, garukan, atau lecet (erosi ekskoriasi),
neurologik ensefalitis atau mielitis seperti disfagia, luka kecil disekitar tangan, badan, dan kaki. Untuk luka
hidrofobia, paresis dan gejala neurologi yang progresif resiko rendah diberi VAR saja.
disertai hasil tes laboratorium negatif terhadap etiologi 3. Kategori 3: jilatan/ luka pada mukosa, luka diatas
ensefalitis yang lain. Bentuk paralitik rabies didiagnosis daerah bahu (muka,kepala,leher),luka pada jari tangan/
banding dengan sindrom Guillain-Barre. Pada sindrom kaki, genitalia, luka yang lebar/dalam dan luka yang
Guillain-Barre, sistem saraf perifer yang terkena adalah banyak (multiple)/ atau ada kontak dengan kelelawar,
sensorik dan motorik, dengan kesadaran yang masih baik. maka gunakan VAR dan SAR.
Spasme tetanus dapat menyerupai gejala rabies, namun Vaksin rabies dianjurkan diberikan pada semua orang
tetanus dapat dibedakan dengan rabies dengan adanya dengan riwayat kontak dengan hewan pengidap rabies.

trismus dan tidak adanya hidrofobia. (Merlin, 2009). Vaksin rabies yang lazim saat ini adalah tissue culture
vaccine, suatu inactivated vaccine yang ditumbuhkan
pada kultur sel seperti human diploid cell vaccine (HDCV),
Penatalaksanaan Penyakit Rabies
diproduksi sejak tahun 1964, purivied vero cell rabies
Terdapat 3 unsur yang penting dalam PEP (Post
vaccine (PVRV), diproduksi mulai tahun 1985, purified
Exposure Praphylaxis), yaitu: (1) perawatan luka, (2)
chick embryo cell vaccine (PCEC) yang mulai dipasarkan
serum antirabies (SAR), dan (3) vaksin antirabies (VAR).
tahun 1985. Vaksin generasi lama seperti suckling mouse
Tindakan pertama yang harus dilaksanakan adalah
brain vaccine (SMBV), suatu nerve tissue vaccine dan
membersihkan luka dari saliva yang mengandung virus duck embryo vaccine (DEV), suatu non-nerve tissue
rabies. Luka segera dibersihkan dengan cara disikat dengan vaccine, tidak digunakan lagi karena dapat menimbulkan
sabun dan air (sebaiknya air mengalir) selama 10-15 menit komplikasi ensefalomielitis post-vaksinasi dan reaksi
kemudian dikeringkan dan diberi antiseptik (merkurokrom, anafilaksis. Namun demikian nerve tissue vaccine masih
alkohol 70%, povidon-iodine, 1-4% benzalkonium klorida diproduksi dan dipergunakan di beberapa negara Asia.
atau 1% centrimonium bromida). Luka sebisa mungkin (WHO,2009).

E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan 64 Volume 1 Nomor 1 Mei 2014


Kunadi Tanzil, 61 - 67 Penyakit Rabies dan Penatalaksanaannya

Penatalaksanaan penyakit rabies terlihat pada gambar 2 sebagai berikut:

Gambar 2. Flow Chart Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies

A. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies dewasa pada hari ke 90.
1. Vaksin PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine) terdiri Depkes menganjurkan pemberian Purified Vero
dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 Rabies Vaccine (PVRV) dengan regimen 2-1-1. Vaksin
ml dalam syringe. disuntikkan secara intramuskular di deltoid atau di
a. Dosis dan cara pemberiannya sesudah digigit; cara anterolateral paha (pada anak yang lebih kecil). Cara
pemberiannya adalah disuntikkan secara intramuskular pemberiannya adalah diberikan 2 dosis sekaligus pada
(im) di daerah deltoideus/ lengan atas kanan dan kiri. hari ke 0 dan satu dosis diberikan masing-masing pada
Dosis untuk anak dan dewasa sama yaitu 0,5 ml dengan hari ke-7 dan 21. Vaksin tidak boleh diberikan di area
4 kali pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian gluteal karena buruknya respons antibodi yang didapat.
sekaligus), hari ke 7 satu kali pemberian dan hari ke 21 Jika VAR diberikan bersama dengan SAR, VAR diberikan
satu kali pemberian. dengan cara yang sama dan diulang pada hari ke-90. Pada
b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan daerah dengan keterbatasan vaksin dan biaya, vaksin
SAR sesudah digigit; cara pemberiannya sama di atas. dapat diberikan secara intradermal. Dengan cara ini,
Dosis untuk anak dan dewasa sama yaitu Dasar 0,5 ml volume dan biaya vaksin dapat dikurangi 60-80%. (WHO,
dengan 4 kali pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali pemberian 2009).
sekaligus), hari ke 7 satu kali pemberian dan hari ke 21 2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV) mempunyai
satu kali pemberian. Ulangan 0,5 ml sama pada anak dan kemasan yang terdiri dari dos berisi 7 vial @1 dosis dan

E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan 65 Volume 1 Nomor 1 Mei 2014


Kunadi Tanzil, 61 - 67 Penyakit Rabies dan Penatalaksanaannya

7 ampul pelarut @2 ml dan Dos berisi 5 ampul @1 dosis Diberikan ulangan pada 1 tahun setelah pemberian I
intra kutan dan 5 ampul pelarut @0,4 ml. dengan dosis 0,5 ml dan ulangan selanjutnya 0,5 ml tiap
a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit adalah : cara tiga tahun.
pemberian untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara b. Cara pemberian kedua: disuntikkan secara intra kutan
subcutan (sc) disekitar pusar. Sedangkan untuk vaksinasi (dibagian fleksor lengan bawah) dengan dosis dasar 0,1
ulang disuntikkan secara intracutan (ic) dibagikan fleksor ml pemberian hari ke 0, kemudian hari ke 7 dan hari ke
lengan bawah. Dosis untuk vaksinasi dasar pada anak 28 dengan dosis 0,1 ml. Ulangan diberikan tiap 6 bulan-
adalah 1 ml, dewasa 2 ml diberikan 7 kali pemberian satu tahun dengan dosis 0,1 ml.
setiap hari, untuk ulangan dosis pada anak 0,1 ml dan Vaksin SMBV (Suckling Mice Brain Vaccine), terdiri
dewasa 0,25 ml diberikan pada hari ke 11,15,30 dan hari dari dus yang berisi 7 vial @1 dosis dan 7 ampul pelarut
ke 90. @2 ml, dus berisi 5 ampul @1 dosis intrakutan dan 5
b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR ampul pelarut @0,4 ml. Cara pemberian: disuntikkan
sesudah digigit ; cara pemberian sama dengan diatas. secara intrakutan dibagian fleksor lengan bawah. Dosis
Dosis dasar untuk anak 1 ml, dewasa 2 ml diberikan 7 dasar 0,1 ml untuk anak dan 0,25 ml untuk dewasa,
kali pemberian setiap hari, untuk ulangan dosis pada anak pemberian hari 0, hari 21 dan hari 42. Untuk ulangan
0,1 ml dan dewasa 0,25 ml diberikan pada hari ke
dosis 0,1 ml untuk anak dan 0,25 untuk dewasa setiap
11,15,25,35 dan hari ke 90.
tahun.(Depkes. RI,2000:Rupprecht, 2009)
B. Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies
(SAR)
PENUTUP
1. Serum heterolog (Kuda),mempunyai kemasan bentuk
Kesimpulan
vial 20 ml (1 ml = 100 IU). Cara pemberian: disuntikkan
1. Rabies adalah penyakit zoonosis ditemukan hampir
secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin, sisanya
diseluruh tempat di dunia kecuali Antartika. Sebagian
disuntikkan intramuskular. Dosis 40 Iu/KgBB diberikan
besar kasus (95%) berasal dari Asia dan Afrika, dan
bersamaan dengan pemberian VAR hari ke 0, dengan
korban umumnya anak-anak dibawah 15 tahun (30%-
melakukan skin test terlebih dahulu.
60%)/. Di Indonesia ditemukan kejadian luar biasa (KLB),
2. Serum homolog, mempunyai kemasan bentuk vial 2
seperti di Kalimantan Barat, Maluku Utara, dan Maluku
ml ( 1 ml = 150 IU). Cara pemberian : disuntikkan secara
pada 2003, Banten pada 2007 dan Bali pada 2008.Sebagian
infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin,sisanya
disuntikkan intramuskular. Dosis 20 Iu/ kgBB diberikan besar kasus (98%) disebabkan gigitan anjing, sedangkan
bersamaan dengan pemberian VAR hari ke 0, dengan sisanya oleh hewan lain seperti kucing dan monyet.
sebelumnya dilakukan skin test. Sampai saat ini, rabies masih tersebar di 24 provinsi.
C. Dosis dan Cara Pemberian VAR untuk Pengebalan Hanya 9 provinsi yang bebas dari rabies yaitu Bangka
Sebelum Digigit (Pre Exposure Immunization) Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta,Jawa Tengah,
Khusus untuk mereka yang berisiko tinggi mendapat Jawa Timur, Yogyakarta, NTB, Papua Barat dan Papua.
paparan virus rabies, seperti staf laboratorium, dokter 2. Masa inkubasi rabies sangat bervariasi, mulai dari 7
hewan, dan petugas yang menangani hewan liar. hari sampai lebih dari 1 tahun, rata-rata 1-2 bulan,
1. Vaksin PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine) terdiri tergantung jumlah virus yang masuk, berat dan luasnya
dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 kerusakan jaringan akibat gigitan, jauh dekatnya lokasi
ml dalam syringe. gigitan ke sistem saraf pusat, persarafan daerah luka
a. Cara pemberian pertama: disuntikkan secara gigitan dan sistem kekebalan tubuh.(Jackson, 2003).
intramuskular (im) didaerah deltoideus. Dosisnya: dasar 3. Gejala klinik dibagi menjadi 4 stadium: (a) Stadium
digunakan dua dosis masing-masing 0,5 ml pemberian permulaan: gejalanya lemas, sulit makan, dan anoreksia,
pada hari 0, kemudian hari ke 28 dengan dosis 0,5 ml. (b) Stadium rangsangan; ditandai panas dan kesemutan

E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan 66 Volume 1 Nomor 1 Mei 2014


Kunadi Tanzil, 61 - 67 Penyakit Rabies dan Penatalaksanaannya

pada luka gigitan serta cemas dan reaksi berlebihan akibat dikebun binatang, petugas karantina hewan, penangkap
rangsangan sensorik, (c) Stadium ketiga; terjadi perubahan binatang, petugas laboratorium penelitian yang bekerja
perilaku berteriak, menjambak rambut, berlari, dan dengan virus rabies dan wisatawan ke daerah endemis
melompat-lompat, takut air, takut udara, takut cahaya, rabies. Penanganan rabies mestinya dimulai pada hewan
peningkatan lakrimasi dan salivasi. Rabies harus dicurigai dengan melakukan vaksinasi hewan peliharaan yang
pada penderita dengan gejala neurologi dan psikiatri akut berpotensi terkena rabies seperti anjing, kucing, dan
atau gejala laringo faringeal yang tidak bisa dijelaskan, monyet. Jika rabies sudah menular pada manusia, selain
khususnya bila terjadi di daerah endemis atau orang yang penanganannya lebih kompleks biayanya juga lebih mahal.
digigit hewan di daerah endemis rabies. Stadium terakhir, Vaksin rabies untuk manusia Rp.400.000,- per satu dosis
lumpuh, dan meninggal. pengobatan, sedangkan vaksin rabies untuk hewan sekitar
4. Penyakit rabies dapat dicegah dengan memberikan Rp.25.000,-
vaksin pada binatang yang berpotensi sebagai penyebar
DAFTAR PUSTAKA
virus rabies. Jika tergigit hewan yang dicurigai, luka harus Current WHO Guide for Rabies Pre and Post-exposure prophylaxis
i n H u m a n s , 2 0 0 9 . h t t p : / / w w w. w h o . i n t / r a b i e s /
segera dicuci dengan air sabun agar lemak yang PEProphylaxisguideline.pdf. Tanpa Tahun.
menyelimuti virus rabies larut sehingga virus mati. Setelah Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Perencanaan dan
Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies di
itu, pasien harus diberi vaksin antirabies (VAR), sekaligus Indonesia. 4th ed. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral
serum anti rabies (SAR). Hal itu untuk mencegah virus PPM & PL. Jakarta . 2000.
Jackson AV, Warrel MJ, Rupprecth VE. Management of Rabies in
yang bergerak cepat menuju pusat saraf, yakni otak. Human. Clin Infect Dis 2003.
Jackson AC, Johannsen EC. Rabies and other Rhabdovirus infection:
Harrison’s Principles of internal medical, 17th ed, Vol. 1. Mc
Saran-saran Graw-Hill, New York, 2008.
Jawetz E., Melnick JL, Adelberg EA.. Medical Microbiology, 25th
1. Pengetahuan masyarakat terhadap rabies dan PEP yang ed.. Mc Graw Hill, New York, 2010.
Merlin MA, Pryor PW. Rabies [serial online]. 2009. http://emedicine.
penting dalam pencegahan rabies masih rendah, med-scape.com/article/785543-Followup.
menyebabkan banyaknya kasus gigitan anjing tidak Rupprecht CE. Gibbon RV. “Prophylaxis against Rabies”. N. Engl.
J.Med, 2009.
ditangani dengan baik dan hampir selalu berakhir dengan Susanto CE. Penyakit Rabies Makin Meluas, 2009.
h t t p : / / w w w. m e d i a i n d o n e s i a . c o m / r e a d / 2 0 0 9 / 1 0 / 2 6 /
kematian 102330/71/14/Penyakit-rabies-makin-meluas
2. Pentingnya vaksinasi profilaksis pada individu berisiko Zakaria F, Yudianingtyas DW, Kertayadnya G. Situasi Rabies di
Beberapa Wilayah Indonesia Timur Berdasarkan Hasil Diagnose
tinggi terpapar virus rabies seperti dokter hewan, pekerja Balai Besar Veteriner Maros. Maros. 2005.

E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan 67 Volume 1 Nomor 1 Mei 2014

Anda mungkin juga menyukai