Anda di halaman 1dari 14

SGD GELISAH

1. DIFERENTIAL DIAGNOSIS
Rabies harus dicurigai dalam setiap kasus dimana pasien muncul dengan tanda-
tanda neurologis telah digigit mamalia, terutama di daerah endemik.
Kemungkinan perbedaan diagnosa utama bervariasi, tergantung pada presentasi
tersebut seperti furious rabies atau paralitik rabies.
A. Furious rabies (ganas)
 Delerium tremens,  konsumsi obat (fenotiazin
 botulisme, dan amfetamin), dan
 difteri,  konsumsi tanaman (
 Datura fastuosa).

B. Paralytic rabies (paralitik)


Ini memiliki diagnosis banding yang lebih luas karena sifat presentasi yang
lebih lambat dan fitur neurologis yang lebih menyebar.
Diagnosa banding dari paralytic rabies adalah :
 Guillain-Barre syndrome
 Polio
 Herpes simiae encephalitis
 Arbovirus encephalitis

2. DEFINISI RABIES
Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai
semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi, biasanya saliva.
Sebagian pemajanan melalui gigitan binatang yang terinfeksi, tapi kadang
aerosol virus, proses pencernaan, transplantasi jaringan yang terinfeksi dapat
memulai proses penyakit

3. EPIDEMIOLOGI RABIES
Sebagian besar sumber penularan rabies ke manusia di Indonesia, disebabkan
oleh gigitan anjing yang terinfeksi rabies (98%), dan lainnya oleh kera dan
kucing. Rabies merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, termasuk
Indonesia dimana 24 provin.si endemis rabies dari 34 provinsi dan 10 provinsi
bebas rabies. Terdapat 10 provinsi sebagai daerah bebas rabies.

4. ETIOLOGI RABIES
a) Ukuran dan Morfologi
Virus rabies masuk dalam famili Rhabdoviridae, genus Lyssavirus (lyssa:
gila). Virus rabies berbentuk bulat panjang dengan panjang 60-400 nm
dan lebar 50-85 nm. Ia diliputi oleh suatu selubung yang mempunyai
tonjolan-tonjolan (glikoprotein) seperti paku yang panjangnya 10 nm.
Sebelah dalamnya terdapat ribonukleokapsid dengan gen berserat
tunggal. Asam nukleat terdiri dari RNA dengan berat molekul 3,5 x 10 6
Dalton.

b) Daya tahan
Virus rabies dapat hidup untuk beberapa minggu pada suhu 4°C. Dapat
hidup di bawah 0°C lebih lama daripada 4°C, tetapi hanya dalam
keadaan tanpa CO2. Dapat disimpan secara liofil. Dalam gliserol pada
suhu kamar dapat hidup untuk berminggu-minggu. Dalam keadaan beku
rabies dapat tahan bertahun-tahun.
Rabies cepat dibunuh (inaktif) oleh radiasi sinar ultravioler atau cahaya
matahari. Menjadi inaktif pada suhu 50°C selama I jam dan pada 60° C
selama 3 menit. Infektivitas virus dapat dirusak oleh larutan lipid (0,1%
sodium desoxy-cbolate atau eter) atau oleh tripsin, juga oleh formalin dan
etanol 70%.

5. Patogenesis Rabies
Virus rabies masuk melalui luka atau melalui kontak langsung dengan
permukaan mukosa. Virus tidak bisa melintasi kulit utuh. Virus rabies
bereplikasi di otot yang digigit dan masuk ke motor endplates dan akson motorik
untuk mencapai sistem saraf pusat. Virion dibawa dalam vesikula menuju ke
sistem saraf pusat dengan transportasi retrograde cepat sepanjang akson
motorik. Masa inkubasi bervariasi dari 5 hari hingga beberapa tahun (biasanya
2-3 bulan; jarang lebih dari 1 tahun), tergantung pada jumlah virus di
inokulum, kepadatan NMJ di lokasi luka dan kedekatan tempat masuk virus ke
sistem saraf pusat.

a) Perjalanan Virus Rabies di SSP


Setelah mencapai SSP, virus menyebar sesuai jalur neuroanatomi melalui jalan
fast axonal transport, kemudian memperbanyak diri pada membran sel saraf.
Penyebaran dari neuron ke neuron lain terjadi secara transinaptik. Disfungsi
sistem saraf terjadi akibat abnormalitas fungsi neurotransmiter serotonin, opiat,
GABA, dan asetilkolin. Studi lain menunjukkan adanya keterlibatan N-Methil-
D-Aspartate (NMDA) dalam proses kerusakan saraf. NMDA merupakan suatu
asam amino eksitatorik yang bersifat neurotoksik.
b) Perjalanan Virus Rabies Secara Sentripetal Menuju ke SSP
Replikasi virus terjadi pada sel-sel otot di lokasi gigitan, sehingga terjadi
peningkatan jumlah virus. Virus memasuki saraf tepi melalui NMJ dengan
berikatan pada reseptor asetilkolin nikotinik. Ikatan ini menyebabkan
konsentrasi virus tinggi di daerah post-sinaptik, sehingga memudahkan virus
masuk ke saraf tepi. Kemudian virus menyebar ke SSP secara sentripetal
dengan cara retrograde fast axonal transport dengan kecepatan 50–100 mm/hari.
c) Penyebaran Virus Rabies Secara Sentrifugal dari SSP
Virus menyebar ke perifer secara sentrifugal melalui serabut saraf aferen
volunter ataupun saraf otonom. Infeksi kelenjar ludah sangat penting dalam
penyebaran infeksi melalui air liur oleh Horseradish Peroxidase (HRP). Kelenjar
ludah mendapatkan persarafan parasimpatis nervus fasialis melalui ganglion
submandibular dan nervus glosofaringeal melalui ganglion optikum, sedangkan
persarafan simpatisnya melalui ganglion servikal superior. Di samping
penyebaran ke kelenjar ludah, infeksi terjadi pada lapisan ganglion retina dan
epitel kornea yang dipersarafi oleh saraf sensoris nervus trigeminalis.
Antigen virus rabies ditemukan pada bagian apeks sel muskulus asinar dengan
konsentrasi titer virus di kelenjar ludah lebih tinggi dari di SSP.
d) Reseptor Virus Rabies
1) Reseptor nikotinat asetilkolin (NAChR)
2) Reseptor molekul adhesi sel neural
3) Reseptor neurotropin P75 low-affinity
6. Penegakan Diagnosa
Penyakit ini hanya dapat diidentifikasi setelah timbulnya gejala. Diagnosis
rabies dilakukan baik secara in vivo atau melalui otopsi. Infeksi lyssavirus tidak
mudah didiagnosis melalui ante-mortem.
Manifestasi klinis
A. Tahap Prodromal
Pada tahap awal gejala yang timbul adalah demam, lemas, lesu, tidak
nafsu makan/ anorexia, insomnia, sakit kepala hebat, sakit tenggorokan
dan sering ditemukan nyeri.
B. Tahap Sensoris
Pada tahap ini sering ditemukan rasa kesemutan atau rasa panas (parestesi) di
lokasi gigitan, cemas dan reaksi berlebih terhadap rangsang sensorik.
C. Eksitasi
Pada tahap ini penderita mengalami berbagai macam gangguan neurologik,
penderita tampak bingung, gelisah, mengalami halusinasi, tampak ketakutan
disertai perubahan perilaku menjadi agresif, serta adanya bermacam-macam
fobia yaitu hidrofobia, aerofobia dan fotofobia. Gejala lainnya yaitu spasme otot,
hiperlakrimasi, hipersalivasi, hiperhidrosis dan dilatasi pupil. Setelah beberapa
hari pasien meninggal karena henti jantung dan pernafasan. Dari seluruh
penderita rabies sebanyak 80% akan mengalami tahap eksitasi dan lamanya
sakit untuk tahap ini adalah 7 hari dengan rata-rata 5 hari.
D. Tahap Paralisis
Bentuk lainnya adalah rabies paralitik. Bentuk ini ditandai dengan
paralisis otot secara bertahap dimulai dari bagian bekas luka
gititan/cakaran. Penurunan kesadaran berkembang perlahan dan
akhirnya mati karena paralitik otot pernafasan dan jantung. Lamanya
sakit paralitik adalah 13 hari, lebih lama bila dibandingkan dengan tipe
furious.

Pemeriksaan Penunjang
Penyakit ini dalam waktu 3-5 hari dapat menyebabkan kematian sejak
timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan serologis kadang-kadang belum sempat
dilakukan.

Pemeriksaan Ante-Mortem
Spesimen air liur, kerokan mukosa, cairan serebrospinal, urin, kulit dan usap
kornea
 FAT test (Fluerescent Antibodies Test) – deteksi antigen
 RT-PCR – deteksi virus RNA
 Suckling mouse inoculation – isolasi virus
 Kultur jaringan
 Serum test - deteksi antibodi

Pemeriksaan Postmortem
Spesimen brainstem and cerebellum
 FAT test (Fluerescent Antibodies Test) – deteksi antigen
 RT-PCR – deteksi virus RNA
 Suckling mouse inoculation – isolasi virus
 Metode enzyme - deteksi anttigen
Saat ini teknik pemeriksaan untuk rabies yang cukup sensitif dan spesifik adalah
teknik pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

7. MANAJEMEN TATA LAKSANA KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR


TATALAKSANA KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR
Langka
1) Pencucian Luka
Pencucian Luka dengan menggunakan sabun. Pencucian luka dilakukan
sesegera mungkin dengan sabun dibawah air mengalir selama 15 menit.
Pencucian luka tidak menggunakan peralatan karena dikhawatirkan dapat
menimbulkan luka baru, dimana virus akan semakin masuk ke dalam.
2) Pemberian Antiseptik
Setelah dilakukan pencucian luka sebaiknya diberikan antiseptic untuk
membunuh virus rabies yang masih tersisa di sekitar luka gigitan. Antiseptic
yang dapat diberikan diantaranya povidone iodine, alcohol 70%, dan zat
antiseptic lainnya.
3) Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR)
Tujuan pemberian vaksin anti rabies adalah untuk membangkitkan sistem
imunitas dalam tubuh terhadap virus rabies dan diharapkan antibody yang
terbentuk akan menetralisasi virus rabies. Namun bila virus rabies telah
mencapai susunan saraf pusat pemberian vaksin anti rabies ini tidak akan
memberikan manfaat lagi.

Keterangan Flow Chart :


a) HEWAN HILANG/MATI
Dibagi menjadi dua yaitu luka risiko tinggi dan risiko rendah,
1. Luka risikiko tinggi segera berikan VAR dan SAR. Jika spesimen otak
dapat diperiksa lihat hasil, kalau (–) stop pemberian VAR, kalau (+)
lanjutkan pemberian VAR
2. Luka risiko rendah segera berikan VAR

b) HEWAN DAPAT DITANGKAP DAN DIOBSERVASI (10-14 hari)


Dibagi menjadi dua yaitu risiko tinggi dan risiko rendah. Luka risiko tinggi,
segera berikan VAR dan SAR. Luka risiko rendah tidak diberikan VAR dan
menunggu hasil observasi.
HASIL OBSERVASI
1. Hewan sehat
a) Luka risiko tinggi stop pemberian VAR
b) Luka risiko rendah tidak diberi VAR
2. Hewan sakit
Berikan/lanjutkan VAR setelah oti spesimen otak akan diobservasi, kalau –
stop pemberian VAR, kalau + lanjutkan pemberian VAR

TATA LAKSANA MENURUT WHO


Tabel 1 : Kategori Pajanan dan Rekomendasi Tatalaksana menurut WHO
Kategori Jenis Kontak
(dengan hewan peliharaan tersangka ata Rekomendasi Tatalaksana
u konfirmasi rabies, hewan liar atau hew
an yang tidak dapat diobservasi)
I  Menyentuh atau memberi makan hewa  Lakukan pencucian luka.
n.  Tidak diberikan vaksin atau
 Jilatan pada kulit utuh. serum.
II  Menggigit kulit terbuka.  Lakukan pencucian luka dan
 Luka goresan kecil atau lecet tanpa pe perawatan luka.
rdarahan.  Segera berikan vaksin anti r
abies.
III  Gigitan atau cakaran yang menimbulk  Lakukan pencucian luka dan
an luka transdermal baik satu atau ba perawatan luka
nyak, jilatan pada kulit yang rusak.  Segera berikan vaksin dan se
 Kontaminasi selaput lendir dengan air rum anti rabies.
liur karena jilatan dari hewan
 Terpapar dengan kelelawar
Sumber : Kemenkes, 2016
VAKSIN ANTI RABIES
1. Post Exposure Prophylaxis (PEP)
A. Purified Vero Rabies Vaccine/PVRV(Verorab)
Cara Pemberian (Metode Zagreb) :
Disuntikkan secara intramuscular (IM) di daerah lengan atas (deltoid) atau di
wilayah paha anterolateral (anak-anak umur di bawah 1 tahun).
Tabel 2 : Dosis, Cara pemberian, dan Waktu Pemberian Verovab
Dosis Cara
Waktu Pemberian
Anak Dewasa Pemberian
 Hari ke-0, 2 dosis (lengan atas
kanan dan kiri untuk anak < 1
tahun)
0,5 ml 0,5 ml IM
 Hari ke-7 (1 dosis)
 Hari ke-21 (1 dosis)

Sumber : Kemenkes, 2016

B. Purified Chick Embriyo Cell-culture Vaccine/PCECV (Rabipur)


Tabel 3 : Dosis, Cara pemberian, dan Waktu Pemberian Rabipur
Cara Pem
Dosis Waktu Pemberian
berian
1 ml IM  Hari ke-0 (2 dosis) (lengan atas kanan dan kiri
atau paha kanan dan kiri untuk anak < 1 tahu
n)
 Hari ke-7 (1 dosis)
Hari ke-21 (1 dosis)
Sumber : Kemenkes, 2016
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian VAR,
diantaranya :
1. Jenis Vaksin Anti Rabies
Dalam pemberian VAR lengkap tidak direkomendasikan memberikan
VAR dengan jenis yang berbeda atau mengkombinasikan kedua jenis
VAR yang beredar. Harus diberikan VAR lengkap dengan satu jenis
VAR saja Purivied Vero Rabies Vaccine (PVRV) saja atau Purified Chick
Embriyo Cell-culture Vaccine (PCECV) saja.
2. Kontraindikasi
3. Reaksi Alergi
4. Interaksi Obat
5. Efek Samping
6. Penyimpanan
7. Waktu Kadaluarsa

2. Tatalaksana Kasus Gigitan Yang Memiliki Riwayat Pemberian VAR


Lengkap
Pada saat pemberian VAR perlu ditelusuri apakah penderita luka gigitan
pernah mendapatkan vaksin anti rabies secara lengkap sebelumnya.
Tabel 4 : Durasi Vaksin
N Waktu Digigit Tatalaksana
o.
1. < 3 bulan Tidak perlu vaksinasi
2. 3 bulan – 12 bulan Vaksinasi 1 dosis
3. > 12 bulan Vaksinasi lenkap
Sumber : Kemenkes, 2016

3. Pre Exposure Prophylaxis (PrEP)


Pemberian kekebalan kepada orang-orang yang memiliki risiko tinggi
terinfeksi rabies, diantaranya adalah :
 Petugas kesehatan (dokter/perawat) yang menangani kasus luka gigitan
hewan penular rabies/penderita rabies.
 Dokter hewan
 Teknisi yang berhubungan dengan hewan berisiko
Dosis dan waktu pemberian
A. Purified Vero Rabies Vaccine/PVRV (Verorab)
Tabel 5 : Dosis dan Waktu Pemberian Verovab
Dosis Cara Pemberian Waktu Pemberian
 Hari ke – 0 (1 dosis)
IM. pada lengan atas  Hari ke – 7 (1 dosis)
0,5 ml
(musculus deltoid)  Hari ke – 21 (1 dosis) atau 28

Sumber : Kemenkes, 2016

B. Purified Chick Embriyo Cell-culture Vaccine/ PCECV (Rabipur)


Tabel 6 : Dosis dan Waktu Pemberian Rabipur
Dosis Cara pemberian Waktu pemberian
 Hari ke – 0 (1 dosis)
1 ml IM  Hari ke – 7 (1 dosis)
 Hari ke – 21 atau 28 (1 dosis)

Sumber : Kemenkes, 2016

Serum Anti Rabies (SAR)


Pemberian serum anti rabies terutama untuk luka risiko tinggi atau luka
kategori III yang disebabkan oleh hewan yang terindikasi tinggi rabies. Tujuan
pemberian serum anti rabies adalah untuk memberikan kekebalan pasif dalam 7
hari pertama dimana pada masa itu belum terbentuk imunitas terhadap virus
rabies. Terdapat dua jenis serum anti rabies, yaitu:
1. Serum Homolog (Human Rabies Immunoglobulin/ HRIG)
Kemasan: Vial 2 ml (1 ml = 150 IU)
Tabel 7 : Tabel Dosis, Cara dan Waktu Pemberian HRIG
Dosis
Cara Pemberian Waktu Pemberian
Anak Dewasa
Infiltrasi di sekitar luka sebanyak Bersamaan dengan
20 IU/ kg 20 IU/kg
mungkin, sisanya disuntikkan pemberian VAR hari ke-
BB BB
secara intramuscular. 0
Sumber : Kemenkes, 2016

2. Serum Heterolog
Tabel 8 : Tabel Dosis, Cara dan Waktu Pemberian Serum Heterolog
Dosis
Cara Pemberian Waktu Pemberian
Anak Dewasa
Infiltrasi di sekitar luka sebanyak
Bersamaan dengan
40 IU/kg 40 IU/kg mungkin, sisanya disuntikkan
pemberian VAR hari ke-
BB BB secara intramuscular di regio
0
gluteal
Sumber : Kemenkes, 2016
Keterangan:
a. Harus dilakukan pemeriksaan skin test terhadap penderita sebelum
pemakaian.

8. PENANGANAN PENDERITA RABIES


1. Penderita tersangka rabies segera dirujuk ke rumah sakit
2. Sebelum dirujuk, penderita diinfus dengan cairan Ringer Laktat atau NaCl
0,9%. Kalau perlu berikan antikonvulsan dan sebaiknya penderita difiksasi
selama di perjalanan.
3. Di rumah sakit penderita dirawat di ruang isolasi.
4. Tindakan medis dan pemberian obat-obatan simptomatis dan suportif
termasuk antibiotika bila diperlukan.
5. Dokter dan paramedis memakai sarung tangan, kacamata (goggle) dan
masker serta melakukan fiksasi penderita di tempat tidurnya.
6. Jika petugas medis atau paramedis yang merawat penderita rabies, belum
pernah mendapatkan vaksin anti rabies dan tidak memakai alat pelindung
diri kemudian terkena muntahan atau saliva dari penderita pada kulit
terbuka atau mukosa mulut/ mata maka disarankan untuk mendapatkan
tatalaksana pencegahan

9. Pencegahan Rabies
Pencegahan Pre-Exposure
 Pemeliharaan hewan peliharaan/hobi dilaksanakan dengan penuh rasa
tanggung jawab dan memperhatikan kesejahteraan hewan
 Berikan vaksinasi anti rabies pada hewan peliharaan secara berkala di
Pusat Kesehatan Hewan (Puskewan), dinas kesehatan hewan atau dinas
peternakan, atau ke dokter hewan
 Apabila mendapat binatang dengan gejala rabies, segera laporkan kepada
Pusat Kesehatan Hewan (Puskewan)
 Pemberian vaksinasi terhadap orang-orang yang memiliki resiko tinggi
terinfeksi rabies
Pencegahan post-exposure
 Segera melapor ke puskesmas/rumah sakit terdekat apabila digigit oleh
hewan tersangka rabies untuk mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR)
sesuai indikasi
 Tatalaksana setelah mengalami kontak dengan hewan peliharaan terindikasi
rabies sesuai dengan algoritma tatalaksana kasus gigitan hewan penular
rabies

10. Komplikasi Rabies dan Prognosis Rabies


Komplikasi Rabies
Komplikasi :
 Komplikasi pada penyakit rabies dapat berupa peningkatan tekanan intra
kranial; disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi,
hipertermia/hipotermia, aritmia dan henti jantung.
 Kejang dapat terjadi lokal maupun generalisata
 Pada stadium prodromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan
alkalosis respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi pernapasan
terjadi fase neurologik akut.

Prognosis Rabies
Dubia ad malam. Pada manusia yang tidak divaksinasi, rabies terus-menerus
mematikan setelah tanda-tanda peringatan neurologis berkembang. Vaksinasi
setelah pengalaman, profilaksis pasca pajanan (PEP), sangat berhasil untuk
pencegahan penyakit jika diperkenalkan dalam 6 hari setelah sakit.

KESIMPULAN
Kesimpulan
Seorang laki-laki berusia 40 tahun dibawa istrinya ke RS dengan keluhan gelisah seja
k 2 hari yang lalu.
Anamnesa:
1. Gelisah, demam, nyeri kepala, dan sulit menelan.
2. Pernah mengalami kecelakaan digigit anjing tetangga 2 minggu yang lalu di
lengan.
3. Belum pernah vaksin rabies.
4. Fotophobia (+).
5. Hipersalivasi, hiperlakrimasi, hyperhidrosis (+).
Pemeriksaan Fisik:
1. Tampak sakit berat.
2. Ekstremitas atas: ada luka bekas gigitan pada regio antebrachii dextra, bentuk
luka: krusta (-), ada nyeri tekan, edem, eritema, ada 2 luka vulnus laseratum,
ukuran masing-masing 2 x 1 x 1/2 cm.
Pemeriksaan Penunjang: WBC (15,2) dan CRP (55,4)
Diagnosis: Rabies
Tatalaksana:
1. Sebelum dirujuk, penderita diinfus dengan cairan ringer laktat atau Nacl 0,9%.
Kalau perlu berikan antikonvulsan dan sebaiknya penderita difiksasi selama
diperjalanan. Waspadai Tindakan-tanduk penderita yang tidak rasional dan
kadang-kadang maniacal disertai saat-saat responsive.
2. Dirumah sakit penderita dirawat diruang isolasi.
3. Tindakan medis dan pemberian obat-obatan simptomatis dan suportif termasuk
antibiotika bila diperlukan.
Prognosis: dubia ad malam.

Anda mungkin juga menyukai