BLOK HEMATOIMUNOLOGI
SKENARIO ANEMIA
OLEH:
KELOMPOK III
Nama Tutor
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CIPUTRA
SURABAYA
2020
I
DAFTAR ISI
Cover ...................................................................................................................... i
Skenario ................................................................................................................ 1
Anamnesa .............................................................................................. 1
Pemeriksaan Penunjang......................................................................... 3
Keywords ............................................................................................................. 3
Pembahasan ........................................................................................................... 7
Referensi ...............................................................................................................27
II
SKENARIO
Seorang anak perempuan umur 3 tahun dirujuk dari klinik rawat inap ke IGD RS
dengan keluhan pucat dan lemas tiba-tiba.
MORE INFORMATION
ANAMNESA
Keluhan pucat dan lemas tiba-tiba muncul langsung di hari itu,
Pucat dan lemas baru hari ini
Seminggu sebelumnya pasien menderita batuk dan deman serta di diagnosa
menderita pneumonia. Hari ketujuh mendapat obat suntik ‘ceftriaxone’.
Diberikan IM 1 gram/hari selama 6 hari dan menunjukan perubahan gejala
Hasil pemeriksaan sebelum penyuntikan ceftriaxone hari ke 7:
o Hb : 10,2gr/dl
o HCT: 29%
o WBC : 9.300
o Trombosit : 338.000
Tidak ada riwayat penyakit seperti ini sebelumnya
Tidak ada riwayat keluarga yang merasakan penyakit ini
Tidak ada alergi obat atau makanan
Lingkungan sekitar tidak ada yang merasakan ini
Tidak ada sesak
Nafsu makan normal
Badan anak mulai tampak kuning
Pasien mendapat ceftriaxone IM 1gr/ hari selama 6 hari dan menunjukkan
perubahan gejala klinis
Selang 30 menit selang pemberian ceftriaxone hari ke-7, anaknya mengalami
pucat dan lemas secara tiba-tiba, ibu penderita juga melihat kencing yang
keluar dari anaknya bewarna gelap dan tubuh anak bewarna kuning. Oleh
karena itu pasien dirujuk ke RS. Saat perjalanan, ada penurunan kesadaran
waktu perjalanan ke rumah sakit.
III
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
KU : Tampak Pucat
Kesadaran : Letargis
TB : 85 cm, BB : 15 kg; Gizi Baik
TTV :
Tensi : 80/60 mmHg
HR : 160x
RR : 40x
Temp : 36,8
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kepala :
Bentuk : Mesocephal,
Rambut : warna hitam, mudah dicabut
Wajah : Edem (-), old man face (-)
Mata :
Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera : Ikterik (+/+)
Mulut :
Mukosa : Basah, Sianosis (-), Pucat (+)
Tenggorokan : Normal
Leher :
Pembesaran KGB (-)
Glandula Thyroid (-)
Deviasi Trakea (-)
Test Kaku Kuduk (-)
Pemeriksaan Dada
Bentuk : Normo chest, gerakan normal
Jantung :
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat
Paru-paru
Inspeksi :BtN
IV
Pemeriksaan Abdomen : BtN
Pemeriksaan Extremitas Atas D/S:
Akrar dingin, ikterus (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap
HCT : 5.3%
Hb : 3.2 g/dl
WBC : 9.300
Trombosit : 338.000 /mm3
Reticulocyte : 2,14
Hapusan darah tepi
Sferositosis (+)
Urinalisis
Hb : +4
Bilirubin Indirek : 1,12
LDH : 1125
Coomb Direct Antiglobulin : IgG +3, C3D +4
Haptoglobin : <7.56
Radiografi
X-Ray : Paru Infiltrat (-), Konsolidasi (-)
KEYWORDS
- Pucat dan lemas tiba-tiba
- Seminggu sebelumnya di diagnosa pneumonia
- Riwayat penyuntikan obat ceftriaxone
- Badan tampak kuning
- Warna urine gelap
V
HIPOTESA AWAL
1. Anemia hemolitik
2. Sindroma nefrotik
3. Sepsis
MAIN PROBLEM
Pucat dan lemas
VI
MIND MAP AWAL
VII
LEARNING ISSUES
1. DD
2. Definisi anemia , definisi anemia hemolitik ,dan definisi AIHA.
3. Etiologi Anemia Hemolitik
4. Klasifikasi Anemia Hemolitik dan AIHA
5. Faktor Resiko dan epidemiologi AIHA
6. Patogenesis da patofisiologi AIHA
7. Penegakan diagnosa AIHA
8. Tata laksana AIHA
9. Komplikasi AIHA
10. Pencegahan AIHA
11. Prognosis AIHA
VIII
PEMBAHASAN
1. Differential Diagnosa
Tabel 1. Differential Diagnosis Hemolisis
Kelas/Tipe Penyakit Mekanisme Site Tes Laborator
ium
Alloimmune Reaksi transfusi, peny Trapping, fa Intravascular Neonatal DA
akit hemolitik dari fet gositosis, ko T
us dan newborn mplemen
Autoimmune Panas dan dingin ane Trapping, fa Extravascular DAT
hemolytic an mia hemolitik autoim gositosis, ko atau intravasc
emia un mplemen ular
Drug induced Obat pemicu mikroan Direct, toxi Extravascular Schistocytes,
giopati trombotik, oba n, fagositosi atau intravasc DAT, Heinz b
t pemicu hemolitik im s, fragmenta ular odies
un, oxidative hemolys si
is
Envenomatio Serangga, kobra, brow Direct Extravascular -
n n recluse spider atau intravasc
ular
Enzymopathy Defisiensi G6PD atau Oxidative ly Intravascular Enzyme activi
piruvat kinase sis ty measureme
nt
Hemoglobino Penyakit sickle cell, th Trapping Extravascular Elektroforesis
pathy alassemia, defek hemo hemoglobin
globin
Infeksi Malaria, Babesia, Bart Direct, toxi Extravascular Pathogen-spe
onella, Clostridia, Ric n, fagositosi atau intravasc cific testing
kettsia, Haemophilus i s, fragmenta ular
nfluenza, HIV si
Membranopat Spherositosis heredite Trapping Extravascular Osmotic fragi
hy r, elliptositosis heredit lity test, eosi
er, PNH (Paroxysmal n-5-maleimid
Nocturnal Haemoglob e binding
inuria)
Microangiopa Thrombotic thromboc Fragmentasi Intravascular Peripheral blo
IX
thic hemolyti ytopenic purpura, hem od smear, ass
c anemia olytic uremic syndrom essment of A
e, disseminated intrav DAMTS13 ac
ascular coagulation, H tivity, liver en
ELLP syndrome, dru zyme tests, co
g-induced thrombotic agulation stud
microangiopathy y, kultur
Osmotik Freshwater drowning Osmotic lysi Intravascular -
s
Penyakit siste Malignant hypertensio Trapping, fra Extravascular Disease-speci
mik n, SLE, scleroderma, gmentasi atau intravasc fic testing
penyakit hati, vasculiti ular
des, hypersplenism
Trauma Endovascular devices, Fragmentasi, Intravascular -
aortic stenosis, extrac direct
orporeal membrane ox
ygenation, arterioveno
us malformation, marc
h hemoglobinuria, bur
ns
Sumber: Phillip,2018
X
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik diartikan suatu penyakit yang disebabkan penghancuran sel-sel
darah merah sebelum rentang hidup normal 120 hari. Itu mencakup banyak entitas
terpisah dan beragam yang memiliki kesamaan gambaran klinis dapat membantu
dalam mengidentifikasi hemolisis.
Sumber : Philips,2018
AIHA
Anemia hemolitik (AIHA) adalah penyakit imunoIogik yang didapat dimana sel
darah merah pasien diserang dan dihancurkan (hemolisis) oleh autoantibodi yang
diproduksi oleh sistem kekebalan pasien sendiri sehingga mengalami hemolisis
Sumber : Mack & Freedman, 2000
XI
Gambar 1 : Etiologi Anemia Hemolitik
Sumber : Petz & Garretty, 2004
XII
Gambar 2 : Etiologi Anemia Hemolitik
Sumber : Petz & Garratty, 2004
Anemia hemolitik autoimun (AIHA) adalah idiopatik atau primer pada 50% orang
dewasa dan 30% kasus pediatri. Penyakit limfoproliferatif, penyakit autoimun, da
n keganasan adalah penyebab paling umum dari AIHA sekunder pada orang dewa
sa. Sedangkan infeksi, gangguan autoimun, dan gangguan disregulasi kekebalan a
dalah penyebab mendasar yang paling umum pada pediatri. Karena lebih banyak g
angguan disregulasi kekebalan yang dikenali dan dijelaskan pada tingkat genetik,
proporsi AIHA sekunder meningkat, terutama pada pasien muda dan mereka deng
an sitopenia multilineage seperti sindrom Evans.
Riwayat pribadi dan keluarga yang menyeluruh, ditambah dengan pemeriksaan fis
ik yang cermat, harus memandu penyelidikan untuk penyebab AIHA yang menda
sari. Identifikasi awal bentuk sekunder ini bijaksana karena AIHA sekunder sering
kali sulit diobati tanpa mengobati penyebab yang mendasari. Anemia hemolitik i
mun yang diinduksi obat juga harus dipertimbangkan sejak dini, karena menghent
ikan pajanan terhadap agen penyebab seringkali cukup untuk memperbaiki masala
h. AIHA, termasuk pembentukan autoantibodi, limfosit B dan T autoreaktif, aktiv
asi komplemen, makrofag, sel NK, sel T regulator, dan sitokin abnormal. Kontrib
XIII
usi dari masing-masing sel dan mekanisme untuk AIHA mendasari heterogenitas
presentasi penyakit, keparahan, dan respon terhadap pengobatan. )
Sumber : Niss & Ware, 2018
Pada anak, AIHA dapat dibagi menjadi 3, yaitu tipe Warm AIHA, Cold AIHA
dan Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (PCH) (Hay et al., 2004) :
XIV
10. Keracunan zat berbahaya, seperti arsenik atau timah.
11. Menjalani transfusi darah dari orang dengan golongan darah yang ber
beda.
Faktor resiko di atas jika tidak segera ditangani, maka akan menyebabkan
terjadinya anemia hemolitik yang semakin parah. (Pramono, 2005)
Faktor Resiko
Pada orang dengan sumsum tulang yang normal, hemolisis pada darah tepi
akan direspons oleh tubuh dengan peningkatan eritropoesis dalam sumsum
tulang. Kemampuan maksimum sumsum tulang untuk meningkatkan
eritropoesis adalah 6 sampai 8 kali normal. Apabila derajat hemolisis tidak
terlalu berat (pemendekan masa hidup eritrosit sekitar 50 hari) maka sumsum
tulang masih mampu melakukan kompensasi sehingga tidak timbul anemia.
Keadaan ini disebut sebagai keadaan hemolisis terkompensasi (cornpensated
hemolytic state). Akan tetapi, jika kemampuan kompensasi sumsum tulang
dilampaui maka akan terjadi anemia yang kita kenal sebagai anemia hemolitik
(Bakta, 2006).
Sumber : Bakta, 2006
Epidemiologi
AIHA dapat terjadi pada semua usia sangat jarang terjadi pada bayi dan
anak-anak (0,2 per 105 / tahun), memiliki prevalensi 17: 100.000 dan Angka
kematian pada anak-anak dengan AIHA idiopatik ini telah dilaporkan berada
di tingkat 10% . AIHA Bisa idiopatik/primer (50%) atau sekunder dari
sindrom limfoproliferatif (20%), penyakit autoimun (20%), infeksi dan tumor.
pada anak-anak dengan rata-rata usia diagnosis 3,8 tahun prevalensi primer
warm AIHA 37%. AIHA adalah kelainan hematologic yang jarang dengan
tingkat keparahan mulai dari gejala yang ringan sampai sindrom yang fatal
dalam waktu yang sangat singkat
Sumber : Zanella&Barcellini, 2014 ; DeLoughery, T. G. 2013. ; Naithani,
2007.
XV
5. Pathogenesis dan Patofisiologi AIHA
Patogenesis
Dalam kebanyakan kasus, etiologi utama AIHA tidak diketahui. Dalam warm
AIHA, epitop target dalam banyak kasus adalah protein Rh. Apa yang
menyebabkan sistem kekebalan menargetkan protein ini tidak diketahui, tetapi
satu teori adalah bahwa respons imun awal terhadap antigen asing mulai
bereaksi silang dengan protein Rh dan sistem kekebalan gagal menekan
respons autoreaktif ini, yang menyebabkan hemolisis. Dalam hemolisis yang
dimediasi IgG (warm), sel darah merah dilapisi dengan molekul IgG, yang
menandai sel untuk diambil dan dihancurkan oleh makrofag limpa. Dalam
cold AIHA, molekul IgM mengikat sempurna ke permukaan sel darah merah.
Jarang, hal ini dapat menyebabkan aktivasi kaskade komplemen penuh, yang
menghasilkan lisis sel darah merah, tetapi lebih sering dihentikan pada tahap
C3, yang mengarah ke sel darah merah berlapis C3 yang kemudian diambil
oleh makrofag hati
Sumber: DeLoughery, 2013.
Patofisiologi
Karena sebab yang belum diketahui, mungkin akibat gangguan regulasi imun,
terbentuk antibodi terhadap eritrosit sendiri (auto-antibodi). Eritrosit yang
diselimuti antibodi ini (sering disertai komplemen, terutama C3b) akan mudah
difagositir oleh makrofag terutama pada lien dan juga hati oleh adanya
resepror Fc pada permukaan makrofag yang kontak dengan porsi Fc dari
antibodi. Hemolisis terutama terjadi dalam bentuk hemolisis ekstravaskuler
yang akan menimbulkan anemia dan ikterus hemolitik. Pada AIHA tipe dingin
juga terbentuk krioglobulin (Bakta, 2006).
Sumber : Bakta, I. M. (2006)
XVI
a) Warm-Type Autoimmune Hemolytic Anemia
XVII
C1s. C1qrs selanjutnya mengaktifkan C2 dan C4 kemudian menyebabkan C3
teraktivasi dan membentuk C3b yang menempel pada kompleks antigen-
autoantibodi. Menempelnya C3b menyebabkan terjadinya lisis eritrosit,
dan proses ini terjadi di liver.
Gejala klinik AIHA sama seperti anemia, yang meliputi: pusing, pening,
mudah lelah, malaise, syncope, demam, kedinginan, nyeri
perut/punggung, pucat, takikardi, takipnea, hipotensi, atau syok
(Lanzkowsky, 2005).
a. Manifestasi Klinis
XVIII
Acquired Autoimmune Hemolytic Anemia merupakan kejadian yang jarang te
rjadi pada usia 4 bulan setelah kelahiran tetapi merupakan kasus acut anemia t
ersering setelah usia satu tahun. Hal ini mungkin terjadi karena adanya isolasi
masalah ataupun melibatkan adanya infeksi seperti hepatitis, upper respiratory
tract infection, mononucleosis ataupun cytomegalovirus infection. Selain kare
na hal diatas kemungkinan juga disebabkan karena Systemic Lupus Erythemat
osus dan beberapa syndrome autoimmune lainnya.
Penyakit biasanya memiliki manifestasi klinis yang akut seperti kelemahan, pu
cat, urine gelap, dan kelelahan. Adanya jaundice nampak menonjol dan gamba
ran splenomegaly. Beberapa kasus justru memiliki manifestasi chronic hingga
gangguan pada hepar. Gejala gejala lain mungkin dapat terjadi karena adanya
penyakit penyerta.
Sumber : Hay W, 2006
Pemeriksaan Fisik
Umur 6-24 bulan, sering pada umur yang lebih tua
Demam
Pallor
Jaundice ( menuju ke cirrhosis dan gagal liver)
Hepatomegaly dan splenomegaly
Konvulsi
Prognosis: jelek
Sumber : (Lanzkowsky,2005)
XIX
Tingkat hemoglobin: sangat rendah
Retikulositosis: sering terjadi
Smear: sferosit menonjol, polikromasia, makrosit, autoaglutinasi
Neutropenia dan trombositopenia (kadang-kadang)
Peningkatan kerapuhan osmotik dan autohemolisis sebanding dengan
sferosit
Tes Coombs langsung: positif
Hiperbilirubinemia
Tingkat haptoglobin: menurun tajam
Hemoglobinuria, peningkatan urobilinogen urin.
(Lanzkowsky,2005)
Pemeriksaan laboratorium dengan kriteria hemolisis terjadi peningkatan
jumlah retikulosit, peningkatan indirect bilirubin, penurunan haptoglobin,
peningkatan hemoglobin bebas (acute/severe hemolytic anemia),
peningkatan Lactat Dehidrogenase (LDH) (tidak sangat spesifik),
hemoglobinuria yang disebabkan peningkatan urobilinogen pada urin
(Sills, 2003). Hemoglobinemia terjadi akibat destruksi eritrosit 10-20 mL
intravaskuler yang akan memberi warna merah pada plasma. Bila diukur
maka kadar Hb bebas dalam plasma sekitar 50 mg/dL. Jika Hb bebas
meningkat menjadi 150-200 mg/dL, plasma berwarna merah terang dan
akan mulai terjadi hemoglobinuria. Hemoglobinuria dicurigai bila urine
berwarna merah, kecoklatan atau coklat hitam seperti coca cola.
Haptoglobin serum menurun pada hemolisis intravaskuler dan
ekstravaskuler (Bakta IM, 2006).
XX
b. Coombs test merupakan tes darah klinis yang digunakan sebagai standar
dalam diagnosis AIHA menunjukkan hasil positif. Direct Coombs test ber
guna dalam mendeteksi antibodi pada permukaan eritrosit, sedangkan i
ndirect Coombs test berguna dalam mengidentifikasi antibodi anti-eritro
sit pada serum. Tes ini dapat digunakan untuk membedakan warm AIHA
dengan cold AIHA. Jika hasil coombs test menunjukan hasil positif denga
n adanya IgG atau IgG+C3d dapat dikategorikan sebagai warm AIHA sed
angkan jika hasil menunjukkan positif dengan adanya C3d maka dapat di
kategorikan sebagai cold AIHA (Hoffman et al, 2014).
Jika tidak ada penyakit yang mendasari, AIHA disebut sebagai primer atau i
diopatik. Ketika AIHA terjadi sebagai manifestasi atau komplikasi dari peny
akit lain, istilah AIHA sekunder digunakan. AIHA harus dianggap sekunder
hanya ketika : a)AIHA dan penyakit yang dicurigai terjadi bersamaan lebih
sering daripada secara kebetulan, b) AIHA sembuh dengan koreksi penyaki
t yang dicurigai, atau c) penyakit yang dicurigai menyebabkan penyimpang
an imunologis. Sebagai contoh, leukemia limfositik kronis (CLL), dan limfo
ma terjadi pada sekitar setengan dari semua kasus AIHA sekunder. Lupus e
ritematosus sistemik (SLE) dan penyakit autoimun lainnya juga menjadi pe
nyebab sejumlah besar kasus AIHA sekunder. (Packman, 2015)
Pemeriksaan Penunjang
LDH Test
Sebagian besar pasien dengan hemolisis akan mengalami peningkatan dari LDH.
LDH sendiri merupakan enzyme yang yang ditemukan dalam sel darah merah. Uji
LDH dinilai sensitive. Bagaimanapun ula LDH level juga menggambarkan kondis
i penyakit hati dan paru yang disertai peningkatan LDH. Jadi temuan ini tidak beg
itu spesifik untuk kasus hemolisis.
Serum Bilirubin Test
Hemoglobin disimpan oleh Haptoglobin dan heme dipecah menjadi bilirubin dan
urobilinogen yang dikeluarkan melalui urine. Bilirubin diproduksi dari pemecahan
heme tanpa konjugasi yang kemudian dibawa ke hepar untuk diubah menjadi conj
ugated bilirubile dan dieksresikan melalui empedu. Pada kasus hemolisis, konsent
rasi unconjugated bilirubin (indirect bilirubin) meningkat, pada kasus kelainan he
XXI
par direct bilirubin mengalami peningkatan. Namun demikian, pada kasus kelaina
n hepar juga terjadi peningkatan bilirubin direct ataupun indirect secara bersamaa
n, jadi uji tersebut tidak begitu dipercaya.
Serum Haptoglobin
Ketika proses hemolisis berlangsung cepat, hemoglobin bebas akan terlepas dan m
emenuhi binding capacity dari Haptoglbinndan akan beredar bebas di plasma. Hal
ini dapat diidentifikasi dari adanya perubahan warna plasma. Beberapa menit setel
ah adanya hemoglobin bebas dalam plasma, plasma akan berubah warna menjadi
pink. Pada hemolisis cepat, plasma akan berubah warna seperti cola.
Hitung Retikulosit
Pada kasus hemolitik, pasien akan mengalami penurunan dari sel darah merah, sel
anjutnya akan didapati adanya kenaikan dari retikulosit yang merupakan salah sat
u bentuk kompensasi. Retikulosit merupakan sel darah merah muda yang mengan
dung RNA yang merupakan penanda adanya pelepasan sel darah merah yang beru
mur kurang dari 24 jam. Retikulosit secara tradisional diukur dengan hapusan dara
h dengan vital blue dan menghitung persentase melalui jumlah zat sel yang menye
rap zat warna tersebut. Persentase yang ada perlu ditinjau ulang dengan nilai hema
tokrit. Biasanya nilai hitung retikulosit berada diatas 1,5%. Jumlah retikulosit juga
dapat meningkat pada kasus perdarahan pada pasien anemia dibawah pengobatan t
ertentu. Selain itu, sebesar 25% AIHA tidak mengalami kenaikan nilai Retikulosit
akibat beberapa hal seperti faktor nutrisi, kerusakan sistem imun kerana adanya de
struksi sel prekursor dan gangguan erythropoiesis.
Blood Smear
XXII
Parameter dari AIHA adalah spherocytosis (kelainan bentuk sel darah merah) pad
a blood smear. Akan nampak adanya perubahan bentuk dari sel biconcave disk me
njadi bulat sebelum dirusak akibat adanya perusakan membran sel darah merah ol
eh makrofag di limpa. Bentukan sel darah merah yang bulat memiliki volume lebi
h kecil. Namun spherocytosis tidak spesifik untuk AIHA karena dapat terlihat pul
a pada kasus Spherocytosis herediter, Wilson’s disease. Pasien dengan AIHA aka
n mengalami peningkatan dari MCV. Hal ini bisa terjadi karena adanya peningkat
an reticulocytosis.
Urinary Hemosiderin
Ketika hemoglobin dikeluarkan oleh ginjal di tubulus. Ketika tubulus cell tidak be
kerja, maka hemoglobin akan dikeluarkan melalui urine. Urin dapat terwarnai den
gan pewarnaan besi dan hasil positif pada beberapa tanda hemolisis. Hemosiderin
uria merupakan tanda akhir dari hemolisis, setidaknya diperlukan waktu 1 minggu
untuk menunjukan adanya ekskresi besi pada urine.
Urinary Haemoglobin
Salah satu tanda adanya hemolisis adalah hemoglobin di urine. Uji cepat yang dap
at dilakukan adalah uji dipstick yang disertai dengan pemeriksaan mikroskopis. Pa
da uji dipstick akan terdeteksi seperti darah, namun pada pemeriksaan mikroskopi
s akan negatif red blood cell.
Evaluasi Komponen Autoimmune
Komponen autoimmune dinilai dari adanya IgG pada permukaan sel darah merah
pasien. Dapat dilakukan dengan. Direct Antiglobulin Test/ Coombs Test. Hasil po
sitif AIHA apabila ditemukannya hasil positif dari DAT yaitu dengan adanya bent
ukan aglutinasi.
XXIII
a) Anemia dapat sampai berat, terdapat mikrosferosit,polikromasia dan
seringa da normoblast dalam darah tepi.Morfologi anemia pada
umumnya ialah normokromik normositer.
b) Retikulosit sangat meningkat
Bilirubin serum meningkat 2-4 mg/dl, dengan bilirubin indirek lebih tinggi
dari bilitubin direk.
Tes Coombs direk (DAT) positif.
Sumber : Bakta,2012
DARAH TEPI
Gambaran darah tepi menunjukkan adanya proses hemolitik berupa sferositosis,
polikromasi maupun poikilositosis, sel eritrosit berinti, retikulositopeni pada awal
anemia. Kadar hemoglobin 3g/dl – 9g/dl, jumlah leukosit bervariasi disertai
gambaran sel muda (metamielosit, mielosit, dan promielosit), kadang disertai
trombositopeni. Kadar bilirubin indirek meningkat. Gambaran sumsum tulang
menunjukkan hiperplasi sel eritropoitik normoblastik.
TES COOMBS
Pemeriksaan direct antiglobulin test (DAT) positif yang menunjukkan adanya
antibodi permukaan/komplemen permukaan sel eritrosit. Pada pemeriksaan ini
terjadi reaksi aglutinasi sel eritrosit pasien dengan reagen antiglobulin yang
dicampurkan adanya tes aglutinasi oleh anti IgG menunjukkan permukaan sel
eritrosit mengandung IgG (tes DAT positif). Untuk pasien warm AIHA ditemukan
igG dan anti C3d.
XXIV
7. Tata laksana AIHA
XXV
First-line therapy
1. Corticosteroid
Meskipun kurangnya studi sistematis, ada konsensus umum bahwa kortikoste
roids adalah terapi "lini pertama" yang paling efektif untuk pasien dengan AIHA
hangat. Untuk presentasi klinis yang parah, metilprednisolon IV harus diberikan
pada 1-4 mg / kg / hari, dibagi setiap 6-8 jam. Transisi ke prednison oral atau
predniso lone kemudian dilakukan dengan 1-2 mg / kg / hari, biasanya dibagi
menjadi dua atau tiga dosis, yang dipertahankan selama 2-3 minggu sampai
konsentrasi hemoglobin minimal 10-11 g / dL dicapai tanpa dukungan transfusi.
Jika konsentrasi hemoglobin yang stabil dapat dipertahankan tanpa transfusi,
kortikosteroid oral dapat diturunkan cukup cepat dalam 1-2 bulan pertama,
dengan tujuan untuk pemberian dosis harian tunggal yang mempertahankan
jumlah stabil diikuti dengan pengurangan yang lebih lambat selama beberapa
bulan.
Sumber : Niss & Ware, 2018
Untuk mencegah terjadinya gagal sirkulasi pada kasus AIHA yang berat, maka
akses intravena dan resusitasi cairan harus segera dilakukan. Demikian juga
dengan pemantauan tanda-tanda vital, urin output, fungsi ginjal dan Hb. Sekitar
55% pasien AIHA akan memerlukan transfusi darah
8. Komplikasi AIHA
Anemia yang diderita mungkin sangat parah dan dapat menyebabkan kolaps
kardiovaskular atau kegagalan sirkulasi yang membutuhkan penanganan darurat,
sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan resiko mortalitas pada anak.
Mungkin juga dapat timbul komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit yang
mendasari seperti disseminated lupus erythematosus atau adanya penyakit
defisiensi imun
Sumber: Hay, W. W. et al. 2004
XXVI
9. Pencegahan AIHA
Hentikan obat yang dicurigai.
Jika dicurigai AIHA, hubungi pusat referensi imunohematologi redcell lokal
untuk menentukan investigasi yang tepat.
Sumber : Hill et al., 2017
Tindakan yang perlu dilakukan pada kasus AIHA tergantung pada faktor
penyebab timbulnya penyakit ini. Pada skenario di atas, oleh karena faktor yang
mencetuskan terjadinya AIHA dicetuskan oleh penggunaan obat, maka obat
yang dicurigai harus dihentikan. Perbaikan hematologis biasanya dapat dilihat
dalam waktu 1-2 minggu.
10. Prognosis
Prognosis untuk masing-masing anemia hemolitik berbeda, tergantung dari
penyebab terjadinya hemolisis. Secara umum, AIHA akibat obat memiliki
prognosis yang baik, dan tingkat relaps yang rendah, walaupun dapat ditemukan
pengecualian pada beberapa kasus. Namun kasus AIHA dengan penyakit
bawaan, seperti lupus, pasien dengan kelainan kardiovaskular, pasien dengan
defisiensi imun, serta pasien yang telah mengalami gagal ginjal akibat hemolisis
berat, tingkat mortalitas yang dilaporkan jauh lebih tinggi
Prognosis pada antibodi hangat sekunder AHA sangat tergantung pada perjalanan
penyakit yang mendasarinya. Pada anak-anak, AIHA antibodi hangat sering menu
njukkan perjalanan terbatas setelah respon cepat terhadap glukokortikoid. Paling k
asus ini terjadi setelah infeksi akut atau imunisasi.
Mereka yang pulih dari episode hemolitik awal memiliki prognosis baik dan tidak
mungkin kambuh, meskipun ada pengecualian. Anak-anak dengan AIHA kronis c
enderung lebih tua. Angka kematian berkisar dari 10 sampai 30%, dengan angka k
ematian yang lebih tinggi pada mereka dengan AIHA kronis dan dalam kasus den
gan trombositopenia imun simultan (sindrom Evans).
Pasien dengan penyakit aglutinin dingin idiopatik umumnya mengikuti arah ji
nak, sering bertahan selama bertahun-tahun [3]. Kematian mungkin akibat infe
ksi atau anemia berat atau kadang-kadang dari limfoma yang mendasari.
XXVII
Penyakit aglutinin dingin pasca infeksi biasanya sembuh sendiri. Pasien denga
n hemoglobinuria dingin paroksismal idiopatik kronis bertahan selama bertahu
n-tahun meskipun kadang-kadang terjadi paroksisma hemolysis. Anemia hem
olitik imun akibat obat biasanya ringan, dan prognosisnya bagus. Hemolisis be
rat dapat menyebabkan gagal ginjal atau kematian.
Sumber: Packman, 2015
XXVIII
KESIMPULAN
Anak laki-laki umur 3 tahun datang kerumah sakit dengan keadaaan lemas dan
pucat.
Anamnesa
Keluhan pucat dan lemas tiba-tiba muncul langsung di hari itu,
Seminggu sebelumnya pasien menderita batuk dan deman serta di diagnosa
menderita pneumonia. Hari ketujuh mendapat obat suntik ‘ceftriaxone’.
Diberikan IM 1 gram/hari selama 6 hari dan menunjukan perubahan gejala
Badan anak mulai tampak kuning
Selang 30 menit selang pemberian ceftriaxone hari ke-7, anaknya mengalami
pucat dan lemas secara tiba-tiba, ibu penderita juga melihat kencing yang
keluar dari anaknya bewarna gelap dan tubuh anak bewarna kuning. Oleh
karena itu pasien dirujuk ke RS. Saat perjalanan, ada penurunan kesadaran
waktu perjalanan ke rumah sakit.
Hasil pemeriksaan sebelum penyuntikan ceftriaxone hari ke 7:
o Hb : 10,2gr/dl
o HCT: 29%
o WBC : 9.300
o Trombosit : 338.000
Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak Pucat
Kesadaran : Letargis
TTV :
Tensi : 80/60 mmHg
HR : 160x
RR : 40x
Temp : 36,8 Celcius.
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Mata :
Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera : Ikterik (+/+)
XXIX
Pemeriksaan Dada
Bentuk : Normo chest, gerakan normal
Jantung :
- Palpasi : Ictus cordis tidak kuat
Pemeriksaan Abdomen
- Extremitas Atas D/S: Akrar dingin, ikterus (+)
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap :
HCT : 5.3%
Hb : 3.2 g/dl
WBC : 9.300
Trombosit : 338.000 /mm3
Reticulocyte : 2,14
Hapusan darah tepi :
Sferositosis (+)
Urinalisis
Hb : +4
Bilirubin Indirek : 1,12
LDH : 1125
Coomb Direct Antiglobulin : IgG +3, C3D +4
Haptoglobin : <7.56
Diagnosa : Anak 3 tahun didiagnosa mengalami autoimun hemolitik anemia et
causa karena induksi obat
Drug Induced Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Tata Laksana
a. Non farmako : stop injeksi ceftriaxon
b. Farmako:
Oxygen
Infus
XXX
Transfusi pack red cell
Follow up :
Hari ke 2 terapi : Hb: 7,3 gr/dl
Hari ke 4 terapi : Hb: 12,1 gr/dl
Kimia darah : normal
Urinalisis : Hb (-)
KIE : tidak boleh menggunakan antibiotik golongan cephalosporin
Kultur sputum : dilakukan untuk evaluasi pneumonia
XXXI
MIND MAP AKHIR
XXXII
REFERENSI
Bakta, I. M. (2006) ‘Hematologi Klinik Ringkas’, Jakarta : EGC.
DeLoughery, T. G. (2013) ‘Autoimmune Hemolytic Anemia’, Hematology,
8(March).
Hay, W. W. et al. (2004) Current Pediatric Diagnosis and Treatment. 17th edn,
Mayo Clinic Proceedings. 17th edn. Lange Medical Books/McGraw-Hill.
doi: 10.4065/79.12.1592-a.
Hill, Q. A. et al. (2017) ‘Guidelines on the management of drug-induced immune
and secondary autoimmune, haemolytic anaemia’, British Journal of
Haematology, 177(2), pp. 208–220. doi: 10.1111/bjh.14654.
Jaffe, E. S. et al. (2017) Hematopathology. 2nd edn. Philadelphia. doi:
10.1017/CBO9781107415324.004.
Kliegman, R. M. et al. (2015) ‘Nelson Textbook of Pediatrics’, in. Philadelphia:
Elsevier, p. 1605.
Mack, P. and Freedman, J. (2000) ‘Autoimmune hemolytic anemia: A history’,
Transfusion Medicine Reviews, 14(3), pp. 223–233. doi:
10.1053/tm.2000.7392.
Nahar, A. and Ravindranath, Y. (2008) ‘Approach to severe anemia in children in
the emergency room’, Therapy, 5(4), pp. 475–484. doi:
10.2217/14750708.5.4.475.
Naithani, R. et al. (2007) ‘Autoimmune hemolytic anemia in children’, Pediatric
Hematology and Oncology, 24(4), pp. 309–315. doi:
10.1080/08880010701360783.
Niss, O. and Ware, R. (2018) ‘Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemia’,
Immune Hematology: Diagnosis and Management of Autoimmune
Cytopenias, (May), pp. 103–123. doi: 10.1007/978-3-319-73269-5.
Packman, C. H. (2015) ‘The clinical pictures of autoimmune hemolytic anemia’,
Transfusion Medicine and Hemotherapy, 42(5), pp. 317–324. doi:
10.1159/000440656.
Petz, L. D. and Garratty, G. (2004) Immune Hemolytic Anemias. 2nd edn.
Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier Science.
XXXIII
Phillips, J. and Henderson, A. C. (2018) ‘Hemolytic anemia: Evaluation and
differential diagnosis’, American Family Physician, 98(6), pp. 354–361.
Sills, R. H. (2003) Practical Algorithms in Pediatric Hematology and Oncology.
Karger.
Zanella, A. and Barcellini, W. (2014) ‘Treatment of autoimmune hemolytic
anemias’, Haematologica, 99(10), pp. 1547–1554. doi:
10.3324/haematol.2014.114561.
XXXIV