Anda di halaman 1dari 12

ANEMIA HEMOLITIK (6)

PENGERTIAN

Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena destruksi atau pembuangan sel darah
merah dari sirkulasi sebelum waktunya, yaitu 120 hari yang merupakan masa hidup sel darah
merah normal. Ada dua mekanisme terjadinya hemolitik yaitu :

1. Hemolitik intravaskular : destruksi sel darah merah terjadi di dalam sirkulasi


pembuluh darah dengan pelepasan isi sel kedalam plasma. Penyebabnya antara lain
karena trauma mekanik dari endotel yang rusak, fiksasi komplemen serta aktivasi
pada permukaan sel, dan infeksi.
2. Hemolitik ekstravaskular : destruksi sel darah merah yang ada kelainan membran oleh
makrofag di limpa dan hati. Sirkulasi darah difiltrasi melalui splenic cords menuju
sinusoid limpa. Sel darah merah dengan abnormalitas struktur membran tidak dapat
melewati proses filtrasi sehingga difagositosis dan di hancurkan oleh makrofag yang
ada disinusoid.

Klasifikasi anemia hemolitik dapat berdasarkan mekanisme terjadinya, secara klinis (akut
atau kronik) dan berdasarkan penyebabnya :

Tabel 1. Klasifikasi anemia hemolitik

Defek intracorpuscular Defek extracorpuscular


Herediter Hemoglobinopati, Familial (atypical) hemolytic
enzymopathies, defek uremic syndrome
membran sitoskeletal
Acquired Paroxysmal nocturnal Destruksi mekanis
hemoglobinuria (PNH) (microangiopathic), zat
toksik, obat-obatan, infeksi,
autoimun.

DIAGNOSIS ANEMIA HEMOLITIK

Tabel 2. Diagnosis dan terapi anemia hemolitik

Klasifikas Etiologi Hal yang Diagnosis Terapi


i berhubungan
Acquired Immune- Antibodi Idiopatik, Sferosit dan atasi
mediated terhadap keganasan, DAT (direct penyebab,
antigen kelainan antiglobulin hentikan
permukaan autoimun, test) + obat-obatan
sel darah obat-obatan, yang menjadi
merah infeksi, penyebab,
transfusi darah hindari suhu
dingin,
steroid, gama
globulin IV
(intravena),
plasmaferesis
, sitotoksik,
danazol,
splenektomi
microangiopathi Gangguan TIP, HUS, schistocytes Atasi
c mekanik DIC, eklamsia, penyebabnya
sel darah preeklamsi,
merah di hipertensi
sirkulasi malignan,katu
p jantung
prostetik
Infeksi Malaria, Kultur, antibiotik
babesiosis, serologis,
klostridiu apusan darah
m tepi tebal dan
tipis
Herediter enzymopathies Defisiensi Infeksi, obat- Enzim G6PD Atasi infeksi
G6PD obatan rendah dan
menghentika
n obat-obatan
membranopathie Sferositosi Sferosit, Splenektomi
s s herediter riwayat
keluarga,
DAT
hemoglobinopati Talasemia Hemoglobin, Asam folat,
dan sickle elektroforesis transfusi
cell disease , pemeriksaan
genetic
Keterangan : TTP = thrombotic thrombocytopenic purpura. HUS = hemolytic uremic syndrome. DIC
= disseminated intravascular ccoagulation. G6PD = glucose-6-phosphate dehydrogenase.
Pendekatan diagnosis pada anemia hemolitik yaitu :

Ya

Sferosis, Sferosis, Sickle


schistocytes Anemia Demam/riwayat
DAT + DAT - , cells Infeksi/obat
mikrositik travelling
riwayat
hiokrom
keluarga
+

Immune hemolysis : Anemia Aktivitas G6PG


Sferositosis talasemia
kelainan sickle cells
herediter
limfoproliferatif /
keganasan,
penyakit autoimun,
infeksi, transfusi Anemia hemolitik Apusan darah tebal dan
Elektroforesis Hb tipis, kultur darah,
darah mikroangiopati
serologi babersia

PT/PTT, fungsi
ginjal dan hati,
Gambar 1. Algoritma Evaluasi Anemia
tekanan darah
Hemolitik

TTP, HUS, DIC, eklamsi,


preeklamsi, hipertensi
malignan, prosthetic valve
Keterangan :

LDL : Laktat Dehidrogenase DAT : Direct Antiglobulin Test

PT : Prothrombin Time G6PD : Glucose-6-Phospate Dehydrogenase

PTT : Partial Thromboplastin Time TTP : Thrombotic Thrombocytopenic Purpura

HUS : Hemolytic Uremic Syndrom DIC : Disseminated Intravascular Coagulation

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN (AHA)

Anemia hemolitik autoimun (AHA) adalah anemia hemolitik yang ditandai adanya
autoantibodi terhadap sel darah merah autolog yang ditandai dengan pemeriksaan DAT / tes
coombs yang positif. Penyebab pasti belum diketahui. Klasifikasi dari anemia hemolitik
autoimun yaitu :

Tabel 3. Klasifikasi Anemia Hemolitik Autoimun

Tipe warm autoantibody : Primary or idiopatic warm Berhubungan dengan


autoantibodi akan aktif AHA kelainan limfoproliferatif,
secara maksimal pada suhu Secondary warm AHA seperti penyakit hodgkin
tubuh 37 derajat celcius limfoma

Berhubungan dengan
penyakit rheumatik seperti
SLE

Berkaitan dengan penyakit


inflamasi kronik tertentu
seperti colitis ulseratif

Berkaitan dengan keganasan


limfoid tertentu, seperti
tumor ovarium

Berkaitan dengan konsumsi


obat-obatan tertentu seperti
metildopa
Tipe cold autoantibodi – Diperantai oleh cold Idiopatic (primary) chronic
autoantibodi akan aktif agglutinins cold agglutinin disease
secara maksimal pada suhu
tubuh < 37 derajat celcius Secondary cold agglutinin
hemolitic anemia : post
infeksi (mycoplasma
pneumonia, mononucleosis)
berkaitan dengan keganasan
sel B, kelainan,
limfoproliferatif
Diperantai oleh cold Primary or idiopatic mixed
hemolysins AHA

Secondary :
Anemia hemolitik danath-
landsteiner, umumnya
berhubungan dengan sindrom
virus akut pada anak-anak
(sering) sifilis kongenital/
tertier pada dewasa (jarang)
Mixed cold and warm Primary or idiopatic mixed
autoantibodies AHA
Secondary mixed AHA Berhubungan dengan
penyakit rheumatik seperti
SLE
Drug-Immune hemolytic Hapten or drug adsorption
anemia mechanism

Ternary (immune) complex


mechanism

True autoantibody
mechanism

Pada umumnya 80% kasus tergolong warm-reactive antibodies terhadap igG. Golongan cold
agglutinis mempunyai autoantibodi terhadap igM, dan cold hemolysins terhadap igG.
Autoantibodi akan terikat pada sel darah merah. Pada saat sel darah merah dilapisi oleh
antibodi, maka akan difagositosis oleh makrofag dan memiicu terjadinya eritrofagositosis
yang dapat berlangsung intravaskular maupun ekstravaskular.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Tabel 4. Diagnosis Anemia Hemolitik Autoimun

AHA Warm-Antibody AHA Cold-Antibody


Anamnesis Keluhan anemia, ikterik, Berlangsung kronik. Self
keluhan penyakit limiting dalam 1-3 minggu
penyebabnya, keluhan angina
atau gagal jantung. Riwayat
dalam keluarga. Dapat akut
maupun kronik.
Pemeriksaan fisik Dapat normal, pucat, ikterik, Ikterik +/-, acrocyanosis,
takikardi, demam, dapat ditemukan ulserasi
hepatosplenomegali kulit dan nekrosis.
Splenomegali +/-
Pemeriksaan penunjang DPL : hemoglobin menurun, DPL : hemoglobin menurun,
hematokrit <10% atau hamtokrit 15-20%
normal jika sudah Sediaan darah tepi :
terkompensasi, leukopenia, autoaglutinasi
neurtopenia, trombosit Bilirubin plasma:peningkatan
normal. bilirubin unconjugted dan
Hitung retikulosit : bilirubin total
meningkat Laktat dehidrogenase :
Bilirubin plasma : meningkat, merupakan hasil
peningkatan bilirubin dari destruksi sel darah
unconjugated dan bilirubin merah
total Haptoglobin : menurun
Laktat dehidrogenase : DAT+ : hanya terdeteksi
meningkat, merupakan hasil komplemen
dari destruksi del darah Urinalisis : urobilinogen +,
merah bilirubin +/-, hemoglobinuria
Haptoglobin : menurun Aspirasi sumsum tulang :
Sediaan darah tepi : sferosit, eritroid hiperplasia
fragment sel darah merah, sel
darah merah berinti
DAT + : terdeteksi adanya
autoantibodi dan/ atau
fragmen proteolitik dari
komplemen C3
Urinalisis urobilinogen +,
bilirubin +/-, hemoglobinuria
Aspirasi sum sum tulang :
eritroid hiperplasia

Direct antiglobulin test (DAT)

Diagnosa untuk anemia hemolitik autoimun membutuhkan adanya immunoglobulin dan/atau


komplemen yang terikat pada sel darah merah. Hasil yang positif menandakan bahwa sel
darah merah terlapisi oleh IgG atau komplemen terutama C3. Hasil positif lemah juga dapat
ditemukan tanpa adanya tanda hemolisis. Pada 34% kasus positif pada pasien AIDS dengan
dan/atau tanpa tanda hemolisis. Hasil negatif ditemukan pada 2-5% kasus karena jumlah
globulin pada permukaan sangat sedikit sehingga tidak terdeteksi. Metode lama (tube
methode) hanya dapat mendeteksi sampai 150-200 molekul IgG/sel, sedangkan dengan
metode terbaru sedikitnya 8 IgG molekul/sel akan menimbulkan aglutinasi sebanyak 5%. Ada
3 kemungkinan pada reaksi pada DAT yaitu :

Tabel 5. Kemungkinan pola reaksi pada DAT

Pola reaksi Tipe kelainan imunitas


Hanya IgG AHA warm-antibodi, drug-immune
hemolytic anemia, hapten or drug adsorption
mechanism
Hanya komplemen AHA warm-antibodi dengan deposit IgG
yang sedikit (subtheshold), penyakit cold
agglutinins, paroxysmal nocturnal
hemoglobinuria (PNH) drug immune
hemolytic anemia : tipe ternary complex
IgG dan komplemen AHA warm-antibodi, drug-immune
hemolytic anemia : tipe autoantibodi

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit autoimun lain seperti sferositosis herediter (hereditary spherocytosis/HS), zieve


syndrome, sepsis karena klostridium, anemia hemolitik yang mengawali penyakit wilson.

TATALAKSANA

Jika pasien mengalami hemolisis minimal, hematokrit stabil, dengan DAT positif umumnya
tidak membutuhkan terapi hanya diobservasi jika terjadi kelainan klinis. Transfusi PRC
(packed red cell) dapat diberikan terutama jika ada penyakit komorbid seperti penyakit arteri
koroner simptomatik atau anemia berat dengan kegagalan sirkulasi seperti pada paroxysmal
cold hemoglobinuria.

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN DENGAN WARM ANTIBODY

1. Glukokrtikod
- Menurunkan angka kematian pada kasus berat, memperlambat proses hemolisis
- 20% kasus remisi komplit dan 10% kasus berespon minimal atau tidak berespon
terhadap glukokortikoid
- Prednisolon 60-100 mg po (peroral) sampai hematokrit stabil atau mulai
meningakt, dosis diturunkan sampai mencapai 30 mg/hari. Jika keadaan membaik,
prednison dapat diturunkan 5mg/hari setiap minggu sampai mencapai dosis 15-
20mg/hari, selanjutnya diberikan selama 2-3 bulan setelah episode akut hemolitik
reda. Terapi dapat dihentikan setelah 1-2 bulan atau diganti alternate-day therapy
schedule.
- Alternate-day therapy schedule hanya dapat diberikan setelah remisi stabil pada
dosis prednison 15-20 mg/hari, untuk mengurangi efek samping glukokortikoid.
Terapi diberikan sampai DAT negatif.
- Metilprednisolon 100-200 mg IV (dosis terbagi) dalam 24 jam pertama, atau
prednison dosis tinggi selama 10-14 hari jika keadaannya berat.
- Jika terapi dihentikan, masih dapat terjadi remisi, sehingga harus dilakukan
pemantauan minimal beberapa tahun setelah terapi. Jika remisi maka diperlukan
terapi glukokortikoid ulang, splenektomi, atau imunosupresan.
2. Rituximad
- Antibodi monklonal terhadap antigen CD20 yang ada pada limfosit B, sehngga
dapat mengeliminasi limfosit B pada kasus AHA
- Dosis : 375 mg/m2/ minggu selama 2-4 minggu
3. Obat immunosupresan
- Cyclophosphamide, 6-mercaptopurine, azathioprine, and 6-thioguanine : dapat
mensupresi sintesis autoantibodi.
- Cyclophosphamide 50mg/kg berat badan ideal/hari selama 4 hari berturut-turut.
- Jika pasien tidak dapat mentoleransi dapat diberikan cyclophosphamide 60
mg/m2 azathioprine 80 mg/m2 setiap hari.
- Jika pasien dapat mentoleransi : terapi dapat dilanjutkan sampai 6 bulan untuk
melihat respon. Jika berespon, dosis dapat diturunkan. Jika tidak ada respon, dapat
digunakan obat alternatif lain.
- Indikasi : jika tidak berespon terhadap terapi glukokortikoid.
- Selama terapi : monitor DPL, retikulosit
- Efek samping: meningkatkan risiko keganasan, sistitis hemoragik berat.
4. Spelenktomi
- Indikasi : pasien yang mendapatkan prednison berkepanjangan >15 mg/hari untuk
menjaga konsentrasi haemoglobin
- 2 minggu sebelum operasi diberikan vaksinasi H. Influenza type b,
pneumococcal, dan meningococcal
5. Tatalaksana lain
- Asam folat 1 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan produksi sel darah merah yang
meningkat
- Plasmaferesis : masih kontroversi
- Thymectomi : pada anak yang refrakter terhadap glukokortikoid dan splenektomi
- Danazol : golongan androgen dikombinasi dengan prednison dapat menurunkan
kebutuhan splenektomi, memperpendek durasi prednison
- Globulin IV dosis tinggi
- Purine analogue 2-chlorodeoxyadenosine (cladribine)

ANEMIA HENOLITIK AUTOIMUN DENGAN COLD-ANTIBODY

- Menjaga suhu pasien tetap hangat, terutama daerah ekstremitas


- Rituxinab : 375mg/m2/ minggu selama 4 minggu dapat meningkatkan hemoglobin
- Klorambusil, siklofosfamid
- Interferon : menurunkan titer aglutinin
- Plasma exchange

KOMPLIKASI

Emboli paru, infeksi, kolaps kardiovaskular, tromboemboli, gagal ginjal akut

PROGNOSIS

Pasien dengan AHA warm antibody idiopatik dapat relpas dan remisi. Tidak ada faktor yang
dapat memprediksi prognosisnya. Umumnya berespon terhadap glukokortikoid dan
splenektomi. Angka kematian mencapai 46% pada bebrapa kasus. Angka harapan hidup
dalam 10 tahun sebesar 73%. Sedangkan prognosis AHA warm antibody sekunder tergantung
penyakit penyebabnya. Pada kasus AHA cold antibody idiopatik, perjalaan penyakit
umumnya benign dan bertahan untuk beberapa tahun. Kematian karena infeksi, anemia berat,
atau proses limfoproliferatif yang mendasarinya. Jika disebabkan karena infeksi, AHA cold
antibody akan sembuh sendiri dalam beberapa minggu. Pada kasus hemoglobinuria masif
dapat terjadi gagal ginjal akut yang membutuhkn hemodialisa.

ANEMIA PENYAKIT KRONIK

Anemia adalah suatu keadaan berkurangnya sel darah merah dalam tubuh. Anemia penyakit
kronik adalah anemia yang terjadi pada yang ditemukan pada kondisi penyakit kronik seperti
infeksi kronik, inflamasi kronik atau beberapa keganasan. Pada penyakit inflamasi, sitokin
dihasilkan oeh leukosit yang aktif dan sel yang lain yang ikut berperan mnurunkan kadar
hemoglobin (Hb). Ada bebrapa mekanisme terjadinya anemia pada anemia penyakit kronik :

1. Anemia yang terjadi disebabkan karena sitokin inflamasi yaitu inteleukin 6 (IL-6)
menghambat produksi sel darah merah. IL-6 meningkatkan produksi hormon hepcidin
yang diproduksi oleh sel hepatosit berperan dalam regulator zat besi. Hormon
hepcidin akan menghambat pelepasan zat besi dari makrofag dan hepatosit, sehingga
jumlah zat besi untuk pembentukan sel darah merah terbatas
2. Inhibisi pelepsan eritropoetin dari ginjal oleh IL-1 dan TNF α (tumour necrosis factor)
3. Inhibisi langsung proliferasi progenitor eritroid oleh TNF α dan INF γ (interferon γ)
4. Peningkatan eritrofagositosis magrofag RES (reticuloendotelial system) oleh TNF α

Keadaan yang berkaitan dengan anemia penyakit kronik yaitu :

Tabel 1. Keadaan yang berkaitan dengan anemia penyakit kronik

kategori Penyakit yang berhubungan


Infeksi Tuberkulosis, HIV/AIDS, malaria,
osteomielitis, abses kronik, sepsis, hepatitis
B, hepatitis C
Inflamasi Reumatoid artritis, kelainan reumatologi lain,
inflammatory bowel desase, sindrom respon
inflamasi sistemik
Keganasan Karsinoma, limfoma, multiple mieloma,
penyakit hodgkin
Disregulasi sitokin Anemia karena usia tua
Penyakit sistemik Gagal ginjal kronik, sirosis hepatik, gagal
jantung

Penyebab dari anemia penyakit kronik :

1. Ketidakmampuan tubuh meningkatkan produksi eritrosit (sel darah merah) sebagai


kompensasi pemendekan umur eritrosit
2. Destruksi sel darah merah
3. Sekresi hormon eritropoitin yang tidak adekuat dan resistensi terhadap hormon
tersebut
4. Eritropoesis yang terbatas karena menurunnya jumlah zat besi
5. Absorpsi zat besi dari saluran cerna yang terhambat
PENDEKATAN DIAGNOSIS

Diagnosis cukup sulit terutama jika bersamaan dengan defisiensi zat besi. Penyebab anemia
lain harus disingkirkan sebelum mendiagnosis, seperti perdarahan, malnutrisi, defisiensi asam
folat, defisiensi vitamin B12, dan hemolisis.

ANAMNESIS

Keluhan-keluahan yang didapatkan berupa rasa lemah dan lelah, sakit kepala, nafas pendek.

PEMERIKSAAN FISIK

Pucat, tampak anemis, dapat ditemukan kelainan-kelainan sesuai penyakit penyebabnya.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hemoglobin (Hb) menurun (kadar : 8-9 g/dl)


2. Hitung retikulosit absolut : normal atau meningkat sedikit
3. Feritin serum : normal atau meningkat. Merupakan penanda simpanan zat besi, kadar
15 ng/ml mengindikasikan tidak adanya cadangan besi
4. Besi dalam serum : menururn (hipoferemi), half-life: 90 menit
5. Transferin serum : menurun, half-life 8-12 hari, sehingga penurunan transferin serum
lebih lama terjadi daripada penurunan kadar besi serum
6. Saturasi transferin
7. Reseptor transferin terlarut (soluble transferin receptor) : menurun
8. Rasio reseptor transferin terlarut dengan log feritin
9. Kadar sitokin
10. Ertiropoetin
11. Hapusan darah tepi : normositik normokrom, dapat hipokrom mikrositik ringan
12. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang : jarang dilakukan untuk mendiagnosis anemia
penyakit kronik, tetapi dapat dilakukan sebagai gold standard untuk membedakan
dengan anemia defisiensi besi. Morfologi sumsum tulang dan pewarnaan zat besi
normal, kecuali dikarenakan penyakit penyebabnya. Hal yang penting diperhatikan
adanya simpanan zat besi dalam sitoplasma makrofag atau berfungsi di dalam
nucleus. Pada individu normal, dengan pewarnaan prusian blue partikel dapat
ditemukan didalam atau disekitar makrofag, sepertiga nukleus, mengandung 1-4
badann inklusi halus berwarn biru (sideroblas). Pada anemia penyakit kronik, partikel
besi disideroblas berkurang atau tidak ada, tetapi dimakrofag meningkat. Peningkatan
simpanan zat besi dimakrofag berhubungan dengan menurunnya kadar besi
disirkulasi.

Perbedaan anemia penyakit kronik dengan anemia defisiensi besi dari hasil pemeriksaan
laboraturium :

Tabel 2. Perbedaan anemia dari hasil pemeriksaan penunjang


Parameter Anemia penyakit Anemia defisiensi Campuran keduanya
kronik besi
Serum besi Menurun atau normal Menurun Menurun
Transferin Menurun atau normal Meningkat Menurun
Saturasi Menurun atau normal Menurun Menurun
transferin
Feritin Normal atau Menurun Menurun atau normal
meningkat
TFR Normal Meningkat Normal atau
meningkat
TFR/log Rendah (<1) Tinggi (>4) Meningkat (>2)
feritin
sitokin meningkat Normal Meningkat

DIAGNOSIS BANDING

- Supresi sumsum tulang karena obat : besi serum meningkat, hitung retikulosit
rendah
- Hemolisis karena obat : hitung retikulosit, haptoglobin, bilirubin, dan laktat
- Kehilangan darah kronik : serum besi menurun, feritin serum menurun, transferin
meningkat
- Gangguan ginjal
- Gangguan endokrin : hipotiroid, hipertiroid, diabetes mellitus
- Metastasis sumsum tulang : poikilosit, normoblas, teardrop shaped red cells, sel
mieloid imatur
- Thalasemia minor

TATALAKSANA

1. Mengenali dan mengatasi penyakit penyebabnya


2. Terapi besi : kegunaanya masih dalam perdebatan
3. Kontraindikasi jika feritin normal (>100 ng/ml)
4. Agen erythropoietic :
- Indikasi : anemia pada kanker yang akan menjalani kemoterapi, gagal ginjal
kronik, infeksi HIV yang akan menjalani terapi mielosupresif
- 3 jenis : epoetin α, epoetin β, darbepoetin α
- Epoetin : dosis awal 50-150 U/kg berat badan diberikan 3 kali seminggu selama
minimal 4 minggu, jika tidak ada respon dosis dinaikkan 300U/kg diberikan 3 kali
seminggu 4-8 minggu setelah dosis awal
- Target : Hb 11-12 gram/dl
- Sebelum pemberian harus menyingkirkan adanya anemia defisiensi besi
- Monitoring selama terapi : setelah terapi selama 4 minggu dilakukan pemeriksaan
Hb, 2-4 minggu kemudian. Jika Hb meningkat <1 gr/dl evaluasi ulang status besi
dan pertimbangkan pemberian suplemen besi. Jika HB mencapai 12 gr/dl
diperlukan penyesuaian dosis. Jika tidak ada respon dengan dosis optimal dalam 8
minggu, berarti pasien tidak responsif terhadap terapi agen erytropoetic
- Transfusi darah : jika anemia sedang-berat (Hb < 6,5 gr/dl) dan bergejala

KOMPLIKASI

Gagal jantung, kematian

PROGNOSIS

Keluhan anemia akan berkurang jika mengobati penyaki penyebabnya. Pada suatu penelitian
dinyatakan bahwa anemia berhubungan dengan gagal ginjal, gagal jantung kongestif dan
kanker. Derajat anemia berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit, prognosis buruk
pada pasien dengan penyakit keganasan, gagal ginjal kronik, dan gagal jantung kongestif.
Kematian yang terjadi tidak dikarenakan anemia secara langsung. Belum terbukti bahwa
perbaikan anemia saja akan meningkatkan prognosis penyakit penyebabnya seperti kanker
atau penyakit inflamasi.

Anda mungkin juga menyukai