PENGERTIAN
Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena destruksi atau pembuangan sel darah
merah dari sirkulasi sebelum waktunya, yaitu 120 hari yang merupakan masa hidup sel darah
merah normal. Ada dua mekanisme terjadinya hemolitik yaitu :
Klasifikasi anemia hemolitik dapat berdasarkan mekanisme terjadinya, secara klinis (akut
atau kronik) dan berdasarkan penyebabnya :
Ya
PT/PTT, fungsi
ginjal dan hati,
Gambar 1. Algoritma Evaluasi Anemia
tekanan darah
Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun (AHA) adalah anemia hemolitik yang ditandai adanya
autoantibodi terhadap sel darah merah autolog yang ditandai dengan pemeriksaan DAT / tes
coombs yang positif. Penyebab pasti belum diketahui. Klasifikasi dari anemia hemolitik
autoimun yaitu :
Berhubungan dengan
penyakit rheumatik seperti
SLE
Secondary :
Anemia hemolitik danath-
landsteiner, umumnya
berhubungan dengan sindrom
virus akut pada anak-anak
(sering) sifilis kongenital/
tertier pada dewasa (jarang)
Mixed cold and warm Primary or idiopatic mixed
autoantibodies AHA
Secondary mixed AHA Berhubungan dengan
penyakit rheumatik seperti
SLE
Drug-Immune hemolytic Hapten or drug adsorption
anemia mechanism
True autoantibody
mechanism
Pada umumnya 80% kasus tergolong warm-reactive antibodies terhadap igG. Golongan cold
agglutinis mempunyai autoantibodi terhadap igM, dan cold hemolysins terhadap igG.
Autoantibodi akan terikat pada sel darah merah. Pada saat sel darah merah dilapisi oleh
antibodi, maka akan difagositosis oleh makrofag dan memiicu terjadinya eritrofagositosis
yang dapat berlangsung intravaskular maupun ekstravaskular.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
TATALAKSANA
Jika pasien mengalami hemolisis minimal, hematokrit stabil, dengan DAT positif umumnya
tidak membutuhkan terapi hanya diobservasi jika terjadi kelainan klinis. Transfusi PRC
(packed red cell) dapat diberikan terutama jika ada penyakit komorbid seperti penyakit arteri
koroner simptomatik atau anemia berat dengan kegagalan sirkulasi seperti pada paroxysmal
cold hemoglobinuria.
1. Glukokrtikod
- Menurunkan angka kematian pada kasus berat, memperlambat proses hemolisis
- 20% kasus remisi komplit dan 10% kasus berespon minimal atau tidak berespon
terhadap glukokortikoid
- Prednisolon 60-100 mg po (peroral) sampai hematokrit stabil atau mulai
meningakt, dosis diturunkan sampai mencapai 30 mg/hari. Jika keadaan membaik,
prednison dapat diturunkan 5mg/hari setiap minggu sampai mencapai dosis 15-
20mg/hari, selanjutnya diberikan selama 2-3 bulan setelah episode akut hemolitik
reda. Terapi dapat dihentikan setelah 1-2 bulan atau diganti alternate-day therapy
schedule.
- Alternate-day therapy schedule hanya dapat diberikan setelah remisi stabil pada
dosis prednison 15-20 mg/hari, untuk mengurangi efek samping glukokortikoid.
Terapi diberikan sampai DAT negatif.
- Metilprednisolon 100-200 mg IV (dosis terbagi) dalam 24 jam pertama, atau
prednison dosis tinggi selama 10-14 hari jika keadaannya berat.
- Jika terapi dihentikan, masih dapat terjadi remisi, sehingga harus dilakukan
pemantauan minimal beberapa tahun setelah terapi. Jika remisi maka diperlukan
terapi glukokortikoid ulang, splenektomi, atau imunosupresan.
2. Rituximad
- Antibodi monklonal terhadap antigen CD20 yang ada pada limfosit B, sehngga
dapat mengeliminasi limfosit B pada kasus AHA
- Dosis : 375 mg/m2/ minggu selama 2-4 minggu
3. Obat immunosupresan
- Cyclophosphamide, 6-mercaptopurine, azathioprine, and 6-thioguanine : dapat
mensupresi sintesis autoantibodi.
- Cyclophosphamide 50mg/kg berat badan ideal/hari selama 4 hari berturut-turut.
- Jika pasien tidak dapat mentoleransi dapat diberikan cyclophosphamide 60
mg/m2 azathioprine 80 mg/m2 setiap hari.
- Jika pasien dapat mentoleransi : terapi dapat dilanjutkan sampai 6 bulan untuk
melihat respon. Jika berespon, dosis dapat diturunkan. Jika tidak ada respon, dapat
digunakan obat alternatif lain.
- Indikasi : jika tidak berespon terhadap terapi glukokortikoid.
- Selama terapi : monitor DPL, retikulosit
- Efek samping: meningkatkan risiko keganasan, sistitis hemoragik berat.
4. Spelenktomi
- Indikasi : pasien yang mendapatkan prednison berkepanjangan >15 mg/hari untuk
menjaga konsentrasi haemoglobin
- 2 minggu sebelum operasi diberikan vaksinasi H. Influenza type b,
pneumococcal, dan meningococcal
5. Tatalaksana lain
- Asam folat 1 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan produksi sel darah merah yang
meningkat
- Plasmaferesis : masih kontroversi
- Thymectomi : pada anak yang refrakter terhadap glukokortikoid dan splenektomi
- Danazol : golongan androgen dikombinasi dengan prednison dapat menurunkan
kebutuhan splenektomi, memperpendek durasi prednison
- Globulin IV dosis tinggi
- Purine analogue 2-chlorodeoxyadenosine (cladribine)
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Pasien dengan AHA warm antibody idiopatik dapat relpas dan remisi. Tidak ada faktor yang
dapat memprediksi prognosisnya. Umumnya berespon terhadap glukokortikoid dan
splenektomi. Angka kematian mencapai 46% pada bebrapa kasus. Angka harapan hidup
dalam 10 tahun sebesar 73%. Sedangkan prognosis AHA warm antibody sekunder tergantung
penyakit penyebabnya. Pada kasus AHA cold antibody idiopatik, perjalaan penyakit
umumnya benign dan bertahan untuk beberapa tahun. Kematian karena infeksi, anemia berat,
atau proses limfoproliferatif yang mendasarinya. Jika disebabkan karena infeksi, AHA cold
antibody akan sembuh sendiri dalam beberapa minggu. Pada kasus hemoglobinuria masif
dapat terjadi gagal ginjal akut yang membutuhkn hemodialisa.
Anemia adalah suatu keadaan berkurangnya sel darah merah dalam tubuh. Anemia penyakit
kronik adalah anemia yang terjadi pada yang ditemukan pada kondisi penyakit kronik seperti
infeksi kronik, inflamasi kronik atau beberapa keganasan. Pada penyakit inflamasi, sitokin
dihasilkan oeh leukosit yang aktif dan sel yang lain yang ikut berperan mnurunkan kadar
hemoglobin (Hb). Ada bebrapa mekanisme terjadinya anemia pada anemia penyakit kronik :
1. Anemia yang terjadi disebabkan karena sitokin inflamasi yaitu inteleukin 6 (IL-6)
menghambat produksi sel darah merah. IL-6 meningkatkan produksi hormon hepcidin
yang diproduksi oleh sel hepatosit berperan dalam regulator zat besi. Hormon
hepcidin akan menghambat pelepasan zat besi dari makrofag dan hepatosit, sehingga
jumlah zat besi untuk pembentukan sel darah merah terbatas
2. Inhibisi pelepsan eritropoetin dari ginjal oleh IL-1 dan TNF α (tumour necrosis factor)
3. Inhibisi langsung proliferasi progenitor eritroid oleh TNF α dan INF γ (interferon γ)
4. Peningkatan eritrofagositosis magrofag RES (reticuloendotelial system) oleh TNF α
Diagnosis cukup sulit terutama jika bersamaan dengan defisiensi zat besi. Penyebab anemia
lain harus disingkirkan sebelum mendiagnosis, seperti perdarahan, malnutrisi, defisiensi asam
folat, defisiensi vitamin B12, dan hemolisis.
ANAMNESIS
Keluhan-keluahan yang didapatkan berupa rasa lemah dan lelah, sakit kepala, nafas pendek.
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Perbedaan anemia penyakit kronik dengan anemia defisiensi besi dari hasil pemeriksaan
laboraturium :
DIAGNOSIS BANDING
- Supresi sumsum tulang karena obat : besi serum meningkat, hitung retikulosit
rendah
- Hemolisis karena obat : hitung retikulosit, haptoglobin, bilirubin, dan laktat
- Kehilangan darah kronik : serum besi menurun, feritin serum menurun, transferin
meningkat
- Gangguan ginjal
- Gangguan endokrin : hipotiroid, hipertiroid, diabetes mellitus
- Metastasis sumsum tulang : poikilosit, normoblas, teardrop shaped red cells, sel
mieloid imatur
- Thalasemia minor
TATALAKSANA
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Keluhan anemia akan berkurang jika mengobati penyaki penyebabnya. Pada suatu penelitian
dinyatakan bahwa anemia berhubungan dengan gagal ginjal, gagal jantung kongestif dan
kanker. Derajat anemia berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit, prognosis buruk
pada pasien dengan penyakit keganasan, gagal ginjal kronik, dan gagal jantung kongestif.
Kematian yang terjadi tidak dikarenakan anemia secara langsung. Belum terbukti bahwa
perbaikan anemia saja akan meningkatkan prognosis penyakit penyebabnya seperti kanker
atau penyakit inflamasi.