Anda di halaman 1dari 136

PEMICU 2 – Blok Hematologi

Kelompok 14

Senin, 9 Oktober 2017


Kelompok 14

Tutor : Dr. Linda


Ketua : Steffanny Regina Maria (405160017)
Sekretaris : Jonathan Edbert Afandy (405160200)
Penulis : Kevina Liora (405160226)

Ni Nyoman Luxzi Harini (405160158)


Tamia Putri Roman (405150191)
Kania Fidelia Widjaja (405160035)
Stefanus (405160039)
Reyhan Yafi Azlia (405160070)
Sys Haikal (405160089)
Felicia Reinatta (405160103)
Alicia (405160191)
Rizka Irayani (405160198)
Pemicu 2 – Aku Lemas, Letih, Lesu
Seorang mahasiswa semester 3, datang ke praktek dokter karena belakangan ini dia merasa lemas, lesu, dan letih. Menurut
temannya, dia tampak pucat. Mahasiswa tersebut berpikir dia mengalami kurang darah, dan dia minum obat penambah darah
seperti yang diiklankan di TV. Setelah minum obat selama sebulan, tidak tampak adanya perbaikan pada dirinya. Dokter yang
memeriksanya, mengingatkan mahsiswi tersebut agar tidak sembarangan mengonsumsi obat penambah darah.
Mahasiswa tersebut merasa heran dengan pernyataan dokter tersebut, serta beberapa hal yang ditanyakan kepadanya seperti :
kebiasaan makan, jenis makanan yang suka dikonsumsi, apakah dia sering sakit atau ademam, menanyakan mengenai keluarga
apakah ada yang pucat seperti dia. Malahan dokter menanyakan juga mengenai menstruasinya apakah lancar dan seberapa banyak,
apakah dia senang berkebun atau sering ke pantai tanpa memakai sandal. Mahasiswi tersebut semakin heran karena dokter
memeriksanya dengan rinci sekali seperti memeriksa mata, lidah, perut, jari – jari tangan terutama memperhatikan kukunya. Dokter
menanyakan juga apakah dia mengalami perubahan dalam mengecap. Setelah itu, dokter mengatakan kemungkinan dia mengalami
kurang darah. Untuk memastikan keadaannya, dokter menganjurkan melakukan laboratorium, dokter memberikan tanda silang
pada pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leuoksit, trombosit, MCV, MCH, MCHC, Laju Endap darah, hitung jenis
leukosit, hitung retikulosit, dan evaluasi morfologi darah tepi.
Pada saat pulang mahasiswa tersebut belum diberikan obat apapun, bahkan obat penambah darah yang diminumnya, dihentikan
oleh dokter.Menurut dokter, obat akan diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Mahasiswi tersebut bertanya dalam
hati apa yang terjadi dengan dirinya? Apakah banyak orang yang mempunyai keluhan dan keadaan seperti dia?

Apa yang dapat anda pelajari dari pemicu diatas ini?


Mind Map
Etiologi

Gejala Anemia
Fisik
Pemeriksaan
Penunjang

Diagnosis
Mikrositik Hipokrom

Normositik Normokrom Klasifikasi Anemia


Makrositik
Farmakologis
Tatalaksana
Non Farmakologis
Learning Objectives
1. Definisi Anemia
2. Etiologi, Klasifikasi, dan Epidemiologi Anemia
3. Patofisiologi Anemia
4. Gejala Anemia
5. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Anemia
6. Tatalaksana Anemia (Farmakologis dan Non
Farmakologis)
7. Komplikasi dan Prognosis Anemia
LI 1 – Definisi Anemia
Definisi Anemia

“Penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi


fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer” – Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Definisi Anemia
1. Anemia : massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh.
2. Secara laboratorik : penurunan di bawah normal kadar hemoglobin,
hitung eritrosit, dan hematokrit.
Cut Off Point (WHO 2001)
Kriteria Klinik Anemia
1. Hemoglobin < 10g/dl
2. Hematokrit < 30%
3. Eritrosit < 2,8 juta/mm3

Mengurangi beban klinis dibanding bila menggunakan Kriteria


WHO
Derajat Anemia

Derajat Kadar Hb
Ringan sekali Hb 10 g/dL – cut of point
Ringan Hb 8-9.9 g/dL
Sedang Hb 6-7.9 g/dL
Berat HB < 6 g/dL
LI 2 – Etiologi, Klasifikasi, dan Epidemiologi
Anemia
Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Anemia defisiensi besi
Kekuranganbahan esensial
Anemia defisiensi asan folat
pembentuk eritrosit
Anemia defisiensi Vit B12

Anemia akibat penyakit kronik


Gangguan penggunaan besi
Annemia sideroblastik
Anemia karena
gangguan Anemia aplastik
pembentukan Anemia mieloplastik
eritrosit
Anemia pada keganasan hematologi
Kerusakan sumsum tulang
Anemia diseritropoietik

Anemia pada sindrom mielodisplastik

Kekurangan eritropoietin
Anemia pada gagal ginjal kronik

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI


Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Anemia pasca pendarahan akut
Anemia akibat hemoragi
Anemia pasca pendarahan kronik
Gangguan membran eritrosit
(membranopati)
Gangguan enzim eritrosit
(Enzimopati)
Anemia hemolitik Anemia akibat defisiensi
intrakorpuskular G6PD
Anemia hemolitik Gangguan hemoglobin :
Thalassemia
Hemoglobinopati struktural
(HbS, HbE, dll)
Anemia hemolitik autoimun
Anemia hemolitik
ekstrakorpuskuler Anemia hemolitik
mikroangiopatik
Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI
Klasifikasi Berdasarkan Morfologi
Anemia defisiensi besi
Anemia Hipokromik Thalassemia major
Mikrositer Anemia akibat penyakit kronik
Anemia sideroblastik
Anemia pasca pandarahan akut
Anemia aplastik
Anemia hemolitik didapat
Anemia Normokromik
Anemia akibat penyakit kronik
Normositer
Anemia pada gagal ginjal kronik
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia pada keganasan hematologik
Klasifikasi Berdasarkan Morfologi

Anemia defisiensi
asam folat
Bentuk Megaloblastik Anemia defisiensi Vit
B12 (Anemia
Pernisiosa)
Anemia Makrositer Anemia pada penyakit
hati kronik
Bentuk Non Anemia pada
Megaloblastik hipotiroidisme
Anemia Pada sindrom
mielodisplastik
Klasifikasi Berdasarkan Morfologi

Hipokromik Mikrositer MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg

Normikromik Normositer MCV 80-95 fl ; MCH 27-34 pg

Makrositer MCV > 95 fl


Epidemiologi Anemia
Prevalensi Perkotaan Pedesaan Berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan kelompok umur
Anemia di
Indonesia

Laki-laki 18,4% 5-14 tahun 26,8%

21,7% 20,6% 22,8%


Perempuan 23,9% 15-24 tahun 18,4%

Sumber: Riskesdas 2013

Sumber: WHO: Proportion (%) of Population covered by Anemia (National or Subnational) Prevalence Survey
between 1993 and 2005
Prevalensi Anemia di Indonesia
NO Kelompok Populasi Angka prevalensi
1 Hamil 50 – 70 %
2 Perempuan dewasa tidak hamil 30 – 40 %
3 Anak prasekolah (balita) 30 – 40 %
4 Pekerja berpenghasilan rendah 30 – 40 %
5 Anak usia sekolah 25 – 35 %
6 Laki-laki dewasa 20 – 30 %
Prevalensi anemia di Dunia (WHO)

Prevalensi individu yang anemia (%)


Anak Anak Laki-laki Wanita 15-49 tahun
0-4 5-12 Hamil Semua
tahun tahun
Negara Maju 12 7 3 14 11
Negara 51 46 26 59 47
Berkembang
Dunia 43 37 18 51 35
LI 3 – Patofisiologi Anemia
Patofisiologi Umum
Eritrosit / hemoglobin menurun

Kapasitas angkut oksigen menurun

Anoksia organ target Mekanisme kompensasi tubuh

Gejala Anemia
Anemia defisiensi besi

• Timbul akibat kosongnya cadangan besi sehingga penyediaan besi


untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan Hb
berkurang.
• Kelainan ini ditandai dengan:
a. Anemia hipokromik mikrositer
b. Besi serum menurun
c. TIBC meningkat
d. Saturasi transferin menurun
e. Feritin serum menurun
Anemia Defisiensi Besi
PATOGENESIS Faktor Etiologi

Iron depleted state

Iron deficient erythropoiesis

Iron deficiency
anemia

Gejala Klinis
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Anemia sideroblastik
• Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang
• Klasifikasi:
a. Anemia sideroblastik primer
i. Hereditary sex linked sideroblastic anemia
ii. Primary acquired sideroblastic anemia (PASA) atau idiopathic
acquired sideroblastic anemia (IASA)
b. Anemia sideroblastik sekunder
i. Akibat obat
ii. Akibat alkohol
iii. Akibat keracunan timah hitam
c. Pyridoxin responsive anemia
Patofisiologi Anemia Sideroblastik
Gangguan inkorporasi besi ke dalam protoprifin
(pembentukan heme, def vit B6)

Besi menumpuk dalam Gangguan pembetukan


mitochondria hemoglobin

Ring sideroblast Mikrositik hipokrom

ANEMIA
Eritropoesis tidak efektif
SIDEROBLAST
Anemia megaloblastik
• Anemia khas yang ditandai oleh adanya sel megaloblast dalam
sumsum tulang
• Sel megaloblast  prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar
disertai adanya kesenjangan pematangan sitoplasma dan inti, dimana
sitoplasma maturasinya normal tetapi inti besar dengan susunan
kromosm yang longgar.
• Disebabkan  gangguan pembentukan DNA pada inti eritroblast,
terutama akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat
Penyebab anemia megaloblastik

Defisiensi vit. B12 Defisiensi asam folat


Anemia pernisiosa Gizi
Vegetarian Penyakit Coeliac
Tropical sprue Tropical sprue
Gastrektomi kehamilan
Patogenesis anemia megaloblastik

• Disebabkan terjadinya defisiensi vitamin B12 dan asam folat.


Dimana keduanya berfungsi dalam :
• Pembentukan DNA inti sel
• Khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin
• Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritroblast ini maka :
a. Maturasi inti lebih lambat sehingga kromotin lebih longgar
b. Sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel lambat
• Sel eritroblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan
kromatin yg lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast
• Sel megaloblast fungsinya tidak normal, dihancurkan semasih
dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan
masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada anemia
• Kelainan yg sama, pada tingkat lebih ringan terjadi pada sistem
mieloid dan megakariosit sehingga anemia megaloblastik sering
disertai leukopeia dan trombositopenia ringan
Patogenesis Anemia Megaloblastik
Berfungsi dalam
Defisiensi Vit B12 & Vit B12 untuk
pembentukan DNA inti
asam folat pembentukan myelin
sel eritroblast

Gangguan sintesis DNA

-Maturasi inti lebih lambat,


Sel megaloblast kromatin longgar
-Eritrosit membesar karena
pembelahan sel lambat

Hemolisis intramedular

Eritropoiesis inefektif dan masa hidup


eritrosit lebih pendek

Anemia
Anemia Defisiensi asam folat
Dalam usus oleh enzim
folat reduktase yang Tetrahidrofolat
Asam folat
menggunakan NADPH (as. Folat aktif)

Dipecah menjadi Def tetrahidrofolat


monoglutamil folat

Gangguan sintesis
purin dan pirimidin

SDM menjadi besar,


dimana rantai DNA ≠
lengkap

Anemia megaloblastik
Patofisiologi Anemia Def. Vitamin B12

Vit B12 Kelainan neuroologik

Berkurang
faktor intrinsik Diikat dengan glikoprotein Reaksi metionin
(akibat  diserap oleh usus sintase terganggu
gastrektomi)

Diikat oleh Sintesis DNA terganggu


transkobalamin

Menghalangi pembelahan sel


Ke jaringan dan pembentukan nukleus
eritrosit yang baru

Disimpan di hati
↑ megaloblast di sumsum tulang
dan eritrosit imatur dalam
peredaran darah
Anemia Hemolitik
• Anemia hemolitik merupakan anemia sbg hasil dr peningkatan
destruksi eritrosit
• Kata hemolitik (kelainan hemolitik) terbatas pd keadaan dimana
destruksi eritrosit dipercepat tp kemampuan dr sumsum tulang utk
merespon stimulus anemia tdk terganggu.
• Gejala anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali
Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik – def G6PD
• Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas
ditandai oleh gangguan metabolisme besi  ada hipoferemia 
kurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesi
hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup
ANEMIA AKIBAT PENYAKIT KRONIK
• Etiologi
• Infeksi kronik (TB, mikosis, bronkiektasis, radang panggul,
osteomielitis, UTI, kolitis)
• Inflamasi kronik (RA, lupus eritematosus sistemik, inflammatory
bowel disease, sakoidosis)
• Neoplasma ganas (carcinoma, limfoma maligna)
• Terapi
• Penyakit dasar diobati dengan baik
• Pemberian eritropoetin
Patogenesis anemia akibat penyakit kronik
• Patogenesis anemia akibat penyakit kronik belum
diketahui dengan pasti, tetapi beberapa teori yang
diajukan antara lain:
1. Gangguan pelepasan besi dari RES (sel makrofag) ke plasma
2. Pemendekan masa hidup eritrosit
3. Pembentukan eritropoeitin tidak adekuat
4. Respon sumsum tulang terhadap eritropoetin tak adekuat
• Diperkirakan semua perubahan diatas disebabkan oleh
pengaruh sitokin proinflamasi, IL-1, dan TNF-α terhadap
eritropoesis
• Gangguan peepasan besi ke plasma menyebabkan
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis yang
berakibat pada gangguan pembentukan hemoglobin
sehingga terjadi anemia hipokromik mikrositer
• Patofisiologi
• Gangguan
pelepasan besi
dari makrofag ke
plasma
• Pemendekan masa
hidup eritrosit
• Pembentukan
eritropoetin tidak
adekuat
• Respons sumsum
tulang terhadap
eritropoetin tak
adekuat
Anemia Akibat Penyakit Kronis

• Ditandai dengan: • Terjadi pada penderita


• Penurunan kadar hemoglobin penyakit kronis seperti:
• Penurunan kadar zat besi • Pneumonia
dalam darah • Sifilis
• Masa hidup eritrosit yang • HIV-AIDS
singkat • Artritis reumatoid
• Destruksi eritrosit (hemolisis) • Limfoma Hodgkin
• Penurunan eritropoiesis • Kanker
• Penyakit paru
• Penyakit ginjal
• Penyakit hati, dan lain-lain.
Anemia akibat penyakit kronik
No Penyakit kronik yg menyebabkan anemia
1 Infeksi kronik
a. Tuberkulosis paru
b. Infeksi jamur kronik
c. Bronkhiektasis
d. Peny radang panggul kronik
e. Osteomielitis kronik
f. Infeksi saluran kemih kronik
g. Kolitis kronik

2 Inflamasi kronik
a. Artritis rematoid
b. Lupus eritematosus sistemik
c. Inflammatory bowel disease
d. Sarkoidosis
e. Penyakit kolagen lain

3 Neoplasma ganas
a. Karsinoma: ginjal, hati, kolon, pankreas, uterus, dll
b. Limfoma maligna: limfoma Hodgkin, limfoma non-Hodgkin
Patofisiologi Anemia Pasca Perdarahan Akut
Perdarahan cepat
Hemolisis
intravaskular
Volume darah intravaskuler ↓
Dibersihkan
RES Penyesuaian kompensatorik sirkulasi

Hb masih cukup tersedia Mekanisme sirkulasi gagal

Hb tdk dpt mencapai jaringan


Mempertahankan kehidupan
Gangguan oksigenasi

Mempertahankan sirkulasi tubuh

Kecepatan denyut jantung ↑

Volume sirkulasi ↑
(mengorbankan cairan ekstravaskular)
Anemia
Thalasemia
• Thalasemia : Terjadi karena produksi Hb yang tidak adekuat
akibat kurang/tidak adanya sintesa satu atau lebih rantai
polipeptida globin
• Terjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia
dapat terjadi karena sintesis Hb yang abnormal dan juga
karena berkurangnya kecepatan sintesis rantai α atau β yang
normal.
Thalasemia α
• Dapat terjadi akibat kelainan pada sekuens pengkode, transkripsi,
atau pengolahan, atau defek pada translasi.
• Talasemia α:
• disebabkan oleh hilangnya satu atau dua gen
• tidak disertai anemia walaupun VER dan HER berjumlah
rendah dan jumlah eritrosit > 5,5 x 10 12/l
• dampak sindrom thalasemia α :
a. Jika tidak terdapat keempat gen globin-α menyebabkan
kematian in-vitro (hidrops fetalis).
b. Delesi tiga gen α menyebabkan anemia mikrositik
hipokrom yang cukup berat (hb 7-11 g/dl) disertai
splenomegali.
c. Hilangnya satu atau dua gen, menyebabkan MCV dan
MCH berjumlah rendah dan jumlah eritrosit lebih dari
5,5X1012 /l.
Thalasemia beta
• Thalasemia β homozigot:
• Tidak akan memperlihatkan manifestasi klinis saat lahir
karena Hb yg dominan: Hb F.
• Penurunan sintesis β secara parsial dikompensasi oleh
peningkatan Hb F & Hb A2.
• Apabila kedua gen rantai β abnormal, pasien menderita
anemia seumur hidup (talasemia mayor/anemia
cooley/anemia mediteranea).
• Untuk kompensasi, terjadi eritropoesis dlm jumlah besar 
besi juga tambah banyak tp pemakaian tdk efektif 
penimbunan besi simpanan besar
• Thalasemia β heterozigot:
• Talasemia minor ringan, eritropoesis hanya sedikit yg tdk
efisien
The pathophysiology of α- The pathophysiology of β-
thalassaemia Four α gene deletions thalassaemia
Hydrops fetalis or also called:
Erythroblastosis Fetalis.

a2 a1 a2a1 a2a1 a2a1 a2a1


a2 a2a1 a2a1 a2a1

Normal Hb
Two α gene deletions
α-Thal1

One α gene deletion


α-Thal2 Three α gene deletions
Hb-H disease
Anemia Aplastik
• Anemia yang disertai oleh pansitopenia (kekurangan sel
darah merah, sel darah putih, trombosit) pada darah tepi
yang disebabkan oleh aplasia sumsum tulang.
• Etiologi :
1. Kelainan kongenital
2. Idiopatik Sekunder
3. Radiasi
4. Obat idiosinkratik(dose independent) dan “dose
dependent” (obat sitostatika, preparat emas)
5. Bahan kimia
6. Penyebab lain
Anemia Aplastik - Klasifikasi
Klasifikasi Kriteria
Anemia aplastik berat • Seluritas sumsum tulang <25%
• Sitopenia sedikitnya 2 hari 3 seri sel
darah
• Hitung neutrofil <500/µL
• Hitung trombosit <20.000/µL
• Hitung retikulosit absolut
<60.000/µL

Anemia aplastik sangat Sama seperti di atas kecuali hitung


berat neutrofil <200/µL
Anemia aplastik tidak berat Sumsum tulang hiposeluler namun
sitopenia tidak memenuhi kriteria
berat
Patofisiologi Aplastik
Sel induk
hemoetik
• Kerusakan sel induk
PANSITOPE • gangguan lingkungan mikro
NIA •Mekanisme imunologik

Leukosit Trombosi
Eritrosit
 t 

Mudah infeksi Perdarahan :
Sindroma : febris, ulkus kulit, mukosa,
anemia mulut, organ dalam
pharynx,
sepsis
Anemia Mieloptisik
• Gangguan infiltrasi sumsum tulang yang disebabkan karena terdapat sel
nonhematopoitik pada sumsum tulang yang menyebabkan penurunan seperti anemia,
trombositopenia, neutropenia, dan pansitopenia. Kegagalan sumsum tulang
mengakibatkan infiltrasi sekunder dapat mengakibatkan penurunan produksi sel darah.

Etiologi :
Metastatis karsinoma(kanker paru-paru, payudara, dan prostat)
Mielofibrosis
Granulomatous diseases
Patofisiologi Anemia Mielopstisik

Sel nonhemopetik
atau sel patogen

Fibrosis sekunder

Merusak sel
hemopotik normal

Sumsum tulang
menginfiltrasi
kolagen, dan retikulin
yang mengantikan sel
hemopoitik
Anemia pada gagal ginjal kronik
• Anemia pada gagal ginjal kronik (GGK) akan timbul apabila
kreatinin serum lebih dari 3,5 mg/dL.
Anemia pada penyakit Hati menahun
• Anemia dijumpai pd lbh dr 30% kasus peny. hati menahun.

• Penyebab utama :
1. Peningkatan vol. Plasma
2. Hemolisis ringan sampai sedang
3. Respon eritropoesis tidak adequat terhadap stimulus
anemia

• Faktor lain (perdarahan GIT, def. besi, asam folat, pengaruh


alkohol, hipersplenisme, kelainan metabolisme lipid)
LI 4 – Gejala Anemia
• Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtomatik)
bila kadar Hb < 6 g/dL.
• Berat ringannya gejala umum tergantung pada :
Derajat penurunan Hb, Kecepatan penurunan
1. Gejala umum anemia (sindrom anemia) Hb,Usia, adanya kelainan jantung / paru sebelumnya.
• anoksia organ target: kadar Hb < 6 g/dL.
 Sistem kardiovaskular  lesu, cepat lelah, 2. Gejala khas masing2 anemia
palpitasi, takikardi sesak waktu kerja, • Anemia def. Besi  disfagia, atrofi papil lidah,
angina pectoris dan gagal jantung. stomatitis angularis dan kuku sendok (koilonychia).
 Sistem saraf  sakit kepala, pusing, • Anemia megaloblastik  glositis, gangguan
telinga mendenging (tinnitus), mata neurologik pada def vitamin B12.
berkunang-kunang, kelemahan otot, • Anemia hemolitik  ikterus, hepatosplenomegali
iritabel, lesu, perasaan dingin pd • Anemia aplastik  perdarahan kulit / mukosa dan
extrimitas. tanda-tanda infeksi.
 Sistem uroenital gangguan haid dan 3. Gejala penyakit dasar
libido menurun.
 Epitel  warna pucat pada kulit dan  Anemia def. Besi disebabkan oleh infeksi
mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut cacing tambang : sakit perut,
tipis dan halus. pembengkakan parotis, telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami.
• Bersifat tidak spesifik karena dapat
ditimbulkan oleh penyakit diluar anemia dan  Gejala akibat kanker kolon berupa
tidak sensitif karena timbul setelah penurunan perubahan sifat defekasi (change of bowel
kadar Hb yg berat (< 6 g/dL). habit), feses bercampur darah / lendir.
ANEMIA DEFISIENSI BESI
• Disfagia karena timbul selaput faring yang merusak epitel
faring tersebut
• Atrofi papil lidah : lidah menjadi licin dan mengkilap
• Sindrom Paterson-Kelly atau Plummer-Vinson : anemia
mikrositik hipokrom + atrofi papil lidah + disfagia
• Stomatitis angularis/cheilosis : radang pada sudut mulut yang
terlihat sebagai bercak keputihan
• Kuku sendok (koilonychia), rapuh, atau bergerigi
• Atrofi mukosa lambung yang menyebabkan aklorhidia
• Glositis tanpa rasa nyeri
• Pica : keinginan mengkonsumsi makanan yang tidak lazim
seperti tanah liat, es, lem, dan sebagainya
• Anak-anak : iritabilitas, fungsi kognitif dan psikomotor yang
memburuk
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Karena cacing tambang :
• Dispepsia
• Pembengkakan parotis
• Kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami
ANEMIA SIDEROBLASTIK
Tanda & Gejala
• •Kuli memucat
• •Penderita cepat mengalami lelah
• •Sering mengalami pusing
• •Rasa letih, dan nyeri sendi
• •Terjadi pembengkakan limfa dan hati
ANEMIA APLASTIK
Gambaran Klinis:
• Permulaan muncul pada semua usia dengan insidens
puncak sekitar usia 30 tahun dengan sedikit
kecenderungan pada pria
• Muncul secara perlahan/akut dengan gejala dan
tanda terjadi karena anemia, neutropenia, atau
trombositopenia
• Infeksi, terutama mulut dan tenggorokan
• Memar, gusi berdarah, dan menoragia
• Kelenjar linfe, limpa, dan hati tidak membesar
ANEMIA HEMOLITIK

• Ikterus
• Splenomegali
• Hepatomegali
• Kholelithiasis (batu empedu dengan pigmen)
• Ulkus di pergelangan kaki (sickle cell anemia dan sferositosis)
• Kelainan tulang (pada masa pertumbuhan terjadi pengembangan sumsum
tulang) : tower shaped skull, penebalan os. frontal dan parietal
• Membran mukosa yang pucat
• Krisis aplastik (penurunan eritropoiesis)
• Krisis megaloblastik
ANEMIA MEGALOBLASTIK
• Glositis (lidah berwarna merah daging/buffy tongue dan terasa nyeri)
• Ikterus ringan (warna kuning lemon) karena pemecahan Hb yang
berlebihan dari eritropoiesis inefektif
• Stomatitis angularis
• Kelainan struktur dan fungsi epitel di mukosa usus, sehingga
mengakibatkan malabsorpsi ringan dan penurunan berat badan
ANEMIA MEGALOBLASTIK-DEFISIENSI VITAMIN B12
• Gejala neuropati :
• mati rasa, rasa terbakar pada jari, gangguan posisi, sulit
berjalan, vibrasi, spasme, rasa lemah, ataksia, demensia
• Demielinasi, degenerasi akson, kematian neuron
• Pucat
• Kulit dan mata kekuningan karena naiknya bilirubin
• Risiko penyakit kardiovaskuler (infark miokard,
thrombosis vena)
ANEMIA MEGALOBLASTIK-DEFISIENSI ASAM FOLAT

• Gejala sama dengan defisiensi vitamin B12, namun biasanya tidak


terdapat gejala neuropati
LI 5 – Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Anemia
Anamnesis
• Riwayat penyakit sekarang
• Riwayat penyakit terdahulu
• Riwayat guzi
• Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia, dan fisik serta
riwayat pemakaian obat
• Riwayat keluarga
Pemeriksaan Fisik
1. Warna kulit : pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami
2. Purpura: petechie dan echymosis
3. Kuku: koilonychia (kuku sendok)
4. Mata: ikterus, konjungtiva pucat
5. Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis, stomatitis angularis
6. Limfadenopati
7. Hepatomegali
8. Splenomegali
9. Nyeri tulang / nyeri sternum
10. Hemarthrosis / ankilosis sendi
11. Pembengkakan testis
12. Pembengkakan parotis
13. Kelainan sistem saraf
Pemeriksaan Lab Non Hematologik
• Beberapa jenis anemia dapat disebabkan penyakit sistemik, karena itu
terkadang diperlukan juga uji fungsi sistemik:
• Faal ginjal
• Faal endokrin
• Asam urat
• Faal hati
• Biakan kuman
• Dll
• Pada beberapa kasus anemia dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti:
• Biopsi kelenjar  dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
• Radiologi: torak, bone survey, USG, scanning, limfangiografi
• Pemeriksaan sitogenetik
• Pemeriksaan biologi molekuler (PCR / polymerase chain reaction, FISH /fluorescence
in situ hybridization, dll)
DIAGNOSIS ANEMIA
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologik
Pemeriksaan • Pengukuran kadar Hb
Penyaring • Pengukuran indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)  dengan metode electronic counting, sekalian
(Screening dapat diketahui hasil Hb, WBC, PLT (platelet), dan RDW (red cell distribution width  tingkat
Test) anisositosis eritrosit) sekaligus
• Hapusan darah tepi

• Dapat dipastikan  adanya anemia & jenis morfologik anemia tersebut

Pemeriksaan • Hitung leukosit


Rutin • Hitung trombosit
• Hitung retikulosit
• Hitung diferensial
• Laju endap darah
• Sekarang banyak dipakai  automatic hematology analyzer  memberi presisi hasil yg lebih baik
dibandingkan cara manual
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologik
Pemeriksaan • Memberikan informasi yang sangat berharga ttg keadaan sistem hematopoesis
Sumsum • Dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada beberapa anemia  anemia anaplastik, anemia
Tulang megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid (sindrom
mielodisplastik / MDS).

Pemeriksaan Hanya dilakukan pada indikasi khusus:


Khusus • Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC (total iron binding capacity), saturasi transferin,
protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor serum, reseptor transferin dan pengecatan besi
pada sumsum tulang (Perl’s stain).
• Anemia megaloblastik : folat serum/eritrosit, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan
tes Schiling.
• Anemia hemolitik : hitung retikulosit, bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis Hb, dll.
• Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang (pemeriksaan sitokimia).
Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi Trepin
Lokasi Krista illiaka posterior atau sternum Krista iliaka posterior
(tibia pd bayi)
Pewarnaan Romanowsky; reaksi Perls (utk besi) Hematoksilin dan eosin, retikulin (pewarnaan
perak)
Hasil didapat 1-2 jam 1-7 hari (menurut metode dekalsifikasi)

Indikasi utama Pemeriksaan anemia, pansitopenia, Indikasi utk trephin tambahan: kecurigaan
kecurigaan leukemia atau mieloma, polisitemia vera, kelainan mielofibrosis dan
neutropenia, trombositopenia, dll mieloproliferatif lain, anemia aplastik,
limfoma ganas, karsinoma sekunder, kasus
splenomegali atau demam dengan penyebab
yg tdk diketahui. Kasus-kasus dg aspirasi
kering.

Pemeriksaan Sitogenetik, biakan mikrobiologi, Immunophenotyping


khusus analisis biokimia, petanda (penetapanimunofenotip)
imunologik dan sitokimia, analisis Ig
atau gen reseptor sel T, analisis DNA
atau RNA utk mencari kelainan gen,
biakan sel progenitor.

Hoffbrand, et al. Kapita Selekta Hematologi


I. VER (Volume Eritrosit rata-rata) = MCV

Ht (vol%) x 10 MCV: 82-92 fl

E (juta/mm³)

II. HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) = MCH

Hb (gr%) x 10 MCH: 27-31 pg


E (juta/mm³)

III. KHER (Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) = MCHC

MCHC: 32-37 g/dl


Hb (gr%) x 100%
Ht (vol)
NILAI NORMAL (NILAI RUJUKAN)
Kadar Hemoglobin : Pria :14–18 g/dl; Wanita :12-16 g/dl

Hasil Pemeriksaan yang diwaspadai (Panic Value):

 Kadar Hb < 5.0 g/dL (kondisi yang dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian)

 Kadar Hb > 20 g/dL (dapat menyebabkan penyumbatan dari pembuluh darah)


Jumlah Eritrosit : 4 juta – 5 juta / l
Jumlah Leukosit : 4.000 – 10.000/ l
Jumlah Trombosit : 150.000 – 450.000 l
Hitung jenis leukosit :Basofil :0–1%
Eosinofil : 1 – 3 %
Batang : 2 – 6 %
Segmen : 50 – 70 %
Limfosit : 20 – 40 %
Monosit : 2 – 8 %
Nilai Hematokrit : -Pria : 40 - 48 vol%, Wanita : 37 -
43 vol%
Laju Endap Darah (LED, Westergren) : - Pria : < 10 mm/jam, Wanita : < 15 mm/jam

Jumlah % retikulosit normal = 0.5 - 1.5 %

Jumlah retikulosit mutlak/absolut normal = 25.000 - 75.000 / L


Anemia def.besi Anemia akibat Trait thalassemia Anemia
penyakit kronik sinderoblastik
Derajat anemia Ringan s/d berat Ringan Ringan Ringan s/d berat

MCV ↓ ↓/N ↓ ↓/N

MCH ↓ ↓/N ↓ ↓/N

Besi serum (SI) ↓ <30 ↓ < 50 N/↑ N/↑

TIBC ↑ >360 ↓ < 300 N/ ↓ N/↓

Saturasi transferin Menurun 15% Menurun / N 10- Meningkat >20% Meningkat >20%
20%
Besi sumsum - + ++ + dengan ring
tulang sinderoblast
Protoforfirin Naik Naik Norm Norm
eritrosit
Feritin serum turun <20 ug/L Norm 20-200 ug/L Naik >50ug/L Naik > 50ug/L

Elektroforesis Hb Norm Norm Hb A2 naik norm

Hoffbrand, et al. Kapita Selekta Hematologi


Morfologi Darah Tepi
LI 6 – Tatalaksana Anemia (Farmakologis dan
Non Farmakologis)
TATALAKSANA ANEMIA DEF. BESI
• Terapi kausal (terhadap penyebab pendarahan): pengobatan
cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan
menorrhagia
• Pemberian preparat besi :
• Zat besi per oral : ferrous sulfat (3 x 200 mg), ferrous glukonat,
ferrous fumarat, ferrous laktat, ferrous suksinat. Berikan setelah
makan selama 6 bulan. ES : mual, muntah, konstipasi
• Zat besi parenteral : iron dekstran complex, iron sorbitol citric
acid complex. ES lebih banyak, harga lebih mahal. Diberikan bila
terdapat intoleransi oral, kepatuhan yang kurang, colitis ulseratif,
perlu kenaikan Hb cepat, kehilangan darah yang banyak,
defisiensi zat besi pada penderita gagal ginjal
• Pengobatan lain
• Diet : makanan bergizi, cukup protein, mineral Fe
• Besi heme : daging
Besi non heme : sayuran (misalnya bayam)
• Vitamin C untuk meningkatkan absorpsi zat besi
• Transfusi darah bila ada penyakit jantung, gejala pusing menyolok, perlu
tambahan Hb yang cepat. Yang diberikan : PRC (packed red cell)
• Suplementasi besi untuk ibu hamil dan balita
• Pencegahan
• Pendidikan kesehatan lingkungan : kesehatan lingkungan (sanitasi, lingkungan
kerja, pemakaian alas kaki untuk mencegah infeksi cacing tambang)
• Penyuluhan gizi untuk meningkatkan konsumsi makanan kaya zat besi
• Pemberantasan infeksi cacing tambang dengan sanitasi/pengobatan massal
• Suplementasi zat besi pada kelompok penduduk berisiko tinggi seperti ibu
hamil dan anak balita
• Fortifikasi makanan dengan zat besi
TATALAKSANA ANEMIA MEGALOBLASTIK
• Pemberian suplemen vitamin B12 atau folat
• Gizi :
• Asam folat dan vitamin B12 : pertumbuhan normal dan pematangan sel darah
merah
• Asam folat : sayuran hijau, kacang-kacangan
• Vitamin B12 : daging, susu, telur
TATALAKSANA ANEMIA KARENA PENYAKIT
KRONIS
• Obati penyakit dasar bila dapat diobati
• Transfusi darah (sangat jarang dilakukan, hanya pada kasus dengan
gangguan hemodinamik)
• Pemberian eritropoietin (pada pasien kanker, gagal ginjal, artritis
reumatoid, HIV)
• Jika disertai defisiensi besi dapat diberikan preparat zat besi
TATALAKSANA ANEMIA SIDEROBLASTIK
• Transfusi darah
• Dapat dicoba pemberian vitamin B6
TATALAKSANA ANEMIA HEMOLITIK
• Terapi gawat darurat : mengatasi syok dengan transfusi,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, memperbaiki
fungsi ginjal
• Terapi suportif-simtomatik : splenektomi, pemberian steroid dan
imunosupresif (azathioprine), transfusi darah teratur, pemberian
asam folat
• Transplantasi sumsum tulang
TATALAKSANA ANEMIA APLASTIK
• Terapi kausal : menghilangkan paparan terhadap agen penyebab
• Terapi suportif :
• Mengatasi infeksi : higiene mulut, menentukan sumber infeksi dan pemberian
antibiotik yang tepat, pemberian transfusi granulosit konsentrat pada sepsis
gram negatif berat dan neutropenia berat
• Mengatasi anemia : transfusi PRC
• Mengatasi pendarahan : transfusi konsentrat trombosit
TATALAKSANA ANEMIA APLASTIK
• Terapi perbaikan fungsi sumsum tulang : anabolic steroid
oksimetolon 2 – 3 mg/kgBB/hari, kortikosteroid dosis rendah s/d
menengah, prednisone 60 – 100 mg/hari, eritropoietin (EPO)
• Terapi definitif untuk kesembuhan jangka panjang :
• Terapi imunosupresif : anti lymphocyte globulin (ALG), anti thymocyte
globulin (ATG), metilprednisolon dosis tinggi, siklosporin-A,
siklofosfamid
• Transplantasi sumsum tulang
Besi Oral
Ferro Sulfat Tablet 325 mg 65 mg besi 3-4 tablet/hari

Ferro glukonat Tablet 325 mg 36 mg besi 3-4 tablet/hari

Ferro fumarat Tablet 200 mg 66 mg besi 3-4 tablet/hari

Ferro fumarat Tablet 325 mg 106 mg besi 2-3 tablet/hari


Besi Parenteral
• Bila oral tidak memungkinkan misalnya pasien intoleran terhadap
sediaan oral atau pemberian oral tidak menimbulkan respon
terapeutik
• Iron-dextran mengandung 50 mg Fe setiap mL untuk penggunaan IM
atau IV
• Respon terapeutik suntikan IM tidak lebih cepat dari
pemberian oral
• Dosis yang diperlukan adalah 250 mg Fe untuk setiap
gram kekurangan Hb berdasar beratnya anemia
• Pada hari pertama disuntikkan 50 mg dilanjutkan 100-
250 mg setiap hari atau beberapa hari sekali
• Penyuntikan dilakukan di kuadran atas luar m.gluteus
dan secara dalam untuk menghindari pewarnaan kulit
• Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV,
dosis permulaan tidak boleh melebihi 25 mg dan
diikuti peningkatan perlahan untuk 2-3 hari sampai
mencapai dosis 100 mg/hari
• Obat harus diberikan perlahan dengan menyuntikkan
25-50 mg/menit
• Uji dosis kecil perlu dilakukan terlebih dahulu untuk
menghindari hipersensitivitas
Vitamin B12
• Sebaiknya langsung disuntikkan 100 ug sianokobalamin dan asam
folat 1-5 mg secara IM
• Selanjutnya, 100 ug sianokobalamin IM dan 1-2 mg asam folat per
oral selama 1-2 minggu
• Tindakan ini untuk mencegah kerusakan neurologis yang lebih berat
• Sediaan oral vitamin B12 pada anemia pernisiosa
kurang bermanfaat dan lebih mahal, dan juga dapat
mengaburkan etiologi anemia yang sebenarnya
(biasanya oral untuk suplemen saja)
• Untuk pasien yang kekurangan IF atau dengan
gangguan ileum, karena absorpsi secra difusi tidak
dapat diandalkan sebagai terapi efektif, maka
diberikan suntikan IM atau SK yang disuntikkan dalam
• 3 jenis suntikan Vitamin B12, yaitu:
• Larutan sianokobalamin yang berkekuatan 10-1000 ug/mL
(jarang terjadi reaksi alergi)
• Larutan ekstrak hati dalam air (dapat menimbulkan reaksi
alergi karena alergen yang bersifat spesies spesifik bukan
organ spesifik)
• Suntikan depot vitamin B12 (untuk mengurangi frekuensi
suntikan)
• Ada juga hidroksokobalamin 100 ug (efek lebih panjang tapi
dapat terbentuk antibodi terhadap transkobalamin II yang
mengikatnya )
• Pemberian dibagi menjadi:
• Percobaan terapi (untuk memastikan diagnosis)
• Terapi awal
• Terapi penunjang
Percobaan Terapi
• Dosis 1-10 ug sehari yang diberikan selama 10 hari
• Akan menimbulkan respon hematologik berupa reaksi retikulosit pada
anemia penisiosa tanpa komplikasi
• Tidak dianjurkan pada anemia megaloblastik dengan gangguan
neurologi dan pada pasien usia lanjut karena lebih rentan
Terapi Awal
• Dosis 100 ug sehari parenteral selama 5-10 hari
• Dapat kurang memuaskan apabila ada infeksi
• Respon buruk mungkin disebabkan salah diagnosis atau potensi obat
kurang
Terapi Penunjang
• Dosis pemeliharaan 100-200 ug sebulan sekali sampai diperoleh
remisi yang lengkap, yaitu jumlah eritrosit dalam darah sekitar 4,5
juta/mm3 dan morfologi dalam batas normal
• Kemudian 100 ug sebulan sekali untuk mempertahankan remisi
Asam Folat
• Tersedia bentuk tablet mengandung 0,4; 0,8 dan 1 mg asam
pteroilglutamat dan larutan injeksi asam folat 5 mg/mL
• Untuk tujuan diagnostik, digunakan dosis 0,1 mg per oral selama 10
hari
• Terapi awal def. Folat tanpa komplikasi, diberi 0,5-1 mg per hari
secara oral selama 10 hari
• Dilanjutkan dosis pemeliharaan 0,1-0,5 mg per hari
• Untuk anemia hemolitik dimana terdapat laju malih
sel darah merah yang cepat, kebutuhan asam folat
juga meningkat, oleh karena itu diperlukan dosis
besar 1-2 kali 1mg setiap hari
• Perlu diingat pada anemia pernisiosa, pemberian
asam folat dapat merugikan pasien karena hanya
memperbaiki kelainan darah tanpa memperbaiki
kelainan neurologik sehingga pasien bisa cacat
seumur hidup
Eritropoietin
• Diindikasikan untuk pasien gagal ginjal kronik
• Untuk meningkatkan kadar hematokrit dan hemoglobin dan
mengurangi kebutuhan transfusi
• Peningkatan retikulosit terlihat sekitar 10 hari dan kadar hematokrit
dalam 2-6 minggu
• Pada pasien dengan kadar hematokrit sekitar 35%
dapat dipertahankan dengan pemberian eritropoietin
50-150 IU/kg secara IV atau SK 3 kali seminggu
• SK lebih disenangi karena absorpsinya lambat dan
jumlah yang dibutuhkan berkurang 20-40%
• Kegagalan respon biasanya karena adanya defisiensi
besi
• Pasien harus dimonitor ketat dan dosis perlu
disesuaikan agar peningkatan hematokrit terjadi
secara bertahap sampai 33-36% dalam 2-4 bulan,
dianjurkan tidak melebihi 36% untuk menghindari
infark miokard

• Pasien anemia gangguan primer/sekunder pada


sumsum tulang memberikan respon terhadap
eritropoietin, paling baik bila kadarnya kurang dari
100 IU/L

• Efek samping yang sering adalah hipertensi yang


dapat terjadi dan peningkatan hematokrit yang terlalu
cepat
Indikasi Transfusi Darah
• Anemia pada perdarahan akut setelah didahului
penggantian volume dengan cairan
• Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan
cara lain
• Gangguan pembekuan darah karena defisiensi
komponen pembekuan darah
• Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat
lagi diberikan larutan albumin
Syarat donor
6. TD Diastolik tidak > 100
1. Berusia 18-65 tahun mmHg
2. BB minimal 50 kg 7. Hb minimal u/ laki2 13,5
3. Suhu badan tidak > 37,5°C gr/dl, wanita 12,5 gr/dl
4. Denyut nadi reguler, jantung 8. Frekuensi pendonoran
normal, frek. 50-100 X/menit 2-3 kali setahun
5. TD Sistolik tidak > 180 mmHg 9. Volume pendonoran
tidak > 13% Vol.darah
cegah reaksi vasovagal
Sebelum transfusi
• Beri NaCl 0,9% 50-100 ml
• Lar.Dekstrose dan garam hipotonik  hemolisis
• RL mengandung kalsium  koagulasi
• Obat tidak boleh dimasukkan ke dlm darah yg
Ditransfusikan  pH berbeda  hemolisis
• Jika transfusi dalam jumlah besar  darah harus hangat
• Darah dingin –> aritmia ventrikel  kematian
• Menghangatkan darah  air suhu 37-39°C
 >40°C Eritrosit akan rusak
Kecepatan transfusi
• Pada 100 ml pertama  hati2 dan perlahan-lahan  Deteksi dini
reaksi transfusi
• Transfusi set  1ml = 15 tetes
• Laju tercepat  60 ml/menit
• Laju transfusi  Tergantung status kardiopulmoner
DARAH LENGKAP (WHOLE BLOOD)
1. DARAH SEGAR < 6 jam dr pengambilan
Keuntungan : Kerugian :
• - Fk pembekuan masih • - Sulit diperoleh dlm
lengkap waktu yg tepat 
• - Fx eritrosit masih relatif pem.golongan, rx silang,
baik transportasi kurang lebih
4 jam
• - Resiko penularan
penyakit tinggi
2. DARAH BARU : 6 Jam - 6 hari
• Faktor pembekuan sudah hampir habis
• Peningkatan kadar kalium, amonia, & asam laktat
3. DARAH SIMPAN : >6 hari
Keuntungan :
• - Mudah tersedia setiap saat
• - Bahaya lues dan CMV hilang

Kerugian :
• - Fk pembekuan sudah habis
• - Penurunan kadar 2,3 DPG  afinitas Hb thd
oksigen tinggi  Oksigen sukar dilepas ke
jaringan
• - Kadar kalium, amonia, & asam laktat tinggi
Indikasi :
• 1. Perdarahan > 30% TBV (syok hemovolemik)  stabilkan dulu dgn
cairan elektrolit.
• 2. Pada bayi  perdarahan >10% TBV
• 3. Bedah mayor dgn perdarahan > 1500 ml
PACKED RED SEL (PRC)
• Sebagian besar (2/3) dr plasma dibuang
• 1 unit berasal dr 500 ml WB volumenya = 200-250 ml
• Daya angkut oksigen 2X> dr 1 Unit WB
• Kadar Hematokrit 70-80%,Vol plasma 15-25 ml, volume
antikoagulan 10-15 ml
• Untuk naikkan Hb 1 gr/dl  perlu PRC 4 ml/kgBB 1 unit 
naikkan hematokrit 3-5%
• Dipakai pada : anemia yg tdk disertai penurunan volume
yg disertai tanda “oksigen need” (sesak, mata berkunang,
palpitasi, pusing, gelisah)
KEUNTUNGAN PRC :
• 1. Kemungkinan overload sirkulasi minimal
• 2. Rx transfusi akibat komponen plasma minimal
• 3. Rx transfusi akibat antibodi donor minimal
• 4. Efek samping volume antikoagulan berkurang
• 5. Sisa plasma dapat dibuat menjadi komponen lain
• gn normal saline 3X u/ hilangkan antibodi
KERUGIAN :
• 1. Masih cukup banyak plasma , lekosit,& trombosit  bentuk
Antibodi
• 2. Mengurangi efek samping bagi pasien yg perlu transfusi berulang
 PRC yg dicuci (washed PRC)
• KONSENTRAT TROMBOSIT
• Didapat dari darah segar dgn metode pemutaran dgn
waktu tertentu
• Volume 25-40 ml/unit
• 1 unit menaikkan jumlah platelet 9000-11.000/mm3
• Trombositopenia berat butuh 8-10 unit
• Trombosit harus ditransfusikan dlm waktu 2 jam
Diberikan sampai perdarahan berhenti atau Bleeding
Time pd 2 X nilai kontrol normal
Kemungkinan komplikasi :
• Menggigil, demam, alergi
• Dapat menyebabkan allo imunisasi  pasien refrakter
thd transfusi berikutnya
PLASMA
• Plasma  250 ml darah diperoleh 125 ml darah

Digunakan Untuk :
• 1. Mengatasi gangguan koagulasi yg tdk disebabkan oleh
trombositopenia
• 2. Mengganti plasma yg hilang
• 3. Defisiensi imunoglobulin
• 4. Overdosis obat antikoagulan (warfarin, dsb)
Tersedia sebagai :
1. Plasma segar (Fresh Plasma)  Dari darah lengkap
segar (<6 jam)
• Berisi semua faktor pembekuan (juga fk.labil) &
trombosit  Harus diberikan dalam 6 jam

2. Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma)  Didapat


dari pemisahan darah segar (<6 jam)
• Dengan metode pemutaran, kemudian dibekukan 
Disimpan pd temperatur –30°C
• Krn dibuat dr darah segar semua fk.pembekuan masih
utuh
KRITERIA PEMBERIAN FRESH FROZEN PLASMA :
• Perdarahan yg tidak dpt dihentikan dgn jahitan bedah
atau kauter.
• Peningkatan PT atau APTT minimal 1,5 kali dr nilai
normal
• Hitung trombosit > 70.000/mm3
(u/ menjamin bahwa trombositopenia bukan
merupakan penyebab perdarahan).
• Pada kasus anemia aplastik berat dan sangat berat
dengan jumlah platelet <10.000/µL (atau
<20.000/µLdengan gejala demam) dianjurkan
untuk memberikan tranfusi darah, tujuannya untuk
menjaga jumlah darah agar tetap dalam kadar
normal.

• Ada 2 jenis transfusi darah


• sel darah merah
• trombosit
• Sebelum melakukan tranfusi darah baik transfusi sel
darah merah maupun trombosit, darah pasien akan dites
untuk melihat kecocokan dengan darah pendonor.

• Kemudian darah donor akan disaring dan di iridiasi untuk


memindahkan dan menonaktifkan beberapa
sel,fungsinya untuk menurunkan resiko terjadinya
respon imun yang buruk terhadap darah.

• Setelah itu diberikan Tylenol dan Benadryl sebelum


transfusi untuk mencegah demam, dan reaksi alergi
• Sedangkan untuk transfusi trombosit diberikan bila
trombosit<20.000/µL dimana meningkatkan resiko terjadinya
pendarahan
LI 7 – Komplikasi dan Prognosis Anemia
Komplikasi Anemia
• ↓ penyerapan & penyebaran oksigen
• disfungsi organ sekunder atau kerusakan (aritmia jantung dan gagal
jantung.)
• wanita hamil:
• ↑ risiko hasil kehamilan yang buruk, terutama jika mereka mengalami anemia
pada trimester pertama
• Resiko melahirkan bayi BBLR
Komplikasi anemia
• Pada anak-anak
• mengganggu pertumbuhan serta perkembangan motorik dan mental.
• Pada lansia
• Kekuatan menurun dan peningkatan risiko jatuh.
• efek buruk pada jantung (gagal jantung dan serangan jantung)
• gangguan kognitif atau demensia memburuk.
Komplikasi anemia
• Disamping anemia itu sendiri, kekurangan vitamin B12 dapat
menyebabkan kerusakan neurologis yang dapat bersifat ireversibel.
• Pada pasien kanker, adanya anemia berkaitan dengan waktu hidup
yang pendek,
• Anemia berhubungan dengan tingkat kematian lebih tinggi dan
kemungkinan penyakit jantung pada pasien dengan penyakit ginjal.
• Kombinasi anemia dan gagal jantung dapat meningkatkan risiko rawat
inap atau kematian.
• Pasien dengan anemia jenis tertentu memerlukan transfusi darah
yang sering sehingga menyebabkan kelebihan zat besi.
Komplikasi Anemia
• Masalah jantung: denyut jantung cepat/tidak teratur  jantung memompa
lebih banyak darah untuk mengkompensasi kekurangan oksigen 
menimbulkan/menyebabkan pembesaran hati atau gagal ginjal
• Masalah pertumbuhan: karena anemia pertumbuhan tertunda (krn def.
Fe, B12, asam folat). Bisa meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
• Masalah selama kehamilan: pada anemia def. besi, menyebabkan bayi lahir
prematur dan BBLR
Prognosis
• Jika di tangani dengan cepat  baik
• Jika tidak diobati  syok hingga koma + meninggal
Kesimpulan dan Saran
• Kesimpulan:
• Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan atau masa hemoglobin (Hb) yang
beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh,
yang terbagi lagi berdasarkan macam-macam klasifikasi sesuai indikasi etiologi, morfologi,
dan patofisiologisnya masing-masing.
• Pemeriksaan Anemia terbagi berdasarkan pemeriksaan penyaring/ screening test,
pemeriksaan rutin, pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan
penunjang.
• Tatalaksana terdiri dari terapi kausal, terapi kegawatdaruratan, maupun terapi khas untuk
masing-masing klasifikasi anemia.

• Saran:
• Mahasiswi tersebut sebaiknya mengikuti saran dokter untuk tidak sembarang menggunakan
obat guna menghindari Hemosiderosis (penumpukan besi di ginjal dan hati dalam jangka
panjang, pendarahan lambung (jangka pendek) akibat kebiasaan pasien gejala anemia pada
umumnya untuk mengkonsumsi tablet tambah darah.
Daftar Pustaka
• Sudoyo, Aru W et all. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam, Jilid II Edisi VI,
Interna Publishing, Jakarta. 2009
• Hoffbrand,AV, Moss, PAH. Kapita Selekta Hematologi, EGC, Jakarta.
2013
• Wintrobe MM, Clinical Hematology, 13th ed. Philadelphia; Lea and
Febiger, 2014
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai