Anda di halaman 1dari 26

V.

Hematologi

Anemia

1. Definisi
Anemia didefinisikan sebagai penurunan massa eritrosit ( kadar hemoglobin, hematokrit,
dan hitung eritrosit).
Kriteria anemia menurut WHO

Kelompok Kriteria anemia (Hb)


Laki-laki dewasa < 13 g/dL
Wanita dewasa tidak hamil <12 g/dL
Wanita hamil < 11 g/dL

2. Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis

Gangguan pembentukan Akibat hemoragi Anemia Hemolitik


eritrosit
1. Kekurangan bahan 1. Anemia pasca 1. Anemia hemolitik
esensial pembentuk perdarahan akut intrakorpuskular
eritrosit 2. Anemia akibat  Gangguan membrane
 Anemia defisiensi besi perdarahan eritrosit
 Anemia defisiensi kronik  Gangguan enzim eritrosit:
asam folat anemia akibat defisensi
 Anemia defisiensi G6PD
vitamin B12  Gangguan hemoglobin
2. Gangguan penggunaan  Thalassemia
besi  Hemoglinopati structural:
 Anemia akibat HbS, HbE
penyakit kronik 2. Anemia hemolitik
 Anemia sideroblastik ekstrakorpuskular
3. Kerusakan sumsum  Anemia hemolitik autoimun
tulang  Anemia hemolitik
 Anemia aplastik mikroangiopatik
 Anemia pada
keganasan hematologi
 Anemia pada sindroma
mielodisplastik
 Anemia akibat
kekurangan
eritropoietin: anemia
akibat gagal ginjal
kronik
3. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi

Anemia hipokromik Anemia normokromik Anemia megaloblastik


mikrositik normositer
MCV < 80 fl MCV 80-95 MCV > 95 fl
MCH < 27 pg MCH 27-34
a. Anemia defisiensi a. Anemia pasca 1. Anemia megaloblastik
besi perdarahan akut  Anemia defisensi asam
b. Thalasemia mayor b. Anemia aplastik folat
c. Anemia akibat c. Anemia hemolitik  Anemia defisiensi B12,
penyakit kronik didapat termasuk pernisiosa
d. Anemia d. Anemia akibat 2. Anemia non-megaloblastik
sideroblastik penyakit kronik  Anemia pada penyakit hati
e. Anemia pada gagal kronik
ginjal kronik  Anemia pada
f. Anemia pada hipotiroidisme
keganasan  Anemia pada sindrom
hematologik mielodisplastik

4. Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Gejala umum Lemah, lesu, cepat lelah, telinga berdenging, mata berkunang-kunang,
kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia.
Pemeriksaan: pasien tampak pucat terlihat pada konjungtiva, mukosa
mulut, telapak tangan, dan jaringan diabawah kuku
Gejala Khas  Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, dan kuku sendok (koilonychias)
 Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologic pada
defisiensi B12
 Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali

5. Pemeriksaan Penunjang khusus

Awal  Hb < 10 g/dL,


 HCT < 30%,
 Hapusan darah tepi dan Indeks Eritrosit
Anemia defisiensi besi Serum iron, TIBC, saturasi transferin, feritin serum
Anemia megaloblastik Folat serum, vitamin B12, tes Schilling
Anemia Hemolitik Bilirubin serum, tes Coom, elektroforesis Hb
Anemia aplastik Biopsi sumsum tulang
6. Algoritma Pendekatan Diagnosis Anemia

ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER

Besi serum

Menurun Normal

Ferritin Normal
TIBC ↑↑ TIBC ↓↓

Ferritin ↓↓ Ferritin N/ ↑↑
Elektroforesis Ring sideroblast
Hb dalam sumsum
Besi sumsum Besi sumsum tulang
tulang (-) tulang (+)

Hb A2↑

HbF↑
Anemia Anemia akibat
defisiensi besi penyakit kronik

Anemia
Thalassemia beta sideroblastik

ANEMIA NORMOKROMIK MORMOSITER

Retikulosit

Meningkat N/↓

Hemolisis(+) R. perdarahan akut Sumsum tulang

Tes Coomb
Hipoplastik Displastik infiltrasi Normal

Negatif Positif Tumor


ganas
hematologi Faal hati
Riwayat Limfoma
Faal ginjal
keluarga (+) Anemia kanker
Faal tiroid
aplastik Penyakit kronik
AIHA
Enzimopati Anemia
Membranopati sindroma Anemia
Hemoglobinopati Anemia pasca Anemia mieloptisik
mielodisplastik Anemia pada GGK
pada
perdarahan akut Penyakit Hati Kronik
leukemia
akut Hipotiroid
A. mikroangiopati
obat/ Parasit
ANEMIA MAKROSITER

Retikulosit

Meningkat N/↓

Sumsum tulang
Riwayat Perdarahan akut

Megaloblastik Non Megaloblastik


Anemia Pasca Perdarahan
akut

Faal tiroid

Anemia defisiensi B12 serum rendah Asam folat rendah


B12.Asam folat dalam Faal hati Displastik
terapi

Anemia Anemia Anemia pada


defisiensi B12 defisiensi asam hipotiroidism
folat e
Sindrom
mielodisplastik

Anemia pada
hipotiroidisme
A. Anemia Defisiensi Besi/ ADB

SKDI 4A

1. Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis karena cadangan besi kosong sehingga berkurang pembentukan
hemoglobin.

2. Gejala Klinis

Gejala umum Gejala Khas


 Lemah  Koilonychia: kuku sendok
 Lesu  atrofi papil lidah (lidah menjadi licin)
 Cepat lelah  Stomatitis angularis/ cheilosis
 Mata berkunang-  Disfagia
kunang  Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan
 Telinga berdenging akhloridia
 Pica: keinginan memakan tanah liat, es, lem dll
 Sindrom Plummer Vinson/ Sindrom Peterson
Kelly ( anemia hipokromik mikrositik, atrofi
papil lidah, disfagia)

3. Faktor Risiko

 Ibu hamil
 Remaja putrid
 Status gizi kurang
 Faktor ekonomi kurang
 Infeksi kronik
 Vegetarian

4. Pemeriksaan Fisik

 Konjungtiva pucat
 Takikardi
 Koilonychia: kuku sendok
 atrofi papil lidah (lidah menjadi licin)
 Stomatitis angularis/ cheilosis
5. Pemeriksaan Penunjang

Awal  Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit


 Hapusan darah tepi: anemia hipokromik mikrositik,
anisositosis, poikilositosis, sel pencil/ cigar cell
Gold standard Serum Iron↓, TIBC↑, Ferritin↓

6. Tatalaksana

Non Farmakologis  Diet makanan zat besi tinggi : daging merah


Farmakologis 1. Terapi besi oral
 Sulfat ferrous 3x200 mg/hari selama 3-6 bulan
sampai kadar besi normal, evaluasi setiap 1x/bulan
dengan kenaikan Hb>2 g/dL
Sediaan Kandungan besi
elementa;
Ferrous sulfate 66 mg
Ferrous fumarat 107 mg
Ferrous gluconate 64 mg

 Vitamin C: 3x100 mg/hari ( untuk meningkatkan


absorbsi besi)

2. Preparat besi parenteral, indikasi: malabsorbsi,


intoleran preparat oral. Contoh: iron sucrose, iron
dextran
3. Transfusi darah, indikasi Hb < 7 g/dL menggunakan
PRC

7. Edukasi

 Edukasi tentang penyakitnya


 Efek samping obat: mual, muntah, konstipasi, BAB kehitaman, jadi sebaiknya diminum
saat perut kosong/ saat malam hari
 Mengurang makanan yang menghambat absorbs besi seperti teh dan kopi

8. Daftar Pustaka

1) Panduan Praktek Klinis Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. 2015


2) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6, tahun 2014. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI.

B. Anemia Megaloblastik

Anemia Defisiensi vitamin B12

Anemia Defisiensi Asam folat

SKDI 2

1. Definisi
Anemia megaloblastik/ makrositosis merupakan kelainan sel darah merah dimana
dijumpai anemia dengan sel darah merah lebih besar dari normal dan ditandai oleh
banyak sel imatur besar dan sel darah merah megaloblas di sumsum tulang akibat adanya
hambatan sintesis DNA dan RNA.
2. Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Anemia Defisiensi vitamin B12 Anemia Defisiensi Asam folat

 Gejala Umum: anemia, lemas, lesu,  Berhubungan dengan penyakit hepar


mudah lelah, pucat, takikardi, kronis dan alkoholisme
dispnea,
 Gejala khusus: Neuropati perifer,
gangguan kognitif, gangguan
memori, gangguan tidur, depresi,
mania , psikosis

3. Etiologi

Anemia Defisiensi vitamin B12 Anemia Defisiensi Asam folat

Metabolisme vitamin B12 yang tidak efektif,  Kekurangan asupan


disebabkan:  Alkoholisme
1. Kurangnya pasokan vitamin B12 dari  Peningkatan kebutuhan: kehamilan,
makanan bayi, proliferasi sel yang cepat,
2. Gangguan transport vitamin B12/ sirosis
gangguan pengikatan vitamin B12  Malabsorbsi (congenital dan drug
oleh reseptornya (defisensi enzim) induced)
 Defisinesi faktor intrinsic  Reseksi usus dan jejunum
(gastrectomi)
 Reseksi bypass ileum
 Persaingan biologi faktor
intrinsic vit.B12 ( cacing pita
ikan, divertikulosis,
anastomosis usus
 Pankreatitis kronis

3. Pemeriksaan Penunjang

Awal Darah lengkap (Hb rendah, MCV > 100 fl), hapusan darah tepi
(anemia makrositer)
Gold standard  Pada anemia megaloblastik hipovitaminosis vitamin B12
dilakukan uji schilling dengan mengukur kadar B12
serum sebelum dan sesudah pemberian vitamin B12.
 Pada anemia defisiensi asam folat: pemeriksaan asam
folat intrasel sel darah merah dan serum.

4. Penatalaksanaan

 Pengobatan tergantung etiologi, jika Hb sangat rendah diberikan transfuse PRC


 Anemia defisiensi asam folat diberikan asan folat 1 mg/ hari
 Anemia defisensi vitamin B12 diberi injeksi intra muscular (100-1000 mcg
perbulan).

5. Daftar Pustaka

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6, tahun 2014. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI.
C. Anemia Hemolitik Autoimun/ AIHA
SKDI
1. Definisi
Anemia hemolitik autoimun adalah anemia hemolitik yang ditandai adanya autoantibody
terhadap sel darah merah autolog yang ditandai dengan pemeriksaan DAT/ tes Coombs yang
positif.
Klasifikasi Anemia Hemolotik Autoimun:

I. Anemia Hemolitik Autoimun A. AIHA tipe hangat


( AIHA)  Idiopatik
 Sekunder ( karena CLL, limfoma, SLE)
B. AIHA tipe dingin
 Idiopatik
 Sekunder ( infeksi mikoplasma, mononucleosis, virus,
keganasan limforetikuler)
C. Paroxysmal Cold hemolobinuri
 Idiopatik
 Sekunder (viral, sifilis)
D. AIHA Atipik
 AIHA tes antiglobulin negative
 AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
II. AIHA diinduksi obat Ex: Metildopa
III. AIHA diinduksi aloantibodi A. Reaksi Hemolitik Transfusi
B. Penyakit Hemolitik Pada Bayi Baru Lahir

2. Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

AIHA Tipe Hangat (70% sebagian kasus) AIHA Tipe dingin diperantarai antibody
dimana autoantibody bereaksi optimal pada dingin yaitu agglutinin dingin dan antibody
suhu 37oC Donath-Landstainer
 Onset Penyakit tersamar, anemia  Ikterus
terjadi perlahan, ikterik dan demam  Anemia ringan = 9-12 g/dL
 Beberapa kasus disertai nyeri  Akrosianosis
abdomen dan anemia berat  Splenomegali
 Hemoglobinuri
 Hepatomegali
 Splenomegali
 Limfadenopati

3. Pemeriksaan Penunjang

Awal Pemeriksaan hematologi ( Hb 7-10 g/dL, MCV normal/ meningkat,


bilirubin indirek meningkat, LDH meningkat, retikulositosis.
Morfologi darah tepi: adanya proses fragmentasi pada eritrosit (sferosit,
skistiosit, helmet cell dan retikulosit)
Gold standard  Direct Antiglobulin Test ( direct Coomb’s test): sel eritrosit pasien
dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan
antibody monoclonal terhadap immunoglobulin dan fraksi
komplemen terutama IgG dan C3d.
 Indirect Antiglobulin Test (Indirect Coomb’s test): untuk
mendeteksi autoantibody pada serum.

4. Tatalaksana

AIHA tipe hangat AIHA tipe dingin


 Kortikosteroid: 1-1.5 mg/kgBB/ hari  Menjaga suhu pasien tetap hangat,
 Splenektomi terutama ekstremitas
 Rituximab dan alemtuzumab  Rituximab: 375 mg/m2/ minggu
 Imunosupresi: Azathioprin, selama 4 minggu
Siklofosmamid, imunolglobulin IV  Klorambusil, Siklofosfamid
 Terapi lain: Danazol bersama steroid  Interferon: menurunkan titer
 Terapi transfuse: pada kondisi agglutinin
mengancam jiwa ( missal Hb ≤3  Plasma exchange
g/dL) transfuse dapat diberikan
sambil menunggu efek steroid dan
imunoglobulin

5. Daftar Pustaka
1) Panduan Praktek Klinis Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. 2015
2) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6, tahun 2014. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI.
D. Anemia aplastik

SKDI 2

1. Definisi
Anemia aplastik adalah suatu kelainan hematologi dengan manifestasi klinis pansitopenia
dan hiposeluleritas pada sumsum tulang.
Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

Acquired Idiopatik (autoimun) TERC, TERT, TERF 1 dan 2, TIN 2 susceptibility


Obat- obatan Sulfonamid, Kloramfenikol, aspirin, fenilbutazon,
PTU, salicylamide, kuinidin, karbamazepin,
hidantoin, felbamate, tiklopidin, furosemid
Toksin Benzene, chlorinated hydrocarbons, organofosfat
Virus Epstein-Barr, virus hepatitis non-A, non B,
non-D, non-E, dan non-G, HIV
Paroxysmal nocturnal
hemoglobinuria
Autoimun/ connective Eosinophilic fasciitis, Grave disease, hashimoto
tissue disorders thyroiditis, Reumatoid arthritis, SLE, thymoma
Kehamilan
Herediter Anemia fanconi, diskeratosis congenital, shwachman-diamond syndrome

2. Gejala Klinis

 Perdarahan
 Badan lemah
 Pusing
 Jantung berdebar
 Demam
 Nafsu makan berkurang
 Pucat
 Sesak nafas
 Penglihatan kabur
 Telinga berdengung
3. Faktor Risiko
 Riwayat paparan zat toksik
 Menderita infeksi virus 6 bulan terakhir
 Pernah mendapat transfuse darah

4. Pemeriksaan Fisik

 Pucat
 Perdarahan ( kulit, gusi, retina, hidung, saluran cerna, vagina)
 Demam
 Resting takikardi
 Hepatomegali
 Splenomegali

5. Pemeriksaan Penunjang

Awal Darah tepi: pansitopenia, anemia normokrom normositer


Gold standard Aspirasi dan biopsi sumsum tulang: terdapat spicules yang
kosong, terisi lemak dan sel hematopoietic yang sedikit.

6. Penatalaksanaan

Terapi konservatif Imunosupresif ( antithymocyte globulin/ATG atau


antilymphocyte globulin/ALG dan siklosporin A)
Terapi definitif Transplantasi sumsum tulang

7. Daftar Pustaka
1) Panduan Praktek Klinis Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. 2015
2) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6, tahun 2014. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI
E. Hemofilia
SKDI 2

1. Definisi
Hemofillia adalah penyakit akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan
(herediter) secara sex-linked ressesive pada kromosom X.
Klasifikasi Hemofilia:
1) Hemofilia A (hemophilia klasik). Akibat defisiensi atau disfungsi pembekuan
VIII
2) Hemofilia B (Christmas disease), akibat defisiensi atau disfungsi FIX
3) Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor XI

Hubungan Aktivitas F VIII dan FIX dengan Manifestasi Klinis Perdarahan

Berat Sedang Ringan


Aktivitas FVIII/FIX- <0,01 0,01-0,05 >0,05
U/ml(%)
Frekuensi Hemofilia A 70 15 15
(%)
Frekuensi Hemofilia B 50 30 20
(%)
Usia awitan ≤ 1 tahun 1-2 tahun >2 tahun
Gejala neonatus Sering PCB Sering PCB Tak pernah
Perdarahan otot/sendi Tanpa trauma Trauma ringan Trauma cukup kuat
Perdarahan SSP Risiko tinggi Risiko sedang Jarang
Perdarahan post Sering dan fatal Sering Hanya pada operasi
operasi
Perdarahan oral Sering terjadi Cepat terjadi Kadang terjadi
(trauma cabut gigi)
*PCB= Post Circumcisional bleeding

2. Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik


 Perdarahan ( hemartrosis, hematom subkutan/ intramuscular, perdarahan mukosa
mulut, perdarahan intracranial, epistaksis, dan hematuria

3. Faktor Risiko

 Wanita karier hemophilia


 Orangtua hemophilia

4. Pemeriksaan Penunjang

Awal Laboratorium faal hemostasis ( CT dan aPTT memanjang, PT normal)


Gold standard Sitogenetik ( berkurangnya aktivita FVIII/FIX)

5. Tatalaksana

Terapi suportif  Menghindari luka/ benturan


 Perdarahan akut tindakan pertama adalah rest, ice, compression,
elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
 Kortikosteroid (Prednison 0,5-1 mg selama 5-7 hari)
 Analgetika ( hindari aspirin dan antikoagulan)
 Rahabilitasi medic
Terapi  Konsentrat FVIII/ FIX
pengganti  Kriopresipitat AHF
faktor  1-deamino 8-D Arginini Vasopresin (DDAVP) atau
Pembekuan Desmopresin

6. Daftar Pustaka
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6, tahun 2014. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI
F. Thalasemia

SKDI

1. Definisi
Thalasemia adalah biosintesis rantai α dan β globin yang bersifat diturunkan yaitu
menurunnya kecepatan produksi atau abnirmalitas produksi satu atau lebih rantai globin
sehingga menyebabkan menurunnya produksi hemoglobin dan terjadi destruksi yang
berlebihan.
Ada 2 tipe thalassemia, yaitu:
1) Talasemia α: hilang atau berubahnya gen rantai globin α
 Paling banyak di Asia Tenggara, Timur Tengah, China, dan keturunan
Afrika
 Terbagi mayor dan minor
2) Talasemia β: hilang tau berubahnya gen rantai globin β
 Paling banyak pada Mediteranian
 Terbagi mayor(anemia cooley) dan minor

2. Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Talasemia Anamnesis Pemeriksaan Fisik


Talasemia β mayor/  Anemia  Anemis
anemia cooley  Gangguan makan  Deformitas skeletal
 Demam, diare,  Deformitas maksila
keluhan (mongoloid face)
pencernaan  Hepatosplenomegali
 Perdarahan/ infeksi  Pigmentasi kulit
 Gangguan  Ikterus
neurologis
Talasemia β intermedia  Dapat
asimptomatik  Ulkus kronik pada
 Gangguan tungkai
perkembangan dan  Splenomegali progresif
retardasi mental
 Deformitas
skeletal, arthritis,
nyeri tulang

 Asimptomatik
Talasemia β minor

Talasemia α Anamnesis Pemeriksaan Fisik


Hemoglobin Bart’s/  Still birth atau  Pucat, anemis
Hydrops fetalis hidup dalam  Edema
syndrome beberapa jam  Hepatosplenomegali
setelah dilahirkan

Hemoglobin H disease  Retardasi mental


 Splenomegali
Minor/ Milder forms of  Neonatus: anemia
α-Thalassemia,  Anak dan dewasa:  Splenomegali
including the traits εγδβ- asimptomatik
Thalassemia

3. Pemeriksaan Penunjang

Awal Laboratorium darah dan hapusan darah tepi: hipokromik


mikrositik, anisositosis, poikilositosis, sel target
Gold Standard Elektroforesis Hemoglobin/ Analisa Hb

Talasemia α
 HbA, HbA2, HbF: turun
 Terdapat HbH (β4) atau Hb bart’s (γ4)
Talasemia β
 HbA turun
 HbA2, HbF meningkat

4. Tatalaksana

Tatalaksana umum  Mengatasi keluahn infeksi, penyaki tulang, dan gagal


jantung
 Jika ada defisiensi folat: suplementasi asam folat jika
belum transfuse darah rutin
 Mengatasi gangguan akibat deformitas tulang
 Tranfusi darah rutin
Terapi Iron Chelation/  Anak yang mendapat transfuse dapat menyebabkan
kelasi besi kelebihan besi sehingga harus menjalani kelasi besi
pada usia 2-3 tahun kehidupan
 Deferoxamine 20 mg/kg selama 5 malam dalam
seminggu dengan vit.C 200 mg per oral
Transplantasi sumsum  Sebelum dilakukan sebaiknya dilakukan kelasi besi
tulang secara adekuat

5. Daftar Pustaka
Panduan Praktek Klinis Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. 2015

G. Polisitemia
SKDI 2

1. Definisi
Polisitemia adalah kelainan system hemopoesis dihubungkan dengan peningkatan jumlah
dan volume eritrosit diatas nilai normal dalam sirkulasi darah.
Klasifikasi Eritrositosis

Eritositosis Relatif/  Hemokonsentrasi


Polisitemia  Polisitemia spurious (sindrom Gaisbok)
(Pseudoeritrositosis)
Polisitemia(Eritrositosis 1. Polisitemia primer
absolute)  Polisitemia vera
 Polisitemia familial primer
2. Polisitemia sekunder
 Sekunder karena penurunan oksigenasi pada
jaringan
 High-altitude erythrocytosis (Monge disease)
 Penyakit paru (contoh: kor pulmonal kronik,
sindrom Ayerza)
 Cyanotic congenital heart disease
 Sindrom hipoventilasi
 Hemoglobin abnormal
 Polisitemia familial
 Sekunder karena produksi eritropoietin
 Polisitemia idiopatik
3. Gejala Klinis

Gejala awal Sakit kepala, telingan berdenging, mudah lelah, gangguan daya
ingat, susah bernapas, darah tinggi, gangguan penglihatan, rasa
panas pada tangan dan kaki, gatal, perdarahan dari hidung,
lambung, atau sakit tulang.
Gejala akhir dan Perdarahan atau thrombosis
komplikasi
Fase splenomegali Terjadi kegagalan sumsum tulang sehingga timbul anemia,
kebutuhan transfuse meningkat, pembesaran hati dan limpa

4. Faktor Risiko

Risiko rendah Risiko menengah Risiko tinggi


Umur muda- 60 tahun dan Umur muda- 60 tahun dan Umur > 60 tahun atau ada
tidak ada riwayat tidak ada riwayat riwayat kardiovaskular
thrombosis dan jumlah thrombosis dan jumlah
trombosit < 150.000/mm3 trombosit > 150.000/mm3
atau ada risiko
kardiovaskular

5. Pemeriksaan Fisik

 Berkeringat
 Pembesaran limpa
 Gangguan neurologis: gangguan penglihatan dan Transient ischemic attacks
 Tekanan darah sistolik meningkat
 Dapat dijumpai perdarahan (bruising, epistaksis, perdarahan saluran cerna)
 Eritromelalgia (Eritema, rasa terbakar, nyeri pada ekstremitas)

6. Pemeriksaan Penunjang

Awal Darah lengkap (Hemoglobin dan Hematokrit)

7. Kriteria WHO untuk Polisitemia vera

Kriteria mayor Kriteria minor


1) Hemoglobin > 18,5 g/dl pada pria, 1) Biopsi sumsum tulang menunjukkan
>16,5 g/dl pada wanita (11,5/ 10,2 hiperseluler trilinier dengan proliferasi
mmol/l) atau hematokrit > 52 pada seri eritroid, granulositik dan
pria dan >48 pada wanita megakariosit
2) Adanya mutasi gen JAKV617F 2) Kadar eritropoetin serum dibawah
norma
3) Adanya pembentukan koloni eritroid
endogen secara in vitro
Diagnosis: 2 kriteria mayor + 1 kriteria minor/ criteria mayor yang pertama +2
kriteria minor

8. Tatalaksana

 Flebotomi, indikasi: polisitemia sekunder fisiologis jika Ht > 55%, polisitemia


non fisiologis bergantung pada beratnya gejala yang ditimbulkan akibat
hiperviskositosis dan penurunan shear rate.
 Kemoterapi sitostatika
 Aspirin dosis rendah untuk menurunkan risiko infark miokard

9. Daftar Pustaka
1) Panduan Praktek Klinis Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. 2015
2) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6, tahun 2014. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

H. Leukemia Akut dan Kronik

SKDI 2

1. Definisi
Leukemia merupakan penyakit proliferadi neoplastik yang sangat cepat dan progresif
sehingga susunan sumsum tulang normal digantikan oleh sel primitive dan sel induk
darah. Leukemia dibagi menjadi:
a) Leukemia seri myeloid: akut dan kronik
b) Leukemia seri limfoid: akut dan kronik

2. Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Leukemia Mieloblastik akut Leukemia Mieloblastik Kronik


Gejala: mudah lelah, gusi berdarah, Gejala: Fatigue, malaise, berat badan turun,
mimisan, anoreksia berat, berat badan demam, nyeri kuadran kiri atas
menurun
Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan Fisik:
 Ptekie/ purpura  Splenomegali
 Tanda infeksi: tenggorokan, paru,  Hepatomegali
kulit, daerah perirektal  Limfadenopati
 Demam  Arthritis gout
 Gejala leukostatis: gangguan  Leukositosis berat: infark miokard,
kesadaran, sesak nafas, nyeri dada, vasooclusive disease,
priapismus, hepatomegali, cerebrovascular accident,
splenomegali. thrombosis vena, gangguan
penglihatan, insufisiensi pulmonal,
tanda-tanda infeksi.

3. Pemeriksaan Penunjang

Leukemia Mieloblastik akut Leukemia Mieloblastik Kronik


 Pemeriksaan morfologi sel: tampak  Leukositosis (10.000-500.000/m3)
blast, banyak granul, auer rods didominasi neutrofil, basofil, dan
 Pengecatan sitokimia eosinofil.
 Immunofenotip: CD13 dan CD33,  Sumsum tulang: hiperselular
CD41 berkaitan dengan M7 dengan hyperplasia myeloid,
meningkatnya retisulin atau fibrosis
kolagen

4. Tatalaksana
Kemoterapi

Leukemia seri limfoid: akut dan kronik

1. Definisi

Leukemia Keganasan klonal dari sel precursor limfoid . Terjadi pada


Limfoblastik Akut Limfosit T maupun Limfosit B
(LLA)
Leukemia Keganasan hematologic yang ditandai proliferasi klonal dan
Limfoblastik kronik penumpukan Limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum tulang,
(LLK) limfonodi, limpa, hati dan organ lain.

2. Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Leukemia Limfoblastik kronik (LLK)


Gejala: anemia, demam, trombositopenia Gejala: hilangnya nafsu makan,
(perdarahan gusi, hematuria, BAB menurunnya kemampuan latihan, demam,
campur darah, muntah darah) keringat malam, dapat juga tanpa gejala

Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan Fisik:


 Pucat  Limfadenopati terlokalisir/
 Demam generalisata
 Pembesaran KGB superficial  Hepatosplenomegali
 Organomegali
 Ptekie/ Purpura/ Ekimosis

3. Pemeriksaan Penunjang

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Leukemia Limfoblastik kronik (LLK)


 Laboratorium: darah tepi lengkap  Hapusan darah tepi: peningkatan
( termasuk retikulosit dan hitung jumlah leukosit dengan limfositosis
jenis), LDH, asam urat, fungsi ginjal kecil 95% (criteria diagnostic)
dan hati, serologi virus (hepatitis,  Sumsum tulang: normal/
HSV, EBV, CMV) hiperselular, infiltrasi limfosit pada
 Sumsum tulamg: hiperselular sumsum tulang>30%
dengan limfoblas yang sangat
banyak, hitung jenis sel blas dan/
progranulosit >30%

4. Tatalaksana
Kemoterapi

I. Limfoma

SKDI 1

1. Definisi
Limfoma adalah keganasan sel limfoid yang terjadi pada jaringan limfoid. Limfoma
terbagi menjadi 2 macam:
1) Limfoma Non Hodgkin
Adalah kelompok keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B, limfosit
T dan kadang sel NK.
2) LImfoma Hodgkin
Adalah keganasan limforetikular yaitu limfoma malignum dimana secara
histopatolgis ditemukan sel reed-stenberg

2. Gejala Klinis

Limfoma non Hogkin Limfoma Hodgkin


1) Umum  Demam
 Pembesaran KGB dan malaise  Keringat malam
umum (BB menurun dalam 6  Penurunanberat badan
bulan, demam tinggi 1 minggu  Lemah badan
tanpa sebab, keringat malam)  Pruritus
 Anemia  Pembesaran KGB tidak nyeri
 Keluhan organ ( lambung,  Nyeri abdomen/ nyeri tulang
nasofaring)
 Riwayat penggunaan obat
Diphantoine
2) Khusus
 Penyakit autoimun (SLE,
sjogren)
 Kelainan darah
 Penyakit infeksi ( toksoplasma,
tuberculosis, Lues)

3. Faktor Risiko

Limfoma non Hogkin Limfoma Hodgkin


 Imunodefisiensi  Infeksi virus onkogenik: virus
 Agen infeksius: virus Eipstein-Barr Eipstein-Barr, Sitomegalovirus,
 Paparan herbisida dan pelarut HIV, Herpes Virus-6
organic  Defisiensi imun: pasien
 Diet tinggi lemak hewani, merokok, transplantasi organ dengan
paparan ultraviolet pemberian imunosupresif
 Riwayat keluarga

4. Pemeriksaan Fisik

Limfoma Non Hodgkin Limfoma Hodgkin


 Pembesaran KGB  Limfadenopati dengan konsistensi
 Kelainan/ pembesaran organ rubbery dan tidak nyeri
 Hepatomegali, Splenomegali  Demam tipe Pel-Ebstein
 Masa abdomen yang besar ( pada  Hepatosplenomegali
limfoma burkitt)  Neuropati
 Masa testicular  Tanda obstruksi: edema ekstremitas,
 Lesi kulit sindrom vena kava, kompresi
medulla spinalis, disfungsi hollow
viscera

5. Pemeriksaan penunjang

awal Laboratorium
Gold Standard Biopsi dan sitologi KGB/ Histopatologi
6. Tatalaksana
Kemoterapi dan Radioterapi

7. Daftar Pustaka
1) Panduan Praktek Klinis Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. 2015
2) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6, tahun 2014. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

J. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

SKDI 2

1. Definisi
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)/ consumptive coagulopathy/ defibrinatiom
adalah sustu sindrom klinikopatologis yang ditandai dengan pembentukan fibrin
intravascular yang menyebar akibat aktivitas protease darah berlebihan yang
mengganggu mekanisme antikoagulan alami.

2. Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Perdarahan  Perdarahan kulit dan mukosa luas


 Perdarahan dari insisi operasi, lika kateter/ tusukan
jarum
Trombosis  Purpura fulminan
 Akrosianosis perifer
 Perubahan pregangrenous pada jari, genital, dan
jantung
Manifestasi disfungsi  Perubahan penanda serum dari liver, ginjal, dan
organ fungsi jantung
 Ikterus
 Gangguan irama jantung
 Perdarahan alveolar difus
 Adult respiratory distress syndrome
 Abnormalitas SSP
 Ulcerasi mukosa GIT
 Insufisiensi adrenal
 Petekiae dan purpura fulminan

3. Penyebab/ Kondisi yang berkaitan dengan DIC

Sepsis Bakterial, viral, mikotik, parasit, rickettsia


Trauma dan jejas jaringan Luka tembak, luka bakar, emboli lemak, rhabdomiolisis
Gangguan vaskular Giant hemangioma, aneurisma pembuluh darah besar
Komplikasi obstetri Solusio placenta, emboli air ketuban, abortus septik
Keganasan Adenokarsinoma, leukemia
Gangguan imunologis Reaksi tranfusi he,olisis akut, reaksi penolakan organ
Obat Warfarin, agen fibrinolisis
Toksin Bisa ular, serangga
Penyakit hati Gagal hati fulminan, sirosis
Lainnya Syok, sindrom distress nafas, transfus masif

4. Diagnosis: menggunakan system scoring

Penilaian risiko: apakah pasien punya kelainan komorbid


 Bila ya = lanjut
 Bila tidak = hentikan algoritma
Lakukan pemeriksaan Koagulasi ( hitung trombosit, prothrombin time/PT,
fibrinogen, marker fibrin
Berikan skor untuk hasil pemeriksaan
Hitung Trombosit >100 x 109 /L Skor= 0
<100 x 109 /L Skor= 1
9
<50 x 10 /L Skor= 2
Marker fibrin(D-dimer, Tidak meningkat Skor= 0
produk degradasi fibrin Sedikit meningkat Skor= 1
Sangat meningkat Skor= 2
PT memanjang < 3 detik Skor= 0
3-6 detik Skor= 1
>6 detik Skor= 2
Level fibrinogen >1 g/L Skor= 0
<1 g/L Skor= 1
Perhitungan skor
≥ 5 sesuai dengan gambaran DIC;skor diulang tiap hari
<5 sugestif; skor diulang tiap 1-2 hari

5. Tatalaksana

1. identifikasi komorbid dan terapi suportif


2. Terapi tidak dibutuhkan bila gejala ringan dan self limited
3. Menjaga keseimbangan hemodinamik
4. Terapi transfusi  Trombosit
 Fresh Frozen plasma
 Fibrinogen concentrate/ kriopresipitat
5. Obat  Antikoagulan ( LMWH)
 Konsentrat faktor koagulan

6. Daftar Pustaka
1) Panduan Praktek Klinis Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
2015
2) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6, tahun 2014. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

K. Von Willebrand Disease/ Penyakit von Willebrand

SKDI 2

1. Definisi
Penyakit von Willebrand adalah kelainan perdarahan herediter (Autosomal Dominan)
disebabkan oleh defisiensi faktor von willebrand, fungsinya membantu trombosit melekat
pada dinding pembuluh darah dan sesamanya untuk pembekuan darah yang normal.

2. Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik


 Gejala paling sering: perdarahan gusi, hematuria, epistaksis, darah dalam feses,
mudah memar, dan menoragi.

3. Pemeriksaan Penunjang

Awal BT memanjang, hitung trombosit, PT, dan APTT memanjang


Gold standard Penurunan aktivitas faktor von willebrand plasma dengan tes
ristosetin

4. Tatalaksana

awal  Menghentikan obat yang menghambat fungsi trombosit: aspirin


dan NSAID
 Secara empiris memberikan FVW
 Transfusi trombosit
Jangka panjang  Desmopresin : merangsang pengeluaran FVW
 Faktor von willebrand: transfuse plasma segar, kriopresipitat.

5. Daftar Pustaka
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6, tahun 2014. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI.

Anda mungkin juga menyukai