Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang

di tandai dengan kenaikan kadar gula darah atau hiperglikemia akibat

penurunan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dan terjadi resistensi

insulin karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon

insulin secara normal. Resistensi insulin disebabkan oleh kombinasi dari

faktor genetik dan obesitas ( Fatimah,2015).

Menurut data dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

(PERKENI) tahun 2015 , kriteria diabetes mellitus meliputi: (1)

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi

tidak ada asupan kalori minimal 8 jam (2) Pemeriksaan glukosa plasma

≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan

beban glukosa 75 gram (3) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200

mg/dl dengan keluhan klasik yaitu poliuria, polidipsia, polifagia dan

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. (4)

Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program

(NGSP).

Angka kejadian diabetes melitus menurut International Diabetes

Federation(IDF) di dunia mencapai angka 1,9% dan telah menjadikan

1
diabetes melitus sebagai penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia

sedangkan pada tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus didunia adalah

sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2

adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus (Fatimah,

2015).

Berdasarkan data dari IDF tahun 2012 kasus Diabetes Melitus

mencapai jumlah 7. 6 juta di Indonesia dengan usia 20-79 tahun, dengan

angka prevalensi standar WHO 5.14 %, dimana angka kematian yang di

akibatkan mencapai 155.465 (Amu, 2014).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Berdasarkan definisi American Diabetes Association (ADA) tahun 2010,
diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau keduanya.
B. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes melitus menurut Perkeni 2011 dan ADA 2014
Diabetes Destruksi sel beta pancreas, umumnya terjadi defisiensi insulin
Melitus tipe I absolute sehingga mutlak membutuhkan terapi insulin. Biasanya
disebabkan karena penyakit autoimun atau idiopatik.
Diabetes Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relative, sampai dominan defek sekresi insulin
Melitus tipe 2
sebagai akibat dari resistensi insulin.
Diabetes a. Defek genetic fungsi sel beta
Melitus Tipe b. Defek genetic kerja insulin
Lain c. Penyakit eksokrin pancreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat/zat kimia/ iatrogenic
f. sebab imunologi yang jarang
g. sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes Diagnosis DMG adalah DM atau TGT atau GDPT yang pertama
Melitus kali diketahui pada saat kehamilan berlangsung.
Gestasional
(DMG)

3
C. Epidemiologi
Menurut penelitian epidemiologi angka kejadian diabetes melitus
cenderung mengalami peningkatan angka insidensi dan prevalensi. Data
dan jumlah dan prevalensi DM di luar negeri didasarkan atas laporan IDF
(Internasional Diabetes Federation) atlas edisi ke-6 tahun 2013. Pada tahun
2013 tercatat jumlah 382 juta DM di dunia berusia rata-rata 20-79 tahun.

Pada tahun 2013 berdasarkan penelitian oleh IDF, Indonesia tercatat


jumlah DM 8,5 juta ( prevalensi 5,55%) dan pada saat itu menempati
nomer 7 urutan di dunia.

4
Epidemiologi DM di Indonesia berdasarkan data dari WHO memprediksi
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 jutapada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya
peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035.
Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014
menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.
Penelitian yang dilakukan RISKESDAS-2007, jumlah penderita DM di Indonesia
adalah 10 juta, dengan prevalensi DM 5,7 % (Pria 4,9%, wanita 6,4%). Dari
prevalensi DM 5,7% ternyata terdiri dari 26,3% pasien yang mengetahui
mengidap DM (diagnosed DM), sedangkan 73,7% tidak mengetahui adanya DM
sebelumnya (Undiagnosed DM). Hasil RISKESDAS-2007: terdapat 10 provinsi
dengan prevalensi diabetes 10 terbesar diantaranya:
No Provinsi Prevalensi
1 Maluku Utara 11,1 %
2 Kalimantan Barat 11,1 %
3 Riau 10,4%
4 Bangka Belitung 8,6%
5 Nangroe Aceh Darussalam 8,5%
6 Sulawesi Utara 8,1 %
7 Jawa Tengah 7,8 %
8 Gorontalo 7,7 %
9 Jawa Timur 6,8 % (Surabaya 7,0%)

10 DKI Jakarta 6,6%

5
D. Faktor Resiko
Diabetes melitus mempunyai karakteristik yang khas yaitu hiperglikemia.
Hiperglikemia merupakan bagian dari sindrom metabolic atau sindrom
resistensi insulin. Sindrom metabolic merupakan sekumpulan kelainan
metabolic yang mengarah pada resiko penyakit kardiovaskular dan
diabetes. Sindrom metabolic menurut National Cholesterol Edication
Program Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III) ditegakkan dengan
adanya minimal tiga dari criteria berikut:
1. Lingkar pinggang ≥ 90 cm untuk laki-laki atau ≥80 cm untuk
perempuan.
2. Trigliserida Plasma ≥ 150 mg/dL atau sedang mengkonsumsi obat
penurun kolesterol (Kriteria Asia Pasifik)
3. HDL plasma <40 mg/dL pada laki-laki atau >50 pada perempuan
4. Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg atau sedang mengkonsumsi obat
anti hipertensi.
5. Glukosa darah puasa >100 mg/dL.

E. Patofisiologi
Diabetes melitus tipe 2 merupakan kondisi multifaktorial. Resistensi
insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pancreas telah
ditetapkan sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Selain
otot, liver, dan sel beta pancreas, organ lain seperti: jaringan lemak,
gastrointestinal, sel alfa pancreas, ginjal, dan otak, semuanya berperan
dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-
2. Secara garis besar patofisiologi DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal
(omnius octet):

6
1. Kegagalan sel beta pancreas
Pada saat terdiagnosa DM tipe-2, diperkirkirakan pasien tersebut
sudah mengalami kehilangan 50% massa sel beta pancreas,
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sekresi insulin dan
resistensi insulin.
2. Liver
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam
keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic glucose production)
meningkat.
3. Otot
Pada DM tipe-2 didapatkan gangguan kerja insulin yang multiple
di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa.
4. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap anti lipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak
bebas (FFA= Free Fatty Acid) dalam plasma. Peningkatan FFA
akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan
resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga mengganggu sekresi

7
insulin. Gangguan dari FFA ini disebut sebagai lipotoxocity.
5. Usus
Glukosa yang masuk ke dalam usus melalui makanan memicu
respon insulin lebih besar dari pada diberikan melalui intravena.
Efek ini disebut efek incretin yang diperankan oleh 2 hormon GLP-
1 (Glucagon-like polypeptide) dan GIP (glucose-dependent
insulinotropic polypeptide)/ Gastric Inhibitory Polypeptide. Pada
penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten
terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan enzim DPP4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa
menit.
Saluran pencernaan mempunyai fungsi dalam penyerapan
karbohidrat melalui kerja enzim alfa-glukosidase yang memecah
polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh
usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan.
6. Sel alfa pancreas
Sel alfa berfungsi dalam sintesis glucagon yang dalam keadaan
puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara
signifikan dibanding individu yang normal.
7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam
pathogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi 163 gram glukosa
sehari. 90% dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali oleh
SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian convulated
tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan diabsorbsi melalui
peran SGLT-1 pada tubulus descenden dan ascenden, sehingga
akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada DM tipe-2 terjadi
peningkatan ekspresi SGLT-2.
8. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu

8
yang obesitas baik DM maupun non-DM, didapatkan
hiperinsulinemia yang merupakan kompensasi dari resistensi
insulin.
F. Gejala Klinis
Perkeni membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar
berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari
poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang
jelas, sedangkan gejal tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka
yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria dan
pruritus vulva pada wanita.
G. Diagnosis
1. Kriteria Diagnosis DM
Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala Klasik DM + Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Atau
Gejala Klasik DM + Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya
8 jam
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.
4. Pemeriksaan HbA1C ≥ 6,5 % dengan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP)

9
Cara Pemeriksaan TTGO (Tes Toleran Glukosa Oral)
1. 3 hari sebelumnya makan karbohidrat cukup
2. Kegiatan jasmani seperti biasa dilakukan
3. Puasa semalam minimal 8 jam
4. Diperiksa glukosa darah puasa
5. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 mL, diminum
dalam waktu 5 menit.
6. Berpuasa kembali sampai pengambilan darah untuk 2 jam sesudah
minum larutan glukosa tersebut selesai
7. Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
8. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat (jangan
melakukan kegiatan fisik), tidak merokok, tapi boleh minum air
putih.

2. Kadar Tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan


prediabets
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi criteria normal atau
criteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang
meliputi: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah
Puasa Terganggu (GDPT).
HbA1c Glukosa Darah Glukosa plasma
(%) Puasa (mg/dL) 2 jam setelah
TTGO (mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥126 mg/dL ≥200 mg/dL
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal < 5,7 < 100 <140

10
3. Langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Toleransi Glukosa
Terganggu

Keluhan Klinis Diabetes

Keluhan Khas (+) Keluhan khas (-)

GDP ≥ 126 < 126 ≥ 126 ≥110-125 ≥ 126


<110
GDS ≥ 200 <200 ≥ 200 ≥ 110-199 ≥ 200

ulang GDS/GDP

GDP ≥ 126 < 126 TTGO GD 2 jam


GDS ≥ 200 <200

>200 140-199 <140

DIABETES MELITUS
TGT GDPT normal

Langkah-langkah Diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa


(Konsensus PERKENI 2011)

11
Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus
tipe-2 dan prediabetes pada kelompok resiko tinggi yang tidak menunjjukan gejala
DM yaitu:
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT]
≥23 kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko
sebagai berikut:
a) Aktivitas fisik yang kurang.
b) First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan
DMdalam keluarga).
c) Kelompok ras/etnis tertentu.
d) Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan
BBL >4 kg atau mempunyai riwayat diabetes melitus
gestasional (DMG).
e) Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi
untuk hipertensi).
f) HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g) Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h) Riwayat prediabetes.
i) Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j) Riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.
Catatan: Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa
plasma normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun ,kecuali
padakelompok prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun.

12
Apabila tidak ada fasilitas pelayanan TTGO maka dapat digunakan pemeriksaan
penyaring denganmengunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler, diperbolehkan
untuk patokan diagnosis DM.
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar Plasma vena <100 100-199 ≥200
glukosa Darah kapiler <90 90-199 ≥200
darah
sewaktu
Kadar Plasma vena <100 100-125 ≥126
glukosa Darah kapiler <90 90-99 ≥100
darah puasa

H. Anamnesis
1. Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
2. Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan
berat badan.
3. Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
4. Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
DM secara mandiri.
5. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani.
6. Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, hipoglikemia).
7. Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenital.
8. Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata,
jantung dan pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dll.
9. Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.

13
10. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
11. Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
12. Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
I. Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran tinggi dan berat badan.
2. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.
3. Pemeriksaan funduskopi.
4. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
5. Pemeriksaan jantung.
6. Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
7. Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,
neuropati, dan adanya deformitas).
8. Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,
necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan
insulin)
9. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.
J. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jam setelah TTGO.
2. Pemeriksaan kadar HbA1c
K. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru
terdiagnosis DMT2 melaluipemeriksaan:
1. Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density Lipoprotein
(HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida.
2. Tes fungsi hati
3. Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR
4. Tes urin rutin
5. Albumin urin kuantitatif

14
6. Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
7. Elektrokardiogram.
8. Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung kongestif).
9. Pemeriksaan kaki secara komprehensif.

L. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
a) Edukasi
Edukasi diberikan kepada pasien dengan tujuan promosi hidup
sehat sebagai upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
penting dari pengelolaan DM secara holistic. Materi edukasi terdiri
dari materi edukasi tingkat awal dan lanjutan.
1) Materi edukasi tingkat awal yaitu tentang perjalanan
penyakit DM, pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan, penyulit DM dan resikonya, mengenal gejala
dan penanganan hipoglikemia, pentingnya perawatan kaki.
2) Materi edukasi tingkat lanjut tentang penyulit akut DM,
pengetahuan penyakit, dan elemen perawatan kaki.
Edukasi perawatan kaki diberikan pada semua orang
dengan ulkus maupun neuropati perifer atau pheripheral
arterial disease (PAD)
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir
dan di air.
2. Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter
apabila kulit terkelupas, kemerahan, atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum
memakainya.
4. selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah,
dan mengoleskan krim pelembab pada kulit kaki yang
kering.
5. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur

15
setelah dari kamar mandi.
6. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak
menyebabkan lipatan pada ujung-ujung jari kaki.
7. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur.
8. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki
yang dibuat khusus.
9. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan
gunakan hak tinggi.
10. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air
panas/batu untuk menghangatkan kaki.

b) Terapi Nutrisi Medis


Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan DM tipe 2 secara komprehensif. Komposisi
makanan yang dianjurkan terdiri dari:
1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan
energy.
2) Lemak 20-25% dari kebutuhan kalori dan tidak
diperbolehkan melebihi 30% dari total asupan energy.
3) Protein sebesar 10-20% total asupan energy
4) Natrium dianjurkan pada penyandang DM yaitu <2300 mg
perhari
5) Serat 20-35 gram/hari
6) Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak
melebihi batas aman.
c) Kebutuhan Kalori
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal.
Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung
pada beberapa faktoryaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat
badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal
adalah sebagai berikut:

16
Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca
yang dimodifikasi:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di
bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
 BB Normal: BB ideal ±10 %
 Kurus: kurang dari BBI - 10 %
 Gemuk: lebih dari BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh
(IMT). Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT*
BB Kurang <18,5

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih ≥23,0

Dengan risiko 23,0-24,9

Obes I 25,0-29,9

Obes II ≥30

*) WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific


Perspective:Redefining Obesity and its Treatment.

d) Latihan Jasmani
Latihan jasmani apabila dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali
perminggu selama 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu
dapat menurunkan berat badan, memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik

17
dengan intensitas sedang seperti: jalan cepat, bersepeda santai,
jogging, dan berenang.

2. Farmakologi
a) Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi
menjadi 5 golongan:
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
o Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan
sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal)
o Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama
dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat
asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).
Obat inidiabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia.
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
o Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi
produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan
memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.

18
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian
besar kasus DMT2. Dosis Metformin diturunkan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30- 60
ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan
pada beberapa keadaan sperti: GFR<30
mL/menit/1,73m2, adanya gangguan hati berat, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan,
PPOK,gagal jantung [NYHA FC III-IV]). Efek
sampingyang mungkin berupa gangguan
saluranpencernaan seperti halnya gejala dispepsia.
o Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari
Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma
(PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat
antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan
tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat
memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada
gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu
pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk
dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
3) Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
Penghambat Alfa Glukosidase. Obat ini bekerja dengan
memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa
darah sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak
digunakan pada keadaan: GFR≤30ml/min/1,73 m2,

19
gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating
(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering
menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek samping pada
awalnya. diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat
golongan ini adalah Acarbose
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) Obat
golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim
DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap
dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif.
Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan
menekan sekresi glucagon bergantung kadar glukosa darah
(glucose dependent). Contoh obat golongan iniadalah
Sitagliptin dan Linagliptin.
Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporte)
5) Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat
antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara
menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.
Dapagliflozinbaru saja mendapat approvable letter dari
Badan POM RI pada bulan Mei 2015.
b) Terapi Insulin
Terapi insulin ditunjukkan terutama pada penderita DM tipe 1, dan
sebagian penderita DM tipe 2. Namun pada akhirnya semua
penderita DM tipe 2 akan membutuhkan insulin

20
. Indikasi terapi insulin
1. DM tipe 1
2. DMTM (MRDM)
3. DM TIPE X (DM TOI= DM tergantung OHO dan insulin
4. Koma diabetic
5. DM tipe 2 dalam keadaan tertentu
o DM+ secondary failure dari OHO
o DM+ kehamilan
o DM selulitis/gangern/ infeksi lainnya
o DM +kurus
o DM+fraktur
o DM hepatitis kronik/sirosis
o DM+Operasi
o DM dengan TB paru
o DM+graves disease
o DM +gangrene

1) Jenis dan Lama Kerja Insulin Berdasarkan lama kerja,


insulin terbagi menjadi 6 jenis, yakni :
a) Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin): Insulin
aspart, Lispro, Glulisine
b) Insulin kerja pendek (Short-acting insulin) : RHI
(Regular Hormon Insulin)
c) Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin):
NPH, Lente
d) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin): Insulin
Glargine, Detemir
e) Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin):
Insulin ultra lente, Insulin Ultra long acting insulin.
f) Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan
menengah dan kerja cepat dengan menengah

21
(Premixed insulin): Insulin Lispro 75/25 dan Aspart
70/30.
2) Efek samping utama terapi insulin adalah
a) terjadinya hipoglikemia
b) Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap
insulin.
3) Jenis Sediaan Insulin

22
4) Dasar pemikiran terapi insulin:
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu menyerupai pola sekresi insulin yang fisiologis
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial
atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia
pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi. Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah
mengendalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai
dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai
sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau
panjang) Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan
dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan HbA1c

23
belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial
(meal related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah
prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) yang disuntikan 5-10 menit
sebelum makan atau insulin kerja pendek (short acting) yang disuntikkan 30
menit sebelum makan.
Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan obat antihiperglikemia
oral untuk menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat
sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau penghambatpenyerapan
karbohidrat dari lumen usus (acarbose), atau metformin (golongan biguanid).
5) Cara penyuntikan insulin:
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitanpermukaan kulit. Penyuntikan
dilakukan pada daerah: perut sekitar pusat sampai kesamping, kedua lengan atas
bagian luar (bukan daerah deltoid), kedua paha bagian luar.

6) Algoritma Pengobatan Diabetes melitus tipe 2

24
7) Regulasi Cepat Intravena (RCI)
a) Jangan memberi cairan yang mengandung karbohidrat apabila kadar
glukosa masih diatas 250 mg/dl. Pasanglah infuse Ringer Lactat atau NaCl
0,9% dengan kecepatan 15-20 tetes permenit
b) Berikan insulin regular intravena 4 unit tiap jam sampai kadar glukosa
darah sekitar 200 mg/dl atau reduksi urine positif lemah.
c) Cara RCI: dengan dosis insulin regular 4 unit/ jam intravena dapat
menurunkan glukosa darah 50-75 mg/dl setiap jamnya.
Contoh: Pada glukosa darah 450 mg/dl berikan insulin regular intravena
@4 unit/jam, sampai 3 kali (Rumus minus satu) maka akan mendapatkan
glukosa darah sekitar 200 mg/dl. Angka 3 diperoleh dari 4 dikurangi satu
(Rumus minus satu). Angka 4 berasal dari 450 mg/dL.
d) Apabila kadar glukosa darah sudah tercapai maka insulin regular dapat
diteruskan secara subkutan dengan interval 8 jam dengan dosis 3x8 U
(Rumus kali dua). Angka 8 berasal dari 4 x 2. sedangkan 4 berasal dari
450 mg/dl.
Indikasi RCI dan RCS pada umumnya adalah untuk kasus-kasus yang
memerlukan kadar glukosa darah harus segera diturunkan, bahkankasus biasa
(non-darurat) yang rawat inap, misalnya penderita DM dengan DM-sepsis-pro-
Operasi (gangrene, kolesistitis, batu ginjal, dan lain-lain), DM dengan GDPO
(Stroke-CVA), DM pro amputasi, DM dengan infark miokard akut, semua DM
rawat inap dengan glukosa darah diatas 250 mg/dl.

J. Komplikasi
1. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemia
Batasan:
a) Hipoglikemia = hipoglikemia murni: gejala hipoglikemia apabila
glukosa darah kurang dari 70mg/dL
b) Hipoglikemia reaktif = gejala hipoglikemia apabila glukosa darah turun
mendadak, misalnya dari 400 mg/dl menjadi 90 mg/dL.

25
c) Koma hipoglikemik: koma akibat glukosa darah turun sampai dibawah
30 mg/dL
d) Reaksi hipoglikemi: gejala hipoglikema yang terjadi 3-5 jam sesudah
makan. Biasanya pada amggota keluarga DM atau orang yang
mempunyai bakat DM.
Tanda dan Gejala Hipoglikemia
Tanda:
 Pallor
 Diaphoresis
Gejala Neuroglikopeni
 Gangguan kognitif
 Perubahan perilaku
 Gangguan psikomotor
 Kejang
 Koma
Gejala Otonomik adrenergic
 Palpitasi
 Gemetar
 Cemas
Kolinergik
 Berkeringat dingin
 Lapar
 Parestesia

Klasifikasi Hipoglikemia
1. Hipoglikemia Ringan: pasien masih bisa mengenali tanda dan gejala
hipoglikemia dan bisa menolong dirinya sendiri. Bisa melakukan tindakan
preventuf untuk mengembalikan glukosa darah menjadi normal kembali.
2. Hipoglikemia berat: didapatkan gangguan kesadaran sampai terjadi koma.

26
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan Whipple Triad:
Gejala Klinis seperti tersebut diatas, glukosa darah kurang dari 70mg/dL dan
membaik dengan pemberian glukosa.
Tatalaksana
Terapi Hipoglikemia ringan
1) Glukosa 15-20 g (2-3 sendok makan) dilarutkan dalam air
2) Jika pemantauan gula darah mandiri setelah 15 menit pengobatan,
hipoglikemi masih ada maka pengobatan dilanjutkan
3) Jika pemantauan gula darah mandiri kadar gula darah sudah normal,
pasien diminta untuk makan makanan berat atau snack untuk mencegah
berulangnya hipoglikemia.
Terapi Hipoglikemia berat
Jika ada gejala Neuroglikopeni, maka diperlukan terapi parenteral
1) Dextrose 40% 25 ml, diikuti dengan infuse D5% atau D10%,
menggunakan rumus 3-2-2-1
2) Lakukan pemantauan gula setiap 1-2 jam, kalau terjadi hipoglikemia
berulang pemberian Dextrose 40% dapat diulang.
3) Lakukan evaluasi terhadap pemicu hipoglikemia
Rumus 3-2-1-1
Rumus 3: diberikan 3 flakon bila kadar gula darah < 30 mg/dL
Rumus 2: diberikan 2 flakon bila kadar gula darah 30-50 mg/dL
Rumus 1: diberikan 1 flakon bila kadar gula darah 50-70 mg/dl
Rumus 1: diberikan 1 flakon bilak kadar ggula darah 70-90 mg/dL, namun disertai
dengan tanda klinis hipoglikemia( hipoglikemia reaktif)
Pedoman:
1) Glukosa draah diarahkan ke kadar glukosa darah puasa ≤130 mg/dL
2) Satu flakon (25ml) glukosa 40% (10 gram glukosa) dapat menaikkan kadar
glukosa darah 25-50 mg/dL.

27
Bila setelah 15 menit dilakukan pemeriksaan glukosa darah masih menunjukkan
hipoglikemia maka terapi dapat diulang lagi. Bila gagal dilanjutkan dengan:
1) Injeksi Metilprednisolon 62,5 – 125 mgIV dan dapat diulang, serta dapat
dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100 mg IV atau fenitoin oral
dengan dosis 3x 100 mg sebelum makan.
2) Bila perlu injeksi efedrin (bila tidak ada KI: jantung, dan lainnya) 25-50
mg atau injeksi glucagon 1 mg i.m.

2) Koma-Lacto-Asidosis
1. Klasifikasi
a) Koma asidosis asam lactate( KAAL) tipe A (primer: hipoksia)
 Semua jenis syok
 Dekompensasi kordis
 Asfiksia
 Intoksikasi CO
b) Koma asidosis asam laktat (KAAL) tipe B kelainan sistemik
 Diabetes Melitus
 Neoplasia
 RFT/LFT terganggu
 Konvulsi
Obat: Biguanide, salisilat, alkohol (methanol, etanol),
glukosa-alkohol (sorbitol)
2. Patofisiologi
Di dalam hepar, ginjal, dan jaringan perifer terdapat reaksi
pembentukan bikarbonat dari asam laktat.
Asam laktat+H2O+O2→ Bikarbonat
Namun apabila terdapat gangguan fungsi pada hepar dan atau
ginjal dan hipoksia jaringan, asamlaktat tidak bisa diubah menjadi
bikarbonat akibatnya akan terjadi hiperlaktatemia, dan
menyebabkan koma-lakto asidosis.

28
Keadaan ini akan lebih parah apabila terdapat angiopati diabetic
(yang menyebabkan hipoksia jaringan). Bebeberapa faktor
predisposisi KLA atau Asidosis asam laktat:
 Infeksi
 syok, dan gangguan kardiovaskuler
 gangguan faal ginjal dan hepar
 DM +Phenformin
 Gangguan oksigenasi akibat dari: PPOK,
Mikroangiopati, dan lain-lain.
3) Gejala Klinis
 Stupor/ koma
 hiperglikemia ringan ( glukosa bisa normal/ sedikit meningkat)
 Bikarbonat < 15 meq/L asam laktat > 7mMol/L
 Anion gap > 20mEq
4) Diagnosis
 stupor/koma
 glukosa darah sekitar 250 meq/L
 anion gap > 15-20 meq/L
 pH < 3,37 dan atau plasma lactate level > 4 mmol?l
5) Terapi
Tergantung penyakit yang mendasari, misalnya sebagai penyebabnya
adalah obat-obatan, maka obat tersebut harus dihentikan.
3) Keto-asidosis Diabetik
a) Klasifikasi
Stadium Macam KAD pH darah Bikarbonat darah
BIK
Ringan KAD ringan 7,30-7,35 15-20 meq/L
Sedang Prekoma Diabetik 7,20-7,30 12-15 meq/L
Berat Koma Diabetik 6,90-7,20 8-12 meq/L
Sangat Berat Koma Diabetik Berat <6,90 <8 meq/L

29
b) Patogenesis
KAD terjadi oleh karena menurunnya konsentrasi insulin efektif dan
meningkatnya hormon kontra insulin (katekolamin, kortisol, glucagon, dan
growth hormon) menyebabkan terjadinya hiperglikemia dan ketosis.
Hiperglikemia terjadi sebagai dampak dari tiga proses yaitu meningkatnya
proses glukoneogenesis, meningkatnya glikogenolisis, dan menurunnya
ambilan glukosa dijaringan perifer. Keadaan ini terjadi oleh karena
ketidakseimbangan hormon tersebut yang menyebabkan meningkatnya
resistensi insulin sementara disertai meningkatnya asam lemak bebas (free
fatty acid). Kombinasi defisiensi insulin dan meningkatnya hormon kontra
insulin pada KAD menyebabkan pelepasan asam lemak bebas yangtidak
terkendali dari jaringan adipose ke dalam sirkulasi (lipolisis) dan terjadi
oksidasi asam lemak bebas dalam hepar menjadi badan keton
menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolic.
Hiperglikemia pada pasien krisis hiperglikemia dihubungkan dengan
kondisi inflamasi berat yang ditandai dengan meningkatnya sitokin pro
inflamasi (TNf-α, interleukin-β, interleukin-6, interleukin-8) CRP, Reaktif
Oksigen Spesies (ROS), Peroksidasi lipid, faktor resiko kardiovaskular,
Plasminogen activator inhibitor (PAI-I), free fatty acid (FFA) pada
keadaan tidak didapatkan infeksi yang jelas atau patologi kardiovaskular.
c) Diagnosis
a) Klinik : Poliuria, polidipsia, mual / muntah, pernafasan kussmaul
(dalam dan frekuen), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai syok,
kesadaran terganggu sampai koma.
b) Darah : hiperglikemi lebih dari 300 mg/dl (biasanya melebihi 500
mg/dl), bikarbonat kurang dari 20 mEg/l (dan pH<7.35), ketonemia
c) Urin : glukosuria dan ketonuria

30
d) Terapi KAD
Protokol Terapi KAD ada dua fase:
Fase I (Fase Gawat) 1. Rehidrasi : NaCl 0,9% atau RL
 2 jam pertama : 2 liter
 4 jam selanjutnya: 80 tpm
 18 jam selanjutnya: 30 tpm
 24 jam selanjutnya: 21 tpm
2. IDRIV (Insulin Dosis Rendah
Intravena: Novorapid → 4 unit/jam
(Formula minus satu)
3. Infus Kalium Per 24 jam
 3-3,5 = 25 meq
 2,5-3 = 50 meq
 2-2,5 = 75 meq
 <2 = 100 meq
4. Infus Bikarbonat
Bila pH ≤ 7,2 atau HCO3< 12 meq/L:
50-100meq/500ml.24 jam
( Bolus BIK 50 meq/ 10 menit
diberikan bila pH≤ 7,0 dan sisanya (50
meq) diberikan dengan drip selama 2
jam
5. Antibiotik : antibiotic broad
spectrum
Glukosa darah ±250 mg/dl atau reduksi urine ±
2. Fase Rehabilitasi 1. Maintenace: NaCl 0,9% atau pot.R
(insulin 4-8 IU), Maltosa 10% (Insulin
6-12 IU) bergantian: 20 tpm (Start
slow, Go slow, Stop Slow)
2. Kalium: parenteral jika K <4 atau per

31
os (air tomat/ kaldu)
3. Novorapid: 3 x 8-12 IU/sc ( Formula
Kali dua)
4. Makanan lunak : Karbohidrat
kompleks per oral.

4) Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (K.HONK)=


Hiperglikemia Hyperosmolar State (HHS)
a) Patogenesis
Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria.
Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan urin, yang akan memperberat derajat kehilangan air.
Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium menyebabkan
hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan konsentarsi
gula darah, terutama jika terjadi resistensi insulin. insulin mampu
mencegah terjadinya ketogenesis namun tidak cukup untuk mecegah
hiperglikemia dan resistensi hati terhadap glucagon. . Adanya keadaan
hiperglikemia dan hiperosmolar jika kehilangan cairan tidak dikompensasi
dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan hipovolemia.
Hipovolemia mengakibatkan hipotensi dan gangguan perfusi jaringan.
Keadaan koma merupakan stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini,
dimana telah terjadi gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan
hipotensi.
b) Faktor Pencetus

32
c) Diagnosis
Diagnosis klinis dikenal dengan sebutan Tetralogi HONK: 1 Yes 3 No,
yaitu
1. Glukosa darah > 600 mg/dL (Hiperglikemia); dengan tidak ada
riwayat diabetes sebelumnya, biasanya 1000 mg/dL (No DM
History)
2. Bikarbonat >15 meq.L
3. pH darah normal No Kussmaul, No Ketonemia, glukosa darah
relative rendah bila ada nefropati
4. Dehidrasi berat, hipotensi→syok, tidak ada kussmaul, terdapat
gejala neurologi, tidak diadaptkan bau aseton, ketonuria dan
ketonemia tidak ada.
Diagnosis pasti, dikenal dengan pentalogi HONK. Diagnosis ditegakkan
bila terdapat diagnosis klinis dan osmolaritas darah >325-350 mOSM/L.
glukosa darah mg/dL
OSM darah = 2 (Na) + ≥ 325
18
 Gejala Klinis: Rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki
kejang. Mual muntah namun lebih jarang, kadang pasien datang
dengan keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis,
kejang, atau koma.

33
 Pemeriksaan fisik: tanda dehidrasi yang berat seperti turgor yang
uruk, mukosa pipi kering, mata cekung, akral dingin, takikardi, dan
lemah
Membedakan dengan KAD
1. Sering ditemukan usia lanjut > 60 tahun, semakin muda
semakin kurang
2. Hampir separuh pasien tidak punya riwayat DM atau DM tanpa
insulin
3. Punya penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap
penyakit ginjal atau kardiovaskular, perna ditemukan penyakit
akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit cushing.
4. Sering disebabkan obat-obatan: Thiazid, Minuman manis,
infeksi, kortikosteroid, beta bloker, phenytoin, cimetidin,
chlorpromazine
5. Faktor pencetus misalnya infeksi, Kardiovaskular, aritmia,
perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pancreatitis, koma
hepatic, operasi.
d) Tata Laksana
Hampir sama dengan terapi KAD: Fase I dan Fase II, tanpa infuse
bikarbonat tetapi diberikan:
1. NaCl 0,45% apabila plasma Na >150 meq/dL namun apabila
plasma Na < 150 meq/dL diberi normal saline.
2. Insulin short acting atau rapid acting seperti pada KAD
3. Antibiotik sesuai dengan indikasi.

2. Penyulit Menahun
a) Makroangiopati
1) Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner
2) Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi pada
penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama kali adalah
nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat (claudicatio

34
intermittent), namun sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik
pada kaki merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada penderita.
3) Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik

b) Mikroangiopati
1) Retinopati Diabetik
Diagnosis dengan funduskopi. Gold: FFA (Fundal Fluorescin
Angiography). Klasifikasi Retinopathy berdasarkan perubahan yang
terjadi pada mikrovaskular retina dan ada atau tidaknya pembentukan
Pembuluh darah baru.
2) Nefropati Diabetik ( DMND)
a) Definisi: Sindroma klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai
dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau 200 𝜇g/menit) pada
minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.
b) Kriteria Diagnosis dan Klasifikasi Nefropati Diabetik
(Kriteria Devisi Endokrinologi dan Nefrologi Bagian Penyakit Dalam
Surabaya 1985 dan 1989)
Ada 3 persyaratan untuk membuat diagnosis Nefropati Diabetik:
1) Diabetes melitus
2) Harus ada retinopati diabetic ( funduskopi retina)
3) Harus ada proteinuria positif tanpa penyebab lain, atau proteinuria
positif selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2 minggu apabila
penyebab lain (misalnya infeksi) sudah teratasi.
atau criteria ND 1989: DM, Retinopati Diabettik, Kreatinin darah > 2,5
mg/dL, dan ada proteinuria 1 kali pemeriksaan tanpa adanya penyebab
proteinuria lain.
Pada Nefropati Diabetik terdapat kelainan ekskresi albumin di
dalam urine. Menurut ADA 2014 ada 6 penyebab terjadinya peningkatan
ekskresi albumin urine yaitu:
1) latihan fisik yang berat 24 jam
2) hiperglikemia berat

35
3) hipertensi berat
4) infeksi
5) panas badan
6) gagal jantung congestif
Diagnostik pasti untuk albuminuria adalah apabila didapat albuminuria 2
sampai 3 koleksi sampel dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.

Category 24-h Collection Timed Collection Spot


(mg/ 24 hours) (𝜇/𝑚𝑖𝑛𝑢𝑡𝑒) collection:
ACR (𝜇𝑔/𝑚𝑔)
Normal <30 <20 <30
Microalbuminuria 30-299 20-199 30-299
Macroalbuminuria ≥300 ≥200 ≥300

Untuk mengetahui fungsi ginjal secara sederhana adalah dengan mengukur


kadar kreatinin serum atau eGFR. Ada 2 rumus yaitu formula COCKROFRT-
GAULT dan MDRD (Modification of Diet In Renal).

36
Stadium Nefropati Diabetik sama dengan Penyakit ginjal Menahun (CKD)
diuraikan diantaranya:

Tabel Tahapan Nefropati oleh Mongensen

Tahap Kondisi Ginjal AER LFG TD Prognosis


1 Hipertrofi dan Normal ↑ Normal Reversible
hiperfungsi
2 Kelainan Struktur Normal ↑ ↑/ Normal Mungkin
reversible
3 Mikroalbuminuria 20-200 ↑/ Normal ↑ Mungkin
persisten mg/menit reversibel
4 Makroalbuminuria >200 Rendah Hipertensi Mungkin
Proteinuria mg.menit bisa
stabilisasi
5 Uremia Tinggi < 10ml/ Hipetensi Kesintasan
menit 2 tahun
+50%

37
c) Penatalaksanaan Nefropati Diabetik

1) Gaya hidup sehat dan Pengendalian kadar gula darah


2) Pengendalian tekanan darah dengan target <130/80 mmHg (diet rendah
garam 4-5 g/hari, obat anti hipertensi: ACE-I, Diuretik, beta blocker,
CCB)
3) Perbaiki fungsi ginjal (diet rendah protein 0,8 g/kg/BBI/hari, pemberian
ACE Inhibitor atau ARB)
4) pengendalian faktor komorbid (pengendalian kadar lemak, mengurangi
obesitas)

38
BAB III
KESIMPULAN

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan


berbagai komplikasi. Keadaan ini sangat memengaruhi kualitas hidup penyandang
DM sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat
ini memang belum ditemukan cara atau pengobatan yang dapat
menyembuhkannya diabetes secara menyeluruh. Akan tetapi DM dapat
dikendalikan dengan baik, dengan cara : diet, olahraga dan dengan menggunakan
obat antidiabetik. Pada setiap penanganan penyandang DM, harus selalu
ditetapkan target yang akan dicapai sebelum memulai pengobatan. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui keberhasilan program pengobatan dan penyesuaian
regimen terapi sesuai kebutuhan serta menghindari hasil pengobatan yang tidak
diinginkan. Pengobatan DM sangat spesifik dan individual untuk masing-masing
pasien. Modifikasi gaya hidup sangat penting untukdilakukan, tidak hanya untuk
mengontrol kadar glukosa darahnamun bila diterapkan secara umum, diharapkan
dapat mencegah dan menurunkan prevalensi DM, baik di Indonesia maupun di
dunia.

39
Daftar Pustaka

American Diabetes Associaton, 2014. Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus,Diabetes Care S: 31- 42.
Perkeni, 2015. Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2.
Jakarta : EGC
Tjokroprawiro, Askandar. 2007. ILMU PENYAKIT DALAM. Surabaya :
Airlangga University Press.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
Fatimah Restyana. Diabetes Melitus Tipe 2. Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. 2015. Artikel review p.93-100

Amu, Yurike. Faktor Resiko Kejadian Diabetes Melitus tipe II Di RSUD. Prof.
Dr. Hi. Aloei saboe kota gorontalo . Program Study Ilmu Keperawatan,
Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri
Gorontalo. 2014. p 3-15

40

Anda mungkin juga menyukai