Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PBL

SKENARIO 2

Disusun oleh : Kelompok 10

2013_C

No. Nama NPM

1. I Wayan Murtiyasa 13700203


2. Isnaini Rosydatul 13700205
3. Mega Fitrian Dewi 13700207
4. Anwar Pratama Putra 13700211
5. Abitha Anari A 13700213
6. Dewa Gede Hendra 13700215
7. Eko Arya Setyawan 13700217
8. Desyana Kasim 13700219
9. Christin Merrina Lette 13700221

Pembimbing Tutor : dr. Sri Hendro Martono

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2015 / 2016


BAB I

SKENARIO II

An. Tarjo usia 1 tahun, dibawa ibunya ke instalasi gawat darurat dengan keluhan tidak dapat
buang air kecil. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sebelum ini selalu menangis dan
mengejan pada saat buang air kecil ,sekarang bahkan tidak dapat buang air kecil dan anaknya
demam sejak dua hari yang lalu.

2
BAB II

KATA KUNCI

1. Tidak dapat buang air kecil


2. Demam
3. Mengejan saat buang air kecil

3
BAB III

PERMASALAHAN

1. Apa yang menyebabkan an.Tarjo tidak dapat buang air kecil?


2. Penyakit apa yang menyebabkan tidak dapat buang air kecil?
3. Bagaimana patofisiologi penyakitnya?
4. Apa diagnosis penyakitnya?
5. Bagaimana penatalaksanaan dan terapi penyakitnya?

4
BAB IV

PEMBAHASAN

A. BATASAN
1. Mengejan saat buang air kecil merupakan suatu kondisi dimana urin sulit
dikeluarkan secara normal kemungkinan karena muara dari saluran air kencing
tertutup serta ujung kelamin terlihat mengembung.
2. Demam merupakan suatu kondisi tubuh yang mengalami peningkatan suhu berada
diatas 37,5 derajat celcius. Infeksi ringan dan parah bisa menyebabkan demam.
Demam merupakan bagian dari proses kekebalan tubuh.
3. Sulit buang air kecil adalah kondisi dimana air seni keluar secara tidak lancar,
menetes atau kemungkinan memancar dengan arah yang tidak terduga.

B. ANATOMI /HISTOLOGI /FISIOLOGI / PATOFISIOLOGI


/PATOMEKANISME
1. Anatomi Dan Histologi Penis
Penis terdiri dari tiga komponen utama : bagian distal (glans atau kepala), bagian
tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal (root). Pada bagian kepala
terdapat glans dan sulkus koronaria, yang ditutup oleh foreskin (virtual sac),
permukaan bagian dalam dilapisi oleh membran halus. Glans bersifat kenyal,
dan berbentuk konus, serta terdiri dari meatus, corona dan frenulum. Meatus
urethralis vertikal dan berlokasi pada apeks, dimana muncul frenulum, glans
corona merupakan lipatan lingkaran pada dasar glans. Pada permukaan glans
terdapat empat lapisan anatomi: lapisan membran mukosa, termasuk
epitelium dan lamina propria, korpus spongiosum dan korpora kavernosa. Tunika
albuginea memisahkan kedua struktur ini, penile atau pendulous urethra terletak
ventral didalam korpus dan glans sementara korpus spongiosum yang erektil
mengelilinginya. Pemotongan transversal dari shaft akan menampilkan kulit,
dartos dan fascia ganda yang disebut dengan penile fascia, albuginea dan
korpus kavernosum. Komponen anatomi utama dari penis adalah korpus, glans
dan preputium. Korpus terdiri dari korpora kavernosa (jaringan rongga vaskular
yang dibungkus oleh tunika albuginea) dan di bagian inferior terdapat korpus
spongiosum sepanjang uretra penis. Seluruh struktur ini dibungkus oleh
kulit, lapisan otot polos yang dikenal sebagai dartos, serta lapisan elastik yang

5
disebut Buck fasciayang memisahkan penis menjadi dorsal (korpora kavernosa)
dan ventral (korpus spongiosum).
Kulit glans penis tersusun oleh pelapis epitel tatah berlapis tanpa keratin sebanyak
lima hingga enam lapis, setelah sirkumsisi bagian ini akan membentuk keratin.
Glans dipisahkan dengan korpus penis oleh balanopreputial sulcus pada aspek
dorsal dan lateral dan oleh frenulum pada regio ventral. Kelenjar sebaseus pada
penis dikenal sebagai kelenjar Tyson dan bertanggungjawab atas produksi
smegma.

Uretra terbagi atas tiga bagian : prostatic (segmen proksimal pendek yang
dikelilingi oleh prostat), membranosa atau bulbomembranosa (memanjang dari
kutub bawah prostat hingga bulbus korpus spongiosum) dan penil
(yang melewati korpus spongiosum). Secara histopatologi, pelapis epitel uretra
adalah tipe transisional di bagian proksimal (prostatik), stratified squamous pada
bagian distal yang berhubungan dengan fossa navicularis dan stratified atau
epitel pseudostratified kolumnar bersilia pada kanal. Metaplasia skuamosa pada
epitel umumnya disebabkan oleh pengobatan dengan preparat estrogen.
Struktur kelenjar yang berhubungan dengan uretra adalah kelenjar
intraepitelial dari lakuna Morgagni (kelenjar intraepitel silindris selapis),
Kelenjar Littre (Kelenjar musinus tubuloacinar sepanjang korpus spongiosum),
dan bulbouretral atau kelenjar Cowper (mucous acinar pada profunda membran
uretra).

6
2. Fisiologi dan Patofisiologi
Berikut fisiologis dan Patofisiologis dari phimosis yang sangat ada kaitannya
dengan anatomi dan histologi penis.

Phimosis fisiologis adalah varian dari perkembangan prepusial normal. Dalam


beberapa kasus phimosis fisiologis dapat menetap hingga pubertas.

Phimosis patologis dapat didefinisikan sebagai terjadinya fribrotik kulup yang


mencegah retraksi. Salah satu penyebab adalah serangan infeksi berulang-ulang
pada kulup dan/atau pada glans (balanoposthitis) yang akhirnya menyebabkan
jaringan parut. Organisme penyebab infeksi biasanya adalah Staphylococcus;
Flukloksasilin atau co-amoxiclav biasanya dapat mengatasi infeksi tersebut.
Kurangnya kebersihan dapat sebagai penyebab infeksi berulang.

Phimosis patologis sering terjadi akibat dari Balanitis Xerotica Obliterans (BXO) .
Dalam kondisi ini, sama dengan lichen sclerosis atrophicus, kulup menebal,
meradang, terluka, dan tidak sembuh dengan sendirinya. Etiologi pasti dari BXO
belum diketahui dengan pasti. Secara histologis, ada hiperkeratosis dan lapisan
basal berdegenerasi dengan infiltrasi limfosit, sel plasma, dan histiosit. Proses
patologis yang menimbulkan BXO juga dapat mempengaruhi uretra, sehingga
menimbulkan stenosis meatus dan uretra. Menurut salah satu penelitian BXO
adalah dua kali lebih umum terjadi pada orang kulit hitam dan hispanik
dibandingkan dengan kulit putih. BXO tidak biasa terjadi sebelum umur 2 tahun
dan biasanya memuncak setelah 5 tahun. Prevalensi phimosis patologis pada anak
laki-laki sampai umur 15 tahun adalah 0,6%.

BXO sering dikeluhkan dengan rasa terbakar pada saat buang air kecil. Pasien
atau orang tua juga dapat mengungkapkan bahwa kulup, yang dulunya dapat
ditarik dan sekarang tidak lagi. Pada kondisi penyakit yang berat, rasa sakit dapat
menyebabkan anak untuk mengurungkan niat untuk buang air kecil dan
mengarahkan untuk terjadinya retensi urin. Perdarahan ringan pada kulup dapat
terjadi. Jika ada keterlibatan meatus uretra atau, gejala dapat berkembang menjadi
lebih berat pada saat buang air kecil dan pancaran menjadi lemah. Obstruksi
lengkap dapat terjadi jika stenosis meatus makin parah.

7
3. Patomekanisme Terjadinya Phimosis

(Preputium-Glans Penis)

Adhesi Alamiah

Smegma

Ereksi penis secara berkala

Terdilatasi

Dapat diretraksi Tetapn lengket pada glans penis

Mengganggu fungsi miksi

Infeksi Demam Ujung penis tampak Menangis saat BAK


menggelembung

Gangguan aliran urin pada saat miksi

8
4. JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN
A. Kanker Penis
Kanker Penis adalah keganasan pada penis. Kanker Penis adalah kanker yang
sangat ganas pada alat reproduksi pria, dan kalau tidak segera ditangani bisa
memicu kanker pada organ tubuh yang lain dan dapat menyebabkanamputasi
pada penis. Kanker penis adalah kanker yang terdapat pada kulit dan jaringan
penis.
Gejala Klinis
1. luka pada penis
2. luka terbuka pada penis
3. nyeri penis dan perdarahan dari penis (pada stadium lanjut).
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
 Adanya luka terbuka
 Adanya perdarahan penis
 Terdapat kutil

Palpasi

 Nyeri tekan
 Ada benjolan
Pemeriksaan diagnostic / Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan sel darah putih untuk mengetahui kadar imunitas tubuh
Biopsy : untuk menentukan stadium kanker penis

B. Phymosis
Phymosis adalah ketidakmampuan menarik kulit selaput ujung penis ke
belakang, sedangkan aprafimosis adalah terperangkapnya kulit selaput ujung
penis di leher penis. Phymosis normal terjadi pada bayi baru lahir dan akan
menghilang setelah mencapai remaja, sedangkan phymosis abnormal terjadi
setelah pubertas atau pada laki – laki yang sebelumnya tidak mengalami
fimosis.

9
Phymosis abnormal umumnya disebabkan oleh jaringan parut di sekitar kulit selaput yang
terbentuk akibat peradangan berulang. Penderita Phymosis berisiko mengalami
paraphymosis jika kulit selaput ditarik secara paksa. Fimosis normal disadari oleh orang
tua bayi karena ketidakmampuan menarik kulit selaput penis saat pembersihan dan
adanya pembesaran ujung penis saat BAK.

Gejala Klinis

Tanda dan gejala fimosis diantaranya

1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin


2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai
miksi yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh
karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh
kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat BAK karena timbul rasa sakit.
4. Kulit penis tak bias ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni keluar tidak lancer. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar
dengan arah yang tidak dapat diduga
6. Demam
7. Iritasi pada penis.

PENATALAKSANAAN

Ada tiga cara untuk mengatasi fimosis yaitu:

a. Sunat
Banyak dokter yang menyarankan sunat untuk menghilangkan masalah fimosis secara
permanen. Rekomendasi ini diberikan terutama bila fimosis menimbulkan kesulitan
buang air kecil atau peradangan di kepala penis (balanitis). Sunat dapat dilakukan
dengan anestesi umum ataupun local.
b. Obat
Terapi obat dapat diberikan dengan salep yang meningkatkan elastisitas kulup.
Pemberian salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari, harus
dilakukan secara teratur dalam jangka waktu tertentu agar efektif.
c. Peregangan

10
Terapi peregangan dilakukan dengan peregangan bertahap kulup yang dilakukan
setelah mandi air hangat selama lima sampai sepuluh menit setiap hari. Peregangan
ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari luka yang menyebabkan
pembentukan parut.

C. Paraphymosis
Paraphimosis adalah sebuah kondisi serius yang bisa terjadi hanya pada laki-
laki dan anak laki-laki yang belum atau tidak disunat. Paraphimosis berarti
kulup terjebak di belakang kepala penis dan tidak dapat ditarik kembali ke
posisi normal.
Kadang-kadang laki-laki yang tak disunat kulup mereka tertarik ke belakang
saat berhubungan seks, ketika mereka kencing atau ketika mereka
membersihkan penis mereka. Jika kulup yang tersisa di belakang kepala penis
terlalu panjang, penis kemungkinan mengalami pembengkakan sehingga kulup
yang terperangkap di belakang kepala penis.
Gejala klinis
1. Edema gland penis
2. Nyeri
3. Jeratan pada penis

Penatalaksanaan

Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik


memijat glans selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara
perlahan-lahan prepusium dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha ini tidak
berhasil, dilakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga prepusium dapat
dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses inflamasi
menghilang pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi.

11
BAB V
HIPOTESA AWAL ( DIFFERENTIAL DIAGNOSIS )

Dari Gejala yang tampak pada penderita kami mendiagnosis sebagai :


a. Phymosis
b. Paraphymosis

12
BAB VI

ANALISIS DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

A. Phymosis
1. Gejala klinis
Phimosis biasanya dikeluhkan dengan adanya riwayat ketidakmampuan untuk
menarik kembali kulup, ataupun membentuk balon saat buang air kecil. Mungkin
ada riwayat discharge berulang dengan atau tanpa benjolan di korona (kista
smegmatous). Gejala yang sering terjadi pada fimosis menurut
(Rukiyah,2010:230) diantaranya:
a. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin.

b. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat


mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal
tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan
dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar
melalui muaranya yang sempit.

c. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa
sakit.

d. Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan

e. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang


memancar dengan arah yang tidak dapat diduga

f. Bisa juga disertai demam

g. Iritasi pada penis.

2. Pemeriksaan Fisik

Dalam phimosis fisiologis, kulup lembut dan lentur. Biasanya ada sebuah
meatus prepucial yang dapat dilihat. Dalam phimosis fisiologis, kulup dapat
menggelembung atau berbentuk jamur jika diretraksi dengan lembut. Retraksi
tidak boleh dilakukan dengan kuat.

13
Variasi lain phimosis dimana aliran urin mengalir ke dalam ruang prepusial,
sehingga menimbulkan apa yang disebut “penis gunung berapi”. Dalam kondisi
ini, preputium membentang dan meliputi sebagian penis. Ruang prepusial dan
suprapubik menggembung karena air kencing yang tertampung. Tekanan pada
ruang prepusial besar dapat kadang-kadang menyebabkan urin untuk menyembur
dari meatus kulup. Bentuk phimosis ini lebih baik ditangani dengan triradial
prepuitoplasty, dikarenakan sunat sulit untuk dilakukan dan secara kosmetik jelek.
Dengan phimosis patologis, kulup menebal dan bekas luka dan bisa tidak kembali
normal.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pada klien dengan fimosis pemeriksaan yang perlu dilaksanakan sebagai
penunjang dalam pengumpulan data adalah :

a. Pemeriksaan darah lengkap.


b. USG penis
c. Pemeriksaan kadar TSH

B. Paraphimosis

1. Gejala Klinis
a. Udema gland penis
b. Nyeri
c. Jeratan pada penis
d. Kulup tertarik ke belakang kepala penis
e. Sakit pada penis
2. Pemeriksaan fisik
Preputium diusahakan di kembalikan secara manual dengan teknik memijat
gland selama 3-5menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahan
preputium dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha gagal, lakukan dorsum insisi
pada tempatnya setelah edema dan proses inflamasi menghilang pasien dianjurka
menjalani sirkumsisi.
3. Pemeriksaan penunjang

14
Peregangan Terapi peregangan dilakukan dengan peregangan bertahap kulup yang
dilakukan setelah mandi air hangat selama lima sampai sepuluh menit setiap hari.
Peregangan ini harus dilakukan dengan hati- hati untuk menghindari luka yang
menyebabkan pembentukan parut.

15
BAB VII

HIPOTESA AKHIR

A. Hipotesis Akhir : Phymosis

16
BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSIS

1. ANAMNESA
Nama : An. Tarjo
Usia : 1Tahun
Pekerjaan :-
Alamat : Kediri
Agama : islam

17
Keluhan Utama : Tidak dapat buang air kecil

Riwayat Penyakit Sekarang :

1. Anak tidak bisa buang air kecil seharian


2. Ujung penis kemerahan dan menggelembung
3. Anak demam sejak 2 hari yang lalu
4. Mengejan dan mengangis saat buang air kecil

Riwayat persalinan: Lahir spontan letak belakang kepala, BBL: 2900 gram, G1P00

Riwayat Neonatus: minum asi sampai sekarang

Riwayat keluarga: tidak ada yang sakit seperti ini

Riwayat sosial: Ayah seorang petani dan ibu seorang ibu rumah tangga

2. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign :
 Tekanan Darah : 140/90 mmHg
 RR : 36 x/ menit
 Nadi : 120 x/ menit
 Suhu : 38º C

Keadaan umum : Anak menangis terus dan BB: 10 kg

Pemeriksaan Kepala : A/I/C/D: -/-/-/-

Hidung dan telinga : DBN

Pemeriksaan kulit : DBN

Pemeriksaan leher : Benjolan (-)

Pemeriksaan Thorax:

a. Paru: DBN
b. Jantung: DBN

18
c. Abdomen: DBN

Ekstremitas: Akral hangat

19
BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

A. Penatalaksanaan

Phymosis dengan infeksi prostitis merupakan indikasi untuk dilakukan

sirkumsisi. Fimosis yang disertai balanitis atau prostitis harus diberikan antibiotika

lebih dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi. Jika Phymosis menyebabkan hambatan

aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh

bagian kulit preputium) teknik bedah lainnya seperti preputioplasty (memperlebar

bukaan kulit preputium tanpa memotongnya). Indikasi medis utama dilakukannya

tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah Phymosis patologik.

B. PRINSIP TINDAKAN MEDIS

1. Dilakukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit

preputium).

2. Dilakukan tindakan teknik bedah preputioplasty (memperlebar bukaan kulit

preputium tanpa memotongnya).

20
BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

A. Prognosis
Apabila phymosis diterapi dengan baik yaitu dilakukan sirkumsisi pada An. Tarjo
maka phymosis dapat disembuhkan.
B. Tanda Untuk Merujuk Pasien
1. Penanganan dini atau terapi awal dengan pemberian antibiotic dan steroid
2. merujuk ke dokter spesialis bedah urologi untuk dilakukan pembedahan
konservatif atau sirkumsisi
C. Peran Pasien/ keluarga Untuk Penyembuhan
Penatalaksanaan secara Konservatif dengan cara menjaga kebersihan bokong dan
penis.Berikut penjelasannya.
1) Bokong
Area bokong sangat mudah terkena masalah karena sering terpapar dengan popok
basah dan terkena macam-macam iritasi dari bahan kimia serta mikroorganisme
penyebab infeksi air kemih atau tinja, maupun gesekan dengan popok atau baju.
Biasanya, akan timbul gatal-gatal dan merah di sekitar bokong. Meski tidak semua
bayi mengalaminya, namun pada eberapa bayi, gatal-gatal dan merah dibokong
cenderung berulang timbul. Tindak pencegahan yang penting adalah
mempertahankan area ini tetap kering dan bersih. Tindakan yang sebaiknya
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Jangan gunakan diapers sepanjang hari. Cukup saat tidur malam atau
bepergian.
b. Jangan berganti-ganti merek diapers. Gunakan hanya satu merek yang cocok
dengan bayi
c. Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa memakai diapers, kendurkan
bagian paha untuk ventilasi dan seringlah menggantinya (tiap kali sehabis
buang air kecil atau besar).
d. Tak ada salahnya sesekali membiarkan bokongnya terbuka. Pastikan suhu
ruangan cukup hangat sehingga ia tidak kedinginan.
e. Jika peradangan kulit karena popok pada bayi tidak membaik dalam 1-2 hari
atau lebih bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi dokter.

21
2) Penis . Tindakan yang sebaiknya dilakukan pada area penis adalah sebagai
berikut :
a. Sebaiknya setelah BAK, penis dibersihkan denga air hangat menggunakan kassa.
Membersihkannya harus sampai selangkangan, jangan digosok-gosok. Cukup diusap
dari atas ke bawah dengan satu arah sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang.
b. Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak iritasi.
c. Setelah BAK, penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak karena bisa
menyebabkan iritasi.
d. Memberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) 2 kali per hari selama 20-30 hari. Terapi ini
tidak dianjurkan bagi bayi dan anak-anakyang masih memakai popok, tetapi dapat
dipertimbangkan untuk usia sekitar 3 tahun.

D. Pencegahan Penyakit
1. Ibu memperhatikan kebersihan urogenital pada bayi terutama diapers yang
digunakan
2. Melalukan sirkumsisi sedini mungkin.

22
DAFTAR PUSTAKA

Dewan PA. Treating phimosis. MJA. 2003;178:148-50.

Purnomo, Basuki. 2012. Dasar-dasar urologi. Malang: Sagung Seto.

Rukiyah, Ai Yeyeh & Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan).
Jakarta

Titiek, dkk. 2015. Neoplasma dan farmakoterapi. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya: Surabaya

23

Anda mungkin juga menyukai