Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Keratitis adalah suatu kondisi peradangan yang terjadi pada kornea mata
atau terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea
menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun.1
Keratitis diklasifikasikan berdasarkan lapisan yang terkena dan
berdasarkan etiologinya. Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya virus, bakteri, jamur, protozoa dan penyebab lainnya. Protozoa
penyebab keratitis salah satunya ialah Acanthamoeba. Keratitis Acanthamoeba
sering dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak yang dipakai semalaman,
dan juga sering terjadi karena mata terpapar air atau tanah yang tercemar.2 Angka
kejadian keratitis Acanthamoeba di U.S yaitu 1:250.000 orang. Keratitis dapat
menyebabkan komplikasi seperti katarak, hipopion, dan meningkatkan tekanan
intraokular.3
Penatalaksanaan keratitis bergantung pada etiologi penyebab. Penegakan
diagnosis secara dini diperlukan untuk memperoleh prognosis yang lebih baik.
Pada keratitis Acanthamoeba jika diagnosis terlambat, Acanthamoeba akan
berpenetrasi lebih dalam menuju stroma kornea dan terapi akan semakin sulit
dilakukan sehingga prognosis menjadi lebih buruk. 4
Penulisan ini ditujukan untuk memahami tentang keratitis Acanthamoeba
mulai dari definisi, etiologi, klasifikasi, petogenesis, diagnosis, tatalaksana,
komplikasi serta prognosis. Selain itu, penulisan referat ini juga untuk
meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang ilmu kedokteran.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi kornea


Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat
transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 vertikal, tebal 0,6-1mm.
Indeks bias kornea 1,375 dioptri dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea
yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform,
avaskuler, dan disturgen atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea yang
dipertahakan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar
epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mencegah
dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik oleh karena kerusakan sel endotel akan
menyebabkan hilangnya sifat transparan dan edema kornea, sedangkan kerusakan
epitel dapat menyebabkan edema lokal sesaat dan akan menghilang seiring
dengan regenerasi epitel yang cepat.1,2
Kornea mendapat perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah limbus,
aqueous humor, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen dari
atmosfir. Kornea dipersarafi banyak serat saraf sensorik yang didapat dari
percabangan pertama dari nervus kranialis V yang berjalan supra koroid masuk ke
dalam stroma menembus membran bowman dan melepaskan selubung schwann. 2
Kornea terdiri dari lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu epitel, membran
bowman, stroma, membran descement, dan endotel.
Berikut merupakan lapisan kornea:1,2
a. Epitel
Epitel kornea merupakan lapisan pipih berlapis tanpa tanduk yang terdiri
dari lima atau enam lapis sel. Sel ini bersifat fat soluble substance. Sel-sel
basal berikatan erat dengan sel basal di sekitarnya dan sel poligonal
melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran
air, elektrolit, dan glukosa melalui barrier. Daerah regenerasi epitel cukup
besar.

b. Membran Bowman

3
Merupakan bagian stroma yang berubah berupa lapisan jernih aselular.
c. Stroma
Menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri atas jaringan
kolagen yang tersusun dari lamela-lamela. Lamela ini berjalan sejajar
dengan permukaan kornea serta karena ukuran dan kerapatannya, kornea
menjadi jernih secara optis.
d. Membran Descement
Merupakan lamina basalis endotel kornea.
e. Lapisan Endotel
Memiliki satu lapis sel yang berperan dalam mempertahankan deturgesensi
stroma kornea. Reparasi endotel terjadi hanya dalam wujud pembesaran
dan pergeseran sel dengan sedikit pembelahan sel. Endotel kornea cukup
rentan terhadap trauma dan kehilangan sel seiring penuaan.

Anatomi dan gambaran lapisan kornea diperlihatkan pada Gambar 1.

4
Gambar 1. Anatomi kornea
(Sumber:http://www.researchgate.net/figure/262608568_fig1_Figure-1-
anatomical-structure-of-the-retina-and-cornea-the-retina-upper-blowout-panel)

2.2 Keratitis
Keratitis adalah suatu kondisi peradangan yang terjadi pada kornea mata
atau terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea
menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun. Infeksi pada kornea bisa
mengenai lapisan superfisial dan lapisan profunda. 1,2,6 Keratitis dapat disebabkan
oleh banyak faktor, diantaranya yaitu virus, bakteri, jamur, paparan sinar
ultraviolet seperti sinar matahari atau sun lamps, iritasi dari penggunaan
berlebihan lensa kontak, mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek
atau tidak cukupnya pembentukan air mata, adanya benda asing di mata, reaksi

5
terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, partikel udara seperti debu, serbuk sari
atau ragi, dan efek samping obat.1,7,8
Keratitis diklasifikasikan berdasarkan lapisan yang terkena dan
berdasarkan etiologinya. Berdasarkan lapisan yang terkena keratitis dibagi
menjadi keratitis pungtata, keratitis marginal, dan keratitis intertisial. Sedangkan
berdasarkan penyebabnya keratitis dibagi menjadi keratitis bakterial, keratitis
jamur, dan keratitis virus. Berdasarkan bentuk klinisnya kertitis dibagi menjadi
keratitis flikten, keratitis sika, keratitis numularis.1,8

2.3 Keratitis Acanthamoeba


2.3.1 Definisi
Keratitis Acanhtamoeba merupakan infeksi pada kornea yang disebabkan
oleh mikroskopik Acanthamoeba.1,2
2.3.2 Etiologi
Penyebab keratitis Acanthamoeba sering dihubungkan dengan penggunaan
lensa kontak lunak termasuk lensa kontak hidrogel silikon, atau lensa kontak rigid
(permeabel gas) yang dipakai semalaman, untuk memperbaiki kelainan refraksi.
Keratitis Acanthamoeba juga sering terjadi karena mata terpapar air atau tanah
yang tercemar.2Acanthamoeba merupakan protista opportunistik yang hidup bebas
di lingkungan. Skema pylogenetik dari Acanthamoeba diperlihatkan dalam Skema
1.9

6
Skema 1. Skema pylogenetik Acanthamoeba 9

Kingdom: Protista

Phylum: Rhizopoda

Kelas: Lobosea

Subkelas: Gymnamoebia

Order:

Centramoebida Schizopyrenida

Family: Acanthamoeba Family: Vahlkampfiidae

Genus: Naegleria

Genus: Balamuthia
Genus: Acanthamoeba

Acanthamoeba hidup bebas di lingkungan dapat ditemui di air danau,


sungai, laut, kolam renang, bak mandi, tanah, dan udara. Acanthamoeba memiliki
dua tahap siklus hidup yaitu bentuk tropozoid dan bentuk kista. Bentuk tropozoid
merupakan bentuk aktif berukuran 20-50 m dan memiliki acanthopoda. Bentuk
kista merupakan bentuk inaktif memiliki diameter 15 m. Tropozoid berubah
menjadi bentuk kista dalam kondisi yang tidak menguntungkan seperti suhu yang
ekstrim, pH, dan kekeringan. Bentuk kista sangat sulit untuk dimusnahkan.9-11
Acanthamoeba spp diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok morfologi (I,II,
dan III) berdasarkan ukuran dan bentuk cyst. Spesies dalam kelompok I
digolongkan berdasarkan ukuran cyst yang lebih besar dibandingkan spesies

7
kelompok lain. Spesies kelompok II mempunyai karakteristik ectocyst yang
berkerut dan endocyst seperti bintang, poligonal, segi tiga atau oval. Pada
kelompok III mempunyai bentuk yang tipis, ectocyst yang lembut dan endocyst
yang bulat.9
Acanthamoeba tidak selalu dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
Spesies Acanthamoeba yang pathogen diantaranya adalah Acanthamoeba
castellani, Acanthamoeba polyhaga, Acanthamoeba culberstoni, Acanthamoeba
palestinensis, Acanthamoeba astronyxis, Acanthamoeba hatchetti, Acanthamoeba
rhysodes, Acanthamoeba divionensis, Acanthamoeba healy, Acanthamoeba quina,
Acanthamoeba lugdunensis serta Acanthamoeba griffin.3,9 Apabila Acanthamoeba
masuk ke dalam mata hal ini akan menyebabkan terjadinya keratitis, sedangkan
apabila Acanthamoeba masuk ke sistem respiratori, kulit, dapat menyebabkan
invasi ke sistem nevus central melalui hematogen yang akan menyebabkan
granulomatous amebic enchepalitis (GAE) atau lesi pada kulit pada orang yang
imunokompromise.11,12 Siklus hidup Acanthamoeba diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Siklus hidup Acanthamoeba


(Sumber: http://www.cdc.gov/parasites/Acanthamoeba/biology.html )

8
2.3.4 Epidemiologi
Kasus keratitis Acanthamoeba meningkat pada tahun 1980 berhubungan
dengan pemakaian lensa kontak yang disposable. Rata-rata angka kejadian
keratitis Acanthamoeba di U.S yaitu 1:250.000 orang. Keratitis merupakan
infeksi lokal yang tidak akan menyebabkan infeksi sistemik maupun kematian.
Namun, keratitis bisa disertai dengan komplikasi seperti katarak, hipopion, dan
meningkatkan tekanan intraokular.3 Di Indonesia sendiri belum diketahui angka
prevalensi terjadinya keratitis Acanthamoeba.13
2.3.5 Patogenesis
Fokus utama lain dalam terapi yaitu pada kemampuan Acanthamoeba
untuk bertransformasi menjadi bentuk kista dorman sehingga resisten terhadap
antibiotik. Kemampuan Acanhtamoeba untuk menimbulkan infeksi meliputi
adhesi spesifik, memproduksi toksin, dan kemampuan untuk melawan sistem
imun atau faktor lingkungan dan agen kemoterapi, yang memungkinkan pathogen
ini untuk menimbulkan infeksi. Faktor yang berkontribusi langsung dalam
patogenesis Acanthamoeba.
Secara garis besar, proses terjadinya keratitis Acanthamoeba dibagi
menjadi 3 tahap yaitu perlekatan pada epitel dan deskuamasi, invasi stroma dan
neuritis. Patogenesis Acanthamoeba diawali dengan perlengketan mikroba secara
adhesi kedalam jairngan penjamu. Dalam banyak kasus, interaksi awal antara
mikroba dan penjamu dimediasi oleh system carbohydrate-mediated recognititon.
Selanjutnya Acanthamoeba mengeluarkan protein virulen MBP (Mannose-
binding protein) yang berperan sebagai media melekatnya amoeba pada
permukaan kornea. MBP adalah protein transmembran yang memiliki
karakteristik seperti sel reseptor pada permukaan. Setelah dimediasi oleh MBP
pada sel penjamu, amoeba ini kemudian memproduksi contact dependent
metalloproteinase dan beberapa contact independent serineproteinase. Proteinase
tersebut bekerja secara bersamaan dan menyebabkan cytophatic potent effect
(CPE) yang berperan dalam membunuh sel penjamu, degradasi dasar membrane
epitel, menghancurkan matriks stroma dan penetrasi ke lapisan yang lebih dalam
kornea.

9
Penggunaan lensa kontak memiliki peran dalam terjadinya keratitis
Acanthamoeba. Penggunaan lensa kontak yang bersentuhan secara langsung
dengan mata dan dapat menganggu kelembapan kornea dan konjungtiva, dan
penurunan okesigenasi kornea. Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk
metabolism aerobic kornea bergantung pada pertukaran gas pada air mata. Mata
tiap individu memiliki kondisi oksigenasi yang bervariasi untuk menghindari
hipoksia. Baik dengan menutup mata maupun memakai lensa kontak keduanya
dapat mengurangi proses pertukaran oksigen dan karbondioksida pada permukaan
kornea. Transmisibilitas oksigen (dK/L), yaitu permeabilitas bahan lensa (dK)
dibagi dengan ketebalan lensa (L), merupakan variabel yang paling penting dalam
menentukan pengantaran relative oksigen terhadap permukaan kornea pada
penggunaan lensa kontak. Pertukaran air mata dibawah lensa kontak juga
mempengaruhi tekanan oksigen kornea. Hipoksia dan hiperkapnea sedikit
pengaruhnya pada lapisan stroma bagian dalam dan endothelium, dimana mereka
memperoleh oksigen dan menghasilkan karbondioksida ke dalam humor aqous.13
Lensa kontak meningkatkan penguapan air mata dan menurunkan refleks
air mata, sehingga kejadian keratopati pungtata epitel meningkat. Permukaan yang
kering akibat rusaknya lubrikasi mata oleh lapisan air mata, sehingga epitel
beresiko terjadi cedera mekanis seperti abrasi dan erosi.13
Pada cairan mata manusia normal mengandung antibody IgA yang dapat
melawan Acanthamoeba MBP yang membentuk mekanisme pertahanan dengan
menghambat perlekatan sel parasit pada sel penjamu. Telah terbukti pada
penelitian CPE secara invivo, bahakan dalam cairan air mata berkonsentrasi
rendah mampu menghambat CPE yang diinduksi oleh Acanthamoeba. Sebagai
tambahan mekanisme pertahanan, proteksi yang dimediasi oleh IgA, pada air mata
manusia juga mengandung faktor IgA-independent yang melakukan proteksi
melawan CPE yang diinduksi oleh Acanthamoeba dengan menghambat proteinasi
sitotoksik.4 Patogenesis terjadinya keratitis Acanthamoeba dijelaskan pada
Gambar 3.

10
Gambar 3. Patogenesis keratitis Acanthamoeba
(Sumber: Lorenzo JM, et al. 2015. An Update on Acanthamoeba Keratitis:
Diagnosis, Pathogenesis and Treatment. Jurnal: Parasite. 22,10)
2.3.6 Diagnosis
Diagnosis keratitis Acanthamoeba ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Pasien mengeluhkan rasa nyeri yang tidak sebanding dengan temuan
klinisnya, mata merah dan fotofobia. Pasien bisanya datang dengan keluhan nyeri
hebat, pandangan kabur, merasa silau, sensasi benda asing, dan keluar air mata
pada sebelah mata. Penting untuk menanyakan kebiasaan menggunakan kontak
lensa dan riwayat trauma yang disertai kontaminasi tanah atau air ke dalam
mata.13
b. Pemeriksaan fisik
Tanda klinis yang khas pada keratitis Acanthamoeba adalah ditemukan ulkus
kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural, tetapi hanya sering
ditemukan perubahan-perubahan yang terbatas pada epitel kornea. Pada awalnya
terlihat abu-abu putih pada superfisial dan nonsupuratif infiltrat. Seiringan dengan
perkembangan penyakit sebagian atau terbentuk infiltrat berbentuk cincin yang
sempurna di daerah parasentral kornea.14
Pada infeksi oleh keratitis Acanthamoeba gejala yang ditunjukkan tidak
spesifik. Infeksi awalnya melibatkan epitelial berupa infiltrate dendritic, erosi
epitel punctuate, microcyst, dan epithelial haze. Infeksi pada stroma menunjukkan
single atau multiple stromal infiltrate dan keratitis numularis. Infiltrat yang

11
berbentuk cincin (ring infiltrate) atau lesi satelit merupakan tanda yang dapat
membantu menegakkan diagnosis. Acanthamoeba pada saraf kornea
menyebabkan radial keratoneuritis hal tersebut yang menyebabkan rasa nyeri yang
hebat.14 Manifestasi klinis dari keratitis Acanthamoeba ditunjukkan pada Gambar
4.16

C
Gambar 4. Keratitis Acanthamoeba A. Stadium dini infeksi epitelial yang
membentuk gambaran dendritik, B. Stadium dini infeksi epitelial. C. Stadium dini
pembentukan infiltrat berbentuk cincin (ring infiltrate).
(Sumber: photo courtesy of Dan B. Jones, M.D. )

c. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakkan dengan biakan di atas media khusus (agar nonnutrien
yang dilapisi E.coli). Pengambilan sampel lebih baik dilakukan dengan biopsi
kornea karena kemungkinan diperlukan pemeriksaan histopatologi untuk

12
menemukan bentuk-bentuk amoeba (trofozoit atau kista). Sitologi impresi dan
confocal microscopy adalah teknik-teknik diagnostik yang lebih modern. Larutan
dan tempat lensa kontak harus dikultur. Seringkali, bentuk amoeba dapat
ditemukan pada cairan tempat penyimpanan lensa kontak.2 Gambaran manifestasi
klinis keratitis Acanthamoeba diperlihatkan pada Gambar 12.

Gambar 4. Keratitis Acanthamoeba


(Sumber: http://endmyopia.org/calling-all-contact-lens-wearers-acanthamoeba-
keratitis/)

13
Diagnosa Banding Keratitis bakteri Keratitis Virus Keratitis Jam
Etiologi S. aureu, S. epidermidis, S. pneumonia, Herpes simpleks virus 1. Jamur berfilamen: Fu
Streptococcus sp, Pseudomonas Acremonium sp, Aspe
aeruginosa, Enterobacteriaceae Cladosporium sp, Pen
Micor sp, Rhizopus sp
2. Jamur ragi: Candida a
Cryptococcus sp, Rod
3. Jamur difasik: Blasto
Coccidiodidies sp, Hi
Sporothrix sp.

Gambaran klinis:
Anamnesis Silau, sekret, mata kabur Nyeri, fotofobia, penglihatan Riwayat trauma tumb
kabur terutama dibagian pemakaian steroid topika
sentral yang terkena, mata
berair, mata merah dan disertai
gejala prodormal

Gambaran khas adalah ulkus Ditemukan lesi satelit


Pemeriksaan Hiperemis perikornea, blefarospasme, dendritik, dan sensasi kornea sedikit menonjol, keri
opthalmologi edema kornea, infiltrasi kornea menurun tonjolan seperti hifa di b
utuh, plak endotel, h
terkadang rekurens, fo
sekeliling ulkus, lesi
indolen
2.3.7 Diagnosis banding
Diagnosis banding keratitis Acanthamoeba dijelaskan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Diagnosis banding keratitis Acanthamoeba 1,8
2.3.7 Terapi
Diagnosis yang cepat dan terapi yang agresif dapat mengobati infeksi yang
berat. Debridement epitel (untuk mengangkat organism utama) dan keratoplasty
penetrasi pada kasus yang resisten dengan pengobatan dilaporkan menjadi faktor
yang mendukung keefektifan terapi dan memperbaiki hasil.
Sejauh ini tidak ada terapi yang dijelaskan menjadi terapi tunggal yang
efektif mengobati keratitis Acanthamoeba tanpa memperhatikan isolate dan
genotype penyebabnya. Pengobatan keratitis Acanthamoeba yang beredar saat ini
adalah agen antibiotik topikal, yang dapat berkonsentrasi tinggi pada proses
infeksi. Agen kombinasi secara umum digunakan untuk Acanthamoeba dalam
bentuk kista yang resisten tinggi terhadap terapi. Kebanyakan agen topikal yang
digunakan efektif untuk melawan Acanthamoeba dalam bentuk tropozoid dan
kista adalah biguanid, PHM, efekif dalam konsentrasi rendah 0,02 % namun

14
bersifat toksik pada sel kornea manusia dan chlorhexidine yang efektif pada kedua
bentuk amoeba dan dalam konsentrasi rendah tidak toksik pada sel epitel kornea.
Chlorhexidine 0,02 % sering digunakan dalam kombinasi dengan diamines
aromatic seperti propamidine isethionate Brolence 0,1 %, dibromopropamidine
0,15 %, hexamidine 0,1 % desomedine dan neomisin, menunjukkan hasil yang
baik bila diberikan awal proses infeksi. Namun propamidine dan hexamidine tidak
tersedia di semua negara.
Antimikroba topikal ini diberikan perjam secepatnya setelah debridement
kornea atau untuk beberapa hari pada terapi awal. Kemudian dilanjutkan perjam
selama 3 hari (dianjurkan 9 kali perhari) tergantung respon klinis. Frekuensi
dikurangi setiap 3 jam. Diberikan mungkin selama 2 minggu sebelum respon
terapi di observasi, total durasi minimal 3-4 minggu. Beberapa penulis
menganjurkan pengobatan 6-12 bulan. Ketika terapi dihentikan, observasi ketat
pada pasien disarankan untuk mengatasi infeksi berulang. Beberapa pasien
memperlihatkan keberhasilan terapi menggunakan antibiotik monoterapy. Jika
mencoba, maka pasien dengan pertama kali terkena dapat diberikan.
Pasien yang mendapat steroid harus melanjutkan terapi antibiotik untuk
beberapa minggu setelah steroid dihentikan. Pada kasus infeksi yang persisten
dengan inflamasi, kortikosteroid dapat diberikan. Kortikosteroid dapat menekan
sistem imun pasien. Namun, kortikosteroid memproduksi inhibitor pada proses
encystations and excystation Acanthamoeba, yang dapat menjadi penyebab
masalah resistensi.
Lebih lanjut, keratoplasty atau transplantasi kornea merupakan terapi
pilihan bila gagal pada terapi topikal. Intervensi ini dianjurkan pada infeksi fase
akut, kornea sangat tipis atau sudah rusak, dan keterbatasan visus. Namun,
terdapat resiko timbulnya koloni pada kornea yang baru apabila tropozoit atau
kista tidak dieliminasi secara menyeluruh. Jenis keratoplasty yang dinamakan
DALK (Deep Anterior Lamellar Keratoplasty) telah diusulkan untuk lebih efektif
dalam meningkatkan ketahanan transplantasi sel kornea dan untuk mencegah
masuknya organism pathogen pada saat pembedahan.4
2.3.8 Komplikasi

15
Komplikasi yang mungkin namun jarang terjadi adalah Sclerokeratitis
Acanthamoeba, hal ini diduga dimediasi oleh sistem kekebalan. Begitu
Acanthamoeba sudah mencapai sklera, terapi obat dan bedah biasanya tidak
berguna lagi.2
2.3.9 Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh derajat keparahan penyakit saat dimulainya
terapi yang tepat. Semakin dini diagnosis ditegakkan semakin baik pula
prognosisnya. Jika diagnosis terlambat, Acanthamoeba akan berpenetrasi lebih
dalam menuju stroma kornea dan terapi akan semakin sulit dilakukan. Pasien
dengan keratitis Acanthamoeba yang didiagnosis sudah pada tahap lanjut
memiliki prognosis yang lebih buruk. Diagnosis yang terlambat akan mempersulit
kesuksesan terapi. Jika keratitis Acanthamoeba tidak mendapatkan terapi yang
adekuat makan dapat menyebabkan penurunan kemampuan penglihatan bahkan
kebutaan.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Keratitis. In: Ilmu Penyakit Mata ed 3. Jakarta: Balai Penerbit


FKUI; 2010. p149-57.

2. Biswell D. Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Witcher JP, editor. Vaughan &


Ausbury oftalmologi Umum ed 17. Jakarta: EGC; 2010. p125-49.

3. Cianflone NF. Acanthamoeba. Medscape. 2015 Nov.

4. Lorenzo JM, et al. 2015. An Update on Acanthamoeba Keratitis:


Diagnosis, Pathogenesis and Treatment. Jurnal: Parasite. 22,10.

5. Anatomi kornea. [homepage on internet]. Diakses pada 10 maret 2017.


Dapat diakses di:
http://www.researchgate.net/figure/262608568_fig1_Figure-1-anatomical-
structure-of-the-retina-and-cornea-the-retina-upper-blowout-panel.

6. Cassidy L, Oliver J. Kelainan pada Kornea. In: Ophthalmology at a


Glance. Massachusetts: Blackwell Science; 2005. p66-8.

16
7. Zeitz PF, Zeitz J. facharzte fur augenheilkunde in dusseldorf. [Cited 2017
Mart 15]. Available from:
http://zeitzfrankozeitz.de/index.php/fachwoerterbuch.html?
L0=EN&L1=ALL&x=1&w=keratitis+punctata&lang=EN&piconly=1.

8. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea.


San Fransisco; American Academy of Ophthalmology; 2008-2009. p179-
90.

9. Cabral FM, Cabral G. Acanthamoeba spp. As Agents of Disease in


Human. American Society for Microbiology. 2003 Apr;16:273-307.

10. Nazar M et al. 2011. Genotyping of Acanthamoeba Isolated From Water in


Recreational Areas of Tehran, Iran. J Water Health. 9(3):603-8.

11. Siddiqui R, Khan NA. Biology and Pathogenesis of Acanthamoeba.


Biomed Central Ltd. 2012; 5-6.

12. Life Cycle of Acanthamoeba. [home page on internet]. Diakses pada 15


Maret 2017. Dapat diakses di:
http://www.cdc.gov/parasites/Acanthamoeba/biology.html

13. Gross E. 2003. Complications of Contact Lenses, In: Duanes clinical


Opthalmology, (fourth volume). Lippincott williams & wilkins. USA.

14. Graffi S et al. 2013. Acanthamoeba Keratitis. Medical Association Journal,


15(april):182-5.

15. Fancis S et al. 2007. Special report: Acanthamoeba keratitis. American


Sociaty of Cataract and Refractive Surgery.

16. Image of Acanthamoeba keratitis.[homepage on internet]. Diakses pada 20


maret 2017. Dapat diakses di:
https://www.cdc.gov/parasites/acanthamoeba/health_professionals/acantha
moeba_keratitis_images.html

17

Anda mungkin juga menyukai