PENDAHULUAN
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu:
keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang
berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit
yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima aspek keselamatan
tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus
diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu
keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan, dan hal tersebut
terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit.
Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak
alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap
memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan
pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan terjadinya
KTD.
Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (near miss)
masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang
belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Umumnya pelayanan medis yang
diberikan mengandung risiko, sebagian diantaranya berisiko ringan dan hampir tidak
berarti secara klinis, namun tidak sedikit pula yang memberikan konsekuensi medis
yang cukup berat. Risiko merupakan kemungkinan sesuatu terjadi atau potensi
bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil akhir.
Risiko dapat berupa risiko klinis dan non klinis. Risiko klinis adalah risiko
yang dikaitkan langsung dengan layanan medis maupun layanan lain yang dialami
pasien selama di rumah sakit. Sementara risiko non klinis dapat berupa risiko bagi
organisasi maupun risiko finansial. Oleh karena itu setiap fasilitas pelayanan
kesehatan harus membangun sistem yang dapat menjamin bahwa setiap tindakan
yang dilakukan haruslah aman bagi pasien, petugas dan lingkungan sekitar.
Pendekatan yang dapatdilakukan adalah dengan manajemen risiko.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira
dapat seperti yang diharapkan, maka perlu disusun Pedoman Peningkatan Mutu,
Keselamatan Pasien, dan Manajemen Risiko Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira.
Pedoman tersebut merupakan konsep peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu
dan Anak Safira, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola Rumah Sakit Ibu dan
Anak Safira dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan, langkah-
langkah pelaksanaannya, dan indikator mutu, keselamatan pasien, serta manajemen
risiko.
BAB II
LATAR BELAKANG
A. PENINGKATAN MUTU
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang
baru. Florence Nightingale (1820 –1910) seorang perawat dari Inggris menekankan
pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu
ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “hospital should do the patient no
harm”, rumah sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of
Surgeons(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme.Program
standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan
mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan
sehingga banyak rumah sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu
dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang.
Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin
lain secara umum.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di rumah sakit, namun
telah memacu rumah sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya
sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara
tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun
sekali diadakan revisi.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu rumah sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang
dilaksanakan dengan baik.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht,Belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona,
Spanyol 6 suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan
pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara
nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada
perkembangan awal.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu
penetapan kelas rumah sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap
kelas Rumah sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-
standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut
pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas rumah sakit.
Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan
dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan rumah sakit.
B. KESELAMATAN PASIEN
Sejak awal tahun 1900 institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3
(tiga) elemen yaitu input, proses dan output sampai outcome dengan bermacam
macam konsep dasar, program regulasi yang berwenang misalnya antara lain
penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, Penerapan Quality Assurance, Total
Quality Management, Countinous Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi,
Kredensialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical Governance, ISO, dan lain
sebagainya.
Pada Januari 2002 Executive Board WHO menyusun usulan resolusi, dan
kemudian diajukan pada World Health Assembly ke 55 Mei 2002, dan diterbitkan
sebagai Resolusi WHA55.18. Selanjutnya pada World Health Assembly ke 57 Mei
2004, diputuskan membentuk aliansi internasional untuk peningkatan keselamatan
pasien dengan sebutan World Alliance for Patient Safety, dan ditunjuk Sir Liam
Donaldson sebagai Ketua.
World Alliance for Patient Safety pada tahun 2004 menerbitkan 6 program
keselamatan pasien, dan tahun 2005 menambah 4 program lagi, keseluruhan 10
program WHO untuk keselamatan pasien adalah sbb :
1. Global Patient Safety Challenge :
a. 1st Challenge : 2005-2006 : Clean Care is Safer Care,
b. 2nd Challenge : 2007-2008 : Safe Surgery Safe Live
2. Patient for Patient Safety.
3. Taxonomy for Patient Safety.
4. Research for Patient Safety.
5. Solutions for Patient Safety.
6. Reporting and Learning.
7. Safety in action
8. Technology for Patient Safety
9. Care of acutely ill patients.
10. Patient safety knowledge at your fingertips.
WHO Collaborating Centre for Patient Safety, dimotori oleh Joint Commission
International, Suatu badan akreditasi dari Amerika Serikat, mulai tahun 2005
mengumpulkan pakar keselamatan pasien dari lebih 100 Negara, dengan kegiatan
mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamtan pasien, dan mencari
solusi berupa sistem atau intervensi sehingga mampu mencegah atau mengurangi
cedera pasien dan meningkatkan keselamatan pasien. Pada tgl 2 Mei 2007 WHO
Colaborating Centre for Patient Safety resmi menerbitkan panduan “Nine Life-
Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”).
Sembilan topik yang diberikan solusinya adalah sbb:
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
2. Pastikan Identifikasi pasien.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube).
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi
nosokomial.
C. MANAJEMEN RISIKO
Risiko dedefinisikan sebagai kemungkinan sesuatu yang terjadi atau potensi
bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh pada hasil akhir. Risiko yang
dicegah berupa risiko klinis dan risiko non klinis. Risiko klinis adalah risiko yang
dikaitkan langsung dengan layanan medis maupun layanan lain yang dialami pasien
selama di rumah sakit. Sementara risiko non medis ada yang berupa risiko bagi
organisasi maupun risiko finansial. Risiko organisasi adalah yang berhubungan
langsung dengan komunikasi, produk layanan, proteksi data, system informasi dan
semua risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian organisasi. Risiko finansial
adalah risiko yang dapat mengganggu kontrol finansial yang efektif, salah satunya
adalah sistem yang harusnya dapat menyediakan pencatatan akuntansi yang baik.
(Bury PCT, 2007)
Dalam setiap pusat pelayanan kesehatan harus dibangun sistem yang dapat
menjamin bahwa setiap tindakan medik yang dilakukan haruslah aman bagi pasien
maupun petugas dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dilakukan disebut dengan
manajemen risiko.
BAB III
TUJUAN
A. PENINGKATAN MUTU
Tujuan Peningkatan Mutu Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira adalah
tercapainya peningkatan mutu pelayanan RSUD Siak melalui :
1. Optimalisasi tenaga, sarana, dan prasarana.
2. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan
yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan
kebutuhan pasien.
3. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan
pelayanan kesehatan.
B. KESELAMATAN PASIEN
Tujuan keselamatan pasien Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira adalah sebagai
berikut:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
C. MANAJEMEN RISIKO
Tujuan manajemen Resiko Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira adalah sebagai
berikut:
1. Mencegah terjadinya risiko melalui pengembangan sistem manajemen
risiko.
2. Meningkatkan peran staf rumah sakit untuk terlibat aktif dalam manajemen
risiko.
3. Meningkatkan kesadaran staf rumah sakit bahwa mereka adalah bagian
dari sistem manajemen.
BAB IV
PENGERTIAN
A. PENGERTIAN UMUM
c. Keselamatan Pasien
Suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko; identifikasi dan pengelolaan risiko pasien;
pelaporan dan analisis insiden; kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
d. Clinical Pathway
Adalah alat manajemen multi disiplin berdasarkan praktek berbasis bukti
untuk kelompok tertentu pasien dengan perjalanan klinis yang bisa
diprediksi, di mana tugas yang berbeda (intervensi) oleh para profesional
yang terlibat dalam perawatan pasien didefinisikan, dioptimalkan dan
diurutkan baik oleh jam(IGD), hari (perawatan akut) atau kunjungan
(perawatan dirumah). Hasilnya terkait dengan intervensi tertentu.
B. MUTU PELAYANAN
1. Pengertian mutu
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment)
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian.
b. Efisiensi.
c. Keamanan Pasien.
d. Kepuasan Pasien.
e. Aspek Sosial Budaya.
Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira adalah suatu institusi pelayanan kesehatan
yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena
pelayanan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira menyangkut berbagai fungsi
pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar Rumah
Sakit Ibu dan Anak Safira mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks,
harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis
maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, Rumah
Sakit Ibu dan Anak Safira harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin
peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira
diawali dengan penilaian akreditasi Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira yang
mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini
Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira harus menetapkan standar input, proses, output,
dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan.
Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment)
dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai
kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain, yaitu
instrumen mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira yang menilai dan
memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil
kinerja Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira tidak dapat diketahui apakah input dan
proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator Rumah Sakit
Ibu dan Anak Safira yangdisusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu
Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira secara nyata.
BAB V
KEBIJAKAN
A. PENINGKATAN MUTU
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan
upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu
pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira memecahkan masalah-masalah yang
ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan
Anak Safira akan menjadi lebih baik.
Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira upaya peningkatan mutu pelayanan adalah
kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada
pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira akan
sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-
hari dari setiap unsur di Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira termasuk pimpinan,
pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun
disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik
selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak
Safira
Definisi upaya peningkatan mutu pelayanan adalah keseluruhan upaya
dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut input, proses
dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai
mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan masalah-
masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Safira berdaya guna dan berhasil guna.
2. Indikator mutu
Indikator mutu RSUD Siak meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas
(effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan
(appropriateness).
3. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RSUD Siak maka
disusunlah strategi sebagai berikut :
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira sehingga dapat
menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing
unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira, serta upaya meningkatkan kesejahteraan
karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira, termasuk di
dalamnya Menyusun program mutu Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira
dengan pendekatan PDCA cycle.
5. Prinsip Dasar Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit Ibu dan Anak
Safira
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek
yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar
yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak
Safira.
Standar :
a. Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
b. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat
baik.
c. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau
mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus
memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan:
“Pelayanan KPD”
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator Wajib Nasional
b. Indikator Prioritas :
a) IndikatorArea Klinis
b) Indikator Area Manajemen
c) Indikator Sasaran Keselamatan Pasien
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang
akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua
proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan
diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang
semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat
yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang
dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak
seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
B. KESELAMATAN PASIEN
Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka Rumah Sakit Ibu dan Anak
Safira harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor
dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja mutu serta keselamatan
pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi,misi, dan tujuan Rumah
Sakit Ibu dan Anak Safira, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah
klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko
bagi pasien sesuai dengan “ Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh Langkah
keselamatan pasien rumah sakit tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Langkah
penerapan:
a. Tingkat Rumah Sakit :
Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira telah memiliki kebijakan yang
menjabarkan apa yang harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden,
bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan
dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.
a) Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira telah memiliki kebijakan dan
prosedur yang menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana
ada insiden.
b) Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira telah berupaya menumbuhkan budaya
pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
c) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan
pasien.
b. Tingkat unit kerja
a) Pastikan semua rekan bekerja merasa mampu untuk berbicara mengenai
kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden.
b) Demonstrasikan kepada seluruh personil ukuran-ukuran yang dipakai di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira untuk memastikan semua laporan
dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat.
C. MANAJEMEN RISIKO
Manajemen risiko merupakan upaya yang proaktif untuk mencegah masalah di
kemudian hari, dilakukan terus menerus dan dalam suasana no blame culture.
Tahapan manajemen risiko adalah:
1. Risk Awareness.
Seluruh staf rumah sakit harus menyadari risiko yang mungkin terjadi di
unit kerjanya masing- masing, baik medis maupun non medis. Metode yang
digunakan untuk mengenali risiko antara lain: Self-assesment, sistem
pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan risiko (laporan insiden)
dan audit klinis.
2. Risk Control (and or Risk Prevention)
Langkah-langkah yang diambil manajemen untuk mengendalikan risiko.
Upaya yang dilakukan:
a. Mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering solution)
b. Mengurangi risiko (control solution) baik terhadap probabilitasnya
maupun terhadap derajat keparahannya.
c. Mengurangi dampaknya.
3. Risk Containment.
Dalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akibat suatu tindakan atau
kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang tidak terprediksikan
sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah mengurangi besarnya risiko
dengan melakukan langkah-langkah yang tepat dalam mengelola pasien dan
insidennya. Unsur utamanya biasanya adalah respons yang cepat dan tepat
terhadap kepentingan pasien, dengan didasari oleh komunikasi yang efektif.
4. Risk Transfer
Akhir apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan menimbulkan kerugian,
maka diperlukan pengalihan penanganan risiko tersebut kepada pihak yang
sesuai, misalnya menyerahkannya kepada sistem asuransi.
Proses manajemen risiko yang digunakan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira
diadopsi dari Risk Management Logic (Dwipraharso, 2004), yang terdiri dari:
1. Asesmen Risiko
2. Identifikasi Risiko
3. Analisis Risiko
4. Urutkan Prioritas Risiko dengan Mengukur Tingkat Risiko
5. Tentukan Respon Rumah Sakit
6. Kelola Kasus Risiko untuk Meminimalkan Kerugian (Risk Control)
7. Evaluasi Risiko
8. Membangun Upaya Pencegahan
9. Kelola Pembiayaan Risiko (Risk Financing).
BAB VI
KEGIATAN
Metode pelaksanaan peningkatan mutu di Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira
harus mengacu kepada Buku Pedoman PMKP Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira.
1. PANDUAN MUTU
a. DEFINISI
1) Konsep dasar
Peningkatan mutu harus dilakukan berdasarkan data. Penggunaan data
secara efektif dapat dilakukan bila praktek klinis dan praktek
manajemen telah dijalankan berdasarkan evidence based. Mutu tidak
terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar.
Dalam standar akreditasi rumah sakit, ruang lingkup dari peningkatan
mutu pelayanan mencakup:
a) Pengukuran mutu dengan menggunakan indikator- indikator mutu
sebagai berikut: indikator mutu area klinis, indikator area
manajemen maupun di area keselamatan pasien.
b) Penilaian kinerja individu baik dari staf klinis maupun non klinis.
c) Standarisasi asuhan klinis yang meliputi Patient Center Care,
integrasi
d) pelayanan dan pelaksanaan Panduan Praktek Klinis (PPK) dan
Clinical Pathways (CP).
b. INDIKATOR MUTU
Untuk dapat mengukur mutu diperlukan indikator mutu, dimana
upaya peningkatan mutu dimulai dengan menyusun disain/rancangan mutu,
dilanjutkan dengan implementasi disain mutu dengan cara monitoring mutu
melalui indikator mutu, dihasilkan data yang dianalisis dan dilanjutkan
dengan rencana tindak lanjut.
Indikator mutu adalah suatu cara mengukur mutu dari suatu kegiatan
yang merupakan variabel yang digunakan untuk menilai perubahan. Kriteria
indikator yang baik:
1. Sahih (valid) yaitu benar benar dapat dipakai untuk mengukur aspek yang
dinilai.
2. Dapat dipercaya (reliable) yaitu mampu menunjukkan hasil yang sama
pada saat berulang kali untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.
3. Sensitif yaitu cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak
perlu banyak.
4. Spesifik yaitu memberikan gambaran perubahan, ukuran yang jelas, dan
tidak bertumpang tindih.
2. RUANG LINGKUP
a. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
Terlaksananya kegiatan peningkatan mutu berbasis data dimana
penggunaan data secara efektif bisa dilakukan bila praktek klinis dan
praktek manajemen telah dijalankan berdasarkan evidence based.
2. Tujuan
a. Terlaksananya pengukuran mutu dengan menggunakan indicator
kunci/indikator prioritas baik di area klinis, area manajemen maupun
area sasaran keselamatan pasien.
b. Terlaksananya pengukuran mutu/penilaian kinerja di unit kerja yang
lebih dikenal dengan istilah standar pelayanan minimal di lingkup
pemerintah.
c. Terlaksananya penilaian kinerja individu baik untuk staf klinis
maupun non klinis
d. Terlaksananya standarisasi asuhan klinis yang meliputi Patient Center
Care. Integrasi pelayanan dan pelaksanaan Panduan Praktek Klinis
(PPK) dan Clinical Pathways (CP)
3. TATA LAKSANA
a. PROSES TATA LAKSANA PENINGKATAN MUTU
1. KEPEMIMPINAN DAN PERENCANAAN
Direktur terlibat langsung dalam penyusunan program peningkatan
mutu, berkolaborasi dalam melaksanakan program peningkatan mutu
bersama Tim Mutu dan Keselamatan Pasien yang mana program
peningkatan mutu berlaku untuk seluruh rumah sakit. Selain itu direktur
terlibat dalam monitoring program peningkatan mutu yang mulai dari
sistem, rancangan sistem, rancangan ulang, serta koordinasi semua
komponen dari kegiatan pengukuran mutu dan kegiatan pengendalian
dengan pendekatan sistematik. Selanjutnya menetapkan mekanisme
pengawasan program peningkatan mutu dan melaporkan semua program
kegiatan ke Dewan Pengawas/Pemilik RS dan semuanya tertuang dalam
dokumen kebijakan peningkatan mutu.
2. Teknik skoring
Pemilihan prioritas dilakukan dengan memberikan score (nilai) untuk berbagai
parameter tertentu yang ditetapkan (Metode Bryant). Parameter tersebut diantara:
a. Besarnya masalah
b. Kenaikan prevalensi
c. Keinginan untuk menyelesaikan masalah
d. Keuntungan bila masalah tersebut teratasi
e. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah
f. Sumber daya yang tersedia untuk mengatasi masalah
4. DOKUMENTASI
a. RENCANA KEGIATAN
Pelaksanaan program peningkatan mutu Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira
melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a) Pembentukan Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dengan
Sub Tim Peningkatan Mutu didalamnya
b) Penyusunan Kebijakan, Pedoman, Panduan, Program Kerja, dan SPO
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
c) Penetapan rancangan proses klinis dan manajemen
d) Pemilihan indikator dan pengumpulan data
e) Validasi dan analisis dari indikator penilaian
f) Mencapai dan mempertahankan peningkatan.
Seluruh jajaran manajemen Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira secara berkala
melakukan monitoring dan evaluasi Peningkatan Mutu, yang dilaksanakan
oleh Tim Mutu dan Keselamatan Pasien c.q Sub Tim Peningkatan Mutu
Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira Tim Mutu dan Keselamatan Pasien c.q
Sub Tim Peningkatan Mutu Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira secara
berkala (paling lama 3 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan
prosedur peningkatan yang dipergunakan di Rumah Sakit Ibu dan Anak
Safira Tim Mutu dan Keselamatan Pasien c.q Sub Tim Peningkatan Mutu
Rumah Sakit Ibu dan Anak Safira melakukan evaluasi kegiatan setiap
triwulan dan membuat tindak lanjutnya.