Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah
sakit yaitu keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau
petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit
yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap
pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait
dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan
tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun
harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien.
Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk
dilaksanakan, dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra rumah
sakit.
Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk
menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hipocrates kira-kira
2400 tahun yang lalu yaitu primum, non nocere (first, do no ham). Namun
diakui dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan
kesehatan khususnya di rumah sakit menjadi semakin kompleks dan
berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (adverse event) apabila
tidak dilakukan dengan hati-hati.
Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur,
banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non
profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus.
Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan
baik dapat menyebabkan terjadinya KTD.
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan
laporan yang mengagetkan banyak pihak ‘TO ERR IS HUMAN”, Building a
Safer Health System. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di
Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD
(adverse event) sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya meninggal.
Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3,7 % dengan angka kematian
13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap diseluruh
Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000-98.000 per
tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka
penelitian rumah sakit di berbagai Negara antara lain Amerika, Inggris,
Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2% - 16,6% .
Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian
dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien.

1
Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (near
miss) masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal
praktek”, yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah mengambil inisiatif membentuk Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif
melaksanakan langkah-langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien
rumah sakit dengan mengembangkan laboratorium program keselamatan
pasien rumah sakit.
Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat dan
berdasarkan atas latar belakang itulah maka pelaksanaan program
keselamatan pasien di Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada perlu dilakukan.
Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Tk. II Kartika
Husada terutama didalam melaksanakan keselamatan pasien sangat
diperlukan suatu pedoman yang jelas sehingga angka kejadian KTD dapat
dicegah sedini mungkin.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Sebagai Pedoman bagi manajemen Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada
untuk dapat melaksanakan program keselamatan pasien dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Tujuan Khusus :
a. Sebagai acuan yang jelas bagi manajemen Rumah Sakit Tk. II Kartika
Husada didalam mengambil keputusan terhadap keselamatan pasien.
b. Sebagai acuan bagi para dokter untuk dapat meningkatkan
keselamatan pasien.
c. Terlaksananya program keselamatan pasien secara sistematis dan
terarah.

C. Manfaat :
1. Dapat meningkatkan mutu pelayananan yang bekualitas dan citra yang
baik bagi Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada
2. Agar seluruh personil rumah sakit memahami tentang tanggung jawab dan
rasa nilai kemanusian terhadap keselamatan pasien di Rumah Sakit Tk. II
Kartika Husada.
3. Dapat meningkatkan kepercayaan antara dokter dan pasien terhadap
tindakan yang akan dilakukan.
4. Mengurangi terjadinya KTD di rumah sakit.

2
BAB II
KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

A. Mengapa Keselamatan Pasien ?


Sejak awal tahun 1900 institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu
pada 3 (tiga) elemen yaitu input, proses dan output sampai outcome dengan
bermacam-macam konsep dasar, program regulasi yang berwenang misalnya
antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, Penerapan Quality
Assurance, Total Quality Management, Countinous Quality Improvement,
Perizinan, Akreditasi, Kredensialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical
Governance, ISO, dan lain sebagainya. Harus diakui program-program
tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada aspek
input, proses maupun output dan outcome. Namun harus diakui, pada
pelayanan yang telah berkualitas tersebut masih terjadi KTD yang tidak jarang
berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh sebab itu perlu program untuk lebih
memperbaiki proses pelayanan, karena KTD sebagian dapat merupakan
kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah melalui
rencana pelayanan yang komprehensif dengan melibatkan pasien
berdasarkan haknya. Program tersebut yang kemudian dikenal dengan istilah
keselamatan pasien (patient safety).
Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat.
Selain itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD, yang selain
berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa
rumah sakit ke arena blamming, menimbulkan konflik antara dokter/petugas
kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa medis, tuntutan dan proses
hukum, tuduhan malpraktek, blow-up ke media massa yang akhirnya
menimbulkan opini negatif terhadap pelayanan rumah sakit. Selain itu rumah
sakit dan dokter bersusah payah melindungi dirinya dengan asuransi,
pengacara dan sebagainya. Tetapi pada akhirnya tidak ada pihak yang
menang, bahkan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
rumah sakit.

B. Pengertian Keselamatan Pasien


Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

3
C. Tujuan Keselamatan Pasien :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.

D. Programme WHO, World Alliance for Patient Safety


Pada Januari 2002 Executive Board WHO menyusun usulan resolusi, dan
kemudian diajukan pada World Health Assembly ke 55 Mei 2002, dan
diterbitkan sebagai Resolusi WHA55.18. Selanjutnya pada World Health
Assembly ke 57 Mei 2004, diputuskan membentuk aliansi International untuk
peningkatan keselamatan pasien dengan sebutan World Alliance for Patient
Safety, dan ditunjuk Sir Liam Donaldson sebagai Ketua.
World Alliance for patient safety pada tahun 2004 menerbitkan 6 program
keselamatan pasien, dan tahun 2005 menambah 4 program lagi, keseluruhan
10 program WHO untuk keselamatan pasien adalah, sebagai berikut :
1. Global Patient Safety Challenge :
a. 1st Challenge : 2005-2006 : Clean Care is Safer Care,
b. 2nd Challenge : 2007-2008 : Safe Surgery Safe Lives
2. Patient for Patient Safety
3. Taxonomy for Patient Safety
4. Research for Patient Safety
5. Solutions for Patient Safety
6. Reporting and Learning
7. Safety in action
8. Technology for Patient Safety
9. Care of acutely ill patients
10. Patient safety knowledge at your fingertips

E. Sembilan Solusi Keselamatan Pasien di Rumah Sakit


WHO Collaborating Centre for Patient Safety, dimotori oleh Joint
Commission International. Suatu badan akreditasi dari Amerika Serikat, mulai
tahun 2005 mengumpulkan pakar keselamatan pasien dari lebih 100 Negara,
dengan kegiatan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah
keselamtan pasien, dan mencari solusi berupa sistem atau intervensi
sehingga mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien dan
meningkatkan keselamatan pasien. Pada tgl 2 Mei 2007 WHO Colaborating
Centre for Patient Safety resmi menerbitkan panduan “Nine Life-Saving
Patient Safety Solutions” (“Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”).
Sembilan topik yang diberikan solusinya adalah, sebagai berikut :

4
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-
Alike Medication Names)
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam
kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di
seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka
sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap
nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada
penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan
terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih
dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.

2. Pastikan Identifikasi Pasien


Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien
secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi
maupun pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang,
penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dan sebagainya.
Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas
pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini, standardisasi
dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem
layanan kesehatan, dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini, serta
penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama
yang sama.

3. Komunikasi Secara Benar Saat Serah Terima/Pengoperan Pasien


Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan di dalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang
tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang
bersifat kritis, memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya
dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima, dan
melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.

4. Pastikan Tindakan Yang Benar Pada Sisi Tubuh Yang Benar


Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah.
Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan
sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi
dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang
paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini
adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.
Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang
tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;

5
pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur
’Time out” sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan
identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)


Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat
standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah, dan pencegahan atas
campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.

6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat Pada Pengalihan Pelayanan


Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik
transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang
paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima
pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan
dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan
bilamana menuliskan perintah medikasi, dan komunikasikan daftar
tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan
ditransfer atau dilepaskan.

7. Hindari Salah Kateter Dan Salah Sambung Slang (Tube)


Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi
atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah
menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila
sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan
(misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada
pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar).

8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai


Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV,
dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas
layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga
layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian
infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai
penularan infeksi melalui darah, dan praktek jarum sekali pakai yang
aman.

6
9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand Hygiene) Untuk Pencegahan
Infeksi Nosokomial
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh
dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan
Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk
menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada
titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf
mengenai teknik kebersihan tangan yang benar mengingatkan
penggunaan tangan bersih ditempat kerja, dan pengukuran kepatuhan
penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-
tehnik yang lain.

F. Pendekatan Komprehensif Dalam Pengkajian Keselamatan Pasien


Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi kepada
struktur, lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang dan budaya.
1. Struktur
a. Kebijakan dan prosedur organisasi : Cek telah terdapat kebijakan dan
prosedur tetap yang telah dibuat dengan mempertimbangkan
keselamatan pasien.
b. Fasilitas : Apakah fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan ?
c. Persediaan : Apakah hal – hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti
persediaan di ruang emergency, ruang ICU

2. Lingkungan
a. Pencahayaan dan permukaan : berkontribusi terhadap pasien jatuh
atau cedera.
b. Temperatur : pengkondisian temperatur dibutuhkan di beberapa
ruangan seperti ruang operasi, hal ini diperlukan misalnya pada saat
operasi bedah tulang suhu ruangan akan berpengaruh terhadap
cepatnya pengerasan dari semen.
c. Kebisingan : lingkungan yang bising dapat menjadi distraksi saat
perawat sedang memberikan pengobatan dan tidak terdengarnya
sinyal alarm dari perubahan kondisi pasien.
d. Ergonomi dan fungsional : ergonomi berpengaruh terhadap
penampilan seperti teknik memindahkan pasien, jika terjadi kesalahan
dapat menimbulkan pasien jatuh atau cedera. Selain itu penempatan
material di ruangan apakah sudah disesuaikan dengan fungsinya
seperti pengaturan tempat tidur, jenis, penempatan alat sudah
mencerminkan keselamatan pasien.

7
3. Peralatan dan teknologi
a. Fungsional : perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan
desain dari alat. Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat
sehingga diperlukan pelatihan untuk mengoperasikan alat secara tepat
dan benar.
b. Keamanan : Alat-alat yang digunakan juga harus didesain
penggunaannya dapat meningkatkan keselamatan pasien.

4. Proses
a. Desain kerja : Desain proses yang tidak dilandasi riset yang adekuat
dan kurangnya penjelasan dapat berdampak terhadap tidak konsisten
perlakuan pada setiap orang hal ini akan berdampak terhadap
kesalahan. Untuk mencegah hal tersebut harus dilakukan research
based practice yang di implementasikan.
b. Karakteristik risiko tinggi : melakukan tindakan keperawatan yang terus
menerus saat praktek akan menimbulkan kelemahan, dan penurunan
daya ingat hal ini dapat menjadi risiko tinggi terjadinya kesalahan atau
lupa oleh karena itu perlu dibuat suatu sistem pengingat untuk
mengurangi kesalahan
c. Waktu : waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini
lebih mudah tergambar ada pasien yang memerlukan resusitasi, yang
dilanjutkan oleh beberapa tindakan seperti pemberian obat dan cairan,
intubasi dan defibrilasi dan pada pasien-pasien emergency oleh karena
itu pada saat-saat tertentu waktu dapat menentukan apakah pasien
selamat atau tidak.
d. Perubahan jadwal dinas perawat juga berdampak terhadap
keselamatan pasien karena perawat sering tidak siap untuk melakukan
aktivitas secara baik dan menyeluruh.
e. Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan
tindakan diagnostic atau ketepatan pengaturan pemberian obat seperti
pada pemberian antibiotic atau tromblolitik, keterlambatan akan
mempengaruhi terhadapap diagnosis dan pengobatan.
f. Efisiensi : keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan
memperpanjang waktu perawatan tentunya akan meningkatkan
pembiayaan yang harus di tanggung oleh pasien.

5. Orang
a. Sikap dan motivasi : sikap dan motivasi sangat berdampak kepada
kinerja seseorang. Sikap dan motivasi yang negatif akan menimbulkan
kesalahan-kesalahan.
b. Kesehatan fisik : kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak
kepada kinerja dengan menurunnya kewaspadaan dan waktu bereaksi
seseorang.

8
c. Kesehatan mental dan emosional : hal ini berpengaruh terhadap
perhatian akan kebutuhan dan masalah pasien, tanpa perhatian yang
penuh akan terjadi kesalahan-kesalahan dalam bertindak.
d. Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan : perawat
memerlukan pendidikan atau pelatihan saat dihadapkan kepada
penggunaan alat-alat kesehatan dengan teknologi baru dan perawatan
penyakit-penyakit yang sebelumnya belum tren seperti perawatan flu
babi (swine flu).
e. Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi : kognitif sangat
berpengaruh terhadap pemahaman kenapa terjadinya kesalahan
(error). Kognitif seseorang sangat berpengaruh terhadap bagaimana
cara membuat keputusan, pemecahan masalah baru
mengkomunikasikan hal-hal yang baru.

6. Budaya
a. Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman
kesalahan dan keselamatan pasien.
b. Pilosofi tentang keamanan : keselamatan pasien tergantung kepada
pilosofi dan nilai yang dibuat oleh para pimpinanan pelayanan
kesehatan.
c. Jalur komunikasi : jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi
kesalahan dapat segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang
berhak melapor dan siapa yang menerima laporan).
d. Budaya melaporkan, terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan
mendapat hambatan karena terbentuknya budaya blaming. Budaya
menyalahkan (Blaming) merupakan phenomena yang universal.
Budaya tersebut harus dikikis dengan membuat protap jalur
komunikasi yang jelas.
e. Staff – kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor
lainnya yang penting adalah system kepemimpinan dan budaya dalam
merencanakan staf, membuat kebijakan dan mengantur personal
termasuk jam kerja, beban kerja, manajemen kelelahan, stress dan
sakit.

9
BAB III
STANDAR KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu


ditangani segera di rumah sakit maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah
sakit yang merupakan acuan bagi Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada untuk
melaksanakan kegiatannya.
Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada
”Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan
dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar keselamatan
pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya dilakukan dengan
menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar, yaitu :
A. Standar 1 – Hak Pasien
1. Standar :
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).

2. Kriteria :
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan.
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang
rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

B. Standar 2 – Mendidik Pasien Dan Keluarga


1. Standar :
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

2. Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik
pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan
keluarga dapat :
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

10
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

C. Standar 3 – Keselamatan Pasien Dan Kesinambungan Pelayanan


1. Standar :
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

2. Kriteria :
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan
sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan
dapat berjalan baik dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman
dan efektif.

D. Standar 4 – Penggunaan Metoda-Metoda Peningkatan Kinerja Untuk


Melakukan Evaluasi Dan Program Peningkatan Keselamatan Pasien
1. Standar :
Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan
pasien.

2. Kriteria :
a. Rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang
sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara
lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko,
utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.

11
c. Rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan secara proaktif melakukan
evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
d. Rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar
kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

E. Standar 5 – Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan


Pasien
1. Standar :
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

2. Kriteria :
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian
yang memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near
miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” (Adverse event).
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien.
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang
lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas
tentang Analisis Akar Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near

12
miss) dan “Kejadian Sentinel” pada saat program keselamatan pasien
mulai dilaksanakan.
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan
proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk
mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan
pendekatan antar disiplin.
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan
pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya
tersebut.
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.

F. Standar 6 – Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien


1. Standar :
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan
pasien secara jelas.
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

2. Kriteria :
a. Rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai
dengan tugasnya masing-masing.
b. Rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.
c. Rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (team work) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

G. Standar 7 – Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai


Keselamatan Pasien
1. Standar :
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal.

13
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

2. Kriteria :
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-
hal terkait dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

14
BAB IV
TUJUH LANGKAH
MENUJU KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

Mengacu kepada standar keselamatan pasien pada bab III, maka Rumah Sakit
Tk. II Kartika Husada harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja mutu
serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan Rumah
Sakit Tk. II Kartika Husada, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan,
kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi
risiko bagi pasien sesuai dengan “ Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”
Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh langkah
keselamatan pasien rumah sakit tersebut. Uraian Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
A. Langkah 1 – Bangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
1. Tingkat Rumah Sakit :
a. Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada telah memiliki kebijakan yang
menjabarkan apa yang harus dilakukan staf segera setelah terjadi
insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta harus
dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien
dan keluarga
b. Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada telah memiliki kebijakan dan
prosedur yang menjabarkan peran dan akuntabilitas individual
bilamana ada insiden.
c. Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada telah berupaya menumbuhkan
budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
d. Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan
pasien.

2. Tingkat Unit Kerja/Tim :


a. Pastikan semua rekan sekerja merasa mampu untuk berbicara
mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada
insiden.
b. Demonstrasikan kepada seluruh personil ukuran-ukuran yang dipakai
di Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada untuk memastikan semua
laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta
pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.

B. Langkah 2 – Pimpin Dan Dukung Staf Rumah Sakit

15
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan
Pasien di seluruh jajaran Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada.

1. Tingkat Rumah Sakit :


a. Direksi bertanggung jawab atas keselamatan pasien
b. Telah dibentuk Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien yang ditugaskan
untuk menjadi “penggerak” dalam gerakan keselamatan pasien
c. Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat jajaran Direksi
maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit
d. Keselamatan Pasien menjadi materi dalam semua program orientasi
dan pelatihan di Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada dan dilaksanakan
evaluasi dengan pre dan post test.

2. Tingkat Unit Kerja/Tim :


a. Semua pimpinan unit kerja wajib memimpin gerakan Keselamatan
Pasien.
b. Selalu jelaskan kepada seluruh personil relevansi dan pentingnya serta
manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan
Pasien.
c. Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden.

C. Langkah 3 – Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko


Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi
dan asesmen hal yang potensial bermasalah.
1. Tingkat Rumah Sakit :
a. Telah kembali input dan proses yang ada dalam manajemen risiko
klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan
terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan staf
b. Kembangkan indikator-indikator kinerja mutu dan Insiden Keselamatan
Pasien (IKP) bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh
Direksi/Manajer Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada.
c. Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan insiden dan assesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien.

2. Tingkat Unit Kerja/Tim :


a. Dalam setiap rapat koordinasi selalu laksanakan diskusi tentang hal-
hal yang berkaitan dengan Keselamatan Pasien guna memberikan
umpan balik kepada Manajer terkait.
b. Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses
asesmen risiko rumah sakit.

16
c. Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan
akseptabilitas setiap risiko, dan ambilah langkah-langkah yang tepat
untuk memperkecil risiko tersebut.
d. Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke
proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.

D. Langkah 4 – Kembangkan Sistem Pelaporan


Pastikan staf anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden,
serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS).
1. Tingkat Rumah Sakit :
Sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar rumah sakit mengacu
pada Pedoman Keselamatan Pasien Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada.

2. Tingkat Unit Kerja/Tim :


Berikan semangat kepada seluruh personil untuk secara aktif melaporkan
setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap
terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.

E. Langkah 5 – Libatkan Dan Berkomunikasi Dengan Pasien


Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
1. Tingkat Rumah Sakit :
a. Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada memiliki kebijakan dan pedoman
yang jelas tentang cara-cara komunikasi terbuka selama proses
asuhan tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya.
b. Seluruh staf Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada terkait harus mampu
memastikan bahwa pasien dan keluarga mendapat informasi yang
benar dan jelas bilamana terjadi insiden.
c. Seluruh jajaran manajerial harus mampu memberi dukungan, pelatihan
dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada
pasien dan keluarganya.

2. Tingkat Unit Kerja/Tim :


a. Pastikan seluruh personil menghargai dan mendukung keterlibatan
pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden.
b. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana
terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas
dan benar secara tepat.
c. Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada
pasien dan keluarganya.

17
F. Langkah 6 – Belajar Dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan
Pasien
Seluruh staf harus mampu untuk melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa KTD itu timbul.
1. Tingkat Rumah Sakit :
a. Pastikan staf yang tekait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden
secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
b. Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) yang
mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun
melakukan melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
untuk proses risiko tinggi.

2. Tingkat Unit Kerja/Tim :


a. Diskusikan dalam jajaran unit/tim pengalaman dari hasil analisis
insiden.
b. Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di
masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.

G. Langkah 7 – Cegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan


Pasien
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan.
1. Tingkat Rumah Sakit :
a. Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis,
untuk menentukan solusi.
b. Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (inputr dan
proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk
penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
c. Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
d. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI.
e. Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden yang dilaporkan.

2. Tingkat Unit Kerja/Tim :


a. Libatkan seluruh personil dalam mengembangkan berbagai cara untuk
membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
b. Telah kembali perubahan-perubahan yang telah dibuat dan pastikan
pelaksanaannya.
c. Pastikan seluruh personil menerima umpan balik atas setiap tindak
lanjut tentang insiden yang dilaporkan.

18
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang
komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut
secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit.
Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak
harus serentak, dapat dipilih langkah-langkah yang paling strategis dan paling
mudah dilaksanakan. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-
langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan
baik maka dapat menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.

19
BAB V
PETUNJUK PENERAPAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

Penerapan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit dapat dilakukan dengan


berbagai cara, mulai dari suatu program sederhana sampai dengan program yang
kompleks dan terintegrasi. Banyak pola yang dapat dipakai, rumah sakit dapat
menentukan pola yang paling sesuai dengan kondisi rumah sakitnya.
Agar penerapan program keselamatan pasien dapat secara sistematis dan
terarah maka dalam melaksanakan program diperlukan fase persiapan, fase
pelaksanaan dan fase monitoring dan evaluasi.
Berikut ini diberikan sistematika langkah penerapan Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KPRS), sebagai berikut :

A. Fase Persiapan
1. Tetapkan kebijakan dan rencana jangka pendek KPRS dan program
tahunan KPRS.
Pimpinan rumah sakit perlu menetapkan kebijakan dan rencana jangka
pendek KPRS dan program tahunan KPRS. Dalam menetapkan
kebijakan, rencana jangka pendek dan program disesuaikan dengan
kondisi rumah sakit dan pemahaman konsep KKPRS. Mengingat program
keselamatan pasien sangat terkait dengan program mutu dan manajemen
risiko klinis maka rumah sakit dapat memilih apakah program mutu,
program KKPRS dan manajemen risiko merupakan program sendiri-
sendiri, atau merupakan program bersama/kombinasi.

2. Tetapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola program


KPRS
a. Penetapan unit kerja dan penanggung jawab program KPRS harus
dibuat dengan Keputusan Pimpinan Rumah Sakit.
b. Kedudukan unit kerja dalam struktur organisasi rumah sakit diserahkan
pada kebijakan Pimpinan Rumah Sakit. Misalnya unit kerja dapat
dibawah Komite Medis atau Pimpinan Rumah Sakit.

Uraian tugas unit kerja KPRS, sebagai berikut :


a. Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit.
b. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program
keselamatan pasien rumah sakit.
c. Menjalankan peran dan melakukan : motivator, educator, konsultasi,
monitoring dan evaluasi implementasi program keselamatan pasien
rumah sakit.
d. Bersama-sama dengan bagian Diklat RS melakukan pelatihan internal
keselamatan pasien rumah sakit.

20
e. Melakukan pencatatan, pelaporan dan analisa masalah terkait dengan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cidera (KNC) dan
Kejadian Sentinel.
f. Memproses laporan insiden keselamatan pasien (eksternal) ke
KKPRS-PERSI.

3. Pilih Penggerak (Champion) yang akan menjadi motor penggerak


KPRS dan pelatihannya
Pilih individu/beberapa individu yang akan menjadi motor penggerak
KPRS. Beberapa criteria yang dapat digunakan antara lain : aktif di unit
yang bersangkutan, memiliki leadership, sering menjadi problem solver,
sebaiknya memahami konsep mutu.
Konsep keselamatan pasien memiliki banyak aspek, sehingga
penggerak yang telah mendapat pelatihan akan lebih mudah memulai,
menggerakkan dan melaksanakan KPRS. Pelatihan dalam bentuk
“Workshop Patient Safety dan Manajemen Risiko Klinis” telah diorganisir
dan dilaksanakan setiap bulan oleh KKPRS sejak tahun 2007.

4. Buku Saku KPRS


Untuk tujuan sosialisasi KPRS, perlu dibuat suatu buku saku yang
berisikan berbagai informasi penting dan ringkas tentang Keselamatan
Pasien dan dibagikan ke jajaran staf dan karyawan rumah sakit.
Isi buku dapat antara lain : Visi-Misi Rumah Sakit, Visi-Misi KKPRS,
Organisasi KPRS, 7 Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
Standar Pelayanan Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Instrumen
Akreditasi Pelayanan Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Prinsip
pelaporan insiden Keselamatan Pasien dan sebagainya.

B. Fase Pelaksanaan
1. Deklarasi Gerakan Moral Keselamatan Pasien
Suatu acara/upacara Deklarasi dimulainya pelaksanaan KPRS akan
sangat membantu membangkitkan kesadaran (awareness) para staf dan
karyawan rumah sakit akan KPRS, sekaligus memantapkankomitmen dari
seluruh jajaran untuk menerapkan KPRS.

2. Program 7 Langkah Keselamatan Pasien


Rumah sakit, melalui usulan unit kerja KPRS, menetapkan prioritas
program-program dalam 7 Langkah KPRS, yang akan dilaksanakan
secara bertahap dengan urutan yang disepakati.

21
3. Program Penerapan Standar Akreditasi Keselamatan Pasien
Akreditasi pelayanan KPRS menggunakan Instrumen Akreditasi
Rumah Sakit untuk menilai rumah sakit dalam memenuhi standar
pelayanan rumah sakit, termasuk di dalamnya parameter yang menilai
pelayanan KPRS.
Dengan demikian pelaksanaan akreditasi rumah sakit minimal untuk 5
pelayanan (Administrasi & Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan
Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan, dan Rekam Medis) sudah
termasuk di dalamnya penerapan Standar KPRS.

4. Program keselamatan pasien pada unit pelayanan tertentu sebagai


model
Rumah sakit dapat juga menerapkan terlebih dahulu suatu “pilot
project” dengan menerapkan KPRS pada satu atau lebih unit pelayanan
tertentu. Dengan pengalaman yang diperoleh unit tersebut, maka unit-unit
lain dapat belajar dari kegiatan penerapan KPRS di unit tertentu tersebut.

5. Program Khusus
Rumah sakit dapat juga memulai program khusus yang dijalankan
tersendiri (tunggal), tidak perlu dalam konteks program yang kompleks.
Contoh program khusus dapat dipilh antara lain : program kebersihan
tangan (hand hygiene), ronde keselamatan pasien, program DPJP (Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan), program pelaporan insiden keselamatan
pasien, program di bidang Farmasi (medication), program pelatihan KPRS
dsb. Pemilihan program ini harus tetap mengacu pada ketentuan dalam
instrument/parameter akreditasi rumah sakit.

6. Forum Diskusi
Forum diskusi dilaksanakan secara periodik 1 atau 2 bulan sekali
dimaksudkan untuk mengumpulkan para penggerak, pelaksana lainnya
serta peminat KPRS, untuk membahas perkembangan dan permasalahan
KPRS dan solusi yang diperoleh, dengan tujuan untuk memonitor/menjaga
kelangsungan program KPRS. Selain itu juga bertujuan menumbuhkan
budaya KPRS.

C. Fase Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan melalui laporan formal unit kerja KPRS,
masukan dari forum diskusi, masukan dari unit-unit melalui ronde
keselamatan pasien dan sebagainya.
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara periodik sesuai dengan
kebutuhan. Pada akhir tahun dibuat evaluasi menyeluruh yang dapat
digunakan untuk memperbaiki program pelaksanaan KPRS dan untuk menilai
kembali Rencana Jangka Pendek/Menengah, termasuk sasaran tahunan
KPRS.

22
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang


meliputi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cidera dan
Kejadian Sentinel.
2. Pencatatan dan pelaporan insiden (KTD, KNC dan Sentinel) mengacu kepada
Buku Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang
dikeluarkan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit-PERSI.
3. Pelaporan insiden terdiri dari :
a. Pelaporan internal yaitu mekanisme/alur pelaporan KPRS di internal
rumah sakit.
b. Pelaporan eksternal yaitu pelaporan dari rumah sakit ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS). Pelaporan eksternal wajib
dilakukan oleh rumah sakit sesuai ketentuan dalam Instrument Akreditasi
Administrasi dan Manajemen.

4. Unit kerja keselamatan pasien rumah sakit melakukan pencatatan kegiatan


yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Kepala Rumah
Sakit secara berkala.

23
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada secara


berkala melakukan monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien
yang dilaksanakan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Tk. II
Kartika Husada.
2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada secara
berkala (paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan
prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di Rumah Sakit Tk. II
Kartika Husada.
3. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Tk. II Kartika Husada melakukan
evaluasi kegiatan setiap triwulan dan membuat tindak lanjutnya.

24
BAB VIII
PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di


rumah sakit maka pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit sangatlah
penting. Melalui kegiatan ini diharapkan terjadi penekanan/penurunan insiden
sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Rumah Sakit
Tk. II Kartika Husada. Program keselamatan pasien merupakan never ending
proses, karena itu diperlukan budaya termasuk motivasi yang cukup tinggi untuk
bersedia melaksanakan program keselamatan pasien secara berkesinambungan
dan berkelanjutan.

Ditetapkan di : Kubu Raya


Pada tanggal : Januari 2016
Kepala Rumah Sakit Tk.II Kartika Husada

dr. Heru pranata


Kolonel Ckm NRP. 32988

25
GLOSARIUM KKP-RS

No Istilah Definisi / Penjelasan


1 Keselamatan Pasien Rumah Suatu sistem dimana rumah sakit membuat
Sakit (Patient safety) asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk:
asesmen risiko; identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien;
pelaporan dan analisis insiden; kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil.
2 Kejadian Tidak Diharapkan Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang
(KTD) (Adverse event) mengakibatkan cedera pasien akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan
bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi
pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan
medis atau bukan kesalahan medis karena tidak
dapat dicegah.
3 KTD yang tidak dapat dicegah Suatu KTD akibat komplikasi yang tidak dapat
(Unpreventable adverse event) dicegah dengan pengetahuan yang mutakhir.
4 Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu
(Near miss) tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang
dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius
tidak terjadi, karena “keberuntungan” (mis, pasien
terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul
reaksi obat), karena “pencegahan“ (suatu obat
dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf
lain mengetahui dan membatalkannya sebelum
obat diberikan), atau “peringanan“ (suatu obat
dengan overdosis lethal diberikan, diketahui
secara dini lalu diberikan antidotenya).
5 Kesalahan Medis (Medical Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan
errors) medis yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien. Kesalahan
termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu
rencana atau menggunakan rencana yang salah
untuk mencapai tujuannya. Dapat akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission).

26
No Istilah Definisi / Penjelasan
6 Insiden Keselamatan Pasien Setiap kejadian yang tidak disengaja dan tidak
(Patient Safety Incident) diharapkan, yang dapat mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.
7 Pelaporan Insiden Keselamatan Suatu sistem untuk mendokumentasikan insiden
Pasien Rumah Sakit yang tidak disengaja dan tidak diharapkan, yang
dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien. Sistem ini juga
mendokumentasikan kejadian-kejadian yang tidak
konsisten dengan operasional rutin rumah sakit atau
asuhan pasien.
8 Analisis Akar Masalah (Root Suatu proses terstruktur untuk mengidentifikasi
Cause Analysis) faktor penyebab atau faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya penyimpangan kinerja, termasuk
KTD.
9 Manajemen Risiko (Risk Dalam hubungannya dengan operasional rumah
Management) sakit, istilah manajemen risiko dikaitkan kepada
aktivitas perlindungan diri yang berarti mencegah
ancaman yang nyata atau berpotensi nyata
terhadap kerugian keuangan akibat kecelakaan,
cedera atau malpraktik medis.
10 Kejadian Sentinel (Sentinel Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau
Event) cedera yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian
yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang
salah. Pemilihan kata “ sentinel “ terkait dengan
keseriusan cedera yang terjadi (mis. amputasi pada
kaki yang salah, dsb) sehingga pencarian fakta
terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya
masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur
yang berlaku.

27

Anda mungkin juga menyukai