Anda di halaman 1dari 36

TIM KESELAMATAN PASIEN RSU DELIMA MEDAN

SASARAN 1 : Mengidentifikasi pasien dengan benar

SASARAN 2 : Meningkatkan komunikasi yang efektif

SASARAN 3 : Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus


diwaspadai (High Alert Medications)

SASARAN 4 : Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur


yang
benar, pembedahan pada pasien yang benar.

SASARAN 5 : Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

SASARAN 6 : Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh


 Mengidentifikasi pasien dengan benar
1. pemberian obat
2. pemberian darah / produk darah
3. pengambilan darah dan
spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis
4. Sebelum memberikan
pengobatan
5. Sebelum memberikan tindakan
1. Identifikasi pasien:
1. harus mengikuti pasien kemanapun (gelang identitas)
2. tak mudah/bisa berubah.
2. Identifikasi Pasien : menggunakan dua identitas dari
minimal tiga identitas
1. nama pasien (  e KTP)
2. tanggal lahir atau
3. nomor rekam medis

 !!!! dilarang identifikasi dg nomor kamar pasien


atau lokasi
 Bila ada kekecualian, RS harus membuat SPO khusus
 Identifikasi pasien adalah kegiatan
pengenalan jati diri pasien secara tepat
dan benar.
Nama pasien

Tanggal lahir

Nomor Rekam Medik


Petemuan
Pertama

1. Secara verbal: Tanyakan nama pasien


2. Secara visual: Lihat ke gelang pasien dua dari tiga
identitas, cocokkan dengan perintah dokter

Petemuan
Berikutnya

secara visual saja ke gelang pasien, dua


identitas dari tiga identitas
WARNA GELANG PASIEN

1. GELANG IDENTITAS
Merah Muda : Perempuan
Biru Muda :Laki-laki

2. GELANG PENANDA
Merah :Alergi
Kuning :Resiko Jatuh.
Ungu :Do Not Resuscitate (DNR).
Meningkatkan komunikasi yang efektif
 Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat,
lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan
mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien.
 Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau
tertulis.
 Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan
kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan
secara lisan atau melalui telpon.
 Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain
adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis,
seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito
melalui telpon ke unit pelayanan.
 Masalah komunikasi lisan
 Salah terapi  perawat salah mengidentifikasi nama
obat yang didiktekan oleh dokter sec lisan
 Kesalahan dalam mengkomunikasikan komplikasi
tindakan kpd pasien
 Kesalahan komunikasi lisan saat konsul dokter via telp,
atau info dari lab atau radiologi via telp
 Dokter menyerahkan edukasi pasien pada koas yg kdg
blm berpengalaman
 Masalah komunikasi tertulis
 Salah membaca terapi dokter krn tulisan dokter yang
buruk
 Dokter yang terburu2 dlm melayani pasien
 Komunikasi efektif akan mengurangi kesalahan
dan menghasilkan peningkatan Keselamatan
Pasien :
 Komunikasi efektif
1. tepat waktu
2. akurat
3. lengkap
4. jelas
5. dipahami oleh pihak-pihak terkait
 Bentuk Komunikasi:
 Elektronik
 Lisan
 tertulis
 SBAR adalah alat komunikasi yang
menyediakan metode jelas mengkomunikasikan
informasi terkait dengan temuan klinis.
Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk
memberikan masukan dalam situasi pasien
termasuk memberikan rekomendasi .
 SBAR singkatan dari:
 Situation
 Background
 Assessment
 Recommendation
Komunikasi Efektif dengan SBAR
adalah komunikasi lisan yang dilakukan
pada saat melaporkan kondisi pasien,
serah terima pasien, dan pelaporan hasil
kritis
 Komunikasi dengan metode SBAR dilakukan sebagai
berikut :
 Situation : keluhan pasien, diagnosa, rencana
perawatan, keinginan dan kebutuhan pasien
 Background : keadaan umum, tanda-tanda vital, daftar
obat-obatan dan hasil lab
 Assessment : penilaian situasi saat ini oleh petugas
terkait
 Recommendation: mengidentifikasi hasil laboratorium/
pemeriksaan penunjang/ terapi yang tertunda dan hal
yang perlu dilakukan selama beberapa jam berikutnya
dan rekomendasi lain untuk perawatan
Meningkatkan keamanan obat-obatan yang
harus diwaspadai
(High Alert Medications)
Obat Yang Perlu Diwaspadai

a) Obat risiko tinggi yaitu obat yang bila terjadinya kesalahan (error) dapat
menimbulkan kematian atau kecacatan, seperti, insulin, heparin, atau
kemoteraputik.
b) Obat, yang namanya, kemasannya, dan labelnya, penggunaan kliniknya,
tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike),
seperti Xanax dan Zantac atau Hydralazine dan hydroxyzine atau disebut
juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM )
c) Elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama atau
lebih dari 2 mEq/ml, potassium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih
besar dari 3 mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0.9%
dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40% atau lebih.
Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan
menggunakan informasi atau data yang terkait penggunaan obat di
dalam rumah sakit, data tentang “Kejadian Yang Tidak Diharapkan”
(adverse event) atau “Kejadian Nyaris Cedera” (near miss) Informasi
dari kepustakaan, seperti dari Institute for Safe Health Medication
Practices (ISMP), Kementerian Kesehatan dan lainnya. Obat-obat ini
dikelola sedemikian rupa untuk menghindari kekuranghati-hatian
dalam menyimpan, menata dan menggunakannya, termasuk
administrasinya, contoh dengan memberi label atau petunjuk tentang
cara menggunakan obat dengan benar pada obat–obat high alert.
Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu
diwaspadai, rumah sakit perlu menetapkan risiko
spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan
aspek peresepan, menyimpan, menyiapkan, mencatat,
dan menggunakan, serta monitoringnya. Obat high
alert harus disimpan di instalasi farmasi/unit/depo.
Bila rumah sakit ingin menyimpan di luar daerah
tersebut, disarankan disimpan di depo farmasi yang
berada dibawah tanggung jawab apoteker.
KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-OPERASI,
TEPAT PASIEN
1. Komunikasi Yang Tidak Efektif Antara Anggota Tim Bedah
2. Kurang/Tidak Melibatkan Pasien Di Dalam Penandaaan
Lokasi/Site Marking
3. Tidak Ada Prosedur Untuk Verifikasi Lokasi Operasi
4. Asesmen Pasien Yang Tidak Adekuat
5. Penelaahan Ulang Catatan Medis Tidak Adekuat
6. Tulisan Perintah/Resep Yang Tidak Terbaca
7. Pemakaian Singkatan
1. Penandaan Lokasi (Site Marking)
 Organ Yang Memiliki 2 Sisi, Sisi-Kanan, Sisi-Kiri
 Multiple Structures (Jari-Tangan, Jari-Kiki)
 Multiple Level ( Operasi Tulang Belakang : Servical, Thorakal, Lumbal)
 Multiple Lesi Yang Pengerjaannya Bertahap
2. Anjuran Penandaan Lokasi Operasi
 Gunakan Tanda Yang Jelas, Tidak Mudah Luntur Terkena
Air/Alkohol/Betadine
 Tanda (Marking Site) Dibuat Oleh Dokter Operasi
 Tanda Yang Digunakan di yaitu Tanda lingkaran ( )
 Tanda Dibuat Dalam Keadaan Pasien Sadar (Jika
Memungkinkan)
 Tanda dibuat sebelum pasien dioperasi di Ruang Perawatan,
Kecuali Pasien Cito Tanda Dibuat di IGD atau Dikamar
Operasi
 Penjelasan Mengenai Prosedur Secara Tertulis Harus
Disertakan Bila Pasien Menolak Diberi Tanda

 Prosedur Yang Tidak Memerlukan Penandaan


 Kasus Organ Tunggal (Operasi Jantung, Operasi Sectio
Cesarea)
 Kasus Intervensi Seperti Kateter Jantung
Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan
Upaya Mengurangi Resiko Infeksi

Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan


infeksi lainnya adalah dengan menjaga kebersihan tangan
melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (hand
hygiene) tersedia dari World Health Organization (WHO).
Rumah sakit mengadopsi Pedoman kebersihan tangan
(hand hygiene) dari WHO ini untuk dipublikasikan
diseluruh rumah sakit. Staf diberi pelatihan bagaimana
melakukan cuci tangan dengan benar dan prosedur
menggunakan sabun, disinfektan, serta handuk sekali
pakai (towel), tersedia di lokasi sesuai pedoman (lihat
juga PPI. 9)
• Sebelum kontak dengan pasien
• Sebelum melakukan tindakan aseptik
• Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
• Setelah kontak dengan pasien
• Setelah kontak dengan area sekitar pasien
PENGKAJIAN PASIEN RESIKO JATUH
RESIKO JATUH

Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab seluruh


petugas di rumah sakit.
Risiko jatuh adalah pasien yang berisiko untuk jatuh yang
umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor
fisiologis yang dapat berakibat cidera.

Faktor risiko jatuh dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori:


1. Intrinsik: berhubungan dengan kondisi pasien, termasuk
kondisi psikologis.
2. Ekstrinsik: berhubungan dengan lingkungan.
1. Asesmen awal / skrining
 Perawat akan melakukan penilaian dengan Asesmen Risiko Jatuh Morse Fall
Scale dalam waktu 12 jam dari pasien masuk RS.
 Rencana intervensi akan segera disusun, diimplementasikan, dan dicatat dalam
Rencana Keperawatan Interdisiplin setelah skrining.
 Skrining farmasi dan atau fisioterapi dilakukan jika terdapat adanya risiko jatuh
pada pasien.
2. Asesmen ulang
 Setiap pasien akan dilakukan asesmen ulang risiko jatuh setiap: setelah pasien jatuh
(Post Falls), perubahan kondisi (Change of Condition), menerima pasien pindahan
dari ruangan lain (On Ward Transfer), setiap minggu (Weekly), saat pasien pulang
(Discharge), Bila resiko sedang dikaji ulang setiap hari (Everyday), Bila resiko tinggi
dikaji ulang setiap pergantian jaga (Every Shift ).
 Penilaian menggunakan Asesmen Risiko Jatuh Morse Fall Scale dan Rencana
Keperawatan Interdisiplinakan diperbaharui/dimodifikasi sesuai dengan hasil
asesmen.
3. Perawat penanggung jawab pelayanan yang bertugas akan
mengidentifikasi dan menerapkan “Prosedur Pencegahan
Jatuh”, berdasarkan pada:
 Kategori risiko jatuh (rendah, sedang, tinggi).
 Kebutuhan dan keterbatasan per-pasien.
 Riwayat jatuh sebelumnya dan penggunaan alat pengaman(safety devices).
 Asesmen Klinis Harian.
4. “Prosedur Pencegahan Jatuh” pada pasien yang berisiko rendah,
sedang, atau tinggi harus diimplementasikan dan penggunaan
peralatan yang sesuai harus optimal.
5. Intervensi pencegahan jatuh
a. Tindakan pencegahan risiko rendah:
 Pastikan rem tempat tidur terkunci.
 Pastikan bel dan semua kebutuhan pasien dalam jangkauan.
 Tempatkan pasien sesuai dengan tinggi badannya.
 Tempatkan meja, kursi dan lainnya dengan baik agar tidak
menghalangi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai