Anda di halaman 1dari 42

1/17/2019

Budaya Keselamatan di RS: Penyusunan


Program, Pelaksanaan dan Evaluasi

Hanevi Djasri, dr, MARS, FISQua


Indonesian Healthcare Quality Network (IHQN)

Perkenalan: Narasumber
Hanevi Djasri, dr, MARS, FISQua
FK UI (lulus 1994), MARS UI (lulus 1997)
Konsultan PKMK FK UGM dan Dosen MMR FK UGM (sejak 2003)
Ketua Indonesian Healthcare Quality Network / IHQN (sejak 2005)
Fellow of The International Society for Healthcare/FISQua (sejak 2018)
Pengurus Pusat PERSI (sejak 2009), Pengurus Pusat PDMMI (sejak 2009), Pengurus
Pusat ARSADA (sejak 2016)
Mengikuti Patient Safety and Quality Course, di Australian Safety and Quality
Council, Charles Darwin University, Australia, (2005)

www.mutupelayanankesehatan.net

1
1/17/2019

Agenda Pelatihan
09:00-09:45 Konsep Dasar Budaya Keselamatan di RS
09:45-10:30 Menyusun Program Budaya Keselamatan
10:30-11:15 Membangun Sistem Pelaporan Budaya Keselamatan
11:15-12:00 Teknik Investigasi Laporan Budaya Keselamatan
13:00-13:45 Perilaku yang tidak Mendukung Budaya Keselamatan.
13:45-14:30 Pengukuran dan Monev Budaya Keselamatan di RS
14:30-15:15 Perbaikan Pelaksanaan Program Budaya Keselamatan
15:00-16:00 POA

download materi
mutupelayanankesehatan.net

2
1/17/2019

1. Konsep Dasar Budaya


Keselamatan di RS

Apa itu Budaya Keselamatan RS?


Sebuah lingkungan yang kolaboratif:
CULTURE
1. Klinisi memperlakukan satu sama lain secara
hormat
2. Melibatkan serta memberdayakan pasien dan BEHAVIOR
keluarga ON THE JOB
3. Pimpinan mendorong klinisi bekerja sama
4. Asuhan berfokus pada pasien OUTCOMES
Patient and Family Safety
Care Provider Safety
(SNARS ed 1)

3
1/17/2019

Budaya Keselamatan RS

Persepsi

Sikap Kompetensi

Budaya
Nilai Komitmen
Keselamatan

Aspek Inti dari Budaya Keselamatan1


1. Schein E.
Kepemimpinan Organizational culture
formal dan Teamwork and leadership, 4th
informal edition. San Francisco,
CA: Jossey-Bass; 2010.
Umpan balik
Alokasi
dan
sumber daya
Perbaikan

Deteksi
Budaya keselahan
Komunikasi
Keselamatan dan
perbaikan

4
1/17/2019

Budaya Keselamatan terkait Outcomes2-7


Patient outcomes Clinician outcomes
• Patient care experience • Incident reporting
• Infection rates  sepsis • Burnout and turnover
• Respiratory failure 2. Huang DT, Clermont G, Kong L, et al. Intensive care unit safety culture and outcomes: a US
multicenter study. Int J Qual Health Care. 2010 Jun;22(3):151-61. PMID: 20382662.

• Patient injury 3. Mardon RE, Khanna K, Sorra J, et al. Exploring relationships between hospital patient safety
culture and adverse events. J Patient Saf. 2010 Dec;6(4):226-32. PMID: 21099551.

• Treatment errors 4. MacDavitt K, Chou SS, Stone PW. Organizational climate and health care outcomes. Jt Comm J
Qual Patient Saf. 2007 Nov;33(11 Suppl):45-56. PMID: 18173165.
5. Singer SJ, Falwell A, Gaba DM, et al. Identifying organizational cultures that promote patient
safety. Health Care Manage Rev. 2009 Oct-Dec;34(4):300-11. PMID: 19858915.
6. Sorra J, Khanna K, Dyer N, et al. Exploring relationships between patient safety culture and
patients' assessments of hospital care. J Patient Saf. 2012 Sep;8(3):131-9. PMID: 22785344.
7. Weaver SJ. A configural approach to patient safety climate: the relationship between climate
profile characteristics and patient safety. (Unpublished doctoral dissertation). University of Central
Florida, Orlando, FL. 2011.

Pentingnya Budaya Keselamatan8-11


• Mempengaruhi efektifitas dari berbagai intervensi peningkatan mutu
dan keselamatan
• Membangun Budaya Keselamatan yang terbaik dengan intervensi
multiple components
8. Haynes AB, Weiser TG, Berry WR, et al. Changes in safety attitude and relationship to decreased postoperative morbidity and mortality
following implementation of a checklist-based surgical safety intervention. BMJ Qual Saf. 2011 Jan;20(1):102-7. PMID: 21228082.
9. Morello RT, Lowthian JA, Barker AL, et al. Strategies for improving patient safety culture in hospitals: a systematic review. BMJ Qual Saf. 2013
Jan;22(1):11-18. PMID: 22849965.
10. van Noord I, de Bruijne MC, Twisk JW. The relationship between patient safety culture and the implementation of organizational patient
safety defences at emergency departments. Int J Qual Health Care. 2010 Jun;22(3):162-9. PMID: 20382661.
11. Promoting a Culture of Safety. In Making Healthcare Safer II: An Updated Critical Analysis of the Evidence of Patient Safety Practices. AHRQ
Publication No. 13-E001-EF. Rockville, MD: Agency for Healthcare Research and Quality. 2013.
http://www.ahrq.gov/research/findings/evidence-based-reports/ptsafetyuptp.html. Accessed December 3, 2014.

5
1/17/2019

Komponen Budaya Keselamatan


1. Budaya Pelaporan
2. Just Culture
3. Budaya bekerja dalam tim HRO
4. Budaya belajar
LEARNING

HRO = high reliability organization


Just Culture dipakai oleh ICAO dan industri
FLEXIBLE
penerbangan untuk membiasakan orang-orang agar
tidak disalahkan atas kekeliruan yang dikerjakan
melainkan dituntut untuk bertanggung jawab atas JUST
tindakannya, belajar dari kesalahan sendiri dan
kesalahan orang lain.
REPORTING

Just Culture
• Memperlakukan manusia dengan adil dan mengakui bahwa manusia
bisa berbuat salah, kesalahan yang benar-benar tidak disengaja
merupakan hal yang wajar.
• Tidak langsung memberikan judgement bahwa tindakan dan
keputusan buruk yang diambil oleh seseorang merupakan kesalahan
dan harus dihukum.
• Namun Just Culture juga tidak memberikan toleransi terhadap
kecerobohan dan kesengajaan (pelanggaran murni) yang
mengakibatkan kesalahan berulang sehingga membahayakan.

6
1/17/2019

Perbaikan Mutu Berkesinambungan

• HRO: Meningkatkan budaya


mutu secara terus menerus
Measure
Action
Beliefs and
• Tidak dapat ditingkatkan kalau Behaviors
Plan
tidak diukur

• Jadi Budaya juga harus diukur,


dievaluasi dan ditingkatkan
Implement
Practices

13

Budaya Keselamatan dalam SNARS ed 1


Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (Standar PMKP 10)
• Ada pengukuran dan evaluasi budaya keselamatan pasien

Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS 13)


• Direktur menciptakan dan mendukung budaya keselamatan di seluruh area
RS sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS 13.1)


• Direktur melaksanakan, memonitor, dan mengambil tindakan untuk
memperbaiki program budaya keselamatan di seluruh area RS

7
1/17/2019

Elemen Penilaian Standar PMKP 10


1. Ada regulasi pengukuran budaya keselamatan (lihat juga TKRS 13)
2. Direktur rumah sakit telah melaksanakan pengukuran budaya
keselamatan

Elemen Penilaian TKRS 13


Direktur RS:
1. Mendukung terciptanya budaya keterbukaan
2. Mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan melaksanakan
perbaikan perilaku yang tidak dapat diterima
3. Menyelenggarakan pendidikan dan menyediakan informasi terkait
budaya keselamatan RS bagi semua staf
4. Menjelaskan bagaimana masalah terkait budaya keselamatan RS
dapat diidentifikasi dan dikendalikan
5. Menyediakan sumber daya untuk mendukung dan mendorong
budaya keselamatan RS

8
1/17/2019

Elemen Penilaian TKRS 13.1


1. Ada regulasi sistem pelaporan budaya keselamatan RS, yang
bersifat rahasia, sederhana, dan mudah diakses
2. Sistem tersebut telah berjalan
3. Semua laporan telah diinvestigasi tepat waktu
4. Identifikasi masalah perilaku yang berbahaya telah dilaksanakan
5. Pengukuran budaya keselamatan telah dilakukan dan kemudian
melaksanakan perbaikan
6. Ada proses untuk mencegah kerugian/dampak terhadap individu
yang melaporkan masalah

Telaah Regulasi
1. Regulasi tentang budaya keselamatan RS (PMKP 10 EP 1)
2. Regulasi tentang sistem pelaporan budaya keselamatan RS (TKRS 1.1
EP 1)

Sumber: ReDOWSKo KARS, 2018

9
1/17/2019

Daftar Wawancara
• Hasil pengukuran budaya keselamatan RS (PMKP 10 EP 2) ->
wawancara kepada Direktur RS
• Mengidentifikasi, mendokumentasikan dan melaksanakan perbaikan
perilaku yang tidak dapat diterima (TKRS 13 EP 2) -> wawancara
kepada Ka Unit
• Menyediakan informasi terkait dengan budaya keselamatan rumah
sakit (TKRS 13 EP 3) -> wawancara kepada Ka Unit

Sumber: ReDOWSKo KARS, 2018

Standar keselamatan pasien


1. Hak pasien.
2. Mendidik pasien dan keluarga.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja
untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk
mencapai keselamatan pasien.

10
1/17/2019

6 Sasaran Keselamatan Pasien


1. Ketepatan identifikasi pasien;
2. Peningkatan komunikasi yang efektif;
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.

7 Langkah Keselamatan Pasien


1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;
2. Memimpin dan mendukung staf;
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4. Mengembangkan sistem pelaporan;
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

11
1/17/2019

2. Menyusun Program Budaya


Keselamatan (konsep & praktek)

Hal-hal penting menuju budaya keselamatan


(Maksud TKRS 13 dan TKRS 13.1)

1) Staf RS mengetahui bahwa kegiatan operasional RS berisiko tinggi dan


bertekad utk melaksanakan tugas dengan konsisten serta aman
2) Regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut mendapat
hukuman bila membuat laporan KTD dan KNC
3) Direktur RS mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden
keselamatan pasien ke tingkat nasional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
4) Mendorong kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari
penyelesaian masalah keselamatan pasien.

Komitmen organisasi menyediakan sumber daya, seperti staf, pelatihan,


metode pelaporan yg aman, dan sebagainya untuk menangani masalah
keselamatan

12
1/17/2019

11 Aksi yang disarankan The Joint Commission untuk


pemimpin dalam membangun budaya keselamatan:
1. Membangun sistem yang transparan dan tidak menghukum dalam
pelaporan dan pembelajaran KTD dan KNC.
2. Menetapkan proses berbasis risiko yang jelas, adil, dan transparan
untuk mengenali dan memisahkan kesalahan yang timbul akibat
kecerobohan manusia dan kesalahan yang timbul dari desain sistem
yang buruk
3. Untuk meningkatkan kepercayaan di dalam organisasi, CEO dan
semua pemimpin harus mengadopsi dan memperagakan perilaku
yang benar serta berjuang untuk membasmi perilaku
mengintimidasi

11 Aksi yang disarankan The Joint Commission untuk


pemimpin dalam membangun budaya keselamatan:
4. Menetapkan, menegakkan dan mengkomunikasikan kepada semua
staf tentang kebijakan yang terkait budaya keselamatan dan
pelaporan insiden keselamatan
5. Pemimpin mengenali anggota tim yang dapat mengidentifikasi dan
melaporkan insiden keselamatan, atau anggota yang memiliki saran
bagus untuk peningkatan keselamatan, kemudian memberi
feedback terhadap saran tsb.

13
1/17/2019

11 Aksi yang disarankan The Joint Commission untuk


pemimpin dalam membangun budaya keselamatan:
6. Menetapkan baseline organisasi dalam kinerja budaya keselamatan
menggunakan the Agency for Healthcare Research and Quality
(AHRQ) Hospital Survey on Patient Safety Culture (HSOPS) atau tool
lain seperti Safety Attitudes Questionnaire (SAQ)
7. Menganalisis hasil survei budaya keselamatan dari seluruh organisasi
untuk menemukan peluang peningkatan kualitas dan keselamatan

11 Aksi yang disarankan The Joint Commission untuk


pemimpin, dalam membangun budaya keselamatan:
8. Menggunakan hasil penilaian atau survei budaya keselamatan
untuk mengembangkan dan mengimplementasikan inisiatif
peningkatan mutu dan keselamatan berbasis unit
9. Menanamkan pelatihan tim budaya keselamatan di dalam proyek
peningkatan mutu dan proses organisasi untuk memperkuat sistem
keselamatan

14
1/17/2019

11 Aksi yang disarankan The Joint Commission untuk


pemimpin, dalam membangun budaya keselamatan:
10. Secara proaktif menilai kekuatan dan kelemahan sistem (seperti
manajemen pengobatan dan rekam medis elektronik) dan
memprioritaskan mereka untuk peningkatan
11. Ulangi penilaian budaya keselamatan dalam organisasi setiap 18
hingga 24 bulan untuk meninjau kemajuan dan mempertahankan
peningkatan

Dapat dipelajari lebih lanjut di


https://www.jointcommission.org/assets/1/18/SEA_57_Safety_Culture_Leadership_0317.pdf

Penyusunan Program Budaya Keselamatan


1. Penyusunan regulasi
2. Pembentukan tim budaya keselamatan RS (di dalam komite
mutu/tim PMKP/tim Keselamatan Pasien RS?)
3. Diklat Budaya Keselamatan RS eksternal dan internal
4. Penyusunan Sistem Pelaporan Budaya Keselamatan RS
5. Penegakkan perilaku profesional dalam peningkatkan budaya
keselamatan RS
6. Pengukuran, analisa dan tindak lanjut untuk peningkatan budaya
keselamatan RS Latihan: Mengisi Lembar Kerja

15
1/17/2019

Kertas Kerja
Program Kerja Kegiatan yang telah Kegiatan yang
dilakukan akan dilakukan
1. Penyusunan regulasi
2. Pembentukan tim budaya keselamatan RS (di dalam
komite mutu/tim PMKP/tim Keselamatan Pasien RS?)
3. Diklat Budaya Keselamatan RS eksternal dan
internal
4. Penyusunan Sistem Pelaporan Budaya Keselamatan
RS
5. Penegakkan perilaku profesional dalam
peningkatkan budaya keselamatan RS
6. Pengukuran, analisa dan tindak lanjut untuk
peningkatan budaya keselamatan RS

3. Membangun Sistem Pelaporan


Budaya Keselamatan

16
1/17/2019

Sistem Pelaporan (The Joint Commision)


• Sistem yang mudah digunakan dan mudah diakses oleh seluruh staf
dalam organisasi -> meningkatkan kepercayaan dan akuntabilitas
organisasi
• Memiliki sistem pelaporan seperti diatas sangat penting untuk
mengembangkan budaya dimana insiden dapat diidentifikasi dan
dilaporkan tanpa rasa takut, sehingga akan meningkatkan
pencegahan proaktif terhadap insiden keselamatan pasien

Sistem Pelaporan Insiden


• Pelaporan insiden keselamatan
pasien adalah suatu sistem untuk:
1. Mendokumentasikan laporan
2. Melakukan analisis
3. Mencari solusi untuk pembelajaran

17
1/17/2019

Praktek: Menyusun Sistem Pelaporan Insiden


Susun Sistem Pelaporan, terdiri dari:
1. Kebijakan
2. Alur pelaporan
3. Formulir pelaporan
4. Prosedur pelaporan
5. Insiden yang harus dilaporkan:
sudah, potensial atau nyaris terjadi
6. Siapa saja yang membuat laporan
7. Batas waktu pelaporan
Latihan: Menyusun Alur Pelaporan

Alur Pelaporan Insiden di RS (PMK no.11 th 2017)


• Setiap Insiden harus dilaporkan secara internal kepada tim Keselamatan Pasien dalam
waktu paling lambat 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam dengan menggunakan format
laporan
• Laporan diverifikasi oleh tim Keselamatan Pasien untuk memastikan kebenaran adanya
Insiden.
• Setelah melakukan verifikasi laporan, tim Keselamatan Pasien melakukan investigasi dalam
bentuk wawancara dan pemeriksaan dokumen.
• Berdasarkan hasil investigasi, tim Keselamatan Pasien menentukan derajat insiden
(grading) dan melakukan Root Cause Analysis (RCA) dengan metode baku untuk
menemukan akar masalah.
• Tim keselamatan pasien harus memberikan rekomendasi keselamatan pasien kepada
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan hasil Root Cause Analysis (RCA)
• Fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pelaporan Insiden, secara online atau
tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien sesuai dengan format laporan KNKP

18
1/17/2019

4. Teknik Investigasi Laporan Budaya


Keselamatan (konsep dan praktek)

19
1/17/2019

Analisa Insiden: Sentinel, KTD, KNC & KTC


RS menetapkan kebijakan:
• Jenis kejadian sentinel, melaporkan dan melakukan analisis akar
masalah (root cause analysis)
• Analisis data KTD dan mengambil langkah tindaklanjut
• Analisis Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan Kejadian Tidak Cedera
(KTC)

Biru & Hijau Investigasi Sederhana


Kuning & Merah Investigasi Komprehensif (RCA)

Risk
Grading

20
1/17/2019

Root Cause Analysis


Suatu proses untuk
mengekplorasi semua
faktor yang mungkin
berhubungan dengan
suatu kejadian dengan
menanyakan apa kejadian
yang terjadi, mengapa
kejadian tersebut terjadi,
dan apa yang dapat
dilakukan untuk mencegah
kejadian tersebut terjadi
lagi di masa mendatang.

21
1/17/2019

Praktek:
Investigasi Sederhana
kasus yang pernah
terjadi diunit anda

Tulis nama insiden lalu


isi formuir disebelah

5. Mengidentifikasi dan
Memperbaiki Perilaku yang tidak
Mendukung Budaya Keselamatan

22
1/17/2019

Perilaku yg tidak mendukung budaya keselamatan


• Perilaku yang tidak layak (inappropriate): misalnya mengumpat dan
memaki
• Perilaku yang mengganggu (disruptive): misalnya mengomentari
negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain di depan pasien,
memarahi staf klinis lainnya di depan pasien, kemarahan yang
ditunjukkan dengan melempar alat bedah di kamar operasi, serta
membuang rekam medis di ruang rawat
• Perilaku yang melecehkan (harassment): misalnya terkait ras, agama,
dan suku termasuk gender
• Pelecehan seksual
SNARS edisi 1

Menurut The Joint Commision, perilaku intimidasi dan mengganggu


(disruptive) menyebabkan:
1. Menurunya kepuasan pasien dan outcome pasien
2. Meningkatkan biaya pelayanan
3. Menurunkan efektivitas tim
4. Keluarnya staf yang berkinerja baik

Seluruh perilaku intimidasi dan mengganggu dianggap tidak


profesional dan tidak dapat ditolerir.

23
1/17/2019

Akar Masalah timbulnya perilaku tersebut


• Ada sejarah toleransi dan
ketidakpedulian terhadap
perilaku mengintimidasi dan
mengganggu dalam pelayanan
kesehatan
• Kegagalan menangani perilaku
tidak profesional melalui sistem
formal

Faktor yang berkontribusi

Individu Sistemik
• Stres dalam menghadapi tekanan • Tuntutan pekerjaan yang
pekerjaan yang berat meningkat
• Situasi emosi yang tinggi misalnya • Hirarki
akibat kelelahan • Rasa takut atau stres
• Karakteristik seperti • Dinamika dalam komunikasi
mementingkan diri sendiri, interprofesi
ketidakmatangan atau pembelaan • Anggapan bahwa "dokter yang
diri, serta kekurangan keterampilan menghasilkan pendapatan besar
interpersonal, coping atau diperlakukan lebih ringan ketika
manajemen konflik. ada masalah perilaku daripada
mereka yang lebih sedikit"

24
1/17/2019

Rencana Perbaikan (The Joint Commision)


1. Edukasi seluruh staf (klinisi dan non-klinisi) tentang professional
behaviour, termasuk pelatihan etika dasar (misalnya kemampuan
komunikasi via telepon) dan kemampuan personal.
2. Meminta semua anggota tim bertanggung jawab untuk mecontohkan
perilaku yang diinginkan, dan menegakkan code of conduct (mana
perilaku yang dapat diterima dan mana yang tidak) secara konsisten
dan adil di antara semua staf tanpa memandang senioritas atau disiplin
klinis
3. Mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan dan prosedur:
“Zero tolerance”, Peraturan staf medis dan perjanjian kerja serta
kebijakan administrative, Melindungi staf yang melaporkan, Merespon
laporan pasien dan keluarganya, Memberi tindakan pendisiplinan

4. Mengembangkan proses organisasi untuk mengatasi perilaku mengintimidasi


dan mengganggu dengan mengumpulkan dan mengintegrasikan masukan dari
tim antar profesi
5. Pelatihan dan pembinaan berbasis keterampilan untuk semua pemimpin dan
manajer dalam membangun hubungan dan praktik kolaboratif, termasuk
keterampilan untuk memberikan umpan balik atas perilaku tidak profesional,
dan resolusi konflik
6. Mengembangkan dan menerapkan sistem untuk menilai persepsi staf terhadap
keseriusan perilaku tidak profesional dan risiko bahayanya kepada pasien.

25
1/17/2019

7. Mengembangkan dan menerapkan sistem pelaporan / surveilans (anonim)


untuk mendeteksi perilaku tidak profesional dengan melibatkan layanan
ombudsman dan pasien/keluarganya untuk memberikan feedback bagi
pelayanan kesehatan
8. Dukung pengawasan dengan strategi intervensi berjenjang, non-konfrontatif,
dimulai dengan percakapan informal "secangkir kopi" yang secara langsung
menangani masalah dan bergerak menuju rencana aksi yang terperinci dan
disiplin progresif
9. Melakukan semua intervensi dalam konteks komitmen organisasi untuk
kesehatan dan kesejahteraan semua staf

10. Mendorong dialog antar profesi di berbagai forum sebagai cara proaktif
menangani konflik yang sedang berlangsung, dan untuk meningkatan kolaborasi
dan komunikasi
11. Dokumentasikan semua upaya untuk mengatasi perilaku mengintimidasi dan
mengganggu

26
1/17/2019

Kertas Kerja: Identifikasi


Perilaku tidak mendukung budaya Contoh yang pernah terjadi
keselamatan
Perilaku yang tidak layak (inappropriate)

Perilaku yang mengganggu (disruptive)

Perilaku yang melecehkan (harassment)

Pelecehan seksual

6. Pengukuran dan Monev Budaya


Keselamatan di RS (konsep dan
praktek)

27
1/17/2019

Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien


• Pengukuran budaya keselamatan perlu dilakukan oleh RS.
• Budaya keselamatan adalah sebuah budaya organisasi yang
mendorong setiap staf (klinis atau administratif)
melaporkan hal-hal yang menguatirkan tentang keselamatan
atau mutu pelayanan tanpa adanya imbal jasa dari RS
• Diukur sebelum intervensi keselamatan pasien (sebagai
baseline), lalu secara periodik, antara 12 – 24 bulan

Tujuan Penilaian Budaya


1. Mengidentifikasi area dari budaya yang butuh diperbaiki:
Identifikasi kelemahan dalam organizational learning
2. Meningkatkan kepedulian dari konsep keselamatan pasien
3. Mengevaluasi keefektifan dari intervensi keselamatan pasien dari
waktu ke waktu
4. Kaji banding (benchmarking) internal dan eksternal
5. Memenuhi persyaratan peraturan (akreditasi)
6. Identifikasi kesenjangan antara kepercayaan (beliefs) & perilaku
(behaviors)

56

28
1/17/2019

Tingkat dan Dimensi yang diukur:


Tingkat unit Tingkat RS
1. Dukungan kepala unit untuk 8. Dukungan pengelola RS terhadap
keselamatan pasien upaya keselamatan pasien
2. Pembelajaran organisasi 9. Kerja sama antar unit di RS
3. Kerja sama dalam unit di RS 10. Hands off/perpindahan dan
4. Komunikasi terbuka transisi pasien
5. Umpan balik dan komunikasi
mengenai kesalahan Output
6. Respon tidak menyalahkan 11. Persepsi keseluruhan staf di
terhadap kesalahan rumah skait terkait keselamatan
7. Pengelolaan Staff pasien
12. Frekuensi pelaporan kejadian

Analisa: Internal Benchmarking

29
1/17/2019

Praktek: Budaya Keselamatan Pasien


Pelajari
https://www.ahrq.gov/sops/qualit
y-patient-
safety/patientsafetyculture/hospit
al/index.html

Latihan
Mengisi kuesioner

Gambaran umum hasil survei


TOTAL
97
90 90 92
84 87
75 78
74 73
67
51
37

Kerja sama dalam unit Harapan dan tindakan manajer dalam mempromosikan patient safety
Organizational learning Dukungan manajemen terhadap patient safety
Persepsi karyawan terhadap patient safety Umpan balik dan komunikasi terhadap kesalahan
Komunikasi terbuka Frekuensi pelaporan kejadian
Kerja sama antar unit Staffing
Handsoff dan transisi Respon non punitive terhadap kesalahan
TOTAL

30
1/17/2019

1. Kerjasama dalam Unit

Bila area di unit kami sibuk, maka area lain dari unit
63
kami akan membantu

Petugas di unit kami saling menghargai 99

Bila unit kami ada pekerjaan dan harus dilakukan


dalam waktu cepat, maka karyawan di unit kami 98
bekerja bersama-sama sebagai tim untuk…

Karyawan di unit kami saling mendukung 98

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

2. Harapan dan tindakan manajer dalam


mempromosikan patient safety
Manajer/supervisor kami selalu membesar-besarkan
85
masalah keselamatan pasien yang terjadi di unit kami

Bila beban kerja tinggi, manajer/supervisor kami


meminta kami bekerja cepat meski dengan 74
mengambil jalan pintas
Manajer/supervisor dengan serius
mempertimbangkan masukan staf untuk 96
meningkatkan keselamatan pasien
Manajer/supervisor di unit kami memberi pujian jika
melihat pekerjaan diselesaikan sesuai prosedur 83
keselamatan pasien

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

31
1/17/2019

3. Organizational Learning

Untuk meningkatkan keselamatan pasien unit kami


melakukan evaluasi terhadap perubahan- 98
perubahan/per baikan-perbaikan yang dilakukan

Di unit kami, kesalahan yang terjadi digunakan untuk


96
membuat perubahan kearah yang positif

Unit kami aktif melakukan kegiatan untuk


97
meningkatkan keselamatan pasien

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

4. Dukungan manajemen untuk patient safety

Manajemen RS hanya tertarik pada keselamatan


pasien hanya bila terjadi KTD (Kejadian yang Tidak 78
Diinginkan)

Tindakan manajemen RS menunjukkan bahwa


97
keselamatan pasien merupakan prioritas utama

Manajemen rumah sakit membuat suasana kerja


95
yang mendukung keselamatan pasien

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

32
1/17/2019

5. Persepsi Karyawan terhadap Patient Safety

Merupakan keberuntungan bila insiden yang lebih


26
serius tidak terjadi di unit kami

Prosedur dan system di unit kami sudah baik dalam


89
mencegah insiden/error

Unit kami tidak pernah mengorbankan keselamatan


90
pasien untuk menyelesaikan tugas lebih

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

6. Umpan balik dan komunikasi terhadap


kesalahan
Di unit kami, didiskusikan cara mencegah agar insiden
93
tidak terulang kembali

Karyawan di unit kami mendapat informasi mengenai


59
insiden yang terjadi di unit

Karyawan di unit kami mendapat umpan balik


mengenai perubahan yang dilaksanakan berdasarkan 73
laporan insiden

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

33
1/17/2019

7. Komunikasi terbuka

Karyawan di unit kami takut bertanya jika terjadi hal


86
yang tidak benar

Karyawan di unit kami dapat mempertanyakan


78
keputusan atau tindakan yang diambil oleh atasannya

Karyawan di unit kami bebas berbicara jika melihat


sesuatu yang dapat berdampak negatif pada 59
pelayanan pasien

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

8. Frekuensi Pelaporan Kejadian

Bila terjadi kesalahan, dan harusnya mencederai


pasien tetapi ternyata tidak terjadi cedera, seberapa 60
sering hal ini dilaporkan?

Bila terjadi kesalahan, tetapi berpotensi mencelakai


78
pasien, seberapa sering hal ini dilaporkan?

Bila terjadi kesalahan, tetapi sempat diketahui dan


dikoreksi sebelum berdampak pada pasien, seberapa 80
sering hal ini dilaporkan?

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

34
1/17/2019

9. Kerjasama antar unit

Sering sangat tidak menyenangkan bekerja dengan


94
staf di unit lain di RS ini

Di RS kami, unit satu dengan unit yang lain tidak


85
berkoordinasi dengan baik

Unit-unit di RS bekerjasama dengan baik untuk


95
memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien

Terdapat kerjasama yang baik antar unit di RS untuk


94
menyelesaikan pekerjaan bersama

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

10. Staffing

Kami bekerja seolah-olah dalam keadaan “krisis”,


28
mencoba/berusaha berbuat banyak dengan cepat

Unit kami banyak menggunakan tenaga honorer


39
untuk kegiatan keselamatan pasien

Karyawan di unit kami bekerja lembur untuk


23
keselamatan pasien

Unit kami tidak memiliki cukup staf untuk menangani


58
beban kerja yang berlebih

0 10 20 30 40 50 60 70

35
1/17/2019

11. Handsoff dan transisi

Pergantian shift merupakan masalah untuk pasien 93

Masalah selalu timbul dalam pertukaran informasi


89
antar unit di RS

Informasi penting mengenai pelayanan pasien sering


85
hilang saat pergantian jaga

Bila terjadi pemindahan pasien dari unit satu ke unit


lain, pasti menimbulkan masalah terkait dengan 80
informasi pasien

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

12. Respon non punitive terhadap kesalahan

Karyawan merasa khawatir kesalahan yang mereka


39
buat akan dicatat di penilaian kinerja mereka

Bila unit kami melaporkan suatu insiden, yang


78
dibicarakan adalah pelakunya bukan masalahnya

Karyawan unit kami sering merasa bahwa kesalahan


yang mereka lakukan digunakan untuk menyalahkan 87
mereka

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

36
1/17/2019

Kesimpulan
Dari 12 dimensi budaya keselamatan pasien:
1. Secara umum telah menunjukan budaya yang cukup kuat
2. Terdapat 5 dimensi yang perlu ditingkatkan karena masuk katagori
budaya yang masih kurang (1 dimensi) dan cukup (4 dimensi), yaitu:
• Persepsi karyawan terhadap patient safety (cukup)
• Komunikasi terbuka (cukup)
• Frekuensi pelaporan kejadian (cukup)
• Staffing (kurang)
• Respon non punitive terhadap kesalahan (cukup)

Usulan perbaikan
1. Merubah pola piker bahwa tidak terjadinya insiden keselamatan
pasien bukan karena keberuntungan namun harus karena upaya
pencegahan yang dilakukan
2. Memperkuat dimensi “staffing” dalam budaya keselematan pasien
3. Memastikan bahwa insiden keselamatan pasien yang dilaporkan
tidak akan dimasukan kedalam penilaian kinerja karyawan

37
1/17/2019

7. Perbaikan Pelaksanaan
Program Budaya Keselamatan

Upaya perbaikan
• Berdasarkan hasil pengukuran budaya keselamatan, misalnya dengan
menggunakan tool AHRQ- Hospital Survey on Patient Safety diketahui
hasil tiap dimensi dengan kekuatan budaya keselamatan Kuat, Sedang
dan Lemah, data tersebut dapat dianalisa dan digunakan untuk
memprioritaskan area perbaikan/peningkatan budaya keselamatan
• Tim membuat rekomendasi perbaikan yang diajukan kepada direktur
RS
• The Joint Commission merekomendasikan upaya perbaikan
dikembangkan dari tingkat unit.

38
1/17/2019

1. Meningkatkan dukungan kepala unit


• Manajer/supervisor memberi pujian jika melihat pekerjaan
diselesaikan sesuai prosedur keselamatan pasien
• Manajer/supervisor dengan serius mempertimbangkan masukan staf
untuk meningkatkan keselamatan pasien
• Bila beban kerja tinggi, manajer/supervisor meminta staf bekerja
tetap sesuai prosedur keselamatan
• Manajer/supervisor kami tidak membesar-besarkan masalah
keselamatan pasien yang terjadi di unit kami

2. Meningkatkan pembelajaran organisasi


• Aktif melakukan kegiatan untuk meningkatkan keselamatan pasien
• Kesalahan yang terjadi digunakan untuk membuat perubahan kearah
yang positif
• Evaluasi terhadap perubahan-perubahan/perbaikan-perbaikan yang
telah dilakukan

39
1/17/2019

3. Meningkatkan Keterbukaan Komunikasi


• Karyawan bebas berbicara jika melihat sesuatu yang dapat
berdampak negatif pada pelayanan pasien
• Karyawan dapat mempertanyakan keputusan atau tindakan yang
diambil oleh atasannya
• Karyawan didorong untuk berani bertanya jika terjadi hal yang tidak
benar

4. Meningkatkan Umpan balik dan


Komunikasi mengenai kesalahan
Memastikan setiap karyawan:
• Mendapat umpan balik mengenai perubahan yang dilaksanakan
berdasarkan laporan insiden
• Mendapat informasi mengenai insiden yang terjadi di unit
• Telibat dalam diskusi cara mencegah agar insiden tidak terulang
kembali

40
1/17/2019

5. Meningkatkan Respon Tidak


Menyalahkan terhadap kesalahan
Memastikan:
• Karyawan tidak merasa bahwa kesalahan yang mereka lakukan
digunakan untuk menyalahkan mereka
• Bila melaporkan suatu insiden, yang akan dibicarakan adalah
masalahnya bukan pelakunya
• Bahwa kesalahan yang dilakukan karyawan tidak dicatat di penilaian
kinerja mereka

6. Meningkatkan Pengelolaan Staff


Memastikan:
• Unit memiliki cukup staf untuk menangani beban kerja yang berlebih
• Karyawan tidak bekerja lembur untuk keselamatan pasien
• Tidak banyak menggunakan tenaga honorer untuk kegiatan
keselamatan pasien
• Tidak bekerja seolah-olah dalam keadaan “krisis”: mencoba/berusaha
berbuat banyak dengan cepat

41
1/17/2019

Terima Kasih
hanevi.djasri@ugm.ac.id
0816-191-3332

42

Anda mungkin juga menyukai