Anda di halaman 1dari 28

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................1
BAB I.....................................................................................................................................................2
1.4 Latar Belakang.....................................................................................................................2
1.2 Tujuan Pedoman Pelayanan Mutu dan Keselamatan Pasien............................................6
BAB II...................................................................................................................................................7
2.1 BATASAN OPERASIONAL...............................................................................................7
2.2 LANDASAN HUKUM.........................................................................................................9
2.3 TATA LAKSANA PELAYANAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH
SAKIT UMUM PETUKANGAN :................................................................................................10
2.4 LOGISTIK..........................................................................................................................20
2.5 KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT UMUM PETUKANGAN.......................20
2.6 KESELAMATAN KERJA.................................................................................................22
2.7 PENGENDALIAN MUTU.................................................................................................23
BAB III................................................................................................................................................29

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.4 Latar Belakang


Mutu pelayanan kesehatan adalah topik sentral dalam pengelolaan rumah sakit
terutama semenjak meningkatnya perhatian global terhadap keselamatan pasien. Rumah Sakit
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dengan resiko terhadap keselamatan pasien.
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien harus dilakukan berdasarkan data. Penggunaan
data secara efektif dapat dilakukan bila praktek klinik dan praktek manajemen telah
dijalankan berdasarkan evidence based. Mutu tidak boleh dipisahkan dari standar karena
kinerja diukur berdasarkan standar.
Beberapa penelitian, salah satunya adverse event (KTD) yang dilaksanakan oleh
Havard Medical Practice menemukan bahwa sekitar 4% pasien mengalami KTD selama
dirawat di Rumah Sakit. Sebesar 70% berakhir dengan kecacatan, 14% berakhir dengan
kematian. Beberapa studi di Amerika, melalui data IOM (Institute of Medicine) diperkirakan
44.000 - 98.000 pasien meninggal setiap tahun akibat tindakan medik di rumah sakit.
Sementara itu Departemen Kesehatan Inggris pada tahun 2000 melaporkan data KTD sebesar
10% dari kunjungan rumah sakit atau 850.000 KTD setiap tahun.
Medical Error tidak hanya menimbulkan risiko kematian, tetapi menimbulkan dampak
ekonomi yang besar, termasuk hilangnya penghasilan akibat kecacatan, biaya medik
tambahan dan perawatan pasca KTD. Hal tersebut dapat mengakibatkan menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Di Indonesia, pendokumentasian permasalahan kesehatan tidak tertata, sehingga
permasalahan baru terdeteksi apabila melibatkan proses hukum atau dipublikasikan di media
massa. Jumlah kasus tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan keseluruhan kasus di
rumah sakit. Keseluruhan menunjukkan trend yang meningkat seiring dengan meningkatnya
kesadaran dan tuntutan keterbukaan masyarakat. Dengan pertimbangan berbagai kelemahan
di Indonesia, dari sisi standar pelayanan, sistem keamanan pasien, lisensi, monitoring, audit,
kesadaran masyarakat dan penegakkan hukum, maka diasumsikan permasalahan serupa juga
sering muncul di Indonesia, bahkan mungkin lebih berat daripada negara maju. Jumlah
tersebut seperti fenomena gunung es.
Studi di Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada tahun 2012 pada 15 rumah sakit dan 12 puskesmas di Jawa Tengah
menunjukkan bahwa secara umum prevalensi KTD tinggi dengan variasi 1,82% - 88,8%.

2
Nilai prevalensi error 1,82% adalah kesalahan diagnosis, sedangkan 80,84% adalah kesalahan
penggunaan antibiotik yang tidak tepat dalam penanganan ISPA di rumah sakit atau di
puskesmas. Kesalahan diagnosis berjenis error of commission. 40% pasien yang dirawat di
Intensive Care Unit dan Intensive Cardiac Care Unit mengalami dekubitus rerata pada hari
perawatan ketujuh.
Tindakan yang komprehensif dan responsif terhadap kejadian tidak diinginkan di
fasilitas pelayanan kesehatan diperlukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, kebutuhan pelayanan kesehatan perlu disempurnakan. Keselamatan Pasien adalah
sistem yang meliputi : assesment risiko, identifikasi dan pengelolaan pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden selanjutnya, serta mengimplementasikan
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera akibat dari
suatu tindakan yang tidak diinginkan.
Pada tahun 1820-1910 Florence Nighttingale, seorang perawat dari Inggris
menekankan should do the patient no harm, rumah sakit jangan sampai merugikan atau
mencelakakan pasien. Pada tahun 1918 The American College of Surgeons menyusun suatu
Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya pertama yang
terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli
bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan beberapa ahli
bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi
penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak
memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang
segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha
mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons (ACS)
menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya
pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini
ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik
untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu
kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu
diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum. Pada tahun 1951 American College
of Surgeon, American College of Physicians, American Hospital Association bekerjasama

3
membentuk suatu Joint Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan
gabungan untuk menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit .
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah
memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai
dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-
1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah Federal
memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-undang ini
mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak
saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi
kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat menentukan
utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran
langsung oleh pasien. Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat
lulus akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang
dilaksanakan dengan baik. Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS)
didirikan dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru
berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga
sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan
mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun
masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi
kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar
diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu
kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk
membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan
disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing. Pada tahun 1982 kantor
regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya meningkatkan mutu dan
penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu
pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk
oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk
Eropa. Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada

4
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional
upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan
metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan
dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda. Di Indonesia langkah awal yang sangat
mendasar dan terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya
peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria
untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-
standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan,
ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping
standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka
meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator
untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas
C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini
setiap dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991
telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi
selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan
pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep
Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana
dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus
lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik
dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh
karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring
dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah
melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian
Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi
Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan
kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi
nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

5
menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah
menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control
Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus
Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan. Sejalan dengan hal di atas
maka Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan
Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa
kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya
sering ada perbedaan.
Dari data tersebut maka pedoman dan program pelayanan mutu dan keselamatan
pasien menjadi penting untuk mengurangi kejadian yang tidak diinginkan. Melalui pedoman
ini diharapkan mampu mengurangi kejadian tidak diinginkan dan dapat mencegah terjadinya
KTD.

1.2 Tujuan Pedoman Pelayanan Mutu dan Keselamatan Pasien

1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu secara keseluruhan dengan terus menerus mengurangi risiko
terhadap pasien & staf baik dalam proses klinis maupun lingkungan fisik.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan evaluasi efektifitas
1) Efektifitas pengumpulan dan analisa data dalam program PMKP
2) Efektifitas pelaksanaan rencana program PMKP
3) Efektifitas proses peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
b. Untuk mengetahui proses pengelolaan data di rumah sakit
1) Pengumpulan
2) Validasi
3) Analisis
4) Penggunaan data untuk proses peningkatan pelayanan dan keselamatan
pasien
5) Penggunaan data untuk peningkatan secara terus menerus

6
BAB II
PEDOMAN PELAYANAN

2.1 BATASAN OPERASIONAL


Batasan Operasional dari Pedoman Pelayanan Mutu dan Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit Umum Petukangan
1. Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
2. Insiden Keselamatan Pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi
yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada
pasien.
3. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
4. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar
ke pasien.
5. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak timbul cedera.
6. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah Insiden yang mengakbatkan cedera pada
pasien.
7. Kejadian sentinel adalah suatu Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang
mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang teporer dan
membtuhkan intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis,
yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien.
8. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian.

7
9. Analisa data adalah kegiatan mengubah data hasil peneltian/ survei menjadi informasi
yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan.
10. Risiko adalah potensi terjadinya kerugian dan dapat timbul dari proses/kegiatan saat
sekarang.
11. Risiko klinis adalah semua isu yang berdampak terhadap pencapaian pelayanan pasien
yang bemutu, aman dan efektif
12. Risiko Non klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap tercapainya tugas
poko dan kewajiban hukum dari RS sebagai korporasi.
13. Manajemen risiko adalah Pendekatan Proaktif yang betujuan untuk mengidentifikasi,
menilai dan menyusun Prioritas Risiko untuk menghilangkan atau meminimalkan
dampaknya.
14. Asesmen Risiko adalah prose untuk membantu organisasi yang bertujuan menilai
tentang luasnya risiko yang dihadapi, kemampuan mengkontrol frekuensi dan dampak
risiko.
15. Risiko Register adalah bagian dari proses dari merekam bagaimana manajemen dari
risiko pada suatu area kerja atau organisasi.
16. Keselamatan Pasien adalah penurunan risiko dari harm yang berhubungan dengan
petugas kesehatan dengan dampak sekecil mungkin.
17. Formulir Laporan Internal Insiden Keselamatan Pasien adalah formulir laporan yang
dilaporkan ke Tim Komite Mutu di RS dalam waktu maksimal 2 x 24 jam/ akhir jam
kerja/ shift.
18. Formulir Laporan Eksternal Insiden Keselamatan Pasien adalah Formulir Laporan
yang dilaporkan ke Komite Mutu setelah dilakukan analisis dan investigasi.
19. Penyebab Insiden immediate/ direct cause adalah penyebab yang bersifat langsung
berhubungan dengan insiden/dampak terhadap pasien.
20. Akar masalah (root cause) adalah penyebab yang melatar belakangi penyebab
langsung.
21. Faktor konstributor adalah faktor yang melatar belakangi terjadinya insiden.
22. Metode Telusur adalah metode evaluasi untuk menelusuri sistem pelayanan RS secara
efektif dengan mencari bukti - bukti implementasi mutu pelayanan dan keselamatan
pada pelayanan pasien yang dirawat di rumah sakit.
23. SBAR adalah suatu standar dari komunikasi, penting dalam keselamatan pasien karena
membantu komunikasi individu satu dengan lainnya dengan berbagai sudut pandang.

8
SBAR, yaitu : Situation (situasi), Backround (Latar Belakang) Assessment,
Recommendasi (Rekomendasi).
24. Standarisasi dosis adalah elemen penting dari penggunaan yang aman.
25. Obat High Alert adalah obat yang memiliki resiko tinggi yang menyebabkan bahaya
yang bermakna bila digunakan dengan cara yang salah.
26. Area klinis adalah area yang menyangkut pelayanan kepada pasien
27. Manajmen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya melalui proses
perencanaan, pengorganisasian dan adanya kemampuan pengendalian untuk mencapai
tujuan
28. IAK (Indikator Area Klinis) adalah indikator yang bersumber dari area pelayanan
29. IAM (Indikator Area Manajemen) adalah indikator yang bersumber dari area
manajemen

2.2 LANDASAN HUKUM


Landasan Hukum dari Pedoman PMKP Rumah Sakit Umum Petukangan adalah :
a. Peraturan Kementrian Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
b. Pedoman Upaya Peningkatan Mutu tahun 1994
c. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tahun 2007
d. Panduan Nasional Keselamatan Pasien edisi 3 tahun 2015
e. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien edisi 2 Tahun 2008
f. Undang - undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
g. Undang - undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
h. Undang - undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
i. Peraturan Menteri Kesehatan No.1691/MENKES/PER/VII/2011 Tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit
j. Peraturan Menteri Kesehatan No.251/MENKES/SKVII/2012 Tentang Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
k. International Prinsiples for Healthcare Standards, A Framework of requirement for
standards, 3rd Edition December 2007, International Society for Quality in Health
Care/ISQua.
l. Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals 4rd Edition,
2011.
m. Instrumen Akreditasi Rumah Sakit/ KARS.
n. Peraturan Kementrian Kesehatan No. 56 tahun 2014.

9
o. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
p. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
q. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran.

2.3 TATA LAKSANA PELAYANAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN


RUMAH SAKIT UMUM PETUKANGAN :
1. Upaya peningkatan mutu :
a. Penetapan prioritas kegiatan yang akan dievaluasi
b. Diklat PMKP
c. Standarisasi proses asuhan klinis :
Memilih area prioritas yang akan di standarisasi (high volume, high risk, high
cost)
1) Penyusun panduan penyusunan PPK dan Clinical pathway
2) penyusunan PPK dan Clinical pathway
3) Audit pra implementasi untuk base line data
4) Sosialisasi PPK dan clinical pathway ke staff klinis terkait
5) Uji coba implementasi
6) Finalisasi PPK dan clinical pathway
7) Implementasi PPK dan cninical pathway
8) Audit pasca implementasi
d. Pengukuran mutu melalui pemilihan, penetapan, pengumpulan, dan analisa
untuk :
1) Indikator area klinis (11 indikator)
2) Indikator Internasional library (5 indikator)
3) Indikator area managerial
4) Indikator sasaran keselamatan pasien
5) Pengukuran mutu unit kerja dan pelayanan
6) Penilaian kinerja staff klinis (dokter, perawat/bidan dan staff klinis lainnya)
beserta staff non klinis lainnya
e. Melakukan koordinasi semua komponen dari kegiatan pengukuran dan
pengendalian di laboratorium klinis (koordinasi dengan kegiatan PPI) dan
dengan manajemen risiko klinis.

10
2. Manajemen Risiko Klinis
a. Menerapkan manajemen risiko klinis
b. Melaporkan dan analisis data insiden keselamatan pasien
c. Melaksanakan dan mendokumentasikan FMEA dan rancang ulang
d. Koordinasi kegiatan dengan tim PMKP

Langkah-langkah yang dilakukan oleh Rumah Sakit setelah prioritas dipilih dan
ditetapkan :
a. Susun ketentuan penyusunan PPk dan Clinical Pathway sehingga ada keseragaman
format
b. Susun PPK dan Clinical Pathway sesuai prioritas yang dipilih
c. Lakukan audit pra implementasi untuk PPK dan Clinical Pathway untuk base line
data
d. Lakukan uji coba
e. Lakukan finalisasi PPK dan Clinical Pathway
f. Tetapkan PPK dan Clinical Pathway yang akan di implementasikan
g. Lakukan implementasi untuk pengisian template di Rekam Medis
h. Lakukan audit paska implementasi

Kebijakan validasi data sebagai berikut :


a. Indikator baru diterapkan khususnya, indikator klinis yang dimaksudkan untuk
membantu rumah sakit melakukan evaluasi dan meningkatkan proses atau hasil
klinis yang penting.
b. Supaya diketahui publik, data dimuat di website rumah sakit atau dengan cara lain.
c. Suatu perubahan telah dilakukan terhadap indikator yang ada, seperti cara
pengumpulan data diubah atau proses abstraksi data, atau abstraktor diganti.
d. Data yang berasal dari indikator yang ada telah diubah tanpa ada penjelasan.
e. Sumber data telah diubah, seperti kalau sebagian dari rekam medis pasien
digantikan dengan format elektronik sehingga sumber data sekarang berupa kertas
maupun elektronik.
f. Subyek dari pengumpulan data telah diubah, seperti perubahan umur rata-rata
pasien, komorbiditas, perubahan protokol riset, penerapan pedoman praktek yang
baru, atau teknologi baru dan metodologi baru pengobatan diperkenalkan atau
dilaksanakan

11
Materi Standar Prosedur Operasional validasi data sebagai berikut :
a. Mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam
pengumpulan data sebelumnya.
b. Menggunakan sample statistik sahih dari catatan, kasus dan data lain. Sample
100% dibutuhkan hanya jika jumlah pencatatan,kasus atau data lainnya sangat
kecil jumlahnya.
c. Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang.
d. Kalkulasi akurasi dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan dengan
total jumlah data elemen dikalikan dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi 90%
adalah patokan yang baik.
e. Jika elemen data yang diketemukan ternyata tidak sama, dengan alasannya
misalmya data tidak jelas definisinya dan dilakukan tindakan koreksi.
f. Koleksi sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan
tindakanmenghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan (lihat juga KPS.11, EP
4)Rumah Sakit supaya menetapkan data yang harus divalidasi

3. Tata Laksana Pengumpulan Data Pelayanan Mutu dan Keselamatan Pasien


Rumah Sakit Umum Petukangan:
a. Tentukan sampel/populasi untuk mengumpulkan data.
b. Validasi data untuk keakuratan dan kelengkapan.
c. Lakukan perbaikan sesegera mungkin dengan membuat rencana tindak lanjut.
 Langkah - langkah pengumpulan Data:
1. Penanggung jawab mengumpulkan data, mencatat data ke dalam
formulir sensus harian atau input data ke dalam sistem Informasi dan
Teknologi (bila RS sudah mempunyai sistem Informasi dan Teknologi
untuk data indikator).
2. Data direkapitulasi dan dianalisa dalam bentuk grafik melalui sistem
Informasi dan Teknologi.
3. Interpretasi data.
4. Lakukan perbaikan untuk peningkatan mutu.

12
5. Buat laporan dari unit kepemimpinan/ komite Pelayanan Mutu dan
Keselamatan Pasien sesuai dengan Standar Prosedur Operasional di
Rumah Sakit Umum Petukangan.

4. Kegiatan Pokok
a. Upaya peningkatan mutu layanan
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah diawali dengan
persiapan akreditasi rumah sakit yang mengukur dan memecahkan masalah pada
tingkat input dan proses. Rumah sakit dipacu untuk dapat menilai diri (self
assessment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Penilaian kinerja /Performance Appraisal dari masing-masing staf
sesuai profesi pada saat bertugas, dilakukan oleh atasannya atau pejabat yang
berwenang dengan menggunakan Pedoman Penilaian Kinerja. Indikator mutu
(kunci indikator area klinis, area manajemen dan sasaran keselamatan pasien).
b. Standarisasi Proses Pelayanan
Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang
terukur dan dalam jangkauan waktu tertentu selama di rumah sakit. Penetapan
paling sedikit 5 area prioritas oleh pimpinan RS dengan fokus penggunaan
pedoman praktik klinis, clinical pathway dan/atau protokol klinis. Tentukan dulu
lima area prioritas untuk clinical pathway. Dalam memilih area prioritasyang akan
distandarisasi berdasarkan high volume, high risk, high cost.
c. Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien adalah hak setiap pasien yang mempercayakan asuhan
mereka kepada lembaga pelayanan kesehatan dimana asuhan yang aman tersebut
adalah suatu keharusan. Indikator Keselamatan Pasien adalah suatu variabel yang
digunakan untuk menilai perubahan dalam keselamatan pasien. Sasaran
keselamatan pasien merupakan salah satu indikator mutu kunci.

5. Rincian Kegiatan
Secara rinci Kegiatan Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan di Rumah Sakit
Umum Petukangan dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Upaya peningkatan mutu pelayanan

13
1) Direktur rumah sakit menetapkan indikator kunci/area sasaran untuk:
a) Monitor struktur, proses dan hasil/penilaian (outcomes) dari
rencana/program peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
b) Menilai setiap dari struktur, proses dan hasil setiap upaya klinik
c) Menilai setiap dari struktur, proses dan outcomes manajemen.
d) Menilai setiap dari sasaran keselamatan pasien internasional.
2) Direktur rumah sakit bertanggung jawab menentukan pilihan terakhir dari
indikator kunci pada area klinik yang digunakan dalam kegiatan peningkatan
mutu, meliputi:
a) Asesmen terhadap area klinik
b) Pelayanan laboratorium
c) Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
d) Prosedur bedah
e) Penggunaan antibiotika dan obat lainnya
f) Kesalahan medis (medication error) dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
g) Anestesi dan penggunaan sedasi
h) Penggunaan darah dan produk darah
i) Ketersediaan, isi dan penggunaan catatan medik
j) Pencegahan dan kontrol infeksi, surveilans dan pelaporan
k) Riset klinik
Dari 11 indikator area klinis diatas, Direktur Rumah Sakit menentukan paling
sedikit 5 indikator area klinis yang digunakan dalam kegiatan peningkatan mutu.
3) Direktur Rumah Sakit menetapkan indikator terkait dengan upaya manajemen,
meliputi:
a) Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat untuk memenuhi kebutuhan
pasien
b) Pelaporan yang diwajibkan oleh perundang-undangan
c) Manajemen resiko
d) Manajemen penggunaan sumber daya
e) Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
f) Harapan dan kepuasan staff
g) Demografi pasien dan diagnosis klinik
h) Manajemen keuangan

14
i) Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan
masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staff
Dari setiap indikator manajemen tersebut diatas, pilih minimal satu indikator
untuk setiap area manajerial. Masing-masing indikator tersebut dibuatkan kamus
indikator.
4) Direktur rumah sakit bertanggung jawab memilih target dari kegiatan yang akan
dinilai dari indikator klinis dan area manajerial tersebut diatas serta menetapkan:
1) Proses, prosedur dan hasil (outcome) dari indikator yang akan dinilai
2) Ketersediaan dari ”ilmu pengetahuan” (science) dan “bukti” (evidence)
untuk mendukung penilaian
3) Cara penilaian indikator yang dilakukan kemudian diserasikan dengan
rencana menyeluruh dari peningkatan mutu dan keselamatan pasien
4) Cakupan, metodologi, jadwal dan frekuensi dari penilaian indikator
5) Data penilaian klinis dikumpulkan dan digunakan untuk melakukan evaluasi
terhadap efektivitas dari upaya peningkatan mutu
5) Direktur Rumah Sakit menetapkan area sasaran untuk penilaian yang merupakan
bagian dari program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Hasil penilaian
disampaikan kepada pihak terkait dalam mekanisme pengawasan dan secara
berkala kepada Direktur dan Pemilik Rumah Sakit sesuai struktur Rumah Sakit
yang berlaku.
6) Diklat Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Diadakan pelatihan bagi staf sesuai dengan peranan mereka dalam program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang diberikan oleh individu yang
berpengetahuan luas dan berkualifikasi (direktur rumah sakit, para manajer,
ketua peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan penanggung jawab
pengumpul data yang telah mengikuti diklat).
b. Standarisasi proses pelayanan
1) Memilih area prioritas yang akan di standarisasi (high volume, high risk, high
cost),
2) Penyusun panduan penyusunan PPK dan CP
3) Penyusunan PPK dan CP
4) Audit pra implementasi untuk base line data Standarisasi Proses Pelayanan
5) Sosialisasi PPK dan CP ke staf klinis terkait
6) Uji coba implementasi

15
7) Finalisasi PPK dan CP
8) Implementasi PPK dan CP Audit paska implementasi

c. Keselamatan Pasien
1) Indikator Mutu
a) Pemilihan prioritas, meliputi: proses utama yang kritikal, risiko tinggi,
cenderung bermasalah yang langsung terkait dengan mutu asuhan dan
keamanan lingkungan, Direktur menggunakan data dan informasi yang
tersedia untuk melakukan identfikasi area prioritas. Enam sasaran
keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
a) Ketepatan identifikasi pasien,
b) Peningkatan komunikasi yang efektif,
c) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-
alertmedications),
d) Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi,
e) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan,
f) Pengurangan risiko pasien jatuh.
b) Dalam menetapkan prioritas kegiatan peningkatan dan keselamatan pasien,
direktur menetapkan salah satu prioritas dari enam sasaran keselamatan
pasien.
2) Staf rumah sakit yang memiliki pengalaman klinis atau managerial, pengetahuan
dan keterampilan cukup melakukan pengumpulan data, analisis data serta
mengubah menjadi informasi dengan menggunakan metode dan teknik – teknik
statistik yang sesuai kemudian melakukan pelaporan kepada direktur rumah sakit
serta kordinator unit yang bertanggung jawab dan dilakukan tindak lanjut.
3) Frekuensi analisis data disesuaikan dengan proses yang sedang dikaji sesuai
dengan ketentuan rumah sakit.
4) Analisis dilakukan dengan membuat perbandingan secara internal dari waktu ke
waktu kemudian membandingkan dengan rumah sakit lain yang sejenis/setara
sesuai standar yang baik dan benar.
5) Direktur rumah sakit bertanggung jawab atas data yang disampaikan ke publik
dari segi mutu dan hasil (outcome) upaya klinik, keselamatan pasien atau tentang
hal-hal lainnya, serta dapat memastikan data yang disampaikan dapat
dipertanggung jawabkan,telah dievaluasi dari segi validitas dan reliabilitasnya.

16
6) Rumah Sakit menetapkan definisi kejadian sentinel.
7) Direktur rumah sakit menetapkan batas waktu 2x24 jam dalammelakukan
analisis akar masalah “RCA”(Root Cause Analysis) serta mengambil tindakan
terhadap semua kejadian sentinel yang terjadi berdasarkan hasil “RCA” (Root
Cause Analysis).
8) Rumah sakit melakukan analisis secara intesif terhadap data bila terjadi
penyimpangan tingkatan, pola atau kecendrungan dari Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD).
9) Rumah sakit melakukan analisis terhadap hal – hal berikut :
1) Semua reaksi tranfusi yang terjadi di rumah sakit.
2) Semua kejadian kesalahan obat, jika terjadi sesuai definisi yang ditetapkan
rumah sakit.
3) Semua kesalahan medis (medical error) yang signifikan jika terjadi sesuai
dengan definisi rumah sakit.
4) Kejadian tidak diharapkan (KTD) atau pola kejadian yang tidak diharapkan
dalam keadaan sedasi atau selama dilakukan anestesi.
5) Semua ketidakcocokan (discrepancy) antara diagnose pra dan pasca operasi.
6) Kejadian lain, seperti ledakan infeksi mendadak (infection outbreak).
10) Rumah Sakit Umum Petukangan menetapkan proses yang dilakukan untuk
pelaporan Kejadian Nyaris Cidera (KNC) serta melakukan analisis data dan
tindakan yang harus diambil untuk mengurangi Kejadian Nyaris Cidera (KNC).
11) Rumah sakit membuat rencana atau program guna melaksanakan proses yang
konsisten untuk identifikasi area prioritas, mendokumentasikan peningkatan,
perbaikan mutu dan keselamatan pasien yang dicapai serta mempertahankannya
sebagaimana yang ditetapkan direktur rumah sakit.
12) Direktur rumah sakit menetapkan prioritas perbaikan mutu dan keselamatan
pasien di area perbaikan. Serta menyediakan sumber daya manusia atau lainnya
pada setiap area klinis yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

Untuk melaksanakan kegiatan pokok dan rincian kegiatan diatas menggunakan metode
sebagai berikut:
1. Edukasi staf PJ/ PIC pengumpul data

17
Diadakan pelatihan bagi staf baik eksternal maupun internal sesuai dengan peranan
mereka sebagai PJ/ PIC pengumpul data dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.

2. Pelaksanaan pengumpulan data


Standar/ indikator yang sudah disepakati disetiap unit pelayanan akan diimplementasikan
dalam semua lini pelayanan termasuk pimpinan, pemberi pelayanan langsung maupun
pemberi pelayanan penunjang. Pencatatan harian data indikator mutu melalui dashboard
disetiap unit kemudian di rekapitulasi bulanan. Data dikumpulkan dari tiap unit kepada
manager terkait dan oleh tim mutu Rumah Sakit Umum Petukangan dilakukan evaluasi
berkesinambungan setiap bulan.
3. Validasi data indikator mutu area klinis
Rumah sakit mengintegrasikan kegiatan validasi data kedalam proses manajemen mutu
dan proses peningkatan mutu, sehingga data yang disampaikan ke publik dapat di
pertanggung jawabkan dari segi mutu dan hasilnya (outcome).
4. Analisa data indikator
Analisa data dilakukan setiap bulan. Metoda dan tehnik-tehnik statistik digunakan dalam
melakukan analisis dari proses, bila diperlukan.
5. Penyusunan laporan mutu ke Direktur
Laporan mutu dikirimkan ke Direktur setiap bulan. Data penilaian indikator klinis
digunakan untuk mengevaluasi mutu kinerja klinis. Data penilaian indikator manajerial
dikumpulkan dan digunakan untuk mengevaluasi efektivitas dari peningkatan mutu
manajerial. Sedangkan penilaian indikator keselamatan pasien digunakan untuk
mengevaluasi sasaran keselamatan pasien.
6. Feedback hasil mutu ke unit kerja
Hasil analisa penilaian kinerja unit/ bidang oleh tim mutu akan disampaikan ke
bagian/unit terkait untuk dilakukan tindak lanjut dan perbaikan berkesinambungan.
7. Pertemuan berkala dengan Komite PPI untuk membahas hasil surveilance/indikator area
klinis.
Proses pengendalian dan pencegahan infeksi diintegrasikan dengan keseluruhan program
rumah sakit dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
8. Pertemuan berkala dengan Tim KPRS untuk membahas hasil indikator area keselamatan
pasien.

18
Proses kegiatan keselamatan pasien diintegrasikan dengan keseluruhan program rumah
sakit dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN

1. Program Manajemen Risiko di Tim Manajemen Risiko


Perlu disusun pedoman, program, panduan dan SPO kemudian disosialisasikan ke seluruh
unit kerja
2. Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) di Unit Kerja
a. Perlu peningkatan motivasi unit kerja untuk melaksanakan pengumpulan data dan
pelaporan indikator mutu unit kerja
b. PDSA terhadap indikator mutu unit yang belum mencapai target belum dilaksanakan
c. Melaksanakan koordinasi dengan kepala unit setiap bulanan untuk membahas
indikator unit
3. Pemantauan Healthcare Assosiated Infections (HAIs) di Komite PPI
a. IPCN telah dilaksanakan tugasnya purna waktu
b. Hasil pematauan HAIs :
4. Rapat Bulanan di Komite Medik
a. Sudah dilaksanakan secara regular sesuai jadwal namun masih tindak lanjut dengan
menghadirkan dokter konsultan
b. Monev pelaksanaan morning report sudah dilakukan oleh komite medik
c. Evaluasi dan tindak lanjut dilakukan dengan membuat laporan kepada Direktur
Rumah Sakit Umum Petukangan.
5. Audit Medik di Komite Medik
Audit Medik dilakukan oleh komite medik setiap 6 bulan
6. Audit Keperawatan di Komite Keperawatan
Audit Keperawatan dilakukan oleh Komite Keperawatan 6 bulan sekali
7. Pelaksanaan kerjasama dan perjanjian lainnya di Tim Pelaksana Kerjasama
Belum dibuat laporan dan tindak lanjut secara berkala
8. Penilaian Kinerja yang Dilaksanakan di Tim Penilaian Kinerja
a. Pembentukan Tim penilaian kinerja di level RS
b. Panduan pelaksanaan penilaian kinerja individu meliputi professional kesehatan,
Direksi, dan rumah sakit

19
c. Untuk tenaga kontrak menggunakan penilaian kinerja sesuai panduan

PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN

1. Dilakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan secara berkala


a. Harian (laporan dari Rawat Inap).
b. Mingguan (laporan manajer)
c. Bulanan (laporan Kepala Unit Kerja & laporan Komite)
d. Tribulan (laporan ke PT & laporan Komite)
e. Semester (laporan ke PT)
f. Tahunan (laporan Kepala Unit Kerja & laporan ke PT)
2. Sarana yang dipergunakan dalam monitoring dan evaluasi adalah :
a. Laporan langsung ke Tim PMKP / Direktur ( secara teratur dan insidentil ).
b. Rapat kerja unit.
c. Rapat kerja manajer.
d. Rapat kerja bulanan.
e. Rapat kerja direksi.
f. Rapat kerja wakil direksi.
g. Rapat komite – komite.
h. Rapat koordinasi.
i. Rapat PT Rumah Sakit.

2.4 LOGISTIK
1. Software/program untuk melakukan analisa data
2. Komputer
3. Dokumen Data Indikator Mutu
4. Dokumen Hasil Root Cause Analysis mengenai adanya Insiden Keselamatan
Pasien
5. Printer
6. Alat – alat tulis
7. Kertas

2.5 KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT UMUM PETUKANGAN

20
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Insiden Keselamatan Pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja
dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.
Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan, Menteri membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien untuk meningkatkan
keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Komite Nasional Keselamatan
Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan organisasi fungsional dibawah
koordinasi Direktorat Jenderal, serta bertanggung jawab kepada Menteri. (3) Keanggotaan
Komite Nasional Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri atas usulan Direktur Jenderal. (4) Keanggotaan Komite Nasional
Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang terdiri dari unsur Kementerian
Kesehatan, kementerian/lembaga terkait, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan, dan organisasi
profesi terkait.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite Nasional
Keselamatan Pasien menyelenggarakan fungsi: a. penyusunan standar dan pedoman
Keselamatan Pasien; b. penyusunan dan pelaksanaan program Keselamatan Pasien; c.
pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan Insiden, analisis, dan penyusunan
rekomendasi Keselamatan Pasien; d. kerja sama dengan berbagai institusi terkait baik dalam
maupun luar negeri; dan e. monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Keselamatan
Pasien. Penyelenggaraan Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui pembentukan sistem pelayanan yang menerapkan: a. standar Keselamatan Pasien; b.
sasaran Keselamatan Pasien; dan c. tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien.
Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi
standar: a. hak pasien; b. pendidikan bagi pasien dan keluarga; c. Keselamatan Pasien dalam
kesinambungan pelayanan; d. penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan peningkatan Keselamatan Pasien; e. peran kepemimpinan dalam meningkatkan
Keselamatan Pasien; f. pendidikan bagi staf tentang Keselamatan Pasien; dan g. komunikasi
merupakan kunci bagi staf untuk mencapai Keselamatan Pasien.

21
Organisasi terkait Keselamatan Pasien adalah sebagai berikut : Sesuai standar RS, Standar
Profesi, Good Profesional Practice, EB Practice, Good Corporate Governance, Komite Etik
RS, Good Clinical Governance, Komite Medis, Komite Etik, Medical Audit, Clinical
Indicator, Credentialing, EBM, Konsep & Evaluasi Mutu: QA, TQM, PDCA, Akreditasi,
ISO, Sistem Rekam Medis, Informed consent
Pada Keselamatan Pasien harus mengandung unsur: Just Culture, Reporting Culture,
Learning culture, Informed Culture, Flexible Culture dan Generative Culture. Strategi
Keselamatan Pasien: Macro Level mencakup Pembangunan Kapasitas Nasional, Meso Level
mencakup Pembangunan Kapasitas Institusional dan Micro Level mencakup Pembangunan
Kapasitas Profesional. Tiga Tingkat Determinan Keselamatan Pasien: Prilaku manusia
(Manajemen dan Klinisi) sebagai determinan keselamatan pasien, Governance (Corporate &
Clinical) : determinan dalam perilaku manusia. Governing Board: determinan dalam
menciptakan "good" governance (corporate & clinical).
Sasaran Keselamatan Pasien adalah Ketetapan identifikasi pasien, Peningkatan
Komunikasi yang efektif, Peningkatan Keamanan Obat yang perlu diwaspadai, Kepastian
tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan dan Pengurangan risiko jatuh. Pelayanan yang dapat dikendalikan dalam
keselamatan pasien adalah : Pengendalian Infeksi Nosokomial, Safe Blood transfusion,
Farmasi Rumah Sakit, Penggunaan obat rasional, Laboratorium, Radiologi, dan Penunjang
Medis. Untuk mengendalikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Umum Petukangan,
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit: Bangun kesadaran akan
nilai keselamatan pasien, Berikan pendampingan staff, Integrasikan aktivitas risiko,
Kembangkan sistem pelaporan, Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, Belajar dan
berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien, dan Cegah cedera melalui implementasi
sistem Keselamatan Pasien.

2.6 KESELAMATAN KERJA


Keselamatan kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan,
kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun yang berhubungan
dengan peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan lingkungan kerja secara langsung.
Pelaksanaan keselamatan kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat
kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan
atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan

22
korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat
mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya
akan berdampak pada masyarakat luas.
Keselamatan kerja dapat diartika sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama
melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang
harus dilakukan selama bekerja.
Unsur – unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
a. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja
b. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja
c. Teliti dalam bekerja
d. Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan
kerja
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keselamatan kerja adalah upaya
perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja di
tempat kerja.
Pemeriksaan kesehatan untuk keselamatan kerja dilakukan bagi Sumber Daya
Manusia di rumah sakit, meliputi : a. pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, b. pemeriksaan
kesehatan berkala, c. pemeriksaan kesehatan khusus dan pemeriksaan kesehatan pasca
bekerja. Jenis pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud disesuaikan berdasarkan resiko
pekerjaan.
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracu (B3) bertujuan untuk melindungi sumber daya
manusia di rumah sakit melindungi pasien dan pendamping pasien, melindungi pengunjung
maupun lingkungan rumah sakit dari pajanan dan limbah bahan berbahaya dan beracun.
Sarana keselamatan bahan berbahaya dan beracun meliputi : a. lemari bahan berbahaya dan
beracun, b. penyiram badan, c. pencuci mata, d. alat pelindung diri, e. rambu dan symbol
bahan berbahaya dan beracun, f. spill kit.

2.7 PENGENDALIAN MUTU


Pengertian Mutu Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada
beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu
dicurahkan pada pekerjaan.
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.

23
Mutu pelayanan Rumah Ibu dan Anak Grand Family adalah derajat
kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit Umum Petukangan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang
tersedia di Rumah Sakit Umum Petukangansecara wajar, efisien dan efektif serta
diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio
budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit Umum
Petukangandan masyarakat konsumen.
Pihak Yang Berkepentingan Dengan Mutu Banyak pihak yang berkepentingan
dengan mutu, yaitu : a. Konsumen b. Pembayar/perusahaan/asuransi c. Manajemen
Rumah Sakit d. Karyawan Rumah Sakit e. Masyarakat f. Pemerintah g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya
terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional. Dimensi Mutu Dimensi
atau aspeknya adalah : a. Keprofesian b. Efisiensi c. Keamanan Pasien d. Kepuasan
Pasien e. Aspek Sosial Budaya
Mutu Terkait Dengan Input, Proses, Output Dan Outcome Pengukuran mutu
pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan 3 variabel, yaitu :
a. Input, adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi,
organisasi, informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu
memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu
pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan
pelayanan kesehatan.
b. Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan interaksi
profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat).
Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang penting.
c. Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit kerja/rumah sakit.
d. Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada
konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Pengendalian Mutu adalah semua fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan
untuk mencapai sasaran perusahan dalam hal mutu barang atau jasa yang diproduksi.
Pengertian mutu meliputi desain, mutu dari segi kesesuaianya dengan spesifikasi dan
mutu atas penampilan produk. Pengendalian mutu meliputi fungsi - fungsi berikut :
mendesain produk sesuai dengan keinginan konsumen, menetapkan standar untuk

24
pengukuran, memilih proses produksi yang cocok serta peralatan yang diperlukan,
memeriksa produk untuk melihat apakah sudah sesuai dengan spesifikasi standar,
mencari umpan balik dari konsumen, melakukan koresi atas desain produk.
Standar mutu suatu produk disesuaikan dengan selera konsumen. Keputusan untuk
membeli atau tidak membeli pada suatu harga tertentu didasarkan atas rasa puas pada
produk atau jasa yang bersangkutan. Manajemen harus memutuskan karakteristik
produk atau jasa yang dihasilkan dan kemudian mendesain serta memproduksinya.
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan no. 64 tahun 2015 pasal 799 bidang
akreditasi dan pengendalian mutu mempunya tugas melaksanakan penyusunan
kebijakn teknis dan pelaksanaan di bidang fasilitas akreditasi dan pengendalian mutu
pendidikan sumber daya manusia kesehatan. Dalam melaksanakan tugas sebagimana
dimaksud dalam pasal 799 bidang fasilitas akreditasi dan pengendalian mutu
menyelenggarakan fungsi : a. penyiapan penyusunan kebijakan teknis di bidang
fasilitas akreditasi dan pengendalian mutu sumber daya manusia kesehatan, b.
penyiapan pelaksanaan dibidang fasilitas akreditasi dan pengendalian mutu pendidikan
sumber daya manusia kesehatan.
Konsep Manajemen Mutu Terpadu adalah pendekatan manajemen untuk
memadukan upaya-upaya pengembangan mutu, pemeliharaan mutu, dan peningkatan
mutu dari berbagai kelompok dalam organisasi untuk menghasilkan produk-produk
yang paling ekonomis serta terpenuhinya kepuasan dari konsumen.
Konsep manajemen mutu terpadu ada 3 :
1. Terpadu adalah mutu sebagai integral dari setiap fase dalam organisasi dengan
tumbuhnya saling berkaitan dan ketergantungan satu sama lain,
2. Mutu didasarkan pada kebutuhan pelanggan bukan atas dasar ukuran atau
parameter dari suatu produk atau jasa
3. Manajemen merupakan bagian yang penting dari suatu konsep.
Prinsip pengendalian mutu :
1. Memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pelanggan,
2. Melakukan perbaikan secara berkelanjutan dalam jangka panjang dan dalam
seluruh proses dan output organisasi,
3. Mengambil langkah-langkah untuk meibatkan seluruh karyawan dalam upaya
memperbaiki mutu.
Mutu pelayanan rumah sakit dipengaruhi oleh kualitas fisik, jenis tenaga yang
tersedia, obat, alat kesehatan, serta proses pemberian pelayanan. Sesuai dengan

25
pengertian mutu pelayanan kesehatan (Azrul Azwar) dapat disimpulkan mutu pelayan
merupakan kesesuaian pelayanan kesehatan dengan standar profesi dengan
memanfaatkan sumber daya secara baik sehingga semua kebutuhan pelanggan dan
tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dapat tercapai.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalahbila pelayanan tersebut sesuai
dengan standar yang ada. Standar harus valid adalah standar yang ada kaitan kuat
antara standar dengan hasil yang diinginkan. Bila stabdar dipatuhi maka hasil yang
diinginkan dapat tercapai. Standar harus ditulis dengan jelas sehingga petugas tidak
salah menterjemahkan ke dalam pelayanan. Peran standar dalam penjaminan mutu
pelayan kesehatan sangat penting karena untuk dapat melakukan pendekatan
penjaminan mutu dalam pelayan kesehatan perlu memahami apa yang dimaksud
dengan standar.
Standar pelayanan kesehatan adalah rumusan penampilan atau nilai yang
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan
(Slee, 1974). Standar pelayanan kesehatan adalah kisaran variasi yang dapat diterima
yang dirancang secara professional berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan
(Donabedian,1981). Standar pelayanan kesehatan adalah keadaan ideal atau tingkat
pencapaian tertinggi dan sempurna yang digunakan sebagai batas penerimaan
minimal. Standar pelayanan kesehatan adalah pernyataan tertulis yang berisi
spesifikasi atau rincian tentang sesuatu hal khusus yang memperlihatkan tujuan, cita-
cita, keinginan, kriteria, ukuran, patokan, dan pedoman (Elly Erawati, 2010).
Pengendalian mutu pelayanan kesehatan harus memenuhi unsur-unsur : A
(Audience) adalah subjek yang harus melakukan sesuatu atau pihak yang harus
melaksanakan dan mencapai isi standar, B (Behavior) adalah apa yang harus
dilakukan, diukur, dicapai, atau dibuktikan, C (Competence) adalah kompetensi /
kemampuan/ spesifikasi/ target atau kriteria yang harus dicapai, D (Degree) adalah
tingkat/ periode/ frekuensi atau waktu yang dibutuhkan.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan
upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu
pelayanan Rumah Sakit Umum Petukangan, memecahkan masalah-masalah yang ada
dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan Rumah Sakit Umum
Petukanganakan menjadi lebih baik. Di Rumah Sakit Umum Petukanganupaya
peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau
pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah

26
Sakit Umum Petukanganakan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan
mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di Rumah Sakit Umum Petukangan
termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang. Upaya
peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau pelayanan
dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari bahwa
mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan
biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit. Berdasarkan hal di atas
maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit Umum Petukangan.
Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Petukangan
Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Petukangan adalah
keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut
input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan
menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan masalah-
masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit
Umum Petukanganberdaya guna dan berhasil guna.
Strategi Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Tk. III
Baladhika Husada maka disusunlah strategi, sebagai berikut :
1. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada sehingga dapat menerapkan
langkahlangkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
2. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada, serta upaya meningkatkan kesejahteraan
karyawan.
3. Menciptakan budaya mutu di. Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada, termasuk
di dalamnya menyusun program mutu Rumah Sakit Tk. III Baladhika Husada
dengan pendekatan PDCA cycle.
Pendekatan Pemecahan Masalah Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu
proses siklus (daur) yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus
ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat
penting dari seluruh proses siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan
selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul apabila,
diantaranya :

27
1. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan.
2. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
3. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian
kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang
masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap
pertama.

BAB III
PENUTUP

Melalui pedoman PMKP yang telah dibuat dan disetujui oleh Rumah Sakit diharapkan
program dan SPO yang terkait dengan Penjaminan mutu dan keselamatan pasien menjadi lebih
terarah dan jelas serta berstandar, sesuai dengan tujuan dari PMKP yaitu : meningkatkan mutu
secara keseluruhan dengan terus menerus mengurangi resiko terhadap pasien dan staf baik
dalam proses klinis maupun lingkungan fisik. Kegiatan peningkatan mutu diharapkan berjalan
secara berkesinambungan dan berkelanjutan untuk menunjang pelayanan rumah sakit yang
aman dan bermutu. Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan akan di review secara
berkala, paling lambat 3 tahun sekali. Sehingga diharapkan melalui pedoman yang telah
disetujui, mampu memfasilitasi dalam meningkatkan pejaminan mutu dan keselamatan pasien
di Rumah Sakit Umum Petukangan.

28

Anda mungkin juga menyukai