KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2015
Panduan
Upaya Peningkatan Mutu
RSUP Dr M . Djamil Padang
(Edisi 2)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
4
5
8
BAB I.
PENDAHULUAN
10
14
14
18
20
22
22
22
24
30
30
30
31
31
32
32
35
37
DAFTAR PUSTAKA..
38
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA
Gambar 2. Relationship Between Control Dan Improvement Under PDCA Cycle
Gambar 3. Analisis Fishbone
Gambar 4. Siklus PDCA
Gambar 5. Langkah-Langkah Manajemen Risiko
24
25
26
26
33
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional adalah terwujudnya derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Tujuan nasional tersebut akan dapat dipenuhi apabila
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dapat tercapai. Oleh karena itu pelayanan
kesehatan yang bermutu akan menjadi salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan oleh setiap
orang.
Meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat akan merubah
sistem nilai dan orientasi dalam masyarakat. Masyarakat mulai cenderung menuntut
pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu, sehinggaperlu upaya
peningkatanmutu pelayanan terutama di bidang kesehatan.
Organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit adalah organisasi jasa pelayanan
yang bersifat umum. Oleh karenanya rumah sakit perlu memiliki karakter mutu, pelayanan
prima yang sesuai dengan harapan pasien dan menjaga keselamatannya. Semakin
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan rumah sakit maka fungsi pelayanan
rumah sakit secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien
serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.
Sesuai visi, misi dan tujuan Rumah Sakit banyak program dan kegiatan Rumah Sakit
yang harus dilaksanakan, baik yang bersifak pelayanan medis, maupun pelayanan umum bagi
pasien sebagai pelanggan utama, maupun pelanggan lain yang menjadi sasaran Rumah Sakit.
RSUP Dr. M. Djamil Padang sebagai pusat rujukan untuk Sumatera akan terus melaksanakan
upaya peningkatan mutu pelayanan di semua satuan kerja, sehingga pelayanan yang diberikan
akan menjawab tuntutan masyarakat. Sebagai acuan dalam upaya tersebut, perlu disusun
suatu Panduan Upaya Peningkatan Mutu RSUP Dr. M. Djamil Padang. Buku panduan ini
merupakan konsep dan program upaya peningkatan mutu pelayanan RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Panduan ini juga menguraikan tentang prinsip peningkatan mutu, langkah-langkah
pelaksanaannya dan dilengkapi dengan kamus indikator mutu RSUP Dr M Djamil Padang.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang
baru.Sekitar 20 abad sebelum Masehi pada zaman Hammurabi dari Babilon telah dikenal
upaya-upaya peningkatanmutu pelayanan, demikian pula pada zaman Hippocrates sekitar 25
abad sebelum masehi. Tahun (1820 1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris
menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu
ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah hospital should do the patient no harm,
Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Upaya peningkatan mutu pelayanan medik di Amerika Serikat dimulai oleh ahli bedah
Dr. E. A. Codman dari Boston dalam tahun 1917. Codman dan beberapa ahli bedah lain
kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka
berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di
rumah sakit, untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang
terkait dengan pembedahan. Inilah yang menjadi upaya pertama yaitu berusaha
mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons (ACS)
menyusun suatu Hospital Standardization Programme.Program standarisasi adalah upaya
pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini
ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak rumah sakit tertarik
untuk ikut serta. Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat, memunculkan
spesialisasi ilmu kedokteran di luar bedah yang juga berkembang dengan cepat. Oleh karena
itu program standarisasi juga perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians,
American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on
Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi
rumah sakit. Akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di rumah sakit, namun telah
memacu rumah sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai
dengan sumber daya yang ada. Dalam rangka memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun
1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan
revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah Federal
memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan Medicare Act. Undang-undang ini
mengabsahkan akreditasi rumah sakit menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak
saat itu rumah sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi
kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat menentukan
utilisasi rumah sakit karena hanya 9,3% biaya rumah sakit berasal dari pembayaran langsung
oleh pasien.Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu rumah sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang
dilaksanakan dengan baik.
Australian Council on Hospital Standards (ACHS) di Australia didirikan dengan susah
payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3
Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup
semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir
sama dengan di Amerika.
Perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan di Eropa Barat sangat tinggi,
sehingga masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi
kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar
diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Oleh
karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif
untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu
pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing. Tahun 1982
kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya meningkatkan mutu dan
penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi peningkatan
mutu pelayanan. Bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk
oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk
Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional
upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal.
Negara pertama di Benua Asia yang sudah mempunyai program peningkatan mutu
dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan
metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu
pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda.
Penetapan langkah awal yang sangat mendasar dan terarah di Indonesia yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan
kelas
Rumah
Sakit
pemerintah
melalui
Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah
Sakit A, B, C, D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari
tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan
prasarana untuk masing-masing kelas rumah sakit.
melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien.
Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah
Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan
penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui
penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit
Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali
Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba
menerapkan Gugus Kendali Mutu.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di
atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas
walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
Agar upaya peningkatan mutu di rumah sakit dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya penigkatan
mutu pelayanan dan kinerja.
A. MUTU PELAYANAN
1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang
secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu merupakan perwujudan atau gambaran hasil yang mempertemukan
kebutuhan dari pelanggan dan oleh karena itu memberikan kepuasan (Juran,
1988).
b. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
c. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu
dicurahkan pada pekerjaan
d. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2. Definisi Mutu Pelayanan Kesehatan
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit
secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai
dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan
dan kemampuan rumah sakit dan masyarakat konsumen.
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu:
a.
Konsumen
b.
Pembayar/perusahaan/asuransi
c.
d.
e.
Masyarakat
f.
Pemerintah
10
g.
Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya
terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.
4. Dimensi Mutu
Kegiatan menjaga mutu dapat menyangkut satu atau beberapa dimensi sebagai berikut
adalah :
a. Kompetensi teknis (Technical Competence)
Kompetensi teknis berkaitan dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan
petugas, manajer, dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan
bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam
hal: kepatuhan, ketepatan, kebenaran, dan konsistensi.
b. Akses terhadap pelayanan (Access to Service)
Akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis,
sosial, ekonomi, budaya, organisasi atau hambatan bahasa. Akses geografis dapat
diukur denga jenis transportasi, jarak, waktu perjalanan dan hambatan fisik lain
yang dapat menghalangi seseorang untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan pasien untuk membayar pelayanan
yang diberikan. Akses social atau budaya berkaitan dengan diterimanya pelayanan
yang berkaitan dengan nilai budaya, kepercayaan, dan perilaku. Akses organisasi
berkaitan dengan sejauh mana pelayanan diatur untuk kenyamana pasien. Akses
bahasa berarti bahwa pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat yang
dipahami pasien.
c. Efektifitas (Effectiveness)
Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas yang menyangkut norma
pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada.
d. Efisiensi(Efficiency)
Efisiensi pelayanan kesehatan merupakan dimensi yag penting dari kualitas
karena efisiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan, apalagi
sumberdaya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas. Pelayanan yang efisien
akan memberikan perhatian yang optimal kepada pasien dan masyarakat. Petugas
akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumberdaya yang dimiliki.
11
12
memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu
pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan
pelayanan kesehatan.
b. Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan interaksi
profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat).
Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang penting.
c. Output, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada
konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Rumah sakitadalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat
pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di rumah sakit
menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis
disiplin. Agar rumah sakit mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus
memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun
administrasi kesehatan. Upaya menjaga dan meningkatkan mutu, rumah sakit harus
mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dan kinerja rumah sakitdiawali dengan
penilaian akreditasi rumah sakityang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat
input dan proses. Pada kegiatan ini rumah sakitharus menetapkan standar input, proses
dan output, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. Rumah
sakit dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil
kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan rumah sakit
yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja
rumah sakit tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan
output yang baik pula. Indikator rumah sakit yang disusun dengan tujuan untuk dapat
mengukur kinerja mutu rumah sakit secara nyata.
13
14
3. Indikator mutu
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator area klinis, indikator area manajerial,
dan inidikator sasaran keselamatan pasien yang berdasarkan pada efektifitas
(effectivenes),
efisiensi
(efficiency),
keselamatan
(safety)
dan
kelayakan
(appropriateness).
4. Strategi
Strategi untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit adalah sebagai
berikut:
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan rumah sakit sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya
peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di rumah
sakit, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di rumah sakit
pemecahan
berkesinambungan.
masalah
merupakan
suatu
proses
siklus
yang
masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses
siklus, karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan
pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul apabila :
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat penyimpangan
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian
kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang
masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap
pertama.
C. INDIKATOR MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
15
16
tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan
waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50
kali.
Rumus:
BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur
5. NDR (Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk
tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan
di rumah sakit.
Rumus:
NDR= (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati) ) X
1000
6. GDR (Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000
penderita keluar.
Rumus:
GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X
1000
17
BAB IV
UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan rumah sakit
A. INDIKATOR, KRITERIA, DAN STANDAR
1. Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator
yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
2. Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
3. Standar :
a. Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang
dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
b. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
c. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
B. PRINSIP UPAYA PENINGKATAN MUTU
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus
memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
18
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada
untuk perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di dalam
maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk
dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu
tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan rumah sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
19
BAB V
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang
diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas
kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality os customers
satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di rumah sakit
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus pengendalian
(control cycle) dengan memutar siklus Plan-Do-Check-Action (P-D-C-A) = Relaksasi
(rencanakan laksanakan periksa aksi).
Shewart, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun
yang lalu.
disebuit siklus Deming. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan
penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A
adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous
improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi
meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti
tampak pada gambar 1.
Peningkatan
Pemecahan masalah
dan peningkatan
Standar
A
Pemecahan masalah
dan peningkatan
Standar
20
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian
sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal
ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan
keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Hubungan
pengendalian
kualitas
pelayanan
dengan
peningkatan
perbaikan
berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-C-A
Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A
hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik.
Plan
Do
Check
Action
Follow-up
Corrective
Action
Improvement
21
Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan (kepala tulang ikan)
Komponen struktur dan proses masalah diletakan pada sirip ikan
Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap
komponen struktur dan proses tersebut
Action
(6)
Mengambil
tindakan
yang tepat
Plan
(1)
Menentukan
Tujuan dan sasaran
(2)
Menetapkan
Metode untuk
Mencapai tujuan
Menyelenggarakan
Pendidikan dan
latihan
(55)
Memeriksa akibat
pelaksanaan
(3)
(4)
Check
Melaksanakan
pekerjaan
Do
Gambar
4. Siklus
PDCA
Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat
dalam
gambar
4 di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
22
23
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak.
Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar
kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan.
karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah
penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan,
metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan
maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang
timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan penyimpangan.
Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus
ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan.
Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan
konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk
meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai
diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua
karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu
sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau
menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap
kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan
juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis
kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas
pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas
pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap
hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi,
hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari
proses. Di mana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama
24
yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama
untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
25
BAB VI
FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU
Fokus utama upaya peningkatan mutu RSUP Dr. M. Djamil Padang meliputi indikator
area klinis, indikator area manajerial dan indikator sasaran keselamatan pasien.
A. KEPEMIMPINAN DAN PERENCANAAN
Pimpinan RSUP Dr. M. Djamil Padang berperan aktif dalam kegiatan peningkatan
mutu pelayanan
1. Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan RSUP. Dr. M. Djamil Padang
2. Telah dibentuk Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja untuk menjadi penggerak dalam
hal mutu pelayanan RSUP. Dr. M. Djamil Padang
3. Mutu pelayanan menjadi prioritas agenda dalam rapat jajaran direksi maupun rapatrapat manajemen Rumah Sakit.
4. Pimpinan melalui Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja membuat perencanaan dan
melaksanakan program kegiatan peningkatan mutu pelayanan. Tugas dan program
kerja Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja secara lengkap dijabarkan dalam Pedoman
Mutu Keselamatan dan Kinerja.
5. Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber daya manusia di RSUP. Dr. M.
Djamil melalui pelatihan yang disesuaikan
6. Pimpinan memonitor kegiatan upaya peningkatan mutu pelayanan melalui laporan
dari Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja.
7. Pimpinan Rumah Sakit, dalam hal ini Direktur Utama menerima laporan kegiatan
peningkatan mutu pelayanan setiap 3 bulan dalam rapat evaluasi triwulan dan setiap
akhir tahun (dalam laporan tahunan).
B. MANAJEMEN PROSES KLINIK
Salah satu fokus kegiatan peningkatan mutu di RSUP Dr. M. Djamil adalah untuk
mengurangi risiko dalam proses asuhan klinis.
1. Ditetapkan standar asuhan klinis melalui panduan praktik
2. Panduan praktik klinik dikembangkan sesuai dengan kebutuhan RSUP. Dr. M. Djamil
Padang
26
3. Panduan Praktek klinik tersebut direview setiap tahun dan dilakukan perbaikan
apabila perlu
4. Melakukan audit medik minimal satu kali setahun untuk melihat kepatuhan dan
adanya perbaikan
C. PENGUKURAN MUTU RUMAH SAKIT
RSUP. Dr. M. Djamil telah menetapkan indikator yang harus dipenuhi oleh semua
unit. Indikator tersebut terdiri dari indikator area klinis, indikator area manajerial, dan
indikator sasaran keselamatan pasienpenjabaran dari masing-masing indikator .
D. PENGUMPULAN DATA DAN EVALUASI INDIKATOR MUTU RUMAH SAKIT
1. Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan indikator yang sudah
ditetapkan sesuai dengan kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di Rumah Sakit.
2. Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan indikator yang sudah
ditetapkan
3. Seluruh unit Rumah Sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut kepada Direktur dan
menyampaikan tembusan ke Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja setiap bulan secara
tertulis
4. Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja secara berkala melakukan evaluasi pedoman,
kebijakan dan prosedur mutu pelayanan yang dipergunakan di RSUP. Dr. M. Djamil
Padang.
5. Ditetapkan indikator kunci (dari seluruh indikator) yang sensitive untuk dianalisa
lebih jauh sesuai dengan keadaan Rumah Sakit. Indikator kunci ini direview setiap
tahun dan diganti apabila perlu. Pemilihan ini didasarkan pada kesepakatan antara
direksi dengan Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja
6. Kriteria pemilihan Indikator Kunci adalah:
a. Proses utama yang kritikal
b. Proses resiko tinggi
c. Proses yang cenderung bermasalah
E. VALIDASI DAN ANALISA DATA INDIKATOR MUTU RUMAH SAKIT
27
1. Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja RSUP. Dr. M. Djamil Padang melakukan
pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada
Direktur Utama secara berkala.
2. Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja RSUP. Dr. M. Djamil Padang melakukan analisa
terhadap kegiatan pemenuhan indikator dengan cara membandingkan secara internal,
yaitu dengan bulan sebelumnya dan dengan standar yang telah ditetapkan
3. Dilakukan validasi data oleh Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja apabila terdapat:
a. Indikator atau proses yang baru diberlakukan
b. Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka pemenuhan indikator
c. Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan Indikator
d. Data yang meragukan
e. Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap semua data indikator dan
dilaporkan dalam laporan triwulan
f. Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator kunci
4. Validasi data dilakukan dengan menelusuri kelapangan untuk melihat bagaimana data
dikumpulkan dan dicatat. Apabila diperlukan dilakukan pengumpulan data kembali
oleh individu yang berbeda
F. MENINGKATKAN DAN MEMPERTAHANKAN MUTU RUMAH SAKIT
1. Dinamika Peningkatan Mutu
Mutu pelayanan kesehatan bersifat dinamis, tidak mandeg, dapat menurun, meningkat
atau tetap saja (menurut standar). Perkembangannya dapat bertahap:
a. Tahap perbaikan mutu pelayanan (improvement). Tahap ini adalah tahap dimana
institusi: ingin memperbaiki mutu pelayanan, karena biasanya yang dilakukan dan
atau hasil pelayanan di bawah standar
b. Tahap pemeliharaan (maintenance). Tahap pemeliharaan mutu pelayanan dalam
arti mutu pelayanan yang dicapai paling tidak telah mencapai standar yang
diinginkan.
c. Tahap pengembangannya (development) Ingin meningkatkan mutu pelayanan,
lebih dari biasanya yang sudah baik (memenuhi standar). Pada tahap ini
28
29
Predifined Proses
Dokumen
Penghubung ke halaman
lain
Data Kartu
Keputusan
Alat-alat manajemen
risiko yang digunakan di RSUP. Dr. M. Djamil Padang antara
lain :
a. Non
statistical Proses
tools:
untuk
mengembangkan
ide,
mengelompokkan,
Data tersimpan
Penghubung
30
Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali modelmodel adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur, melakukan penilaian
terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan melakukan
perubahan disain/prosedur
Delapan tahap FMEA (JCAHO,2005)
a. Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
b. Membuat diagram proses atau alur proses dengan Flow Chart yang rinci
c. Untuk setiap kemungkinan kegagalan (Failure Mode), identifikasi efek yang
mungkin terjadi ke pasien (the effect)
d. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke pasien
e. Melakukan root cause analysis dari failure mode
f. Desain ulang proses
g. Analisa dan uji coba proses yang baru
h. Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ualng tadi
Catatan : Risk Priority Numbers
a. S= Severity (keparahan): 1. (Minor),2. (Moderate),3. (Minor Injury) 4. (Mayor
Injury),5. (Terminal Injury/death)
b. O= Occurrence (Keseringan): 1(Hampir tidak pernah terjadi), 2(jarang),
3(kadang-kadang), 4(sering), 5(sangat sering dan pasti)
c. D= Detectable (Terdeteksi): 1 (selalu terdeteksi), 2(sangat mungkin terdeteksi),
3(Mungkin Terdeteksi), 4(Kemungkinan kecil terdeteksi), 5(Tidak mungkin
terdeteksi)
G. PELAKSANAAN
Rumah Sakit memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis
akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk
kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya.
1. Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila
ditemukan permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta
pengelolaan insiden
31
2. Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan
dibuat dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect
Analysis). Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi
32
BAB VII
KESIMPULAN
1. Upaya
komprehensif dan integratif, menyangkut input, proses dan output secara objektif,
sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu serta kewajaran pelayanan terhadap
pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang
diberikan di rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna
2. RSUP. Dr. M. Djamil telah menetapkan indikator yang harus dipenuhi oleh semua unit.
Indikator tersebut terdiri dari Indikator Sasaran Keselamatan Pasien, Indikator Mutu
Pelayanan dan Indikator Manajerial,.
3. Seluruh jajaran Direksi RSUP. Dr. M. Djamil Padang bersama tim surveyor secara
berkala melakukan monitoring dan evaluasi mutu rumah sakit yang dilaksanakan oleh
Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
4. Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja RSUP. Dr. M. Djamil Padang secara berkala
melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur mutu yang digunakan oleh RSUP.
Dr. M. Djamil Padang.
5. Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja RSUP. Dr. M. Djamil Padang melakukan evaluasi
kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya
6. Unit Mutu Keselamatan dan Kinerja RSUP. Dr. M. Djamil Padang melakukan analisa
pemenuhan indikator setiap tiga bulan dan membuat tindak lanjutnya
33
DAFTAR PUSTAKA
34