Anda di halaman 1dari 21

i

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH IM 04.01


RUMAH SAKIT TK IV IM 07.01

BUKU PEDOMAN
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT TK IV IM 07.01 LHOKSEUMAWE

RUMAH SAKIT TK IV IM 07.01 LHOKSEUMAWE


JL. SAMUDERA NO. 53A KP. JAWA LHOKSEUMAWE
ACEH – INDONESIA
2022
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan Ridho Nya Buku
Pedoman penerapan Manajemen Resiko Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe ini
dapat terselesaikan. Pedoman ini berisi tentang peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe. Buku ini disusun oleh tim komite
peningkatan mutu dan keselamatan pasien Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe
yang sekaligus merupakan pedoman kerja bagi seluruh staf yang bertanggung jawab
pada setiap unit pelayanan dalam pengelolaan resiko sehubungan dengan pelayanan,
fungsi serta tugas masing-masing di Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe dalam
rangka upaya meminimalkan dampak merugikan dari pelayanan yang diberikan baik bagi
pasien, staf serta organisasi.

Tersusunnya Buku Pedoman Peningkatan mutu dan keselamatan pasien ini


merupakan wujud dari komitmen rumah sakit dalam upaya memberikan pelayanan yang
berkualitas dan aman kepada masyarakat serta bentuk tanggung jawab terhadap tugas
yang dipercayakan oleh pemerintah dan masyarakat kepada rumah sakit dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Kami menyadari Pedoman ini masih belum sempurna, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat kami harapkan, sehingga akan lebih sempurna di masa
mendatang. Akhirnya dengan dikeluarkannya Pedoman ini, semoga seluruh staf dapat
memahami dan ikut berpartisipasi dalam pengelolaan resiko pelayanan sehingga dapat
memberikan hasil kerja yang maksimal yaitu tercapainya kualitas pelayanan yang
setinggi-tingginya yang memenuhi harapan semua pihak.

Tim Penyusun

Komite PMKP
iii

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
BAB III : KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RUMAH SAKIT TK IV IM 07.01
LHOKSEUMAWE
BAB IV : PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN
BAB V : PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN
BAB VI : PENCATATAN DAN PELAPORAN
BAB VII : MONITORING DAN EVALUASI
iv

BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk


hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik
dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan
dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam
masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan
umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan
kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu
pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan Rumah Sakit TK IV IM 07.01
Lhokseumawe secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif
dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dapat seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe. Buku pedoman tersebut merupakan
konsep dan program peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit TK IV IM 07.01
Lhokseumawe, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola Rumah Sakit TK IV IM
07.01 Lhokseumawe dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan
Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan
mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.
v

BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal


yang baru. Pada tahun (1820–1910) Florence Nightingale seorang perawat dari
Inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu
pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “ hospital
should do the patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau
mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh
ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan
beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk,
karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi
karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada
penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan
pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan
masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of
Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program
standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan
mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu
pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah
cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar
dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of
Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint
Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk
menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit .
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal
dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit,
namun telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang
setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan
vi

yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali,
selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah
Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”.
Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh
JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare),
padahal asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena
hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu
yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan
dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru
berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat
diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara
bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama
dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat
tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih
agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan
secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-
masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal
tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa
mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan
sistem pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang
upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri
Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di
Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah
mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara
vii

nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada
perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu
dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak
menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan
peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu
penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria
untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi
standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik
menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing
kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga
mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan
pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai
indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah
Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan
disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan
indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C
juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah
awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep
QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada
pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan
organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang.
Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan
Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan
mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.
viii

BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RUMAH SAKIT TK IV IM 07.01 LHOKSEUMAWE

Agar upaya peningkatan mutu di Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe,


dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan
bahasa tentang konsep dasar upaya penigkatan mutu pelayanan.
A. MUTU PELAYANAN RS
1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian
yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment)
yang selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2. Definisi Mutu Pelayanan RS
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan RS untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe
secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan
sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit TK IV IM 07.01
Lhokseumawe dan masyarakat konsumen.
a. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu :
1) Konsumen
2) Pembayar/perusahaan/asuransi
3) Manajemen Rumah Sakit TK IV IM 07.01 lhokseumawe
4) Karyawan Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe
5) Masyarakat
6) Pemerintah
ix

7) Ikatan profesi . Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut


pandang dan kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah
multi dimensional.
8) Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a) Keprofesian
b) Efisiensi
c) Keamanan Pasien
d) Kepuasan Pasien
e) Aspek Sosial Budaya
9) Mutu Terkait dengan Struktur, Proses, Outcome
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
menggunakan 3 variabel, yaitu :
a) Struktur, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat,
fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi, dan lain-
lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan
Struktur yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu
pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan dan penggerakan
pelaksanaan pelayanan kesehatan.
b) Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan
interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel penilaian mutu
yang penting.
c) Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan
yang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk
kepuasan dari konsumen tersebut.
Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe adalah suatu institusi
pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat modal.
Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di Rumah Sakit TK IV IM 07.01
lhokseumawe menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup
berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar Rumah Sakit TK IV IM 07.01
Lhokseumawe mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus
memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis
x

maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu,


Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe harus mempunyai suatu ukuran
yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit TK IV IM 07.01
Lhokseumawe diawali dengan penilaian akreditasi Rumah Sakit TK II Putri
01.05.01 Hijau yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat Struktur
dan proses. Pada kegiatan ini Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe
harus menetapkan standar Struktur, proses, output, dan outcome, serta
membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. Rumah Sakit TK
IV IM 07.01 Lhokseumawe dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan
memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang
lain, yaitu instrumen mutu pelayanan Rumah Sakit TK IV IM 07.01
Lhokseumawe yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output dan
outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja Rumah Sakit TK IV IM 07.01
Lhokseumawe tidak dapat diketahui apakah Struktur dan proses yang baik
telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator Rumah Sakit TK IV IM
07.01 lhokseumawe disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu
Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe secara nyata.

B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT TK IV IM


07.01 LHOKSEUMAWE
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan
keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau
dan menilai mutu pelayanan Rumah Skit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe,
memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga
mutu pelayanan RS akan menjadi lebih baik.
Upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe akan
sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan
sehari-hari dari setiap unsur di RS termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan
langsung dan staf penunjang.
xi

Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu


asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan
efisien. Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti
mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah
biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe:
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif
yang menyangkut Struktur, proses dan output secara objektif, sistematik dan
berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap
pasien, dan memecahkan masalahmasalah yang terungkapkan sehingga
pelayanan yang diberikan di RS berdaya guna dan berhasil guna.
a. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan
mutu pelayanan RS secara efektif dan efisien agar tercapai
derajat kesehatan yang optimal.
Khusus: Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RS melalui :
a) Optimalisasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b) Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh
dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c) Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan
pengembangan pelayanan kesehatan.
1) Indikator mutu
Indikator mutu RS meliputi indikator klinik, indikator yang berorientasi
pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas
(effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan
kelayakan (appropriateness).
xii

2) Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RS maka disusunlah
strategi sebagai berikut :
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep
dasar dan prinsip mutu pelayanan RS sehingga dapat
menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu di
masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber
daya manusia di RS, serta upaya meningkatkan
kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di RS, termasuk di dalamnya
menyusun program mutu RS dengan pendekatan PDSA
cycle.
2. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus
(daur) yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus
ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian
sangat penting dari seluruh proses siklus (daur), karena akan
menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan
masalah ini. Masalah akan timbul apabila :
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan
tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah
diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang
tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah
terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga
proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
xiii

BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek


yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang
digunakan untuk mengukur mutu pelayanan RS
Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi.
Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :
1. Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat
baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau
mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus
memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Sarana dan lingkungan fisik
2.Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada
Struktur dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada
untuk perorangan.
xiv

c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di


dalam maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk
dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat
menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara
mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
xv

BAB V
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram sebab


akibat atau diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk
menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut
memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan
fokus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab
terjadinya masalah dan menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram
tulang ikan diperlihatkan pada gambar 2.

Gambar 2. Diagram Tulang Ikan


Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:

1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan (kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia,
mesin/peralatan, metode, material, lingkungan
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap
komponen struktur dan proses tersebut.
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan
untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan
jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya
adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan
kepuasan pelanggan (quality of customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap
orang dari setiap bagian di RS.
xvi

Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus


pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-DoStudy-Action” (P-D-S-
A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa – aksi). Pola P-D-S-A ini
dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter
Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya,
metodologi analisis P-D-S-A lebih sering disebuit “siklus Deming”. Hal ini karena
Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas
penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-S-A adalah alat yang
bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous
improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk
proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa
berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh
bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu
didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur
subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang
bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan

Peningkatan

Pemecahan masalah
A P dan peningkatan
C D
Standar
A P Pemecahan masalah
C D
dan peningkatan
Standar

Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDSA

dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus


menetapkan standar pelayanan.

Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan


berdasarkan siklus P-D-S-A (Relationship between Control and Improvement under
Pla D Stud Acti
o on
xvii
Follow
Correctiv up
P-D-S-A Cycle)e diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan
siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan
siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam
gambar 3.
Gambar 3. Relationship Between Control and Improvement P-D-S-A

(1) Plan
Acti on Menentukan
(6) Tujuan dan
n Mengambil sasaran (2)
tindakan Menetapkan
Metode untuk
Mencapai tujuan

Menyelenggarakan
(5)
Pendidikan dan
Memeriksa akibat latihan
Study (4)
pelaksanaan (3)
Melaksanakan
pekerjaan Do

Gambar 4. Siklus PDSA


Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau
Kepala Divisi. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan
analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan.
Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran
kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
b. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan Penetapan
tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa
disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus
rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan
xviii

digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima
dan dimengerti oleh semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do Metode untuk
mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat dipahami
oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do Dalam pelaksanaan pekerjaan,
selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar kerja mungkin tidak
dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu, ketrampilan
dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi
masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan
standar kerja yang telah ditetapkan.
e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Study Manajer atau atasan perlu
memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala
sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar
kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan
kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat
dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan,
maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus
dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk
mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari
pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.

f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action


Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar
tidak terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang
telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam
pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang
efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan
yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan
semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan
xix

diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang
semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat
yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang
dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara
bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup
semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung
jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam
pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya
terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan
menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika
terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam
setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik
antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama
untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari
suatu proses.

BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan indikator kinerja


manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan sesuai dengan
kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di rumah sakit.
2. Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan indikator kinerja
manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan.
3. Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut kepada Komite
Mutu setiap bulan
xx

4. Komite Mutu Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe melakukan pencatatan


kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur
Rumah Sakit secara berkala.

BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe secara


berkala melakukan monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang
dilaksanakan oleh Komite Mutu Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe
2. Komite Mutu Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe secara berkala (paling
lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur
keselamatan pasien yang dipergunakan di Rumah Sakit TK IV IM 07.01
Lhokseumawe
3. Komite Mutu Rumah Sakit TK IV IM 07.01 Lhokseumawe melakukan evaluasi
kegiatan setiap 3 bulan dan membuat tindak lanjutnya
xxi

Ditetapkan di Lhokseumawe
Pada tanggal,15 April 2022

dr.Arif Puguh Santoso Sp,PD,M,Kes


Mayor Ckm NRP 11030001780475

Anda mungkin juga menyukai