Anda di halaman 1dari 107

PEDOMAN

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SELASIH


Jl. Rumah Sakit No. 1 Pangkalan Kerinci
Kabupaten Pelalawan – Riau
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas izinnya
penyusunan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Selasih dapat
terwujud. Dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien pemilihan dan penetapan
prioritas mutu klinis adalah suatu proses yang dilakukan oleh tim PMKP dengan
menggunakan metode tertentu untuk menentukan urutan prioritas dalam pemilihan PPK dan
alur klinis dan atau protokol.
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien berguna untuk pegangan dan
panduan bagi Timm PMKP dalam menyusun indikator mutu, pelaksanaan dan analisa data
indikator mutu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada semua pihak yang
terlibat langsung maupun tidak langsung semenjak penyusunan materi sampai ditetapkan
panduan ini, semoga panduan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Ditetapkan di : Pangkalan Kerinci


Pada Tanggal : 02 Januari 2019
DIREKTUR RSUD SELASIH
KABUPATEN PELALAWAN

Dr.ZUL ANWAR
Pembina / IV a
NIP.19680323 200212 1 005

2
BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup


sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Untuk itu
perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan

3
semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka
sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah.Masyarakat mulai
cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu
termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat
akan mutu pelayanan rumah sakit maka fungsi pelayanan RSUD Selasih secara bertahap
perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan
kepada pasien, keluarga, maupun masyarakat.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit
yaitu:keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang
berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit
yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima aspek keselamatan
tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus
diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu
keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan, dan hal tersebut
terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit.
Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan
pasien sesuai dengan yang diucapkan Hipocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu yaitu
primum, non nocere (first, do no harm). Namun diakui dengan semakin berkembangnya
ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan, khususnya di rumah sakit, menjadi semakin

4
kompleks dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (adverse event)
apabila tidak dilakukan dengan hati-hati.
Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak
alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap
memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan
pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan terjadin ya
KTD.
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan laporan
yang mengagetkan banyak pihak: ‘TO ERR IS HUMAN”, Building a Safer Health
System. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado
serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (adverse event) sebesar 2,9 %,
dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3,7
% dengan angka kematian 13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap
diseluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000-98.000 per
tahun.
Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah
sakit di berbagai negara: Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD
dengan rentang 3,2-16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan
penelitian dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien.
Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (near miss) masih
langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang belum tentu
sesuai dengan pembuktian akhir. Umumnya pelayanan medis yang diberikan
mengandung risiko, sebagian diantaranya berisiko ringan dan hampir tidak berarti secara
klinis, namun tidak sedikit pula yang memberikan konsekuensi medis yang cukup
berat. Risiko merupakan kemungkinan sesuatu terjadi atau potensi bahaya yang terjadi
yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil akhir.
Risiko dapat berupa risiko klinis dan non klinis. Risiko klinis adalah risiko yang
dikaitkan langsung dengan layanan medis maupun layanan lain yang dialami pasien
selama di rumah sakit. Sementara risiko non klinis dapat berupa risiko bagi organisasi
maupun risiko finansial. Oleh karena itu setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus
membangun sistem yang dapat menjamin bahwa setiap tindakan yang dilakukan

5
haruslah aman bagi pasien, petugas dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dapat
dilakukan adalah dengan manajemen risiko.
Manajemen risiko merupakan perilaku dan intervensi proaktif untuk mengurangi
kemungkinan cidera serta kehilangan. Dalam pelayanan kesehatan rumah sakit,
manajemen risiko bertujuan untuk mencegah cidera pada pasien dan menghindari
tindakan yang merugikan profesi kesehatan. Asuhan pelayanan kesehatan yang bermutu
tinggi dan sistem pelaksanaan yang aman, merupakan kunci bagi manajemen risiko
yang efektif dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Mayoritas cidera pada pasien
dapat ditelusuri sampai kepada ketidaksempurnaan sistem yang dapat menjadi penyebab
primer cedera atau yang membuat perawat melakukan kesalahan sehingga terjadi cedera
pada pasien. Begitu terjadi cedera, manajemen risiko harus memfokuskan perhatiannya
pada upaya mengurangi akibar cedera tersebut untuk memperkecil kemungkinan
diambilnya tindakan hukum terhadap petugas.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RSUD Selasih dapat seperti yang
diharapkan, maka perlu disusun Pedoman Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, dan
Manajemen Risiko RSUD Selasih. Pedoman tersebut merupakan konsep peningkatan
mutu pelayanan RSUD Selasih, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RSUD Selasih
dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Dalam buku
panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan, langkah-langkah
pelaksanaannya, dan indikator mutu, keselamatan pasien, serta manajemen risiko
Selain itu mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat,
maka pelaksanaan peningkatan mutu, keselamatan pasien, dan manajemen risiko di
RSUD Selasih perlu dilakukan. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan RSUD Selasih
terutama didalam melaksanakan keselamatan pasien sangat diperlukan suatu pedoman
yang jelas sehingga angka kejadian KTD dapat dicegah sedini mungkin.

6
BAB II
LATAR BELAKANG

A. PENINGKATAN MUTU
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru.
Florence Nightingale (1820 –1910) seorang perawat dari Inggris menekankan pada
aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang
terkenal sampai sekarang adalah “hospital should do the patient no harm”, rumah sakit
jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medis dimulai oleh ahli
bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan beberapa
ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya
terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang
tidak memenuhi syarat di rumah sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan
penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah
upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian
mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons
(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme.Program standarisasi
adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan.
Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak
rumah sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka
spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program
standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians,
dan American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on
Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan
mengakreditasi rumah sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di rumah sakit, namun telah

7
memacu rumah sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai
dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun
1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali
diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah
Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-
undang ini mengabsahkan akreditasi rumah sakit menurut standar yang ditentukan oleh
JCAH. Sejak saat itu rumah sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut
program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika
sangat menentukan utilisasi rumah sakit karena hanya 9,3% biaya rumah sakit berasal
dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu rumah sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang
dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan
dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil
beroperasi dalam tiga negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan
peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi,
namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi
kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar
diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa.
Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil
inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan
peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-
masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht,Belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol

8
suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk
mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara
nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada
perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi rumah sakit secara nasional adalah Taiwan.Negara ini banyak menerapkan
metodologi dari Amerika.Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu
pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan
kelas rumah sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas
Rumah sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar.
Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan,
ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas rumah sakit.Disamping
standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka
meningkatkan penampilan pelayanan rumah sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai
indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) rumah sakit
pemerintah kelas C dan rumah sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan
Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi
penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban
rumah sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta rumah sakit
swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan
instrumen mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan rumah sakit ini
merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda
dengan konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan
kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada

9
penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan
penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa rumah sakit telah mengadakan
monitoring dan evaluasi mutu pelayanan rumah sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot
Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat
kepuasan pasien. Kemudian RS Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang
sama. RS Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku
dan penampilan kerja perawat. RS Dr.Soetomo Surabaya menilai mutu melalui
penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan.RS Cipto
Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional.
RS Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan
Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa RS lainnya juga telah
mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang
dilaporkan.
Sejalan dengan hal di atas maka Kementrian Kesehatan telah mengadakan
Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa rumah sakit.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu
sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.
B. KESELAMATAN PASIEN
Sejak awal tahun 1900 institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3
(tiga) elemen yaitu input, proses dan output sampai outcome dengan bermacam macam
konsep dasar, program regulasi yang berwenang misalnya antara lain penerapan Standar
Pelayanan Rumah Sakit, Penerapan Quality Assurance, Total Quality Management,
Countinous Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi, Kredensialing, Audit Medis,
Indikator Klinis, Clinical Governance, ISO, dan lain sebagainya.
Harus diakui program-program tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit baik pada aspek input, proses maupun output dan outcome. Namun harus
diakui, pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut masih terjadi KTD yang tidak
jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh sebab itu perlu program untuk lebih
memperbaiki proses pelayanan, karena KTD sebagian dapat merupakan kesalahan
dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang

10
komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan haknya. Program tersebut yang
kemudian dikenal dengan istilah keselamatan pasien (patient safety).
Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat. Selain itu keselamatan
pasien juga dapat mengurangi KTD, yang selain berdampak terhadap peningkatan biaya
pelayanan juga dapat membawa rumah sakit ke arena blamming, menimbulkan konflik
antara dokter/petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa medis, tuntutan dan
proses hukum, tuduhan malpraktek, blow-up ke media massa yang akhirnya menimbulkan
opini negatif terhadap pelayanan rumah sakit. Selain itu rumah sakit dan dokter bersusah
payah melindungi dirinya dengan asuransi, pengacara dsb. Tetapi pada akhirnya tidak ada
pihak yang menang, bahkan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
rumah sakit.
Pada Januari 2002 Executive Board WHO menyusun usulan resolusi, dan
kemudian diajukan pada World Health Assembly ke 55 Mei 2002, dan diterbitkan
sebagai Resolusi WHA55.18. Selanjutnya pada World Health Assembly ke 57 Mei
2004, diputuskan membentuk aliansi internasional untuk peningkatan keselamatan
pasien dengan sebutan World Alliance for Patient Safety, dan ditunjuk Sir Liam
Donaldson sebagai Ketua.
World Alliance for Patient Safety pada tahun 2004 menerbitkan 6 program keselamatan
pasien, dan tahun 2005 menambah 4 program lagi, keseluruhan 10 program WHO untuk
keselamatan pasien adalah sbb :
1. Global Patient Safety Challenge :
a. 1st Challenge : 2005-2006 : Clean Care is Safer Care,
b. 2nd Challenge : 2007-2008 : Safe Surgery Safe Live
2. Patient for Patient Safety.
3. Taxonomy for Patient Safety.
4. Research for Patient Safety.
5. Solutions for Patient Safety.
6. Reporting and Learning.
7. Safety in action.
8. Technology for Patient Safety.

11
9. Care of acutely ill patients.
10. Patient safety knowledge at your fingertips.
WHO Collaborating Centre for Patient Safety, dimotori oleh Joint Commission
International, Suatu badan akreditasi dari Amerika Serikat, mulai tahun 2005
mengumpulkan pakar keselamatan pasien dari lebih 100 Negara, dengan kegiatan
mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamtan pasien, dan mencari
solusi berupa sistem atau intervensi sehingga mampu mencegah atau mengurangi cedera
pasien dan meningkatkan keselamatan pasien. Pada tgl 2 Mei 2007 WHO Colaborating
Centre for Patient Safety resmi menerbitkan panduan “Nine Life-Saving Patient Safety
Solutions” (“Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit”).
Sembilan topik yang diberikan solusinya adalah sbb:
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
2. Pastikan Identifikasi pasien.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube).
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial.

Setiap pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan keselamatan pasien.


Penyelenggaraan keselamatan pasien dilakukan melalui pembentukan sistem
pelayanaan yang menerapkan:
1. Standar keselamatan pasien;
2. Sasaran keselamatan pasien; dan
3. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien.
Sistem pelayanan tersebut harus menjamin pelaksanaan:
1. Asuhan pasien lebih aman, melalui upaya meliputi asesmen resiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien;

12
2. Pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan tindak
lanjutnya; dan
3. Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Standar keselamatan pasien meliputi standar:
1. Hak pasien;
2. Pendidikan bagi pasien dan keluarga;
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
peningkatan keselamatan pasien;
5. Pendidikan bagi staf tentang keselamatan pasien;
6. Pendidikan bagi staf tentang keselamatan pasien; dan
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut:


1. Mengidentifikasi pasien dengan benar;
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif;
3. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai;
4. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, pembedahan pada pasien yang benar;
5. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; dan
6. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.

Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri atas:


1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;
2. Memimpin dan mendukung staf;
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4. Mengembangkan sistem pelaporan;
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien; dan
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

13
C. MANAJEMEN RISIKO
Risiko dedefinisikan sebagai kemungkinan sesuatu yang terjadi atau potensi
bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh pada hasil akhir.
Risiko yang dicegah berupa risiko klinis dan risiko non klinis. Risiko klinis
adalah risiko yang dikaitkan langsung dengan layanan medis maupun layanan lain yang
dialami pasien selama di rumah sakit. Sementara risiko non medis ada yang berupa
risiko bagi organisasi maupun risiko finansial. Risiko organisasi adalah yang
berhubungan langsung dengan komunikasi, produk layanan, proteksi data, sistem
informasi dan semua risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian organisasi. Risiko
finansial adalah risiko yang dapat mengganggu kontrol finansial yang efektif, salah
satunya adalah sistem yang harusnya dapat menyediakan pencatatan akuntansi yang
baik. (Bury PCT, 2007)
Menurut Dwipraharso (2004) risiko medis dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1. Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal (umumnya bersifat foreseeable but
unavoidable, calculated, controllabe).
2. Risiko ‘bermakna’ tetapi harus diambil karena ‘the only way’ (unavoidable).
3. Risiko 1 dan 2 memerlukan informed consent sehingga bila terjadi dokter tidak
bertanggung jawab secara hukum.
4. Risiko yang unforeseeable = untoward results
Dalam setiap pusat pelayanan kesehatan harus dibangun sistem yang dapat
menjamin bahwa setiap tindakan medik yang dilakukan haruslah aman bagi pasien
maupun petugas dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dilakukan disebut dengan
manajemen risiko.
Manajemen risiko menurut The Joint Commision On Acreditation of Helathcare
Organizations adalah aktivitas klinik dan administratif yang dilakukan oleh rumah sakit
untuk melakukan identifikasi, evaluasi, dan pengurangan risiko terjadinya cidera atau
kerugian pada pasien, pengunjung dan institusi rumah sakit. Manajemen risiko dapat
digambarkan sebagai proses berkelanjutan dari identifikasi secar sistemik, evaluasi, dan
penatalaksanaan risiko dengan tujuan mengurangi dampak buruk organisasi maupun
individu. Rumah sakit perlu menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan
manajemen risiko.

14
BAB III
TUJUAN

A. PENINGKATAN MUTU
Tujuan Peningkatan Mutu RSUD Selasih adalah tercapainya peningkatan
mutu pelayanan RSUD Selasih melalui :
1. Optimalisasi tenaga, sarana, dan prasarana.
2. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan.

B. KESELAMATAN PASIEN

Tujuan keselamatan pasien RSUD Selasih adalah sebagai berikut:

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.


2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.

C. MANAJEMEN RISIKO
Tujuan manajemen Resiko RSUD Selasih adalah sebagai berikut:
1. Mencegah terjadinya risiko melalui pengembangan sistem manajemen risiko.
2. Meningkatkan peran staf rumah sakit untuk terlibat aktif dalam manajemen risiko.
3. Meningkatkan kesadaran staf rumah sakit bahwa mereka adalah bagian dari
sistem manajemen.

15
BAB IV
PENGERTIAN
Agar upaya peningkatan mutu, keselamatan pasien, dan manajemen risiko di
RSUD Selasih dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, maka diperlukan adanya
kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu pelayanan.

A. PENGERTIAN UMUM
a. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Pengelolaan manajemen mutu dan keselamatan pasien rumah sakit secara
keseluruhan meliputi seluruh struktur dari kegiatan klinis dan manajemen dari
sebuah rumah sakit, termasuk kerangka untuk memperbaiki proses kegiatan dan
pengurangan resiko yang terkait dengan variasi-variasi dari proses sekaligus
pengawasan dari Tim mutu dan keselamatan pasien.
b. Upaya Peningkatan Mutu
Usaha menyeluruh untuk memperkecil (reduction) risiko pada pasien dan staf
secara berkesinambungan melalui proses memimpin dan merencanakan,
merancang proses, pengukuran berjalannya proses berjalan baik melalui
pengumpulan data dan analisis data, dan menerapkan dan melanjutkan (sustaining)
perubahan yang dapat menghasilkan perbaikan.
c. Keselamatan Pasien
Suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi
asesmen risiko; identifikasi dan pengelolaan risiko pasien; pelaporan dan
analisis insiden; kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
d. Clinical Pathway
Adalah alat manajemen multi disiplin berdasarkan praktek berbasis bukti untuk
kelompok tertentu pasien dengan perjalanan klinis yang bisa diprediksi, di mana
tugas yang berbeda (intervensi) oleh para profesional yang terlibat dalam
perawatan pasien didefinisikan, dioptimalkan dan diurutkan baik oleh jam(IGD),

16
hari (perawatan akut) atau kunjungan (perawatan dirumah). Hasilnya terkait
dengan intervensi tertentu.
“Multidisciplinary management tool based on evidence-based practice for a
specific group of patients with a predictable clinical course, in which the
different tasks (interventions) by the professionals involved in the patient care
are defined, optimized and sequenced either by hour (ED), day (acute care) or
visit (homecare) outcomes are tied to specific interventions.”

e. Indikator Wajib Nasional


Indikator area klinis dan manajemen nasional meliputi:
1. Kepatuhan Identifikasi Pasien.
2. Emergency Respon Time (Waktu Tanggap Pelayanan Pelayanan Gawat
Darurat ≤ 5 menit).
3. Waktu Tunggu Rawat Jalan.
4. Penundaaan Operasi Elektif.
5. Kepatuhan Jam Visite Dokter Spesialis.
6. Waktu Lapor Hasil Tes Kritis laboratorium.
7. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional Bagi RS Provider BPJS.
8. Kepatuhan Cuci Tangan.
9. Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Cidera Akibat Pasien Jatuh pada
Pasien Rawat Inap.
10. Kepatuhan Terhadap Clinical Pathway.
11. Kepuasan Pasien dan Keluarga
12. Kecepatan Respon Terhadap Komplain.
f. Pengukuran indikator mutu prioritas
1. Indikator area klinis
a. Kelengkapan Asesmen Medis Dalam Waktu 24 Jam Setelah Pasien Masuk
Rawat Inap.
b. Kelengkapan Asesmen Medis Awal Pasien IGD dalam 24 jam
c. Waktu Pelaporan Hasil Kritis Pemeriksaan Pasien di Rawat Inap

17
d. Kepatuhan Pelaksanaan Assesmen Pra Anestesi Untuk Pasien Pre Operasi Elektif
e. Kepatuhan Pemberian Antibiotik Profilaksis 1 Jam Sebelum Pembedahan
Pada Pasien Rawat Inap Bedah dan Rawat Inap Kebidanan
f. Infeksi Daerah Operasi (IDO).
g. Infeksi Saluran Kencing (ISK).
h. Tidak Adanya Kejadian Kesalahan Pemberian Obat Oleh Farmasi di Rawat Inap
i. Kejadian Reaksi Transfusi Darah
j. Kelengkapan Pengisian Rekam Medik ≤ 24 Jam Setelah Selesai Pelayanan
k. Ketidaklengkapan Resume Pasien Pulang Di Ruang Rawat Inap Dalam Waktu
1x24 Jam
2. Indikator area manajemen
Ketepatan Waktu Genset Menyala Setelah Listrik Padam ≤ 10 detik
3. Indikator penerapan SKP
a. Mengidentifikasi pasien dengan benar.
b. Meningkatkan komunikasi yang efektif.
c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
d. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar.
e. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan.
f. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.
4. 5 panduan praktik klinis yang di evaluasi
a. Apendiksitis di Ruang Rawat Bedah
b. TB Paru di Ruang Rawat Paru
c. Gagal Ginjal Kronik di Ruang Rawat Penyakit Dalam
e. Pre Eklamsi Berat di Ruang Kebidanan
f. Diare Berat di Ruang Anak

B. MUTU PELAYANAN
1. Pengertian mutu
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang T
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.

18
2. Definisi Mutu Pelayanan RSUD Selasih
Dimensi Mutu adalah derajat kesempurnaan pelayanan RSUD Selasih untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di RSUD Selasih agar, efisien dan efektif serta
diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan
sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan RSUD Selasih
dan masyarakat konsumen.

3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu


Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu :
a. Konsumen.
b. Pembayar/perusahaan/asuransi.
c. Manajemen RSUD Selasih.
d. Karyawan RSUD Selasih
e. Masyarakat.
f. Pemerintah.
g. Ikatan profesi.

Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan


kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.

4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian.
b. Efisiensi.
c. Keamanan Pasien.
d. Kepuasan Pasien.
e. Aspek Sosial Budaya.

5. Mutu Terkait dengan Input, Proses, Output dan Outcome


Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan 3
variabel, yaitu :

19
a. Input: adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan,
teknologi, organisasi, informasi, dan lain-lain.Pelayanan kesehatan yang
bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur
dengan mutu pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan dan penggerakan
pelaksanaan pelayanan kesehatan.
b. Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan interaksi
profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang
penting.
c. Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit kerja/rumah sakit.
d. Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang
terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari
konsumen tersebut.

RSUD Selasih adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks,


padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RSUD
Selasih menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan
maupun jenis disiplin. Agar RSUD Selasih mampu melaksanakan fungsi yang
demikian kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di
bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan
meningkatkan mutu, RSUD Selasih harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin
peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSUD Selasih diawali dengan
penilaian akreditasi RSUD Selasih yang mengukur dan memecahkan masalah pada
tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RSUD Selasih harus menetapkan standar
input, proses, output, dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang
telah ditetapkan. RSUD Selasih dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan
memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai
kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yang lain, yaitu
instrumen mutu pelayanan RSUD Selasih yang menilai dan memecahkan masalah
pada

20
hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja RSUD Selasih tidak dapat
diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik
pula. Indikator RSUD Selasih yangdisusun dengan tujuan untuk dapat mengukur
kinerja mutu RSUD Selasih secara nyata.

21
BAB V
KEBIJAKAN

A. PENINGKATAN MUTU
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan
upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu
pelayanan RSUD Selasih memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan
keluarnya, sehingga mutu pelayanan RSUD Selasih akan menjadi lebih baik.
RSUD Selasih upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang
bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya
peningkatan mutu pelayanan RSUD Selasih akan sangat berarti dan efektif bilamana
upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di RSUD Selasih
termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan
atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun
disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik
selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah kebijakan dari upaya peningkatan
mutu pelayanan RSUD Selasih.

1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RSUD Selasih


Definisi upaya peningkatan mutu pelayanan adalah keseluruhan upaya dan
kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut input, proses dan
output secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan
kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang
terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di RSUD Selasih berdaya guna
dan berhasil guna.
2. Indikator mutu
Indikator mutu RSUD Selasih meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas

22
(effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan
(appropriateness).
3. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RSUD Selasih maka disusunlah
strategi sebagai berikut :
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan RSUD Selasih sehingga dapat menerapkan langkah-langkah
upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
RSUD Siak, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di RSUD Selasih, termasuk di dalamnya menyusun
program mutu RSUD Selasih dengan pendekatan PDCA cycle.
4. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur)
yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah
identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari
seluruh proses siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan
selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul
apabila :
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan.
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan


tindakan perbaikan.Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan
tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari
penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah
yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai
tahap pertama.

23
5. Prinsip Dasar Upaya Peningkatan Mutu RSUD Selasih
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek
yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang
digunakan untuk mengukur mutu pelayanan RSUD Selasih.
Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu
indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :
a. Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang
dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
b. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat
baik.
c. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus


memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan:
“Pelayanan KPD”
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator Wajib Nasional
b. Indikator Prioritas :
1) IndikatorArea Klinis
2) Indikator Area Manajemen
3) Indikator Sasaran Keselamatan Pasien
3. Kriteria profil indikator yang digunakan:
a. Judul indikator
b. Defenisi operasional
c. Tujuan, dimensi mutu
d. Dasar pemikiran/ alasan pemilihan indikator
e. Numerator, denominator, formula pengukuran

24
f. Metodologi pengumpulan data
g. Cakupan data
h. Frekuensi pengumpulan data
i. Frekuensi analisa data
j. Sumber data
k. Penanggung jawab pengumpul data
l. Publikasi data
4. Standar Yang Digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan:
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan rumah sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
5. Sistem Manajemen Data Rumah Sakit meliputi:
a. Mempunyai sistem manajemen data yang didukung dengan teknologi
informasi mulai dari pengumpulan, pelaporan, analisis, validasi serta
publikasi internal dan eksternal rumah sakit fan memperhatikan kerahasiaan
pasien
b. Data yang dimaksud meliputi:
1) Indikator mutu unit
2) Indikator mutu prioritas
c. Data hasil pelaporan insiden keselamatan pasien
d. Data hasil monitoring kinerja staf klinis
e. Data hasil pengukuran budaya keselamatan pasien
f. Integrasi seluruh data diatas meliputi:
1) Pengumpulan
2) Pelaporan
3) Analisa
4) Validasi
5) Publikasi indikator mutu

25
6. Pengendalian Kualitas Pelayanan
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus
dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas
produk dan jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan
pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk
menciptakan kepuasan pelanggan (quality or customer’s satisfaction) yang
dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di RSUD Selasih.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus
pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-Action”
(P-D-C-A) = Relaksasi (rencanakan– laksanakan–periksa–aksi). Pola P-D-C-A
ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh
Walter Shewart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam
perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebuit “siklus
Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan
penggunaannya dan memperluas penerapannya.
Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk
melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa
berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk
proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa
berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh
bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan
dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya,
harus selalu didasarkan pada fakta.Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan
adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta
keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya
perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan
perbaikan berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and

26
Improvement under P-D-C-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2.
Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika
sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan
dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3

Peningkatan

Pemecahan masalah
A P dan peningkatan
C D

A P Standar
C D Pemecahan masalah
Standar

Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA

Plan Do Check Action

Follow-up
Corrective

Action

Improvement

27
Gambar 2. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle

Plan
(1)
(6) Menentukan
Action
Tujuan dan sasaran
Mengambil

(2)

tindakan Menetapkan
yang tepat Metode untuk
Mencapai tujuan

(5)) (3)
Menyelenggarakan
Memeriksa akibat p
Pendidikan dan
Check pelaksanaan
latihan
(4)

Melaksanakan
pekerjaan Do

Gambar 3. Siklus PDCA

Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh pimpinan rumah sakit. Penetapan sasaran
didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan
dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah

28
tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan,
semakin rinci informasi.
2. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa
disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus
rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk
menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan
perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan
dimengerti oleh semua karyawan.
3. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk
memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.
4. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan
standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah.
Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal
dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena
ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
5. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Check
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik
atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus
disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar
dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan,
maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus
dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan
setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
6. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action

29
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam
pengendalian kualitas pelayanan.

Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang
akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses.
Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan
kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata
hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-
mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan
hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk
mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup
semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung
jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam
pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya
terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan
menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika
terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam
setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara
kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk
menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu
proses.

B. KESELAMATAN PASIEN
Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka RSUD Selasih harus
merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan

30
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD,
dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja mutu serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi,misi, dan tujuan RSUD
Selasih, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan “ Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh langkah
keselamatan pasien rumah sakit tersebut.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai
berikut:
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
Langkah penerapan:
a. Tingkat Rumah Sakit :
RSUD Selasih telah memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus
dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah
pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan
kepada staf, pasien dan keluarga.
1) RSUD Selasih telah memiliki kebijakan dan prosedur yang menjabarkan peran
dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden.
2) RSUD Selasih telah berupaya menumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari
insiden yang terjadi di rumah sakit.
3) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.
b. Tingkat Unit Kerja
1) Pastikan semua rekan bekerja merasa mampu untuk berbicara mengenai
kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden.
2) Demonstrasikan kepada seluruh personil ukuran-ukuran yang dipakai di
RSUD Selasih untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan
terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
2. Pimpinan Dan Dukungan Staf RS.

31
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di
seluruh jajaran RSUD Selasih.
Langkah penerapan :
a. Tingkat Rumah Sakit :
1) Direksi bertanggung jawab atas keselamatan pasien.
2) Telah dibentuk Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien yang ditugaskan untuk
menjadi “penggerak” dalam gerakan keselamatan pasien.
3) Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat jajaran Direksi maupun
rapat-rapat manajemen rumah sakit.
4) Keselamatan Pasien menjadi materi dalam semua program orientasi dan
pelatihan di RSUD Selasih dan dilaksanakan evaluai dengan pre dan post test.
b. Tingkat Unit Kerja/Tim:
1) Semua pimpinan unit kerja wajib memimpin gerakan Keselamatan Pasien.
2) Selalu jelaskan kepada seluruh personil relevansi dan pentingnya serta
manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien.
3) Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden.
3. Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi
dan asesmen hal yang potensial bermasalah.
Langkah penerapan:
a. Tingkat Rumah Sakit :
1) Telaah kembali input dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis
dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi
dengan Keselamatan Pasien dan staf.
2) Kembangkan indikator-indikator kinerja mutu dan Insiden Keselamatan
Pasien (IKP) bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh
Direksi/Manajer RSUD Selasih.
3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
b. Tingkat Unit Kerja/Tim:

32
1) Dalam setiap rapat koordinasi selalu laksanakan diskusi tentang hal-hal
yang berkaitan dengan Keselamatan Pasien guna memberikan umpan
balik kepada Manajer terkait.
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen
risiko rumah sakit.
3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan
akseptabilitas setiap risiko, dan ambilah langkah-langkah tepat untuk
memperkecil risiko tersebut.
4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke
proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.
4. Kembangkan Sistem Pelaporan
Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta rumah
sakit mengatur pelaporan kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS).
Langkah penerapan :
a. Tingkat Rumah Sakit.
Sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar rumah sakit mengacu
pada Pedoman Keselamatan Pasien RSUD Selasih.
b. Tingkat Unit Kerja/Tim :
Berikan semangat kepada seluruh personil untuk secara aktif melaporkan
setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap
terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.
5. Libatkan dan Berkomunikasi Dengan Pasien.
Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
Langkah penerapan :
a. Tingkat Rumah Sakit :
1) RSUD Selasih memiliki kebijakan dan pedoman yang jelas tentang cara-
cara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan para
pasien dan keluarganya.

33
2) Seluruh staf RSUD Selasih terkait harus mampu memastikan bahwa pasien
dan keluarga mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi
insiden.
3) Seluruh jajaran manajerial harus mampu memberi dukungan, pelatihan
dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien
dan keluarganya.
b. Tingkat Unit Kerja/Tim :
1) Pastikan seluruh personil menghargai dan mendukung keterlibatan pasien
dan keluarganya bila telah terjadi insiden.
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi
insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan
benar secara tepat.
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien
dan keluarganya.
6. Belajar Dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien. Seluruh staf
harus mampu untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa KTD itu timbul.
Langkah penerapan:
a. Tingkat Rumah Sakit:
1) Pastikan staf yang tekait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden
secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria pelaksanaan
Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) yang mencakup insiden
yang terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan melakukan
Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.
b. Tingkat Unit Kerja/Tim:
1) Diskusikan dalam jajaran unit/tim pengalaman dari hasil analisis insiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa
depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
7. Cegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien.

34
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan.
Langkah Penerapan:
a. Tingkat Rumah Sakit :
1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan,
asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan
solusi.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (input dan proses),
penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan
instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
3) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
4) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
yang dilaporkan.
b. Tingkat Unit Kerja/Tim :
1) Libatkan seluruh personil dalam mengembangkan berbagai cara untuk
membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang telah dibuat dan pastikan
pelaksanaannya.
3) Pastikan seluruh personil menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut
tentang insiden yang dilaporkan.

Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang


komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut
secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan,
tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Dapat dipilih
langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan. Bila
langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum
dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik maka dapat
menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.

35
C. MANAJEMEN RISIKO
Manajemen risiko merupakan upaya yang proaktif untuk mencegah masalah di
kemudian hari, dilakukan terus menerus dan dalam suasana no blame culture.
Tahapan manajemen risiko adalah:
1. Risk Awareness.
Seluruh staf rumah sakit harus menyadari risiko yang mungkin terjadi di unit
kerjanya masing- masing, baik medis maupun non medis. Metode yang
digunakan untuk mengenali risiko antara lain: Self-assesment, sistem pelaporan
kejadian yang berpotensi menimbulkan risiko (laporan insiden) dan audit klinis.
2. Risk Control (and or Risk Prevention)
Langkah-langkah yang diambil manajemen untuk mengendalikan risiko. Upaya
yang dilakukan:
a. Mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering solution)
b. Mengurangi risiko (control solution) baik terhadap probabilitasnya maupun
terhadap derajat keparahannya.
c. Mengurangi dampaknya.
3. Risk Containment.
Dalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akibat suatu tindakan atau kelalaian
ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang tidak terprediksikan sebelumnya,
maka sikap yang terpenting adalah mengurangi besarnya risiko dengan
melakukan langkah-langkah yang tepat dalam mengelola pasien dan insidennya.
Unsur utamanya biasanya adalah respons yang cepat dan tepat terhadap
kepentingan pasien, dengan didasari oleh komunikasi yang efektif.
4. Risk Transfer
Akhir apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan menimbulkan kerugian, maka
diperlukan pengalihan penanganan risiko tersebut kepada pihak yang sesuai,
misalnya menyerahkannya kepada sistem asuransi.

Proses manajemen risiko yang digunakan di RSUD Selasih diadopsi dari


Risk
Management Logic (Dwipraharso, 2004), yang terdiri dari:
1. Asesmen Risiko

36
2. Identifikasi Risiko
3. Analisis Risiko
4. Urutkan Prioritas Risiko dengan Mengukur Tingkat Risiko
5. Tentukan Respon Rumah Sakit
6. Kelola Kasus Risiko untuk Meminimalkan Kerugian (Risk Control)
7. Evaluasi Risiko
8. Membangun Upaya Pencegahan
9. Kelola Pembiayaan Risiko (Risk Financing).

37
BAB VI
PENGORGANISASIAN

STRUKTUR ORGANISASI TIM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN


RSUD Selasih

DIREKTUR
dr. ZUL ANWAR

TIM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN


Ketua : dr. Anda Citra Utama,SpPD

Sekretaris :
Fajriati,SKM

SUB TIM MUTU SUB TIM KESELAMATAN PASIEN SUB TIM MANAJEMEN RISIKO

PIC PIC PIC


Unit KERJA Unit KERJA Unit KERJA

38
Peran direktur dalam Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien meliputi:
1. Mengetahui dan memahami semua peraturan perundangan terkait rumah sakit;
2. Menjalankan operasional Rumah Sakit dengan berpedoman pada peraturan
perundangan;
3. Menjamin kepatuhan Rumah Sakit terhadap peraturan perundangan;
4. Menetapkan regulasi Rumah Sakit;
5. Menjamin kepatuhan staf rumah sakit dalam implementasi semua regulasi Rumah
Sakit yang telah ditetapkan dan disepakati bersama;
6. Menindaklanjuti terhadap semua laporan dari hasil pemeriksaan dari badan audit
eksternal;
7. Menetapkan proses untuk mengelola dan mengendalikan sumber daya manusia dan
keuangan sesuai peraturan perundangan;
8. Bersama dengan Tim PMKP menetapkan Indikator Area Klinis, Indikator Area
Manajemen dan Indikator Sasaran Keselamatan Pasien
9. Membuat regulasi tentang mutu dan keselamatan pasien meliputi:
a. Regulasi Tim Mutu dan Keselamatan Pasien
b. Regulasi Sistem Manajemen Data.

TIM PMKP mempunyai tugas merencanakan, menyusun, melakukan


monitoring, dan evaluasi terhadap semua kegiatan yang terkait dengan Mutu Pelayanan
dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang bertujuan untuk tercapainya Mutu
Pelayanan dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai standar dengan langkah kerja
sebagai berikut:
1. Sebagai motor penggerak penyusunan program PMKP rumah sakit
2. Melakukan monitoring dan memandu penerapan program PMKP di unit kerja
3. Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit pelayanan dalam
memilih prioritas perbaikan, pengukuran mutu/ indikator mutu dan menindaklanjuti
hasil capaian indikator
4. Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas program di tingkat
unit kerja serta menggabungkan menjadi prioritas rumah sakit secara keseluruhan.

39
Prioritas program rumah sakit ini harus terkoordinasi dengan baik dalam
pelaksanaannya
5. Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi data dari data
indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit kerja di rumah sakit
6. Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis data, serta
bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan
7. Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta menyampaikan
masalah terkait pelaksanaan program mutu dan keselamatan pasien
8. Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan PMKP
9. Bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan masalah- masalah mutu secara rutin
kepada semua staf
10. Menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan program PMKP

Sub Tim Mutu mempunyai tugas sebagai berikut:


1. Memilih sepuluh area indikator klinis untuk ditetapkan direktur yang selanjutnya
dilakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan.
2. Memilih sembilan area indikator manajemen untuk ditetapkan direktur yang
selanjutnya dilakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan.
3. Bersama Tim Medis memilih lima area prioritas dengan fokus penggunaan
pedoman praktek klinis dan clinical pathways atau protokol klinis untuk ditetapkan
direktur yang selanjutnya dilakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan.
4. Membantu direktur dalam hal penetapan indikator mutu unit kerja yang
selanjutnya unit kerja melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan ke
direktur melalui Tim Mutu dan Keselamatan Pasien
5. Melakukan penilaian terhadap progran yang telah dilaksanakan mencakup struktur,
proses, dan hasil yang mana hasil penilaian disampaikan kepada pihak terkait
secara berkala sesuai alur yang telah ditetapkan.

Sub Tim Keselamatan Pasien mempunyai tugas sebagai berikut:


1. Menetapkan sistem pelaporan insiden antara lain meliputi:
a. Kebijakan,

40
b. Alur pelaporan,
c. Formulir pelaporan,
d. Prosedur pelaporan,
e. Insiden yangharus dilaporkan yaitu kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi
ataupun yang nyaris terjadi,
f. Siapa saja yang membuat laporan,
g. Batas waktu pelaporan.
2. Menetapkan jenis kejadian sentinel, melaporkan dan melakukan analisis akar
masalah (root cause analysis) serta menetapkan definisi operasional kejadian
sentinel paling sedikit meliputi :
a. Kematian yang tidak diduga, termasuk, dan tidak terbatas hanya : Kematian
yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi pasien (
contoh kematian setelah infeksi pasca operasi atau emboli paru ).
b. Kematian bayi aterm.
c. Bunuh diri.
d. Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien atau kondisi
pasien.
e. Operasi salah tempat salah prosedur salah pasien.
f. Terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfusi darah atau produk
darah atau transplantasi organ atau jaringan.
g. Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah bukan
rumah orang tuanya.
h. Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian
atau kehilanganfungsi secara permanen) atau pembunuhan (yang disengaja) atas
pasien, anggota staf, dokter, mahasiswa kedokteran, siswa latihan, pengunjung
atau vendor / pihak ketiga ketiga berada dalam lingkungan rumah sakit.
3. Menetapkan analisis data KTD dan mengambil langkah tindak lanjut untuk hal
berikut:
a. Semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi.
b. Semua kejadian serius akibat efek samping obat.
c. Semua kesalahan pengobatan yang signifikan.

41
d. Semua perbedaan besar antara diagnosis pra operasi dan diagnosis pasca operasi.
e. Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau mendalam dan
pemakaian anastesi.
f. Kejadian-kejadian lain misalnya infeksi yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan atau wabah penyakit menular, pasien jiwa yang melarikan diri dari
ruang perawatan keluar lingkungan RS yang tidak meninggal atau tidak
cedera serius.
4. Menetapkan definisi dan jenis kejadian Nyaris Cedera/KNC, dan kejadian tidak
cedera/KTC.
5. Melakukan pengukuran dan evaluasi budaya keselamatan pasien.

Sub Tim Manajemen Risiko mempunyai tugas sebagai berikut:


1. Mengidentifikasi risiko di setiap unit rumah sakit
2. Menetapkan prioritas risiko
3. Melakukan pelaporan terhadap risiko
4. Melakukan manajemen risiko (termasuk analisis dan pembuatan Failure Mode and
Effect Analysis/ FMEA
5. Melakukan manajemen dari hal hal lain yang terkait
6. Melaksanakan dan membuat catatan secara proaktif tentang penggunaaan alat untuk
mengurangi risiko paling sedikit setahun sekali

42
BAB VII
TATA HUBUNGAN KERJA

TATA HUBUNGAN KERJA TIM MUTU DANKESELAMATAN PASIEN


DENGAN UNIT KERJA LAIN DI LINGKUNGAN
RSUD SELASIH

43
BAB VIII
KEGIATAN

Pelaksanaan kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Selasih


adalah sebagai berikut:
1. RSUD Selasih menetapkan kebijaksanaan dan langkah-langkah upaya peningkatan
mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit. Untuk dapat melaksanakan upaya
peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit, maka langkah awal yang diperlukan
adalah adanya kebijaksanaan dan langkah-langkah upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dari direktur.
2. Membentuk TIM PMKP di RSUD Selasih dengan surat keputusan direktur, lengkap
beserta uraian tugas yang jelas.
3. Pimpinan beserta TIM PMKP RSUD Selasih melakukan kegiatan persiapan berupa
pertemuan/rapat, lokakarya, pelatihan, dan sebagainya kepada seluruh staf rumah sakit,
sehingga ada kesamaan pengertian tentang mutu, keselamatan pasien, dan manajemen
risiko, penghayatan konsep dasar dan prinsip, dan adanya kesepakatan tentang
langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan.
4. Pimpinan beserta TIM PMKP RSUD Selasih membahas dan merencanakan serta
melaksanakan segala langkah-langkah yang menyangkut persiapan upaya
peningkatan mutu, keselamatan pasien, dan manajemen risiko sebagai berikut:
a. Melakukan monitoring dan memandu penerapan program PMKP di unit kerja
b. Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit pelayanan dalam
memilih prioritas perbaikan, pengukuran mutu/ indikator mutu dan
menindaklanjuti hasil capaian indikator
c. Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas program di
tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi prioritas rumah sakit secara
keseluruhan. Prioritas program rumah sakit ini harus terkoordinasi dengan baik
dalam pelaksanaannya
d. Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi data dari data
indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit kerja di rumah sakit

44
e. Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis data, serta
bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta menyampaikan
masalah terkait pelaksanaan program mutu dan keselamatan pasien
g. Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan PMKP
h. Bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan masalah- masalah mutu secara
rutin kepada semua staf
i. Menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan program PMKP.
j. Pimpinan beserta TIM PMKP RSUD Selasih melakukan presentasi
hasil pelaksanaan upaya peningkatan mutu pelayanan secara teratur.

45
BAB IX
METODE

Metode pelaksanaan peningkatan mutu di RSUD Selasih harus mengacu kepada


Buku Pedoman PMKP RSUD Selasih

1. PANDUAN MUTU

a. DEFINISI
1) KONSEP DASAR
Peningkatan mutu harus dilakukan berdasarkan data.
Penggunaan data secara efektif dapat dilakukan bila praktek klinis dan
praktek manajemen telah dijalankan berdasarkan evidence based. Mutu
tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan
standar.
Dalam standar akreditasi rumah sakit, ruang lingkup dari
peningkatan mutu pelayanan mencakup:
1. Pengukuran mutu dengan menggunakan indikator- indikator mutu
sebagai berikut: indikator mutu area klinis, indikator area manajemen
maupun di area keselamatan pasien.
2. Penilaian kinerja individu baik dari staf klinis maupun non klinis.
3. Standarisasi asuhan klinis yang meliputi Patient Center Care, integrasi
pelayanan dan pelaksanaan Panduan Praktek Klinis (PPK) dan Clinical
Pathways (CP).
Peningkatan mutu di rumah sakit memiliki 5 fokus area yakni:
1. Kepemimpinan dan Perencanaan
a. Pimpinan tertinggi di rumah sakit “harus sangat” terlibat dalam
semua aspek perencanaan dan monitoring program peningkatan
mutu.
b. Pimpinan membuat prioritas kegiatan.
c. Pimpinan menyediakan sumber daya yang diperlukan.
2. Rancangan Proses Klinis dan Manajerial

46
a. Informasi tentang proses mutu dapat berasal dari banyak sumber.
b. Clinical practice guidelines, Clinical pathways, dan/protokol
digunakan dimana setiap tahun 5 area prioritas dipilih oleh pimpinan
dan clinical gudelines/pathways/protokol di implementasikan di
setiap area prioritas.
3. Pemilihan Indikator dan Pengumpulan data
Pimpinan menyusun prioritas dan memilih indikator
4. Validasi dan analisa dari data penilaian
a. Pengumpulan data, diverifikasi secara benar terutama data yang akan
dipublikasi
b. Diperlukan individu dengan pengalaman dalam data display dan
analisa
c. Perlu sekali pembandingan dengan diri sendiri (lihat trend), dengan
rumah sakit lain, atau dengan best practise.
5. Mencapai dan mempertahankan peningkatan
a. Fokus pada area prioritas
b. Implementasi proses yang telah ditingkatkan
c. Mempertunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan
d. Monitoring peningkatan yang telah dilakukan agar dapat menjamin
tetap dilaksanakan.

b. INDIKATOR MUTU
Untuk dapat mengukur mutu diperlukan indikator mutu, dimana upaya
peningkatan mutu dimulai dengan menyusun disain/rancangan mutu,
dilanjutkan dengan implementasi disain mutu dengan cara monitoring mutu
melalui indikator mutu, dihasilkan data yang dianalisis dan dilanjutkan dengan
rencana tindak lanjut.
Indikator mutu adalah suatu cara mengukur mutu dari suatu kegiatan
yang merupakan variabel yang digunakan untuk menilai perubahan.
Kriteria indikator yang baik:

47
1. Sahih (valid) yaitu benar benar dapat dipakai untuk mengukur aspek yang
dinilai.
2. Dapat dipercaya (reliable) yaitu mampu menunjukkan hasil yang sama pada
saat berulang kali untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.
3. Sensitif yaitu cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu
banyak.
4. Spesifik yaitu memberikan gambaran perubahan, ukuran yang jelas, dan tidak
bertumpang tindih.

Dalam akreditasi indikator mutu menurut SNARS edisi I tahun 2019 terbagi atas :
1. Indikator Wajib Nasional
a. Kepatuhan Identifikasi Pasien.
b. Emergency Respon Time (Waktu Tanggap Pelayanan Pelayanan Gawat
Darurat ≤ 5 menit).
c. Waktu Tunggu Rawat Jalan.
d. Penundaaan Operasi Elektif.
e. Kepatuhan Jam Visite Dokter Spesialis.
f. Waktu Lapor Hasil Tes Kritis laboratorium.
g. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional Bagi RS Provider BPJS.
h. Kepatuhan Cuci Tangan.
i. Kepatuhan Upaya Pencegahan Risiko Cidera Akibat Pasien Jatuh pada
Pasien Rawat Inap.
j. Kepatuhan Terhadap Clinical Pathway.
k. Kepuasan Pasien dan Keluarga
l. Kecepatan Respon Terhadap Komplain.
2. Indikator Prioritas
a. Indikator Area Klinis
1) Kelengkapan Asesmen Medis Dalam Waktu 24 Jam Setelah Pasien Masuk
Rawat Inap.
2) Ketidakpatuhan Pendokumentasian Asesmen Nyeri Secara Kontinyu Di
Status Pasien.

48
3) Kesalahan Diagnosa Pre dan Post operasi.
4) Kesalahan Penyerahan Perbekalan Farmasi.
5) Ketidaklengkapan Asesmen Pre Anestesi.
6) Infeksi Daerah Operasi (IDO).
7) Infeksi Saluran Kencing (ISK).
8) Kejadian Pasien Jatuh.
b. Indikator manajemen meliputi :
Keterlambatan Respon Time Genset
c. Indikator penerapan SKP
1) Mengidentifikasi pasien dengan benar.
2) Meningkatkan komunikasi yang efektif.
3) Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar.
5) Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan.
6) Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.
d. 5 panduan praktik klinis yang di evaluasi
1) Ketuban Pecah Dini di kebidanan
2) BBLR di Neonatologi
3) Kejang Demam di Ilmu Penyakit Anak
4) Appendisitis di Bedah
5) Demam Tifoid di Penyakit Dalam
e. Indikator mutu unit
Unit kerja di RS

Langkah penetapan indikator prioritas adalah dengan menciptakan lingkungan


yang menyadari perlunya mengukur mutu dengan cara:
1. Membentuk tim penyusun
2. Pelajari sistem mutu yang ada
3. Tentukan sumber informasi yang dibutuhkan untuk menyusun indikator
4. Workshop untuk mendapat dukungan dari pihak terkait.

49
5. Memahami konteks/latar belakang penyusunan indikator (apa yang ingin
dikerjakan, mengapa, bagaimana, sebaik apa, dan problem apa yang mungkin
dijumpai).
6. Kejelasan tujuan penyusunan indikator.
7. Identifikasi pendukung dan penghambat dan bagaimana mengatasinya.
Langkah penyusunan indikator kinerja adalah dengan cara:
1. Review indikator-indikator yang ada dari literatur maupun dari Kemenkes.
2. Review indikator-indikator yang selama ini digunakan.
3. Identifikasi unit-unit terkait.
4. Identifikasi indikator-indikator yang yang dapat dimonitor.
5. Susun indikator dan buat kamus indikatornya.
6. Tetapkan metoda pengumpulan data dan sumber informasi.
7. Tentukan metoda analisis.
8. Sosialisasi.
9. Tetapkan cara pelaporan indikator.
10. Monitor proses pengumpulan data.
11. Monitor analisis terhadap indikator dan pelaporannya.
12. Monitor penggunaan hasil analisis indikator.
13. Hitung biaya implementasi.
14. Kaji ulang terhadap indikator, cara pengumpulan data, analisis dan hasil analis,
pemanfaaatan indikator untuk perbaikan, tindak lanjut perbaikan.
15. Perbaikan/penambahan/atau pengurangan indikator.
16. Evaluasi dan on going monitor.
Cara menyusun indikator mutu:
1. Ada kejadian tujuan dan latar belakang dari tiap-tiap indikator, mengapa indikator
tersebut penting dan dapat menunjukkan tingkat kinerja organisasi/bagian/unit
kerja.
2. Kejelasan terminologi yang digunakan.
3. Kapan pengumpulan data (kapan indikator harus diupdate), kapan harus dianalisis,
cara analisis, dan interpretasinya.
4. Numerator dan denominator.

50
5. Threshold (target)
6. Dari mana data diperoleh (sistem informasi untuk mendukung perolehan data)
Cara menetapkan treshold (target) mutu:
1. Rujukan (referensi) sebagai konsensus nasional atau konsensus profesi.
2. Jika rate based indicator belum dapat ditentukan, dapat ditetapkan treshold secara
konsensus pada tahun pertama.
3. Adakalanya treshold tidak dapat ditetapkan, penilaian terhadap indikator
berdasarkan trend naik atau turun.
Alur pemilihan indikator:
1. Identifikasi masalah di unit kerja.
2. Pilih masalah yang ingin/dapat diperbaiki.
3. Lakukan uji coba pengumpulan data.
4. Bila indikator sudah dipilih, buat profil indikatornya.
5. Bila ada, pilih indikator berdasarkan standar yang diminta.
6. Tetapkan indikator tersebut.
7. Tetapkan pengumpul data, latih, dan data mulai dikumpulkan.
Pemilihan indikator klinik:
1. Prioritas tinggi.
2. Sederhana.
3. Mulai dengan sedikit indikator.
4. Data tersedia.
5. Ditingkatkan secara bertahap.
6. Dampak terhadap pengguna dan pelayanan.
7. Mengukur berbagai dimensi mutu.
Pertimbangan dalam memilih indikator yang prioritas untuk menilai mutu pelayanan:
1. Dipersyaratkan standar akreditasi.
2. Dipersyaratkan oleh pemilik (pertanggungjawaban).
3. Ketersediaan data.
4. High risk, high cost, high volume, problem prone.
5. Konsensus.
6. Dipersyaratkan oleh customer.

51
Kriteria untuk menentukan area prioritas
1. Dampak pasien.
2. Area yang memerlukan perbaikan performa.
3. Level diperlukan perbaikan.
4. Hubungan dengan strategic plan RS.
5. Frekuensi kejadian/isu.
6. Peluang keberhasilan.
7. Dampak keuangan.
8. Fokus pimpinan.
9. Dampak outcome pasien.
10. Kepuasan karyawan

2. RUANG LINGKUP
a. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
Terlaksananya kegiatan peningkatan mutu berbasis data dimana penggunaan
data secara efektif bisa dilakukan bila praktek klinis dan praktek manajemen
telah dijalankan berdasarkan evidence based.
2. Tujuan
a. Terlaksananya pengukuran mutu dengan menggunakan indikator
kunci/indikator prioritas baik di area klinis, area manajemen maupun area
sasaran keselamatan pasien.
b. Terlaksananya pengukuran mutu/penilaian kinerja di unit kerja yang
lebih dikenal dengan istilah standar pelayanan minimal di lingkup
pemerintah.
c. Terlaksananya penilaian kinerja individu baik untuk staf klinis maupun
non klinis
d. Terlaksananya standarisasi asuhan klinis yang meliputi Patient Center
Care. Integrasi pelayanan dan pelaksanaan Panduan Praktek Klinis
(PPK) dan Clinical Pathways (CP)

52
3. LANDASAN
1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran.
2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
4. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
159b/Menkes/Per/II/1998 tentang Rumah Sakit.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
251/Menkes/Per/VII/2012 tentang Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
9. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia dengan Tim Akreditasi Rumah Sakit (KARS) 2018.
10. Pedoman Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI
1994.
11. Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety)
Kementrian Kesehatan RI 2017.
12. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (Patient Safety Incident Report)
Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit 2017.
13. Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor 15 Tahun 2012 tentang susunan
organisasi dan tata kerja inspektorat, Badan Perencana pembangunan daerah dan
Penanaman Modal dan Lemabaga Teknis Kabupaten Siak (Lembaran daerah
Tahun 2012 nomor 15);

4. TATA LAKSANA
a. PROSES TATALAKSANA PENINGKATAN MUTU
a. KEPEMIMPINAN DAN PERENCANAAN

53
Direktur terlibat langsung dalam penyusunan program peningkatan mutu,
berkolaborasi dalam melaksanakan program peningkatan mutu bersama Tim
Mutu dan Keselamatan Pasien yang mana program peningkatan mutu
berlaku untuk seluruh rumah sakit. Selain itu direktur terlibat dalam
monitoring program peningkatan mutu yang mulai dari sistem, rancangan
sistem, rancangan ulang, serta koordinasi semua komponen dari kegiatam
pengukuran mutu dan kegiatan pengendalian dengan pendekatan sistematik.
Selanjutnya menetapkan mekanisme pengawasan program peningkatan
mutu dan melaporkan semua program kegiatan ke Dewan
Pengawas/Pemilik RS dan semuanya tertuang dalam dokumen kebijakan
peningkatan mutu.
Direktur melalui Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien menetapkan
prioritas rumah sakit dalam kegiatan evaluasi serta prioritas rumah sakit
dalam kegiatan peningkatan mutu.
Dalam pelaksanaan program peningkatan mutu direktur dan Tim Mutu dan
Keselamatan Pasien dan harus memahami teknologi dan unsur bantuan lain
yang dibutuhkan untuk menelusuri dan membandingkan hasil dari evaluasi
dan menyediakan teknologi dan dukungan sesuai dengan sumber daya yang
ada di rumah sakit.
Informasi tentang program peningkatan mutu disampaikan kepada seluruh
staf dengan komunikasi secara reguler melalui saluran yang efektif.
Rumah sakit dituntut pula untuk memilki program pelatihan bagi staf sesuai
dengan peranan mereka dalam program peningkatan mutu. Pelatihan harus
diberikan oleh individu yang berpengatahunan luas memberikan pelatihan
dimana nantinya hasil pelatihan tersebut dapat diaplikasikan oleh staf
sebagai bagian dari pekerjaan rutin mereka.

1. RANCANGAN PROSES KLINIS DAN MANAGERIAL


Rumah sakit membuat rancangan baru dan melakukan modifikasi dari
sistem dan proses sesuai prinsip peningkatan mutu. Prinsip peningkatan mutu
dan alat ukur dari program diterapkan pada rancangan proses baru atau yang

54
dimodifikasi. Dipilih indikator untuk mengevaluasi apakah pelaksanaan
rancangan proses baru atau rancangan ulang proses telah berjalan baik, dan data
sebagai indikator digunakan untuk mengukur proses yang sedang berjalan.
Setiap tahun pimpinan menentukan paling sedikit lima area prioritas
dengan fokus penggunaan pedoman praktek klinis, clinical pathways, dan/atau
protokol klinis dan melaksanakannya di setiap area prioritas yang ditetapkan,
pedoman praktek klinis, clinical pathways, dan/atau protokol klinis digunakan
sebagai pedoman dalam meberikan asuhan klinis yang mengacu kepada
Permenkes RI Nomor 1438 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran,
Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK), SPO Pelayanan Kedokteran,
serta Panduan Praktik Klinis yang dapat dilengkapi alur klinis (clinical
pathway), algoritma, protokol, prosedur dan standing order.

2. PEMILIHAN INDIKATOR DAN PENGUMPULAN DATA


Direktur menetapkan indikator kunci dalam struktur rumah sakit, proses-proses,
dan hasil (outcome) untuk diterapkan di seluruh rumah sakit dalam rangka
peningkatan mutu, menetapkan area sasaran untuk penilaian dan peningkatan,
dan hasil penilaian tersebut disampaikan kepada pihak terkait dalam mekanisme
pengawasan dan secara berkala kepada pimpinan dan pemilik rumah sakit sesuai
struktur rumah sakit yang berlaku.

3. VALIDASI DAN ANALISIS DARI DATA PENILAIAN


Petugas dengan pengalaman, pengetahuan dan keterampilan cukup
mengumpulkan dan menganalisi data secara sistematik, data dikumpulkan,
dianalisis dan diubah menjadi informasi, orang yang mempunyai pengalaman
klinis atau manajerial, pengetahuan dan keterampilan terlibat dalam proses,
metoda dan teknik-teknik statistik digunakan dalam melakukan analisis dari
proses bila sesuai, dan hasil analisi dilaporkan kepada mereka yang
bertanggungjawab untuk melakukan tindak lanjut.
Frekuensi melakukan analisis data disesuaikan dengan proses yang sedang
dikaji dan sesuai dengan ketentuan rumah sakit.

55
Proses analisis dilakukan dengan membandingkan secara internal,
membandingkan dengan rumah sakit lain bila tersedia, membandingkan dengan
standar keilmuan serta membandingkan dengan praktek yang baik.
Rumah sakit mengintegrasikan kegiatan validasi data ke dalam proses
manajemen mutu dan proses peningkatan, rumah sakit punya proses validasi
data secara internal, dan proses validasi data memuat paling sedikit indikator
yang dipilih seperti yang diharuskan.

Validasi data diperlukan pada saat :


1. Indikator baru diterapkan khususnya indikator klinis.
2. Agar diketahui publik, data dimuat di website rumah sakit atau dengan cara
lain.
3. Ada perubahan terhadap indikator yang ada, seperti cara pengumpulan data
diubah atau proses pengumpulan data, atau pengumpul data diganti.
4. Data yang berasal dari indikator yang ada telah diubah tanpa ada penjelasan.
5. Sumber data telah diubah.
6. Subjek dari pengumpulan data telah diubah.

Cara melakukan validasi data:


1. Mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam
pengumpulan data sebelumnya
2. Menggunakan sampel statistik sahih dari catatan, kasus atau data lain.
Sampel 100% dibutuhkan hanya jika jumlah pencatatan, kasus atau data
lainnya sangat kecil jumlahnya.
3. Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang.
4. Kalkulasi akurasi dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan
dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi 90%
patokan yang baik.
5. Jika elemen data yang ditemukan ternyata tidak sama dengan catatan dilakukan
tindakan koreksi.

56
6. Koreksi sampel baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk
memastikan tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang diharapkan.

4. VALIDASI DAN ANALISIS DARI DATA PENILAIAN


Direktur bertanggung jawab bahwa data yang disampaikan ke publik dapat
dipertanggungjawabkan dari segi mutu dan hasilnya (outcome) serta data yang
disampaikan kepada publik telah dievaluasi dari segi validitas dan
reliabilitasnya.

5. MENCAPAI DAN MEMPERTAHANKAN PENINGKATAN


Kegiatan perbaikan mutu dilakukan untuk area prioritas sebagaimana
yang ditetapkan direktur. Area yang ditetapkan direktur dimasukkan kedalam
kegiatan peningkatan, SDM atau lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan
peningkatan disediakan atau diberikan. Perubahan-perubahan direncanakan dan
diuji. Dilaksanakan perubahan yang menghasilkan peningkatan. Tersedia data
yang menunjukkan bahwa peningkatan tercapai secara efektif dan langgeng.
Dibuat perubahan kebijakan yang diperlukan untuk merencanakan untuk
melaksanakan pelaksanaan yang sudah dicapai dan mempertahankannya.
Perubahan yang berhasil dilakukan didokumentasikan.

6. TEKNIK PENETAPAN PRIORITAS


Dalam menetapkan prioritas ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan
yakni:
a. Besarnya masalah yang terjadi.
b. Pertimbangan biaya.
c. Persepsi pemberi pelayanan asuhan.
d. Bisa tidaknya masalah tersebut diselesaikan.
Dalam menetapkan prioritas, diprioritaskan pada proses-proses kegiatan
utama yang kritikal, risiko tinggi, cenderung bermasalah yang langsung terkait dengan
mutu asuhan dan keamanan lingkungan.

57
Penetapan prioritas adalah suatu proses yang dilakukan oleh sekelompok
orang dengan menggunakan metoda tertentu untuk menentukan urutan prioritas dari
yang paling penting sampai yang kurang penting.
Penetapan prioritas dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Cara
penetapan prioritas dapat dibedakan menjadi 2 macam yakni:
1. Teknik non skoring
Dilakukan bila tidak tersedia data. Terbagi atas:
a. Metoda Delbeq
- Peringkat masalah ditentukan oleh sekelompok orang yang berjumlah 6
sampai 8 orang
- Dituliskan masalah apa yang akan ditentukan peringkat prioritasnya
- Masing masing orang menuliskan peringkat urutan prioritas menurut dia
secara tertutup
- Nilai peringkat di dijumlahkan, dan jumlah yang terbanyak menjadi
prioritas pertama
b. Metoda Delphi
- Identifikasi masalah
- Buat kuesioner
- Kuesioner diikirimkan kepada orang yang dianggap ahli dengan jawaban
berisi alternatif pernyelesaian masalah
- Hasil dirangkum
- Ditetapkan skala prioriras berdasarkan jawaban para ahli
2. Teknik skoring
Pemilihan prioritas dilakukan dengan memberikan score (nilai) untuk berbagai
parameter tertentu yang ditetapkan (Metode Bryant). Parameter tersebut diantara:
a. Besarnya masalah
b. Kenaikan prevalensi
c. Keinginan untuk menyelesaikan masalah
d. Keuntungan bila masalah tersebut teratasi
e. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah
f. Sumber daya yang tersedia untuk mengatasi masalah

58
5. DOKUMENTASI
a. RENCANA KEGIATAN
Pelaksanaan program peningkatan mutu RSUD Siak melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Pembentukan Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dengan Sub
Tim Peningkatan Mutu didalamnya
2. Penyusunan Kebijakan, Pedoman, Panduan, Program Kerja, dan SPO
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
3. Penetapan rancangan proses klinis dan manajemen
4. Pemilihan indikator dan pengumpulan data
5. Validasi dan analisis dari indikator penilaian
6. Mencapai dan mempertahankan peningkatan.

b. MONITORING DAN EVALUASI


Kegiatan Peningkatan Mutu di RSUD Siak melakukan kegiatan
monitoring dan evaluasi sebagai berikut:
Seluruh jajaran manajemen RSUD Selasih secara berkala melakukan monitoring
dan evaluasi Peningkatan Mutu, yang dilaksanakan oleh Tim Mutu dan
Keselamatan Pasien c.q Sub Tim Peningkatan Mutu RSUD Selasih Tim Mutu dan
Keselamatan Pasien c.q Sub Tim Peningkatan Mutu RSUD Selasih secara berkala
(paling lama 3 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur
peningkatan yang dipergunakan di RSUD Selasih Tim Mutu dan Keselamatan
Pasien c.q Sub Tim Peningkatan Mutu RSUD Selasih melakukan evaluasi
kegiatan setiap triwulan dan membuat tindak lanjutnya.

2. PANDUAN SISTEM PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN


a. DEFINISI
1) Keselamatan Pasien/ Patient Safety
Suatu sistim yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis

59
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadi cedera yang yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakkan atau tidak mengambil tindakkan yang seharusnya diambil
(PMK No 11 Tahun 2017 ttg Keselamatan Pasien pasal
2) Insiden Keselamatan Pasien (IKP)/Patient Safety Incident
Yang selanjutnya disebut Insiden, adalah setiap kejadian yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera yang dapat dicegah pada pasien.

Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi:


a) Kondisi Potensial Cedera (KPC);
b) Kejadian Nyaris Cedera (KNC);
c) Kejadian Tidak Cedera (KTC); dan
d) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
e) Sentinel Event

3) Kondisi Potensial Cedera (KPC) merupakan kondisi yang sangat berpotensi


untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi Insiden.
4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) merupakan terjadinya Insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien

5) Kejadian Tidak Cedera (KTC) merupakan Insiden yang sudah terpapar ke


pasien, tetapi tidak timbul cedera.
6) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan Insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien.
7) Kejadian Sentinel (Sentinel Event) merupakan suatu Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) yang mengakibatkan kemat ian, cedera permanen, atau
cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk
mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak terkait
dengan perjalan penyakit atau keadaan pasien dan dapat disebabkan oleh hal
lain selain Insiden.

60
8) Definisi operasional Kejadian Sentinel
a. Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya:
1) Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien
atau kondisi pasien (contoh kematian setelah infeksi pasca operasi
atau emboli paru-paru)
2) Kematian bayi aterm
3) Bunuh diri
b. Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien atau
kondisi pasien.
c. Operasi salah tempat, salah prosedur dan salah pasien.
d. Terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfusi darah atau
produk darah atau transplantasi organ atau jaringan.
e. Penculikan anak dan bayi serta bayi diserahkan kepada orang yang bukan
orang tuanya (ibu, bapak, kakek, nenek, saudara kandung bayi)
f. Perkosaan, kekejaman ditempat kerja seperti penyerangan (berakibat
kematian atau kehilangan fungsi secara permanen), atau pembunuhan
(yang disengaja) atas pasien, anggota staf, dokter, mahasiswa kedokteran,
siswa latihan, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika berada dalam
lingkungan Rumah Sakit.
9) Definisi Operasional Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
a. Semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi, jika sesuai untuk rumah
sakit (proses untuk permintaan darah, penyimpanan darah, tes kecocokan,
distribusi darah)
b. Semua kejadian serius akibat efek samping obat, yang menimbulkan
dampak yang signifikan pada pasien.
c. Semua kesalahan pengobatan yang signifikan.
d. Semua perbedaan besar antara diagnosis praoperasi dan diagnosis
pascaoperasi.
e. Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau dalam
pemakaian anastesi.
1) Nyeri mulut atau tenggorokan.

61
2) Suara serak
3) Cidera mulut atau gigi
4) Tetap sadar selama pembiusan
5) Cidera pembuluh darah
6) Muntah
7) Aspirasi
8) Pneumonia
9) Nyeri kepala
10) Nyeri pinggang
11) Telinga mendengung
12) Kejang
13) Infeksi
14) Kelemahan yang menetap
15) Kebas
16) Nyeri sisa
17) Kebas menetap
18) Keadaan tidak sadar
19) Depresi pernafasan
20) Kesadaran meningkat
21) Cemas
22) Rasa tidak nyaman
f) Kejadian-kejadian lain misalnya: Infeksi yang berkaitan dengan
pelayanan kesehatan atau wabah penyakit menular seperti Diare,
Pneomonia, Disentri, dan keracunan makanan, DHF, HIV dan TB.
g. Kejadian-kejadian lain yang berhubungan dengan kesalahan identifikasi,
kesalahan yang mengakibat kan cidera serta penggunaan BHP yang
mengakibat kan alergi pada pasien.
10) Definisi Operasional Kejadian Tidak Cedera (KTC)
a. Salah terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat.
b. Suatu obat dengan reaksi alergi diberikan, diketahui secara dini lalu
diberikan antidotumnya.

62
11) Definisi Operasional Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
a. Salah pemberian obat.
b. Salah hasil Lab / Radiologi / Produk darah / Rekam medic / Lokasi
penandaan operasi / jenis Diet Pasien / Pasien jenis Diet benar/ salah
penandaan identitas
12) Penanganan Insiden di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan melalui
pembentukan Tim PMKP RSUD Selasih yang mempunyai Sub Tim
Keselamatan Pasien yang ditetapkan oleh Direktur RSUD Selasih sebagai
pelaksana kegiatan penanganan Insiden.
13) Dalam melakukan penanganan Insiden, Sub Tim Keselamtan Pasien PMKP
melakukan kegiatan berupa pelaporan, verifikasi, investigasi, dan analisa
penyebab Insiden tanpa menyalahkan, menghukum, dan mempermalukan
seseorang.
14) Sub Tim Keselamatan Pasien PMKP bertanggung jawab langsung kepada
Ketua Tim PMKP RSUD Selasih yang selanjutnya bertanggung jawab
langsung kepada Direktur RSUD Selasih.
15) Laporan Insiden Keselamatan Pasien RS (Internal) Pelaporan secara tertulis
setiap kejadian Sentinel, kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak
cedera (KTC), kejadian nyaris cedera (KNC) atau kondisi potensial cedera
(KPC) yang menimpa pasien.
16) Laporan Insiden Keselamatan Pasien RS (Eksternal) : Pelaporan secara anonim
secara elektronik ke KNKP, Representasi Pemilik dan KARS paling lambat 2
x 24 jam setiap kejadian Sentinel yang terjadi pada pasien, selanjutnya
dilakukan RCA maksimal dalam waktu 45 hari kerja.

18) Faktor Kontributor


Adalah keadaan, tindakan, atau faktor yang mempengaruhi dan berperan
dalam mengembangkan dan atau meningkatkan risiko suatu kejadian
(misalnya pembagian tugas yang tidak sesuai kebutuhan).

Contoh :

a. Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal)

63
b. Faktor kontributor dalam organisasi (internal) misalnya tidak ada
prosedur
c. Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif atau
perilaku petugas yang kurang, lemahnya supervisi, kurangnya team work
atau komunikasi)
d. Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.
19) Analisis Akar Masalah/ Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu proses
berulang yang sistematik dimana faktor-faktor yang berkontribusi dalam
suatu insiden diidentifikasi dengan merekonstruksi kronologis kejadian
menggunakan pertanyaan ‘mengapa' yang diulang hingga menemukan akar
penyebabnya dan penjelasannya. Pertanyaan ‘mengapa' harus ditanyakan
hingga tim investigator mendapatkan fakta, bukan hasil spekulasi

2. PELAPORAN INSIDEN

Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu caranya
adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat dipastikan
bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli
akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga
penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error)
sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi selanjutnya.

Mengapa pelaporan insiden penting?

1. Karena pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian
yang sama terulang kembali.
Bagaimana memulainya ?

1. Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di Rumah Sakit meliputi kebijakan, alur
pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus
disosialisasikan pada seluruh karyawan.

2. Apa yang harus dilaporkan ?

64
3. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi
ataupun yang nyaris terjadi.

Siapa yang membuat Laporan Insiden (Incident Report) ?

Siapa saja atau semua staf RS yang pertama menemukan kejadian/insiden


Siapa saja atau semua staf yang terlibat dalam kejadian/insiden

Bagaimana cara membuat Laporan Insiden?

Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari


maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi
formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang
digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa laporan.

Masalah yang sering menghambat dalam Laporan Insiden

1. Laporan dipersepsikan sebagai pekerjaan perawat


2. Laporan sering disembunyikan / underreport, karena takut
disalahkan.
3. Laporan sering terlambat
4. Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya menyalahkan
(blame culture)
I. ALUR PELAPORAN
A. Alur Pelaporan Insiden Kepada Tim PMKP Sub Tim Keselamatan
Pasien di RS (Internal)
1. Apabila terjadi suatu insiden (Sentinel/KTD/KTC/KNC/KPC) di
Rumah Sakit, wajib segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani)
untuk mengurangi dampak / akibat yang tidak diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan
mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift
(Paling lambat 2 x 24 jam ); diharapkan jangan menunda laporan.

65
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada
Atasan langsung pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai
keputusan Manajemen : Kepala Ruangan/Kepala Instalasi).
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading
risiko terhadap insiden yang dilaporkan.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang
akan dilakukan sebagai berikut :
Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan
langsung, waktu maksimal 1 minggu
Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan
langsung, waktu maksimal 2 minggu
Grade kuning :
Investigasi komprehensif/Analisis akar
masalah/RCA oleh TimPMKP Sub
TIM Keselamatan Pasien di RS, waktu
maksimal 45 hari.
Grade merah :
Investigasi komprehensif/Analisis akar

masalah / RCA oleh Tim PMKP Sub


Tim Keselamatan Pasien di RS, waktu

maksimal 45 hari.

Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan


laporan insiden dilaporkan ke Tim PMKP Sub Tim Keselamatan Pasien di RS .

6. Tim PMKP Sub Tim Keselamatan Pasien di RS akan menganalisa kembali hasil
Investigasi dan Laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan
investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan Regrading.
7. Untuk grade Kuning / Merah, Tim PMKP Sub Tim Keselamatan Pasien di RS
akan melakukan Analisis akar masalah / Root Cause Analysis (RCA)
8. Setelah melakukan RCA, Tim PMKP Sub Tim Keselamatan Pasien di RS akan
membuat laporan dan Rekomendasi untuk perbaikan serta "Pembelajaran"

66
berupa : Petunjuk / "Safety alert" untuk mencegah kejadian yang sama terulang
kembali.
9. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direktur,
Representasi Pemilik, KNKP dan KARS.
10. Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberikan umpan balik
kepada unit kerja terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di Rumah Sakit
11. Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing - masing
12. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim PMKP Sub Tim
Keselamatan Pasien di RS. (Alur : Lihat Lampiran 5)

B. ALUR PELAPORAN INSIDEN KE KNKP – KOMITE NASIONAL


KESELAMATAN PASIEN (Eksternal)
Laporan hasil investigasi komprehensif / analisis akar masalah / RCA
IKP SENTINEL yang terjadi pada pasien dan telah mendapatkan rekomendasi dan
solusi oleh Tim PMKP Sub Tim Keselamatan Pasien di RS (internal) / Pimpinan RS
dikirimkan ke KARS dan KNKP dengan melakukan entry data (e-reporting) melalui
website resmi KNKP : www.buk.depkes.go.id

4. ANALISIS MATRIKS GRADING RISIKO

Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan
derajat risiko suatu insiden berdasarkan Dampak dan Probabilitasnya.

A. Dampak (Consequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang dialami
pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal ( tabel 1).

B. Probabilitas / Frekuensi / /Likelihood


Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa
eringnya insiden tersebut terjadi (tabel 2).

67
Tabel 1.
Penilaian Dampak Klinis / Konsekuensi / Severity

Tingkat
Deskripsi Dampak
Risiko
1 Tidak signifikan Tidak ada cedera
- Cedera ringan mis. Luka lecet
2 Minor
- Dapat diatasi dengan pertolongan pertama,
- Cedera sedang mis. Luka robek
- Berkurangnya fungsi motorik/sensorik/ psikologis
3 Moderat atau intelektual (reversibel), tidak berhubungan
dengan penyakit.
- Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
- Cedera luas / berat misal cacat, lumpuh
- Kehilangan fungsi motorik/sensorik/ psikologis
4 Mayor
atau intelektual (irreversibel), tidak berhubungan
dengan penyakit.
Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
5 Katasropik
Penyakit

Tabel 2
Penilaian Probabilitas / Frekuensi

TINGKAT
RISIKO
1 Sangat jarang / Rare (>5 thn/kali)
2 Jarang / Unlikely (>2-5 thn/kali)
3 Mungkin / Possible (1-2 thn/kali)
4 Sering / Likely (Beberapa kali/tahun)

68
5 Sangat sering / Almost certain (Tiap minggu/bulan)

Setelan nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel


Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko.

a. SKOR RISIKO

SKOR RISIKO = Dampak x Probabilitas

Cara menghitung skor risiko :


Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko (tabel 3) :
1. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2. Tetapkan dampak pada baris kearah kanan,
3. Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan dampak.

b. SKOR RISIKO
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu :
Biru, Hijau, Kuning, dan Merah. Warna “bands” akan menentukan Investigasi yang
akan dilakukan : (tabel 3)
 Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana
 Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif / RCA

WARNA BANDS : HASIL PERTEMUAN ANTARA NILAI DAMPAK


YANG DIURUT KEBAWAH DAN NILAI
PROBABILITAS YANG DIURUT KE SAMPING
KANAN

Contoh : Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti ini di RS X
terjadi pada 2 tahun yang lalu

Nilai dampak : 5 (katastropik) karena pasien meninggal

nilai probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah terjadi 2 thn lalu Skoring

69
risiko : 5x3 = 15

Warna Bands : Merah (ekstrim)

Tabel 3

Matriks Grading Risiko

Tdk signifikan Minor Moderat Mayor Katastropik


Probabilitas
1 2 3 4 5

Sangat serung terjadi


(Tiap minggu / bulan) Moderat Moderat Tinggi Ektrim Ektrim
5

Sering terjadi
(beberapa kali/thn) Moderat Moderat Tinggi Ektrim Ektrim
5

Mungkin terjadi

(1-<2 thn/kali) Rendah Moderat Tinggi Ektrim Ektrim

Jarang terjadi

(>2-<5 thn/kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ektrim

Sangat jarang terjadi

(>5 thn/kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ektrim

70
Tabel 4

Tindakan sesuai Tingkat dan bands risiko

Level/Bands Tindakan

Risiko ekstrim, dilakukan RCA paling lama 45 hari


Extreme (sangat tinggi)
membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke Direktur,

Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari Kaji dengan


High (tinggi) detil & perlu tindakan segera serta membutuhkan perhatian top
manajemen,

Risiko sedang, dilakukan investigasi sederhana paling lama 2


Moderate (sedang) minggi. Manajer / Pimpinan klinis sebaiknya menilai dampak
terhadap biaya dan kelola risiko

Risiko rendah, dilakukan investigas sederhana paling lama 1


Low (rendah)
minggu diselesaikan dengan prosedur rutin

71
5. PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN
PASIEN (IKP) Internal dan Eksternal

Formulir Laporan Insiden terdiri dari dua macam :

a. Formulir laporan internal Insiden Keselamatan Pasien


adalah formulir laporan yang dilaporkan ke Tim PMKP Sub Tim Keselamatan Pasien
di RS dalam waktu maksimal 2x24 jam / akhir jam kerja / shift. Laporan berisi : data
pasien, rincian kejadian, tindakan yang dilakukan saat terjadi insiden, akibat insiden,
pelapor dan penilaian grading. (Formulir : Lampiran 2)
b. Formulir Laporan Eksternal Insiden Keselamatan Pasien adalah Formulis Laporan
yang dilaporkan ke KNKP setelah diilakukan analisis dan investigasi. (Formulir :
Lampiran 3).

A. PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR LAPORAN IKP INTERNAL DAN


EKSTERNAL

1. DATA PASIEN

Data Pasien : Nama, No Medical Record dan No Ruangan, hanya diisi di


Formulir

Laporan internal :

Nama Pasien : (bisa diisi initial mis : Tn AR, atau NY SY) No MR : (jelas)

Ruangan : diisi nama ruangan dan nomor kamar misal : Ruangan Melati
kamar 301

Data Pasien : Umur, Jenis Kelamin, Penanggung biaya, Tgl masuk RS dan
jam diisi di Formulir Laporan Internal dan Eksternal (lihat =
Lampiran Formulir Laporan IKP)

Umur : Bulan dan tahun (jelas)

Kelompok umur : Pilih salah satu (jelas)

72
Jenis kelamin : Pilih salah satu (jelas)

Penanggung baiya pasien : Pilih salah satu (jelas)

Tanggal masuk RS dan jam : (jelas)

2. RINCIAN KEJADIAN

1. Tanggal dan waktu insiden

a. Diisi tanggal dan waktu saat insiden (KTD/TC/KNC/KPC) terjadi


b. Buat prosedur pelaporan agar tanggal dan waktu inisiden tidak lupa :
insiden harus dilaporkan paling lama 2x24 jam atau pada akhir jam kerja /
shift.
2. Insiden

 Diisi insiden misal :


Pasien jatuh, salah identifikasi pasien, salah pemberian obat, salah dosis
obat, salah bagian yang dioperasi, dll.
1. Grading risiko : hijau/biru/kuning/merah
2. Kronologis insiden
 Diisi ringkasan insiden mulai saat sebelum kejadian sampai
terjadinya insiden.
 Kronologis harus sesuai kejadian yang sebenarnya, bukan pendapat
/ asumsi pelapor
3. Jenis insiden. pilih salah satu insiden keselamatan pasien (IKP) :
SENTINEL / KTD / KTC / KNC / KPC. Untuk laporan eksterna,
hanya SENTINEL yang perlu dilaporkan

4. Orang pertama yang melaporkan insiden

 Pilih salah satu pelaapor yang paling pertama melaporkan


terjadinya insiden misal : petugas / keluarga pasien dll
5. Insiden menyangkut pasien :

73
 Pilih salah satu : pasien rawat inap / pasien rawat jalan / pasien
IGD
6. Tempat / lokasi

 Tempat pasien berada, misal ruang rawat inap, ruang rawat jalan,
IGD
7. Insiden sesuai kasus penyakit / spesialisasi

 Pasien dirawat oleh spesialisasi ? (Pilih salah satu)


Bila kasus penyakit / spesialisasi lebih dari satu, pilih salah satu
yang menyebabkan insiden. Misal : Paien dengan gastritis kronis
dirawat oleh Dokter Spesialis Bedah dengan suspect Appendicitis.
Saat appendectomy terjadi insiden, tertinggal kassa, maka
penanggung jawab kasus adalah Dokter Spesialis Bedah. Bila
dirawat oleh dokter umum : isi Lain-lain : umum
8. Unit / Departemen yang menyebabkan insiden
 Adalah unit / departemen yang menjadi penyebab terjadinya
insiden Misalnya :
a. Pasien DHF ke IGD, diperiksa laboratorium, ternyata hasilnya
salah interpretasi.
Insiden : Salah hasil lab. pada pasien DHF
Jenis insiden : KNC (tidak terjadi cedera)
Tempat / Lokasi : IGD
Spesialisasi : Kasus Penyakit Dalam
Unit penyebab : Laboratorium
b. Pasien anak berobat ke poliklinik, diberikan resep, ternyata
terjadi kesalahan pemnerian obat oleh petugas farmasi. hal ini
diketahui setelah pasien pulang. ibu pasien datang kembali ke
farmasi untuk menanyakan obat tersebut.
Insiden : Salah pemberian obat untuk pasien anak
Jenis insiden : KNC (tidak terjadi cedera)
Tempat / Lokasi : Farmasi

74
Spesialisasi : Kasus Anak
Unit penyebab : Farmasi
c. Pasien THT akan dioperasi telinga kiri tapi ternyata yang
dioperasi telinga kanan. hal ini terjadi karena tidak dilakukan
pengecekan ulang bagian yang akana dioperasi oleh petugas
kamar operasi.
Insiden : Salah bagian yang dioperasi : telinga kiri,
seharusnya kanan
Jenis Insiden : KTD (terjadi cedera)
Tempat / Lokasi : Kamar operasi
Spesialisasi : THT
Unit penyebab : Instalasi bedah

9. Akibat insiden
 Pilih salah satu : (lihat tabel matriks grading risiko)
 Kematian : jelas
 Cedera irreversible / cedera berat : kehilangan fungsi motorik,
sensorik atau psikologis secara permanen misal lumpuh, cacat
 Cedera reversible / cedera sedang : kehilangan fungsi motorik,
sensorik atau psikologis secara permanen misal luka robek
 Cedera ringan : cedera/luka yang dapat diatasi dengan
pertolongan pertama tanpa harus dirawat misal luka lecet
 Tidak ada cedera, tidak ada luka
10. Tindakan yang dilakukan segera setelah insiden

 Ceritakan penanganan / tindakan yang saat itu dilakukan agar


insiden yang sama tidak terulang lagi.
11. Tindakan dilakukan oleh
 Pilihlah salah satu :
 Bila dilakukan tim : sebutkan timnya terdiri dari siapa saja misal :
dokter, perawat

75
 Bila dilakukan petugas lain : sebutkan misal; analis, asisten
apoteker, radiografer, bidan.
12. Apakah insiden yang sama pernah terjadi di unit kerja lain :
 Jika ya, lanjutkan dengan mengisi pertanyaan dibawahnya yaitu:
 Waktu kejadian : isi dalam bulan / tahun
 Tindakan yang telah dilakukan pada unit kerja tersebut untuk
mencegah terulangnya kejadian yang sama. Jelaskan.
Untuk laporan eksternal dilanjutkan sampai bab V dan VI.

III. TIPE INSIDEN


Untuk mengisi tipe insiden, harus melakukan analisis dan investigasi terlebih
dahulu. Insiden terdiri dari : tipe insiden dan subtipe insiden yang dapat dilihat
pada tabel dibawah ini : (Tabel 5)

TIPE
No SUBTIPE INSIDEN
INSIDEN
i. Serah terima
ii. Perjanjian
iii. Daftar tunggu / Antrian
iv. Rujukan /Konsultasi
v. Admisi
a. Proses vi. Keluar/Pulang dari Ranap/RS
vii. Pindah perawatan (Transfer of care)
viii. Identifikasi Pasien
Administrasi
1 ix. Consent
Klinik
x. Pembagian tugas
xi. respons terhadap kegawatdaruratan
i. Tidak performed ketika dibutuhkan /
indikasi
ii. Tidak lengkap / inadekuat
b. Masalah
iii. Tidak tersedia
iv. Salah pasien
v. Salah proses/pelayanan
Proses / i. Skrining/pencegahan/ medical check up
2 Prosedur a. Proses ii. Diagnosis / assessment
Klinis iii. Prosedur /pengobatan/intervensi

76
iv. General care/ management
v. Test/ investigasi
vi. Spesimen/hasil
vii. Belum dipulangkan (Detention /
Restraint)
i. Tidak performance ketika dibutuhkan /
indikasi
ii. Tidak lengkap / inadekuat
b. Masalah iii. Tidak tersedia
iv. Salah pasien
v. Salah proses/pengobatan/prosedur
vi. Salah bagian tubuh / sisi
i. Order/permintaan
ii. Chart/rekam
medik/assessment/konsultasi
iii. Check list
a. Dokumen iv. Form/sertifikat
3 Dokumentasi
yang terkait v. Instruksi/Informasi/kebijakan/SPO/
Guideline
vi. Label/Stiker/Identifikasi Bands/ Kartu
vii. Surat/E-mail/Rekaman Komunikasi
viii. Laporan/Hasil/Images
i. Dokumen hilang / tidak tersedia
ii. Terlambat mengakses dokumen
b. Masalah
iii. Salah dokumen / salah orang
iv. Tidak jelas / membingungkan / illegible
i. Bakteri
ii. Virus
iii. Jamur
a. Tipe iv. Parasit
organisme v. Protozoa
Infeksi
vi. Rickettsia
Nosokomial
vii. Prion (Partikel protein yang infeksius)
4 (Hospital
viii. Organisme tidak teridentifikasi
Associated
i. Bloodstream
Infection)
ii. Bagian yang dioperasi
b. Tipe /
iii. Abses
Bagian
iv. Pneumonia
infeksi
v. Kanul IV
vi. Protesis infeksi

74
vii. Drain/ tube urin
viii. Jaringan lunak
a. Medikasi /
Cairan infus i. Daftar medikasi
yang terkait ii. Daftar cairan infus

b.Proses i. Peresepan
Medikasi / penggunaan ii. Persiapan / dispensing
5 medikasi / iii. Pemaketan
Cairan Infus
cairan infus iv. Pengantaran
v. Pemberian
vi. Supply / pesan
vii. Penyimpanan
viii. Monitoring
i. Salah pasien
c. Masalah
ii. Salah obat
i. Salah dosis / kekuatan / frekuensi
ii. Salah formulasi / presentasi
iii. Salah rute pemberian
iv. Salah jumlah / kuantitas
v. Salah Dispening label / Instruksi
vi. Kontraindikasi
vii. Salah penyimpanan
viii. Ommited medicine or dose
ix. Obat kadaluarsa
x. Adverse drug reaction (reaksi efek
samping obat)
a. Transfusi i. Produk selular
Transfusi
darah / ii. Faktor pembekuan (clothing)
6 darah /
Produk darah iii. Albumin / plasma protein
produk darah
terkait iv. Imunoglobulin
i. Tes pre transfusi
ii. Peresepan
b.Proses iii. Persiapan / Dispensing
transfusi iv. Pengantaran
darah / v. Pemberian
produk darah vi. Penyimpanan
terkait vii. Monitoring
viii. Presentasi / Pemaketan
ix. Suply / Pesan

75
i. Salah pasien
ii. Salah darah / produk darah
iii. Salah dosis / frekuensi
iv. Salah jumlah
c.Masalah v. Salah label dispensing / instruksi
vi. Kontraindikasi
vii. Salah penyimpanan
viii. Darah kadaluarsa
ix. Efek samping (Adverse effect)
a. Nutrisi yang i. Nutrisi umum
7 Nutrisi
terkait ii. Nutrisi khusus
i. Peresepan / permintaan
ii. Persiapan / Manufaktur / memasak
iii. Supply / order
iv. Penyajian
b.Proses nutrisi
v. Dispensing / Alokasi
vi. Pengantaran
vii. Pemberian
viii. Penyimpanan
i. Salah pasien
ii. Salah diet
c.Masalah iii. Salah jumlah
iv. Salah frekuensi
v. Salah konsistensi
Oksigen / a.Oksigen / gas
8 Daftar oksigen / gas terkait
Gas terkait
i. Label silinder / warna kode / index pin
b.Proses ii. Peresepan
penggunaan iii. Pemberian
as / oksigen iv. Pengantaran
v. Suply / order
i. Salah pasien
ii. Salah gas
iii. Salah rate / flow / konsentrasi
iv. Salah mode pengantaran
c.Masalah
v. Kontraindikasi
vi. Salah penyimpanan
vii. Gagal pemberian
viii. Kontaminasi
9 Alat medis / a.Tipe alat Daftar alat medis / alat kesehatan / equipment

76
alat medis / alat property
kesehatan / kesehatan /
equipment Equipment
property property
i. Presentasi / pemaketan tidak baik
ii. Ketidaktersediaan
b.Masalah iii. Inapropiate for task
iv. Tidak bersih / tidak steril
v. Kegagalan / malfungsi
i. Tidak kooperatif
ii. Tidak patas / sikap bermusuhan / kasar
iii. Berisiko/sembrono / berbahaya
iv. Masalah dengan penggunaan substansi /
a.Perilaku
10 Pasien abuse
pasien
v. Mengganggu (Harrassment)
vi. Diskriminatif / berprasangka
vii. Berkeliaran, melarikan diri
viii. Sengaja mencederai diri, bunuh diri
i. Agresi verbal
b.Agresi /
ii. Kekerasan fisik
assault
iii. Ancaman nyawa
i. Tersandung
ii. Slip
11 Jatuh a.Tipe jatuh
iii. Kolaps
iv. Hilang keseimbangan
b.Keterlibatan i. Velbed
saat jatuh ii. Tempat tidur
iii. Kursi
iv. Strecher
v. Toilet
vi. Peralatan terapi
vii. Tangga
viii. Dibawa/dibantu oleh orang lain
i. Kontak dengan benda / binatang
a.Benturan
12 Kecelakaan ii. Kontak dengan orang
tumpul
iii. Hancur, remuk
b.Serangan i. i,ii, iii, iv
tajam / ii. Cakaran, sayatan, tusukan, gigitan,
tusukan sengatan
c.Kejadian i. Benturan akibat ledakan bom

77
mekanik ii. Kontak dengan mesin
d.Peristiwa
mekanik
e.Mekanisme i. Panas yang berlebihan, dingin yang
panas berlebihan
i. Ancaman mekanik pernafasan,
f.Ancaman tenggelam atau hampir tenggelam,
pada pembatasan oksigen – kekurangan
pernafasan tempat (confinement to oxygen– deficient
place)
g.Paparan i. Keracunan bahan kimia atau substansi
bahan kimia lain
atau ii. Bahan kimia korosif
substansi
lainnya
h.Mekanisme i. Paparan listrik / radiasi
spesifik yang ii. Paparan suara/getaran
lain iii. Paparan tekanan udara
menyebabka iv. Paparan karena gravitasi rendah
n cedera
i.Paparan
karena
dampak
cuaca,
bencana
alam
Infrastruktur /
i. Daftar struktur
Bangunan / j.Keterlibatan
ii. Daftar bangunan
Benda lain struktur/
13 iii. Daftar furniture
yang bangunan
iv. Inadekuat
terpasang masalah
v. Damaged/Faulty / Worn
tetap
a.Bebas kerja
manajemen
yang
Resource /
berlebihan
14 Manajemen
ketersediaan/
organisasi
keadekuatan
tempat tidur /
pelayanan

78
sumber daya
ketersediaan
/ manusia/
keadekuatan
staf
organisasi /
Tim

b.Protocols/
Kebijakan /
SOP
Guideline

c. Ketersediaan
/ Adequacy
a.Pengambilan
/ pick up
Transport
Sorting
Laboratorium
15 Data entry
/ Patologi
Prosesing
Verifikasi /
Validasi
Hasil

Contoh :
 Insiden : pasien jatuh dari tempat tidur
Tipe insiden : jatuh
Subtipe insiden : Tipe jatuh : slip / terpeleset
Keterlibatan saat jatuh : toilet
 Insiden : Tertukar Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
Tipe Insiden : Laboratorium
Subtipe Insiden : Hasil

79
IV. ANALISA PENYEBAB INSIDEN DAN REKOMENDASI
 Penyebab insiden dapat diketahui setelah melakukan investigasi dan analisa
baik investigasi sederhana (simple investigation) maupun investigasi
komprehensif (root cause analysis)
 Penyebab insiden terbagi dua yaitu :
1. Penyebab langsung (immediate / direct cause)
Penyebab yang langsung berhubungan dengan insiden / dampak terhadap
pasien
2. Akar masalah (root cause)
Penyebab yang melatarbelakangi penyebab langsung (underlying cause)

V. FAKTOR KONTRIBUTOR, KOMPONEN & SUBKOMPONEN


Faktor kontributor adalah faktor yang melatarbelakangi terjadinya insiden.
Penyebab insiden dapat digolongkan berdasarkan penggolongan faktor
kontributor seperti terlihat pada tabel dibawah ini. faktor kontributor dapat
dipilih lebih dari satu.

1. FAKTOR KONTRIBUTOR EKSTERNAL / DILUAR RS

Komponen
a. Regulator dan Ekonomi

b. Peraturan & Kebijakan Depkes


c. Peraturan Nasional
d. Hubungan dengan organisasi lain

80
2. FAKTOR KONTRIBUTOR ORGANISASI & MANAJEMEN

Komponen Subkomponen
Organisasi & Manajemen a. Struktur organisas
b. Pengawasan
c. Jenjang pengamblan keputusan
Kebijakan, Standar & Tujuan a. Tujuan & Misi
b. Penyusunan fungsi manajemen
c. Kontrak service
d. Sumber keuangan
e. Pelayanan informasi
f. Kebijakan diklat
g. Prosedur dan kebijakan
h. Fasilitas & Perlengkapan
i. Manajemen risiko
j. Manajemen K3
k. Quality Improvement
Administrasi Sistim Administrasi
Budaya keselamatan a. Attitude kerja
b. Dukungan manajemen oleh seluruh
staf
SDM a. Ketersediaan
b.Tingkat pendidikan &Keterampilan
Staf yang berbeda
c. Beban kerja yang optimal
Diklat Manajemen Training Pelatihan
/Refreshing

81
3. FAKTOR LINGKUNGAN KERJA

Komponen Subkomponen
Desain dan Bangunan a. Manajemen Pemeliharaan
b. Penilaian Ergonomik
c. Fungsionalitas
Lingkungan a. Housekeeping
b. Oengawasan Lingkungan Fisik
c. Perpindahan pasien antar ruangan
Peralatan / sarana / prasarana a. Malfungsi alat

b. Ketidaktersediaan

c. Manajemen pemeliharaan

d. Fungsionalitas

e. Desain, Penggunaan & Pemeliharaan


peralatan

4. FAKTOR KONTRIBUTOR : TIM

Komponen Subkomponen
Supervisi & Konsultasi a. Adanya kemauan staf junior
berkomunikasi
b. Cepat tanggap
Konsistensi a. Kesamaan tugas antar profesi
b. Kesamaan tugas antar staf yang
setingkat
Kepemimpinan & Tanggung a. Kepemimpinan efektif
Jawab b. Job Desc Jelas
Respon terhadap insiden Dukungan peers setelah insiden

82
5. FAKTOR KONTRIBUTOR : PETUGAS

Komponen SubKomponen
Kompetensi a. Verifikasi Kualifikasi
b. Verifikasi Pengetahuan & Keterampilan
Stressor Fisik dan Mental a. Motivasi
b. Stresor Mental : efek beban kerja beban
mental
c. Stresor Fisik : Efek beban kerja =
Gangguan Fisik

6. FAKTOR KONTRIBUTOR : TUGAS

Komponen SubKomponen
Ketersediaan SOP a. Prosedur Peninjauan & Revisi SPO
b. Ketersediaan SPO
c. Kualitas Informasi
d. Prosedur Investigasi
Ketersediaan & akurasi hasil test a. Tes Tidak Dilakukan
b. Ketidaksesuaian antara interpretasi
hasil test
Faktor Penunjang dalam validasi a. Ketersediaan, penggunaan, reliabilitas
alat Medis b. Kalibrasi
Desain Tugas Penyelesaian tugas tepat waktu dan
sesuai SPO

7. FAKTOR KONTRIBUTOR : PASIEN

Komponen SubKomponen
Kondisi Penyakit yang kompleks, berat, multikomplikasi
Personal a. Kepribadian
b. Bahasa
c. Kondisi Sosial

83
d. Keluarga
Pengobatan Mengetahui risiko yang berhubungan dengan pengobatan
Riwayat a. Riwayat medis
b. Riwayat kepribadian
c. Riwayat Emosi
Hubungan staf
Hubungan yang baik
& pasien

8. FAKTOR KONTRIBUTOR KOMUNIKASI

Komunikasi Verbal a. Komunikasi antar staf junior dan senior


b. Komunikasi antar Profesi
c. Komunikasi antar Staf dan Pasien
d. Komunikasi antar Unit Departemen
Komunikasi Tertulis Ketidaklengkapan Informasi

Contoh :
Pasien mengalami luka bakar saat dilakukan fisioterapi. Petugas fisioterapi
adalah petugas yang baru bekerja tiga bulan di RS X. Hasil investigasi
ditemukan :
1. Penyebab langsung (Direct / Proximate / Immediate Cause)
 Peralatan / sarana / prasarana : intensitas berlebihan pada alat tranducer
 Petugas : fisioterapis kurang memahami prosedur penggunaan alat
2. Akar penyebab masalah (underlying root cause)
 Peralatan / sarana / prasarana : Manajemen pemeliharaan / maintenance
alat tidak ada
 Manajemen (Diklat) : tidak pernah diberikan training dan orientasi
3. Rekomendasi / Solusi bisa dibagi atas :
 Jangka pendek
 Jangka menengah
 Jangka panjang

84
3. PANDUAN MANAJEMEN RISIKO
a. DEFINISI
Pada saat ini pencegahan kesalahan medis belum menjadi fokus utama
untuk asuhan perawatan pasien di rumah sakit. Sebagian besar sistem
pelayanan kesehatan tidak didesain untuk mencegah terjadinya error.
Definisi dari FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) adalah;
a. Metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi
kegagalan sebelum terjadi.
b. Proses proaktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi.
c. Mengantisipasi kesalahan dan meminimalkan dampak buruk.
Secara umum definisi FMEA adalah : metode perbaikan kinerja
dengan mengidentifikasi dan mencegah Potensi Kegagalan sebelum terjadi.
Hal tersebut didesain untuk meningkatkan keselamatan pasien.
Tujuh langkah menuju keselamatan rumah sakit adalah upaya untuk
menggerakkan program keselamatan pasien di RSUD Selasih. Berdasarkan
langkah ke enam dari tujuh langkah tersebut yaitu rumah sakit
mengembangkan kebijakan yang mencakup insiden yang terjadi dan
minimum satu kali pertahun melakukan Failure Mode and Effects Analysis
(FMEA) untuk proses risiko tinggi.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka Tim Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP) RSUD Selasih menyusun panduan FMEA
(Failure Mode and Effect Analysis) sebagai tool untuk penilaian risiko pada
proses yang belum dilakukan, sedang dilakukan dan proses baru dengan
pendekatan proaktif.

85
2. RUANG LINGKUP

a) Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.


b) Membuat diagram proses.
c) Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan dampaknya.
d) Memprioritaskan modus kegagalan.
e) Identifikasi akar masalah.
f) Redesain proses
g) Analisis dan uji proses baru
h) Implementasi dan monitor perbaikan proses.

3. TATA LAKSANA
Tata laksana Analisis Modus Kegagalan & Dampak (Failure Mode and Effect
Analysis / FMEA) ada 5 tahap. Yaitu :
A. Tahap 1 Pilih proses yang beresiko tinggi dan Membentuk Tim.
a. Pilih proses yang beresiko tinggi.
1. Proses yang beresiko tinggi meliputi :
a. Proses baru.
Misalnya : staf mengoperasikan alat / instrumen medis yang baru.
b. Proses yang sedang berjalan.
Misalnya : proses pengadaan, penyimpanan & distribusi tabung gas
medis (O2, N2O).
c. Proses klinis.
Misalnya : proses pengambilan darah di laboratorium.
d. Proses non klinis.
Misalnya : mengkomunikasikan hasil laboratorium ke dokter atau
identifikasi pasien yang beresiko jatuh.
2. Proses yang beresiko tinggi biasanya memiliki satu atau lebih
karakteristik.
a. Variabel individu :

86
 Pasien : tingkat keparahan penyakit, keinginan pribadi pasien,
proses pengobatan.
 Pemberi layanan : tingkat ketrampilan, cara pendekatan dalam
pelaksanaan tugas.
b. Kompleksitas :
 Proses dalam layanan kedokteran sangat kompleks, terdiri
puluhan langkah. Semakin banyak langkah dalam suatu proses,
semakin tinggi probabilitas terjadinya kesalahan.
 Teori Donald Berwick bahwa :
 Bila proses terdiri dari 1 langkah, kemungkinan salah 1%.
 Bila proses 25 langkah, kemungkinan salah 22%
 Bila proses 100 langkah, kemungkinan salah 63%
c. Tidak standar
Proses dilakukan menurut persepsi pemberi pelayanan berdasarkan
kebiasaan atau prosedur yang sudah ketinggalan zaman. Diperlukan :
SPO, Protokol atau Clinical Pathways untuk membatasi pengaruh dari
variabel ini.
d. Proses tanpa jeda.
 Perpindahan satu langkah ke langkah lain dalam waktu berurutan
tanpa jeda sehingga seringkali baru disadari terjadi penyimpangan
pada langkah berikutnya. Misal : NORUM.
 Keterlambatan dalam suatu langkah akan mengakibatkan
gangguan pada seluruh proses.
 Kesalahan dalam suatu langkah akan menyebabkan
penyimpangan pada langkah berikut.
 Kesalahan biasanya terjadi pada perpindahan langkah atau adanya
langkah yang diabaikan. Kesalahan pada satu langkah akan segera
diikuti oleh kesalahan berikutnya, terutama karena koreksi tidak
sempat dilakukan.
e. Proses yang sangat tegantung pada intervensi petugas.

87
 Ketergantungan yang tinggi akan intervensi seseorang dalam
proses dapat menimbulkan variasi kesalahan. Misal : penulisan
resep dengan singkatan dapat menimbulkan Medication error.
 Sangat tergantung pada pendidikan dan pelatihan yang memadai
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
f. Kultur garis komando ( Hierarchical culture ).Suatu proses akan
menghadapi resiko kegagalan lebih tinggi dalam unit kerja dengan
budaya hirarki dibandingkan dengan unit kerja yang budayanya
berorientasi tim. Hal ini karena :
 Staf enggan berkomunikasi & berkolaborasi satu dengan yang
lain.
 Perawat enggan bertanya kepada dokter atau petugas farmasi
tentang medikasi, dosis serta elemen perawatan lainnya.
g. Keterbatasan waktu.
Proses yang memiliki keterbatasan waktu cenderung meningkatkan
resiko kegagalan.
3. Pertimbangkan :
 Yang paling tinggi potensi resikonya.
 Yang paling “saling berkaitan” dengan proses lain
 Ketertarikan orang untuk memperbaiki.
f. Membentuk tim.
1. Komposisi tim.
a. Multidisiplin & multi personal
 Berbagai macam profesi yang terkait dilibatkan menjadi anggota
tim.
 Beberapa karakter seperti : orang yang memiliki kewenangan
memutuskan, orang yang penting untuk penerapan perubahan
yang mungkin diperlukan, pemimpin yang memiliki
pengetahuan-dipercaya-dihormati, orang dengan pengetahuan
yang sesuai,
b. Jumlahnya tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang)

88
2. Pembagian peran tim
a. Team leader
 Pemimpin yang memiliki pengetahuan, dipercaya dan dihormati.
 Mempunyai kemampuan membuat keputusan.
 Orang yang memiliki ‘critical thinking’ saat perubahan akan
dilaksanakan.
b. Fasilitator.
 Fungsi fasilitator bisa dirangkap oleh team leader.
 Orang yang ditunjuk sebagai fasilitator bukan berasal dari area
yang dianalisis.
 Memandu tim dalam proses diskusi.
 Memilah temuan atau masukan yang tidak penting.
 Memastikan bahwa anggota tim menyelesaikan setiap langkah
dan mendokumentasikan hasil.
 Mengarahkan tim untuk fokus pada masalah yang sedang
dibicarakan.
 Anggota tim merasa nyaman dengan adanya fasilitator.
c. Expert.
 Petugas yang menguasai dan ahli dalam bidang yang dianalisis.
 Dengan keahliannya diharapkan memberikan masukan berupa
perubahan proses.
d. Perwakilan dari disiplin ilmu terkait.
e. Notulen
 Bertanggung jawab mencatat dan membagikan notulen.
 Fungsi notulen bisa dirangkap oleh anggota secara bergantian.
Fungsi notulis dapat menghambat kemampuannya dalam
mengemukakan pendapat, sehingga perlu bergantian.
 Membuat dokumentasi.

89
B. LANGKAH 2. MEMBUAT ALUR PROSES
Pilihlah salah satu diagram / mapping Process
A. Mapping Process juga dikenal sebagai Flowchart, menggambarkan semua
langkah dalam proses.
B. Mapping Process membantu Tim mengidentifikasi masalah yang dapat
diperbaiki.
C. Tool ini sangat mendasar yang sebaiknya digunakan pada langkah awal karena
dapat memberikan pandangan yang jelas tentang proses.
D. Tim sebaiknya memulai dengan Mapping Process level tinggi (5-12 langkah).
Kemudian memilih proses yang mempunyai masalah yang paling besar.
E. Contoh :
1. Detail
Mapping Process paling umum digunakan

2. High-Level.
Mapping Process tercepat, paling sederhana dan detail

3. High--‐low (Top--‐down)
Menambahkan pada kedalaman pada high--‐level Mapping Process,
namun tanpa mapping yang detail

90
5. Tahap 3. Brainstorm Potensial Modus Kegagalan dan Dampaknya.
Dalam tahap ke 3, proses harus menggunakan alat bantu berupa :
A. Failure Mode.
 Jenis potensi kegagalan dalam proses untuk memenuhi persyaratan atau
tujuan proses.
 Berasal dari proses yang tidak sempurna.
 Menyebabkan dampak.
 Contoh : tidak berfungsi, fungsi menurun, fungsi menyimpang, jatuh, salah
identifikasi dll.
B. Efek.
 Akibat dari kegagalan, yang mengganggu / merugikan.
 Dirasakan pasien
 Contoh : keterlambatan penanganan, kematian, cacat, kerusakan jaringan,
tidak dapat diperbaiki, melanggar ketentuan, kerugian finansial.

91
Contoh diagram 1 proses
No Sub Proses Failure Mode Effect
1. Print charge slip Charge slip & Dampak pada pasien : salah
& etiket etiket berbeda dg obat, salah harga, terapi
resep irasional
Dampak pada pengunjung : -
Dampak pada staf : komplain
pasien, sanksi atasan
Peralatan / fasilitas : -
Charge slip & Dampak pada pasien : salah
etiket buram minum obat
Dampak pada pengunjung : -
Dampak pada staf : komplain
dari pasien

6. Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan.


 Seberapa parah efek yang ditimbulkan.
Tingkat kefatalan dampak menggunakan alat bantu berupa tabel Severity.
 Seberapa sering potensi penyebab terjadi.
Tingkat probabilitas kejadian menggunakan alat bantu berupa tabel
Occurrence.
 Seberapa mudah potensi penyebab terkontrol.
Kemampuan kontrol dari sistem yang ada menggunakan tabel controllability.

A. Risk Priority number (RPN)


Sering digunakan untuk mengkalkulasi kritisnya keadaan sebagai suatu a risk
priority number (RPN), juga disebut Criticality Index (CI), berdasarkan derajat
Severity, Occurence dan Detection.

Risk Priority Number = Severity x Occurence x Detection

92
 Modus kegagalan dengan nilai RPN yang tinggi, otomatis
menjadi perhatian untuk diatasi/ menjadi PRIORITAS.
 Memilih skala peringkat :
JCI tidak secara spesifik menentukan “skala” mana yang harus
digunakan dalam menilai modus kegagalan.
1. Severity
 Yaitu efek pada pelanggan.
 Nilai 5 adalah cathastropic dan nilai 1 adalah insignificant.
 Contoh skala 1-5
LEVEL DESKRIPSI DEFINISI

1 Insignificant Tidak ada cedera, kerugian keuangan


Kecil

2 Minor  Cedera ringan


 Dapat diatasi dengan
pertolongan pertama, kerugian
keuangan sedang
3 Moderate  Cedera sedang
 Berkurangnya fungsi motorik/
sensorik/ psikologis atau
intelektual secara reversibel dan
tidak berhubungan dengan
penyakit yang mendasarinya
 Setiap kasus yang
memperpanjang perawatan
4 Mayor  Cedera luas/ berat
 Kehilangan fungsi utama
permanen (motorik, sensorik,
psikologis, intelektual)/
irreversibel, tidak berhubungan

93
dengan penyakit yang
mendasarinya.
 Kerugian keuangan besar
5 Cathastropic Kematian yang tidak berhubungan
dengan perjalanan penyakit yang
mendasarinya

2. Occurance
Contoh skala 1-5

LEVEL FREKUENSI KEJADIAN AKTUAL

1. Sangat jarang Dapat terjadi dalam lebih dari 5 tahun

2. Jarang Dapat terjadi dalam 2-5 tahun

3. Mungkin Dapat terjadi tiap 1-2 tahun

4. Sering Dapat terjadi beberapa kali dalam


Setahun

5. Sangat sering Terjadi dalam minggu/ bulan

3. Detection
 Menggunakan skala 1-4
LEVEL DETECTION KETERANGAN

1 Easy Mudah untuk dikontrol

2 Moderate easy Agak mudah untuk dikontrol

3 Moderate Difficult Agak sulit untuk dikontrol

4 Difficult Sulit untuk dikontrol

94
7. Langkah 5. Identifikasi akar masalah modus kegagalan.
 Dalam konteks FMEA : RCA digunakan untuk menganalisa kemungkinan salah
dalam Proses dan sistem.
 Desainnya adalah Kegagalan dimasa datang bisa dicegah. Kalaupun tidak dapat
dicegah, pasien harus di proteksi terhadap dampak kegagalan tsb atau Dampak
di mitigasi. Alat bantu yang bisa digunakan untuk analisa akar penyebab :
A. Brainstorming.
- Analisa akar penyebab : jika diinginkan ide / solusi yang tidak terbatas
untuk menemukan akar masalah dari semua pihak dalam proses perbaikan.
- Tujuan : untuk menghasilkan beberapa ide-ide dalam waktu minimum
melalui proses kreatif dalam kelompok.
B. Cause & Effect Diagram.
- Analisa akar penyebab : ketika masalah memiliki beberapa penyebab.
- Tujuannya : untuk menampilkan gambaran yang jelas dari beberapa
hubungan sebab akibat antara hasil dan faktor yang mempengaruhi.
- Menggunakan 5 faktor yaitu = 5 M + 1 E
-
1 Tulang mencakup “Why” sebanyak 5 kali.

8. Langkah 6. Redesain Proses.


Hal yg perlu dilakukan adalah :
A. Lakukan studi literatur untuk mengumpulkan informasi dari literatur ilmiah.

95
B. Belajar dari rumah sakit lain dalam mengatasi masalah untuk problem yang
sama.
C. Berkomitmen untuk mencapai perubahan baru dalam cara pandang baru.
Strategi Redesain
1. Desain atau desain ulang proses untuk eleminasi peluang terjadinya
kegagalan (mencegah terjadinya kegagalan).
2. Mencegah kegagalan sampai ke pasien dengan meningkatkan deteksi
kegagalan.
3. Fokus pada mitigasi dampak kesalahan yang sampai ke pasien.
9. Langkah 7. Analisis dan Uji Coba Proses Baru.
A. Panduan Analisis.
1. Bagaimana proses baru tersebut dapat diterapkan.
2. Kapan proses yg baru akan diterapkan
3. Siapa yang akan bertindak & bertanggung jawab.
4. Dimana proses baru tersebut akan diterapkan.

B. Panduan Pengujian.
1. Pengujian diatas kertas.
2. Simulasi
3. Uji coba terbatas.
C. Pengumpulan Data.
1. Tinjauan terhadap catatan hasil pengujian,
2. Survei sebelum dan sesudah perubahan.
3. Sistem pelaporan.
4. Pengamatan di lapangan
5. Diskusi kelompok terfokus (FGD).
6. Kehadiran pada program pendidikan.
7. Evaluasi kompetensi.

96
10. Langkah 8. Implementasi dan Monitor Proses yang Diredesain.
A. Strategi perubahan.
 Buat ‘sense of urgency’
 Bentuk tim pemandu.
 Buat visi dan strategi
 Komunikasikan visi yang berubah.
B. Strategi pemantauan.
 Dokumentasikan seluruh hasil proses yang baru, masukkan ke dalam
prosedur (sehingga menjadi standar baru).
 Berikan training dan sosialisasi menyeluruh.
 Jaga kestabilan proses selama beberapa waktu untuk memastikan
kekonsistenannya.
Tindakan dan pengukuran outcome
1. Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan akan di :
 Kontrol.
 Eliminasi.
 Terima.
2. Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang akan dieliminasi
atau dikontrol.
3. Identifikasi ukuran outcome yang digunakan untuk analisa dan uji re-desain
proses.
4. Identifikasi penanggung jawab dan deadline / target waktu untuk melaksanakan
tindakan tersebut.
5. Tentukan apakah perlu dukungan direktur atau tidak untuk menjalankan proses
baru tersebut.
6. Lakukan pengukuran S, O dan C kembali setelah tindak lanjut dilakukan.
7. Hitung kembali nilai RPN baru.
8. Jika nilai RPN sudah mencapai target maka cari kembali nilai RPN yang masih
diatas target.

97
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi dalam buku panduan ini adalah:


Menuliskan semua langkah dalam bentuk form yang tersedia sebagai berikut :

Langkah 1 dan Langkah 2.

98
Langkah 3

LANGKAH 3B GAMBARKAN ALUR SUB PROSES


Jelaskan Sub Proses kegiatan yang dipilih

A B C D E F

Cantumkan beberapa Sub Proses untuk setiap tahapan proses

Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan

1. 1. 1. 1. 1. 1.

2. 2. 2. 2. _ 2. 2.

3. 3. 3. 3. 3. 3.

4. 4. 4. 4. _ 4. 4.

5. 5. 5. 5. 5. 5.

HFMEA : Healthcare Failure Mode Effect and Analysis

Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan dengan tabel RPN dan Criticality

No Sub Failure Effect S Potential Cause O C RPN


Proses Mode
Dampak pada
pasien :
Dampak pada
pengunjung :
Dampak pada
staf :
Peralatan /
fasilitas : -
Dampak pada
pasien :
Dampak pada
pengunjung :

99
Dampak pada
staf :

Langkah 8. Tabel implementasi dan pemantauan.

Hasil Kegiatan

PIC
Dateline
Tindakan yg diambil (penanggung S O C RPN
(Batas waktu)
jawab)

a. Pengorganisasian tim kerja.


b. Mekanisme kerja yaitu langkah-langkah dalam proses AMKD / FMEA.
c. Prosedur yang dilaksanakan, mengunakan :
 SPO Pelayanan / Peralatan Medis yang diperlukan.
 SPO Analisis Modus Kegagalan dan Dampak (AMKD).
 Surat Keputusan penetapan orang-orang yang terlibat.
 Surat tugas petugas yang terlibat tim.
d. Laporan AMKD yang telah dibuat untuk satu analisis.
e. Salinan Kebijakan Direktur terkait tindak lanjut yang diusulkan oleh tim.

100
BAB X
SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN

Kegiatan Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, dan Manajemen Risiko di


RSUD Selasih melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:
1. RSUD Selasih wajib melakukan pencatatan dan pelaporan pada seluruh kegiatan
Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, dan Manajemen Risiko yang telah
ditetapkan.
2. Tim Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Selasih melakukan pencatatan kegiatan yang
telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit secara
berkala.

101
BAB XI
MONITORING DAN EVALUASI

Tim Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, dan Manajemen Risiko di RSUD


Selasih melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi sebagai berikut:
1. Seluruh jajaran manajemen RSUD Selasih secara berkala melakukan monitoring dan
evaluasi Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, dan Manajemen Risiko yang
dilaksanakan oleh Tim Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Selasih.
2. TimMutu dan Keselamatan Pasien RSUD Selasih secara berkala (paling lama 3 tahun)
melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur peningkatan yang
dipergunakan di RSUD Selasih.
3. TIM PMKP RSUD Selasih melakukan evaluasi kegiatan setiap triwulan dan membuat
tindak lanjutnya

102
BAB XII
PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya taraf hidup dan pengetahuan masyarakat, maka


semakin meningkat kesadaran dan tuntutan untuk memperoleh pelayanan kesehatan
yang bermutu.
Namun perlu disadari, upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan merupakan
“never ending process” dan perlu didukung oleh sumber daya dan dana yang memadai.
Dalam implementasinya bukan hal yang mudah karena menyangkut monitoring banyak
hal.
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan telah dijalankan tetapi memang belum
secara sistematik dan belum ada legislasi yang kuat. Keberhasilan upaya peningkatan
mjutu pelayanan kesehatan tergantung dari jalinan kerjasama semua stake holder
kesehatan. Pengelola pelayanan kesehatan harus menyadari bahwa “Quality is matter of
survival”

103
DAFTAR PUSTAKA
1. Kars, 2018 . Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi : Jakarta.

2. Kars, 2018. Instrumen Survey Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1
: Jakarta.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017


Tentang Keselamatan Pasien.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah


Sakit.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

6. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS), 2015. Pedoman Pelaporan


Insiden Keselamatan Pasien (IKP) : Jakarta.

104

Anda mungkin juga menyukai