Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu system dimana

rumah sakit membuat asuhan pasien agar pasien menjadi lebih aman, sehingga

diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan

akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang

seharusnya dilakukan.

Ada 5 (lima) hal penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah

sakit, yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau

petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang

bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan

lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran

lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait dengan

kelangsungan hidup rumah sakit. Dari ke-5 aspek keselamatan tersebut

keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan, karena

sangat terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit.

Pada dasarnya pelayanan kesehatan adalah untuk menyelamatkan pasien.

Namun diakui dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan

kesehatan khususnya di rumah sakit menjadi semakin komplex dan berpotensi

terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan – KTD (adverse event) apabila tidak

dilakukan dengan hati-hati.

1
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of

Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient

safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-

capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target

utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS

HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan

pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan

(KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO

mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan

berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.

Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (near miss)

masih langka, namun di lain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”,

yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan

keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh

Indonesia (PERSI) telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan

Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif melaksanakan

langkah-langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit

dengan mengembangkan laboratorium program keselamatan pasien rumah

sakit.

Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur,

banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non

profesi yang siap memberikan pelayanan 24 jam terus menerus. Keberagaman

2
dan rutinitas pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat

menyebabkan terjadinya KTD.

Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat dan

berdasarkan atas latar belakang itulah maka pelaksanaan program keselamatan

pasien di Rumah Sakit perlu dilakukan.

1.2 Tujuan Pedoman Keselamatan Pasien

Tujuan Umum :

Sebagai pedoman bagi manajemen RSU Negara untuk dapat

melaksanakan program keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan

mutu pelayanan rumah sakit.

Tujuan Khusus :

1. Sebagai acuan yang jelas bagi manajemen RSU Negara dalam

mengambil

keputusan terhadap keselamatan pasien.

2. Sebagai acuan bagi para dokter untuk dapat meningkatkan

keselamatan pasien.

3. Terlaksananya program keselamatan pasien secara sistematis dan

terarah.

1.3 Manfaat :

1. Dapat meningkatkan mutu pelayanan yang berkualitas dan citra yang

baik bagi

3
RSU Negara

2. Agar seluruh karyawan RSU Negara memahami tentang tanggung

jawab dan

nilai rasa kemanusiaan terhadap keselamatan pasien.

3. Dapat meningkatkan kepercayaan antara dokter dan pasien terhadap

tindakan

yang akan dilakukan.

4. Mengurangi terjadinya KTD di Rumah sakit.

4
BAB II

KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

2.1 Pengertian.

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu system

dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut

meliputi : assessmen risiko,identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan risiko pasien, pe;aporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari

insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan

timbulnya risiko. System tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera

yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

2.2 Mengapa Keselamatan Pasien?

Sejak awal tahun 1900 institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu

pada 3 (tiga) elemen yaitu : input, proses dan output sampai outcome dengan

bermacam-macam konsep dasar, program regulasi yang berwenang misalnya

antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, penerapan Quality

Assurance, Total Quality Management, Continous Quality Improvement,

Perizinan, Akreditasi, Kredensialing, Audit Medis, Indikator klinis, Clinical

Governance, ISO, dan lain sebagainya. Harus diakui program-program tersebut

telah meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada aspek input, proses

maupun output dan outcome. Namun harus diakui juga pada pelayanan yang

telah berkualitas tersebut masih terjadi KTD yang tidak jarang berakhir dengan

5
tuntutan hukum. Oleh sebab itu perlu program untuk lebih memperbaiki proses

pelayanan, karena KTD sebagian dapat merupakan kesalahan dalam proses

pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang

komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan haknya. Program tersebut

yang kemudian dikenal dengan istilah keselamatan pasien (patient safety).

Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan

masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat. Selain itu

keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD, yang selain berdampak

terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit ke

arena blamming, menimbulkan konflik antara dokter/petugas kesehatan dan

pasien, menimbulkan sengketa medis, tuntutan dan proses hukum, tuduhan

malpraktek, blow-up ke media massa yang akhirnya menimbulkan opini negatif

terhadap pelayanan rumah sakit. Selain itu rumah sakit dan dokter bersusah

payah melindungi dirinya dengan asuransi, pengacara dan lain sebagainya.

Tetapi pada akhirnya tidak ada pihak yang menang, bahkan menurunkan

kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.

2.3 Tujuan :

- Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

- Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

- Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit

- Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan.

6
2.4 Program WHO

Pada Januari 2002 Executive Board WHO menyusun usulan resolusi, dan

kemudian diajukan pada World Health Assembly ke 55 pada bulan Mei 2002,

dan diterbitkan sebagai Resolusi WHA55.18. Selanjutnya pada World Health

Assembly ke 57, Mei 2004 diputuskan membentuk aliansi internasional untuk

peningkatan keselamatan pasien dengan sebutan World Alliance for Patient

Safety.

World Alliance for Patient Safety pada tahun 2004 menerbitkan 6 program

keselamatan pasien, dan tahun 2005 ditambah 4 program lagi, keseluruhan 10

program WHO untuk keselamatan pasien adalah sebagai berikut :

1. Global Patient Safety Challenge :

1st Challenge : 2005-2006 : Clean Care is Safer Care

2nd Challenge : 2007-2008 : Safe Surgery Safe Lives

2. Patient for Patient safety

3. Taxonomy for Patient Safety

4. Research for Patient Safety

5. Solutions for Patient Safety

6. Reporting and Learning

7. Safety in Action

8. Technology for Patient Safety

9. Care of acutely ill patients

10. Patient Safety knowledge at your fingertips

7
2.5 Sembilan Solusi Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

WHO Collaboratig Centre for Patient Safety, dimotori oleh Joint

Commission International, suatu badan akreditasi dari Amerika Serikat mulai

tahun 2005 mengumpulkan pakar-pakar keselamatan pasien dari lebih 100

Negara, dengan kegiatan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah

keselamatan pasien, dan mencari solusi berupa sistem atau intervensi sehingga

mampu mencegahatau mengurangi cedera pasien dan meningkatkan

keselamatan pasien. Pada tanggal 3 Mei 2007 WHO Collaborating Centre for

Patient Safety resmi menerbitkan panduan “Nine Live-Saving Patient Safety

Solutions” (“Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit”).

Sembilan topik yang diberikan solusinya adalah sebagai berikut :

1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike

Medication Names)

2. Pastikan Indentifikasi pasien

3. Komunikasi secara benar saat serah terima /pengoperan pasien

4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar

5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)

6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan

7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube)

8. Gunakan alat injeksi sekali pakai

9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi

nosokomial.

8
BAB III

PROGRAM KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

3.1. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu

ditangani segera maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang

merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakan

kegiatannya.

Standar keselamatan pasien wajib diterapkan oleh rumah sakit dan

penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrument Akreditasi Rumah

Sakit.

Standar keselamatan pasien yang dimaksud terdiri dari tujuh standar, yaitu :

1. Hak Pasien

2. Mendidik pasien dan keluarga

3. Keselamatan pasien kesinambungan pelayanan

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien.

Uraian ketujuh stanadr tersebut diatas adalah sebagai berikut :

Standar I : Hak Pasien

9
Standar :

Pasien dan keluarganya memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang

rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

Kriteria :

1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan

2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan

secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana

dan hasil pelayanan, pengobatan atauprosedur untuk pasien termasuk

kemungkinan terjadinya insiden.

Standar II : Mendidik pasien dan keluarga

Standar :

Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan

tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria :

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan

keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena

itu,di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme untuk mendidik pasien dan

keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan

pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarganya dapat :

1. memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur

2. mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga

3. mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

10
4. memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

5. mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit

6. memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

7. memenuhi kewajiban finansial yang disepakat

Standar III : Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan

Standar :

Rumah sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan

dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria :

1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien

masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan

pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.

2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan

pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga

pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan

baik dan lancar.

3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi

untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,

pelayanan sosial, konsultai dan rujukan, pelayanan kesehatan pimer dan

tindak lanjut lainnya.

4. Terdapat komunikasi dan transver informasi antar profesi kesehatan

sehingga dapat tercapainya proseskoordinasi tanpa hambatan, aman dan

efektif.

11
Standar IV : Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.

Standar : rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses

yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,

menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk

meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Kriteria :

1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang

baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,

petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang

sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai

dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.

2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yagng

antara lain tekait dengan : pelaporan insiden, akreditasi,manajemen risiko,

utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.

3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan

semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus

risiko tinggi.

4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil

analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar

kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

Standar V : Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

12
Standar :

1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan

pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh

Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.

2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi

risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi

insiden.

3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar

unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang

keselamatan pasien.

4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,

mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakitserta meningkatkan

keselamatan pasien.

5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam

meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria :

1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan

program meminimalkan insiden.

3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari

rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan

pasien.

13
4. Tersedia prosedur “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan

kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain

dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan

analisis.

5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan

insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang

Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near Miss) dan

“Kejadian Sentinel” pada saat program keselamatan pasien mulai

dilaksanakan.

6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya

menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif

untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf

dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.

7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit

dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan

antar disiplin.

8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam

kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan

pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya

tersebut.

9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan

kriteria objektif untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja rumah

14
sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan

implementasinya.

Standar VI : Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standar :

1. Rumah Sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk

setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien

secara jelas.

2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang

berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta

mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.

Kriteria :

1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan

orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai

dengan tugasnya masing-masing.

2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien

dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang

jelas tentang pelaporan insiden.

3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama

kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan indisipliner dan

kolaboratif dalam melayani pasien.

Standar VII : Komunikasi merupaka kunci bagi staf untuk mencapai

keselamatan pasien

Standar :

15
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi

keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan

eksternal.

2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria :

1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses

manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait

dengan keselamatan pasien.

2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk

merevisi manajemen informasi yang ada.

3.2. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di

semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit

(KARS). Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient

Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh

KKPRS-PERSI, dan dari Joint Commision International (JCI).

Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan

spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang

bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari

konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa

desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan

kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara

umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.

16
Enam sasaran keselamatan pasien yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Standar SKP.1 : Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menjamin ketepatan

(akurasi) identifikasi pasien.

Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan

ketelitian identifikasi pasien.

Maksud dan tujuan sasaran I : Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi

pasien dapat terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan.

Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan

terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat

tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi

lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu :

pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima

pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan dan

pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang

secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi,

khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat,

darah, atau produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk

pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan

dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi

seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang

identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi

tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga

17
menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah

sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi

termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif

digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat

memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh

menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.

3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk

pemeriksaan klinis.

4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan

tindakan/prosedur.

5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang

konsisten pada semua situasi dan lokasi.

Sasaran II : Meningkatkan komunikasi yang efektif

Standar SKP.2 : Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses

meningkatkan efektivitas komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui telpon

antar-PPA.

Standar SKP.2.1 : Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan

hasil pemeriksaaan diagnostik kritis.

Standar SKP.2.2 : Rumah sakit menetapkan dan melakanakan proses

komunikasi “Serah Terima” (handover).

18
Maksud dan Tujuan SKP.2 sampai SKP.2.2

Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua

(ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi

kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat

berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat

membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat

perintah lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat

menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telpon.

Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga

dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan.

Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look alike, sound

alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta lainnya. Pelaporan hasil

pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan

pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada

1. Pemeriksaaan laboratorium;

2. Pemeriksaan radiologi;

3. Pemeriksaan kedokteran nuklir;

4. Prosedur ultrasonografi;

5. Magnetic resonance imaging

6. Diagnostik jantung;

7. Pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil

Tanda-tanda vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau

transesophageal echocardiograms.

19
Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara mencolok

akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem

pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis

hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan kepada staf medis dan informasi

tersebut terdokumentasi untuk mengurangi risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit

menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya. Untuk melakukan

komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan hal-hal

sebagai berikut :

1. Pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya

dihindari;

2. Dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau

komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan

panduannya meliputi permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil

pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai

kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa

hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan;

3. Posedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan

secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima

informasi,penerima membaca kembali permintaan atau hasil

pemeriksaaan, dan pengirim memberi konfirmasi atas apa yang telah

ditulis secara akurat.

Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit sering

kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena

20
itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan

dilarang. (lihat juga MIRM12 EP 5)

Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi

a. antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan

staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA

lainnya pada saat pertukaran shift;

b. antar berbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika

pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke

kamar operasi; dan

c. dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti

radiologi atau unit terapi fisik.

Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien

yang dapat berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau

kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien,

keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat memperbaiki secara signifikan

proses asuhan pasien.

Elemen Penilaian SKP.2

1. Ada regulasi tentang komunikasi efektif antarprofesional pemberi asuhan.

(lihat juga TKRS 3.2). (R)

2. Ada bukti pelatihan komunikasi efektif antarprofesional pemberi asuhan.

(D,W)

21
3. Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang

oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan. (lihat juga AP

5.3.1 dimaksud dan tujuan). (D,W,S)

Elemen Penilaian SKP.2.1

1. Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik

dan hasil diagnostik kritis. (lihat juga AP 5.3.2). (R)

2. Rumah sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan dan siapa yang

harus menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan dicatat di

rekam medis (lihat juga AP 5.3.2 EP 2). (W,S)

Elemen Penilaian SKP.2.2


1. Ada bukti catatan tentang hal-hal kritikal dikomunikasikan di antara

professional pemberi asuhan pada waktu dilakukan serah terima pasien

(hand over). (lihat juga MKE 5). (D,W)

2. Formulir, alat, dan metode ditetapkan untuk mendukung proses serah

terima pasien (hand over) bila mungkin melibatkan pasien. (D,W)

3. Ada bukti dilakukan evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi

waktu serah terima pasien (hand over) untuk memperbaiki proses. (D,W)

Sasaran 3 : Meningkatkan Keamanan Obat-Obat Yang Harus Diwaspadai (High

Alert Medications)

Standar SKP.3 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses

meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai.

22
Standar SKP.3.1

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mengelola

penggunaan elektrolit konsentrat.

Maksud dan Tujuan SKP.3 dan SKP.3.1

Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan

bahayanya dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pasien, terutama obat-

obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang

mengandung risiko yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat

menimbulkan kerugian besar pada pasien.

Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas

1. Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat

menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau

kemoterapeutik;

2. Obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama

(look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan Zantac

atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan

mirip (NORUM);

3. lektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama atau

lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih

besar dari 3 mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%

dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih.

23
Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama-nama yang

membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication error di seluruh

dunia.

Penyebab hal ini adalah :

1. Pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai;

2. Ada produk baru;

3. Kemasan dan label sama;

4. Indikasi klinik sama;

5. Bentuk, dosis, dan aturan pakai sama;

6. Terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah.

Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di berbagai

organisasi kesehatan seperti the World Health Organization (WHO) dan Institute

for Safe Heatlh Medication Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta

pengalaman rumah sakit dalam hal KTD atau kejadian sentinel. Isu tentang

penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau ketidaksengajaan

menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya, potasium klorida dengan

konsentrasi sama atau lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi

sama atau lebih besar dari 3 mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih

dari 0,9%, dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih.

Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup baik di

unit perawatan pasien dan apabila perawat tidak memperoleh orientasi cukup

atau saat keadaan darurat. Cara paling efektif untuk mengurangi atau

menghilangkan kejadian ini adalah dengan menetapkan proses untuk mengelola

24
obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) dan memindahkan elektrolit

konsentrat dari area layanan perawatan pasien ke unit farmasi. (lihat juga PKPO

3 EP 4). Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan

menggunakan informasi atau data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah

sakit, data tentang “kejadian yang tidak diharapkan” (adverse event) atau

“kejadian nyaris cedera” (near miss) termasuk risiko terjadi salah pengertian

tentang NORUM. Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for Safe Health

Medication Practices (ISMP), Kementerian Kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini

dikelola sedemikian rupa untuk menghindari kekuranghati-hatian dalam

menyimpan, menata, dan menggunakannya termasuk administrasinya, contoh

dengan memberi label atau petunjuk tentang cara menggunakan obat dengan

benar pada obat-obat high alert. Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu

diwaspadai, rumah sakit perlu

menetapkan risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan aspek

peresepan, menyimpan, menyiapkan, mencatat, menggunakan, serta

monitoringnya. Obat high alert harus disimpan di instalasi farmasi/unit/depo. Bila

rumah sakit ingin menyimpan di luar lokasi tersebut, disarankan disimpan di

depo farmasi yang berada di bawah tanggung jawab apoteker.

Elemen Penilaian SKP.3

1. Ada regulasi tentang penyediaan, penyimpanan, penataan, penyiapan,

dan penggunaan obat yang perlu diwaspadai. (R)

2. Rumah sakit mengimplementasikan regulasi yang telah dibuat. (D,W)

25
3. Di rumah sakit tersedia daftar semua obat yang perlu diwaspadai yang

disusun berdasar atas data spesifik sesuai dengan regulasi. (D,O,W)

4. Tempat penyimpanan, pelabelan, dan penyimpanan obat yang perlu

diwaspadai termasuk obat NORUM diatur di tempat aman. (D,O,W)

Elemen Penilaian SKP.3.1

1. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses

mencegah kekurang hati-hatian dalam mengelola elektrolit konsentrat.

(R)

2. Elektrolit konsentrat hanya tersedia di unit kerja/instalasi farmasi atau

depo farmasi. (D,O,W)Sasaran IV : Kepastian tepat lokasi, tepat

prosedur, tepat pasien operasi

Standar SKP IV

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,

tepat prosedur, dan tepat pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran IV :

Salah lokasi, salah prosedur, pasien salah pada saat operasi adalah suatu yang

mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah dakit. Kesalahan ini adalah

akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota

tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site

marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu,

asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak

adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim

bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak

26
terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor

kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif

mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam

mengeleminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek

berbasis bukti , seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO

Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for

preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada

tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah

sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan,

dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus

terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada

semua kasus termasuk sisi (laterality), multiple struktur (jari tangan, jari kaki, lesi)

atau multiple level (tulang belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :

 Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;

 Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan

yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan

 Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan / atau implant

yang dibutuhkan.

Tahap “sebelum insisi” (time out) memungkinkan semua pertanyaan atau

kekeliran diselesaikan. Time out dilakukan di tempat dimana tindakan akan

dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.

27
Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara

ringkas, misalnya menggunakan checklist.

Elemen Penilaian Sasaran IV :

1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk

identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses

penandaan.

2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk

memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat

pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,

tepat dan fungsional.

3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum

insisi”/time out tepat pembedahan.

4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang

seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,

termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar

operasi.

SASARAN 4 : Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang

Benar, Pembedahan Pada Pasien Yang Benar

Standar SKP.4

Rumah sakit memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien

sebelum menjalani tindakan dan atau prosedur.

28
Standar SKP.4.1

Rumah sakit memastikan dilaksanakannya proses Time-out di kamar operasi

atau ruang tindakan sebelum operasi dimulai.

Maksud dan Tujuan SKP.4 dan SKP.4.1

Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani tindakan serta

prosedur merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan dapat terjadi.

Kesalahan ini terjadi antara lain akibat

1. Komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antaranggota tim;

2. Tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi operasi

dan tidak ada prosedur untuk verifikasi;

3. Asesmen pasien tidak lengkap;

4. Catatan rekam medik tidak lengkap;

5. Budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim;

6. Masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas, dan

tidak lengkap;

7. Penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang.

Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat semua prosedur investigasi dan

atau memeriksa penyakit serta kelainan dari tubuh manusia melalui mengiris,

mengangkat, memindahkan, mengubah atau memasukkan alat laparaskopi/

endoskopi dalam tubuh untuk keperluan diagnostik dan terapeutik.

Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam rumah sakit yang melakukan

tindakan bedah dan prosedur invasif. Sebagai contoh, kateterisasi jantung,

radiologi intervensi, laparaskopi, endoskopi, pemeriksaan laboratorium, dan

29
lainnya. Ketentuan rumah sakit tentang Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan

Tepat-Pasien berlaku di semua area rumah sakit di lokasi tindakan bedah dan

invasif dilakukan.

Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai berikut:

1. Beri tanda di tempat operasi;

2. Dilakukan verifikasi praoperasi;

3. Melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai.

Pemberian tanda di empat dilakukan operasi atau prosedur invasif melibatkan

pasien dan dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali. Tanda yang

dipakai harus konsisten digunakan di semua tempat di rumah sakit, harus

dilakukan oleh individu yang melakukan prosedur operasi, saat melakukan

pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta harus masih terlihat jelas setelah

pasien sadar. Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda,

termasuk pada sisi lateral (laterality), daerah struktur multipel (multiple structure),

jari tangan, jari kaki, lesi, atau tulang belakang.

Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah

1. Memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasien;

2. Memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto (imajing), dan hasil

pemeriksaan yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji;

3. Memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang

dibutuhkan.

Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan sebelum pasien

tiba di tempat praoperasi, seperti memastikan dokumen, imajing, hasil

30
pemeriksaaan, dokumen lain diberi label yang benar, dan memberi tanda di

tempat (lokasi) operasi.

Time-Out yang dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan semua anggota

tim hadir dan memberi kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan yang

belum terjawab atau ada hal yang meragukan yang perlu diselesaikan. Time-Out

dilakukan di lokasi tempat dilakukan operasi sesaat sebelum prosedur dimulai

dan melibatkan semua anggota tim bedah. Rumah sakit harus menetapkan

prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung.

Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah kejadian yang

mengkhawatirkan dan dapat terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat

komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah,

kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan

tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu, juga

asesmen pasien 53 yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak

adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim

bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca

(illegible handwriting), dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor

kontribusi yang sering terjadi.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan

dan/atau prosedur yang efektif di dalam meminimalkan risiko ini. Kebijakan

termasuk definisi operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang

menginvestigasi dan atau mengobati penyakit serta kelainan/disorder pada tubuh

31
manusia. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di rumah sakit bila prosedur ini

dijalankan.

Praktik berbasis bukti ini diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO

Patient Safety terkini.

Elemen Penilaian SKP.4

1. Ada regulasi untuk melaksanakan penandaan lokasi operasi atau tindakan

invasive (site marking). (R)

2. Ada bukti rumah sakit menggunakan satu tanda di empat sayatan operasi

pertama atau tindakan invasif yang segera dapat dikenali dengan cepat

sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan rumah sakit. (D,O)

3. Ada bukti bahwa penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif (site

marking) dilakukan oleh staf medis yang melakukan operasi atau tindakan

invasif dengan melibatkan pasien. (D,O,W)

Elemen Penilaian SKP.4.1

1. Ada regulasi untuk prosedur bedah aman dengan menggunakan “surgical

check list ” (Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety 2009). (R)

2. Sebelum operasi atau tindakan invasif dilakukan, rumah sakit

menyediakan “check list” atau proses lain untuk mencatat, apakah

informed consent sudah benar dan lengkap, apakah Tepat-Lokasi, Tepat-

Prosedur, dan Tepat-Pasien sudah teridentifikasi, apakah semua

dokumen dan peralatan yang dibutuhkan sudah siap tersedia dengan

lengkap dan berfungsi dengan baik. (D,O)

32
3. Rumah sakit menggunakan Komponen Time-Out terdiri atas identifikasi

Tepat-Pasien, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Lokasi, persetujuan atas

operasi dan konfirmasi bahwa proses verifikasi sudah lengkap dilakukan

sebelum melakukan irisan. (D,O,W,S).

4. Rumah sakit menggunakan ketentuan yang sama tentang Tepat-Lokasi,

Tepat- Prosedur, dan Tepat-Pasien jika operasi dilakukan di luar kamar

operasi termasuk prosedur tindakan medis dan gigi. (D,O,W)

SASARAN 5 : Mengurangi Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Standar SKP.5

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menggunakan dan melaksanakan

evidencebased hand hygiene guidelines untuk menurunkan risiko infeksi terkait

pelayanan kesehatan.

Maksud dan Tujuan SKP.5

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan di

lingkungan fasilitas kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan

kesehatan menjadi keprihatinan bagi pasien dan petugas kesehatan. Secara

umum, infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di semua unit layanan

kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing disebabkan oleh kateter, infeksi

pembuluh/aliran darah terkait pemasangan infus baik perifer maupun sentral,

dan infeksi paru-paru terkait penggunaan ventilator. Upaya terpenting

menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainnya adalah dengan menjaga

kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (hand


33
hygiene) tersedia dari World Health Organization (WHO). Rumah sakit

mengadopsi pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) dari WHO ini untuk

dipublikasikan di seluruh rumah sakit. Staf diberi pelatihan bagaimana

melakukan cuci tangan dengan benar dan prosedur menggunakan sabun,

disinfektan, serta handuk sekali pakai (towel), tersedia di lokasi sesuai dengan

pedoman. (lihat juga PPI 9)

Elemen Penilaian SKP.5

1. Ada regulasi tentang pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) yang

mengacu pada standar WHO terkini. (lihat juga PPI 9. EP 2, EP 6). (R)

2. Rumah sakit melaksanakan program kebersihan tangan (hand hygiene) di

seluruh rumah sakit sesuai dengan regulasi. (D,W)

3. Staf rumah sakit dapat melakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur.

(lihat juga) PPI 9 EP 6). (W,O,S)

4. Ada bukti staf melaksanakan lima saat cuci tangan. (W,O,S) ??? lima apa

??

5. Prosedur disinfeksi di rumah sakit dilakukan sesuai dengan regulasi.

(lihat juga PPI 9 EP 2, EP 5, dan EP 6) (W,O,S)

6. Ada bukti rumah sakit melaksanakan evaluasi terhadap upaya

menurunkan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan. (D,W) (lihat juga

PPI 9 EP 6)

34
Elemen Penilaian Sasaran V :

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene

terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l. dari WHO

Patient Safety).

2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif

3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan

pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait

pelayanan kesehatan.

SASARAN 6 : Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

Standar SKP.6

Rumah sakit melaksanakan upaya mengurangi risiko cedera akibat pasien jatuh.

Maksud dan Tujuan SKP.6

Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien jatuh.

Berbagai faktor yang meningkatkan riisiko pasien jatuh antara lain:

1. Kondisi pasien;

2. angguan fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan, gangguan

penglihatan, atau perubahan status kognitif);

3. lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit;

4. riwayat jatuh pasien;

5. konsumsi obat tertentu;

6. konsumsi alkohol.

Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh dapat

35
mendadak berubah menjadi berisiko tinggi. Hal iIni disebabkan oleh operasi

dan/atau anestesi, perubahan mendadak kondisi pasien, serta penyesuaian

pengobatan. Banyak pasien memerlukan asesmen selama dirawat inap di rumah

sakit. Rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk identifikasi pasien yang

dianggap berisiko tinggi jatuh.

Contoh situasional risiko adalah jika pasien yang datang ke unit rawat jalan

denganambulans dari fasilitas rawat inap lainnya untuk pemeriksaan radiologi.

Pasien ini berisiko jatuh waktu dipindah dari brankar ke meja periksa radiologi,

atau waktu berubah posisi sewaktu berada di meja sempit tempat periksa

radiologi. Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh bertambah karena

layanan yang diberikan. Misalnya, terapi fisik (rawat jalan dan rawat inap)

memiliki banyak peralatan spesifik digunakan pasien yang dapat menambah

risiko pasien jatuh seperti parallel bars, freestanding staircases, dan peralatan

lain untuk latihan. Rumah sakit melakukan evaluasi tentang pasien jatuh dan

melakukan upaya mengurangi risiko pasien jatuh. Rumah sakit membuat

program untuk mengurangi pasien jatuh yang meliputi manajemen risiko dan

asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan atau lingkungan tempat

pelayanan dan asuhan itu diberikan. Rumah sakit harus bertanggung jawab

untuk identifikasi lokasi (seperti unit terapi fisik), situasi (pasien datang dengan

ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau cart), tipe pasien, serta gangguan

fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi untuk jatuh. Rumah sakit

menjalankan program pengurangan risiko jatuh dengan menetapkan kebijakan

dan prosedur yang sesuai dengan lingkungan dan fasilitas rumah sakit.

36
Program ini mencakup monitoring terhadap kesengajaan dan atau

ketidakkesengajaan dari kejadian jatuh. Misalnya, pembatasan gerak (restrain)

atau pembatasan intake cairan.

Elemen Penilaian SKP.6

1. Ada regulasi yang mengatur tentang mencegah pasien cedera karena

jatuh. (lihat juga AP 1.2.1 EP 2). (R)

2. Rumah sakit melaksanakan suatu proses asesmen terhadap semua

pasien rawat inap dan rawat jalan dengan kondisi, diagnosis, dan lokasi

terindikasi berisiko tinggi jatuh sesuai dengan regulasi. (D,O,W)

3. Rumah sakit melaksanakan proses asesmen awal, asesmen lanjutan,

asesmen ulang dari pasien pasien rawat inap yang berdasar atas catatan

teridentifikasi risiko jatuh. (lihat juga AP 2 EP 1). (D,O,W)

4. Langkah-langkah diadakan untuk mengurangi risiko jatuh bagi pasien dari

situasi dan lokasi yang menyebabkan pasien jatuh. (lihat juga AP 1.2.1 EP

3). (D,O,W)

3.3. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka RSU Negara harus

meranacng proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan

mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif

KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja mutu serta

keselamatan pasien.

37
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan

RSU Negara, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis

terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko

bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.

Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh

langkah keselamatan pasien rumah sakit tersebut. Uraian Tujuh Langkah Menuju

Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut :

1. Bangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien

Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil

Langkah penerapan :

d. Tingkat Rumah Sakit :

RSU Negara telah memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus

dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah

pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus

diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.

 RSU Negara telah memiliki kebijakan dan prosedur yang menjabarkan

peran dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden.

 RSU Negara telah berupaya menumbuhkan budaya pelaporan dan

belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.

 Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian

keselamatan pasien.

e. Tingkat Unit Kerja/Tim :

38
 Pastikan semua rekan sekerja merasa mampu untuk berbicara

mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada

insiden

 Demonstrasikan kepada seluruh personil ukuran-ukuran yang dipakai

di RSU Negara untuk memastikan semua laporan dibuat secara

terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan

tindakan/solusi ysng tepat

2. Pimpin dan Dukung Staf Anda

Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan

Pasien di seluruh jajaran RSU Negara.

Langkah-langkah penerapan :

f. Tingkat Rumah Sakit :

 Direksi bertanggung jawab atas keselamatan pasien

 Telah dibentuk Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien yang ditugaskan

untuk menjadi penggerak dalam gerakan keselamatan pasien

 Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat jajaran Direksi

maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit

 Keselamatan pasien menjadi materi dalam semua program orientasi

dan pelatihan di RSU Negara, dan dilaksanakan evaluasi dengan pre

dan post test.

g. Tingkat Unit Kerja/Tim :

 Semua pimpinan unit kerja wajib memimpin gerakan keselamatan

pasien

39
 Selalu jelaskan kepada seluruh personil relevansi dan pentingnya

serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan keselamatan

pasien

 Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.

3. Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko

Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan

identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah

Langkah-langkah penerapan :

a. Tingkat Rumah Sakit :

 Telaah kembali input dan proses yang ada dalam manajemen risiko

klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan

terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf

 Kembangkan indikator-indikator kinerja mutu dan Insiden Keselamatan

Pasien (IKP) bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh

Direksi/Direktur RSU Negara

 Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem

pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif

meningkatkan kepedulian terhadap pasien

b. Tingkat Unit Kerja/Tim :

 Dalam setiap rapat koordinasi selalu laksanakan diskusi tentang hal-

hal yang berkaitan dengan Keselamatan Pasien guna memberikan

umpan balik kepada manajer terkait

40
 Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses

asesmen risiko rumah sakit

 Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan

akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat

untuk memperkecil risiko tersebut

 Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke

proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.

4. Kembangkan Sistem Pelaporan

Pastikan staf anda agar dengan mudah dapat melaporkan

kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)

Langkah-langkah penerapan :

a. Tingkat Rumah Sakit :

Sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar rumah sakit

mengacu pada Pedoman Keselamatan Pasien RSU Negara

b. Tingkat Unit Kerja/Tim :

Berikan semangat kepada seluruh personil untuk secara aktif

melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah

tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang

penting.

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien

Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien

Langkah-langkah penerapan :

41
a. Tingkat Rumah Sakit :

 RSU Negara memiliki kebijakan dan pedoman yang jelas tentang cara-

cara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden

dengan para pasien dan keluarganya

 Seluruh staf RSU Negara terkait harus mampu memastikan bahwa

pasien dan keluarga mendapat informasi yang benar dan jelas

bilamana terjadi insiden

 Seluruh jajaran manajerial harus mampu memberi dukungan, pelatihan

dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada

pasien dan keluarganya

b. Tingkat Unit Kerja/Tim :

 Pastikan seluruh personil menghargai dan mendukung keterlibatan

pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden.

 Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana

terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang

jelas dan benar secara tepat.

 Pastikan bahwa segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati

kepada pasien dan keluarganya.

6. Belajar dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien

Seluruh staf harus mampu untuk melakukan analisis akar masalah untuk

belajar bagaimana dan mengapa KTD itu timbul.

Langkah-langkah penerapan :

a. Tingkat Rumah Sakit :

42
 Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden

secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab

 Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria

pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) yang

mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun

melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses

risiko tinggi.

b. Tingkat Unit Kerja/Tim :

 Diskusikan dalam jajaran unit/tim pengalaman dari hasil analisis

insiden

 Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di

masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.

7. Cegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien

Gunakan informasi yang ada tentang kejadian /masalah untuk melakukan

perubahan pada sistem pelayanan.

Langkah-langkah penerapan :

a. Tingkat Rumah Sakit :

 Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem

pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis,

untuk menentukan solusi.

 Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (input dan

proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk

penggunaan instrumen yang mejamin keselamatan pasien.

43
 Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.

 Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI

 Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil

atas insiden yang dilaporkan.

b. Tingkat Unit Kerja/Tim :

 Libatkan seluruh personil dalam mengembangkan berbagai cara untuk

membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.

 Telaah kembali perubahan-perubahan yang telah dibuat dan pastikan

pelaksanaannya.

 Pastikan seluruh personil menerima umpan balik atas setiap tindak

lanjut tentang insiden yang dilaporkan.

Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan

yang komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah

tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam

pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus

serentak. Dapat dipilih langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah

dilaksanakan. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-

langkah yang belum dilaksanakan.

Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik maka dapat

menambah penggunaan metode-metode lainnya.

44
45
BAB IV

PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang

meliputi kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera dan

kejadian sentinel.

2. Pencatatan dan pelaporan insiden Keselamatan Pasien (KP) mengacu

pada pedoman yang dikeluarkan oleh Komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit PERSI.

3. Pelaporan insiden terdiri dari :

a. Pelaporan internal yaitu mekanisme/alur pelaporan KPRS di internal

RSU Negara

b. Pelaporan eksternal yaitu pelaporan dari RSU Negara ke Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

4. Panitia mutu dan Kerja Keselamatan Pasien RSU Negara melakukan

pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan

kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala.

46
BAB V

MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen RSU Negara secara berkala melakukan

monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan

oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSU Negara.

2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSU Negara secara berkala

(paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan

prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di RSU Negara.

3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSU Negara melakukan evaluasi

kegiatan setiap triwulan dan membuat tindak lanjutnya,

47
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anonim, 2005. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient


Safety). 2005

Anonim, 2012. Panduan Pastient Safety. Rumah Sakit Royal Progress, Jakarta,
Indomesia

Komalawati, Veronica. 2010. Community & Patient Safety Dalam Perspektif


Hukum Kesehatan.

Lestari, Trisasi, 2006. Konteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety:


Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin
IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3

Marseno R., 2011. Patient Safety (Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Available
at http://marsenorhudy.wordpress.com/2011/01/07/patient-safetiy-
keselamatan-pasien-rumah-sakit/

Pabuti, Aumas, 2011. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah
Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of
Andalas University, Indonesia

SubBagian Hubungan Masyarakat Ditjen Bina Upaya Kesehatan, 2012.


Workshop Nasional Keselamatan Pasien dan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi. Available at
http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=30
1:workshop-nasio ..

TIM KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit), 2011. KESELAMATAN


PASIEN (PATIENT SAFETY). Available at
http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/id/index.php?option=com

Yahya, Adib A., 2006. Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of
National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara,
Bandung 14-15 November 2006.

Yahya, Adib A., 2007. Fraud & Patient Safety. Proceedings of PAMJAKI meeting
“Kecurangan (Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan” Hotel Bumi
Karsa, Jakarta 13 December 2007.

48

Anda mungkin juga menyukai