A. Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat
gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
B. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat
penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan
atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak
sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah
merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel
darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma
(konsentrasi normal 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin
plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2.
BY SPT 1
derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
viskositas darah menurun
resistensi aliran darah perifer
penurunan transport O2 ke jaringan
hipoksia, pucat, lemah
beban jantung meningkat
kerja jantung meningkat
payah jantung
C. Etiologi:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid,
piridoksin, vitamin C dan copper
D. Klasifikasi anemia:
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah
sel darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah, meliputi:
a. Anemia aplastik Penyebab:
- agen neoplastik/sitoplastik
- terapi radiasi
- antibiotic tertentu
BY SPT 2
- obat antu konvulsan, tyroid, senyawa
emas, fenilbutason
- benzene
- infeksi virus (khususnya hepatitis)
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
Gangguan sel induk di sumsum tulang
Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai
Pansitopenia
Anemia aplastik
Gejala-gejala:
- Gejala anemia secara umum (pucat,
lemah, dll)
- Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia,
epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih,
perdarahan susunan saraf pusat.
Morfologis: anemia normositik normokromik
b. Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
- Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10
mg/dl
- Hematokrit turun 20-30%
- Sel darah merah tampak normal pada
apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah
maupun defisiensi eritopoitin
c. Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia
jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan
BY SPT 3
warna yang normal). Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses
paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan
d. Anemia defisiensi besi
Penyebab:
- Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan
meningkat selama hamil, menstruasi
- Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
- Kehilangan darah yang menetap
(neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)
gangguan eritropoesis
Absorbsi besi dari usus kurang
sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin
Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
- Atropi papilla lidah
- Lidah pucat, merah, meradang
- Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
e. Anemia megaloblastik
Penyebab:
- Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan
defisiensi asam folat
- Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan
intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit, penyakit
usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan
ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
Sintesis DNA terganggu
BY SPT 4
Gangguan maturasi inti sel darah merah
Megaloblas (eritroblas yang besar)
Eritrosit immatur dan hipofungsi
BY SPT 7
RENPRA ANEMIA
Manajemen nutrisi
Monitor intake nutrisi untuk memastikan
kecukupan sumber-sumber energi
Emosional support
Berikan reinfortcemen positip bila ps
mengalami kemajuan
Monitor Nutrisi
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Kolaborasi untuk pemberian terapi sesuai
order
Monitor adanya gangguan dalam input
makanan misalnya perdarahan, bengkak
dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
BRONKOPNEUMONIA
A. PENGERTIAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada diding bronkus kecil disertai
atelektasis daerah percabangannya.
B. ETIOLOGI
Bakteri streptokokus pneumonia, hemofilus influenza, mycobacterium
tuberculosis.
Virus : RSV, adenovirus, cytomegalovirus, virus influenza.
D. PATOFISIOLOGI
Bronkopnemonia diawali dengan masuknya kuman kejaringan paru-paru melalui
saluran pernafasan dari atas u/ mencapai bronkiolus kemudian kealveolus sekitarnya
secara makroskopi.Kelainan yang timbul berupa bercak konsulidasi yang tersebar
BY SPT 12
pada dua paru. Secara mikroskopi reaksi radang tampak meliputi dinding
bronkus/bronkiolus, lumen terisi eksudat dan sel epitel rusak, rongga alveolus
sekitarnya penuh dengan neutropil dan sedikit eksudat fibrinosa. Penyembuhan
biasanya tidak sempurna, dinding bronkus / bronkiolus yang rusak mengalami
fibrosis dan pelebaran sehingga dapat menimbulkan bronkhiektasis.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto thorak u/ melihat adanya infeksi diparu
AGD u/ mengetahui status kardiopulmoner b/d oksigenasi ( pa co2 menurun).
HJL u/ menetapkan adanya anemia, infeksi, biasanya leukosit meningkat 15.000-
40.000/m3, LED meningkat.
Status spirometri u/ mengkaji udara yang diinspirasi.
Bronkoskopi
Biopsi paru, Kultur darah.
F. MANAJEMEN THERAPI
Bronkopneumonia berat harus rawat inap
Lakukan suction.
Oksigenasi yang adekuat.
Cairan yg cukup (ntra vena).
Diet TKTP , bila pasien sesak nafas lebih baik personde (NGT).
Bila ada asidosis koreksi dengan Na Bicnat 1 mEq/kg BB.
Medikamentosa.
Fisioterapi .
BY SPT 13
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan
pemasukan b.d faktor biologis.
5. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive.
6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan
keterbatasan kognitif keluarga.
7. Cemas anak / keluarga b / d krisis situasional, hospitalisasi RS
RENPRA BRONKOPNEMONIA
Airway Suction
Tentukan kebutuhan suction melalui oral
atau tracheal
Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suction
Informasikan pada keluarga tentang suction
Masukan slang jalan afas melalui hidung
untuk memudahkan suction
Bila menggunakan oksigen tinggi (100%
O2) gunakan ventilator atau rescution
manual.
Gunakan peralatan steril, sekali pakai
BY SPT 14
untuk melakukan prosedur tracheal suction.
Monitor status O2 pasien dan status
hemodinamik sebelum, selama, san
sesudah suction.
Suction oropharing setelah dilakukan
suction trachea.
Bersihkan daerah atau area stoma trachea
setelah dilakukan suction trachea.
Hentikan tracheal suction dan berikan O2
jika pasien bradicardia.
Catat type dan jumlah sekresi dengan
segera
Nutritional terapi
kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT
berikan makanan melalui NGT k/p
berikan lingkungan yang nyaman dan
tenang untuk mendukung makan
monitor penurunan dan peningkatan BB
monitor intake kalori dan gizi
BY SPT 17
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
I. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan ginjal yang progresif dan
irreversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah
II. ETIOLOGI
CKD dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah sebagai berikut:
1. DM.
2. Glomerulonefrtitis kronis
3. Pielonefritis
4. Agen toksis
5. Hipertensi yang tidak terkontrol
6. Obstruksi traktus urinalisis
7. Gangguan vaskuler
8. Infeksi
III. PATOFISIOLOGI
Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
BY SPT 19
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
Patofisiologi umum GGK
Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)
Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun
sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal
BY SPT 20
Kesemutan - nyeri dada -ekimosis
Nutrisi< PK:Anemia - sesek PK: Hiperglikemi - gg as. bs
mdh (GG F. Trombcyt) Nyeri akut - Gg. Metab lemak
stomatitis PK: Asidosis metblk - Gg. Metab. VIT D
parotts Pl nfas tdk effektf
gastritis PK: Perdarahan - edema Gg. Integritas kulit
(Gg lekosit) Gg. Konsep diri
Risk Infeksi Ke> cairan
PK: Ktdkseimbngan PK:asidosis metabolik
Cairan elektrolit -gg elektrolit
PK : Hipoalbumin
PK: Aritmia - Gg irama jantung
PK: ktdk seimb Cairan &Elektrolit
- kalsifikasi, metastase
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Laboratorium
Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal : ureum kreatinin, asam urat serum
Identifikasi etiologi gagal ginjal : analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia
darah, elektrolit, imunodiagnosis
Identifikasi perjalanan penyakit : progresifitas penurunan fungsi ginjal, ureum
kreatinin, klearens kreatinin test : CCT = (140 umur ) X BB (kg)
72 X kreatinin serum
wanita = 0,85
pria = 0,85 X CCT
BY SPT 21
- hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
- elektrolit
-endokrin : PTH dan T3,T4
-pemeriksaan lain: infark miokard
2. Diagnostik
Etiologi GGK dan terminal
-Foto polos abdomen, USG, Nefrotogram
-Pielografi retrograde, Pielografi antegrade
- mictuating Cysto Urography (MCU)
Diagnosis pemburuk fungsi ginjal : retogram, USG
Transplantasi ginjal
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin.
Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik
merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah
jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai
biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai
asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan
300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari karbohidrat dan lemak.
Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin
larut air melalui darah sewaktu dialisa.
BY SPT 22
namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk
mengoreksi asidosis.
VII. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. neuropati perifer
10. hiperuremia
BY SPT 23
Stage Gbran kerusakan ginjal GFR (ml/min/1,73 m2)
1 Normal atau elevated GFR 90
2 Mild decrease in GFR 60-89
3 Moderate decrease in GFR 30-59
4 Severe decrease in GFR 15-29
5 Requires dialysis 15
BY SPT 24
RENPRA CKD
BY SPT 25
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Monitor status pernafasan dan
oksigenasi sesuai kebutuhan
Auskultasi bunyi nafas
Bersihhkan skret jika ada dengan
batuk efektif / suction jika perlu.
3 Kelebihan Setelah dilakukan Fluit manajemen:
volume askep ..... jam pasien Monitor status hidrasi (kelembaban
cairan b.d. mengalami membran mukosa, nadi adekuat)
mekanisme keseimbangan cairan Monitor tnada vital
pengaturan dan elektrolit. Monitor adanya indikasi
melemah Kriteria hasil: overload/retraksi
Bebas dari edema Kaji daerah edema jika ada
anasarka, efusi
Suara paru bersih Fluit monitoring:
Tanda vital dalam Monitor intake/output cairan
batas normal Monitor serum albumin dan protein
total
Monitor RR, HR
Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan
Monitor warna, kualitas dan BJ urine
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
Monitor lingkungan selama makan.
BY SPT 26
jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
BY SPT 27
Pantau hasil laboratorium
Amati faktor-faktor yang bisa
meningkatkan infeksi
monitor VS
7 PK: Insuf Setelah dilakukan Pantau tanda dan gejala insuf renal
Renal askep ... jam Perawat ( peningkatan TD, urine <30 cc/jam,
akan menangani atau peningkatan BJ urine, peningkatan
mengurangi komplikasi natrium urine, BUN Creat, kalium,
dari insuf renal pospat dan amonia, edema).
Timbang BB jika memungkinkan
Catat balance cairan
Sesuaikan pemasukan cairan setiap
hari = cairan yang keluar + 300 500
ml/hr
Berikan dorongan untuk pembatasan
masukan cairan yang ketat : 800-
1000 cc/24 jam. Atau haluaran urin /
24 jam + 500cc
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diet, rendah natrium (2-
4g/hr)
pantau tanda dan gejala asidosis
metabolik ( pernafasan dangkal
cepat, sakit kepala, mual muntah, Ph
rendah, letargi)
Kolaborasi dengan timkes lain dalam
therapinya
Pantau perdarahan, anemia,
hipoalbuminemia
Kolaborasi untuk hemodialisis
8 PK: Anemia Setelah dilakukan Monitor tanda-tanda anemia
askep .... jam perawat Anjurkan untuk meningkatkan
akan dapat asupan nutrisi klien yg bergizi
meminimalkan Kolaborasi untuk pemeberian terapi
terjadinya komplikasi initravena dan tranfusi darah
anemia : Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic,
Hb >/= 10 gr/dl. status Fe
Konjungtiva tdk Observasi keadaan umum klien
anemis
Kulit tidak pucat
Akral hangat
9 Sindrom Setelah dilakukan askep Bantuan perawatan diri
defisit self . jam klien mampu Monitor kemampuan pasien terhadap
care b/d Perawatan diri perawatan diri
kelemahan Self care :Activity Daly Monitor kebutuhan akan personal
Living (ADL) dengan hygiene, berpakaian, toileting dan
kriteria : makan
BY SPT 28
Pasien dapat Beri bantuan sampai klien
melakukan aktivitas mempunyai kemapuan untuk
sehari-hari (makan, merawat diri
berpakaian, Bantu klien dalam memenuhi
kebersihan, toileting, kebutuhannya.
ambulasi) Anjurkan klien untuk melakukan
Kebersihan diri pasien aktivitas sehari-hari sesuai
terpenuhi kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin
Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berikan reinforcement atas usaha
yang dilakukan.
HEMODIALISA
A. DEFINISI
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen
lain melewati membran semipermeabel.
Pada Hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian
yang lain.
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau
bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat
molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga
sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein
plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran.
Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Sistem ginjal buatan:
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan
tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
BY SPT 29
B. INDIKASI
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
indikasi:
a. Hiperkalemia
b. Asidosis
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
C. PERALATAN
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen
darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe
membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor
ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya
untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
2. Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau bath adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari
serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan
bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri
terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada
pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan
reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk
dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan
oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis,
namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system
pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua
BY SPT 30
system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta
pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa
darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi
suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan,
udaara, dan kebocoran darah.
5. Komponen manusia
6. Pengkajian dan penatalaksanaan
D. PROSEDUR HEMODIALISA
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa
keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke
system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur
arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar
(diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV.
Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna,
atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh
pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai
aliran arterial, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya
sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan
jarum: jarum arterial diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula
atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di
klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian
hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal
salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk
memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu
dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah
pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
BY SPT 31
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat
sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada
kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan
melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan
obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri
dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan
membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang
kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan
untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
BY SPT 32
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
2. Menyiapkan sirkulasi darah
a. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
b. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi inset (tanda merah) diatas
dan posisi outset (tanda biru) di bawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung insetdari dializer.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung out set dari dializer dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
e. Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc
f. Hubungkan set infus ke slang arteri
g. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.
h. Memutarkan letak dializer dengan posisi inset di bawah dan out set di
atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
j. Buka klem dari infus set ABL, VBL
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
l. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai cairan
m. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari
dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih
dari 200 mmHg).
n. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
p. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
q. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit
untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
r. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana inlet di atas dan
outlet di bawah.
s. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap
untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
BY SPT 33
3. Persiapan pasien
a. Menimbang berat badan
b. Mengatur posisi pasien
c. Observasi keadaan umum
d. Observasi tanda-tanda vital
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
1) Dengan interval A-V shunt / fistula simino
2) Dengan external A-V shunt / schungula
3) Tanpa 1 2 (vena pulmonalis)
F. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan
yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil
segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan
kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah
dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
G. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
BY SPT 34
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
H. Diagnosa Keperawatan klien HD = CKD hal. 21
BY SPT 35
DIABETES MELITUS
I. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer
dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis
adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak
semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
II. KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and
Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Mellitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak
mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
BY SPT 36
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel pancreas yang secara normal menghasilkan
hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan
insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe
I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes
mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi
insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.
III.ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
BY SPT 37
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan
abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etni
BY SPT 38
IV. PATOFISIOLOGI
DM Tipe I DM Tipe II
Defisiensi insulin
Penurunan BB polipagi
Glukoneogenesis
Glukosuria meningkat Gliserol asam lemak
bebas meningkat
BY SPT 39
Diuresis Osmotik Kehilangan elektrolit urine Ketogenesis
coma
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel
tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari
bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari
unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20%
sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut
terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet
dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa
tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
BY SPT 40
yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
V. GEJALA KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes
Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu
1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita
Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun,
Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.
VI. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
BY SPT 41
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung
koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner,
1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati diabetik
c. Nefropati diabetik
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
BY SPT 42
VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada
pola aktivitas pasien.
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
BY SPT 43
Keterangan :
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau
diabetes komplikasi.
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) 100
Kurus (underweight)
BY SPT 44
kurus : BB X 40 60 kalori sehari
Normal : BB X 30 kalori sehari
Gemuk : BB X 20 kalori sehari
Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1). Mekanisme kerja sulfanilurea
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut,
lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi)
janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan
absorpsi setiap hari.
BY SPT 46
Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam
waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan
otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah
suntikan.
3). Suhu
Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai.
Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya
daripada subcutan.
Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak
terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan
dari u 100 ke u 10 maka efek insulin dipercepat.
KAKI DIABETES
I. Pengertian
BY SPT 47
Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstrimitas bawah yang merupakan komplikasi
kronik DM. manifestasi kelaianan kaki diabetes dapat berupa: dermopati, selulitis,
ulkus, osteomilitis dan gangrene.
II. Faktor
Penyebab Kaki DM
1. Faktor endogen:
Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan
aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya
gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
Adanya hormone aterogenik
Merokok
Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
Kaki dingin, Nyeri nocturnal, Tidak terabanya denyut nadi, Adanya
pemucatan ekstrimitas inferior, Kulit mengkilap, Hilangnya rambut dari
jari kaki, Penebalan kuku, Gangrene kecil atau luas.
2. Faktor eksogen : Trauma, Infeksi
Terdapat lima grade ulkus diabetikum/kaki diabetes antara lain:
BY SPT 49
V. Prinsip Penanganan Ulkus Kaki Diabetes
1. perawatan luka
2. Antibiotika
3. Pemeriksaan radiologis
4. Perbaikan sirkulasi dan nutrisi
5. Meminimalkan berat badan
BY SPT 50
RENPRA DM
BY SPT 51
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.
2 PK : Setelah dilakukan askep Pantau tanda dan gejala infeksi
Infeksi jam perawat akan primer & sekunder
menangani / mengurangi Bersihkan lingkungan setelah
komplikasi defsiensi imun dipakai pasien lain.
Batasi pengunjung bila perlu.
Intruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.
Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
Lakukan perawatan luka dan
dresing infus setiap hari.
Amati keadaan luka dan sekitarnya
dari tanda tanda meluasnya
infeksi
Tingkatkan intake nutrisi.dan
cairan
Berikan antibiotik sesuai program.
Monitor hitung granulosit dan
WBC.
BY SPT 52
Ambil kultur jika perlu dan
laporkan bila hasilnya positip.
Dorong istirahat yang cukup.
Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
3 Ketidaksei Setelah dilakukan askep . Manajemen Nutrisi
mbangan jam klien menunjukan kaji pola makan klien
nutrisi status nutrisi adekuat Kaji adanya alergi makanan.
kurang dari dibuktikan dengan BB stabil Kaji makanan yang disukai oleh
kebutuhan tidak terjadi mal nutrisi, klien.
tubuh b/d tingkat energi adekuat, Kolaborasi dg ahli gizi untuk
intake masukan nutrisi adekuat penyediaan nutrisi terpilih sesuai
nutrisi in dengan kebutuhan klien.
adekuat Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisinya.
Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
Monitor lingkungan selama makan.
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
4 PK: Hipo / Setelah dilakukan askep Managemen Hipoglikemia:
Hiperglike jam diharapkan Monitor tingkat gula darah sesuai
mi perawat akan menangani indikasi
dan meminimalkan episode Monitor tanda dan gejala
hipo / hiperglikemia. hipoglikemi ; kadar gula darah < 70
mg/dl, kulit dingin, lembab pucat,
tachikardi, peka rangsang, gelisah,
tidak sadar , bingung, ngantuk.
BY SPT 53
Jika klien dapat menelan berikan
jus jeruk / sejenis jahe setiap 15
menit sampai kadar gula darah > 69
mg/dl
Berikan glukosa 50 % dalam IV
sesuai protokol
K/P kolaborasi dengan ahli gizi
untuk dietnya.
Managemen Hiperglikemia
Monitor GDR sesuai indikasi
Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300
mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit
kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
Berikan insulin sesuai order
Pertahankan akses IV
Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
Konsultasi dengan dokter jika tanda
dan gejala Hiperglikemia menetap
atau memburuk
Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna kulit,
waktu pengisian kapiler, nadi
perifer dan kalium
Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
4 Kerusakan Setelah dilakukan askep .... Wound care
integritas jam Wound healing Catat karakteristik luka:tentukan
jaringan meningkat: ukuran dan kedalaman luka, dan
faktor Dengan criteria klasifikasi pengaruh ulcers
mekanik: Luka mengecil dalam Catat karakteristik cairan secret
perubahan ukuran dan peningkatan yang keluar
sirkulasi, granulasi jaringan Bersihkan dengan cairan anti
imobilitas bakteri
dan Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
BY SPT 54
penurunan Lakukan nekrotomi K/P
sensabilita Lakukan tampon yang sesuai
s Dressing dengan kasa steril sesuai
(neuropati) kebutuhan
Lakukan pembalutan
Pertahankan tehnik dressing steril
ketika melakukan perawatan luka
Amati setiap perubahan pada
balutan
Bandingkan dan catat setiap adanya
perubahan pada luka
Berikan posisi terhindar dari
tekanan
5 Kerusakan Setelah dilakukan Askep ....
mobilitas jam dapat teridentifikasi Terapi Exercise : Pergerakan sendi
fisik b/d Mobility level Pastikan keterbatasan gerak sendi
nyeri, Joint movement: aktif. yang dialami
intoleransi Self care:ADLs Kolaborasi dengan fisioterapi
aktifitas, Dengan criteria hasil: Pastikan motivasi klien untuk
penurunan Aktivitas fisik meningkat mempertahankan pergerakan sendi
kekuatan ROM normal Pastikan klien untuk
otot Melaporkan perasaan mempertahankan pergerakan sendi
peningkatan kekuatan Pastikan klien bebas dari nyeri
kemampuan dalam sebelum diberikan latihan
bergerak Anjurkan ROM Exercise aktif:
Klien bisa melakukan jadual; keteraturan, Latih ROM
aktivitas pasif.
Kebersihan diri klien Exercise promotion
terpenuhi walaupun Bantu identifikasi program latihan
dibantu oleh perawat atau yang sesuai
keluarga Diskusikan dan instruksikan pada
klien mengenai latihan yang tepat
Exercise terapi ambulasi
Anjurkan dan Bantu klien duduk di
tempat tidur sesuai toleransi
Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai
toleransi
Fasilitasi penggunaan alat Bantu
BY SPT 55
Berikan bantuan kebutuhan sehari
hari sampai klien dapat merawat
secara mandiri
Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.
Monitor kemampuan perawatan
diri klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari
Dorong klien melakukan aktivitas
normal keseharian sesuai
kemampuan
Promosi aktivitas sesuai usia
6 Kurang Setelah dilakukan askep .... Teaching : Dissease Process
pengetahua jam jam, pengetahuan klien Kaji tingkat pengetahuan klien dan
n tentang meningkat keluarga tentang proses penyakit
penyakit Jelaskan tentang patofisiologi
Dg KH:
dan penyakit, tanda dan gejala serta
Klien / keluarga mampu
perawatan penyebab yang mungkin
menjelaskan kembali apa
nya b/d Sediakan informasi tentang kondisi
yang telah dijelaskan
kurang klien
Klien /keluarga
paparan Siapkan keluarga atau orang-orang
kooperatif saat dilakukan
terhadap yang berarti dengan informasi
tindakan
informasi, tentang perkembangan klien
terbatasnya Sediakan informasi tentang
kognitif diagnosa klien
Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol proses
penyakit
Diskusikan tentang pilihan tentang
terapi atau pengobatan
Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada
Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan
kolaborasi dg tim yang lain.
7 Sindrom Setelah dilakukan asuhan Bantuan perawatan diri
defisit self keperawatan jam klien Monitor kemampuan pasien
BY SPT 56
care b/d mampu Perawatan diri terhadap perawatan diri
kelemahan Self care :Activity Daly Monitor kebutuhan akan personal
Living (ADL) dengan hygiene, berpakaian, toileting dan
indicator : makan
Pasien dapat melakukan Beri bantuan sampai klien
aktivitas sehari-hari mempunyai kemapuan untuk
(makan, berpakaian, merawat diri
kebersihan, toileting, Bantu klien dalam memenuhi
ambulasi) kebutuhannya.
Kebersihan diri pasien Anjurkan klien untuk melakukan
terpenuhi aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan
diri secara rutin
Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berikan reinforcement atas usaha
yang dilakukan dalam melakukan
perawatan diri sehari hari.
1. Pengertian Diare
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal ( > 3
kali/hari ), serta perubahan isi/volume ( > 200 gr/hari) dan konsistensi feces cair
(Brunner & Suddarth, 2002).
Diare adalah peningkatan jumlah, volume, keenceran dan frekuensi buang air besar
(medistore.com)
a. Diare akut
Diare akut merupakan penyebab awal penyakit pada anak dengan umur < 5 tahun,
dehidrasi dapat terjadi dan dapat mengakibatkan kefatalan kira-kira pada 400 anak
tiap tahun di Amerika Serikat ( Kleinman, 1992 dalam Wholey & Wong's, 1994).
Diare akut adalah BAB dengan frekuensi meningkat > 3 kali /hari dengan
konsistensi tinja cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang
BY SPT 57
dari 1 minggu. Diare akut lebih banyak disebabkan oleh agent infectius yang
mencakup virus, bakteri dan patogen parasit.
b. Diare Kronik
Kondisi dimana terjadi peningkatan frekuensi BAB dan peningkatan konsistensi
cair dengan durasi 14 hari atau lebih ( Wholey & Wong's, 1994)
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan / miniman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja
penderita.
4. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Usia
Anak dengan umur lebih muda mempunyai kemungkinan terjadi diare lebih besar
dan kemungkinan diare berat juga lebih besar. Diare lebih banyak pada usia
infant.
BY SPT 58
3. Lingkungan
Diare lebih banyak terjadi dimana kondisi sanitasi kurang, fasilitas kesehatan
kurang memadai, persiapan dan penyajian makanan, pendidikan tentang
perawatan kesehatan tidak adekuat.
5. PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme masuk GIT
Berkembang biak setelah berhasil melewati swar asam lambung
Membentuk toksin (endotoksin)
Rangsangan untuk membuang mikroorganisme / makanan tersebut
DIARE
Manifestasi Klinis
BY SPT 60
7. KOMPLIKASI
Kehilangan air dan elektrolit: dehidrasi, asidosis metabolik, hipoklasemia dan
syok
Masalah gizi : maldigesti, malabsorbsi, kehilangan zat gizi langsung
katabolisme
Aritmia jantung
8. DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan pada definisi di atas, akan tetapi perlu dilakukan pengkajian
tentang
9. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital
Berat badan dan panjang badan untuk menentukan status gizi
Tanda-tanda dehidrasi
BY SPT 61
Pemeriksaan chepalo caudal : ubun-ubun besar pada bayi, turgor kulit,
kelembaban mukosa, air mata, konjungtiva, dada : jantung dan paru, abdomen ;
persitaltik usus, integritas kulit area perianal dll
Kemungkinan komplikasi lain
Makanan sangat penting untuk penderita diare. Makanan diberikan sesegera mungkin
termasuk susu, susu buatan khusus ( rendah lactose ) hanya diberikan atas indikasi
yang jelas. Prinsip pemberian makanan untuk penderita diare antara lain:
Dehidrasi
Diagnosis
Diit
Defisiensi disakarida
Drugs
Management terapeutik langsung untuk koreksi keseimbangancairan dan elektrolit
dan mencegah terjadinya malnutrisi. Untuk infant dan anak dengan DCA disertai
dehidrasi, yang pertama harus dilakukan adalah ORT (Oral Rehidrasi Therapy).
Pada kasus dehidrasi berat dan syok diberikan caiaran parenteral.
12. DEHIDRASI
Akibat dari diare yang terus menerus adalah kekurangan cairan ( dehidrasi ).
BY SPT 62
- Letargis atau tidak sadar dan Mata cekung
- Tidak bisa minum atau malas minum
- Cubitan kulit perut kemblinya sangat lama.
Tanda-tanda Dehidrasi ringan/sedang :
- Gelisah,rewel/mudah marah
- Mata cekung
- Haus,minum dengan lahap
- Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Tanpa dehidrasi : tidak ditemukan tanda-tanda seperti diatas
13.REHIDRASI
Dasar-dasar rehidrasi:
Setiap kali BAB diganti dengan 1:1 ORS. Jika feces tidak diketahui, perkiraan ORS
adalah 10 ml/kgBB atau 0,5 sampai 1 gelas ORS setiap kali BAB. ORS berguna
untuk kasus dehidrasi dan muntah. Seorang anak dengan muntah harus diberikan
tambahan cairan 1 sendok kecil atau 5 10 cc setiap 1-5 menit, lebih jelasnya
tampak pada tabel 3.
Tabel-2
BY SPT 65
15. PRINSIP PENATALAKSANAAN DIARE
b. Mengobati Dehidrasi
Bila terjadi Dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke
petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang
cepat dan tepat
c. Memberi makanan
Berikan makanan selama serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita
terutama anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang
minum susus formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau
lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering. Setelah diare
berhenti,pemberian ekstra makanan diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
memulihkan berat badan anak
BY SPT 66
RENPRA DCA
Nutritional terapi
kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT
berikan makanan melalui NGT k/p
berikan lingkungan yang nyaman dan
tenang untuk mendukung makan
monitor penurunan dan peningkatan BB
monitor intake kalori dan gizi
Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-tanda
dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang
cukup
DEMAM TIPOID
A. PENGERTIAN
Demam tipoid merupakan penyakit infeksi akut usus. Sinonim dari demam
tipoid adalah tipoid fever, enteric fever dan typus abdominalis
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan
kesadaran.
B. ETIOLOGI
Tifus abdominalis atau demam tipoid isebabkan oleh bakteri Salmonella typhi
yang secara morfologi identik dengan Escherichia coli. Walaupun pathogen kuat,
kuman kuman ini tidak bersifat piogenik, malahan bersifat menekan pembentukan
sel polimorfonuklear dan eosinofil. Kuman ini mempunyai beberapa antigen yang
penting untuk mendiagnosis imunologik (tes widal). Salmonella typhosa, basil gram
negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak bersepora .
C. PATOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam
lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan
BY SPT 70
limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke
peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati,
limfa dan organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi selama masa tunas dan akan berakhir saat sel-sell
retikoloendoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan
bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan
organ tubuh, terutrama limpa, usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada
kelenjar fimfoid usus halus. minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga
terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang
dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai
perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limfa membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan ileh kelainan pada usus halus.
Salmonella Typhosa
Saluran cerna
D. MANIFESTASI KLINIK
Masa tunas demam tipoid berlangsung 10-14 hari. Minggu pertama penyakit
keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pad umumnya, yaitu
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
BY SPT 71
diare. Perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik
hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relative, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi, ujung merah dan tremor).
Hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen,
stupor, koma, delirium, atau psikosis..
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah tepi : leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,
trombositopenia.
Pemeriksaan sumsum tulang : menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang
Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhposa pada urin dan tinja. Jika pada
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella
tyhposapada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih,
sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna
untuk menegakkan diagnosis kerena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan
immunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.
F. KOMPLIKASI
Usus : perdarahan usus, melena; perforasi usus; peritonitis
Organ lain : Meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumoni
G. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari pada dimulainya pengobatan, keadaan sosial ekonomi
dan gizi penderita. Angka kematian pada RS tipe A berkisar antara 5-10 % pada
operasi dengan alasan perforasi, angka kematian berkisar 15-20%. Kematian pada
demam tifoid disebabkan oleh keadaan toksik, perforasi, perdarahan atau
pneumonia.
H. PENATALAKSANAAN
BY SPT 72
Sampai saat ini ada trilogy penatalaksanaan tipoid yaitu :
1. Pemberian antibiotic untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman, antibiotic yang digunakan ; Klorampenikol, ampicillin/ amoxsisilin,
KOTRIMOKSASOL, sefalosforin generasi II dan III
2. Istirahat dan perawatan professional bertujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal
7 hari bebas panas. Mobilisasi bertahap sesuai kemampuan klien
3. Diet dan terapi penunjang
BY SPT 73
RENPRA TYPOID
BY SPT 74
v/s dbn Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
Monitor Nutrisi
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam input
makanan misalnya perdarahan, bengkak
dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
Monitor kadar energi, kelemahan dan
kelelahan.
BY SPT 77
EFUSI PLEURA
Definisi
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan didalam rongga pleura ( Brunner &
Suddarth, 2001).
Etiologi
Infeksi tuberculosis
Infeksi nontuberculosis
Keganasan
Trauma
Parapneumonia, Parasit (ameba, paragonimiasis, Echinococcus), Jamur, pneumonia
atipik (virus, mikoplasma, Q fever, Legionella).
Keganasan paru
Proses imunologis: pleuritis lupus, pleuritis rheumatoid, sarkoidosis.
Radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat
radiasi.
Patofisiologi
Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen dada / Sinar tembus dada
Ultrasonografi pleura: menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.
CT scan dada
Torakosentesis
Warna cairan : Cairan pleura berwarna kekuning-kuningan, Bila agak kemerah-
merahan dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan dan adanya
kebocoran aneurisma aorta.
Bila Kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema.
Bila merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena ameba.
BY SPT 79
Biokimia : basil tahan asam (untuk tuberculosis), hitung sel darah merah dan
putih, kadar pH, glukosa, amilase.
Sitologi : sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel
besar dengan banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.
Bakteriologi
Biopsi pleura
Penanganan
Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dispnea.
Komplikasi
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari
alveoli masuk ke vena pulmonalis)
Laserasi pleura viseralis
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada klien dengan efusi pleura
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
mucosa skret berlebihan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler -
alveolar
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi
inadekuat, faktor biologi, seseg
BY SPT 80
6. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer
(cairan tubuh statis), prosedur invasiv
7. kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang familier
terhadap informasi, terbatasnya kognitif
8. Cemas berhubungan dengan status kesehatan
Airway Suction
Tentukan kebutuhan suction melalui
oral atau tracheal
Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suction
Informasikan pada keluarga tentang
suction
Masukan slang jalan afas melalui
BY SPT 81
hidung untuk memudahkan suction
Bila menggunakan oksigen tinggi
(100% O2) gunakan ventilator atau
rescution manual.
Gunakan peralatan steril, sekali pakai
untuk melakukan prosedur tracheal suction.
Monitor status O2 pasien dan status
hemodinamik sebelum, selama, san
sesudah suction.
Suction oropharing setelah dilakukan
suction trachea.
Bersihkan daerah atau area stoma
trachea setelah dilakukan suction trachea.
Hentikan tracheal suction dan berikan
O2 jika pasien bradicardia.
Catat type dan jumlah sekresi dengan
segera
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik; jenis,
BY SPT 83
dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
4 Intoleransi Setelah dilakukan NIC: Toleransi aktivitas
aktifitas askep ... jam Klien Tentukan penyebab intoleransi aktivitas &
berhubung dapat menoleransi tentukan apakah penyebab dari fisik,
an dengan aktivitas & psikis/motivasi
ketidaksei melakukan ADL dgn Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien
mbangan baik sehari-hari
antara Kriteria Hasil: aktivitas secara bertahap, biarkan klien
suplai Berpartisipasi berpartisipasi dapat perubahan posisi,
oksigen dalam aktivitas berpindah&perawatan diri
dengan fisik dgn TD, HR, Pastikan klien mengubah posisi secara
kebutuhan RR yang sesuai bertahap. Monitor gejala intoleransi
Warna kulit aktivitas
normal,hangat&ker Ketika membantu klien berdiri, observasi
ing gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing,
Memverbalisasikan gangguan kesadaran&tanda vital
pentingnya Lakukan latihan ROM jika klien tidak
aktivitas secara dapat menoleransi aktivitas
bertahap
Mengekspresikan
pengertian
pentingnya
keseimbangan
latihan & istirahat
toleransi aktivitas
5 Ketidak Setelah dilakukan Managemen nutrisi
seimbanga askep .. jam terjadi Kaji pola makan klien
n nutrisi peningkatan status Kaji kebiasaan makan klien dan makanan
kurang dari nutrisi dg KH: kesukaannya
kebutuhan Mengkonsumsi Anjurkan pada keluarga untuk
tubuh b/d nutrisi yang meningkatkan intake nutrisi dan cairan
ketidak adekuat. kelaborasi dengan ahli gizi tentang
mampu Identifikasi kebutuhan kalori dan tipe makanan yang
an kebutuhan nutrisi. dibutuhkan
pemasukan Bebas dari tanda tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c
b.d faktor malnutrisi. monitor intake nutrisi dan kalori
biologis
Monitor pemberian masukan cairan lewat
parenteral.
BY SPT 84
Nutritional terapi
kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT
berikan makanan melalui NGT k/p
berikan lingkungan yang nyaman dan
tenang untuk mendukung makan
monitor penurunan dan peningkatan BB
monitor intake kalori dan gizi
6 Risiko Setelah dilakukan Kontrol infeksi.
infeksi b/d askep jam infeksi Batasi pengunjung.
penurunan terkontrol, status Bersihkan lingkungan pasien secara benar
imunitas imun adekuat dg setiap setelah digunakan pasien.
tubuh, KH: Cuci tangan sebelum dan sesudah
prosedur Bebas dari tanda merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang
invasive dangejala infeksi. benar.
Keluarga tahu Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai
tanda-tanda jika ada.
infeksi. Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
Angka leukosit Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
normal. Anjurkan istirahat.
Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan
anjurkan untuk minum sesuai aturan.
Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda dan
gejala infeksi dan segera untuk melaporkan
keperawat kesehatan.
Pastikan penanganan aseptic semua daerah
IV (intra vena)
Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-tanda
dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang
cukup
7 Kurang Setelah dilakukan Mengajarkan proses penyakit
pengetahua askep jam Kaji pengetahuan keluarga tentang proses
n keluarga pengetahuan penyakit
berhubung keluarga klien Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan
an dengan meningkat dg KH: tanda gejala penyakit
kurang Keluarga Beri gambaran tentaang tanda gejala
paparan menjelaskan penyakit kalau memungkinkan
dan kembali yg Identifikasi penyebab penyakit
keterbatasa dijelaskan Berikan informasi pada keluarga tentang
n kognitif Keluarga keadaan pasien, komplikasi penyakit.
BY SPT 85
keluarga kooperative dan Diskusikan tentang pilihan therapy pada
mau kerjasama keluarga dan rasional therapy yang
saat dilakukan diberikan.
tindakan Berikan dukungan pada keluarga untuk
memilih atau mendapatkan pengobatan lain
yang lebih baik.
Jelaskan pada keluarga tentang persiapan /
tindakan yang akan dilakukan
8 Cemas Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan
berhubung askep jam Bina hubungan saling percaya.
an dengan kecemasan Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi
krisis terkontrol dg KH: kecemasan pada keluarga.
situasional, ekspresi wajah Jelaskan semua prosedur pada keluarga.
hospitalisa tenang , anak / Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi
si keluarga mau pasien dari stress situasional.
bekerjasama dalam Berikan informasi factual tentang diagnosa
tindakan askep. dan program tindakan.
Temani keluarga pasien untuk mengurangi
ketakutan dan memberikan keamanan.
Anjurkan keluarga untuk mendampingi
pasien.
Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu
simbol untuk mengurang kecemasan
orangtua.
Dengarkan keluhan keluarga.
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Alihkan perhatian keluarga untuk
mnegurangi kecemasan keluarga.
Bantu keluarga dalam mengambil
keputusan.
Instruksikan keluarga untuk melakukan
teknik relaksasi.
BY SPT 86
GAGAL JANTUNG / CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)
A. PENGERTIAN
Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang
mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung,
yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang
mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau
degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan
dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam,
koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
B. ETIOLOGI
Di negara negara berkembang , penyebab tersering adalah :
1. Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung. Hal yg
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup atero sclerosis koroner,
hipertensi arterial dan degeneratif atau inflamasi.
BY SPT 87
2. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak
berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran
darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan as.
Laktat. Infark miokard biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab
paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi
HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik).
3. Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload), meningkatka beban
kerja jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan
kontraktilitas jantung, karena alas an yg tidak jelas hipertropi otot jantung dapat
berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan
aliran darah melalui jantung (mis; stenosis katup semilunair), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah (mis; tamponade pericardium, perikarditis
konstriktif, atau stenosis katup AV), atau pengosongan jantung abnormal (mis;
insuf katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan
darah sistemik (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun
tidak ada hipertropi miokardial.
6. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis
(respiratorik / metabolic) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung. Disritmia jantung akan terjadi dengan sendirinya secara
sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
C. PATOFISIOLOGI
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh
karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume
BY SPT 88
dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini
akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan
waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi
ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan
tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium
dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan
meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau
edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan
penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi
beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang
terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan
preload. Meskipun adaptasi adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac
output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada
pasien pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload
dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer
;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ organ vital, tetapi
jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan
jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama
afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan
fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang
akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin angiotensin -
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler
perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin
vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan
penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida
natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini
terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
BY SPT 89
Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor :
1. Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan b/d perubahan panjang regangan serabut jantung
3. Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yg ditimbulkan oleh tekanan
arteriole.
PATHWAY
curah jantung
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
KIRI
KANAN
Gg. Perf. Jar perifer Gg Perf. Ginjal Ventrikel kiri tdk mampu
Memompa darah dr paru Gg fungsi
ventrikel kn
O2 JAR.< pelepasan angiotention
BY SPT 90
edema mengosongkn vol. drh
dg adekuat bendungan
vena
Intoleransi aktivitas Ke> cairan
Defisit self care Gg. Pertukaran gas
Bersihan jalan nafas
Acites
mual,muntah anoreksia
Ketidaksembangan nutrisi
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
2. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat
gagal jantung
BY SPT 91
3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir
dari kapiler paru kealveoli, akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk
dan sesak nafas,
4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer
umum dan penambahan berat badan.
5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental,
keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.
6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal
menyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan
volume
Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantug kanan dan gagal jantung kiri, ventrikel
kanan dan ventrikel kiri dapat mengalami kegagalan terpisah. Gagal ventrikel kiri
paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri sinonim
dengan edem paru akut.
1. GAGAL JANTUNG KIRI :
Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi
peningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan
paru. Tandanya : (dispnu, batuk, mudah lelah, tachikardi, bunyi jantung S3,
cemas, gelisah). Dispnu karena enimbunan cairan dalam alveoli, ini bias
terjadi saat istirahat / aktivitas.
Ortopnu : kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam hari
(paroximal nocturnal dispnu / PND)
Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah
Mudah lelah : akibat curah jantung < menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
meningkatnya energi yg digunakan.
Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas.
BY SPT 92
sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang nampak adalah : edema ekstremitas
(pitting edema), penambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher, asites
(penimbunan cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia, mual, muntah,
nokturia dan lemah.
Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya
kegenalia eksterna dan tubuh bagian bawah.
Pitting edema : edem dg penekanan ujung jari
Hepatomegali : nyeri tekan pada kanan atasabdomen karena pembesaran vena
dihepar.
Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan
tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.
Anoreksia dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam
rongga abdomen
Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh
posisi penderita saat berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah
jantung akan membaik dg istirahat.
Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan
pembuangan produk sampah katabolisme yg tidak adekuat dari jaringan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal
jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi
jantung lainnya
2. Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal
3. Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan
dengan azotemia prerenal
4. Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin
5. Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi
tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi
6. Pemeriksaan EKG
7. Radiografi dada
BY SPT 93
8. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan
memungkinkan analisis gerakan dinding regional
9. Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas
yang terkena.
G. KOMPLIKASI
1. Kematian
2. Edema pulmoner akut
H. PENATALAKSANAAN
1. Koreksi sebab sebab yang dapt diperbaiki , penyebab penyebab utama
yang dapat diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia,
depresi miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output
tinggi.
2. Diet dan aktivitas, pasien pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr
natrium atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas,
tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur
3. Terapi diuretic
4. Penggunaan penghambat sistem rennin angiotensin aldosteron
5. Terapi beta blocker
6. Terapi glikosida digitalis
7. Terapi vasodilator
8. Obat inotropik positif generasi baru
9. Penghambat kanal kalsium
10. Atikoagulan
11. Terapi antiaritmia
12. Revaskularisasi koroner
13. Transplantasi jantung
14. Kardoimioplasti
BY SPT 94
1. Penurunan kardiak output b.d. perubahan kontraktilitas
2. Intoleransi aktifitas b.d. ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan O2
3. Pola nafas tidak efektif b.d. kelemahan
4. Kelebihan volume cairan b.d. kelemahan mekanisme
regulasi
5. Risiko infeksi b.d. prosedur invasive, penurunan imunitas
tubuh
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d intak nutrisi inadekuat, faktor biologis
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit gagal jantung b.d.
kurangnya sumber informasi.
8. Sindrom deficit self care b.d kelemahan, penyakitnya
RENPRA CHF
Emosional support
Berikan reinfortcemen positip bila ps
mengalami kemajuan
3 Pola nafas Setelah dilakukan Akep Respiratory monitoring:
tidak efektif . jam, pola nafas Monitor rata-rata irama, kedalaman dan
b.d. pasien menjadi efektif usaha untuk bernafas.
kelemahan dg Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan,
Criteria hasil: penggunaan otot Bantu dan retraksi
menunjukkan pola dinding dada.
nafas yang efektif Monitor suara nafas
tanpa adanya sesak Monitor kelemahan otot diafragma
nafas, sesak nafas Catat omset, karakteristik dan durasi
berkurang batuk
v/s dbn Catat hail foto rontgen
BY SPT 97
Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
Ajarkan keluarga/klien tentang tanda
dan gejala infeksi.
Laporkan kecurigaan infeksi
GOUT
I. PENGERTIAN
Gout (pirai) merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan
dengan defek genetik pada metabolisme purin (hiperurisemia), yaitu terjadi
oversekresi asam urat atau defek renal yang mengakibatkan penurunan eksresi asam
urat, atau kombinasi keduanya.
Hiperurisemia primer terjadi penumpukan asam urat merupakan konsekuensi
atau kesalahan metabolisme asam urat
Hiperurisemia skunder adalah penyakit gout merupakan gambaran klinik
ringan yang terjadi sekunder akibat sejumlah proses genetik / didapat, termasuk
peningkatan sel (leukemia, multipel mieloma, beberapa tipe anemia, psoriasis) dan
peningkatan pemecahan sel.
BY SPT 99
Gout merupakan salah satu klasifikasi dari penyakit reumatik karena kelainan
metabolik dan endokrin.
II. REUMATIK
Reumatik adalah peradangan pada sendi (atritis) yang sering mengenahi otot
skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian. Pada penderita reumatik ini akan
merasakan nyeri, perubahan citra diri dan gangguan tidur.
IV PATOFISIOLOGI GOUT
Hiperurisemia (konsentrasi asam urat dalam serumyang > 7,0 mg/dl)
menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout berhubungan
dengan peningkatan atau penurunan mendadak kadar asam urat serum. Bila kristal
urat mengendap dalam sebuah sendi, respon inflamasi akan terjadi dan serangan
gout dimulai. Dengan serangan berulang maka penumpukan kristal natrium urat
(tofus) akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan
telinga.
Gambaran kristal urat dalam cairan senovial sendi yang asimtomatik
menunjukkan bahwa faktor non kristal mungkin berhubungan dengan reaksi
inflamasi. Kristal monosodium urat yang ditemukan tersalut dengan imunoglobulin
BY SPT 100
yang terutama berupa IgG. IgG akan meningkatkan fagositosis kristal dan dengan
demikian memperlihatkan aktivitas imunologi.
V MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi sindrom gout mencakup :
1. Atritis gout yang akut (serangan rekuren inflamasi artikuler dan periartikuler
yang berat)
2. Tofus (endapan kristal yang menumpuk dalam jaringan artikuler, jaringan oseus,
jaringan lunak serta kartilago)
3. Nefropati gout (gangguan ginjal) dan pembentukan batu asam urat dalam traktus
urinarius.
Ada 4 stadium penyakit gout yang dikenal :
1. Hiperuresemia asimtomatik
2. Atritis gout kronis
3. gout interkritikal
4. Gout tofaseus yang kronik.
Kurang dari satu diantara lima penderita hiperurisemia akan mengalami
penumpukan kristal urat yang tampak nyata secara klinis pada saat tertentu. Shingga
pengobatannya seumur hidup.
VI. ETIOLOGI
Sendi yang paling sering terkena adalah pada metatarsofalangeal pada ibu jari kaki
(75% dari semua pasien) tetapi pada bagian tarsal, pergelangan kaki atau sendi lutut
juga menjadi sasaran.
1. Serangan akut dapat dipicu oleh : trauma, konsumsi alkohol, diet yang salah,
obat-obatan, stres bedah atau keadaan sakit.
2. Serangan mendadak terjadi : pada malam hari dan pasien terbangun dari tidur
karena nyeri hebat, kemerahan, bengkak, rasa hangat pada sendi yang sakit.
3. serangan dini cenderung sembuh spontan dalam waktu 3 10 hari walaupun
tanpa terapi diikuti periode tanpa gejala : stadium interkritikal, serangan bisa
terjadi lebih sering dan berlangsung lebih lama lagi.
BY SPT 101
4. Tofus ditemukan pertama kali pada tempo rata-rata 10 th sesudah awitan
serangan gout, 50% klien berobat tidak memadai akhirnya akan mengalami
endapantofaseus. Tofus biasanya disertai episode inflamasi lebih sering dan
berat, kadar asam urat yang tinggi dalam serum akan berkaitan dengan
pembentukan tofus yang lebih luas.
VIII PENATALAKSANAAN
1. Pemberian therapi obat-obatan :
a. Preparat colchicine (oral atau parenteral) : mengurangi penumpukan asam
urat dan mengganggu pembentukan kinin serta leukosit sehingga
mengurangi inflamasi.
b. NSAID, indometasin.
c. Alopurinol : mengganggu proses pemecahan purin sebelum terbentuk asam
urat, menghambat enzim xanthinoksidase karena menghalangi pembentukan
asam urat.
2. Implikasi Keperawatan :
a. Perawat perlu memberikan penjelasan tentang tipe obat, tujuan pengobatan.
b. Metode penatalaksanaan nyeri nonfarmakologi (kompres hangat / dingin
dan perlindungan sendi dengan alat seperti bidai pergelangan tangan atau
tongkat penopang
BY SPT 102
c. Memperbaiki mobilitas sendi serta status fungsional
d. Latihan pergerakan sendi secara bertahap.
X DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Risiko infeksi b/d pertahanan tubuh primer, prosedur invasive
3. Kurang pengetahuan tentang penyakit, dan perawatannya b/d tidak familier
terhadap informasi
4. Defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
5. Kerusakan mobilitas fisik b/d penurunan rentang gerak, keterbatasan
ketahanan fisik, kelemahan otot
6. Gangguan citra tubuh b/d perubahan fisik
7. PK : hipo albumin
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.
BY SPT 105
terapi atau pengobatan
Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
Dorong klien untuk menggali pilihan-
pilihan atau memperoleh alternatif
pilihan
Gambarkan komplikasi yang mungkin
terjadi
Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit
Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada
Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan
kolaborasi dg tim yang lain.
4 Defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri
care b/d asuhan keperawatan . Monitor kemampuan pasien terhadap
kelemahan, jam klien mampu perawatan diri
penyakitny Perawatan diri Monitor kebutuhan akan personal
a Self care :Activity Daly hygiene, berpakaian, toileting dan
Living (ADL) dengan makan
indicator : Beri bantuan sampai klien mempunyai
Pasien dapat kemapuan untuk merawat diri
melakukan aktivitas Bantu klien dalam memenuhi
sehari-hari (makan, kebutuhannya.
berpakaian, Anjurkan klien untuk melakukan
kebersihan, toileting, aktivitas sehari-hari sesuai
ambulasi) kemampuannya
Kebersihan diri pasien Pertahankan aktivitas perawatan diri
terpenuhi secara rutin
Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berikan reinforcement atas usaha yang
dilakukan dalam melakukan perawatan
diri sehari hari.
5 Kerusakan Setelah dilakukan Terapi ambulasi
mobilitas asuhan keperawatan . Konsultasi dengan terapi untuk
fisik jam klien mampu perencanaan ambulasi
penurunan Ambulasi : Latih pasien ROM pasif aktif sesuai
rentang Tingkat mobilisasi kemampuan
gerak, Perawtan diri Ajarkan pasien berpindah tempat
keterbatasa Dg KH: Monitor kemampuan ambulasi pasien
n Peningkatan aktivitas
ketahanan fisik Pendidikan kesehatan
fisik, Jelaskan pada pasien pentingnya
kelemahan ambulasi dini
BY SPT 106
otot Jelaskan pada pasien tahap ambulasi
Jelaskan pada pasien manfaat ambulasi
dini
6 PK: Hipo Setelah dilakukan askep monitor keadaan umum klien.
albumin . jam perawat akan pantau manifestasi penurunan albumin
menangani atau berikan diet TKTP
mengurangi komplikasi Kolaborasi pemberian plasbumin
hipoalbumin dank lien infuse.
mengalami peningkatan berikan motivasi untuk masukan nutrisi
kadar albumin ditandai yang bergizi tinggi dan masukan cairan
dengan : yang cukup.
Albumin serum > 3,5 monitor v/s
g/dl
Tidak terbentuk edem
pada facial,
Tidak terjadi
hipovolumia
8 Gangguan Setelah dilakukan askep Peningkatan Body Image
citra tubuh . jam klien mengalami Diskusikan dengan klien tentang
b/d peningkatan body image perubahan dirinya
perubahan dan menyesuaikan diri Bantu klien dalam memutuskan tingkat
fisik dengan perubahan actual perubahan dalam tubuh atau
kehidupan klien dengan level fungsi tubuh
criteria : monitor frekuensi pernyataan klien
Mau menerima berikan dukungan dan suport mental
penampilannya serta spiritual.
Percaya diri Libatkan keluarga untuk memberikan
dukungan sacara mental dan spiritual
KOLELITIASIS
A. Pengertian :
BY SPT 107
Kolesistitis kalkulus terdapat pada > 90% pasien kolesistitis akut. Pada
kolesistitis kalkulus , batu kandung empedu menyumbat saluran keluar empedu.
Getah empedu yang tetap berada dalam kandung empedu akan menimbulkan reaksi
kimia, edema dan pembuluh darah dalam kandung empedu akan terkompresi
sehingga suplai vaskulernya terganggu.
Kolesistitis akalkulus merupakan inflamasi kandung empedu tanpa sumbatan
oleh batu empedu, tetapi timbul setelah tindakan bedah mayor, trauma berat, atau
luka bakar.
B. Patofisiologi :
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu: batu yang terutama tersusun dari pigmen
dan tersusun dari kolesterol
Batu pigmen : akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu
mengalami presipitasi / pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya
batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis, hemolisis dan infeksi
percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan
jalan operasi.
Batu kolesterol : merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak
larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo lipid)
dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati,
mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah
empedu mengendap membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol
merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai iritan
yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu 4 X lebih
banyak dari pada laki-laki. Biasanya terjadi pada wanita berusia > 40 tahun,
multipara, obesitas. Penderita batu empedu meningkat pada pengguna kontrasepsi
pil, estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier.
Insiden pembentukan batu meningkat bersamaan dengan penambahan umur, karena
bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu
BY SPT 108
juga meningkat akibat mal absorbsi garam-garam empedu pada pasien dengan
penyakit gastrointestinal, pernah operasi resesi usus, dan DM.
C. Manifestasi Klinik
Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh, distensi
abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi
makanan berlemak / yang digoreng.
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :
1. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita
panas, teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau
bahu kanan , rasa nyeri disertai mual dan muntah akan bertambah hebat dalam
waktu beberapa jam sesudah makan dalam porsi besar. Pasien akan gelisah dan
membalik-balikkan badan, merasa tidak nyaman, nyerinya bukan kolik tetapi
persisten. Seorang kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung
empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya
saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi bagian fundus kandung empedu akan
menyentuh dinding adomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh
bagian kanan, sehingga menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran
kanan atas ketika inspirasi dalam.
2. Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah
empedu keduodenum akan menimbulkan gejala yang khas : getah empedu tidak
dibawa keduodenum tetapi diserap oleh darah sehingga kulit dan mukosa
membran berwarna kuning, disertai gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat
karena ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.
4. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran
tersebut akan mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis
generalisata.
BY SPT 109
D. Etiologi
1. Statis cairan empedu
2. Infeksi kuman (E.Coli, klebsiella, Streptokokus, Stapilokokus, Clostridium).
3. Iskemik dinding kandung empedu.
4. Kepekatan cairan empedu.
5. Kolesterol.
6. Lisolesitin.
7. Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti
reaksi supurasi dan inflamasi.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. laboratorium : lekositosis, blirubinemia ringan, peningkatan alkali posfatase.
2. USG: dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus
yang mengalami dilatasi, USG mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.
3. CT Scan Abdomen :
4. MRI.
5. Sinar X abdomen
6. Koleskintografi / Pencitraan Radionuklida: preparat radioaktif disuntikkan
secara intravena. Pemeriksaan ini lebih mahal dari USG, waktu lebih lama,
membuat pasien terpajar sinar radiasi, tidak dapat mendeteksi batu empedu.
7. Kolesistografi: alat ini digunakan jika USG tidak ada / hasil USG meragukan.
F. Penatalaksanaan
1. Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)
a. Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT,
analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi,
ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.
b. Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim,
daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
c. Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat
(chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen
yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek
BY SPT 110
sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk mendapatkan efek
yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati
dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah
ada dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah
pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 12 bulan untuk melarutkan
batu.
d. Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan suatu
bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam kandung
empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan langsung kedalam
kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan melalui T-Tube untuk
melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan, melalui
endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e. Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan
gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam kandung
empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu menjadi sejumlah
fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media cairan oleh
percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik. Energi
disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi cairan.
Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak perlahan
secara spontan dari kandung empedu atau duktus koledokus dan
dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam
empedu peroral.
2. Pembedahan
a. Intervensi bedah dan sistem drainase.
b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut.
Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur
keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus,
dan getah empedu kedalam kassa absorben.
c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar
4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.
d. Kolesistektomi laparaskopi
BY SPT 111
e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka tusukan
melalui dinding abdomen pada umbilikus
3. Pendidikan pasien pasca operasi :
a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera makan,
muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.
b. Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24 sampai
48 jam pertama.
c. Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka
operasi dan sekitarnya
d. Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang
e. Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari asuhan Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh keperawatan Kaji makanan yang disukai oleh
jam klien klien.
menunjukan status Kolaborasi team gizi untuk
nutrisi adekuat penyediaan nutrisi terpilih sesuai
dengan KH: dengan kebutuhan klien.
BB stabil, Anjurkan klien untuk
nilai meningkatkan asupan nutrisinya.
laboratorium Yakinkan diet yang dikonsumsi
terkait normal, mengandung cukup serat untuk
tingkat energi mencegah konstipasi.
adekuat, Monitor jumlah nutrisi dan
masukan nutrisi kandungan kalori.
adekuat Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.
BY SPT 113
Monitor Nutrisi
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
input makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
Monitor kadar energi, kelemahan
dan kelelahan.
3 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Konrol infeksi :
imunitas tubuh asuhan Bersihkan lingkungan setelah
menurun, prosedur keperawatan dipakai pasien lain.
invasive. jam tidak terdapat Batasi pengunjung bila perlu.
faktor risiko Intruksikan kepada pengunjung
infeksi dan dg KH: untuk mencuci tangan saat
Tdk ada tanda- berkunjung dan sesudahnya.
tanda infeksi Gunakan sabun anti miroba untuk
AL normal mencuci tangan.
V/S dbn Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan alat.
Lakukan dresing infus dan dan
kateter setiap hari Sesuai indikasi
Tingkatkan intake nutrisi dan
cairan
berikan antibiotik sesuai program.
SIROSIS HEPATIS
A. PENGERTIAN
Chirrosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukn jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut.
BY SPT 116
1. Sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional ) dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebaban oleh
alcoholisme kronis.
2. Sirosis pasca nekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai tindak
lanjut dari hepatitis virus akut sebelumnya
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati sekitar
saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis) ; insidensinya paling rendah
C. PATOFISIOLOGI
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menyebabkan peradangan hati. Peradangan
ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps
lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologi beda, gambaran histologis sama
atau hampir sama. Serta bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps
dan berubah jadi parut. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatic dan
gangguan aliran darah porta dan menimbulkan hipertnsi portal. Tahap berikutnya
terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi
fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah fari reversible menjadi
irreversible bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada daerah porta
dan parenkim hati.
D. ETIOLOGI
1. Hepatitis virus tipe B dan C
2. Alkohol
3. Metabolik ( hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha 1 anti
tripsin, galaktosemia, tirosinemia congenital, DM, penyakit penimbunan
kolagen)
4. Kolestasisi kronik/sirosis bilier sekunder intra dan ekstra hepatic
5. Obstruksi aliran vena hepatic (Peny.vena oklusif, Sindrom Budd Chiari,
Perikarditis konstriktiva, Payah jantung kanan)
BY SPT 117
6. Gangguan imunologis
7. Toksik dan obat ( MTX, INH, Metildopa)
8. Operasi pintasusus halus pada obesitas
9. Malnutrisi
10. Idiopatik
F. MANIFESTASI KLINIS:
1. Kompensata (belum mempengauhi fungsi hepar)
Demam intermitten
Spider nevi
Palmar eritema
Epistaksis
Edema kaki
Dispepsia
Nyeri abdomen
Hepatosplenomegali
2. Dekompensata
Ascites
Jaundice
Kelemahan fisik
Kehilangan BB
Epistaksis
BY SPT 118
Hipotensi
Atropi gonadal
G. KLASIFIKASI CHILD
Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat
Bil serum (mg%) <2,0 2,0-3,0 >3
Alb.serum (mg%) >3,5 3,0-3,5 <3,0
Ascites - Mudah dikontrol Sulit dikontrol
Enselopati - Minimal Berat/koma
Nutrisi Sempurna Baik Kurang/kurus
Protrombin >70% 40-70% <40%
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
BY SPT 119
- Biopsi Hati
- Darah rutin : Hb rendah, anemia normokromik normositer, hipokrom
mikrositer ,hipokrom makrositer.
- Kolesterol darah yang selalu rendah prognosis kurang baik
- Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT/SGPT). Kenaikan diakibatkan
kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Pada sirosis inaktif tidak
meningkat
- Albumin menurun
- Pemeriksaan CHE (kolinesterase) turun. Bila terjadi kenaikan berati terjadi
perbaikan
- Pemeriksaan kadar elektrolit penting untuk penggunaan diuretic dan
pembatasan garam. Dalam enselopati kadar NA < 4 mEq/l menunjukkan terjadi
sindrom hepatorenal
- Masa Protrombin memanjang
- Kadar gula darah meningkat karena kurangnya kemampuan hati membentuk
glikogen
- Marker serologi pertanda virus ; HbsAg/HbsAb, HbeAg/HbeAb, HBV
DNA, HCV RNA.
- Pemeriksaan AFP (alfa feto protein) menentukan apakah ada keganasan.
AFP > 500 1000 menunjukkan suatu kanker hati primer.
- Radiologi : barium swallow untuk melihat adanya varises esofagus.
- Esofagoskopi : melihat varises esofagus berupa adanya cherry red spot, red
whale marking, diffus redness. Kemungkinan perdarahan
- USG
- Sidikan hati : radionukleid IV
- Tomografi komputer
- E R C P : untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik
- Angiografi
- Punksi ascites : pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan, kadar protein,
amilase dan lipase.
I. PENATALAKSANAAN
BY SPT 120
Berdasarkan gejala yang ada.
- Kompensata baik : kontrol, istirahat, diet TKTP, lemak secukupnya,
- Penyebab diketahui : atasi atau hentikan penyebab
- Atasi komplikasi ; ascites diberikan diet rendah garam 0,5 g/hari, total
cairan 1,5 l/hr, diuretic
- Dengan perdarahan : resusitasi, lavase air es, hemostatik,
antasid/antagonisB2, sterilisasai usus, klisma tinggi, skleroterapi, ligasi
endokospik varises
- Pencegahan pecahnya varises esofagus : farmakoterapi, ligasi varises.
KHS
A. Pengertian KHS
Karsinoma Hepato Seluler (KHS) adalah proses keganasan pada hati. Tumor ganas
primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu ata
metastase dari tumor jaringan lainnya.
B. Penyebab KHS
Penyebab KHS belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor yang diduga sebagai
penyebabnya adalah infeksi/penyakit hati kronik akibat virus hepatitis, serosis hati
BY SPT 121
dan beberapa parasit seperti clonorchis sinencis. Beberapa penyebab KHS antara
lain:
1. Virus hepatitis B
Viruis hepatitis B banyak ditemukan sebagai penyebab hepatitis kronik, serosis
hati, yang selanjutnya berkembang menjadi KHS. Pada pasien menghidap
HBsAg memiliki rasio tinggi terjadi KHS. Pada biopsy penderita KHS banyak
ditemukan HBsAg.
2. Sirosis
Kemungkinan timbulnya KHS pada pasien sirosis adalah adanya hyperplasia
nodular yang berubah menjadi adenomata multiple dan kemudian berubah
menjadi karsinoma multiple.
3. Alfatoxin
adalah mikotoxin yang berasal dari jamur Aspergilus Flavus yang biasa terdapat
dalam makanan: kacang tanah, tembakau, dll.
4. Infeksi
Infeksi Clonosiasis dan sistomiasis.
BY SPT 122
5. Metastase: metastase pada organ lain (tulang)
3. Laboratorium:
- Alkali Pospatase
Pada pasien KHS alkali pospatase meningkat, disebabkan penekanan tumor
terhadap jaringan hati sekitar, sehingga terjadi regurgitasi pada aliran darah
- Transaminase
Enzim, SGPT dan SGOT meningkat karena kerusakan jaringan sel hati
4. Paraneoplastik
Manifestasi paraneoplastik yang sering muncul antara lainL:
F. Penatalaksanaan
KHS sulit diobati karena biasanya pasien datang dengan stadium lanjut sehingga
telah metastase ke organ lain.
BY SPT 123
1. Pengobatan non bedah
a. Kemoterapi
Obat sitostatika bukan merupakan pengobatan efektif. Yang banyak
digunakan adalah 5-Flurourasil (5 Fu) dan Adriamicin, yang diberikan secara
intravena.
b. Radiasi:
Pada umumnya tidak banyak berperan. Sebab sel KHS tidak sensitive
terhadap radiasi dan sel hati normal lebih peka terhadap radiasi. Tetapi
radiasi dapat mengurangi nyeri, anoreksia, dan kelemahan.
c. Embolisasi
TAE: transcateter hepatic arteri emboliZation yaitu dengan cara
menyuntikkan gel foam melalui arteri hepatica. Jaringan tumor yang dilalui
arteri tersebut akan mati karena kekurangan O2 dan nutrisi.
2. Pengobatan bedah
Seperti pada tumor ganas lain, pengobatan terbaik adalah pembedahan.
Pembedahan berhasil baik bila tumor kecik dan belum mengalami metastase.
Transplantasi hati dilakukan bila tidak ada cara lain untuk mengatasuI KHS
Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah jelek. Tanpa pengobatan biasanya terjadi kematian
kurang dari 1 tahun sejak keluhan pertama. Pada KHS stadium dini yang dilakukan
pembedahan dan sitostatik, umur pasien dapat diperpanjang 4-6 tahun.
BY SPT 124
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran keadaan
umum, pelisutan otot
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi inadekuat (anoreksia, mual, muntah)
3. Risiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh primer, pemasangan alat infasiv
4. Kurang pengetahuan penyakit dan perawatan, da pengobatannya b.d kurang
paparan informasi
5. Resiko untuk cedera berhubungan dengan perubahan mekanisme pembekuan
dan hipertensi portal.
6. PK: Perdarahan
7. PK: Anemia
RENPRA CH
BY SPT 125
sesak nafas dan
lelah selama dan Energi manajemen
setelah aktivits Rencanakan aktivitas saat ps mempunyai
minimal energi cukup u/ melakukannya.
v/s dbn selama dan Bantu klien untuk istirahat setelah
setelah aktivitas aktivitas.
Manajemen nutrisi
Monitor intake nutrisi untuk memastikan
kecukupan sumber-sumber energi
Emosional support
Berikan reinfortcemen positip bila ps
mengalami kemajuan
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
Monitor lingkungan selama makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam proses
mastikasi/input makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
STROKE
DEFINISI
BY SPT 129
Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai
dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.
Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :
- Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
BY SPT 130
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
BY SPT 131
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut ::
1. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.
2. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit
jantung lainnya.
4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan
penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti
koagulan )
5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri
sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada
ektremitas.
Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam
meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut
diantaranya, adalah:
1. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan
antara keduanya itu.
2. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya
stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal
tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu
berat dapat menimbulkan MCI.
3. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama
terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada
wanita.
4. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun
BY SPT 132
tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.
5. Riwayat keluarga.
Klasifikasi:
Pathofisiologi Stroke
Oklusi
Iskemi
Hipoksia
TIK meningkat
BY SPT 135
Perbedaan antara infark dan perdarahan otak sebagai berikut :
Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Jika dilihat bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer Kanan
a a.Hemiparese sebelah kiri tubuh.
b b.Penilaian buruk
c.Mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke
sisi yang berlawanan tersebut.
BY SPT 135
2. Stroke yang Hemifer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan d. Disfagia global
b. Perilaku lambat dan sangat hati-hati e. Afasia
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan. F. Mudah frustasi
Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen kepala dan medula spinalis 4. Angiografi
2. Elektro encephalografi 5. Computerized Tomografi
Scanning ( CT. Scan)
3. Punksi lumbal 6. Magnetic Resonance Imaging
Penatalaksanaan Stroke
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
5. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
BY SPT 136
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis , yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi , komplikasi
ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dansakit kepala.
4. HidrocephalusY
Prioritas Keperawatan
1. Meningkatkan perfusi serebri dan oksigenasi yang adekuat.
2. Mencegah dan meminimalkan komplikasi dan kelumpuhan permanen.
3. Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4. Memberikan dukungan terhadap proses mekanisme jkoping dan
mengintegrasikan perubahan konsep diri.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, pengobatan dan
kebutuhan rehabilitasi.
BY SPT 137
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1. Perfusi jaringan tidak efektif: cedera b.d gangguan sirkulasi darah ke otak
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
pemasukan b.d faktor biologis
3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler, kerusakan persepsi
sensori, penurunan kekuatan otot.
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak.
5. Sindrom defisit self-care: b.d kelemahan, gangguan neuromuskuler, kerusakan
mobilitas fisik
6. Risiko infeksi b.d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasif
7. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang
paparan dan keterbatasan kognitif
8. Gangguan eliminasi BAB b/d imobilisasi
9. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler otot menelan
10. Risiko trauma/injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
BY SPT 138
RENPRA STROK
BY SPT 139
Nutritional terapi
kaji kebutuhan untuk
pemasangan NGT
berikan makanan melalui NGT
k/p
berikan lingkungan yang
nyaman dan tenang untuk
mendukung makan
monitor penurunan dan
peningkatan BB
monitor intake kalori dan gizi
Manajemen lingkungan
BY SPT 144
Identifikasi kebutuhan
keamanan klien
Jauhkan benda yang
membahayakan klien
pasang bed plang
Sediakan ruang khusus
Berikan lingkungan tenang
Batasi pengunjung
Anjurkan pada keluarga untuk
menunggu/berada dekat klien
TETANUS
BY SPT 145
A. Pengertian
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani,
bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksisimal dan diikuti oleh kekakuan
otot seluruh badan, khususnya otot-otot massester dan otot rangka.
B. Penyebab
Spora bacterium clostridium tetani (C. Tetani). Kuman ini mengeluarkan toxin yang
bersifat neurotoksik (tetanospasmin) yang menyebabkan kejang otot dan saraf
perifer setempat. Termasuk bakteri gram positif. Bentuk: batang. Terdapat: di
tanah, kotoran manusia dan binatang (khususnya kuda) sebagai spora, debu,
instrument lain. Spora bersifat dorman dapat bertahan bertahun-tahun (> 40 tahun)
BY SPT 146
5. BAB dan BAK tidak terkontrol
6. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang
Berdasarkan tipe tetanus
1. Tetanus local
o Kekakuan sekelompok otot yang dekat dengan invasi kuman
o Nyeri terus menerus, unyreling awal kelainan general
o anti toksin yang beredar tidak cukup menetralkan toksin yang menumpuk
di sekitar tempat masuk
o Dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan hilang tanpa bekas
o Tetanus ringan, kematian 1%
2. Tetanus sefalik
o Port dentre di kepala, leher, mata, telinga atau (jarang) pasca
tonsilektomi
o Inkubasi 1-21 hari
o Kelumpuhan saraf II (optikus), IV (troklearis), VII (fasialis), IX
(glosofaringeus), X (S. vagus), XI (hipoglosus), sendiri atau kombinasi
o Prognosis jelek
3. Tetanus generalisata
o Port dentri: luka tusuk dalam, furunkulosis, cabut gigi, embedded
splinter, ulkus dekubiti, tusukan jarum tidak steril, fraktura komplikata yang
menjadi supuratif
o mengenai seluruh otot skelet
o Tanda: irritable, trismus (kekakuan otot wajah) muka meringis, sulit
menelan, kaku kuduk, otot punggung epistotonus (punggung melengkung)
dengan lengan fleksi dan abduksi, kaku otot abdomen, disfagia, fotofobia
o Kejang generalisata mudah timbul dengan pacu ringan seperti :sentuhan
angina, suara, cahaya terang, hentakan tempat tidur, rabaan
o uji laboratorium tidak mempunyai peran diagnostic
BY SPT 147
D. Patofisiologi
Keadaan anaerob clostridium tetani
(luka kontaminasi, dsb)
SSP
Nyeri PK toxaemia
Risk. Trauma
Kejang otot
Otot rahang & leher opistotonus pada perut opistotonus sepanjang tl belakang
BY SPT 148
E. Faktor Resiko Tetanus
Tetanus beresiko terjadi pada bayi baru lahir, anak-anak, dewasa muda dan orang
tua yang tidak mendapatkan immunisasi atau dapat imunisasi yang didapat tidak
adekuat, pengguna obat-obat dengan infeksi.
F. Diagnosis
1. Riwayat dan temuan secara fisik
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut,
perut papan
2. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
2. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy
dll
G. Pemeriksaan penunjang
- EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi
ventrikuler (Torsaderde pointters)
- Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih
rendah kadar fosfat dalam serum meningkat.
- Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada
jaringan subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
H. Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat
menembus barier darah-otak
b. Antitoksin kuda
BY SPT 149
Serum anti tetanus (ATS) menetralisir toksin yang masih beredar.
Dosis: 100.000 unit, dibagi dalam 50.000 unit IM dan 50.000 unit IV, pelan
setelah dilakukan skin test
2. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing,
biarkan terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani
untuk berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000
U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat
dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika
perlu tiap 2 jam untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur
tetapi berespon segera bila dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada
tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu
10-15 mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu
4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang
merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
BY SPT 150
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi
parenteral, hindari dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal
merupakan pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
I. Komplikasi
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia
5. Fraktur dan robekan otot
Mortalitas 44-55%. Faktor yang berpengaruh jelek adalah: luasnya otot yang
terlibat, panas tinggi, masa inkubasi yang pendek. Kematian biasanya terjadi pada
minggu pertama sakit
J. Pencegahan
1. Imunisasi tetanus
Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntukan
a. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa.
Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5 tahun
2. Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil apapun.
3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya
BY SPT 151
4. Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen
melalui alveolar dan atau membran kapiler
5. Risiko trauma/injuri berhubungan dengan peningkatan koordinasi
otot (kejang), irritabilitas
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan reflek menelan, intake kurang
7. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer, prosedur invasive
8. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
otot menelan.
9. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori
motor.
10. Sindrome defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
11. Defisit pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang
paparan terhadap sumber informasi.
12. Kerusakan komunikasi verval b/d penurunan sirkulasi darah keotak
BY SPT 152
RENPRA TETANUS
Airway Suction
Tentukan kebutuhan suction melalui
oral atau tracheal
Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suction
Informasikan pada keluarga tentang
suction
Masukan slang jalan afas melalui
hidung untuk memudahkan suction
Bila menggunakan oksigen tinggi
(100% O2) gunakan ventilator atau
rescution manual.
Gunakan peralatan steril, sekali pakai
BY SPT 153
untuk melakukan prosedur tracheal suction.
Monitor status O2 pasien dan status
hemodinamik sebelum, selama, san
sesudah suction.
Suction oropharing setelah dilakukan
suction trachea.
Bersihkan daerah atau area stoma
trachea setelah dilakukan suction trachea.
Hentikan tracheal suction dan berikan
O2 jika pasien bradicardia.
Catat type dan jumlah sekresi dengan
segera
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu terutama
BY SPT 154
saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
3 Risiko Setelah dilakukan Pencegahan aspirasi
aspirasi b/d askep jam tidak Cek residu sebelum pemberian M/M / NGT
tidak terjadi aspirasi dg Monitor td aspirasi selama proses
efektifnya KH; pemberian M/M ( batuk, tersedak, saliva)
refllek Terjadi peningkatan Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk,
menelan. reflek menelan reflek menelan dan kemampuan menelan
Bertoleransi thdp Monitor status paru dan V/S
intake oral & Berikan oxigenasi
sekresi tanpa Kolaborasi u/ terapi okupasi
aspirasi Ajarkan pada keluarga cara memberikan
Jalan nafas bersih. M/M
Manajemen lingkungan
BY SPT 155
Identifikasi kebutuhan keamanan klien
Jauhkan benda yang membahayakan klien
pasang side rails
Sediakan ruang khusus
batasi stimulasi lingkungan (suara,
sentuhan, cahaya)
Batasi pengunjung
Anjurkan pada keluarga untuk
menunggu/berada dekat klien
6 Ketidak Setelah dilakukan Managemen nutrisi
seimbanga askep .. jam terjadi Kaji pola makan klien
n nutrisi peningkatan status Kaji kebiasaan makan klien dan makanan
kurang dari nutrisi dg KH: kesukaannya
kebutuhan Mengkonsumsi Anjurkan pada keluarga untuk
tubuh b/d nutrisi yang meningkatkan intake nutrisi dan cairan
ketidakma adekuat. kelaborasi dengan ahli gizi tentang
mpuan Identifikasi kebutuhan kalori dan tipe makanan yang
pemasukan kebutuhan nutrisi. dibutuhkan
b.d faktor Bebas dari tanda tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c
biologis malnutrisi. monitor intake nutrisi dan kalori
Monitor pemberian masukan cairan lewat
parenteral.
Nutritional terapi
kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT
berikan makanan melalui NGT k/p
berikan lingkungan yang nyaman dan
tenang untuk mendukung makan
monitor penurunan dan peningkatan BB
monitor intake kalori dan gizi
7 Risiko Setelah dilakukan Kontrol infeksi.
infeksi b/d askep jam infeksi Batasi pengunjung.
penurunan terkontrol, status Bersihkan lingkungan pasien secara benar
imunitas imun adekuat dg setiap setelah digunakan pasien.
tubuh, KH: Cuci tangan sebelum dan sesudah
prosedur Bebas dari tanda merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang
invasive dangejala infeksi. benar.
Keluarga tahu Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai
tanda-tanda jika ada.
infeksi. Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
Angka leukosit Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
normal. Anjurkan istirahat.
Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan
anjurkan untuk minum sesuai aturan.
Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda dan
gejala infeksi dan segera untuk melaporkan
BY SPT 156
keperawat kesehatan.
Pastikan penanganan aseptic semua daerah
IV (intra vena).
Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-tanda
dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang
cukup
8 Gangguan sete lah dilakukan Mewasdai aspirasi
menelan askep ... jam status monitor tingkat kesadaran
berhubung menelan pasien
monitor status paru-paru
an dengan dapat berfungsi
monitor jalan nafas
kerusakan
posisikan 900 /semaksimal mungkin
neuromusk
berikan makan dalam jumlah sedikit
uler otot
cek NGT sebelum memberikan makanan
menelan
hindari memberikan makan bila masih
banyak
siapkan peralatan suksion k/p
tawarkan makanan atau cairan yang dapat
dibentuk menjadi bolus sebelum ditelan
potong makanan kecil-kecil
gerus obat sebelum diberikan
atur posisi kepala 30-450 setelah makan
Terapi menelan
Kolaborasi dengan tim dalam
merencanakan rehabilitasi klien
Berikan privasi
Hindari menggunakan sedotan minum
Instruksikan klien membuka dan menutup
mulut untuk persiapan memasukkan
makanan
Monitor tanda dan gejala aspirasi
Ajarkan klien dan keluarga cara
memberikan makanan
Monitor BB
Berikan perawatan mulut
Monitor hidrasi tubuh
Bantu untuk mempertahankan intake kalori
dan cairan
Cek mulut adakah sisa makanan
Berikan makanan yang lunak.
BY SPT 157
9 Gangguan Setelah dilakukan Konstipation atau impaction management
eliminasi askep .. jam pasien Monitor tanda dan gejala konstipasi
BAB tdk mengalami Monitor pergerakan usus, frekuensi,
berhubung konstipasi dg KH: konsistensi
an dengan Pasien mampu Identifikasi diet penyebab konstipasi
kerusakan BAB lembek Anjurkan pada pasien untuk makan buah-
sensori tanpa kesulitan buahan dan makanan berserat tinggi
motor Mobilisasi bertahab
Anjurkan pasien u/ meningkatkan intake
makanan dan cairan
Evaluasi intake makanan dan minuman
Kolaborasi medis u/ pemberian laksan
kalau perlu
10 Sindrom Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri
defisit Self asuhan keperawatan Monitor kemampuan pasien terhadap
care b.d . jam kebutuhan perawatan diri
kelemahan, ps sehari hari Monitor kebutuhan akan personal hygiene,
penyakitny terpenuhi dengan berpakaian, toileting dan makan
a criteria hasil : Beri bantuan sampai klien mempunyai
Pasien dapat kemapuan untuk merawat diri
melakukan Bantu klien dalam memenuhi
aktivitas sehari- kebutuhannya.
hari makan, Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas
moblisasi secara sehari-hari sesuai kemampuannya
minimal, Pertahankan aktivitas perawatan diri secara
kebersihan, rutin
toileting dan Evaluasi kemampuan klien dalam
berpakaian memenuhi kebutuhan sehari-hari.
bertahap
Berikan reinforcement atas usaha yang
Kebersihan diri dilakukan dalam melakukan perawatan diri
pasien terpenuhi sehari hari.
11 Kurang Setelah dilakukan Mengajarkan proses penyakit
pengetahua askep jam Kaji pengetahuan keluarga tentang proses
n keluarga pengetahuan penyakit
tentang keluarga klien Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan
penyakit meningkat dg KH: tanda gejala penyakit
dan Keluarga Beri gambaran tentaang tanda gejala
perawatan menjelaskan penyakit kalau memungkinkan
nya b/d tentang Identifikasi penyebab penyakit
kurang penyakit, Berikan informasi pada keluarga tentang
paparan perlunya keadaan pasien, komplikasi penyakit.
dan pengobatan Diskusikan tentang pilihan therapy pada
keterbatasa dan keluarga dan rasional therapy yang
n kognitif memahami diberikan.
perawatan Berikan dukungan pada keluarga untuk
Keluarga memilih atau mendapatkan pengobatan lain
BY SPT 158
kooperativedan yang lebih baik.
mau kerjasama Jelaskan pada keluarga tentang persiapan /
saat dilakukan tindakan yang akan dilakukan
tindakan
12 Kerusakan Setelah dilakukan Mendengar aktif:
komunikas askep jam, jelaskan tujuan interaksi
i verbal b.d kemamapuan Perhatikan tanda non verbal klien
penurunan komunikasi verbal Klarifikasi pesan bertanya dan feedback.
sirkulasi ke meningkat, dg KH: Hindari barrier/ halangan komunikasi
otak. Penggunaan
isyarat Peningkatan komunikasi: Defisit bicara
Nonverbal Libatkan keluarga utk memahami pesan
Penggunaan klien
bahasa tulisan, Sediakan petunjuk sederhana
gambar Perhatikan bicara klien dg cermat
Peningkatan Gunakan kata sederhana dan pendek
bahasa lisan Berdiri di depan klien saat bicara, gunakan
isyarat tangan.
Beri reinforcement positif
Dorong keluarga utk selalu komunikasi
denga klien
BY SPT 159