Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah
massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (Bakta, 2009).
2. Etiologi
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena gangguan
pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang, kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan), proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis) (Bakta,2009).
3. Kriteria Anemia
Kriteria Anemia menurut WHO:
a. Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dL b. Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL c. Wanita hamil Hb < 11 gr/dl
4. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : (Bakta.2009)
a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang i. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi asam folat Anemia defisiensi vitamin B12 ii. Gangguan penggunaan besi Anemia akibat penyakit kronik Anemia sideroblastik iii. Kerusakan sumsum tulang Anemia aplastik Anemia mieloptisik Anemia pada keganasan hematologi Anemia diseritropoietik Anemia pada sindrom mielodisplastik b. Anemia akibat perdarahan i. Anemia pasca perdarahan akut ii. Anemia akibat perdarahan kronik c. Anemia hemolitik
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi:
(Bakta.2009) a. Anemia hipokromik mikrositik Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia ini adalah : i. Anemia defisiensi besi ii. Thalasemia major iii. Anemia akibat penyakit kronik iv. Anemia sideroblastik b. Anemia normokromik normositer Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit. Contoh anemia dengan morfologi ini adalah: i. Anemia pasca perdarahan akut ii. Anemia aplastik iii. Anemia hemolitik didapat iv. Anemia akibat penyakit kronik v. Anemia pada gagal ginjal kronik vi. Anemia pada sindrom mielodisplastik vii. Anemia pada keganasan hematologik c. Anemia makrositik Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia) i. Bentuk megaloblastic Anemia defisiensi asam folat Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa ii. Bentuk non-megaloblastik Anemia pada penyakit hati kronik Anemia pada hipotiroidisme Anemia pada sindrom mielodisplastik
5. Diagnosis Anemia
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia
sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena atritis rheumatoid. Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity), yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia. a. Menentukan adanya anemia b. Menentukan jenis anemia c. Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia d. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan berpengaruh pada hasil pengobatan.