Anda di halaman 1dari 24

BRONKOSKOPI

Disusun oleh :

Bakti Setio

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
Pendahuluan

Akhir-akhir ini tindakan bronkoskopi lebih sering dilakukan baik untuk diagnosis

maupun terapi. Hal ini terjadi karena pengetahuan tentang bronkologi dengan cepat

berkembang, sehingga terdapat kemajuan pesat pada alat bronkoskop. Dengan

bronkoskopi dapat dilihat kelainan di dalam trakea dan bronkus secara langsung, dapat

mengambil jaringan dari lumen untuk pemeriksaan sitologi, histopatologi dan

mikrobiologi maupun jamur.

Trakea

Trakea merupakan pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang dilapisi oleh

epitel torak berlapis semu bersilia, mulai dari kartilago krikoid sampai percabangan ke

bronkus utama kanan dan kiri, pada setinggi iga kedua pada orang dewasa dan setinggi

iga ketiga pada anak-anak. Trakea terletak di tengah-tengah leher dan makin ke distal

bergeser ke sebelah kanan, dan masuk ke rongga mediastinum di belakang manubrium

sterni. Trakea sangat ealstis, dan panjang serta letaknya berubah-ubah, tergantung pada

posisi kepala dan leher. Lumen trakea ditunjang oleh kira-kira 18 cincin tulang rawan

yang bagian posteriornya tidak bertemu. Dibagian posterior terdapat jaringan yang

merupakan batas dengan esofagus, yang disebut dinding bersama antara trakea dan

esofagus (tracheoesophageal party wall).

Panjang trakea kira-kira 12 sentimeter pada wanita. Diameter anterior-posterior

rata-rata 13 milimeter, sedangkan diameter transversal rata-rata 18 milimeter. Cincin

trakea yang paling bawah meluas ke inferior dan posterior di antara bronkus utama kanan

dan kiri, membentuk sekat yang lancip di sebelah dalam, yang disebut karina.

2
Mukosa di daerah subglotik merupakan jaringan ikat longgar, yang disebut konus

elastikus. Keistimewaan jaringan ini ialah, bila terangsang mudah terjadi edema dan akan

terbentuk jaringan granulasi bila rangsangan berlangsung lama. Pada pemeriksaan

endoskopi tampak trakea merupakan tabung yang datar pada bagian posterior, sedangkan

di bagian antrior tampak cincin tulang rawan. Mukosa di atas cincin trakea berwarna

putih, dan diantara cincin itu berwarna merah muda. Pada bagian servikal dan torakal,

trakea berbentuk oval karena tertekan oleh kelenjar tiroid dan arkus aorta.

Bronkus

Trakea bercabang dua setinggi torakal 4 menjadi bronkus utama kanan dan kiri.

Sekat dari percabangan itu disebut karina. Karina letaknya lebih ke kiri dari garis median,

sehingga lumen bronkus utama kanan lebih luas daripada lumen bronkus utama kiri.

Lumen bronkus utama kanan pada potongan melintang tampak lebih luas dari bronkus

utama kiri. Bronkus utama kanan lebih pendek dari bronkus utama kiri, panjangnya pada

orang dewasa 2,5 cm dan mempunyai 6-8 cincin tulang rawan. Panjang bronkus utama

kiri kira-kira 5 cm dan mempunyai cincin tulang rawan sebanyak 9-12 buah.

Bronkus utama kanan membentuk sudut 25 derajat ke kanan dari garis tengah,

sedangkan bronkus bronkus utama kiri membuat sudut 45 derajat ke kiri dari garis

tengah. Dengan demikian bronkus utama kanan hampir membentuk garis lurus dengan

trakea, sehingga benda asing eksogen yang masuk ke bronkus akan lebih mudah masuk

ke lumen bronkus utama kanan (pada orang yang sedang posisi duduk atau berdiri).

3
Gambar 1. Anatomi Trakea dan Bronkus

Faktor lain yang mempermudah masuknya benda asing ke dalam bronkus utama

kanan ialah kerja otot trakea yang mendorong benda asing itu ke kanan. Selain itu udara

inspirasi ke dalam bronkus utama kanan lebih besar dibandingkan dengan udara inspirasi

ke bronkus utama kiri.

Dinding bronkus terdiri dri cincin tulang rawan. Sebetulnya tidak semua cincin itu

merupakan cincin penuh, dibagian posterior pada umumnya terdiri dari membran. Oleh

karena itu pada waktu inspirasi lumen bronkus berbentuk bulat, sedangkan pada waktu

ekspirasi lumen berbentuk seperti ginjal. Makin ke distal, cincin tulang rawan bronkus

makin hilang, sehingga di bronkus makin hilang, sehingga di bronkus terminal dan

alveolus tidak ada cincin tulang rawan lagi dan otot dinding bronkus relatif makin lebih

penting.

4
Cabang Bronkus

Paru pada dasarnya merupakan kumpulan dari cabang-cabang bronkus. Bronkus

utama kanan bercabang menjadi 3 buah lobus, superior, medius dan inferior, sedangkan

bronkus utama kiri bercabang menjadi 2 yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus

mempunyai bronkus sekunder (bronkus lobaris). Tiap lobus diliputi oleh pleura viseral

yang masuk ke fisura yang dalam di celah antara lobus dan hilus.

Tiap lobus bercabang lagi menjadi segmen bronkopulmoner. Segmen ini

mempunyai bronkus tertier dan pembuluh darah tersendiri. Bronkus tertier dan segemen

bronkopulmoner ialah nama yang diberikan Jackson dan Huber, dan diberi nomor oleh

Boyden.

Lobus superior kanan mempunyai tiga buah segmen, apikal (B1), posterior (B2),

dan anterior (B3). Lobus medius kanan mempunyai segmen lateral (B4) dan segemn

medial (B5). Lobus inferior kanan mempunyai sebuah segmen apikal (B6) dan empat

buah segmen basal. Segmen-segmen basal itu ialah basal medial (B7), basal anterior

(B8), basal lateral (B9) dan basal posterior (B10).

Lobus superior kiri mempunyai dua buah cabang yang sesuai dengan lobus

superior kanan dan lobus medius kanan. Cabang superior mempunyai 2 segmen, segemn

apikal posterior (B1-2) dan segmen anterior (B3). Cabang inferior atau disbut lingula

mempunyai segmen superior (B4) dan segmen inferior (B5). Lobus inferior kiri

bercabang menjadi segemn apikal (superior = B6) dan empat buah segmen basal, yaitu

segemn basal medial (B7), segmen basal anterior (B8) dan segmen basal lateral (B9) serta

segemn basal posterior (B10).

5
Ukuran traktus trakeo-bronkial pada orang dewasa, pria dan wanita, serta pada

anak-anak dan bayi berlainan. Hal ini penting untuk tindakan bronkoskopi untuk

mengetahui jarak dari suatu lokasi yang diukur dari baris gigi depan atas. Ukuran traktus

trakeo-bronkial pada kadaver menurut Chevalier Jackson seperti terlihat pada tabel

dibawah ini.

Tabel 1. Ukuran saluran trakeo-bronkial menurut Chevalier Jackson

Ukuran Dewasa Dewasa Anak- Bayi


pria wanita anak
Diameter trakea (mm) 14x20 12x16 5x10 6x7
Panjang trakea (cm) 12 10 6 4
Panjang bronkus kanan (cm) 2,5 2,5 2 1,5
Panjang bronkus kiri (cm) 5 5 3 2,5
Jarak gigi atas ke trakea (cm) 15 13 10 9
Jarak gigi atas ke bronkus sekunder (cm) 32 28 19 15

Histologi

Pada potongan melintang trakea dan bronkus terdapat empat buah lapisan :

1. lapisan epitel

Lapisan ini merupakan lapisan sel thoraks bersilia yang mengandung sel goblet.

Pada cabang bronkus yang berdiameter 0,4 mm sel goblet ini menghilang. Guna

sel goblet ini ialah untuk menjaga supaya mukosa tetap basah. Di alveolus tidak

terdapat sel goblet, dan epitelnya gepeng. Di lapisan ini terdapat ujung saraf vagus

untuk refleks batuk.

2. lapisan subepitel

Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat yang mengfandung kapiler yang berasal dari

pembuluh dari bronkus. Pada lapisan ini terdapat juga kelenjar limfe.

3. lapisan otot

6
Pada lapisan ini terdapat saraf, yang bila terangsang menyebabkan kontraksi

bronkus.

4. lapisan adventisia

Lapisan ini tipis dan merupakan lapisan yang terluar dari bronkus.

Fisiologi traktus trakeo-bronkial

Fungsi traktus trakeo-bronkial dibagi dalam fungsi konduksi dan ventilasi.

Saluran konduksi adalah trakea, bronkus sampai bronkus terminalis, selanjutnya bronkus

respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus yang pada orang dewasa sebanyak 300 juta

buah, untuk pertukaran udara.

Traktus trakeo-bronkial berguna untuk :

1. ventilasi (saluran udara dan pertukaran udara)

2. drainase paru yang diperankan oleh mekanisme gerakan silia, refleks batuk dan

hembusan mendehem.

3. daya perlindungan paru yang diperankan oleh mukus, mekanisme muko-siliar,

kontraksi otot bronkus, refleks batuk dan makrofag alveolar

4. mengatur keseimbangan kardio-vaskuler

5. mengatur tekanan intra pulmoner

6. mengatur tekanan CO2 dalam darah

Bronkoskopi

Merupakan tindakan yang dapat bertujuan untuk menegakkan diagnosis atau

tindakan terapai atau kedua-keduanya. Saat ini terdapat 2 macam bronkoskop, yaitu :

7
1. Bronkoskop serat optik yang merupakan gabungan serat-optik (gelas) yang

menyalurkan cahayanya ke ujung distal bronkoskop. Bronkoskop ini lentur,

sehingga dapat dimasukkan ke dalam cabang bronkus.

2. Bronkoskop kaku, yaitu pipa dari metal dengan lampu. Terdapat dua macam

penyinaran, yaitu lampu yang diletakkan di distal (pada ujung bronkoskop), atau

di proksimal. Lampu proksimal terletak pada gagang bronkoskop yang

diproyeksikan dari tepi lensa okuler ke distal bronkoskop (tipe Haslinger).

Dengan kemajuan teknologi sekarang, dibuat lampu terang (150-400 Watt) yang

berisi halogen yang disalurkan dengan serat optik ke bagian distal bronkoskop.

Meskipun banyak kelebihan bronkoskop serat optik, tidak berarti bahwa alat ini

dapat menggantikan peran bronkoskop kaku. Kedua alat ini saling mengisi, sehingga

keduanya masih dapat dipergunakan sampai saat ini. Namun pada keadaan tertentu,

bronkoskop kaku lebih dapat dipilih, seperti :

1. pada anak-anak, oleh karena trakea dan glotis masih sempit,

2. perdarahan massif di paru,

3. mengisap sekret kental dari trakea dan bronkus,

4. untuk mengeluarkan bronkosit,

5. untuk mengekstirpasi adenoma bronkus,

6. untuk mengeluarkan benda asing dari trakea dan bronkus, terutama pada anak-

anak,

7. pada keadaan trakea sempit, seperti pada striktur trakea, penekanan dari luar atau

tumor intraluminer,

8
8. fotografi pada trakea dan bronkus utama serta orifisiumnya engan memakai

teleskop. Beberapa ahli mengatakan bahwa hasil pemotretan dengan bronkoskop

kaku lebih jelas daripada dengan bronkoskop serat-optik.

Indikasi bronkoskopi

Tindakan bronkoskopi diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan untuk terapi.

Bronkoskopi sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk diagnosis maupun terapi.

A. Untuk diagnosis

1. Hemoptisis

Hemoptisis yang darahnya banyak keluar, atau yang berulang meskipun tiap kali

darahnya sedikt, dengan atau tanpa kelainan pada pemeriksaan radiologis, serta

meskipun pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, harus dilakukan

tindakan bronkoskopi untuk mencari asal perdarahan.

Diagnosis banding pada hemoptisis ialah karsinoma bronkus, bronkoadenoma,

metastis tumor ganas ke bronkus, tuberkulosis paru, granuloma bronkus,

bronkiektasis paru.

2. Batuk kronis

Batuk iritatitif yang terus-menerus dan tidak diketahui penyebabnya, harus selalu

dicurigai kemungkinan adanya benda asing di traktus trakeo-bronkial. Pada

bronkitis kronis dan tumor bronkus, batuk berlangsung kronis dan kadang-kadang

mengandung sputum kental.

Diagnosis banding pada batuk kronis adalah bronkitits kronis, tuberkulosis paru,

benda asing di trakea atau bronkus, karsinoma bronkus dan bronkoadenoma.

3. Mengi (wheezing)

9
Mengi dapat diketahui dari anamnesis atau ditemukan pada pemeriksaan, pada

keadaan yang baru didapat atau sudah sejak lama, perlu dilakukan bronkoskopi.

Bunyi mengi yang tidak hilang setelah pasien batuk atau setelah batuk hilang

mengi masih ada, atau kembali terdengar pada tempat yang sama maka hal ini

menunjukkan adanya penyempitan bronkus. Pada sumbatan bronkus, mengi dan

batuk akan terdapat bersama sesak napas.

4. Kelainan radiologik

Pneumonia menentap atau berulang, dan atelektasis, pada pemeriksaan radiologik

tampak sebagai sumbatan bronkus. Keadaan ini merupakan indikasi untuk

tindakan bronkoskopi. Pada gambaran abses paru dan tumor bronkus, diperlukan

juga tindakan bronkoskopi.

Selain itu, pada keadaan seperti hemoptisis tetapi pada pemeriksaan radiologik

tidak terdapat kelainan atau pada keadaan pemeriksaan sitologik sputum

ditemukan sel ganas tetapi dari radiologik tidak terdapat kelainan, bronkoskopi

diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan untuk melakukan biopsi pada paru.

5. Kelainan ekstratorakal

Beberapa kelainan ekstra torakal yang memerlukan bronkoskopi adalah pada

keadaan : a) pembesaran kelenjar getah bening di lelher danaksial sebagai

metastasis tumor ganas; b) eritema nodosum; c) sumbatan vena kava superior; d)

jari tambur (clubbing finger) dan osteo-artrofati pulmoner hipertrofi; e)

perubahan suara karena kelumpuhan syaraf rekuren yang disebabkan oleh

pembesaran kelenjar getah bening yang menekan syaraf rekuren; f) karsinoma

10
esofagus, untuk melihat apakah terdapat metastasis ke bronkus; g) penyakit dan

tumor ganas tiroid yang mempengaruhi traktus trakeo-bronkial.

B. Untuk terapi

1. Benda asing

Sumbatan saluran trakeo-bronkial oleh benda asing harus segera dikeluarkan

dengan bronkoskopi. Benda asing dapat berupa benda padat atau benda cair.

Benda asing ini mungkin berupa cairan yang teraspirasi, seperti minuman atau

muntah pada bayi. Mngkin juga cairan mekonium pada bayi baru lahir yang

menyumbat saluran trakea dan bronkus. Bila penghisapan cairan itu tidak cepat

dilakukan dapat terjadi komplikasi berupa abses paru, atau peradangan lain.

Komplikasi yang umum adalah terjadinya edema selaput lendir trakea dan

bronkus, sehingga menyulitkan pengisapan zat yang teraspirasi atau pengeluaran

benda asing.

2. Mengisap sekret yang ada dalam bronkus

Sekret akibat peradangan pada bronkitis kronis, bronkiektasis dan abses paru

mungkin kental dan menyumbat saluran trakeo-bronkial. Sekret itu disebut benda

asing endogen, yaitu benda asing yang berasal dari dalam tubuh sendiri. Dengan

bronkoskopi, sekret itu diisap, kemudian dikirim ke laboratorium mikrobiologi

untuk memeriksa jenis kuman dan uji resistensi.

3. Penyumbatan bronkus oleh sekret kental

keadaan ini kadang-kadang tidak berhasil baik dengan fisioterapi, sedangkan

dengan bronkoskopi dapat dilakukan pencucian dengan hasil yang memuaskan.

11
4. Menyemprotkan obat ke dalam lumen bronkus pada kasus bronkiektasis, setelah

sekretnya diisap kelaur.

5. Melebarkan bronkus (businase)

Penyempitan sluran trakeo-bronkial dapat dilebarkan dengan cara bronkoskopi,

kemudian dengan dilatator (busi) lumen itu diperlebar.

6. Mengeluarkan tumor jinak endobronkial, seperti papiloma, osteo-kondroma,

lipoma dan neurofibroma.

Kontraindikasi Bronkoskopi

Terdapat beberapa kontraindikasi untuk melakukan bronkoskopi, tetapi harus

dievaluasi untuk masing-masing pasien. Kontraindikasi ini dibedakan menjadi

kontraindikasi relatif, risiko bertambah oleh tindakan bronkoskopi, dan kontraindikasi

absolut.

1. Kontraindikasi relatif

Pada beberapa keadaan, bronkoskopi untuk diagnostik merupakan kontraindikasi,

tetapi apabila indikasinya utnuk terapi, bronkoskopi dapat dilakukan pada

keadaan seperti : a) kasus dengan prognosis buruk; b) pasien lemah dan tua; c)

hipertensi pulmonum; d) keadaan kardiopulmonum yang buruk; e) aneurisma

aorta. Aneurisma aorta dapat pecah bila dilakukan bronkoskopi dengan

bronkoskop kaku, tetapi bila dilkaukan dengan bronkoskop serat optik bisa lebih

aman, meskipun tetap harus berhati-hati.; f) trauma atau ankilosis vertebra

servikal lebih aman dengan bronkoskop serat optik; g) trismus karena tidak dapat

memsaukkan bronkoskop lewat mulut.

2. Risiko akan bertambah pasca bronkoskopi

12
Kondisi seperti : a) asma bronkial, bronkoskopi akan menambah sumbatan

bronkus; b) uremia, menyebabkan bahaya perdarahan pasca biopsi; c) hemoptisis,

perdarahan akan bertambah apabila tindakan bronkoskopi kurang hati-hati; d)

abses paru, bahaya pecahnya abses sehingga seluruh traktus trakeo-bronkial terisi

oleh nanah; e) imunosupresi, bahaya peradangan pascabronkoskopi; f) obstruksi

vena kava superior, kemungkinan menyebabkan edema laring pascabronkoskopi.

3. Kontraindikasi absolut

Bronkoskopi sebaiknya tidak dilakukan pada keadaan-keadaan berikut : a)

penyakit perdarahan, karena pasien yang mudah terjadi perdarahan tidak boleh

dilakukan bronkoskopi. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan terjadinya

hematom intraluminer atau perdarhan yang sukar diatasi. Pada pasien yang

demikian dapat tumbuh gumpalan darah sepanjang traktus trakeo-bronkus; b)

hipoksemia; c) hiperkapnia akut; d) aritmia jantung; e) infark miokard yang akut;

f) dekompensasi jantung (payah jantung). Beban tambahan pada bronkoskopi

dapat mengakibatkan dekompensasi yang lebih buruk; g) radang akut saluran

napas (larungo-trakeo-bronkitis akut). Bronkoskopi tidak dilakukan jika ada

radang akut saluran napas, sebab kemungkinan dapat mengganggu ventilasi. Pada

anak kecil yang tersangka aspirasi benda asing dan ,mederita radang akut saluran

napas, sukar untuk menentukan diagnosisnya, serta sukar untuk menentukan

bronkoskopi atau tidak. Akan tetapi dalam keadaan sumbatan saluran trakea dan

bronkus oleh benda asing, masih dipertimbangkan bronkoskopi setelah

13
ditanggulangi keadaaan yang menyebabkan kontraindikasi ini. Keuntungan dan

risiko harus dipertimbangkan sebaik-baiknya, tergantung pada keadaan pasien.

Komplikasi Bronkoskopi

Tindakan bronkoskopi beserta prosedur yang menyertainya (mengambil benda

asing, penyikatan, biopsi) akan mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas, apabila

dikerjakan dengan baik. Komplikasi antara bronkoskopi kaku dan serat optik hampir

sama.

Pada perdarahan di bronkus utama lebih baik penganggualangannya dengan

bronkoskop kaku dibandingkan serat optik, karena dengan bronkoskop kaku lebih mudah

terlihat tempat perdarahan serta dapat dilakukan aplikasi topikal untuk menghentikan

perdarahan. Komplikasi yang mungkin terjadi pada bronkoskopi, oleh obat premedikasi

dan anestesi (umum) ialah depresi pernapasan, apnea, hipotensi, sinkpe, reaksi alergi.

Pada analgesia lokal mungkin terjadi henti napas, spasme laring, spasme bronkus, reaksi

alergi, mual dan muntah.

Secara umum dapat terjadi komplikasi berupa trauma laring, hipoksia,

hiperkarbia, apasme bronkus. Gejala kardiovaskuler berupa aritmia atrial dan ventrikuler,

iskemia miokard, angina dan hemti jantung. Mungkin terjadi peradangan dengan

kenaikan suhu badan oleh bakteremia, pnuemonia, kontaminasi isi rongga abses

intrabronkial serta peradangan oleh basil tbc, jamur, virus.

Pada penghisapan sekret intrabronkial, mungkin terjadi komplikasi berupa

hipoksia dan perdarahan. Pada penyikatan bronkus dan biopsi bronkus atau paru, dapat

terjadi perdarahan, perforasi bronkus (paru, pneumotoraks, sikat patah atau cunam patah).

14
Pada aspirasi jarum, komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, perforasi

pembuluh darah besar, hemomediastinum, pneumomediastinum, pneumotoraks.

Terapi laser endobronkial mungkin menyebabkan hipoksia, perdarahan, perforasi

esofagus, bronkus atau paru, terbakar dan menyebabkan kematian. Pada pencucian

bronkoalveolar dapat terjadi demam, pneumonitis, perdarahan bronkial, spasme bronkus

serta pneumotoraks.

Komplikasi tambahan pada bronkoskopi kaku adalah gigi goyah atau copot,

trauma pada mukosa saluran napas, edema subglotik dan perdarahan.

Pelaksanaan Bronkoskopi

Persiapan sebelum bronkoskopi

Mengingat kemungkinan timbulnya komplikasi yang tidak diinginkan akibat

tindakan bronkoskopi, maka sebaiknya dilakukan beberapa persiapan, antara lain:

a. Pasien.

Persiapan pasien meliputi pemeriksaan fisik lengkap, pemeriksaan darah, dan

pemeriksaan radiologis. Hal penting lainnya adalah informed consent kepada pasien

atau keluarga pasien agar mereka bisa memahami risiko dan keuntungan tindakan yang

kita lakukan.

15
Gambar 2. Posisi kepala pasien

b. Peralatan.

Dibagian THT RS DR Sarjdito hanya dilakukan bronkoskopi kaku, sehingga alat yang

disediakan hanya bronkoskopi kaku, ukurannya disesuaikan dengan usia pasien. Alat

lain yang harus disiapkan adalah penghisap, cunam biopsi, cunam evakuasi korpal, dan

aplikator.

16
Gambar 3. Alat Bronkoskop

17
Gambar 4. Alat emergensi bronkoskop dengan baterai tersendiri untuk sumber
penerangan

18
Gambar 5. Alat pendukung bronkoskopi (A. Rigid suction tube; B. Rigid suction tube
with rubber tip, straight; C. Rigid suction tube, curved; D. Cotton carier; E. Sponge
holder; F. Sponge and cotton carrier; G. Sponge holder for steril smear citology; H.
Bougie, Size 10, 12, 14, 18, 20 Fr)

Anestesi untuk bronkoskopi

Anestesi disini diperlukan teknik khusus karena pada pasien ini tidak dapat

dilakukan pemasangan pipa endotrakeal. Untuk menjamin kecukupan oksigen dalam

darah maka teknik yang dapat dilakukan adalah teknik hiperventilasi. Perlu juga

19
diberikan obat-obatan yang dapat mengurangi sensitivas mukosa trakeo bronkial sehingga

dapat mengurangi kemungkinan komplikasi.

Melakukan bronkoskopi

Terdapat 2 cara untuk bronkoskopi :

1. Melalui laringoskop dengan removable slide yang dipasang lebih dahulu. Pada

teknik ini, Laringoskop dimasukkan ke dalam rongga mulut pasien yang sedang di

GA dengan posisi kepala diatas bantal setinggi 15 cm, sedangkan lehernya

diekstensikan sambil dipegang oleh asisten. Posisi ini merupakan posisi sejajar

maksimal antara aksis mulut, faring dan trakea sehingga memudahkan masuknya

bronkoskop. Apabila telah siap, laringoskop dimasukkan kemudian menyusuri

pangkal lidah sampai menemukan epiglotis. Epiglotis diangkat sampai

menemukan daerah glotis (yang ditandai adanya pita suara). Bronkoskop

dimasukkan dengan posisi ujung lancip sejajar dengan celah glotis agar tidak

menyebabkan trauma pada pita suara. Setelah melewati glotis, bronkoskop

dimasukkan lebih dalam sampai menemukan trakea yang ditandai oleh adanya

cincin trakea, sedangkan laringoskop dilepas.

20
Gambar 6. Teknik memasukkan laringoskop dilanjutkan bronkoskopi

21
2. Melalui langsung alat bronkoskop

Teknik ini prosedurnya sama dengan cara laringoskopi, kecuali bahwa alat

bronkoskopi dipegang tangan kanan dan tangan kiri yang membuka mulut

penderita.

Gambar 7. Teknik memegang bronkoskop dan cara memasukkannya

Bila dimasukkan lebih ke dalam maka akan ditemukan bronkus, karina

(percabangan bronkus), bronkus utama kanan dan kiri. Tumpuan untuk mendorong

bronkoskop adalah pada tangan pemeriksa bukan pada gigi penderita. Pemasukan

bronkoskop ke dalam traktus trakeo-bronkial tidak boleh terlalu lama dan sebaiknya hal

22
ini dikoordinasikan dengan ahli anestesi sehingga pasien tidak sampai mengalami

hipoksia. Lamanya pemeriksaan sebainya tidak melebihi 20 menit.

Pada saat bronkoskop telah berada di dalam trakea dan atau bronkus, pemeriksaan

detail yang bersifat rutin terhadap organ tersebut harus dilakukan sambil mengasiprasi

setiap sekret yang ditemui. Amati trakea dan bronkus dalam hal patensi, konfigurasi, dan

deviasi. Amati karina dalam hal posisi, aksis, ketajamannya dan pulsasi.

Pemeriksaan bronkus kanan dilakukan dengan posisi kepala dan leher

dimiringkan ke arah berlawanan. Pada kedalaman karina atau sedikit dibawahnya,

dinding lateral dari bronkus kanan didapati lumen bronkus lobus atas kanan. Karinanya

sedikit lebih besar dari karina utama. Bila dimasukkan lebih dalam lagi, lumen lobus

tengah kanan akan ditemui pada dinding anterior dari bronkus.

Pemeriksaan bronkus kiri dilakukan dengan posis kepala dan leher dimiringkan ke

arah berlawanan. Beberapa senitmeter dari karina utama barulah ditemui orifisium lonus

atas kiri. Karinanya hampir vertikal dan tajam.

Bila pada bronkoskopi dicurigai adanya keganasan tetapi tidak ada lesi yang jelas

terlihat, maka dilakukan gelfoam smear pada tempat yang dicurigai. Gelfoam ini

dioleskan diatas daerah yang dicurigai untuk kemudian dikeluarkan dan dihapuskan di

atas kaca obyek untuk diproses menurut Papanicolou.

Perawatan pasca bronkoskopi

Perawatan pasca bronkoskopi tidak kalah pentingnya dengan pelaksanaan tindakan

bronkoskopi. Perawatan sebaiknya dilakukan di perawatan intensif sehingga monitoring

kondisi saluran napas dapat dipantau lebih baik. Oabt-obatan yang diberikan dapat berupa

23
antibiotika, analgetika dan anti inflamasi. Perawatan di ruang intensif sangat ditentukan

oleh perbaikan yang ditunjukkan oleh pasien selama dalam perawatan.

24

Anda mungkin juga menyukai