Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Limfadenopati adalah pembesaran dari kelenjar getah bening lebih besar

dari 1 cm. Limfadenopati terjadi bila limfonodus lokal dan pembuluh darah

mengalir materi terinfeksi, yang tertangkap dalam jaringan folikular nodus.1

Limfadenopati dapat bersifat secara lokalisata maupun generalisata.

Sebanyak75 % merupakan lokalisata dan lebih dari 50 % terlihat pada daerah

kepala dan leher. Kelenjar getah bening pada daerah servikal sering terlihat yang

umumnya disebabkan karena infeksi, sedangkan pada daerah supraklavikula

sering dikaitkan dengan keganasan.1 Bila didapatkan limfadenopati lokal, harus

dilakukan evaluasi kemungkinan adanya limfadenopati generalisata. Pada

sebagian besar kasus, diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Kelenjar getah bening normal biasanya berdiameter kurang

dari 1 cm dan cenderung lebih besar pada orang dewasa muda. Pada orang

normal, kelenjar getah bening sering teraba di daerah inguinal karena trauma

kronik dan infeksi yang sering terjadi di ekstremitas bawah, dapat juga teraba di

daerah leher (terutama daerah submandibular) setelah infeksi daerah kepala dan

leher. Pada umumnya, kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar dari 1 cm

merupakan temuan abnormal.2

Diperkirakan 1,1% penderita yang berobat kesarana layanan kesehatan

primer mengidap keganasan. Faktor risiko utama keganasan meliputi usia tua,

karakteristik kelenjar yang keras, terfiksasi, berlangsung lebih dari 2 minggu, dan

berlokasi di supraklavikula.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limfadenopati

2.1.1 Definisi

Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan

ukuran lebih besar dari 1 cm. Sumber lain juga mendefinisikan limfadenopati

sebagai abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening. Terabanya

kelenjar getah bening supraklavikula, iliaka, atau poplitea dengan ukuran berapun

dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm

merupakan keadaan abnormal.2

2.1.2 Klasifikasi

Limfadenopati berdasarkan luasnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Generalisata : limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda

b. Lokalisata : limfadenopati pada 1 regio

Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer,

sekitar ¾ penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan ¼ sisanya datang

dengan limfadenopati generalisata.2

2.1.3 Etiologi

Banyak keadaan yang menimbulkan limfadenopati. Kedaan-keadaan

tersebut dapat diingat dengan MIAMI : malignancies (keganasan), infections

(infeksi), autoimmune disorders (kelainan autoimun), miscellaneous and unusual

condition (lain-lain dan kondisi tak lazim), dan iatrogenik causes (sebab-sebab

iatrogenik).2

2
Obat-obat yang dapat menyebabkan limfadenopati, antara lain, adalah :

alupurinol, atenolol, kaptopril, karbamazepin, emas, hidrazilin, penisilin, fenitoin,

primidon, pirimetamin, kuinidin, trimetoprimsulfametokzol, sulindak.2

Penyebab limfadenopati yang jarang dapat disingkat menjadi SHAK :

 Sarkoidisis

 Silikosis/beriliosis

 Strorage disease : penyakit Gaucher, penyakit Niemann Pick, penyakit Fabry,

penyakit Tangier.

 Hipertiroidisme

 Histiositosis X

 Hipertrigliseridemia berat

 Hiperplasia angiofolikular : penyakit Castelman

 Limfadenopati angioimunoblastik

 Penyakit kawasaki

 Limfadenitis Kikuchi

 Penyakit Kimura2

Etiologi limfadenopati terangkum pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Etiologi Limfadenopati2

Penyebab Karakteristik Dignostik


Keganasan
- Limfoma Demam, keringat malam, Biopsi kelenjar
penurunan berat badan,
asimptomatik
- Leukemia Memar, splenomegali Pemeriksaan
hematologi, aspirasi
sumsum tulang
- Neoplasma kulit Lesi kulit karakteristik Biopsi lesi
- Sarkoma Kaposi Lesi kulit karakteristik Biopsi lesi
- Metastasis Bervariasi tergantung tumor Biopsi
primer

3
Infeksi
- Bruselosis Demam, menggigil, malaise Kultur darah, serologi
- Cat-scratch disease Demam, menggigil, atau Diagnosis klinis, biopsi
asimptomatik

- CMV Hepatitis, pneumonitis, Antibodi CMV, PCR


asimptomatik,
influenza-like illness
- HIV, infeksi primer Nyeri, promiskuitas seksual HIV RNA
- Limfogranuloma
venereum Demam,malaise,splenomegali Diagnosis klinis, titer
- Mononukleosis Demam, eksudat orofaringeal MIF
Pemeriksaan
hematologi, Monospot,
Ruam karakteristik, demam serologi EBV
- Faringitis Demam, keringat malam, Kultur tenggorokan
- Rubela hemoptisis, riwayat kontak Serologi
Demam, ulkus pada tempat
- Tuberkulosis gigitan PPD, kultur sputum,
Demam, konstipasi, diare, foto toraks
- Tularemia sakit kepala, nyeri perut, rose Kultur darah, serologi
spot
Ruam, ulkus tanpa nyeri
- Demam tifoid Kultur darah, kultur
Demam, mual, muntah, diare, sumsum tulang
- Sifilis ikterus Rapid plasma reagin
Artritis, nefritis, anemia, ruam,
- Hepatitis virus penurunan berat badan Serologi hepatitis, uji
fungsi hati
Artitis simetris, kaku pada pagi
•Autoimun hari, demam
- Lupus eritematosus Klinis, ANA,ds DNA,
sistemik LED, hematologi
Perubahan kulit, kelemahan
- Artritis reumatoid otot proksimal
Klinis, radiologi, faktor
Keratokonjungtivitis,gangguan reumatoid, LED,
- Dermatomiositis ginjal, vaskulitis hematologi
EMG, kreatin kinase
- Sindrom Sjogren Demam, konjungtivitis, serum, biopsi otot
strawberry tongue Uji Schimmer, biopsi
•Lain-lain/kondisi tak- bibir, LED,hematologi
lazim
- Penyakit Kawasaki Perubahan kulit, dispnea,
adenopati hilar Kriteria klinis
- Sarkoidosis Demam, urtikaria, fatigue

ACE serum, foto toraks,


•Iatrogenik biopsi paru/
kelenjar hilus
- Serum sickness Limfadenopatiasimptomatik
- Obat
Klinis, kadar

4
komplemen
Penghentian obat

Tabel 2.2 Perbedaan Limfoma Hodgkin dan non - Hodgkin


Limfoma Hodgkin Limfoma non-Hodgkin

Limfadenopati (konsistensi Limfadenopati

Rubberydan tidak nyeri)

Malaise umum: BB turun, demam 38⁰C Malaise umum: BB turun, demam 38⁰C

1 minggu, keringat malam 1 minggu, keringat malam + mudah lelah

Hepatosplenomagali Pembesaran organ

Neuropati, pruritus Gejala obstruksi GI tract dan Urinary tract.

Tanda-tanda obstruksi: edema ekstremitas Anemia


sindrom vena cava, kompresi medula
spinalis

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi limfadenopati berdasarkan etiologi yang mendasari.

Beberapa plasma dan sel (misalnya sel kanker dan mikroorganisme) dalam ruang

interstisial, bersama dengan bahan selular tertentu, antigen dan partikel asing

masuk ke pembuluh limfatik, menjadi cairan limfe.4

Kelenjar getah bening menyaring cairan limfe dalam perjalanan ke

sirkulasi vena sentral, menghilangkan sel-sel dan bahan lainnya. Proses

5
penyaringan juga menyajikan antigen kepada limfosit yang terkandung dalam

KGB. Respon imun dari limfosit melibatkan proliferasi sel limfosit dan makrofag,

yang dapat menyerang KGB untuk memperbesar (limfadenopati reaktif). Patogen

mikroorganisme dibawa dalam cairan limfe, dapat juga langsung menginfeksi

KGB yang akan menyebabkan limfadenitis, dan apabila terdapat sel-sel kanker

dapat menginfiltrasi langsung atau proliferasi sel di KGB..4

2.1.5 Diagnosis

2.1.5.1 Anamnesis

 Umur dan Lamanya Limfadenopati

Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan

meningkat seiring bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada

periode neonatal dan sebagian besar anak sehat mempunyai kelenjar getah

bening servikal, inguinal dan aksila yang teraba. Sebagian besar penyebab

limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab yang bersifat jinak.

Berdasarkan sebuah laporan, dari 628 penderita yang menjalani biopsi karena

limfadenopati, penyebab yang jinak dan swasirna (self limiting) ditemukan

pada 79% penderita berusia kurang dari 30 tahun, 59% penderita antara 31 –

50 tahun, dan 39% penderita di atas 50 tahun.2

 Pajanan

Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab

limfadenopati. Pajanan binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat,

kontak penderita infeksi dan riwayat infeksi rekuren penting dalam evaluasi

limfadenopati persisten. Pajanan setelah bepergian dan riwayat vaksinasi

penting diketahui karena dapat berkaitan dengan limfadenopati persisten,

6
seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus, leishmaniasis, tularemia,

bruselosis, sampar, dan anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan radiasi ultraviolet

dapat berhubungan dengan metastasis karsinoma organ dalam, kanker kepala

dan leher, atau kanker kulit. Pajanan silikon dan berilium dapat menimbulkan

limfadenopati. Riwayat kontak seksual penting dalam menentukan penyebab

limfadenopati inguinal dan servikal yang ditransmisikan secara seksual.

Penderita acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) mempunyai beberapa

kemungkinan penyebab limfadenopati; risiko keganasan, seperti sarkoma

Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin meningkat pada kelompok ini.

Riwayat keganasan pada keluarga, seperti kanker payudara atau familial

dysplastic nevus syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga

penyebab limfadenopati.2

 Gejala yang menyertai

Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering

menyertai limfadenopati servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom

mononukleosis.Demam, keringat malam, dan penurunan berat badan lebih

dari 10% dapat merupakan gejala limfoma B symptom.Pada limfoma

Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita stadium I dan 68%

penderita stadium IV.B symptom juga didapatkan pada 10% penderita

limfoma non-Hodgkin.Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat

menunjukkan kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti artritis

reumatoid, lupus eritematosus, atau dermatomiositis. Nyeri pada

limfadenopati setelah penggunaan alkohol merupakan hal yang jarang, tetapi

spesifik untuk limfoma Hodgkin.2

7
Selain itu anamnesis juga harus difokuskan pada kemungkinan tempat

atau sumber infeksi yang mungkin menyebabkan limfadenopati, adanya

peradangan atau penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid, SLE, atau

gejala yang lebih mengganggu seperti penurunan berat badan, malaise

berkepanjangan atau berkeringat bisa mengarahkan dugaan pada keganasan.2

2.1.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dengan kecurigaan limfadenopati sangat wajib

dilakukan secara lengkap dan sistematis. Karena dalam anamnesa terkadang

hanya sedikit informasi yang didapatkan dan akan lebih akurat jika dilakukan

pemeriksaan fisik langsung dan juga bisa menentukan level dari limfadenopati itu

sendiri. Dalam pemeriksaan ini yang utama adalah palpasi kelenjar getah bening

yaitu dievaluasi lokasi, ukuran, konsistensi, mobilitas dan nyeri tekan.2

a. Ukuran

Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai diameter

1 cm, tetapi beberapa penulis menyatakan bahwa kelenjar epitroklear lebih dari

0,5 cm atau kelenjar getah bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal

abnormal.Terdapat laporan bahwa pada penderita dewasa, tidak ada keganasan

pada penderita dengan ukuran kelenjar di bawah 1 cm, keganasan ditemukan pada

8% penderita dengan ukuran kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan

ukuran kelenjar di atas 2,25 cm. Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih

besar dari 2 cm disertai gambaran radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala

kelainan telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan gambaran prediktif untuk

penyakit granulomatosa (tuberkulosis, catscratch disease, atau sarkoidosis) atau

kanker (terutama limfoma). 2

8
Tidak ada ketentuanpasti mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi

tanda kecurigaan keganasan. Ada laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm

dan 1,5 cm merupakan batas ukuran yang memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk

menentukan ada tidaknya keganasan dan penyakit granulomatosa.2

b. Konsistensi dan Mobilitas

Limfoma Hodgkin tipe sklerosa nodular mempunyai karakteristik

terfiksasi dan terlokalisasi dengan konsistensi kenyal.Limfadenopati karena virus

mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas

tegas.Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya disebabkan oleh

inflamasi karena infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang nyeri

disebabkan oleh perdarahan pada kelenjaryang nekrotik atau tekanan dari kapsul

kelenjar karena ekspansi tumor yang cepat.2

Konsistensi keras dan menonjol pada temuan limfadenopati lebih

mengarahkan kecurigaan kanker, sedangkan bila lunak dan bisa digerakan lebih ke

arah infeksi.2

c. Nyeri Tekan

Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan

kemungkinan penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Sedangkan jika

lunak, bisa digerakan dan nyeri lebih mengarah keinfeksi. 5

d. Lokasi Limfadenopati

 Limfadenopati derah kepala dan leher

Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak,

tetapi ditemukan juga pada 56% orang dewasa.Penyebab

utamalimfadenopati servikal adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa

9
infeksi virus akut yang swasirna.Pada infeksi mikobakterium atipikal, cat-

scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan

penyakit Kawasaki, limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa

bulan.Limfadenopati supraklavikula kemungkinan besar (54%-85%)

disebabkan oleh keganasan.Kelenjar getah bening servikal yang mengalami

inflamasi dalam beberapa hari, kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-

anak) khas untuk limfadenopati akibat infeksi stafilokokus dan

streptokokus.Kelenjar getah bening servikal yang berfluktuasi dalam

beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda inflamasi atau

nyeri yang signifikan merupakan petunjuk infeksi mikobakterium,

mikobakterium atipikal atau Bartonella henselae (penyebab cat scratch

disease). Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang

usia lanjut dan perokok menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher

(orofaring, nasofaring, laring, tiroid, dan esofagus). Limfadenopati servikal

merupakan manifestasi limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77%

kasus), disebut skrofula. Kelainan ini dapat juga disebabkan oleh

mikobakterium non-tuberkulosa.2

Limfadenopati servikalis lebih mudah diraba dari belakang.

Limfadenopati servikalis mungkin merupakan keluhan utama pada

limfadenopati generalisata, jadi pada pemeriksaan lebih lanjut harus

diperiksa juga semua kelompok kelenjar limfe serta palpasi untuk mencari

pembesaran hati dan limpa. Sedangkan limfadenopati pada pangkal leher

mungkin merupakan gejala keganasan pada paru, abdomen (termasuk

testis), atau payudara.2

10
Gambar 2.2 Kelenjar getah bening leher dan drainasenya.

 Limfadenopati Epitroklear

Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis.

Penyebabnya meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma,

sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder.2

 Limfadenopati aksila

Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau

jejas pada ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering

bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila anterior dan sentral yang

dapat teraba sebelum ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang

bermanifestasi sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar

getah bening aksila. Limfadenopati antekubital atau epitroklear dapat

disebabkan oleh limfoma atau melanoma di ekstremitas, yang

bermetastasis ke kelenjar getah bening ipsilateral.2

11
Gambar 2.3 Kelenjar getah bening aksila dan daerah drainasenya.

 Limfadenopati inguinal

Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm

pada orang normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati

reaktif yang jinak dan infeksi merupakan penyebab tersering limfadenopati

inguinal. Limfadenopati inguinal jarang disebabkan oleh keganasan.

Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma

dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal ditemukan

pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.2

12
Gambar 2.4 Limfadenopati daerah inguinal dan drainase

 Limfadenopati generalisata

Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi

serius, penyakit autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan

limfadenopati lokalisata. Penyebab jinak pada anak adalah infeksi

adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh leukemia,

limfoma, atau penyebarankanker padat stadium lanjut. Limfadenopati

generalisata pada penderita luluh imun (immunocompromised) dan AIDS

dapat terjadi karena tahap awal infeksi HIV, tuberkulosis, kriptokokosis,

sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi. Sarkoma Kaposi

dapat bermanifestasi sebagai limfadenopati generalisata sebelum

timbulnya lesi kulit.2

Lokasi kelenjar getah being daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level.

Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan primer yang

mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi

leher.

13
Kesulitan diagnosis adalah jika anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak

mengarah pada diagnosis tertentu yang dapat dilanjutkan dengan uji spesifik.

Tidak ada bukti yang mendukung manfaat pemberian antibiotik atau steroid pada

keadaan ini, bahkan sebaiknya dihindari karena akan mengaburkan atau

memperlambat diagnosis. Belum terdapat kesepakatan lama observasi yang

diperlukan pada keadaan limfadenopati yang tidak diketahui penyebabnya.

Beberapa ahli merekomendasikan perlunya evaluasi lebih spesifik atau biopsi

pada limfadenopati noninguinal yang tidak diketahui penyebabnya dan

berlangsung lebih dari 1 bulan.2

Tabel 2.2 Kelompok Kelenjar Getah Bening Daerah Leher Berdasarkan Level.

Kelompok kelenjar getah Keterangan


bening

Level I
-Sublevel I A (submental) Kelenjar getah bening dalam batas segitiga
antara m. digastrikus bagian anterior dan tulang
hioid.
Kelompok ini mempunyai risiko metastasis
keganasan dari dasar mulut, anterior lidah,
anterior mandibula, bibir bawah
-Sublevel I B (submandibular) Kelenjar getah bening dalam batas m.digastrik
bagian anterior, m. Stilohioid, dan mandibula.
Kelompok ini mempunyai risiko metastasis
keganasan dari kavum oral, kavum nasal
anterior, jaringan lunak wajah, dan glandula
submandibularis.

Level II Kelenjar getah bening di antara vena jugularis


(jugular atas) interna 1/3 atas, nervus asesorius spinalis mulai
dari basis kranii sampai bagian inferior
tulang hioid.
Kelompok ini mempunyai risiko untuk
metastasis keganasan dari kavum oral, kavum
nasi, nasofaring, orofaring, hipofaring, laring,
dan kelenjar parotis.

14
Sublevel IIA Terletak di bagian anterior nervus asesorius
spinalis
Sublevel IIB Terletak di bagian anterior nervus asesorius
spinalis

Level III Kelenjar getah bening di antara vena jugularis


(jugular tengah) interna 1/3 tengah, mulai bagian inferior tulang
hioid sampai bagian inferior kartilago
krikoidea
Kelompok ini mempunyai risiko metastasis
keganasan dari kavum oral, nasofaring,
orofaring, hipofaring, dan laring

Level IV Kelenjar getah bening di antara vena jugularis


(jugular bawah) interna 1/3 bawah, mulai bagian inferior
kartilago krikoidea sampai klavikula
Kelompok ini mempunyai risiko metastasis
keganasan dari hipofaring, tiroid, esofagus
bagian servikal, dan laring

Level V Kelenjar getah bening di sekitar nervus asesoris


(posterior triangle group) pertengahan bawah dan arteri servikal transversa
Kelompok ini mempunyai risiko metastasis
keganasan dari nasofaring, orofaring, dan
struktur kulit pada posterior kepala dan leher
-Sublevel VA Di atas batas inferior arkus krikoideus anterior,
termasuk kelenjar asesoris spinal
-Sublevel VB Di bawah batas inferior arkus krikoideus
anterior, termasuk kelenjar supraklavikula
(kecuali nodus Virchow di level IV)

Level VI Kelenjar getah bening di antara tulang hioid dan


(anterior triangle group) takik suprasternal (suprasternal notch)
Kelompok ini mempunyai risiko untuk
metastasis keganasan dari tiroid, laring bagian
glotis dan subglotis, apeks sinus piriformis, dan
esofagus bagian servikal

15
Gambar 2.5 Level kelenjar getah being leher2

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Tes Laboratorium

Tes laboratorium yang dilakukan adalah darah lengkap, LED dan tes

fungsi hati. Setelah itu pemeriksaan laboratorium yang lain bisa dilakukan sesuai

dengan penyakit yang mendasari masing–masing.5

b. Imaging

Pemeriksaan imaging ini dapat mengidentifikasi karakteristik kelenjar

lebih akurat dari pada pemeriksaan fisik.USG berguna untuk menilai jumlah,

ukuran, lokasi, bentuk, margin, dan struktur internal kelenjar getah bening. CT

scan dan MRI berguna untuk evaluasi kelenjar getah bening pada kavum toraks

dan abdomen.5

c. Biopsi kelenjar

Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang

paling besar, paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan

nilai diagnostiknya.Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik

16
paling rendah.Kelenjar getah bening supraklavikular mempunyai nilai diagnostik

paling tinggi.Meskipun teknik pewarnaan imunohistokimia dapat meningkatkan

sensitivitas dan spesifisitas biopsi aspirasi jarum halus, biopsi eksisi tetap

merupakan prosedur diagnostik terpilih. Adanya gambaran arsitektur kelenjar

pada biopsi merupakan hal yang penting untuk diagnostik yang tepat, terutama

untuk membedakan limfoma dengan hiperplasia reaktif yang jinak.2

Bagan: Pendekatan diagnosis limfadenopati2

17
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Identitas

Pasien berusia 65 tahun Hal ini sesuai tinjauan pustaka pada bab II yang

menyatakan bahwa kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak

dan meningkat seiring bertambahnya usia. Berdasarkan sebuah laporan, dari 628

penderita yang menjalani biopsi karena limfadenopati, penyebab yang jinak dan

swasirna (self limiting) ditemukan pada 79% penderita berusia kurang dari 30

tahun, 59% penderita antara 31 – 50 tahun, dan 39% penderita di atas 50 tahun.2

3.2 Anamnesis

Hasil anamnesis kepada pasien berupa :

1. Benjolan di leher kanan dan kiri awalnya sebesar kelereng. Namun lama

kelamaan membesar dan 1 tahun terakhir sudah sangat besar melebihi

ukuran awalnya hingga saat ini  Sesuai dengan tinjauan pustaka yang

menyatakan bahwa limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah

bening dengan ukuran lebih besar dari 1 cm. Sumber lain juga

mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas ukuran atau karakter

kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula,

iliaka, atau poplitea dengan ukuran berapun dan terabanya kelenjar

epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan

abnormal.

18
2. Selain itu pasien juga mengeluhkan demam yang dirasakan sejak 1 tahun

SMRS. Demam sumer sumer dirasakan mendadak dan terus menerus.

Demam tidak bertambah berat dan tidak bertambah ringan dengan apapun.

Pasien juga mengeluhkan lemas badan sejak 1 tahun SMRS. Lemas

dirasakan terus menerus meskipun sudah berusaha makan dan istirahat

yang cukup. Lemas dirasakan makin berat ketika beraktivitas sehingga

menyebabkan kesulitan untuk beraktifitas. Pasien juga mengeluhkan

penurunan nafsu makan sejak beberapa bulan SMRS. Setiap kali makan

hanya 5-6 sendok makan. Mual (-), muntah (-). Pasien juga mengeluhkan

mengalami penurunan berat badan namun tidak tahu pastinya berapa.

Pasien juga mengeluhkan kadang – kadang berkeringat di malam hari

walaupun sedang tidak beraktifitas  Sesuai dengan tinjauan pustaka yang

menyatakan bahwa gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam,

sering menyertai limfadenopati servikal dan limfositosis atipikal pada

sindrom mononukleosis. Demam, keringat malam, dan penurunan berat

badan lebih dari 10% dapat merupakan gejala limfoma B symptom. Pada

limfoma Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita stadium I

dan 68% penderita stadium IV. Hal ini juga didukung oleh tinjauan

pustaka yang menyatakan bahwa karakteristik dari limfadenopati akibat

keganasan/ limfoma yaitu : Demam, keringat malam, dan juga penurunan

berat badan.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

19
1. Massa et regio coli dextra et sinistra, bentuk membulat, ukuran 5x3 cm,

immobile, konsistensi padat, nyeri (-) Limfoma Hodgkin tipe sklerosa

nodular mempunyai karakteristik terfiksasi dan terlokalisasi dengan

konsistensi kenyal. Konsistensi keras dan menonjol pada temuan

limfadenopati lebih mengarahkan kecurigaan kanker, sedangkan bila lunak

dan bisa digerakan lebih ke arah infeksi.2Selain itu kelenjar getah bening

yang keras dan tidak nyeri meningkatkan kemungkinan penyebab

keganasan atau penyakit granulomatosa.

2. Massa et regio coli dextra et sinistra, bentuk membulat, ukuran 5x3 cm,

immobile, konsistensi padat, nyeri (-)Stadium II 2 : pembesaran di 2

regio KGB tapi masih dalam 1 sisi diafragma.

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Dari hasil pemeriksaan penunjang :

1. Foto thorax : Soft tissue mass para tracheal sepanjang cervical

2. FNAB : Metastasis Undifferentiated Carcinoma et regio coli dextra et

sinistra

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Mohseni S et al, 2014. Peripheral Lymphadenopathy: Approach And

Diagnostic Tools. Iran J Med Sci; Vol. 39, No. 2.

2. Oehadian, Amaylia. 2013. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati. Sub

BagianHematologi-OnkologiMedik, BagianIlmuPenyakitDalam RS Hasan

Sadikin/UniversitasPadjajaran. CDK-209 vol 40 No. 10. Hal: 727-732.

3. Guyton, A.C. &Hall, J.E.2008. Buku AjarFisiologi Kedokteran. Edisi 11.

Bab 16 Sistem Limfatik.Jakarta: EGC. Hal 199-202

4. Davey Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta. Erlangga. Hal 80-81

5. Rubenstein, D dkk. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Edisi 6. Bab

IV Kepala dan Leher. Jakarta. Erlangga. Hal 35- 36

21

Anda mungkin juga menyukai