Disusun oleh:
201910401011010
Pembimbing:
dr. Dahsyat Wasis Setiadi, Sp.A
dr. Lily Diah Farida, Sp.A
dr. Renyta Ika Damayanti, Sp.A
2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
Penulisan referat ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
dr. Dahsyat Wasis Setiadi, Sp.A, dr. Lily Diah Farida, Sp.A, dan dr. Renyta Ika
kritik dan saran yang membangun. Semoga tulisan laporan kasus ini dapat
Wassalamualaikum WR.WB.
Penulis
i
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Mengetahui,
SMF Anak RSUD Gambiran Kediri
Ketua,
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
BAB I: PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1 Definisi Diare................................................................................................3
2.2 Etiologi Diare................................................................................................3
2.3 Epidemiologi Diare.......................................................................................4
2.3.1 Cakupan Penderita Diare.....................................................................4
2.3.2 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare.......................................................6
2.3.3 Penggunaan Oralit dan Zink................................................................7
2.4 Cara Penularan dan Faktor Risiko............................................................8
2.5 Mekanisme Diare..........................................................................................9
2.6 Manifestasi Klinis Diare............................................................................16
2.7 Penegakan Diagnosis Diare.......................................................................18
2.7.1 Anamnesis.............................................................................................18
2.7.2 Pemeriksaan Fisik Diare.....................................................................19
2.8 Pemeriksaan Penunjang diare..................................................................21
2.9 Tatalaksana Diare......................................................................................23
2.10 Komplikasi Dan Prognosis......................................................................30
2.11 Pencegahan Dan Edukasi Diare..............................................................31
BAB III: PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA DIARE...............................34
3.1 Prinsip Penggunaan Antibiotik Pada Penderita Diare...........................34
BAB IV: KESIMPULAN.....................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................47
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.4 Rencana Terapi B untuk Terapi Diare Dehidrasi Ringan – Sedang...26
Gambar 3.2 Bagan Alur Penatalaksaan Disentri Pada Anak dibawah Usia 5 tahun
................................................................................................................................41
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Antibiotik Pilihan untuk beberapa jenis diare yang disebabkan oleh
Tabel 3.3 Dosis Antibiotik Untuk Disenteri Menurut KMK No. 24 Tahun 2014. 38
Tabel 3.4 Dosis Antibiotik Untuk Kolera Menurut KMK No. 24 Tahun 2014.....38
v
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia
tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. Diare adalah penyebab
utama kematian nomor dua pada anak di bawah lima tahun. WHO
memperkirakan secara global, ada hampir 1,7 miliar kasus penyakit diare anak-
anak setiap tahun, dan tiap tahunnya diare dapat membunuh sekitar 525.000 anak
balita. Diare juga merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak di bawah lima
masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan
menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering
penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2 % pada anak usia 1 – 4 tahun. Pada
Diare adalah buang air besar dengan feses lembek maupun cair dengan
frekuensinya lebih dari tiga kali sehari, dimana diare akut terjadi apabila buang air
besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung
kurang dari 1 minggu3. Penyebab dari diare diklasifikasikan menjadi tiga yaitu
bakteri, virus dan parasit. Bakteri penyebab diare adalah Escherichia coli,
1
2
Organisation, 2008).
Salah satu terapi diare akut adalah antibiotik namun pemberiannya harus
berdasarkan adanya indikasi seperti diare berdarah yang biasa disebut dengan
disentri3. Pemberian antibiotik berguna pada diare inflamasi dan infeksi yang
disebabkan oleh parasit maupun patogen yang biasanya ditandai dengan adanya
darah, leukosit dan yeast cell pada tinja. Pada diare akut dengan adanya darah
biasanya didiagnosis sebagai disentri dan penangannya beda dengan diare akut
diare di Indonesia telah dilakukan oleh Tjaniadi dkk pada tahun 2003 hasilnya
Penelitian juga telah dilakukan oleh Kristina pada tahun 2017 menunjukkan
sebagian besar (93,2%) pasien anak dengan diare akut mendapatkan antibiotik
cukup besar terhadap total biaya terapi sebesar 45,49% dari total biaya terapi yang
TINJAUAN PUSTAKA
defekasi lebih dari bisanya (>3 kali perhari) disertai perubahan konsistensi tinja
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang
minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari,
keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau
normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak
buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang
air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah
3
4
stercoralis
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun.
penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan
kematian2.
penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%,
untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding
pneumonia 15,5%8.
3.176.079 penderita dan terjadi peningkatan pada tahun 2017 yaitu menjadi
5
4.274.790 penderita atau 60,4% dari perkiraan diare di sarana kesehatan. Insiden
diare semua umur secara nasional adalah 270/1.000 penduduk menurut Rapid
Papua 4.06
Sumatera Utara 15.4
Nusa Tenggara Timur 17.78
Sulawesi Utara 17.89
Bengkulu 19.59
DI Yogyakarta 19.94
Papua 20.66
Kepulauan Riau 20.93
Maluku Utara 21.9
Maluku 26.15
Sulawesi Tenggara 26.59
Sumatera Barat 27.34
Aceh 27.95
Jawa Tengah 31.41
Gorontalo 33.66
Kalimatan Tengah 34.05
Kepulauan Bangka Belitung 34.56
Riau 34.58
Bali 34.96
Kalimantan Barat 36.52
Sulawesi Selatan 37.7
Lampung 38.07
Jawa Timur 38.83
Kalimantan Selatan 42.31
Sulawesi Barat 43.69
Jambi 43.79
Sulawesi Tengah 45.35
Sumatera Selatan 52.66
Jawa Barat 54.22
DKI Jakarta 54.23
Banten 55.25
Kalimantan Timur 56.91
Kalimantan Utara 63.43
Nusa Tenggara barat 96.94
0 20 40 60 80 100 120
nasional tahun 2017, dengan provinsi tertinggi yaitu Provinsi Nusa Tenggara
6
Utara (15,40%) dan Papua Barat (4,06%). Kemudian secara nasional didapatkan
Pada survei yang dilakukan pada tahun 2009 – 2010 didapatkan peta
sebaran KLB yang terjadi diseluruh provinsi di Indonesia. Pada peta di bawah ini
dapat dilihat rekapitulasi KLB Diare dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2017.
Terlihat bahwa CFR saat KLB masih cukup tinggi (>1%) kecuali pada tahun 2011
CFR pada saat KLB sebesar 0,40%, sedangkan tahun 2017 CFR Diare saat KLB
Kejadian n
Tuntaskan Diare) bahwa semua penderita diare harus mendapatkan oralit maka
target penggunaan Oralit adalah 100% dari semua kasus diare yang
penggunaan oralit semua umur masih di bawah target yaitu 88,72%. Pencapaian
yang masih kurang tersebut karena pemberi layanan di Puskesmas dan kader
belum memberikan oralit sesuai dengan standar tata laksana yaitu sebanyak 6
tentang manfaat oralit sebagai cairan yang harus diberikan pada setiap penderita
kekambuhan kejadian diare pada tiga bulan berikutnya. Penggunaan zink selama
10 hari berturut-turut pada saat balita diare merupakan terapi diare balita.
Pada tahun 2017 cakupan pemberian zink pada balita diare adalah 86,17%2.
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut,
a. Sekretorik
c. Motilitas
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-
infeksi.
infeksi.
10
penyebaran penyakkit adalah dengan kontak erat dari orang ke orang, melalui
menyebabkan penyakit12.
12
Virus yang menyebabkan diare pada anak antara lain rotavirus, calcivirus
merusak vili di usus halus bagian atas dan pada kasus yang berat dapat
menginvasi seluruh usus haus dan usus besar. Rotavirus merupakan virus
penyebab diare tersering. Muntah dapat berlangsung selama 3 – 4 hari dan diare
sampai 7 – 10 hari. Dehidrasi sering terjadi pada anak – anak yang lebih kecil.
Infeksi primer rotavirus dapat menyebabkan penyakit yang berat pada bayi, dan
demam tifoid per tahun, dan menyebabkan 600.000 kematian. Bakteri tifoid hanya
kisaran 3 – 60 hari). Pasien tifoid tanpa gejala atau karier kronik dapat menjadi
reservoar dan menjadi sumber penyebaran penyakit secara terus menerus. Pasien
(ayam, iguana, atau binatang reptile lainnya seperti kura – kura) atau dari
makanan yang terkontaminasi, yaitu produk – produk dari susu, telur, atau daging
unggas. Inokulasi dalam jumlah besar (1000 – 10 juta kuman) dibutuhkan kuman
asam lambung. Masa inkubasi diare berkisar antara 6 – 72 jam, tetapi umumnya
toksin shiga, secara berdiri sendiri ataupun kombinasi dengan invasi jaringan.
terkontaminasi oleh 10 – 1000 bakteri. Usus besar akan terinfeksi secara selektif.
Selain terjadi diare, dapat pula terjadi demam tinggi dan kejang12.
tempat penitipan bayi dan anak. Strain ETEC memproduksi enterotoksi yang tak
60% diare pada pelancong (traveller’s diarrhea). EPEC dan ETEC melekat pada
sel epitel usus halus bagian atas dan mengakibatkan penyakit dengan cara
melepaskan toksin yang menginduksi sekresi usus dan membatasi absorbs. EIEC
mengakibatkan kerusakan mukosa yang luas dan disertasi oleh proses inflamasi
akut, serupa dengan Shigella. EHEC, terutama akibat E. Coli strain O157:57
hemoragik dan sebagian besar kasus hemolytic uremic syndrome (HUS), suatu
gagal ginjal. EHEC berkaitan dengan makanan yang terkontaminasi, termasuk jus
buah yang tidak terpasteurisasi, dan terutama daging sapi yang tidak dimasak
diare berdarah, tetapi produksi toksin ini menghambat sintesa sel protein penjamu
dan berpengaruh pada sel endotel vascular dan glomerulus, sehingga terjadilah
ke individu melalui air dan makanan yang terkontaminasi, terutama produk susu
mentah, keju dan daging unggas. Kuman menyerang mukosa jejunum, ileum dan
yang terkontaminasi, terutama jeroan babi. Bayi dan balita mengalami gejala
diare, sedangkan pada anak yang lebih besar karena adanya lesi akut pada ileum
terminalis atau timbul limfadenitis mesenterium akut sehingga timbul gejala yang
mirip dengan appendicitis dan penyakit Chron. Dapat disertai adanya artritis,
pada bayi yang bedara di tempat penitipan. E. histolytica menyerang usus besar,
amuba dapat menembus dinding usus dan menyerang hati, paru dan otak. Diare
ditransmisikan melalui kista yang tertelan, baik dengan cara kontak langsung
dengan penderita atau dari makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja
yang terinfeksi. Kuman melekat pada mikrovili epitel duodenum dan jejunum.
yang dapat sembuh tanpa pemberian terapi, namun pada penderita Acquired
Diare akibat virus memiliki kareteristik diare cair (watery stool), tanpa
disertai darah ataupun lendir. Dapat disertai gejala muntah dan dehidrasi tampak
jelas. Demam tifoid memiliki karakteristik adanya bakterimia dan demam yang
umumnya timbul pada akhir masa enteric. Keluhan demam, sakit kepala, dan
nyeri abdomen makin jelas setelah 48 – 72 jam, dengan gejala mual, penurunan
nafsu makan, dan konstipasi yang timbul pada minggu pertama. Apabila tidak
penurunan berat badan yang bermakna dan terkadang timbul hematokesia atau
ditemukan pada pasien dewasa, namun jarang ditemukan pada anak. Disentri
adalah penyakit infeksi saluran cerna yang melibatkan bagian kolon dan rectum,
dan ditemukan adanya darah dan lendir pada tinja, serta bau busuk dan demam.
17
ETEC. Demam umumnya tidak ditemukan ataupun hanya demam ringan. Diare
umumnya melibatkan organ ileum dengan gejala diare cair (watery stool) tanpa
adanya darah ataupun lendir dan biasanya berlangsung selama 3 – 4 hari dengan
ferkuensi 4 – 5 kali buang air cair per hari. Terjadinya anoreksia progresif, nausea,
2.7.1 Anamnesis3
Tanda tambahan: ubun – ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa
Berat badan
Akral hangat
tanda tambahan
Dehidrasi berat
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila
ada tanda intoleransi laktosa dan bila ada kecurigaan invasi bakteri atau parasite.
sebagai respon terhadap invasi bakteri yang luas pada mukosa kolon seperti
22
infeksi kuman Shigella, Salmonella, C. Jejuni dan E. Coli invasif. Pasien yang
leukosit pada tinja yang minimal. Pemeriksaan kultur feses dianjurkan pada diare
yang persisten, klinis toksik, atau diduga menderita HUS. Apabila hasil
dipertimbangkan pada penyakit disentri akut, terutama pada para pelancong; pada
dapat ditegakkan jika ditemukan trofozoit / kista didalam tinja, bisa juga diperiksa
dilakukan, jika feses tidak dapat memberikan diagnosis, bisa dilakukan Entero-
Test (menelan benang nilon yang diikatkan kapsul gelatin) selang beberapa jam
benang tersebut ditarik dan cairan duodenum yang terdapat dikapsul diperiksa
apakah ada trofozoit Giardia lamblia. pemeriksaan kultur darah dengan hasil
positif jarang ditemukan pada enteritis bacterial kecuali pada enteritis akibat S.
typhi (demam tifoid), Salmonella nontifoidal, dan enteritis akibat E. coli pada bayi
kecil. Pemeriksaan kultur darah pada demam tifoid umumnya positif pada awal
balita adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung
oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan
satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta
gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program lintas
diare dari pemerintah meliputi: (1) Cairan, (2) Seng, (3) Nutrisi, (4) Antibiotik
5 – 10 mL/KgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu umur < 1
tahun sebanyak 50 - 100 mL, umur 1 – 5 tahun sebanyak 100 – 200 mL,
(tidak mau minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan profuse)
24
25
minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau
Gambar 2.4 Rencana Terapi B untuk Terapi Diare Dehidrasi Ringan – Sedang5
28
ringer asetat atau NaCl (bila RL tidak tersedia ) 100 mL/kgBB dengan
cara pemberian:
Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema
otak.
dengan dosis:
Seng (Zinc)3
31
air besar dan volume tinja sehingga dapat menurnkan risiko terjadinya dehidrasi
Nutrisi3
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur
tetap diberikan untuk mecegah kehilangan berat badan dan sebai pengganti nutrisi
yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak
tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit - sedikit tapi sering (lebih
Medikamentosa3
Antibiotik
Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional dapat mempercepat resistensi
Kejang dapat terjadi pada pasien dengan demam tinggi, terutama yang terinfeksi
32
dengan Shigella. Abses usus dapat terbentuk pada penderita diare karena
terinfeksi Shigella dan Salmonella, terutama demam tifoid yang mengarah sampai
dengan perforasi usus, yang dapat mengancam jiwa. Muntah terus - menerus yang
150 kematian terjadi setiap tahun akibat penyakit diare, terutama pada anak di
bawah 1 tahun. Kematian ini terjadi dalam pola musiman antara Oktober dan
Februari, bersamaan dengan musim rotavirus. Setidaknya 10% dari pasien yang
menjadi pembawa kronis. Risiko menjadi pembawa kronis rendah pada anak-
Salmonella persisten12.
Cara paling penting untuk mencegah diare pada masa kanak-kanak adalah
penyediaan air bersih, tidak tercemar dan kebersihan yang baik dalam menanam,
mencuci tangan dengan sabun dan air, adalah cara terbaik untuk mengendalikan
tepat13.
33
mulai usia 6 minggu, dengan dosis pertama 14 minggu 6 hari dan dosis terakhir 8
bulan. Dua vaksin tifoid dilisensikan di Amerika Serikat: vaksin yang dilemahkan
secara oral (Ty21a) untuk anak-anak 6 tahun ke atas, dan vaksin polisakarida
berkembang atau untuk kontak rumah tangga dengan pembawa kronis S. typhi13.
peliharaan reptil rumahan. Penularan Salmonella dari reptil dapat dicegah dengan
mencuci tangan secara menyeluruh dengan sabun dan air setelah menangani reptil
atau kandang reptil. Anak-anak di bawah usia 5 tahun dan orang yang mengalami
dimasak dan air minum yang tidak diolah. Profilaksis dengan bismut subsalisilat
(Pepto-Bismol) untuk orang dewasa (2 ons atau dua tablet oral 4 kali sehari)
setidaknya 6 tahun dan orang dewasa. Pengobatan sendiri untuk diare sedang
yang berusia minimal 18 tahun. Evaluasi medis segera dilakukan untuk penyakit
yang bertahan lebih dari 3 hari, tinja mengeluarkan darah, demam di atas 102 ° F
34
kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut demam, tinja berdarah, makan atau
minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3
hari. Orang tua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar.
cuci tangan sebelum makan, (3) kebersihan lingkungan, buang air besar di
benar, (6) penyediaan air minum yang bersih. (7) selalu memasak makanan3.
BAB III
Antibiotik pada kasus diare tidak boleh digunakan secara rutin. Karena
pelayanan kesehatan, kurangnya edukasi dari dokter umum dan kebijakan dalam
penelitian yang telah dilakukan oleh Rocci Jack dkk pada tahun 2017 terhadap
Jatinagor, Jawa Barat didapatkan lebih dari setengah responden (80,2%) tahu
yang disebabkan oleh infeksi. Namun, 17,7% responden salah meyakini bahwa
percaya bahwa antibiotik dapat digunakan untuk flu biasa, 30,2% responden
setuju bahwa antibiotik selalu digunakan untuk mengobati demam dan 50%
responden setuju bahwa antibiotik itu selalu digunakan untuk mengobati sakit
perut dan diare. Ketika ditanya tentang resistensi antibiotik, mayoritas responden
instruksi klinisi, dan kurang dari sepertiga responden (22,9%) setuju bahwa
35
36
16,7% responden masih percaya bahwa dengan mengubah merek antibiotik akan
efektif dalam pengobatan infeksi serupa di masa depan 14. Menurut penelitian
Kurniawan dkk pada tahun 2017 yang dilakukan secara cross – sectional study di
Puskesmas Teling Atas, Kecamatan Wanea pada bulan September – oktober 2015
yang lebih buruk / rendah memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk melakukan
Ini berarti dibutuhkan kebijakan dari dokter untuk memilih antibiotik yang
penyebab diare. Selain itu, penggunaan antibiotik yang tidak rasional hanya akan
shigellosis), suspek kolera dengan dehidrasi berat, dan infeksi non-usus yang
anak-anak dengan diare akut atau persisten. Mereka tidak mencegah dehidrasi
atau meningkatkan status gizi, yang seharusnya menjadi tujuan utama perawatan.
Beberapa memiliki efek samping yang berbahaya, dan terkadang fatal. Obat-
Menurut Buku Panduan Pelayanan Medis IDAI edisi 1 tahun 2009 untuk
disentri basiler, antibiotik diberikan sesuai dengan data sensitivitas setempat, bila
tidak memungkinkan dapat mengacu kepada data publikasi yang dipakai saat ini,
kedua. Bila kedua antibiotik tersebut sudah resisten maka lini ketiga adalah
Tabel 3.6 Antibiotik Pilihan untuk beberapa jenis diare yang disebabkan oleh
bakteri dan parasit5
Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif
Kolera Tetracyclin Erytromycin
12,5 mg/KgBB 12,5 mg/KgBB
2 kali sehari selama 3 hari 4 kali sehari selama 3 hari
Disentri
Shigellosis Cotrimoxazale Ceftriaxon
24 mg/kgBB/hari 5 kali 50 – 100mg/kgBB
sehari selama 3 hari 1 kali sehari secara
Ciprofloxacin intramuskular selama 2 – 5
15 mg/kgBB hari
2 kali sehari selama 5 hari
Sefiksim
4 mg/kgBB
2 kali sehari selama 5 hari
Asam Nalidiksat
15 mg/kgBB
4 kali sehari selama 5 hari
Amoebiasis
Entamoeba Metronidazole
Histolytica 50 mg/kgBB
3 kali sehari selama 5 hari
Clostridium Metronidazole
difficile 30 mg/kgBB
3 kali sehari selama 5 hari
Giardiasis Metronidazole
50 mg/kgBB
3 kali sehari selama 5 hari
Menurut Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Indonesia di RS, pada
anak diare yang dicurigai kolera yakni pada anak dengan BAB seperti air cucian
beras, terdapat KLB Kolera didaerah tersebut, dan didapatkan kultur tinja positif
38
dengan V. cholera maka diberikan antibiotik oral yang spesifik untuk strain
pelayanan primer semua diare berdarah (disentri) selama ini dianjurkan untuk
3 tahun - 1 3 10 ml ¾ 15 ml
< 5 tahun (2 sendok takar) (3 sendok
(16 - < takar)
19 kg)
UNTUK DISENTERI: Beri antibiotik yang dianjurkan untuk Shigella
ANTIBIOTIK PILIHAN PERTAMA : KOTRIMOKSAZOL
ANTIBIOTIK PILIHAN KEDUA : ASAM NALIDIKSAT
Tabel 3.8 Dosis Antibiotik Untuk Disenteri Menurut KMK No. 24 Tahun 201418
Umur KOTRIMOKSAZOL ASAM METRONIDAZOL
atau 2 x sehari selama 5 NALIDIKSAT Tablet 500 mg
Berat Badan hari Tablet 500 mg 3 x sehari selama 10 hari
4 x sehari untuk amuba
selama 5 hari
2 bln - < 4 bln 1/8 50 mg (1/8 tab)
4 bln - < 12 Lihat Dosis Diatas 1/4 100 mg (1/4 tab)
bln
(6 -< 10 kg)
12 bln - < 5 1/2 200 mg (1/2 tab)
tahun
(10 - < 12 kg)
UNTUK KOLERA: Beri antibiotik yang dianjurkan untuk kolera selama 3
hari
ANTIBIOTIK PILIHAN PERTAMA : TETRASIKLIN
ANTIBIOTIK PILIHAN KEDUA: KOTRIMOKSAZOL
(TRIMETROPRIM + SULFAMETOKSAZOL)
Tabel 3.9 Dosis Antibiotik Untuk Kolera Menurut KMK No. 24 Tahun 201418
Umur TETRASIKLIN KOTRIMOKSAZOL
atau Kapsul 250 mg 2 x sehari selama 3 hari untuk Pneumonia
Berat 4 x sehari selama 2 x sehari selama 5 hari untuk infeksi telinga akut
Badan 3 hari TAB TAB ANAK (20 Sirup per 5 ml
DEWASA mg Tmp + 100 (40 mg Tmp +
(8 mg Tmp + mg Smz) 200 mg Smz)
400 mg Smz)
2 bln - < Jangan Diberi ¼ 1 2.5 ml
4 bln
(4 - <6
kg)
4 bln - < 1/2 ½ 2 5 ml
12 bln
(6 -< 10
kg)
12 bln - 1 ¾ 3 10 ml
< 5 tahun
(10 - <
19 kg)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) nomor 25 tahun 2014 18
kali sehari selama 5 hari dan yang kedua adalah asam nalidiksat 4 kali sehari
dengan acuan dosis seperti gambar diatas (Gambar 3.1). Pada kolera dapat
diberikan antibiotic selama 3 hari dengan pilihan antibiotik pilihan pertama yaitu
tetrasiklin, namun kontraindikasi pada bayi dengan usia 2 – 4 bulan atau dengan
berat badan 4 - < 6 kg, dan untuk pilihan antibiotik pilihan kedua adalah
untuk semua kasus yang diduga kolera dengan dehidrasi berat harus menerima
antibiotik oral yang dikenal efektif melawan strain Vibrio cholerae. Ini akan
dalam waktu 48 jam, dan mempersingkat periode ekskresi tinja dari V. cholerae.
41
Dosis pertama harus diberikan segera setelah muntah berhenti, yang biasanya 4-6
selama tiga hari dengan ciprofloxacin, atau selama lima hari dengan antibiotik
oral lain yang sensitif terhadap Shigella di daerah tersebut. Antibiotik yang tidak
shigellosis, Antiobiotik yang tidak efektif dengan shigella tercantum pada tabel
berikut.
Gambar 3.6 Bagan Alur Penatalaksaan Disentri Pada Anak dibawah Usia 5
tahun16
Amoebiasis adalah penyebab diare berdarah yang tidak biasa pada anak
kecil, biasanya menyebabkan kurang dari 3% episode. Anak kecil dengan diare
berdarah tidak boleh diobati secara rutin untuk amoebiasis. Pengobatan tersebut
mengandung eritrosit, atau pemberian dua antibiotik yang berbeda yang biasanya
efektif untuk infeksi Shigella telah diberikan namun tidak ada perbaikan klinis 16.
43
penurunan berat badan dan dengan infeksi serius non-intestinal, penderita diare
persisten tidak selalu diberikan antibiotik dan tatalaksana lebih berfokus pada
menaikkan berat badan pasien dan mengembalikan fungsi GI tract yakni dengan
pemberian cairan yang adekuat untuk mencegah atau mengobati dehidrasi, diet
bergizi yang tidak menyebabkan diare memburuk, pemberian vitamin dan mineral
Diare dengan gizi buruk adalah peristiwa serius dan fatal pada anak-anak
perawatan yang sangat penting, Tatalaksana pada penderita ini juga harus fokus
pada pengelolaan gizi buruk dan pengobatan infeksi lainnya secara hati-hati.
Semua anak diare dengan gizi buruk harus diberikan pengobatan antibiotik
spektrum luas, misalnya gentamisin dan ampisilin, selama beberapa hari ketika
dirawat di rumah sakit. Kombinasi ini atau antibiotik lain yang berspektrum luas
harus diperiksa setiap hari untuk mencari infeksi lain dan diobati ketika telah
teridentifikasi16.
44
rekomendasi antibotik seperti pada tabel diatas, namun antibiotik pada umumnya
tidak diperlukan dan bahkan dapat berbahaya pada anak-anak, tetapi harus
diberikan dalam keadaan tertentu. Ada tiga set kriteria yang berbeda yang harus
dipertimbangkan dengan cermat yakni gejala klinis, faktor terkait host, dan
spesimen pada bayi dan anak-anak dalam kondisi diare parah, pemberian
dan invasif. Bayi, anak-anak dengan kondisi kronis, dan mereka yang dalam
antibiotik spesifik harus didasarkan pada etiologi dan pola resistensi pada daerah
penggunaan antibiotik yang tidak perlu, ada keadaan di mana obat ini diperlukan
46
didukung oleh bukti dan membutuhkan pertimbangan cermat dari gejala klinis dan
studi epidemiologis17.
BAB IV
KESIMPULAN
utama, karena masih tingginya angka kesakitan dan kematian. Penyebab utama
diare akut adalah infeksi Rotavirus yang bersifat self-limiting sehingga tidak
diare akut pada anak berkaitan dengan risiko terjadinya dehidrasi. Upaya
rehidrasi secara adekuat menggunakan cairan rehidrasi oral merupakan salah satu
diperlukan koreksi juga merupakan elemen yang penting dalam terapi diare akut.
lamanya diare. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemberian makanan
atau nutrisi yang cukup selama diare dan mengobati penyakit penyerta yang ada.
47
48
DAFTAR PUSTAKA
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Pedoman Praktik Klinis. 1st ed. IDAI ,
editor. Jakarta: IDAI Press; 2009. h. 58-61.
6. World Health Organization. Hospital care for children. [Online].; 2005 [diakses
tanggal 14 September 2019]. Tersedia di: http://www.ichrc.org/51-anak-dengan-
diare.
13. Ebach DR. Acute Gastroenteritis. In Marcdante KJ, Kliegman RM. Essential
of Pediatric. 7th ed. Philladelphia: Elsevier Inc.; 2017. h. 366-9.
19. EMBABA El-A'M Hospital. Neonatal and Pediatric Drug Doses Arab:
Clinical Pharmacy Departement; 2014: 2-8.