Oleh :
Annisa Aaliyah Zahra 2140312169
M. Firas Riselo P. 2240312158
Salsya Nabila 2240312122
Sherly Febrina 2240312041
Preseptor :
Penulis
ii
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR ISI
iii
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 39
iv
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR TABEL
v
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR GAMBAR
vi
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB 1
PENDAHULUAN
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja dengan atau tanpa lendir dan
darahyang berlangsung kurang dari satu minggu. Diare akut dapat disebabkan
infeksi dannon infeksi.Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya
adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh
karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.3
Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lama lebih dari empat
minggu disertai adanya gangguan struktural maupun inflamasi
usus.2Berdasarkan kriteria Rome III, diare kronik merupakan diare yang
tidak spesifik pada anak usia dibawah empat tahun dan juga sebagai gejala
iritasi usus pada anak usia 5-18 tahun. Diare kronis berbeda pada anak-anak
dan orang dewasa.7Diare paling sering terjadi pada anak terutama anak usia
6 bulan sampai 2 tahun dan tersering pada bayi dibawah enam bulan yang
minum susu formula.42
2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3
kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau
tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Biasanya
seorang anak yang buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi
konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare dikarenakan
perubahan konsistensi tinja lebih bermakna daripada frekuensi BAB.3,4
2.3 Klasifikasi
Diare akut terbagi dua berdasarkan manifestasi klinis yaitu diare akut
berair atau acute watery diarrhea dan diare akut berdarah atau bloody diarrhea.
Acute watery diarrhea paling banyak disebabkan rotavirus, Norwalk-like virus,
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), Vibrio cholerae, Staphylococcus
aureus,Clostridium difficile, Giardia, dan cryptosporidia. Patogen yang paling
sering menyebabkan acute bloody diarrhea adalah Shigella and Entamoeba
histolytica, Campylobacter sp, invasive Escherichia coli, Salmonella,
Aeromonas organisms, C. difficile, dan Yersinia sp dapat menyebabkan acute
bloody diarrhea.5 Diare akutjuga diklasifikasikan berdasarkan derajat dehidrasi
yaitu tanpa dehidrasi, dehidrasiringan-sedang, dan dehidrasi berat.5
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4 F =
finger, flies, fluid, field).3
- Lain -lain :Infeksi non gastrointestinal, alergi susu sapi, penyakit Crohn,
defisiensi imun, colitis ulserosa, gangguan motilitas usus, pellagra
2.5 Patofisiologi
2.6 Diagnosis
Manifestasi klinis dasar dari diare infektif akut adalah masa inkubasi
yang relatif singkat, onset mendadak yang dimanifestasikan oleh feses yang
sering enceratau encer dan sembuh total dalam 14 hari (Tabel 1)9 . Enteritis
ditandai dengan berair dan postprandial, dan kolitis oleh lendir atau tinja
berdarah lender. Dalam kebanyakan kasus, fase awal penyakit diikuti oleh
demam yang meningkat (1-3 Hari), muntah, kehilangan nafsu makan, sakit
perut, dan dalam kasus kolitis, kebutuhan yang salah untuk buang air besar,
dan tenesmus.9
Karena kekebalan pasif alami yang diperoleh sebelum lahir, pada
2.6.2 Anamnesis
c. Tinja
Pemeriksaan Makroskopik
I. belli, Cyclospora
Rhabditiform lava Strongyloides
Spiral atau basil gram (-)berbentuk S Campylobacter jejuni
Kultur tinja: Standard E.coli, Shigella, Salmonella,
Camphylobacter jejuni
Kultur tinja: Spesial Y. enterocolitica, V. cholera,
V.parahaemolyticus, C. difficile, E.coli,
Enzym immunoassay/latex aglutinasi Rotavirus, G.lamblia, enteric
adenovirus, C.difficile
Serotyping E. coli, O 157: H7. EHEC, EPEC
Latex aglutinasi setelah broth Salmonella, Shigella
enrichment
Tabel 2.4 Tes Laboratorium Tinja untuk Mendeteksi Enteropatogen
Pemeriksaan Mikroskopik
Untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi
tentang penyebab diare, letakanatomis serta adanya proses peradangan
mukosa. Leukositdalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri
yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif padapemeriksaan
tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang
memproduksisitotoksin seperti Shigella, Salmonella,
C. jejuni, EHEC, C.difficile, Y. enterolytica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan
pada umumnya adalah leukosit PMN, kecuali pada S. typhii leukosit
mononuklear.
Terapi Diet
Pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan yang sama saat
anak sehat diberikan guna mencegah penurunan berat badan dan
digunakan untuk menggantikan nutrisi yang hilang agar lingkaran
setan malnutrisi dan diare dapat diputus. Apabila terdapat perbaikan
nafsu makan, dapat dikatakan bahwa anak sedang dalam fase
kesembuhan. Pasien tidak perlu untuk puasa, makanan dapat diberikan
sedikit demi sedikit namun jumlah pemerian lebih sering (>6 kali/hari)
dan rendah serat.18,20
ASI harus diteruskan pemberiannya. Pada bayi yang telah
Medikamentosa
a) Suplemen Zinc
Kondisi I
Jika ditemukan :
i. Renjatan (syok)
ii. Letargis
iii. Muntah dan atau diare dan atau dehidrasi
Berikan cairan dan makanan menurut Rencana 1
Prinsip utama dalam tatalaksana diare kronik adalah menajaga asupan nutrisi yang
cukup untuk memungkinakan pertumbuhan dan perkembanagan yang normal. Tinggi
badan, berat badan, dan status gizi pasien harus didokumentasikan. Jika status gizi,
termasuk berat dan tinggi badan normal dan pemeriksaan tinja tidak menunjukkan
lemak, kemungkinan diare kronis nonspesifik perlu dipertimbangkan. Diare kronis
nonspesifik umumnya terjadi pada balita yang tampak sehat antara 1-3 tahun. Diare
sering berwarna coklat dan berair, kadang-kadang mengandung partikel makanan yang
tidak tercerna. Jika asupan cairan anak lebih dari 150 mL/kg/23 jam, asupan cairan
harus dikurangi hingga tidak lebih dari 90 mL/kg/24 jam.
Apabila diare merupakan akibat sekunder dari intoleransi karbohidrat, maka dapat
dilakukan penurunan laktosa atau sukrosa. Laktase (LactAid) dapat digunakan untuk
membantu pencernaan laktosa. Jika diare berlanjut, percobaan diet bebas laktosa atau
bebas sukrosa dapat dilakukan. Diet bebas laktosa harus dimulai pada semua anak
dengan diare kronik, dan termasuk dalam algoritma tatalaksana yang dikeluarkan oleh
WHO.47 Laktosa biasanya digantikan oleh maltodekstrin atau kombinasi karbohidrat
lainnya. Formula bebas sukrosa diindikasikan pada defisiensi sukrase-isomaltase. Diet
eliminasi harus diurutkan dari diet yang lebih sedikit dan lebih terbatas, seperti, dari
protein susu sapi menjadi amino-acid based formula atau sebaliknya.48
Diare kronik dengan penurunan berat badan dan pemeriksaan tinja menunjukkan
lemak, kemungkinan diare kronis akibat sindrom malabsorbsi perlu dipertimbangkan.
2.8 Pencegahan
1. ASI melindungi terhadap infeksi, termasuk enteritis infeksi akut.26
2. Tindakan higiene umum
Higiene manual, terutama setelah buang air kecil dan buang air besar
dan setelah mengganti popok, mengurangi penyebaran infeksi di rumah
tangga dan institusi. Untuk pasien rawat inap, kebersihan rumah sakit
harus benar-benar dipatuhi, seperti sarung tangan dan gaun pelindung
sekali pakai, desinfeksi tangan, desinfeksi rutin permukaan dengan lap
abrasif, pengelompokan pasien yang terkena dampak bersama-sama jika
memungkinkan, dan toilet individu.27
3. Penanganan makanan yang higienis
2.10 Prognosis
Prognosis pada diare akut umumnya baik. Kematian yang banyak
terjadi padaanak dengan diare disebabkan karena dehidrasi. Namun, dengan
Diare akut merupakan keadaan ketika bayi atau anak BAB lebih dari 3 kali
perhari dan disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair. Diare kronik
merupakan diare yang berlangsung lama lebih dari empat minggu disertai adanya
gangguan struktural maupun inflamasi usus. Cara penularan diare dapat melalui
fekal-oral, kontak langsung dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar, serta tidak langsung melalui lalat. Klasifikasi diare kronik berdasarkan
penyebabnya terdiri dari : proses inflamasi, osmotik (malabsorbsi), sekretori dan
dismotilitas.
Diagnosis diare ditegakkan melalui manifestasi klinis, anamnesis,
pemeriksaan fisik lengkap, dan analisis laboratorium yang memadai. Data
mengenai frekuensi dan munculnya tinja, penerimaan dan toleransi makanan,
diuresis, serta adanya muntah, demam, sakit perut dan keluhan lainnya, diperoleh
dari orang tua atau wali, atau dari anak itu sendiri jika usianya lebih tua. WHO
merekomendasikan 5 tatalaksana utama diare yang dikenal dengan lintas
penatalaksanaan diare, terdiri dari rehidrasi, suplement zinc, nutrisi, antibiotik
selektif, dan edukasi orangtua/pengaruh. Pencegahan diare berupa pemberian ASI,
tindakan higiene umum, penanganan makanan yang hiegienis, dan vaksinasi.
Komplikasi penyakit diare termasuk dehidrasi, asidosis metabolik, gangguan
kesadaran, kejang, azotemia prerenal, hipokalemi, hiponatremi, hipokalsemi, syok
hipovolemik, dan hipoglikemi. Prognosis pada diare umumnya baik.
41
DAFTAR PUSTAKA
10. Subagyo B, Santoso NB, 2012, Diare Akut, dalam Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi,ed 1. Jilid 1, Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal
87-119.
11. Pudjiadi A.H dkk, 2009, Diare Akut, dalam pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter AnakIndonesia, Jilid 1, Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal 58-62.
42
12. Kotloff KL, Nataro JP, Blackwelder WC, et al. Burden and aetiology
of diarrhoeal disease in infants and young children in developing
countries (the Global Enteric Multicenter Study, GEMS): a prospective,
case-control study. Lancet 2013; 382:209.
13. Fleisher GR, Duryea TK. Approach to diarrhea in children in
resource- rich countries.Waltham: UpToDate. 2018.
14. Harris JB, Pietroni M, Edwards MS. Approach to the child with acute
diarrheain resource-limited countries. Up To Date. 2017.
15. Deborah M. Consolini M, Thomas Jefferson. Diarrhea in Chilfren. 2020.
16. Indriyani DPR, Putra IGNS. Penanganan Terkini Diare Pada Anak:
Tinjauan Pustaka. Intisari Sains Medis 2020;11(2): 928-32.
17. Florez IV, Nin0-Serna LF, Beltran-Arroyave CP. Acute Infectious
Diarrhea and Gastroenteritis in Children. Pediatric Infectious Disease:
Current Infectious Disease Reports. 2020;22:4
18. Farthing M, Salam MA, Lindberg G, Dite P, Khalif I S-LE. Acute
diarrhea in adults and children: A global perspective. World
Gastroenterology Organisation Global Guidelines. J Clin Gastroenterol.
2012;47:12-14.
19. McFarland LV, Elmer GW, McFarland M. Meta-Analysis of Probiotics
for the Prevention and Treatment of Acute Pediatric Diarrhea. 2006;
1(1):63 – 76.
20. Simona Ciccarelli, Ilaria Stolfi, Giuseppe Caramia, Management
strategies in the treatment of neonatal and pediatric gastroenteritis.
Infection and Drug Resistance. 2013; 6: 133-16.
21. Christa L Fischer Walkerand Robert E Black. Zinc for the treatment of
diarrhoea: effect on diarrhoea morbidity, mortality and incidence of
future episodes. International Journal of Epidemiology. 2010; 39: 63–69.
22. INCLAN. Zinc Supplementation in Acute Diarrhea is Acceptable, Do
Not Interfere with Oral Rehydration, and Reduce the Other Medications:
A Randomized Trial in Five Countries. Journal of Pediatric
43
Gastroenterology andNutrition. 2006; 42:300 – 305.
23. Wawan IW. Probiotik Sebagai Terapi Diare Akut pada Bayi dan Anak.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2017:22-23.
24. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Tatalaksana Anak
Gizi Buruk. Direkorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
2011;(1):14-25.
25. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Tentang Standar Mineral Mix. 2012;1-6.
26. Soenarto, Sri Suparyati. Vaksin Rotavirus untuk pencegahan diare.
Buletin jendela data & informasi kesehatan. 2011; 2 (2).
27. Juffrie M, Soenarto SY, Oswari H, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi
Hepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010 h. 87-120.
44
34. Shahrin, L., Chisti, M. J., Huq, S., Nishath, T., Christy, M. D., Hannan, A.,
& Ahmed, T. (2016). Clinical manifestations of hyponatremia and
hypernatremia in under-five diarrheal children in a diarrhea hospital.
Journal of Tropical Pediatrics, 62(3), 206–212.
35. Zieg, J. (2017). Pathophysiology of hyponatremia in children. In Frontiers
in Pediatrics (Vol. 5). Frontiers Media S.A.
36. Hoorn, E. J., & Zietse, R. (2017). Diagnosis and treatment of
hyponatremia: Compilation of the guidelines. In Journal of the American
Society of Nephrology (Vol. 28, Issue 5, pp. 1340–1349). American Society
of Nephrology.
37. Umpaichitra, V., Bastian, W., & Castells, S. (2001). Hypocalcemia in
children: Pathogenesis and management. Clinical Pediatrics, 40(6), 305–
312.
38. Patel, Dr. N. K., Kedia, Dr. M. K., Majhi, Dr. C., Bariha, Dr. P. K., &
Oram, Dr. G. (2020). Serum calcium and magnesium levels in acute
gastroenteritis. International Journal of Medical Research & Review, 8(6),
414–421.
39. Hobson MJ, Chima RS. Pediatric Hypovolemic Shock. 2013;(513):10–5.
40. Ninama R, Chaudhry C, Suman RL, Goyal S, Bairwa RP, Singla S.
Prevalence of hypoglycemia in diarrheal dehydration at hospitalization in
severe acute malnutrition. 2018;5(3):1092–6.
41. Ly TT, Jones TW. Managing hypoglycemia in children : what the clinician
needs to know before advising parents. 2012;2:503–12.
42. The Management and prevention of diarrhoea : practical guidelines.-3rd
ed.World Health Organization.1993.1-50.
43. Vechio andrea Lo, Conelli Maria laura, Guarino Alfredo. 2021. Infections and
Chronic Diarrhea in Children. The Pediatric Infectious Disease Journal • Volume
40, Number 7, July 2021.255-257.
44. Ainsyah Rachmah, Lusno Muhammad Farid. 2018.Faktor Protektif Kejadian
Diare pada Balita di Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (1) 2018, 51-5.
45
45. Sutadi, Sri Maryani.2003.Diare Kronik. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara.1-3.
46. Li ST, Grossman DC, Cummmings P. Loperamide therapy for acute
diarrhea in children: systematic review and meta-analysis. PLoS Med
2007;4(3):e98.
47. World Health Organization. Evaluation of an algorithm for the treatment of
persistent diarrhoea: A multicenter study. International Working group on
persistent diarrhoea. World Health Organ Bull 1996;74:479-89.
48. Kliegman, Behrman, Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition
vol.2. New Delhi: Elsevier;2008
46