Anda di halaman 1dari 52

Referat

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA DIARE AKUT DAN


KRONIK PADA ANAK

Oleh :
Annisa Aaliyah Zahra 2140312169
M. Firas Riselo P. 2240312158
Salsya Nabila 2240312122
Sherly Febrina 2240312041

Ariq Rifqi 2140312084


Hanifa Raissa A.U. 2140312062
Putri Fadhila 2140312057
Daffa Ahmad Naufal 2240312057

Preseptor :

dr. Yorva Sayoeti, Sp.A (K)


Dr. dr. Yusri Dianne Jurnalis, Sp.A (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat dankarunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah yang berjudul “Diagnosis dan Tatalaksana Diare Akut dan
Kronik pada Anak”.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan
klinikdi bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yorva Sayoeti,
Sp.A (K) dan Dr.dr. Yusri Dianne Jurnalis, Sp.A (K) selaku pembimbing
yang telah memberikan masukan danbimbingan dalam pembuatan
makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
kritik untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, November 2022

Penulis

ii
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Batasan Masalah........................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................... 1

1.4 Metode Penulisan ......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2

2.1 Definisi ......................................................................................... 2

2.2 Epidemiologi ................................................................................ 2

2.3 Klasifikasi .................................................................................... 2

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko ........................................................... 3

2.5 Patofisiologi ................................................................................. 4

2.6 Diagnosis ...................................................................................... 5

2.7 Tatalaksana ................................................................................. 19

2.8 Pencegahan ................................................................................. 32

2.9 Komplikasi ................................................................................. 33

2.10 Prognosis ................................................................................ 37

BAB III KESIMPULAN ........................................................................ 38

iii
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 39

iv
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Masa Inkubasi pada Diare Akut 6


Tabel 2.2 Penentuan Derajat Dehidrasi menurut MMWR 8
Tabel 2.3 Penentuan Derajat Dehidrasi berdasarkan MTBS 9
Tabel 2.4 Tes Laboratorium Tinja untuk Mendeteksi Enteropatogen 11

v
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mikroskopik Tropozoit Entamoeba hystolitica 12


Gambar 2.2 Dosis pemberian probiotik dan indikasinya 23
Gambar 2.3 Tanda Bahaya dan Perawatan Awal pada Gizi Buruk 25
Gambar 2.4 Komposisi ReSoMal 26
Gambar 2.5 Rencana 1 pada Kondisi 1 Gizi Buruk 27
Gambar 2.6 Monitoring Rencana 1 pada Kondisi 1 Gizi Buruk 28
Gambar 2.7 Rencana 2 dan monitoring pada Kondisi 2 Gizi Buruk 29
Gambar 2.8 Rencana 3 dan monitoring pada Kondisi 3 Gizi Buruk 30
Gambar 2.9 Petunjuk dan Dosis Pemberian Antibiotika 31

vi
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat


morbiditas danmortalitas yang tinggi terutama di negara berkembang. Secara
umum, diperkirakanlebih dari 10 juta anak balita meninggal setiap tahunnya
dan 20% diantaranya meninggal karena penyakit diare.1 Diare adalah
penyebab kematian paling banyak ketiga pada anak balita dan diperkirakan
13% dari semua kasus morbiditas dan mortalitas usia dini disebabkan diare.2
Insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia pada tahun 2012 adalah
10,2 persen.

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja dengan atau tanpa lendir dan
darahyang berlangsung kurang dari satu minggu. Diare akut dapat disebabkan
infeksi dannon infeksi.Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya
adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh
karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.3

Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lama lebih dari empat
minggu disertai adanya gangguan struktural maupun inflamasi
usus.2Berdasarkan kriteria Rome III, diare kronik merupakan diare yang
tidak spesifik pada anak usia dibawah empat tahun dan juga sebagai gejala
iritasi usus pada anak usia 5-18 tahun. Diare kronis berbeda pada anak-anak
dan orang dewasa.7Diare paling sering terjadi pada anak terutama anak usia
6 bulan sampai 2 tahun dan tersering pada bayi dibawah enam bulan yang
minum susu formula.42

Diare dapat menyebabkan kematian karena menyebabkan dehidrasi,


terutama diare kronik pada anak malnutrisi yang harus diberikan tatalaksana
cepat dan sesuai. Untuk mendiagnosis diare kronis pada anak-anak
umumnya terhambat karena interpretasi gejala pada anak-anak yang
umumnya tidak khas dan pertumbuhan bakteri penyebab diare kronik yang
sulit dideteksi pada anak-anak.42

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


Pilar penatalaksanaan diare akut yaitu rehidrasi, pemberian zink,
pemberian ASI/makanan, antibiotik hanya atas indikasi, dan edukasi.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya pada diare karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat.4
1.2.Batasan Masalah

Makalah ini membahas mengenai definisi, etiologi, epidemiologi,


patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, diagnosis, diagnosis banding, tata
laksana, komplikasi dan prognosis diare akut.
1.3.Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan


pemahamanmengenai diare akut.
1.4.Metode Penulisan

Metode penulisan dari makalah ini berupa hasil pemeriksaan pasien,


rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai
literatur termasukbuku teks dan artikel ilmiah.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3
kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau
tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Biasanya
seorang anak yang buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi
konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare dikarenakan
perubahan konsistensi tinja lebih bermakna daripada frekuensi BAB.3,4

Diare persisten merupakan diare dengan onset selama 14 hari atau


lebih, dan diare kronik merupakan diare yang berlangsung lama lebih dari
empat minggu disertai adanya gangguan struktural maupun inflamasi usus.43
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih
dari 3 4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat
fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut
tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat
belumsempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI
secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi
buang air besaratau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal
atau tidak seperti biasanya.3
2.2 Epidemiologi
Gangguan diare pada masa kanak-kanak menyebabkan sebagian
besar (9%) kematian anak, dengan perkiraan 0,71 juta kematian per tahun
secara global, menjadikannya penyebab paling umum kedua kematian anak
di seluruh dunia. Hampir 1,731 miliar episode diare yang terjadi pada tahun
2010 dan kebanyakan mengenai anak di bawahusia 5 tahun. Diare pada anak ini
kebanyakan juga terjadi di negara berkembang, dengan lebih dari 80% episode
terjadi di Afrika dan Asia Selatan (masing-masing 50,5% dan 32,5%) dan 36
juta dari total diare episode berkembang menjadi episode yang parah. Karena

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


perkembangan ilmu pengobatan diare, angka kematian global mungkin
menurun dengan signifikan, tetapi insiden diare secara keseluruhan hanya
menurun dari 3,4 menjadi sekitar 2,9 episode per anak per tahun dalam 2
dekade terakhir.7

Penurunan angka kematian akibat diare, meskipun tidak ada


perubahan yang signifikan dalam kejadiannya, merupakan hasil dari
vaksinasi rotavirus preventif dan peningkatan manajemen kasus diare, serta
peningkatan gizi bayi dan anak-anak. Intervensi ini telah mencakup terapi
rehidrasi oral berbasis rumah dan rumah sakit yang tersebar luas dan
manajemen gizi yang lebih baik pada anak-anak dengan diare.7

2.3 Klasifikasi
Diare akut terbagi dua berdasarkan manifestasi klinis yaitu diare akut
berair atau acute watery diarrhea dan diare akut berdarah atau bloody diarrhea.
Acute watery diarrhea paling banyak disebabkan rotavirus, Norwalk-like virus,
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), Vibrio cholerae, Staphylococcus
aureus,Clostridium difficile, Giardia, dan cryptosporidia. Patogen yang paling
sering menyebabkan acute bloody diarrhea adalah Shigella and Entamoeba
histolytica, Campylobacter sp, invasive Escherichia coli, Salmonella,
Aeromonas organisms, C. difficile, dan Yersinia sp dapat menyebabkan acute
bloody diarrhea.5 Diare akutjuga diklasifikasikan berdasarkan derajat dehidrasi
yaitu tanpa dehidrasi, dehidrasiringan-sedang, dan dehidrasi berat.5

Klasifikasi diare kronik berdasarkan penyebabnya terdiri dari : proses


inflamasi, osmotik (malabsorbsi), sekretori dan dismotilitas. Diare Inflamasi
ditandai dengan adanya demam, nyeri perut, fases yang berdarah dan berisi
lekosit serta lesi inflamasi pada biopsy mukosa intestinal. Pada beberapa kasus
terdapat hipoalbuminemia, hipoglobulinemia, protein losing enterophaty.
Mekanisme inflamasi ini dapat bersamaan dengan malabsorbsi dan
meningkatnya sekresi intestinal. Diare juga terjadi sebagai hasil malabsorbsi
asam empedu yang disebabkan oleh inflamasi ileal atau pertumbuhan bakteri

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


dari struktur instestinal atau stasis. Gastroentroenteritis Eosinophilic ditandai
oleh infiltrasi beberapa bagian traktus gastrointestinal oleh eosinophil.
Gambaran klinik berupa : diare, nyeri abdomen, neusea, muntah, penurunan
berat badan, eosinophilia perifer, steatorea dan protein losing enterophaty.
Diare osmotik terjadi jika cairan yang dicerna tidak seluruhnya absorbsi oleh
usus halus akibat tekanan osmotik yang mendesak cairan kedalam lumen
intestinal. Peningkatan volume cairan lumen tersebut meliputi kapasitas kolon
untuk reabsorbsi, nutrien dan obat sebagai cairan yang aggal dicerna dan
diabsorbsi. Pada umumnya penyebab diare osmotik adalah malabsorbsi lemak
atau karbohidrat. Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar oleh
karena abnormalitas cairan dan transpor elektrolit yang tidak selalu
berhubungan dengan makanan yang dimakan.45
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4 F =
finger, flies, fluid, field).3

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen


antara lain : tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama
kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh
tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan
pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut,
beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk
dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya
keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4
minggu terakhir dan faktor genetik.3

Diare dapat disebabkan infeksi dan non infeksi. Penyebab infeksi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit.
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada
anak-anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella,
Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio cholera. Rotavirus
merupakan penyebab tersering diare akut pada anak (75-90%).3,6
Etiologi diare kronik pada anak umumnya disebabkan e.coli, giardia(16%),
cryptosporidium parvum(23%), campylobacter jejuni(16%), rotavirus(11%),
EAEC(19%).43
Selain dari etiologi tersebut, terdapat beberapa faktor risiko yang meningkatkan
kejadian diare kronik pada anak. Faktor risiko tersebut adalah faktor sosiodemografi,
faktor lingkungan, dan faktor perilaku. Faktor lingkungan diperkirakan setidaknya
94% kejadian diare disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sehat, seperti
sumber-sumber kotoran (pembuangan limbah, tempat sampah, pengolahan industri)
dan kaitannya dengan faktor risiko seperti, sumber air minum yang tidak sehat,
rendahnya sistem sanitasi dan higienitas (Pruss-Ustun & Corvalan, 2006). Meskipun
demikian sebuah penelitian oleh Oria et al.,(2005) menunjukkan bahwa faktor genetika
juga memiliki pengaruh pada kejadian diare, terutama diare kronik.3 Berdasarkan
penelitian tahun 2017 di Surabaya, dari 67 responden sebagian besar balita pernah
menderita diare dalam 1 bulan terakhir yaitu 44 anak atau sebesar 65,67% .Sebagian
besar balita yang mengalami diare memiliki orang tua ibu berstatus tidak bekerja
(66,67%), pendapatan keluarga yang tidak sesuai UMK (68%), tidak menggunakan
sumber air terlindungi (78,38%), tidak menggunakan jamban sehat (88,24%), tidak
memiliki riwayat ASI eksklusif (65,96%), tidak memiliki kebiasaan cuci tangan (75%),
dan tidak rutin timbang berat badan balita di posyandu (87,50%).44

Adapun penyebab non infeksi yaitu:

- Defek Anatomis: Malrotasi, penyakit Hirchsprung, Short Bowel


Syndrome, atrofi microvilli, Stricture

- Malabsorpsi: Defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa – galaktosa,


cysticfibrosis, penyakit Celiac

- Endokrinopati: Thyrotoksikosis, penyakit Addison, sindroma


Adrenogenital

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


- Keracunan makanan: logam berat, mushrooms

- Neoplasma: Neuroblastoma, phaeochromocytoma, sindroma Zollinger


Ellison

- Lain -lain :Infeksi non gastrointestinal, alergi susu sapi, penyakit Crohn,
defisiensi imun, colitis ulserosa, gangguan motilitas usus, pellagra
2.5 Patofisiologi

Diare mencerminkan peningkatan kadar air dalam tinja, baik karena


gangguan penyerapan air atau sekresi air aktif oleh usus. Pada diare infeksi
berat, volume tinja harian dapat melebihi 2 liter. Dehidrasi dan kehilangan
kalium (hipokalemia) adalah dua konsekuensi diare berat yang mengancam
jiwa. Air terutama diserap di usus kecil (sekitar 8 liter sehari pada orang
dewasa) dan selanjutnya di usus besar. Pada saat awal 8 liter cairan mencapai
katup ileosekal, hanya tersisa sekitar 600 mL, yang menunjukkan efisiensi
penyerapan air sebesar 93%. Pada saat sisa 600 mL cairan mencapai anus,
hanya tersisa sekitar 100 mL cairan, umumnya sebagai feses yang
terbentuk.8
Di usus halus, air diserap melalui tiga mekanisme dasar, yaitu
absorpsi natrium klorida (NaCl) 'netral' yang diperantarai oleh dua sistem
berpasangan, salahsatunya menukar Na/H (penukar kation) dan yang lainnya
menukar Cl/HCO3 (penukar anion). Kedua, penyerapan natrium
'elektrogenik', dimana natrium memasuki sel melalui gradien elektrokimia,
mekanisme penyerapan natrium elektrogenik ini biasanya rusak selama
infeksi enterik akut. Ketiga, co-transport natrium dimana penyerapan
natrium digabungkan dengan penyerapan zat terlarut organik seperti
glukosa, banyak asam amino dan peptida. Mekanisme co-transportini tetap
utuh selama sebagian besar gangguan diare akut. Karena alasan inilah
rehidrasi oral efektif selama penyakit diare akut.8
Diare osmotik terjadi ketika zat terlarut yang dapat diserap, seperti
laktosa, tidak diserap dengan baik dan menahan air di lumen usus. Infeksi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


yang merusak sel epitel usus baik secara langsung (rotavirus) atau oleh
toksin (Shigella spp.) menyebabkan malabsorpsi dan diare osmotik. Diare
sekretorik terjadi akibat sekresi air yang aktif dan diperantarai toksin ke
dalam lumen usus. Hal ini diamati selama kolera, dan infeksi oleh toksin
Shiga yang diproduksi oleh spesies Escherichia coli dan Shigella. Rotavirus
juga menghasilkan enterotoksin virus, glikoprotein nonstruktural (NSP4).
Terakhir, diare dapat terjadi akibat peradangan usus yang dimediasi infeksi.
Setelah tertelan, organisme enterik menjajah epitel usus dengan mengikuti
enterosit. Salah satu dari dua jalur umumnya diikuti tergantung pada
organisme penyebab, baik invasi mukosa atau produksi enterotoksin.8

2.6 Diagnosis

Diagnosis diare akut didasarkan pada manifestasi klinis, anamnesis,


pemeriksaan fisiklengkap dan analisis laboratorium yang memadai. Data
tentang frekuensi dan munculnya tinja,penerimaan dan toleransi makanan,
diuresis, serta adanya muntah, demam, sakit perut dan keluhan lainnya,
diperoleh oleh orang tua atau wali, atau oleh anak itu sendiri jika usianya
lebih tua. Penting juga untuk memperoleh pengetahuan tentang adanya
masalah yang identik di lingkungan anak(keluarga, kolektif), serta konsumsi
makanan atau air yang tidak aman.9
2.6.1 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dasar dari diare infektif akut adalah masa inkubasi
yang relatif singkat, onset mendadak yang dimanifestasikan oleh feses yang
sering enceratau encer dan sembuh total dalam 14 hari (Tabel 1)9 . Enteritis
ditandai dengan berair dan postprandial, dan kolitis oleh lendir atau tinja
berdarah lender. Dalam kebanyakan kasus, fase awal penyakit diikuti oleh
demam yang meningkat (1-3 Hari), muntah, kehilangan nafsu makan, sakit
perut, dan dalam kasus kolitis, kebutuhan yang salah untuk buang air besar,
dan tenesmus.9
Karena kekebalan pasif alami yang diperoleh sebelum lahir, pada

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


bayi berusia enam sampai sembilan bulan, terutama pada mereka yang
disusui, infeksi gastrointestinal pada general, dan khususnya virus, biasanya
asimtomatik atau dengan gejala klinis ringan.9
Berlawanan dengan infeksi, intoksikasi pencernaan ditandai dengan
periodelaten yang sangat singkat (biasanya 10-12 jam, kadang-kadang 30
menit) dan perjalanan klinis (kebanyakan satu hari), serta tidak adanya
demam. Selain diare berair, penyakit ini hampir selalu diikuti dengan rasa
mual, muntah, dan kolik perutyang intens.9
Komplikasi dasar dari gangguan diare akut adalah dehidrasi yang
berkembang karena diare, muntah dan demam. Menurut tingkat
keparahannya, bisa ringan, sedang atau berat, sedangkan menurut
osmolalitas, yang terutama ditentukan oleh tingkat natrium dalam serum,
isotonik, hipotonik atau hipertonik.9

Tabel 2.1 Masa Inkubasi pada Diare Akut

2.6.2 Anamnesis

Di negara maju, diare akut hampir selalu jinak, kondisi sembuh


sendiri, yang mereda dalam beberapa hari. Durasi penyakit dan gambaran
klinis bervariasi berdasarkan etiologi diare dan faktor pejamu. Misalnya,
rotavirus umumnya muncul dengan muntah, dehidrasi, dan lebih banyak
hari kerja yang hilang daripada diare nonrotavirus.
Untuk menentukan persistensinya, perlu ditanyakan kepada orang tua
pasien, sudah berapa lama pasien menderita diare, frekuensinya, apakah ada

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


nyeri perut, demam. Apakah sudah lebih dari 14 hariatau belum, sehingga
nantinya dapat ditentukan apakah diare pada pasien termasukdiare akut atau
diare kronik. Hal ini berkaitan dengan tatalaksana diare yang berkaitan
dengan penyulit ataupun komplikasi dari diare tersebut. Untuk menentukan
derajat dehidrasi dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti, terutama
pada asupan peroral, frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan
muntah yang keluar. Tanyakan juga apakah pasien sudah pernah periksa
dan apakah pasien mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya.12
Pengetahuan tentang faktor-faktor tertentu yang terkait dengan diare,
seperti volume, konsistensi, warna, dan frekuensi sangat membantu dalam
membedakan sumbernya. Tabel berikut menguraikan karakteristik yang
dapat digunakan untuk mempersempit daftar diagnosis banding:30

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11
Riwayat perjalanan penting karena dapat mengarah pada agen
penyebab yang mendasari diare menular. Enterotoksigenik E coli sejauh ini
merupakan penyebab utama diare pada pelancong.

2.6.3 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa hal-hal sebagai berikut berat


badan, suhu tubuh,frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan
darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi seperti kesadaran, rasa
haus dan turgor kulit abdomen, serta tanda-tanda tambahan lainnya seperti
ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau
tidaknya air mata, keadaan bibir, mukosa dan lidah.11,12
Karena pada pemeriksaan abdomen dapat menimbulkan
ketidaknyamanan, dianjurkan untuk memulai pemeriksaan dengan kepala.
Pemeriksaan harus fokus pada selaput lendir untukmenilai apakah mereka
lembab atau kering. polip hidung; dermatitis psoriasiform di sekitar mata,
hidung, dan mulut; dan ulserasi mulut harusdiperhatikan.9
Pemeriksaan ekstremitas berfokus pada turgor kulit, waktu pengisian
kapiler, dan adanya petechiae, purpura, lesi kulit lainnya (misalnya, eritema
nodosum, pioderma gangrenosum), ruam, dan eritematosa, sendi bengkak.15
Pemeriksaan perut berfokus pada distensi, nyeri tekan, dan kualitas bising
usus (misalnya, nadatinggi, normal, tidak ada). Pemeriksaan alat kelamin
berfokus padaadanya ruam dan tanda-tanda fisura anus atau lesi ulseratif.15

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


Derajat Dehidrasi ditentukan berdasarkan:

Penentuan Derajat Dehidrasi menurut MMWR


Simptom Minimal/tanpa Dehidrasi Ringan Dehidrasi
dehidrasi,kehilanga – Sedang, Berat,Kehilangan
nBB<3% KehilanganBB 3- BB
9% >9%
Kesadaran Baik Normal, Lelah, Apatis, letargi,
gelisah, Irritable tidak
sadar
Denyut Jantung Normal Normal-Meningkat Takikardia,
bradikardia
pada
kasus berat
Kualitas Nadi Normal Normal-melemah Lemah, Kecil, Tak
teraba
Pernafasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan Lidah Basah Kering Sangat Kering
Cubitan Kulit Normal Memanjang Memanjang,
Minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled
Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel 2.2 Penentuan Derajat Dehidrasi menurut MMWR

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan MTBS

Tabel 2.3 Penentuan Derajat Dehidrasi berdasarkan MTBS

Bukti klinis dehidrasi, seperti penurunan keluaran urin, takikardia,


dan membranmukosa kering, sudah terlihat pada defisit 5 persen dari berat
badan. Tanda-tanda yang palingberguna untuk memprediksi defisit volume
5 persen atau lebih termasuk waktu pengisian kapiler yang tertunda lebih dari
2 detik, turgor kulit berkurang, dan pernapasan dalam denganatau tanpa
peningkatan laju pernapasan, terutama jika ada kombinasi dari temuan ini.
Jika tersedia, perbandingan berat badan saat ini dengan berat badan
sebelumnya yang diperoleh baru-baru ini juga dapat membantu menentukan
persentase dehidrasi.14
Selain mengidentifikasi penipisan volume, pemeriksaan menyeluruh harus
dilakukan:

a) Infeksi sistemik non-enterik, terutama otitis media, dapat


menyebabkandiare.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


b) Massa atau peritonitis yang teraba menunjukkan apendisitis,
intususepsiatau, yang lebih jarang, megakolon toksik.

c) Toksisitas umum dan/atau syok dapat terjadi dengan sindrom


uremik hemolitik (HUS)atau dengan sepsis, seperti dari Salmonella
atau sindrom syok toksik stafilokokus (TSS)

2.6.4 Pemeriksaan Penunjang

Sebagian besar anak dengan diare akut tidak memerlukan pengujian


laboratorium, meskipun dalam kasus yang kompleks beberapa penelitian
laboratorium mungkin berguna.
1. Pemeriksaan labor yang dapat dilakukan saat diare akut

a. Darah: darah lengkap, serum elektrolit, Analisa gasa darah,


glukosadarah, kultur dantes kepekaan terhadap antibiotic
b. Urin: urin lengkap, kultur, tes kepekaan terhadap antibiotik

c. Tinja

Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua


penderita diare meskipun pemeriksaan labor tidak dilakukan.
d. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh eneterotoksinvirus, protozoa, atau disebabkan
oleh infeksi di luar salurangastrointestinal
e. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosaatau parasite usus seperti: E.
histolytica, B.coli, dan Ttrichiura.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


Tes Laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen
Tes Laboratorium Organisme diduga/identifikasi
Mikroskopik: leukosit pada tinja Invasif atau bakteri yang
memproduksi sitoktoksin
Tropozoit,kista,oocyst,spora G. lamblia, E. histolytica,
Cryptosporidium,

I. belli, Cyclospora
Rhabditiform lava Strongyloides
Spiral atau basil gram (-)berbentuk S Campylobacter jejuni
Kultur tinja: Standard E.coli, Shigella, Salmonella,
Camphylobacter jejuni
Kultur tinja: Spesial Y. enterocolitica, V. cholera,
V.parahaemolyticus, C. difficile, E.coli,
Enzym immunoassay/latex aglutinasi Rotavirus, G.lamblia, enteric
adenovirus, C.difficile
Serotyping E. coli, O 157: H7. EHEC, EPEC
Latex aglutinasi setelah broth Salmonella, Shigella
enrichment
Tabel 2.4 Tes Laboratorium Tinja untuk Mendeteksi Enteropatogen

Patogen tertentu menyebar dengan cepat Ini termasuk rotavirus;


astrovirus; calicivirus; dan Shigella, Giardia, Campylobacter, dan
Cryptosporidium
Tren peningkatan penggunaan tempat penitipan anak telah
meningkatkan terjadinya infeksi terkait rotavirus dan Cryptosporidium.
Karena berbagai makanan dapat menyebabkan infeksi gastrointestinal,
riwayat makanan penting:
Konsumsi makanan mentah atau terkontaminasi umumnya dikaitkan
dengan diare menular. Organisme yang umumnya ditemukan terkait
dengan diare menular antara lain sebagai berikut:

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


Produk susu - spesies Campylobacter dan Salmonella
Telur - spesies Salmonella
Daging - spesies Clostridium perfringens, Campylobacter,
Aeromonas, dan Salmonella
Unggas - spesies Campylobacter
Daging giling - Enterohemorrhagic E coli
Seafood - spesies Astrovirus, Aeromonas, Plesiomonas, dan Vibrio
Babi - C perfringens, Y enterocolitica[
Tiram - spesies Calicivirus, Plesiomonas, dan Vibrio
Sayuran - spesies Aeromonas dan C perfringens
American Academy of Pediatrics menyarankan bahwa ketika
mengevaluasi anak-anak dengan diare persisten, perut kembung berlebihan,
kembung, dan sakit perut, penyedia harus menentukan jumlah jus yang
dikonsumsi. Kolam renang menampung spesies Shigella dan organisme
Aeromonas merupakan agen penyebab diare menular di lingkungan laut.
Giardia, Cryptosporidium, dan Entamoeba tetap tidak terpengaruh oleh
klorinasi air; oleh karena itu, kecurigaan terhadap parasit ini harus tinggi
pada air yang terkontaminasi. Juga, ada hubungan antara infeksi
Campylobacter, pertanian, dan air minum.
Mikroskopi dapat digunakan untuk diagnosis dugaan dua penyebab
pentinggastroenteritis. Kolera dapat didiagnosis menggunakan mikroskop
medan gelap untuk mendeteksi Vibrio motil, yang muncul sebagai "bintang
jatuh". Dalampengaturan diare berdarah akut, bukti mikroskopis langsung
dari trofozoit Entamoeba yang mengandung sel darah merah adalah temuan
diagnostik yang cukup menjamin pengobatan untuk disentri amuba(bukan
shigellosis) (Gambar 1)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


Gambar 2.1 Mikroskopik Tropozoit Entamoeba hystolitica

Pemeriksaan Mikroskopik
Untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi
tentang penyebab diare, letakanatomis serta adanya proses peradangan
mukosa. Leukositdalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri
yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif padapemeriksaan
tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang
memproduksisitotoksin seperti Shigella, Salmonella,
C. jejuni, EHEC, C.difficile, Y. enterolytica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan
pada umumnya adalah leukosit PMN, kecuali pada S. typhii leukosit
mononuklear.

Tidak semua penderita kolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien


yang terinfeksi dengan E.hystolitica pada umumnya leukosit pada tinja
minimal. Parasityang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi
leukosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan
untuk mencari telur atau parait kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian
ke daerah resiko tinggi, kultur tinja negative untuk enteropatogen, diare

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised.10,11
Evaluasi laboratorium mikrobiologi, bila tersedia, diperlukan untuk
pasiendengan diare invasif yang tidak merespon terapi antibiotik empiris.
Penggunaan bijaksana lainnya dari data mikrobiologi termasuk surveilans
untuk mendeteksi epidemi dan evaluasi pola kerentanan antimikroba dari
patogen terpilih.13
Dalam kasus lain, identifikasi mikrobiologis dari patogen spesifik
dalam pengaturan diaretidak pasti signifikansinya, karena beberapa patogen
sering dapat ditemukan di tinja anak-anakdi rangkaian terbatas sumber daya
selama penyakit diare dan periode tanpa gejala; diare tampaknya terkait
dengan keadaan kelebihan patogen secara keseluruhan. Sebagai contoh,
dalam sebuah penelitian dari Bangladesh yang melibatkan 147 bayi yang
diikuti sejak lahir sampai usia satu tahun, rata-rata 5,6 dan 3,3 patogen
terdeteksi melalui reaksi berantaipolimerase (PCR) dalam sampel tinja
selama penyakit diare dan periode tanpa gejala. Demikian pula, dalam
sebuah penelitian besar pada anak-anak di lokasi di seluruh Asia dan Afrika,
dua atau lebih patogen potensial diidentifikasi pada 45 persen dari mereka
yang mengalami diare sedang hingga berat dan pada 31 persen dari kontrol
tanpa gejala.14
Penelitian telah menunjukkan bahwa CT sangat membantu dalam
diagnosis penyakit yang dapat muncul bersamaan dengan diare. Dalam
sebuah penelitian, 12% pasien dengan diare dan sakit perut menunjukkan ct
scan yang memerlukan pembedahan. Pada pasien yang mengalami sakit
perut dan diare dan menjalani CT menunjukkan penebalan mukosa kolon,
kolonoskopi selanjutnya mengungkapkan penyakit radang usus pada 5% dan
kanker usus besar pada 2% pasien. Pada beberapa kondisi di atas, hasil
radiografi abdomen biasa akan menjadi diagnostik; namun, CT abdomen
dapat meningkatkan akurasi diagnostik saat gambaran radiografi tidak
meyakinkan.29

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


2.7 Tatalaksana

Tatalaksana pada Anak dengan Gizi Baik


Who telah merekomendasikan lima tatalaksana utama diare yang
dikenal dengan lintas penatalaksanaan diare, terdiri atas rehidrasi, suplement
zinc, nutrisi,antibiotik selektif, dan edukasi orangtua/pengasuh.16
Rehidrasi
Rehidrasi pada pasien dengan pemerian larutan garam rehidrasi
oral (ORS). Oralit adalah campuran air bersih, garam dan gula. Biayanya
dari pengobatan ini sangat terjangkau. Oralit akan diserap di usus kecil
dan menggantikan air dan elektrolit yang hilang dalam tinja.16 Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah atau mengatasi
dehidrasi yang terjadi pada anak yang mengalami diare, yaitu mengganti
kehilangan cairan yang telah terjadi, yang sedang berlangsung, serta
pemberian cairan rumatan.16-18
a) Tanpa Dehidrasi
Pada keadaan ini, pemberian ASI diteruskan, tidak perlu membatasi atau
mengganti makanan, termasuk susu formula. Dapat diberikan oralit 5-10
ml setiap BAB cair.17
b) Dehidrasi Ringan-Sedang
Pada tahap ini anak harus diberikan cairan rehidrasi dibawah
pengawasan tenaga medis, sehingga anak perlu dibawa ke rumah sakit.
Oralit diberikan sebanyak 15-20 ml/kgBB/jam.17 Pada sumber lain,
pemberian oralit pada anak dengan dehidrasi ringan-sedang dapat
diberikan sebanyak 75 ml/KgBB. Saat buang air besar berikutnya
diberikan oralit sebanyak 10 ml/KgBB.16-20 Setelah tercapai rehidrasi,
anak segera diberi makan dan minum, ASI tetap diteruskan.
Muntah tidak menjadi larangan untuk pemberian oralit. Oralit
harus diberikan secara perlahan-lahan dan konstan untuk mengurangi
muntah. Keadaan anak perlu dipantau sesering mungkin.17

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


c) Dehidrasi Berat
Saat anak telah mencapai tahap ini, anak harus segera dibawa ke
rumah sakit untuk mendapatkan cairan rehidrasi melalui infus atau
parenteral. Bayi dengan usia kurang dari 12 bulan diberikan ringer laktat
(RL) sebanyak 30 ml/KgBB selama satu jam, kemudian periksa nadi
pasien, apabila denyut nadi masih teraba lemah makan dapat diulang
kembali pemberian RL ini. Namun bila denyut nadi teraba adekuat, maka
ringer laktat dilanjutkan sebanyak 70 ml/KgBB dalam lima jam.17,18,20
Anak berusia >1 tahun dengan dehidrasi berat, dapat diberikan
ringer laktat (RL) sebanyak 30 ml/KgBB selama setengah sampai satu
jam. Jika nadi teraba lemah maupun tidak teraba, langkah pertama dapat
diulang. Apabila nadi sudah kembali kuat, dapat dilanjutkan dengan
memberikan ringer laktat (RL) sebanyak 70 ml/KgBB selama dua
setengah hingga tiga jam.17,18,20
Penilaian dilakukan tiap satu hingga dua jam. Apabila status
rehidrasii belum dapat dicapai, jumlah cairan intravena dapat
ditingkatkan. Oralit diberikan sebanyak 5 ml/KgBB/jam jika pasien sudah
dapat mengkonsumsi langsung. Bayi dilakukan evaluasi pada enam jam
berikutnya, sementara usia anak-anak dapat dievaluasi tiga jam
berikutnya.17-18

Terapi Diet
Pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan yang sama saat
anak sehat diberikan guna mencegah penurunan berat badan dan
digunakan untuk menggantikan nutrisi yang hilang agar lingkaran
setan malnutrisi dan diare dapat diputus. Apabila terdapat perbaikan
nafsu makan, dapat dikatakan bahwa anak sedang dalam fase
kesembuhan. Pasien tidak perlu untuk puasa, makanan dapat diberikan
sedikit demi sedikit namun jumlah pemerian lebih sering (>6 kali/hari)
dan rendah serat.18,20
ASI harus diteruskan pemberiannya. Pada bayi yang telah

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


mendapatkan susu formula, susu formula bebas laktosa hanya
diberikan pada bayi yang mengalami dehidrasi berat dan bayi yang
secara klinis memperlihatkan intoleransi laktosa berat dan diarenya
bertambah pada saat diberikan susu. Susu tersebut dapat diberikan
selama 1 minggu. Intoleransi laktosa pada umumnya bersifat
sementara akibat adanya kerusakkan mukosa usus. Aktivitas laktase
akan kembali normal ketika epitel mukosa usus mengalami
regenerasi. Gejala intoleransi laktosa mencakup diare cair profus,
kembung, sering flatus, sakit perut, kemerahan di sekitas anus dan
tinja berbau asam.17
Makanan sesuai gizi seimbang dan atau ASI dapat diberikan
sesegera mungkin apabila pasien sudah mengalami perbaikan.
Pemberian nutrisi ini dapat mencegah terjadinya gangguan gizi,
menstimulasi perbaikan usus, dan mengurangi derajat penyakit.17

Medikamentosa
a) Suplemen Zinc

Suplement zinc digunakan untuk mengurangi durasi diare,


menurunkan risiko keparahan penyakit, dan mengurangi episode
diare sebesar 25% dan dikaitkan dengan pengurangan 30%
volume tinja.17,23 Pengunaan mikronutrien untuk penatalaksanaan
diare akut didasarkan pada efek yang diharapkan terjadi pada
fungsi imun, struktur, dan fungsi saluran cerna utamanya dalam
proses perbaikan epitel sel seluran cerna.17

Secara ilmiah zinc terbukti dapat menurunkan jumlah


buang air besar (BAB) dan volume tinja dan mengurangi risiko
dehidrasi. Zinc berperan penting dalam pertumbuhan jumlah sel
dan imunitas. Pemberian zinc selama 10-14 hari dapat
mengurangi durasi dan keparahan diare. Selain itu, zinc dapat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


mencegah terjadinya diare kembali. Meskipun diare telah
sembuh, zinc tetap dapat diberikandengan dosis 10 mg/hari (usia
< 6 bulan) dan 20 mg /hari (usia > 6 bulan).16-18,21,22
b) Antibiotik

Antibiotika tidak diberikan secara rutin pada diare akut,


meskipun dicurigai adanya bakteri sebagai penyebab keadaan
tersebut, karena sebagian besar kasus diare akit merupakan self
limiting. Pemberian antibiotika yang tidak tepat akan
memperpanjang keadaan diare akibat disregulasi mikroflora usus.
Pemberian antibiotik dilakukan terhadap kondisi-kondisi seperti:17

⚫ Patogen sumber merupakan kelompok bakteria


⚫ Diare berlangsung sangat lama (>10 hari) dengan
kecurigaan Enteropathogenic E coli sebagai
penyebab.
⚫ Apabila patogen dicurigai adalah Enteroinvasive E coli.
⚫ Agen penyebab adalah Yersinia ditambah penderita
memiliki tambahan diagnosis berupa penyakit sickle cell.
⚫ Infeksii Salmonella pada anak usia yang sangat muda, terjadi
peningkatan temperatur tubuh (>37,5 C) atau ditemukan
kultur darah positif bakteri.
c) Probiotic
Penanganan diare berikutnya adalah dengan pemberian
probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah organisme hidup
dengan dosis yang efektif untukmenangani diare akut pada anak.
Probiotik yang dapat digunakan dalam penanganan diare oleh
Rotavirus pada anak-anak adalah Lactobacillus GG,
Sacharomyces boulardii, dan Lactobacillus reuteri. Probiotik
memberikan manfaat untuk mengurangi durasi diare. Probiotik
efektif untuk mengurangi durasi diare oleh virus namun kurang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


efektif untuk mengurangii durasi diare yang disebabkan oleh
bakteria (Guandalini). Mekanisme probiotik sebagai tata laksana
penangann diare adalah melaluii produksi substansi
antimicrobial, modifikasii dan toksin, mencegah penempelan
patogen pada saluran cerna, dan menstimulasi sistem imun.19,23

Gambar 2.2 Dosis pemberian probiotik dan indikasinya23

Edukasi Orang Tua


Orangtua diharapkan dapat memeriksakan anak dengan
diare puskesmas atau dokter keluarga bila didapatkan gejala seperti:
demam, tinja berdarah, makan dan atau minum sedikit, terlihat
sangat kehausa, intensitas dan frekuensi diare semakin sering, dan
atau belum terjadi perbaikan dalam tiga hari. Orang tua maupun
pengasuh diberikan informasi mengenai cara menyiapkan oralit
disertai langkah promosi dan preventif yang sesuai dengan lintas
diare.

Pemberian obat-obatan seperti antiemetik, antimotilitas, dan


antidiare kurang bermanfaat dan kemungkinan dapat menyebabkan
komplikasi. Bayi dengan usia kurang dari tiga bulan, tidak
dianjurkan untuk menerima obat jenis antispasmolitik maupun

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


antisekretorik. Obat pengeras feses juga dikatakan tidak bermanfaat
sehingga obat-obatan tersebut juga tidak perlu diberikan. Efek
sampingberupa sedasi atau anoreksia dapat menurunkan presentasi
keberhasilan terapi rehidrasi oral.19,20

Penanganan diare berikutnya adalah dengan pemberian


probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah organisme hidup dengan
dosis yang efektif untukmenangani diare akut pada anak. Probiotik
yang dapat digunakan dalam penanganan diare oleh Rotavirus pada
anak-anak adalah Lactobacillus GG, Sacharomyces boulardii, dan
Lactobacillus reuteri. Probiotik memberikan manfaat untuk
mengurangi durasi diare. Probiotik efektif untuk mengurangi durasi
diare oleh virus namun kurang efektif untuk mengurangii durasi
diare yang disebabkan oleh bakteria (Guandalini). Mekanisme
probiotik sebagai tata laksana penangann diare adalah melaluii
produksi substansi antimicrobial, modifikasii dan toksin, mencegah
penempelan patogen pada saluran cerna, dan menstimulasi sistem
imun.19,25

Tatalaksana pada Anak dengan Gizi Buruk

Penentuan pemberian tatalaksana pada anak dengan gizi


buruk harus disesuaikan dengan tipe status gizi anak yang terbagi
atas 5 kondisi, namun hanya kondisi 1 hingga kondisi 3 yang
terdapat diare di dalamnya. Secara umum penatalaksanaan terdiri
atas pemberian oksigen, menghangatkan tubuh, pemberian cairan
dan makanan, serta pemberian antibiotika sesuai umur.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


Gambar 2.3 Tanda Bahaya dan Perawatan Awal pada Gizi Buruk 24

Terapi Cairan dan Nutrisi

Terapi cairan pada anak dengan malnutrisi menggunakan


ReSoMal (Rehidration Solution for Malnutritioin), yaitu cairan
yang diberikan kepada anak penderita gizi buruk yang mengalami
diare dan/atau dehidrasi. Cairan ini dikenal juga dengan mineral mix
yang terbuat dari : KCl, tripotasium citrat, MgCl2.6H2O, Zn asetat
2H2O, dan CuSO4.5H2O. Berbagai bahan ini dijadikan larutan
yang digunakan dalam rangka penanggulangan anak gizi buruk
dengan pengurangan matrium dan penambahan kalium,
magnesium, zinc, dan tembaga. Komposisi ReSoMal dapat dilihat
pada gambar 2.4 di bawah ini.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


Gambar 2.4 Komposisi ReSoMal25

Penatalaksanaan untuk pemberian cairan dan makanan akan


disesuaikan dan terbagi atas rencana 1 untuk kondisi 1, rencana 2
untuk kondisi 2, dan rencana 3 untuk kondisi 3. Rencana
penatalaksaan serta monitoring tersebut tercantum pada gambar
2.5, 2.6, 2.7, dan 2.8 dalam bentuk bagan di bawah ini.

Kondisi I
Jika ditemukan :
i. Renjatan (syok)
ii. Letargis
iii. Muntah dan atau diare dan atau dehidrasi
Berikan cairan dan makanan menurut Rencana 1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


Gambar 2.5 Rencana 1 pada Kondisi 1 Gizi Buruk

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


Gambar 2.6 Monitoring Rencana 1 pada Kondisi 1 Gizi Buruk

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


Kondisi II
Jika ditemukan :
i. Letargis
ii. Muntah dan atau diare atau dehidrasi
Berikan cairan dan makanan menurut Rencana II

Gambar 2.7 Rencana 2 dan monitoring pada Kondisi 2 Gizi Buruk

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


Kondisi III
Jika ditemukan :
i. Muntah dan atau diare atau dehidrasi
Berikan cairan dan makanan menurut Rencana III

Gambar 2.8 Rencana 3 dan monitoring pada Kondisi 3 Gizi Buruk

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


Pemberian Antibiotik

Pemberian antibiotik pada anak gizi buruk dengan diare tidak


rutin diberikan sama seperti pemberian antibiotik pada anak gizi buruk
dengan diare. Selain perlu memperhatikan indikasi dalam
pemberiannya, monitoring komplikasi yang dimiliki anak, serta
monitoring urin juga perlu dilakukan untuk menentukan pemberian
dosis lanjutan atau tidak. Dosis pemberian antibiotik disesuaikan
dengan berat badan anak seperti pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Petunjuk dan Dosis Pemberian Antibiotika

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 32


Tatalaksana Diare Kronik

Setelah menentukan apakah perawatan rumah sakit diperlukan, manajemen pasien


dengan diare kronis tergantung pada etiologi yang mendasarinya. Sementara
penggunaan obat antimotilitas/antidiare seperti loperamide mungkin berguna dalam
manajemen diare akut sebagai tambahan untuk rehidrasi oral dan refeeding oral46, akan
tetapi penggunaan jangka Panjang loperamide untuk anak-anak dengan daire kronis
tidak boleh digunakan tanpa arahan dari spesialis gastrointestinal.

Prinsip utama dalam tatalaksana diare kronik adalah menajaga asupan nutrisi yang
cukup untuk memungkinakan pertumbuhan dan perkembanagan yang normal. Tinggi
badan, berat badan, dan status gizi pasien harus didokumentasikan. Jika status gizi,
termasuk berat dan tinggi badan normal dan pemeriksaan tinja tidak menunjukkan
lemak, kemungkinan diare kronis nonspesifik perlu dipertimbangkan. Diare kronis
nonspesifik umumnya terjadi pada balita yang tampak sehat antara 1-3 tahun. Diare
sering berwarna coklat dan berair, kadang-kadang mengandung partikel makanan yang
tidak tercerna. Jika asupan cairan anak lebih dari 150 mL/kg/23 jam, asupan cairan
harus dikurangi hingga tidak lebih dari 90 mL/kg/24 jam.

Apabila diare merupakan akibat sekunder dari intoleransi karbohidrat, maka dapat
dilakukan penurunan laktosa atau sukrosa. Laktase (LactAid) dapat digunakan untuk
membantu pencernaan laktosa. Jika diare berlanjut, percobaan diet bebas laktosa atau
bebas sukrosa dapat dilakukan. Diet bebas laktosa harus dimulai pada semua anak
dengan diare kronik, dan termasuk dalam algoritma tatalaksana yang dikeluarkan oleh
WHO.47 Laktosa biasanya digantikan oleh maltodekstrin atau kombinasi karbohidrat
lainnya. Formula bebas sukrosa diindikasikan pada defisiensi sukrase-isomaltase. Diet
eliminasi harus diurutkan dari diet yang lebih sedikit dan lebih terbatas, seperti, dari
protein susu sapi menjadi amino-acid based formula atau sebaliknya.48

Diare kronik dengan penurunan berat badan dan pemeriksaan tinja menunjukkan
lemak, kemungkinan diare kronis akibat sindrom malabsorbsi perlu dipertimbangkan.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 33


Penyebab paling umum dari diare kronis yang terkait dengan malabsorbsi adalah
sindrom malabsorbsi pascagastroenteritis. Pasien-pasien ini respon positif terhadap
pemberian predigested formula. Jika pasien menunjukkan intoleransi terhadap
pemberian makanan oral dengan ‘predigested formula’, seperti pregestimil atau
allimentum, pemberian nasogastric drip dengan formula elemental harus
dipertimbangkan untuk jangka waktu 3-4 minggu.49

Gambar 6. General therapeutic approaches to management of chronic diarrhea.49

2.8 Pencegahan
1. ASI melindungi terhadap infeksi, termasuk enteritis infeksi akut.26
2. Tindakan higiene umum
Higiene manual, terutama setelah buang air kecil dan buang air besar
dan setelah mengganti popok, mengurangi penyebaran infeksi di rumah
tangga dan institusi. Untuk pasien rawat inap, kebersihan rumah sakit
harus benar-benar dipatuhi, seperti sarung tangan dan gaun pelindung
sekali pakai, desinfeksi tangan, desinfeksi rutin permukaan dengan lap
abrasif, pengelompokan pasien yang terkena dampak bersama-sama jika
memungkinkan, dan toilet individu.27
3. Penanganan makanan yang higienis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 34


Infeksi bakteri yang didapat melalui makanan biasanya timbul karena
konsumsi daging yang tidak matang sempurna (Yersinia, Campylobacter,
Salmonella), telur mentah (Salmonella), dan susu yang tidak dipasteurisasi
(infeksi EHEC).26
4. Vaksinasi
a. Salmonella typhi: Dua vaksin tifoid (dengan efisiensi biaya terbatas)
saat ini disetujui untuk penggunaan klinis.
b. Organisme Shigella: Tiga vaksin telah terbukti imunogenik dan
protektif dalam uji coba lapangan. Vaksin parenteral mungkin
berguna untuk pelancong dan personel militer, tetapi tidak praktis
untuk digunakan di negara berkembang. Yang lebih menjanjikan
adalah vaksin live-attenuated dosis tunggal yang saat ini sedang
dikembangkan di beberapa laboratorium.
c. V. cholerae: Vaksin kolera oral masih diselidiki, dan penggunaannya
hanya direkomendasikan dalam keadaan darurat yang kompleks
seperti epidemi. Penggunaannya di daerah endemik masih
kontroversial. Pada pelancong yang diare, vaksin kolera oral hanya
direkomendasikan untuk mereka yangbekerja di pengungsian atau
kamp bantuan, karena risiko kolera untuk pelancong biasa sangat
rendah.
d. Vaksin Enterotoksigenik E. coli (ETEC): Kandidat vaksin ETEC
yang paling canggih terdiri dari formulasi sel utuh yang telah
dimatikan ditambah subunit toksin kolera B rekombinan. Saat ini
tidak ada vaksin yang tersedia untuk perlindungan terhadap infeksi
E. coli penghasil toksinShiga.27
2.9 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi penyakit diare akut termasuk dehidrasi,
asidosis metabolik, gangguan kesadaran, kejang, azotemia prerenal,
hipokalemi, hiponatremi, hipokalsemi, syok hipovolemik, dan
hipoglikemi.26,31,32,36-38

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 35


Hipokalemia terjadi ketika konsentrasi kalium serum < 3,5 mEq/L, dan
dapat mengancam jiwa ketika konsentrasi kalium serum turun di bawah 2,5
mEq/L. Hipokalemia dapat terjadi akibat pergeseran kalium intraseluler,
peningkatan kehilangan kalium, atau penurunan konsumsi atau pemberian
kalium. Manifestasi klinis hipokalemia melibatkan perubahan otot dan
fungsi kardiovaskular karena hipokalemia mengakibatkan hiperpolarisasi
membran dan mengganggu kontraksi otot. Hipokalemia ringan (3 sampai
3,5 mEq/L) mungkin tidak menimbulkan gejala. Hipokalemia sedang,
dengan konsentrasi kalium serum 2,5 sampai 3 mEq/L, dapat menyebabkan
kelemahan otot, mialgia, kram otot (akibat gangguan fungsi otot rangka),
dan konstipasi (akibat gangguan fungsi dari otot polos). Dengan
hipokalemia yang lebih parah, kelumpuhan flaksid dan hiporefleks dapat
terjadi. Depresi pernapasan akibat kerusakan otot rangka yang parah dapat
terjadi dengan deplesi kalium yang parah.31

Pengobatan tergantung pada kadar serum kalium, serta ada tidaknya


gejala dan perubahan EKG. Perubahan EKG dini meliputi depresi segmen
ST, gelombang T mendatar, dan adanya gelombang U. Pada aritmia jantung,
kelemahan otot ekstrim, atau gangguan pernapasan, KCl harus diberikan
secara intravena dengan pemantauan jantung. Rumus koreksi kalium adalah
sebagai berikut:

K deficit (mmol) = (K normal lower limit − K measured) × kg body


weight × 0.4.

Dosis KCl intravena adalah 0,5 mEq/kg (maksimum 20 mEq/dosis)


yang diberikan selama 1 hingga 2 jam berdasarkan tingkat keparahan gejala
pasien. Setelah kadar kalium serum stabil, rute pemberian oral lebih dipilih.
Dosis KCl oral tunggal adalah 1 hingga 1,5 mEq/kg/dosis (maksimum 40
mEq/dosis. Mengobati hipokalemia tanpa mengatasi hipomagnesemia tidak
akan efektif. Pengukuran magnesium serum harus dipertimbangkan pada
pasien dengan hipokalemia, dan jika ada hipomagnesemia, harus ditangani

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 36


sebelum pemberian kalium. Pengobatan awal yang direkomendasikan
adalah magnesium sulfat intravena, 50 mg/kg/dosis (dosis maksimum: 2 g)
diberikan selama 2 jam.31

Hiponatremia adalah gangguan elektrolit yang umum terjadi pada


anak-anak. Secara umum didefinisikan sebagai natrium plasma kurang dari
135 mmol/l. Awalnya, penting untuk menilai osmolalitas dan tonisitas
serum. Osmolalitas didefinisikan sebagai jumlah partikel terlarut per
kilogram pelarut, dapat diukur dengan osmometer atau dihitung sebagai
jumlah zat terlarut yang ada dalam larutan. Kisaran normal osmolalitas
serum adalah 285–295 mOsm/kg. Natrium adalah penentu utama
osmolalitas serum.33 Rumus yang diberikan di bawah ini digunakan untuk
menghitung osmolalitas serum:

Serum osmolality = 2 × serum Na + serum K + glukosa + urea


(mmol/l)

Tonisitas dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Tonisitas serum = 2 × serum Na + serum K + glukosa (dalam mmol/l)

Hiponatremia dapat dikaitkan dengan isotonisitas serum,


hipertonisitas, dan hipotonisitas. Glukosa adalah zat yang aktif secara
osmotic, hiperglikemia meningkatkan osmolalitas serum dan
mengakibatkan air bergeser keluar dari sel. Rumus perhitungan Na
terkoreksi pada keadaan hiperglikemik adalah sebagai berikut:33

Na terkoreksi = Na+ serum terukur (2,4×glukosa serum−5,5)/5,5


(dalam mmol/l)

Bentuk hiponatremia yang paling sering ditemui adalah hiponatremia


hipotonik, yang berhubungan dengan penurunan osmolalitas serum (<275
mmol/l). Selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan status volume
ekstraseluler pasien. Hiponatremia dapat terjadi dengan normovolemia,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 37


hipervolemia, atau hipovolemia. Hipovolemia karena kehilangan
ekstrarenal paling sering karena gastroenteritis, hal ini merupakan penyebab
paling umum dari hiponatremia hipovolemik. Pasien biasanya memiliki
gejala klinis dehidrasi. Hiponatremia hipovolemik ditatalaksana dengan
menggunakan isotonic saline.33,34

Hipokalsemia disebabkan oleh ketidakseimbangan penyerapan


kalsium, ekskresi, dan distribusi. Ini didefinisikan sebagai kalsium serum
total kurang dari 7,0, 8,0, dan 8,8 mg/dL (1,7, 2,0, dan 2,2 mmol/L) pada
bayi prematur, 'bayi baru lahir cukup bulan', dan anak-anak. Hipokalsemia
berat menyebabkan disfungsi neuromuskular, bermanifestasi secara klinis
dengan kejang, parestesia, kejang otot, kram, perpanjangan interval QT, dan
penurunan kontraktilitas miokard.35

Rumus koreksium kalsium adalah sebagai berikut:

Corrected Calcium mg/dL = (0.8 * (Normal Albumin - Pt's Albumin))


+ Serum Ca

Pengobatan pilihan untuk fase akut hipokalsemia dengan kejang


adalah injeksi lambat IV kalsium dalam bentuk 10% kalsium glukonat
(masing-masing 2,3 mg dan 9,4 mg unsur kalsium/kg berat badan pada anak-
anak dan bayi baru lahir). Detak jantung dan ritme harus dipantau dengan
hati-hati untuk menghindari komplikasi jantung yang serius. Setelah kejang
teratasi, kalsium IV terus menerus harus dilanjutkan dengan kecepatan 50-
75 mg unsur kalsium/kg/hari sampai hipokalsemia terkoreksi. Pengobatan
kalsium oral juga dapat digunakan jika asupan makanan oral dapat
ditoleransi. Kalsium IV harus diinfus dengan hati-hati karena kemungkinan
bradikardia dan cedera jaringan lokal (jika ada ekstravasasi larutan
kalsium).35
Pada kasus diare dapat terjadi komplikasi syok hipovolemik akibat dari
dehidrasi. Dehidrasi yang terjadi akibat dari penurunan intake cairan,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 38


pngeluaran cairan berlebih dari gastrointestinal dan urine. Syok hipovolemik
terjadi karena penurunan volume intravascular yang mana akan memengaruhi
stroke volume dan cardiac output. Tanda anak mengalami syok hipovolemik
teraktivasinya system saraf simpatis yang akan mengakibatkan terlepasnya
katekolamin yang akan menyebabkan takikardi. Kemudian tanda syok
hipovolemik juga ditemukan tensi yang turun dan akral dingin. Pada anak yang
mengalami syok hipovolemik dapat diberikan terapi inisial dengan cairan bolus
20ml/kgBB. Cairan yang dipilih yaitu cairan kristaloid, dapat diberikan NaCl
0,9% atau Ringer Laktak. Setelah cairan diberikan kemudian dievaluasi
kembali dari nadi, tensi, dan urine output.37
Kasus diare dapat terjadi komplikasi hipoglikemia. Mekanisme
terjadinya hipoglikemia pada kasus diare dapat terjadi karena penurunan kerja
dari gluconeogenesis akibat terganggunya gluconeogenesis di hati.38 Tanda
terjadinya hipoglikemia pada anak dapat terjadi mual, kelemahan, dan
kelelahan. Akibat dari penurunan kadar glukosa dalam darah mengakibatkan
teraktivasinya sistem saraf otonom yang mana akan menyebabkan anak
kegoyahanm kelemahan, dan berkeringat. Tatalaksana hipoglikemia pada anak
yang mengalami hipoglikemia ringan sedang dapat diberikan karbohidrat serap
cepat dengan dosis 5-15 gram tergantung dari berat anak. Sedangkan pada
hipoglikemia berat dengan kondisi anak tidak sadar dapat diberikan glucagon
secara subkutan dengan dosis 0,5 mg jika usia dibawah 12 tahun dan 1 mg jika
usia diatas 12 tahun. Pada saat di rumah sakit, pemberian glukosa secara
intravena dapat diberikan 10-20% dextrose dengan dosis 200-500 mg/kg
dengan pemberian infus lambat selama 10 menit. Setelah tatalaksana diberikan
kemudian dievaluasi kembali kadar glukosa darah.39

2.10 Prognosis
Prognosis pada diare akut umumnya baik. Kematian yang banyak
terjadi padaanak dengan diare disebabkan karena dehidrasi. Namun, dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 39


penatalaksanaan yang cepat dan tepat serta edukasi yang baik kepada orang
tua dapat mencegah prognosis yang buruk pada pasien.28

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 40


BAB 3
KESIMPULAN

Diare akut merupakan keadaan ketika bayi atau anak BAB lebih dari 3 kali
perhari dan disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair. Diare kronik
merupakan diare yang berlangsung lama lebih dari empat minggu disertai adanya
gangguan struktural maupun inflamasi usus. Cara penularan diare dapat melalui
fekal-oral, kontak langsung dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar, serta tidak langsung melalui lalat. Klasifikasi diare kronik berdasarkan
penyebabnya terdiri dari : proses inflamasi, osmotik (malabsorbsi), sekretori dan
dismotilitas.
Diagnosis diare ditegakkan melalui manifestasi klinis, anamnesis,
pemeriksaan fisik lengkap, dan analisis laboratorium yang memadai. Data
mengenai frekuensi dan munculnya tinja, penerimaan dan toleransi makanan,
diuresis, serta adanya muntah, demam, sakit perut dan keluhan lainnya, diperoleh
dari orang tua atau wali, atau dari anak itu sendiri jika usianya lebih tua. WHO
merekomendasikan 5 tatalaksana utama diare yang dikenal dengan lintas
penatalaksanaan diare, terdiri dari rehidrasi, suplement zinc, nutrisi, antibiotik
selektif, dan edukasi orangtua/pengaruh. Pencegahan diare berupa pemberian ASI,
tindakan higiene umum, penanganan makanan yang hiegienis, dan vaksinasi.
Komplikasi penyakit diare termasuk dehidrasi, asidosis metabolik, gangguan
kesadaran, kejang, azotemia prerenal, hipokalemi, hiponatremi, hipokalsemi, syok
hipovolemik, dan hipoglikemi. Prognosis pada diare umumnya baik.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Guandalini S, Young SY. Acute Diarrhea in Kleinman, Goulet eds. Walkers


Pediactic Gastrointestinal Disease 6 Textbook :1028-1030.
2. Abbas J, Panday DC, Verma A, Kumar V. Management of acute diarrhea in
children: Is the treatment guidelines is really implanted?. Int J Res Med Sci
2018;6(2):539-544.
3. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. Dalam: Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1 (Editor: UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI). 2009. Hal
90-125.
4. Yu C, Lougee D, Murno JR. Diarrhea and dehydration. Diunduh pada 29
Januari 2019.
5. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit.
Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta:
WHO Indonesia. 2008. Hal 132-142.
6. Churgay CA, Aftab Z. Gastroenteritis in children: part I. diagnosis. Am Fam
Physician. 2012;85(11):1059-1062.
7. Bhutta ZA. Acute Gastroenteritis in Children Behrman, Kliegman, Jenson eds.
Nelson Textbook of Pediatrics 20 ed. Saunders. :1854-1855.
8. Drancourt M. Acute Diarrhea. Infect Dis 2-Volume Set. 2017;335-340.
9. Radlovic N, Zoran L, Vuletic B, Radlović V, Simić D. Acute diarrhea in
children. Srpskiarhiv za celokupno lekarstvo. 2015.

10. Subagyo B, Santoso NB, 2012, Diare Akut, dalam Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi,ed 1. Jilid 1, Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal
87-119.
11. Pudjiadi A.H dkk, 2009, Diare Akut, dalam pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter AnakIndonesia, Jilid 1, Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal 58-62.

42
12. Kotloff KL, Nataro JP, Blackwelder WC, et al. Burden and aetiology
of diarrhoeal disease in infants and young children in developing
countries (the Global Enteric Multicenter Study, GEMS): a prospective,
case-control study. Lancet 2013; 382:209.
13. Fleisher GR, Duryea TK. Approach to diarrhea in children in
resource- rich countries.Waltham: UpToDate. 2018.
14. Harris JB, Pietroni M, Edwards MS. Approach to the child with acute
diarrheain resource-limited countries. Up To Date. 2017.
15. Deborah M. Consolini M, Thomas Jefferson. Diarrhea in Chilfren. 2020.
16. Indriyani DPR, Putra IGNS. Penanganan Terkini Diare Pada Anak:
Tinjauan Pustaka. Intisari Sains Medis 2020;11(2): 928-32.
17. Florez IV, Nin0-Serna LF, Beltran-Arroyave CP. Acute Infectious
Diarrhea and Gastroenteritis in Children. Pediatric Infectious Disease:
Current Infectious Disease Reports. 2020;22:4
18. Farthing M, Salam MA, Lindberg G, Dite P, Khalif I S-LE. Acute
diarrhea in adults and children: A global perspective. World
Gastroenterology Organisation Global Guidelines. J Clin Gastroenterol.
2012;47:12-14.
19. McFarland LV, Elmer GW, McFarland M. Meta-Analysis of Probiotics
for the Prevention and Treatment of Acute Pediatric Diarrhea. 2006;
1(1):63 – 76.
20. Simona Ciccarelli, Ilaria Stolfi, Giuseppe Caramia, Management
strategies in the treatment of neonatal and pediatric gastroenteritis.
Infection and Drug Resistance. 2013; 6: 133-16.
21. Christa L Fischer Walkerand Robert E Black. Zinc for the treatment of
diarrhoea: effect on diarrhoea morbidity, mortality and incidence of
future episodes. International Journal of Epidemiology. 2010; 39: 63–69.
22. INCLAN. Zinc Supplementation in Acute Diarrhea is Acceptable, Do
Not Interfere with Oral Rehydration, and Reduce the Other Medications:
A Randomized Trial in Five Countries. Journal of Pediatric

43
Gastroenterology andNutrition. 2006; 42:300 – 305.
23. Wawan IW. Probiotik Sebagai Terapi Diare Akut pada Bayi dan Anak.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2017:22-23.
24. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Tatalaksana Anak
Gizi Buruk. Direkorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
2011;(1):14-25.
25. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Tentang Standar Mineral Mix. 2012;1-6.
26. Soenarto, Sri Suparyati. Vaksin Rotavirus untuk pencegahan diare.
Buletin jendela data & informasi kesehatan. 2011; 2 (2).
27. Juffrie M, Soenarto SY, Oswari H, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi
Hepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010 h. 87-120.

28. Koletzko S, Osterrieder S. Akute infektiöse durchfallerkrankung im


kindesalter.Dtsch Arztebl. 2009;106:539–48.
29. Farthing M, Salam MA, Lindberg G, Dite P, Khalif I S-LE. Acute
diarrhea in adults and children: A global perspective. World
Gastroenterology Organisation Global Guidelines. J Clin Gastroenterol.
2012;47:12–20.
30. Muhammad yogie adhil, Rogatianus B pratignyo FHM diah mustiaka.
Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Diare Akut Pada Balita. Desember
2016. 2016;6:97–10
31. Aisenberg, G. M., & Grimes, R. M. (2013). Computed tomography in
patients with abdominal pain and diarrhoea: Does the benefit outweigh
the drawbacks? Internal Medicine Journal, 43(10), 1141–1144.
32. Nemeth V, Pfleghaar N. Diarrhea. 2017.
33. Daly, K., & Farrington, E. (2013). Hypokalemia and Hyperkalemia in
Infants and Children: Pathophysiology and Treatment. Journal of Pediatric
Health Care, 27(6), 486–496.

44
34. Shahrin, L., Chisti, M. J., Huq, S., Nishath, T., Christy, M. D., Hannan, A.,
& Ahmed, T. (2016). Clinical manifestations of hyponatremia and
hypernatremia in under-five diarrheal children in a diarrhea hospital.
Journal of Tropical Pediatrics, 62(3), 206–212.
35. Zieg, J. (2017). Pathophysiology of hyponatremia in children. In Frontiers
in Pediatrics (Vol. 5). Frontiers Media S.A.
36. Hoorn, E. J., & Zietse, R. (2017). Diagnosis and treatment of
hyponatremia: Compilation of the guidelines. In Journal of the American
Society of Nephrology (Vol. 28, Issue 5, pp. 1340–1349). American Society
of Nephrology.
37. Umpaichitra, V., Bastian, W., & Castells, S. (2001). Hypocalcemia in
children: Pathogenesis and management. Clinical Pediatrics, 40(6), 305–
312.
38. Patel, Dr. N. K., Kedia, Dr. M. K., Majhi, Dr. C., Bariha, Dr. P. K., &
Oram, Dr. G. (2020). Serum calcium and magnesium levels in acute
gastroenteritis. International Journal of Medical Research & Review, 8(6),
414–421.
39. Hobson MJ, Chima RS. Pediatric Hypovolemic Shock. 2013;(513):10–5.
40. Ninama R, Chaudhry C, Suman RL, Goyal S, Bairwa RP, Singla S.
Prevalence of hypoglycemia in diarrheal dehydration at hospitalization in
severe acute malnutrition. 2018;5(3):1092–6.
41. Ly TT, Jones TW. Managing hypoglycemia in children : what the clinician
needs to know before advising parents. 2012;2:503–12.
42. The Management and prevention of diarrhoea : practical guidelines.-3rd
ed.World Health Organization.1993.1-50.
43. Vechio andrea Lo, Conelli Maria laura, Guarino Alfredo. 2021. Infections and
Chronic Diarrhea in Children. The Pediatric Infectious Disease Journal • Volume
40, Number 7, July 2021.255-257.
44. Ainsyah Rachmah, Lusno Muhammad Farid. 2018.Faktor Protektif Kejadian
Diare pada Balita di Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6 (1) 2018, 51-5.

45
45. Sutadi, Sri Maryani.2003.Diare Kronik. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara.1-3.
46. Li ST, Grossman DC, Cummmings P. Loperamide therapy for acute
diarrhea in children: systematic review and meta-analysis. PLoS Med
2007;4(3):e98.
47. World Health Organization. Evaluation of an algorithm for the treatment of
persistent diarrhoea: A multicenter study. International Working group on
persistent diarrhoea. World Health Organ Bull 1996;74:479-89.
48. Kliegman, Behrman, Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition
vol.2. New Delhi: Elsevier;2008

46

Anda mungkin juga menyukai