Anda di halaman 1dari 27

READING ASSIGNMENT

GASTROSCHISIS

Oleh
Michelle Eugenia (2102612029)

Pembimbing

dr. Kadek Deddy Ariyanta, Sp.B.Sp.BA.Subsp.D.A(K)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK


MADYADEPARTEMEN/KSM ILMU BEDAH
RSUP PROF IGNG NGOERAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan reading assignment yang
berjudul “Gastroschisis” tepat pada waktunya. Reading assignment ini disusun
dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM Ilmu
Bedah FK UNUD/RSUP Prof I.G.N.G Ngoerah.
Dalam penulisan reading assignment ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. dr. I Made Darmajaya, Sp.B., Sp.BA (K)., MARS selaku ketua
Departemen/ KSM Ilmu Bedah FK Unud/RSUP Prof I.G.N.G Ngoerah
Denpasar.
2. Dr. dr. Made Agus Dwianthara Sueta, Sp.B-KBD selaku Koordinator
Pendidikan Profesi Dokter Muda Departemen/KSM Ilmu Bedah FK
Unud/RSUP Prof I.G.N.G Ngoerah Denpasar.
3. dr. Kadek Deddy Ariyanta, Sp.B.Sp.BA.Subsp.D.A(K) selaku
pembimbing dalam pembuatan reading assignment ini.
4. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa reading assignment ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun agar karya-karya yang penulis buat di kemudian hari dapat menjadi
lebih baik. Penulis juga berharap karya ini dapat memberi manfaat dalam
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan.

Denpasar, 12 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ..........................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................1

1.1 Latar Belakang .....................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................2

2.1 Definisi .................................................................................2

2.2 Epidemiologi ........................................................................2

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko ...................................................3

2.4 Patogenesis ...........................................................................4

2.5 Klasifikasi.............................................................................5

2.6 Diagnosis ..............................................................................6

2.6.1 Anamnesis ...................................................................6

2.6.2 Pemeriksaan fisik ........................................................6

2.6.3 Pemeriksaan penunjang ..............................................7

2.7 Diagnosis Banding ...............................................................9

2.8 Tatalaksana .........................................................................11

2.9 Komplikasi .........................................................................15

2.10 Prognosis ............................................................................15

2.11 KIE .....................................................................................17

BAB III SIMPULAN .................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gastroschisis dengan atresia intestinal......................................7

Gambar 2.2 Gambaran tranversal pada abdomen janin usia 12 minggu ......8

Gambar 2.3 Tampak bagian usus melayang bebas di cairan ketuban. .........8

Gambar 2.4 Gambaran Gastroschisis dan omfalokel..................................10

Gambar 2.5 Gambaran pre operasi .............................................................13

Gambar 2.6 Gastroschisis: foreshortened dengan edema pada usus ..........14

Gambar 2.7 Gastroschisis tanpa komplikasi ...............................................14

Gambar 2.8 Penutupan defek abdominal Gastroschisis..............................15

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Gastroschisis dan Omfalokel ..................................9

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gastroschisis adalah kelainan bawaan lahir di mana terdapat lubang pada


dinding perut sebelah samping pusar yang mengakibatkan usus bayi dapat keluar
dari tubuh bayi. Kejadian gastroschisis di seluruh dunia berkisar antara 4 hingga 5
per 10.000 kelahiran hidup dan lebih sering terjadi pada bayi prematur, bayi dengan
berat lahir rendah, dan bayi perempuan. Di Indonesia, angka kejadian gastroschisis
belum jelas, tetapi Indonesia dianggap sebagai negara dengan risiko tinggi karena
terdapat faktor risiko yang dapat menyebabkan gastroschisis, seperti kehamilan
pada usia muda, memiliki banyak anak, dan kekurangan gizi pada ibu hamil.
Kondisi gastroschisis menyebabkan berbagai masalah kesehatan atau morbiditas
yang signifikan, baik yang berhubungan dengan penyakit utama maupun prosedur
bedah, seperti infeksi, enterokolitis nekrotik, sindrom usus pendek, atresia usus,
obstruksi usus, dan volvulus yang dapat memengaruhi prognosis akhir bayi
tersebut.

Pengobatan utama untuk Gastroschisis adalah melalui operasi. Prinsip dasar


dari prosedur bedah Gastroschisis adalah mengembalikan organ yang keluar dari
perut bayi ke dalam rongga perut dan menutup celah pada dinding perut tersebut.
Ada tiga teknik bedah yang berbeda untuk Gastroschisis, yaitu metode penutupan
langsung, penutupan bertahap, dan penutupan tanpa jahitan. Setiap teknik ini
digunakan sesuai dengan kondisi spesifik dari masing-masing pasien.

Mengetahui kondisi gastroschisis secara dini pada janin dapat membantu


ibu mengendalikan faktor risiko dan memilih teknik dan waktu persalinan yang
tepat, serta tatalaksana yang tepat untuk kondisi janin. Oleh karena itu, penting bagi
ibu untuk memiliki pengetahuan terkait kondisi ini dan melakukan pemeriksaan
rutin selama masa kehamilan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gastroschisis adalah kelainan bawaan lahir di mana terdapat celah atau
lubang pada dinding perut sebelah samping pusar yang mengakibatkan usus bayi
dapat keluar dari tubuh bayi. Ukuran celah tersebut bisa bervariasi, dan terkadang
organ lain, seperti lambung dan hati, juga dapat berada di luar tubuh bayi. Kondisi
gastroschisis biasanya muncul pada tahap awal kehamilan, dan biasanya letak
celahnya berada di sebelah kanan pusar. Kondisi usus yang tidak dilindungi oleh
kantung pelindung dan terpapar cairan amnion, bisa menyebabkan iritasi yang
membuat usus menjadi lebih pendek, melilit, atau membengkak (Mai dkk., 2019).

2.2 Epidemiologi

Kejadian gastroschisis di seluruh dunia berkisar antara 4 hingga 5 per


10.000 kelahiran hidup dan lebih sering terjadi pada bayi prematur, bayi dengan
berat lahir rendah, dan bayi perempuan. Dalam kasus yang sangat jarang, terkadang
terdapat kelainan pada dinding perut yang menutup sempurna di sekitar area
keluarnya organ-organ (eviserasi), yang menghasilkan gastroschisis tertutup.
Namun, hanya sekitar 6% dari semua kasus gastroschisis yang mengalami kondisi
tersebut. Di Indonesia, angka kejadian gastroschisis belum jelas, tetapi Indonesia
dianggap sebagai negara dengan risiko tinggi karena terdapat faktor risiko yang
dapat menyebabkan gastroschisis, seperti kehamilan pada usia muda, memiliki
banyak anak, dan kekurangan gizi pada ibu hamil (Christison dkk., 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Nukana pada tahun 2012 mencatat bahwa
terdapat 37 kasus gastroschisis yang terjadi di RSUP Sanglah antara tahun 2010
hingga 2012 (Skarsgard, 2016). Dahulu, tingkat kematian akibat gastroschisis
sekitar 30%, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, tingkat kematian tersebut
mengalami penurunan bertahap dan saat ini mencapai sekitar 5%. Tingkat kematian
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk komplikasi yang muncul sebelum
dan setelah operasi, dan juga dapat mencerminkan tingkat keberhasilan dalam
penanganan kondisi ini (GC, 2013).

2
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab pasti gastroschisis masih belum sepenuhnya dipahami, namun


telah diidentifikasi beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada perkembangan
kelainan ini. Etiologi dan faktor risiko gastroschisis mencakup hal berikut (Neo
dkk., 2023):

1. Faktor genetik: Meskipun tidak ada dasar genetik yang kuat untuk
gastroschisis, bukti menunjukkan bahwa faktor genetik mungkin memiliki
peran dalam kerentanan individu terhadap kondisi ini. Sejumlah penelitian
telah menunjukkan hubungan antara riwayat keluarga dan gastroschisis,
meskipun gen tertentu yang terkait belum diidentifikasi.
2. Faktor lingkungan: Beberapa faktor lingkungan telah diidentifikasi sebagai
kemungkinan penyebab gastroschisis, termasuk:
a. Paparan terhadap zat kimia: Paparan selama kehamilan terhadap zat
kimia tertentu seperti toluena, amonia, atau pestisida tertentu telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko gastroschisis.
b. Konsumsi Alkohol dan Merokok: Merokok dan mengonsumsi alkohol
selama kehamilan dapat meningkatkan risiko gastroschisis.
c. Usia ibu: Risiko gastroschisis tampaknya lebih tinggi pada ibu yang
berusia di bawah 20 tahun.
d. Faktor sosioekonomi: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
lingkungan sosioekonomi yang rendah dapat berkontribusi pada
peningkatan risiko gastroschisis.
3. Faktor infeksi: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infeksi selama
trimester awal kehamilan dapat berkontribusi pada risiko gastroschisis,
meskipun hubungannya masih belum sepenuhnya dipahami.
4. Gangguan vaskular: Beberapa ahli telah mengusulkan bahwa gangguan
vaskular yang mempengaruhi perkembangan dinding perut embrio dapat
berperan dalam terjadinya gastroschisis.
5. Nutrisi: Beberapa penelitian telah mencari hubungan antara defisiensi
nutrisi tertentu selama kehamilan dan peningkatan risiko gastroschisis,
meskipun bukti yang konsisten masih kurang.

3
2.4 Patogenesis

Beberapa teori embriologis telah diajukan untuk menjelaskan proses


patogenesis gastroschisis. Diantaranya adalah kegagalan dalam diferensiasi
mesenkim embrio akibat paparan teratogen, robeknya amnion di dasar tali pusar,
involusi abnormal vena umbilical kanan yang mengakibatkan gangguan
perkembangan mesenkim sekitarnya, gangguan pada arteri omphalomesenterik
yang menyebabkan nekrosis pada dinding perut di sekitar tali pusar, lipatan
abnormal embrio yang menghasilkan cacat pada dinding tubuh ventral, kegagalan
untuk menggabungkan kantung kuning dan struktur vitelin terkait dengan tali pusar,
yang mengakibatkan terjadinya perforasi pada dinding perut yang terpisah dari
pusar, dan robekan amnion pada bagian pars flakida tali pusar akibat predisposisi
genetik atau paparan faktor eksogen seperti toksin, obat-obatan, virus, atau radiasi
(Bargy dan Beaudoin, 2014).

Lubinsky mengusulkan model vaskular-trombotik biner untuk


gastroschisis, di mana proses involusi normal pada vena umbilical menciptakan
potensi untuk terbentuknya trombosis di sekitar cincin pusar. Trombosis ini
kemudian, yang terkait dengan peningkatan kadar estrogen ibu, melemahkan cincin
pusar, sehingga menciptakan peluang untuk terjadinya herniasi. Model ini dapat
menjelaskan temuan morfologi seperti lokasi di cincin pusar, kecenderungan terjadi
di sisi kanan, dan inklusi amniosit, serta faktor risiko epidemiologis seperti
peningkatan insiden akibat kontaminasi lingkungan oleh disruptor estrogen.
Namun, bukti yang mendukung ini terjadi pada manusia masih kurang (Lubinsky,
2014).

Bukti terbaru pada manusia tampaknya mendukung teori bahwa


gastroschisis bukanlah cacat pada dinding perut, melainkan kelainan pada cincin
pusar rudimentaris, yang mengakibatkan terpisahnya ektoderm fetal dari epitel
amnion di sisi kanan (Beaudoin, 2018).

4
2.5 Klasifikasi

Pertama kali diusulkan oleh Molik dan rekannya, gastroschisis dibagi


menjadi dua jenis, yaitu sederhana dan kompleks, berdasarkan kondisi usus. Pada
gastroschisis sederhana, ususnya dalam keadaan baik tanpa komplikasi usus.
Sementara itu, gastroschisis kompleks adalah gastroschisis yang disertai dengan
komplikasi usus bawaan seperti atresia, perforasi, iskemia, nekrosis, atau volvulus.
Gastroschisis yang tertutup atau dalam proses penutupan merupakan subkelompok
dari gastroschisis kompleks, di mana cacat pada dinding perut menutup
mengelilingi usus yang menonjol, yang menghasilkan penyempitan usus saat keluar
dan/atau masuk, atresia, iskemia, nekrosis, atau resorpsi. Komplikasi usus ini
disebabkan oleh kombinasi paparan senyawa pencernaan dalam cairan amnion dan
iskemia akibat penyempitan pada mesenteri di tingkat cacat tersebut. Bayi dengan
gastroschisis yang dalam proses penutupan cenderung memiliki tingkat kejadian
sindrom usus pendek (SUS) yang tinggi. Dalam kasus yang sangat jarang terjadi,
dikenal sebagai "sindrom usus yang menghilang," cacat pada dinding perut
menutup sepenuhnya sebelum lahir, menghasilkan usus yang sangat pendek
(Perrone dkk., 2019).

Dalam meta-analisis terbaru, bayi dengan gastroschisis kompleks, yang


terjadi dalam 17% kasus, memiliki tingkat kematian yang signifikan lebih tinggi
(16,67%) dibandingkan dengan mereka yang memiliki gastroschisis sederhana
(2,18%). Bayi dengan gastroschisis kompleks juga mengalami tingkat morbiditas
yang signifikan lebih tinggi. Mereka memulai pemberian makan melalui saluran
usus lebih lambat, memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai pemberian makan
melalui usus yang penuh, dan memerlukan durasi nutrisi parenteral (NP) yang lebih
lama. Mereka memiliki risiko yang lebih tinggi terkena sepsis, SUS, dan
enterokolitis nekrotik (EN). Mereka cenderung tinggal lebih lama di rumah sakit
dan lebih mungkin pulang dengan pemberian makan melalui tabung enteral dan NP.
Gastroschisis di sisi kiri adalah kondisi yang sangat jarang terjadi, di mana cacat
pada dinding perut terjadi di daerah sekitar pusar di sebelah kiri. Kondisi ini lebih
umum terjadi pada perempuan dan dikaitkan dengan tingkat kejadian anomali
ekstraintestinal yang lebih tinggi dibandingkan dengan lesi di sisi kanan (Bergholz
dkk., 2014).

5
2.6 Diagnosis

Dalam mendiagnosis gastroschisis perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang yang komprehensif untuk menegakkan diagnosis.

2.6.1 Anamnesis

Dalam proses anamnesis, kita dapat mencari faktor-faktor risiko yang


terkait dengan Gastroschisis, termasuk usia kehamilan yang rendah, kehamilan
pertama, kebiasaan merokok, tingkat pendidikan ibu yang rendah, status sosial-
ekonomi yang kurang, dan penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan
risiko Gastroschisis. Gastroschisis biasanya dapat dideteksi selama kehamilan, oleh
karena itu, dalam anamnesis dapat menanyakan tentang riwayat perawatan
antenatal yang mencakup pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang berkaitan dengan
gambaran Gastroschisis, seperti usus yang terlihat keluar dari tubuh janin dalam
kantung amnion (Slater dan Pimpalwar, 2020).

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Selama pemeriksaan fisik yang dilakukan pada bayi yang baru lahir, dapat
terlihat adanya kecacatan pada dinding perut, yang biasanya berukuran uniform
(kurang dari atau sama dengan 4 cm) dan terletak di sebelah kanan tali pusat. Dalam
kasus Gastroschisis, tidak ada membran pelindung yang melapisi organ pencernaan
yang herniasi (Glasser, 2019).

Setelah lahir, usus pada bayi dengan Gastroschisis umumnya masih dalam
kondisi normal, tetapi sekitar 20 menit setelah kelahiran, terjadi perubahan
karakteristik yang dapat terjadi. Perubahan ini mungkin terkait dengan paparan
udara, tetapi lebih terkait dengan penutupan vena mesenterik pada tingkat cacat
pada dinding abdomen. Hal ini mengakibatkan pembengkakan dan akumulasi
cairan yang mengandung protein di sekitar area tersebut (Cain dkk., 2014).

6
Gambar 2.1 (a) Gastroschisis dengan atresia intestinal. (b) Gastroschisis dengan
iskemia intestinal massif (Yilmaz dkk., 2016).
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Gastroschisis dapat ditegakkan baik pada masa prenatal (sebelum


kelahiran) maupun postnatal (setelah kelahiran). Selama masa prenatal,
Gastroschisis dapat terdeteksi melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang
biasanya dilakukan pada minggu ke-12 kehamilan. Diagnosis prenatal ini penting
untuk dianalisis secara menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromosom (kariotipe),
USG, dan ekokardiografi janin, agar dapat memberikan konseling prenatal yang
tepat dan membantu dalam pengambilan keputusan (Skarsgard, 2016).

Pada trimester terakhir kehamilan, pemeriksaan USG tetap sensitif dalam


mendeteksi Gastroschisis, meskipun memiliki tingkat positif prediksi yang rendah
dan tingkat akurasi yang terbatas dalam mendiagnosis Gastroschisis pada bayi yang
lahir prematur akibat kondisi ini. Selain itu, kadar maternal serum alpha fetoprotein
(MSAFP) biasanya meningkat pada ibu hamil yang memiliki janin dengan
Gastroschisis (Bhat dkk., 2020).

Selama pemeriksaan USG, akan terlihat gambaran cacat pada dinding


abdomen di sekitar area umbilikus, di mana organ-organ perut menonjol keluar
melalui celah tersebut. Cacat ini umumnya terletak di sebelah kanan garis tengah
tubuh. Perut bayi dapat melebar atau organ-organ dalam perut dapat herniasi

7
melalui celah pada dinding abdomen. Pada akhir kehamilan, pemeriksaan USG
akan menunjukkan penebalan dinding usus karena terus terkena cairan amnion.
Gambaran lain yang mungkin muncul adalah pelebaran usus di dalam perut atau di
luar perut. Jika ada tanda-tanda polihidramnion yang terkait dengan pelebaran usus,
ini bisa mengindikasikan adanya atresia usus (Cain dkk., 2014).

Gambar 2.2 (a) Gambaran tranversal pada abdomen janin usia 12 minggu,
menunjukkan Gastroschisis: herniasi usus (*) terlihat di sisi lateral dari insersi tali
pusat. (b) Gambaran transversal pada abdomen janin usia 12 minggu,
menunjukkan omfalokel yang besar (Nasr dkk., 2012).

Gambar 2.3 Tampak bagian usus melayang bebas di cairan ketuban. (a)
Gambaran USG janin dengan Gastroschisis pada usia kehamilan 25 minggu
(Mesas dkk., 2015). (b) Gambaran USG janin dengan Gastroschisis pada usia
kehamilan 31 minggu (Baud dkk., 2013).

8
2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding gastroschisis pada bayi baru lahir mencakup cacat


dinding perut dan cacat umbilikus pada bayi baru lahir.

1. Omfalokel.
Omfalokel adalah kelainan kongenital yang terjadi pada bayi yang
baru lahir di mana organ-organ abdominal (perut) seperti usus, hati, atau
bagian lainnya, terdapat di dalam kantong membran yang menonjol melalui
lubang di sekitar tali pusar atau umbilikus. Kantung membran yang
menutupi isi usus dan tali pusar yang sering masih utuh membantu
membedakan kedua diagnosis tersebut. Membran yang menutupi omfalokel
mungkin telah robek selama perkembangan di dalam rahim atau saat lahir.
Namun, lokasi hati dan tempat penyisipan pembuluh tali pusar dapat
membantu membedakan omfalokel (tali pusar menyisip ke puncak
membran omfalokel) dengan gastroschisis (tali pusar menyisip di sebelah
dinding perut yang cacat dengan cacat biasanya berada di sebelah kanan
pusar) (Williams dkk., 2019).

Tabel 2.2 Perbandingan Gastroschisis dan Omfalokel (Yilmaz dkk., 2016).

9
Gambar 2.4 Gambaran Gastroschisis dan omfalokel. (a) Gastroschisis dengan
usus normal. (b) Gastroschisis dengan kerusakan signifikan pada usus, tampak
perlengketan, pengelupasan dan pemendekan. (c) Omfalokel kecil. (d) Omfalokel
besar disertai hepar (Carnaghan dkk., 2014).

2. Hernia umbilikus
Hernia korda umbilikalis adalah kecacatan pada dinding perut yang
memiliki ukuran kurang dari 4 cm, dimana hanya usus yang herniasi dan
tidak ada hepar yang terlibat, serta tidak ada kelainan pada dinding perut di
atas area defek. Namun, diagnosa ini bisa sulit dibedakan dari Gastroschisis.
Tanda-tanda yang mendukung diagnosis hernia korda umbilikalis meliputi
keadaan defek yang tertutupi oleh kulit yang normal, biasanya tidak
terdeteksi saat bayi baru lahir, dan seringkali muncul pada minggu pertama
atau bulan pertama usia bayi (Juul, 2017).
3. Ectopia Cordis
Ectopia cordis adalah kondisi di mana jantung secara sebagian atau
sepenuhnya terletak di luar rongga dada. Gangguan ini terjadi karena
ketidakmampuan lipatan-lipatan lateral dada dan cephalic folds untuk
bersatu dengan baik selama perkembangan janin. Pada umumnya, defek ini
terlokasi di bagian tengah sternum (tulang dada) dan mengakibatkan jantung

10
menjadi terlihat di luar tubuh. Terkadang, defek ini juga dapat terjadi di
lokasi yang mirip dengan Gastroschisis (Klein, 2012).

2.8 Tatalaksana

2.8.1 Tatalaksana Antenatal

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dilakukan setiap dua bulan untuk


pemantauan dalam mengidentifikasi kemungkinan komplikasi. Beberapa penelitian
di negara-negara maju menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara diagnosis prenatal dengan outcome bayi yang memiliki Gastroschisis.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa tindakan operasi caesarea pada usia
kehamilan 36-37 minggu dapat mengurangi risiko masalah kesehatan dibandingkan
dengan persalinan normal, mengingat risiko infeksi atau kerusakan pada organ-
organ dalam (Nasr dkk., 2013).

Pada kasus Gastroschisis, seringkali terjadi masalah pada usus, yang


disebabkan oleh terpapar cairan amnion dalam waktu yang lama. Tekanan pada
usus dan pembuluh darah di sekitar daerah cacat juga sering terjadi. Beberapa
penelitian telah mencoba menggantikan cairan amnion dengan saline, tetapi tidak
ada perbaikan yang signifikan dalam hasilnya. Saat ini, belum ada terapi uterus-
janin yang terbukti memberikan manfaat yang signifikan dalam kasus Gastroschisis
(Nasr dkk., 2013).

2.8.2 Tatalaksana Persalinan

Janin dengan gastroschisis disarankan untuk dilakukan persalinan di


fasilitas kesehatan tingkat tiga yang memiliki unit perawatan intensif neonatal dan
tim bedah anak yang tersedia. Persalinan di luar fasilitas kesehatan tingkat tiga
dapat meningkatkan risiko komplikasi pada bayi yang lahir dengan Gastroschisis.
Beberapa teori tentang persalinan prematur elektif mengatakan bahwa ini dapat
mengurangi paparan usus bayi terhadap cairan amnion, sehingga meminimalkan
risiko nekrosis, atresia, atau nekrotizing enterocolitis. Namun, persalinan prematur
elektif juga dapat meningkatkan risiko komplikasi dalam bentuk sindrom gangguan
pernapasan, yang akan menghambat persiapan pembedahan (Al-Kaff dkk., 2015).

11
Beberapa penelitian mengenai waktu optimal untuk persalinan pada kasus
gastroschisis berbeda-beda. Mesas dkk. menyarankan bahwa waktu persalinan
terbaik berkisar antara 35 hingga kurang dari 37 minggu dan merekomendasikan
persalinan melalui operasi caesarean (Allin dkk., 2015). Baud dkk. menyatakan
bahwa induksi persalinan pada usia kehamilan 37 minggu berhubungan dengan
penurunan risiko sepsis, kerusakan usus, dan kematian neonatal (Ross dkk., 2015).
Namun, Carnaghan dkk. mengungkapkan bahwa persalinan sebelum 37 minggu
berhubungan dengan lama rawat inap yang lebih panjang di rumah sakit (Sandler
dkk., 2004). Cain dkk. menemukan bahwa persalinan setelah 37 minggu berkaitan
dengan hasil perinatal yang lebih baik daripada persalinan sebelum 37 minggu.
Youssef dkk. menjelaskan bahwa setiap minggu dalam kandungan mengurangi
persentase janin dengan gangguan kontur dinding usus halus sebesar 3,6%. Namun,
penelitian lain menyatakan bahwa persalinan setelah 38 minggu dapat
mengakibatkan penebalan usus (Bergholz dkk., 2014).

Berdasarkan penelitian yang ada, persalinan umumnya disarankan pada usia


kehamilan 37 minggu. Selain itu, terdapat perbedaan pendapat dalam penelitian
mengenai metode persalinan yang optimal untuk menangani Gastroschisis.
Beberapa peneliti merekomendasikan operasi caesarea karena menghasilkan hasil
yang lebih baik, sementara penelitian lain menunjukkan bahwa persalinan normal
tidak berkaitan dengan hasil yang buruk. Namun, sebagian besar
merekomendasikan persalinan melalui operasi caesarea (Allin dkk., 2015).

Selama persalinan, harus tersedia tim perawatan intensif neonatal. Setelah


bayi lahir, organ perut yang terdilatasi harus dibungkus dengan kain saline steril
untuk mengurangi kehilangan cairan. Perawatan pasca kelahiran mencakup
pemasangan tabung orogastrik untuk mengeluarkan gas dari lambung dan
pemasangan jalur intravena untuk memberikan cairan dan antibiotik. Dalam 24 jam
pertama, cairan yang hilang dapat mencapai 2,5 kali lipat dibandingkan dengan bayi
yang sehat. Ini disebabkan oleh peningkatan suhu dan kehilangan cairan akibat
kontaminasi bakteri pada organ perut yang terbuka. Beberapa tindakan bedah juga
mungkin perlu dilakukan segera untuk mengurangi keadaan buruk yang terjadi
(Allin dkk., 2015).

12
2.8.3 Tatalaksana Bayi Baru Lahir

Ada tiga kategori manajemen bedah yang digunakan dalam mengatasi


Gastroschisis, yaitu (1) penutupan fasia primer, (2) penggunaan silo dengan
penutupan bertahap, dan (3) penutupan umbilikus tanpa jahitan. Pada tahun 1990-
an, teknik penutupan fasia primer mendominasi pengobatan Gastroschisis.
Kemudian, kemunculan Silastic Silo mengubah dominasi teknik penutupan
tersebut. Sebuah analisis gabungan yang dilakukan oleh Allin dkk.
mengindikasikan bahwa penutupan fasia primer berhubungan dengan hasil yang
lebih baik. Analisis lain oleh Ross dkk. menyimpulkan bahwa penggunaan silo
dapat mengurangi durasi penggunaan ventilasi mekanik, tetapi memperpanjang
durasi pemberian nutrisi parenteral. Dokter bedah anak sering kali memutuskan
teknik penutupan yang akan digunakan berdasarkan faktor-faktor seperti ukuran
defek, kondisi usus yang terlihat, risiko terjadinya enterokolitis nekrotisant, dan
stabilitas pasien (Ross dkk., 2015).

Pemberian nutrisi melalui jalur usus sering ditunda selama beberapa minggu
sampai motilitas usus kembali normal. Keputusan kapan mulai memberikan nutrisi
enteral bersifat subjektif, dan salah satu penelitian menyatakan bahwa hasil terbaik
dicapai ketika pemberian nutrisi enteral dimulai pada hari ketujuh setelah operasi
(Ross dkk., 2015).

Gambar 2.5 (a) Gambaran pre operasi. (b) Eksplorasi eviserasi usus melalui
defek paraumbilical kanan. (c) Menempatkan usus ke dalam abdomen. (d)
Gambaran post operasi penutupan primer (Ross dkk., 2015).

13
Gambar 2.6 (a) Gastroschisis: foreshortened dengan edema pada usus. (b)
reduksi bertahap menggunakan spring-loaded silo (Yilmaz dkk., 2016).

Gambar 2.7 (a) Gastroschisis tanpa komplikasi. (b) Reduksi bertahap


menggunakan spring-loaded silo (Yilmaz dkk., 2016).

14
Gambar 2.8 Penutupan defek abdominal Gastroschisis menggunakan teknik
penutupan tanpa jahitan. (a) Gastroschisis usus sebelum reduksi (b) Defek setelah
reduksi usus. (c) Tali pusat disesuaikan untuk mengisi defek yang ditutupi dengan
Tegaderm. (d) Anak yang sama pada saat berusia 18 bulan (Ross dkk., 2015).

2.9 Komplikasi

Kelahiran prematur lebih sering terjadi pada bayi yang mengidap


gastroschisis, yaitu sekitar 28%, dibandingkan dengan bayi yang tidak memiliki
kondisi ini, yaitu hanya sekitar 6%. Terdapat risiko komplikasi pada bayi dengan
gastroschisis yang terkait dengan kebutuhan akan nutrisi total parenteral (TPN) dan
sepsis yang mungkin terjadi pada saluran infus, serta konfigurasi usus yang dapat
menyebabkan enterokolitis nekrotisant (NEC). Selain itu, juga ada risiko infeksi
luka di perut akibat proses penutupan gastroschisis (Youssef dkk., 2016).

2.10 Prognosis

Tingkat kelangsungan hidup pasca kelahiran bayi dengan gastroschisis


secara keseluruhan adalah lebih dari 90%. Namun, kondisi ini menyebabkan
berbagai masalah kesehatan atau morbiditas yang signifikan, baik yang

15
berhubungan dengan penyakit utama maupun prosedur bedah, seperti infeksi,
enterokolitis nekrotik, sindrom usus pendek, atresia usus, obstruksi usus, dan
volvulus yang dapat memengaruhi prognosis akhir bayi tersebut. Gastroschisis
kompleks, dibandingkan dengan gastroschisis sederhana, terkait dengan
peningkatan risiko kematian di rumah sakit hingga 7 kali lipat. Kemungkinan
adanya penyakit jantung dan paru-paru yang lebih sering terjadi pada neonatus
dengan gastroschisis kompleks, bersamaan dengan kondisi penyakit lainnya, juga
dapat berperan dalam hasil yang lebih buruk bagi pasien yang kompleks. Penyakit
yang lebih kompleks ini cenderung memiliki hasil yang buruk, termasuk kegagalan
proses penyembuhan luka operasi, infeksi, bakteremia, syok, pneumonia terkait
penggunaan ventilator, sepsis, masalah intoleransi terhadap pemberian makan yang
melibatkan kesulitan dalam memulai dan mencapai jumlah pemberian makan yang
diharapkan, serta lama rawat inap yang lebih lama (Friedmacher dkk., 2014).

Usia kehamilan yang lebih rendah dan adanya bekuan di usus berhubungan
dengan peningkatan lama tinggal di rumah sakit, sedangkan berat badan lahir yang
lebih rendah berhubungan dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Dampak
jangka panjang dari gastroschisis dapat mencakup masalah dengan gerakan usus
yang tidak normal (obstruksi usus semu), masalah penyerapan nutrisi (kerusakan
lapisan mukosa usus), dan penyakit refluks gastroesofageal. Kesulitan dalam
mencapai penyembuhan luka operasi dapat memengaruhi morbiditas dengan
memperpanjang disfungsi usus (ileus) dan menyebabkan terbentuknya hernia
ventral yang mungkin memerlukan operasi. Temuan sonografi prenatal yang
meliputi pelebaran usus di dalam rongga perut, pelebaran lambung, dan
polihidramnion telah terkait dengan hasil yang lebih buruk. Adanya herniasi hati
juga merupakan indikator yang memperkirakan hasil yang lebih buruk (tingkat
kelangsungan hidup 43% dengan herniasi versus 97% tanpa) (Puligandla dkk.,
2017).

16
2.11 KIE

Orang tua yang memiliki bayi dengan gastroschisis perlu menerima edukasi
yang mencakup dua aspek utama: pengaruh faktor-faktor terhadap perkembangan
janin dan perencanaan persalinan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut ketika dugaan
gastroschisis muncul (Glasser, 2019).

Konseling prenatal dilakukan oleh tim medis multidisiplin, yang terdiri dari
dokter spesialis kandungan, anak, dan bedah anak. Diskusi melibatkan berbagai
aspek, seperti pemilihan tempat, waktu, dan metode persalinan, serta kemungkinan
adanya kelainan atau anomali lain yang bisa menyertai gastroschisis, serta risiko
komplikasi saat kelahiran dan pasca operasi. Penting untuk memahami bahwa
konseling prenatal dimulai dengan penekanan pada pentingnya pemantauan ketat
selama kehamilan. Ini mencakup jadwal kunjungan prenatal, dimana setiap dua
minggu sejak usia kehamilan 30 minggu, mingguan sejak usia kehamilan 34
minggu, dan bahkan dua kali seminggu sejak usia kehamilan 35 minggu hingga
waktu persalinan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya risiko komplikasi pada
trimester tiga, seperti masalah dengan denyut jantung janin, volume cairan ketuban
yang rendah (oligohidramnion), volume cairan ketuban yang tinggi
(polihidramnion), keterbatasan pertumbuhan janin di dalam rahim (IUGR), dan
bahkan risiko kematian janin (Glasser, 2019).

Selain itu, konseling mencakup diskusi mengenai pemilihan waktu dan


metode persalinan yang paling sesuai. Orang tua juga perlu diberi informasi
mengenai efek jangka panjang gastroschisis, dimana sekitar 95% bayi dapat
bertahan hidup dengan fungsi fisik dan perkembangan yang normal, meskipun
seringkali muncul masalah seperti refluks gastroesofageal dan konstipasi. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pemantauan rutin untuk memastikan kesejahteraan bayi
(Lepigeon dkk., 2014).

17
BAB III
SIMPULAN
Gastroschisis adalah kelainan bawaan lahir di mana terdapat celah atau
lubang pada dinding perut sebelah samping pusar yang mengakibatkan usus bayi
dapat keluar dari tubuh bayi. Kejadian gastroschisis di seluruh dunia berkisar antara
4 hingga 5 per 10.000 kelahiran hidup dan lebih sering terjadi pada bayi prematur,
bayi dengan berat lahir rendah, dan bayi perempuan. Penyebab pasti gastroschisis
masih belum sepenuhnya dipahami, namun dikaitkan dengan faktor genetik,
lingkungan, infeksi, gangguan vaskular, dan nutrisi. Gastroschisis diklasifikasikan
menjadi gastroschisis sederhana dan kompleks dilihat dari komplikasi usus yang
terjadi. Diagnosis gastroschisis dapat dimulai dari anamnesis mengenai faktor
risiko, tanda yang didapatkan pada bayi ketika lahir, dan dapat ditegakkan sejak
masa prenatal melalui pemeriksaan USG. Tatalaksana kasus gastroschisis dimulai
dari pemeriksaan prenatal rutin dan pemilihan jalur persalinan yang tepat, setelah
bayi lahir dilakukan penanganan awal seperti pemasangan tabung orogastrik dan
pemasangan jalur intravena, setelah itu prosedur pembedahan dapat dilakukan.
Tingkat kelangsungan hidup bayi dengan gastroschisis cukup tinggi, namun
memiliki morbiditas yang cukup tinggi juga terutama pada gastroschisis kompleks.

18
DAFTAR PUSTAKA

Al-Kaff, A., MacDonald, S.C., Kent, N., Burrows, J., Skarsgard, E.D., Hutcheon,
J.A. and Network, C.P.S., 2015. Delivery planning for pregnancies with
gastroschisis: findings from a prospective national registry. American Journal
of Obstetrics and Gynecology, 213(4), pp.557-e1.

Allin, B.S., Tse, W.H.W., Marven, S., Johnson, P.R. and Knight, M., 2015.
Challenges of improving the evidence base in smaller surgical specialties, as
highlighted by a systematic review of gastroschisis management. PloS one,
10(1), p.e0116908.

Bargy, F. and Beaudoin, S., 2014. Comprehensive developmental mechanisms in


gastroschisis. Fetal Diagnosis and Therapy, 36(3), pp.223-230.

Baud, D., Lausman, A., Alfaraj, M.A., Seaward, G., Windrim, R., Langer, J.C.,
Kelly, E.N. and Ryan, G., 2013. Expectant management compared with
elective delivery at 37 weeks for gastroschisis. Obstetrics & Gynecology,
121(5), pp.990-998.

Beaudoin, S., 2018, October. Insights into the etiology and embryology of
gastroschisis. In Seminars in Pediatric Surgery (Vol. 27, No. 5, pp. 283-288).
WB Saunders.

Bergholz, R., Boettcher, M., Reinshagen, K. and Wenke, K., 2014. Complex
gastroschisis is a different entity to simple gastroschisis affecting morbidity
and mortality—a systematic review and meta-analysis. Journal of pediatric
surgery, 49(10), pp.1527-1532.

Bhat, V., Moront, M. and Bhandari, V., 2020. Gastroschisis: A state-of-the-art


review. Children, 7(12), p.302.

Cain, M.A., Salemi, J.L., Tanner, J.P., Mogos, M.F., Kirby, R.S., Whiteman, V.E.
and Salihu, H.M., 2014. Perinatal outcomes and hospital costs in gastroschisis
based on gestational age at delivery. Obstetrics & Gynecology, 124(3),
pp.543-550.

19
Carnaghan, H., Pereira, S., James, C.P., Charlesworth, P.B., Ghionzoli, M.,
Mohamed, E., Cross, K.M., Kiely, E., Patel, S., Desai, A. and Nicolaides, K.,
2014. Is early delivery beneficial in gastroschisis?. Journal of pediatric
surgery, 49(6), pp.928-933.

Christison-Lagay, E.R., Kelleher, C.M. and Langer, J.C., 2011, June. Neonatal
abdominal wall defects. In Seminars in Fetal and Neonatal Medicine (Vol. 16,
No. 3, pp. 164-172). WB Saunders.

Friedmacher, F., Hock, A., Castellani, C., Avian, A. and Höllwarth, M.E., 2014.
Gastroschisis-related complications requiring further surgical interventions.
Pediatric surgery international, 30, pp.615-620.

Genetics, G.C., 2013. Committee opinion no. 581: the use of chromosomal
microarray analysis in prenatal diagnosis. Obstetrics and gynecology, 122(6),
pp.1374-1377.

Glasser, J.G., 2019. Pediatric Omphalocele and Gastroschisis (Abdominal Wall


Defects).

Juul, S.E. ed., 2017. Avery's diseases of the newborn. Elsevier.

Klein, M.D., 2012. Congenital defects of the abdominal wall. Pediatric surgery,
pp.973-984.

Lepigeon, K., Van Mieghem, T., Vasseur Maurer, S., Giannoni, E. and Baud, D.,
2014. Gastroschisis–what should be told to parents?. Prenatal diagnosis,
34(4), pp.316-326.

Lubinsky, M., 2014. A vascular and thrombotic model of gastroschisis. American


Journal of Medical Genetics Part A, 164(4), pp.915-917.

Mai, C.T., Isenburg, J.L., Canfield, M.A., Meyer, R.E., Correa, A., Alverson, C.J.,
Lupo, P.J., Riehle‐Colarusso, T., Cho, S.J., Aggarwal, D. and Kirby, R.S.,
2019. National population‐based estimates for major birth defects, 2010–
2014. Birth defects research, 111(18), pp.1420-1435.

20
Mesas Burgos, C., Svenningsson, A., Vejde, J.H., Granholm, T. and Conner, P.,
2015. Outcomes in infants with prenatally diagnosed gastroschisis and
planned preterm delivery. Pediatric surgery international, 31, pp.1047-1053.

Nasr, A., Wayne, C., Bass, J., Ryan, G. and Langer, J.C., 2013. Effect of delivery
approach on outcomes in fetuses with gastroschisis. Journal of pediatric
surgery, 48(11), pp.2251-2255.

Neo, D.T., Martin, C.L., Carmichael, S.L., Gucsavas‐Calikoglu, M., Conway,


K.M., Evans, S.P., Feldkamp, M.L., Gilboa, S.M., Insaf, T.Z., Musfee, F.I.
and Shaw, G.M., 2023. Are individual‐level risk factors for gastroschisis
modified by neighborhood‐level socioeconomic factors?. Birth Defects
Research.

Perrone, E.E., Olson, J., Golden, J.M., Besner, G.E., Gayer, C.P., Islam, S. and
Gollin, G., 2019. Closing gastroschisis: the good, the bad, and the not-so ugly.
Journal of pediatric surgery, 54(1), pp.60-64.

Puligandla, P.S., Baird, R., Skarsgard, E.D., Emil, S., Laberge, J.M. and Network,
C.P.S., 2017. Outcome prediction in gastroschisis–The gastroschisis
prognostic score (GPS) revisited. Journal of Pediatric Surgery, 52(5), pp.718-
721.

Ross, A.R., Eaton, S., Zani, A., Ade-Ajayi, N., Pierro, A. and Hall, N.J., 2015. The
role of preformed silos in the management of infants with gastroschisis: a
systematic review and meta-analysis. Pediatric surgery international, 31,
pp.473-483.

Sandler, A., Lawrence, J., Meehan, J., Phearman, L. and Soper, R., 2004. A
“plastic” sutureless abdominal wall closure in gastroschisis. Journal of
pediatric surgery, 39(5), pp.738-741.

Skarsgard, E.D., 2016. Management of gastroschisis. Current opinion in pediatrics,


28(3), pp.363-369.

Slater, B.J. and Pimpalwar, A., 2020. Abdominal wall defects. Neoreviews, 21(6),
pp.e383-e391.

21
Williams, A.P., Marayati, R. and Beierle, E.A., 2019, April. Pentalogy of cantrell.
In Seminars in pediatric surgery (Vol. 28, No. 2, pp. 106-110). WB Saunders.

Yilmaz, J., Inanc, I. and Inan, M., 2016. A case report: gastroscisis. TMSJ, 2016,
pp.22-5.

Youssef, F., Cheong, L.H.A., Emil, S. and Network, T.C.P.S., 2016. Gastroschisis
outcomes in North America: a comparison of Canada and the United States.
Journal of pediatric surgery, 51(6), pp.891-895.

22

Anda mungkin juga menyukai