Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN KASUS

ANAK USIA 11 TAHUN DENGAN


DISENTRI DAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER GRADE I

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Dalam Mengikuti


Program Pendidikan Profesi Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan Remaja

Oleh :
ROSARIALA DYTA
FAA 114 039

Pembimbing :
dr. Rurin Dwi Septiana, Sp.A, M.Biomed

BAGIAN KESEHATAN ANAK DAN REMAJA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
RSUD DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

ANAK USIA 11 TAHUN DENGAN


DISENTRI DAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER GRADE I

Disusun Oleh :

ROSARIALA DYTA
FAA 114 039

LAPORAN KASUS

Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Akhir

di SMF Ilmu Kesehatan Anak dan Remaja

Telah diperiksa dan disahkan oleh :

Nama Tanggal Tanda Tangan

dr. Rurin Dwi Septiana, Sp.A, ……………….. ………………………..


M.Biomed

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Laporan Kasus berjudul “Anak usia 11 tahun dengan Disentri
dan Dengue Hemorrhagic Fever Grade 1” ini dapat penulis selesaikan. Laporan
kasus ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik di
Bagian Kesehatan Anak Dan Remaja RSUD. dr. Doris Sylvanus, Fakultas
Kedokteran Universitas Palangka Raya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak
membantu untuk menyusun laporan kasus ini, khususnya kepada dr. Rurin Dwi
Septiana, Sp.A, M.Biomed selaku pembimbing dan juga kepada rekan-rekan dokter
muda.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai
masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah pengetahuan dan
pemahaman serta dapat meningkatkan pelayanan khususnya di Bagian Kesehatan
Anak Dan Remaja pada masa yang akan datang.

Palangka Raya, Februari 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul.........................................................................................................i
Lembar Pengesahan.................................................................................................ii
Kata Pengantar.........................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan.................................................................................................1
BAB 2 Laporan Kasus
2.1. Identitas................................................................................................3
2.2. Anamnesis............................................................................................3
2.3. Pemeriksaan Fisik...............................................................................10
2.4. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................15
2.5. Diagnosa...............................................................................................18
2.6. Penatalaksanaan..................................................................................19
2.7 Usulan Pemeriksaan............................................................................20
2.8 Prognosis...............................................................................................20
BAB 3 Tinjauan Pustaka.........................................................................................20
3.1. Disentri......................................................................................................20
3.1.1 Definisi................................................................................................21
3.1.2 Etiologi...............................................................................................21
3.1.3 Patofisiologi Disentri Amuba...........................................................22
3.1.4 Gejala Klinis......................................................................................23
3.1.3 Pengobatan........................................................................................23
3.2 Demam Berdarah Dengue........................................................................24
3.2.1 Definisi................................................................................................24
3.2.2 Manifestasi Klinis..............................................................................25
3.2.3 Tatalaksana........................................................................................26
BAB 4 PEMBAHASAN…………………………………………………………...28
BAB 5 KESIMPULAN…………………………………………………………....48

3
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..49
LAMPIRAN………………………………………………………………………51

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Keluarga 8


Gambar 2. Status gizi pasien berdasarkan kurva CDC 10
Gambar 3. Status Gizi berdasarkan Kurva CDC 11
Gambar 4. Morfologi Entamoeba histolytica 24
Gambar 5. Patofisiologi Disentri Amuba 24
Gambar 6. Grafik positivitas Ag NS1 berdasarkan hari sakit 41
Gambar 7. Pola peningkatan IgM dan IgG pada infeksi Dengue 42
Gambar 8. Rencana Terapi B 45
Gambar 9. Nyamuk Aedes aegypti 68
Gambar 10. Nyamuk Anopheles sp. 68

5
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Susunan Keluarga 9


Tabel 2. Pemeriksaan Fisik Ekstremitas 15
Tabel 3. Hasil Laboratorium (02/12/2018) 16
Tabel 4. Hasil Laboratorium (03/12/2018) 17
Tabel 5. Hasil Laboratorium (04/12/2018) 18
Tabel 6. Hasil Laboratorium (05/12/2018) 19
Tabel 7. Pemeriksaan makroskopis tinja 20
Tabel 8. Pemeriksaan mikroskopis tinja 20
Tabel 8. Mikroorganisme patogen penyebab sepsis pada anak sesuai usia 25
Tabel 9. Penyebab disentri pada anak 23
Tabel 10. Klasifikasi infeksi virus Dengue menurut Who 1997 28
Tabel 11. Derajat dehidrasi 34
Tabel 12. Perbandingan pemeriksaan darah pasien 36
Tabel 13. Hasil pemeriksaan feses 63
Tabel 14. Antibiotik pada disentri 63
Tabel 15. Tanda-tanda dehidrasi 65
Tabel 16. Perbedaan syok dan dehidrasi 66
Tabel 17. Perbedaan nyamuk Aedes aegypti dan Anopheles sp. 69

6
BAB I
PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu bentuk klinis dari
penyakit akibat infeksi dari virus dengue pada manusia sedangkan manifestasi klinis
dan infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan demam berdarah dengue. 1
Dengue adalah penyakit daerah tropis yang dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti, nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. DBD
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Artropod Borne Virus
(Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae,
dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi
virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke – 18.2
Infeksi virus dengue masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Di Indonesia DBD telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi
peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari
2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun
2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus
DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya
58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.1
Diare menurut World Health Organization (WHO) sebagai kejadian buang air
besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi 3 kali atau lebih
selama 1 hari atau lebih dengan atau tanpa darah. Definisi ini lebih menekankan pada
konsistensi tinja daripada frekuensinya.3 Diare berdarah adalah masalah umum pada
anak-anak. Sangat penting untuk membedakan diare berdarah dari penyebab lain
perdarahan usus. Infeksi bakteri dan infeksi parasit yang bertanggung jawab untuk
sebagian besar kasus diare berdarah.2

7
Disentri merupakan tipe diare yang seringkali menyebabkan kematian
dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain.2 Akibat dari disentri adalah penurunan
berat badan, anoreksia dan kerusakan usus karena bakteri invasif. Beberapa
komplikasi lain juga dapat terjadi. Bakteri yang menyebabkan disentri yang paling
sering adalah Shigella, terutama S. Flexneri dan S. Dysenteriae tipe 1. Penyebab
lainnya adalah Campylobacter jejuni, terutama pada bayi, dan yang lebih jarang
adalah Salmonella. Enteroinvasif Escherichia coli bersama dengan Shigella dan dapat
menyebabkan disentri yang berat, kemudian Entamoeba histolytica dapat
menyebabkan disentri pada anak anak usia lebih dari 5 tahun dan orang yang dewasa
namun jarang dijumpai pada anak di bawah 5 tahun.4

Berdasarkan pembahasan di atas, penulis mendapatkan kasus Demam Berdarah


Dengue dan Disentri, maka penulis merasa penting mengetahui tentang DBD dan
disentri pada anak secara tepat, cepat dan akurat untuk mencegah terjadinya
kecacatan dan kematian, maka penulisan laporan kasus dengan judul “Anak usia 11
tahun dengan Disentri dan Dengue Haemorragic Fever Grade I” ini ditulis.

8
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
1. Identitas penderita :
Nama penderita : An. MR
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Palangka Raya, 15 Februari 2007
Umur/BB : 11 tahun / 33 kg
2. Identitas orang tua/wali :
Ayah : Nama : Tn. A
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Flamboyan bawah, Palangka Raya
Ibu : Nama : Ny. V
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Flamboyan bawah, Palangka Raya

II. ANAMNESIS
Kiriman dari : IGD
Dengan diagnosa : Diare akut dan Dengue Fever H3
Aloanamnesa dengan : Orangtua pasien (Ayah dan Ibu pasien)
Tanggal/jam : 2 Desember 2018 / 22.00
Tanggal pemeriksaan : 3 Desember 2018 / 07.00 WIB
1. Keluhan utama : BAB cair
2. Riwayat penyakit sekarang :
Anak datang diantar ibu dengan keluhan BAB cair 6 kali sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). BAB cair dikeluhkan tiba-tiba setelah

9
anak mengonsumsi es campur yang dibeli oleh ibunya, minuman ini juga
diminum oleh kakak dan ibu pasien. BAB cair dikeluhkan sebanyak ½ gelas
air mineral, feses berwarna kuning, konsistensi cair, feses berbau busuk,
terdapat lendir pada feses, namun feses tidak bercampur darah, tidak ada
ampas. Tidak ada BAB dengan feses seperti cucian beras. Setiap kali anak
ingin BAB, anak mengeluhkan mulas dan nyeri perut. mulas dirasakan pada
awal onset BAB cair, mulas dikeluhkan terus menerus hingga membuat
anak mengeluhkan nyeri perut yang bersifat kolik, nyeri yang bersifat kolik
dikeluhkan hilang timbul, terlebih saat anak ingin BAB. Selain nyeri perut,
didapatkan anak mengeluhkan mual, mual dikeluhkan hilang timbul sejak
awal keluhan nyeri perut datang, mual dikeluhkan menetap walaupun anak
mencoba untuk konsumsi makanan dan minuman, keluhan muntah
disangkal. Setelah BAB cair sebanyak 6 kali, anak dikeluhkan lemas,
hingga membuat anak hanya memilih berbaring di tempat tidur. Anak masih
makan dan minum dengan baik sesuai dengan porsi makan anak biasanya.
Anak tidak mengeluhkan adanya muntah.
Pada perawatan hari kedua, ibu mengeluhkan anak masih
mengeluarkan BAB cair sebanyak 3 kali dengan konsistensi lunak,
berwarna kuning, namun pda kali ini BAB disertai darah. Anak masih
mengeluhkan nyeri perut, nyeri perut dikeluhkan seperti rasa buang air
besar yang belum tuntas. Keluhan mual dan muntah disangkal, nafsu makan
anak seperti biasa, tidak ada rasa kehausan atau perasaan lemas.
Ibu mengeluhkan anak memiliki riwayat demam, demam berawal
sejak 4 hari yang lalu, anak mengeluhkan demam tinggi tiba-tiba dengan
suhu 38,8 C. Demam dikeluhkan terus menerus tinggi sampai hari ketiga.
Ibu terus mengukur suhu anak, demam hari pertama 39,0 C, demam hari
kedua 38,7 C, demam hari ketiga 38,5 C, pada hari ke-empat didapatkan
suhu 37,6 C. Saat datang ke IGD, anak telah meminum Paracetamol oral 3

10
jam yang lalu dengan suhu 37,5. Ibu mengatakan suhu tubuh turun saat ibu
memberikan obat paracetamol 2 sendok takar dan kompres hangat tiap
anak demam dengan suhu diatas 37,5 C. Setelah pemberian obat
paracetamol demam dikeluhkan turun sekitar 4-6 jam setelah pemberian.
Ibu mengatakan tidak ada tanda-tanda perdarahan spontan seperti
mimisan, gusi berdarah, bintik merah pada kulit ataupun BAB hitam. Tidak
ada riwayat kejang selama demam berlangsung. Anak tidak mengeluhkan
mengiggil ataupun muntah selama demam. Tidak ada keluhan nyeri saat
berkemih, tidak ada keluhan nyeri pada telinga atau keluar cairan dari
telinga. Tidak ada keluhan ruam kemerahan pada kulit. Tidak ada rasa panas
atau nyeri pada sendi. Tidak ada nyeri menelan. Tidak ada batuk dan pilek.
Tidak ada kejang. Tidak ada nyeri berkemih. Riwayat berpergian keluar
daerah atau ke daerah wabah malaria disangkal. Ibu mengatakan bahwa
terjadi wabah demam berdarah dengue di lingkungan tempat tinggalnya.
Anak mengeluhkan nyeri kepala, nyeri kepala memberat dirasakan
anak pada hari pertama dan kedua onset demam. Nyeri kepala dikeluhkan
hilang timbul, nyeri memberat ketika anak melakukan aktivitas sedang
seperti bermain, nyeri semakin ringan dirasakan ketika anak mencoba untuk
berisitirahat, nyeri lebih banyak dikeluhkan di area belakang mata anak. Ibu
tidak memberikan obat apapun untuk meredakan nyeri kepala pada anak.
Saat masuk rumah sakit, ibu mengatakan BAK terakhir anak 30 menit
SMRS, urine berwarna kuning tua dengan volume sebanyak 100 ml. BAB
cair masih dikeluhkan 2 jam SMRS. Ibu tidak mengeluhkan adanya batuk
pilek ataupun sesak pada anak.

Riwayat penyakit dahulu : Ibu pasien mengaku anak sering


mengalami kenaikan suhu, namun kenaikan suhu turun dengan pemberian
obat penurun panas.

11
3. Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat Antenatal : Ibu rutin melakukan Antenatal Care ANC di
Puskesmas dan bidan setiap bulan. Paparan
terhadap pestisida, zat kimia dan radiasi
disangkal. Ibu juga tidak mengkonsumsi
alkohol dan rokok.
Riwayat Natal : Bayi segera menangis, bernapas spontan dan
bergerak aktif (tidak ada penyulit)
Spontan/tidak spontan : Bayi lahir spontan
Nilai APGAR : Ibu tidak tahu
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : Ibu tidak tahu
Lingkar kepala : Ibu tidak tahu
Penolong : Bidan
Tempat : Puskemas Kayon
Riwayat Neonatal : Anak tidak pernah dirawat selama masa
neonatal
4. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
o Pertumbuhan dan Perkembangan
Perkembaangan anak sejak lahir seperti tiarap, merangkak, duduk, berdiri
dan berjalan menurut ibu pasien sesuai dan sama dengan anak lain
seusianya. Namun, ibu pasien mengeluhkan anak yang belum mampu
berbicara hingga usia 4 tahun. Hingga usia 6 tahun ibu memeriksakan anak
ke dokter spesialis anak. Dilakukan pemeriksaan audiometri dan tanya
jawab, lalu didapatkan hasil anak tunarungu dengan kategori kurang dengar
(hard of hearing).

12
o Perkembangan saat ini
Anak saat ini sekolah di sekolah khusus SLB tingkat SD kelas 5, dapat
mengikuti kegiatan belajar-mengajar di sekolah dengan baik, dan dapat
bergaul baik dengan teman sebayanya
o Kesan
Riwayat pertumbuhan anak normal seusianya. Riwayat perkembangan anak
terganggu pada aspek bicara dan berbahasa.
5. Riwayat imunisasi :
Hb0 : sudah dilakukan saat pasien dilahirkan
BCG : dilakukan pada usia 1 bulan
Polio :
 Polio 1 : usia 1 bulan
 Polio 2 : usia 2 bulan
 Polio 3 : usia 3 bulan
 Polio 4 : usia 4 bulan
DPT/Hb1 : usia 2 bulan
DPT/HB2 : usia 3 bulan
DPT/HB3 : usia 4 bulan
Campak : usia 9 bulan
6. Makanan :
- 0 - 6 bulan : ASI eksklusif diberikan selama 6 bulan.
- 6 bulan – 8 bulan : anak diberikan susu formula yang diberikan ibu
sekitar 6-10 kali pemberian, bubur dan sup. Bubur terkadang
diberikan 3 kali dalam 1 mangkok namun terkadang tidak habis,
makan bubur tim 3x sehari dengan 1x pemberian makan sebanyak 1
mangkok kecil. Bubur dan sup dicampur ibu dengan hati ayam,
sayur ataupun telur.

13
- 9 bulan – 11 bulan : selain susu formula semau anak, anak makan
3x sehari dengan jumlah sekali makan yaitu 1 mangkok kecil. Anak
makan bubur dengan lauk yang bermacam-macam setiap harinya
seperti sayur, sop, ikan. Namun anak jarang mau bila diberikan
daging dan buah.
- 12 bulan – 5 tahun : anak makan 3x sehari dengan jumlah sekali
makan yaitu 1 piring. Anak makan nasi dengan lauk yang
bermacam-macam setiap harinya seperti sayur, hati ayam, telur, dan
ikan.
- 5 tahun – sekarang : anak tidak dibatasi makan. Makan pokok
diberikan 3 kali dengan porsi sedang yaitu menggunakan piring
dengan berbagai lauk. Jenis makanan yang diberikan nasi, ikan,
sayur. Terkadang anak mengonsumsi buah-buahan dan 1 porsi susu
per harinya. Saat sekolah, anak dibawakan bekal. Ibu mengaku
anak jarang membeli jajanan.
7. Riwayat penyakit keluarga : Di dalam keluarga tidak ada yang menderita
keluhan dan penyakit yang sama atau keganasan lainnya.
Skema keluarga:

Keterangan:

= laki-laki = pasien

= perempuan
14
Gambar 1. Skema Keluarga
Tabel 1. Susunan keluarga
No. Nama Umur L/P Jelaskan:
Sehat/Sakit (apa)/
meninggal (umur/sebab)
1. Tn. A 35 th L Sehat
2. Ny. Y 34 th P Sehat
3. An. F 14 th P Sehat
4. An. MR 11 th L Sakit saat ini

8. Riwayat sosial lingkungan


Pasien tinggal berempat dengan keluarga inti. Luas rumah berukuran
8x10 m. Lantai terbuat dari kayu dan bersekat dengan kayu sebagai
dindingnya. Di rumah terdapat 4 ventilasi dan 2 pintu. Pasien tinggal di area
sungai. Jarak antara rumah dengan septi tank yaitu 2 m. Di sekitar rumah
pasien tidak terdapat bengkel, pabrik zat kimia, saluran udara tegangan
ekstra tinggi (SUTET). Anak tinggal di area sungai.
Ibu setiap hari membersihkan rumah, sebelum dan sesudah
menyiapkan makanan, ibu selalu mencuci tangan dan mencuci peralatan
yang dipakai memasak dan makan. Keluarga menggunakan galon isi ulang
sebagai sumber minum.
Di dalam rumah tidak ada yang merokok, tidak banyak debu dan
nyamuk. Pasien terkadang keluar rumah saat sore hari dan bermain dengan
tetangga di sekitar rumah. Ibu mengaku menguras bak mandi sekitar 2-3
kali seminggu, ibu rutin memberihkan tempat gantungan baju dan sering
menganti wadah seperti pot bunga atau vas bunga di rumah pasien. Di
sekitar rumah pasien banyak terdapat genangan air terutama apabila musim
hujan. Di halaman sekitar rumah tidak terdapat banyak sampah. Saat ini
lingkungan tempat tinggal pasien merupakan lingkungan KLB wabah
demam berdarah dengue.

15
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Anak tampak lemas
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : E4M6V5
2. Tanda Vital:
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 79x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
- Frekuensi napas : 20x/menit, regular
- Temperatur : 37,50C
Berat badan : 33 kg
Panjang Badan : 145 cm

Gambar 2. Status gizi pasien berdasarkan kurva CDC

16
= 100%  Normal = 94%  Gizi baik

= 94%  Gizi Baik

3. Kulit
a. Warna : sawo matang
b. Sianosis : (-)
c. Hemangiom : (-)
d. Turgor : cepat kembali (CRT <2”)
e. Kelembaban : (+)
f. Pucat : (-)
g. Ptekie. Purpura : (-)
h. Ruam kulit : (-)
4. Kepala
a. Bentuk : normocephal
b. UUB : sudah menutup
c. UUK : sudah menutup
d. Rambut:
i. Warna : hitam
ii. Tebal/tipis: tebal
iii. Distribusi: merata
iv. Alopesia: (-)

17
e. Mata:
i. Palpebra : tidak edema
ii. Alis, bulumata : merata
iii. Konjungtiva : anemis
iv. Sklera : tidak ikterik
v. Produksi air mata: cukup
vi. Pupil : isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+)
vii. Kornea : jernih
viii. Mata cowong : (-)
f. Telinga:
i. Bentuk : kartilago keras, liang telinga (+)
ii. Sekret : (-)
iii. Serumen : (-)
iv. Nyeri : (-)
v. Membrana tympani : tidak hiperemis, tidak ada cairan
g. Mulut:
i. Bentuk : simetris
ii. Bibir : mukosa bibir lembab
iii. Gusi : perdarahan (-) , bengkak (-)
iv. Gigi geligi : (+)
h. Lidah:
i. Bentuk : dalam batas normal
ii. Pucat : (-)
iii. Tremor : (-)
iv. Kotor : (-)
v. Warna : kemerahan
i. Faring:

18
i. Hiperemis : (-)
ii. Edema : (-)
iii. Membran/pseudomembran : (-)
j. Tonsil:
i. Warna : merah muda
ii. Pembesaran : T2-T2
iii. Abses : (-)
iv. Membran/pseudomembran : (-)

5. Leher
a. Vena jugularis : teraba, 5+2 cmH2O
b. Pembesaran kelenjar getah bening: (-)
c. Kaku kuduk: tidak ditemukan kaku kuduk
d. Massa: (-)
e. Tortikalis: (-)

6. Thoraks
a. Dinding dada/paru:
Inspeksi : Bentuk : simetris
Retraksi : tidak ada
Dispnea : tidak ada
Pernafasan : thorakoabdominal
Palpasi : Fremitus fokal : simetris
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas vesikuler
Suara Napas Tambahan:Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

b. Jantung :

19
Inspeksi : Iktus : tidak terlihat
Palpasi : Apeks : tidak teraba
Thrill : tidak ada
Perkusi : Batas kanan: ICS II LPS Dex – ICS VI LPS Dex
Batas kiri : ICS II LPS Sin – ICS VI LMK Sin
Batas atas : ICS II LPS Dex – LCS II LPS Sin
Auskultasi : Frekuensi : 79x/menit, irama : reguler
Suara dasar: S1 dan S2 tunggal
Bising : tidak ada

7. Abdomen
Inspeksi : Bentuk : Datar
Lain-lain :-
Auskultasi : bising usus (+) 10x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) regio umbilicalis, tidak ada nyeri tekan
regio hypogastrium, hepar, lien dan ginjal tidak teraba. nyeri
ketok CVA (-), timpani seluruh lapang perut
Perkusi : Timpani, asites (-)

8. Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), CRT <2 detik, pitting edema (-),
Nyeri sendi (-), Kekuatan otot 5/5/5/5

20
Tabel 2. Pemeriksaan fisik ekstremitas
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas
Tonus + + + +
Trofi - - - -
Klonus - - - -
Refleks + + + +
fisiologi
Refleks - - - -
patologi
Sensibilitas + + + +
Tanda - - - -
meningeal

9. Susunan saraf : dalam batas normal


10. Genitalia : laki-laki, phymosis (-), benjolan di skrotum (-)
11. Anus : dalam batas normal
12. Pemeriksaan khusus : Rumplee leed test (+)

21
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan saat di RSUD Dr. Doris Sylvanus:
1. Hasil Laboratorium tanggal 02/12/2018
Tabel 3. Hasil Laboratorium tanggal 02/12/2018
Pemeriksaan Nilai
WBC 14.16 x 10^3/uL
Neu% 71.2%
Lym% 8.7%
Mon% 19.5%
Eos% 0.2%
Bas% 0.3%
Neu# 10.10x 10^3/uL
Lym# 1.25x 10^3/uL
Mon# 2.75x 10^3/uL
Eos# 0.06x 10^3/uL
Bas# 0.04x 10^3/uL
RBC 6.34 x 10^6/uL
HGB 18.5 g/dL
HCT 47.6%
MCV 75.1 fL
MCH 29.2 pg
MCHC 38.9 g/dL
RDW-CV 11.8%
RDW-SD 37.7 fL
PLT 48 x 10^3/uL
MPV 9.1 fL
PDW 17.4
PCT 0.039%
GDS 130 mg/dL

22
2. Hasil Laboratorium tanggal 03/12/2018
Tabel 4. Hasil Laboratorium tanggal 03/12/2018
Pemeriksaan Nilai
WBC 12.87 x 10^3/uL
Neu% 55.8%
Lym% 13.4%
Mon% 29.5%
Eos% 0.5%
Bas% 0.7%
Neu# 7.18x 10^3/uL
Lym# 1.72x 10^3/uL
Mon# 3.80x 10^3/uL
Eos# 0.07x 10^3/uL
Bas# 0.10x 10^3/uL
RBC 4.95x 10^6/uL
HGB 14.5 g/dL
HCT 37.1%
MCV 75.0 fL
MCH 29.5 pg
MCHC 39.3 g/dL
RDW-CV 11.8%
RDW-SD 37.7 fL
PLT 52 x 10^3/uL
MPV 9.1 fL
PDW 17.3
PCT 0.047%

23
3. Hasil Laboratorium tanggal 04/12/2018
Tabel 5. Hasil Laboratorium 04/12/2018
Pemeriksaan Nilai
WBC 10.41 x 10^3/uL
Neu% 65.1%
Lym% 15.9%
Mon% 17.3%
Eos% 1.2%
Bas% 0.5%
Neu# 6.78 x 10^3/uL
Lym# 1.66 x 10^3/uL
Mon# 1.80 x 10^3/uL
Eos# 0.12 x 10^3/uL
Bas# 0.05 x 10^3/uL
RBC 4.70 x 10^6/uL
HGB 13.8 g/dL
HCT 36.6 %
MCV 77.5 fL
MCH 29.4 pg
MCHC 37.7 g/dL
RDW-CV 11.7 %
RDW-SD 39.2 fL
PLT 60 x 10^3/uL
MPV 8.7 fL
PDW 16.8
PCT 1.3 %

24
4. Hasil Laboratorium tanggal 05/12/2018
Tabel 6. Hasil Laboratorium 05/12/2018
Pemeriksaan Nilai
WBC 8.2 x 10^3/uL
Neu% 55.1%
Lym% 25.9%
Mon% 16.3%
Eos% 1.2%
Bas% 0.5%
Neu# 4.58 x 10^3/uL
Lym# 2.11 x 10^3/uL
Mon# 1.30 x 10^3/uL
Eos# 0.18 x 10^3/uL
Bas# 0.06 x 10^3/uL
RBC 4.48 x 10^6/uL
HGB 13.3 g/dL
HCT 35.4 %
MCV 79.0 fL
MCH 29.7 pg
MCHC 37.6 g/dL
RDW-CV 11.7 %
RDW-SD 40.2 fL
PLT 124 x 10^3/uL
MPV 8.4 fL
PDW 16.7
PCT 0.104 %

25
5. Hasil Laboratorium Feses Rutin tanggal 04/12/2018
Tabel 7. Pemeriksaan makroskopis tinja
Parameter Hasil
Konsistensi dan bentuk Encer
Warna Coklat
Bau Khas
Darah -/neg
Lendir -/neg
Parasit -/
Lain-lain 6.78 x 10^3/uL

Tabel 8. Pemeriksaan mikroskopis tinja


Jenis Hasil Satuan
Serat makanan (+)/ pos Lp 40x
Kristal -/neg Lp 40x
Lemak -/neg Lp 40x
Leukosit Banyak sel Lp 40x
Eritrosit 4-8 sel Lp 40x
Telur cacing -/neg Lp 40x
Amuba E. histolytica (+)/pos Lp 40x
Jamur -neg

V. DIAGNOSA
1. Diagnosa banding:
 Disentri basiler
 Invaginasi
 Dengue Fever
 Malaria

2. Diagnosa kerja : Disentri


Dengue Haemorragic Fever Grade I
3. Status gizi : Gizi baik ( berdasarkan kurva CDC)
BB/U : 94% (Gizi baik)
TB/U : 100%

26
VI. PENATALAKSANAAN
 Medikamentosa
- Saat di IGD:
IVFD Ringer Laktat  25 tpm
Inj. Ranitidine 2 x 35 mg IV
Per Oral : Paracetamol syr 3 x 2 ½ CTH
Zinc 1 x 20 mg
Oralit ad libitum

- Saat di Ruangan:
IVFD Ringer Laktat  25 tpm
Inj. Ranitidine 2 x 35 mg IV
Inj. Cefotaxime 3x 1 gr IV
Per Oral : Paracetamol syr 3 x 2 ½ CTH
Zinc 1 x 20 mg
Oralit ad libitum
Metronidazole 3x 2 CTH
Non-medikamentosa
o Disarankan tirah baring
o Disarankan untuk mengkosumsi banyak cairan

VII. USULAN PEMERIKSAAN


1. Pemeriksaan elektrolit
2. Pemeriksaan kolonoskopi
3. Pemeriksaan serologis dengue
4. Foto polos thorax posisi AP
5. Foto polos abdomen posisi RLD

27
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

28
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Disentri
3.1.1 Definisi
Disentri merupakan kumpulan gejala penyakit seperti diare berdarah, lendir
dalam tinja, dan nyeri saat mengeluarkan tinja. Disentri adalah pengeluaran darah dan
mucus dalam tinja disertai nyeri perut dengan atau tanpa tenesmus.11
3.1.2 Etiologi

Adapun beberapa penyebab disentri pada anak dapat dilihat pada Tabel 1.12
Tabel 9. Penyebab disentri pada anak

Bakteri Parasit
Shigella spp. Entamoeba histolytica (jarang pada
Salmonella spp. balita)
Campylobacter jejuni (terutama pada Schistosoma
bayi) dan Campylobacter coli Balantidium coli dan Isospora hominis

Entamoeba histolytica memiliki 2 bentuk, yaitu kista dan trofozoit. Kista


Entamoeba histolytica berperan dalam penularan penyakit (melalui
makanan/minuman), memiliki 4 inti, dan berukuran sekitar 10-60µm. Bentuk
trofozoitnya merupakan stadium patologis (bersifat invasif, menembus dinding usus
dan beredar secara hematogen). Trofozoit berukuran 10-60 μm, memiliki 1 inti,
sitoplasma bergranular, bergerak dengan ektoplasma (pseudopodia).13

29
Gambar 4. Morfologi Entamoeba histolytica (Centers for Disease Control and
Prevention. 2015

3.1.3 Patofisiologi Disentri Amuba12


Infeksi terjadi saat makanan dan minuman terkontaminasi feses yang
mengandung kista Entamoeba histolytica masuk ke dalam tubuh. Kista dapat hidup
selama beberapa hari di dalam air dan tinja. Saat kista masuk ke dalam tubuh, kista
akan berubah menjadi trofozoit di dalam usus halus. Trofozoit berkolonisasi dan
menempel pada mukosa kolon. Trofozoit bermultiplikasi dan menyebar ke epitel
usus, kemudian memproduksi ulser teardrop. Lesi ini biasa ditemukan di cecum,
kolon transversum, dan kolon sigmoid. Beberapa trofozoit akan berubah menjadi
kista dan akan bertahan pada tinja yang berada pada lingkungan yang lembab.
Trofozoit lain akan menginvasi mukosa usus dan menyebar lewat pembuluh darah ke
hati, paru, dan otak.

Gambar 5. Patofisiologi Disentri Amuba (Textbook of Pediatrics. Infections and


Systemic Disorders. Volume 2. 2015)
30
3.14 Gejala Klinis
Disentri amuba yang biasa sering disebabkan oleh Entamoeba histolytica
dapat menyebabkan kram dan penurunan berat badan. Kadang-kadang parasit
tersebut bisa menyerang organ lain, paling sering yaitu hepar (abses hepar), dan
menyebabkan demam serta nyeri perut kuadran kanan atas.14

3.15 Pengobatan15
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun
sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi
a. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga
penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak
usia < 1 tahun adalah 50 – 100 ml, 1 – 5 tahun adalah 100 – 200 ml, 5 – 12
tahun adalah 200 – 300 ml dan dewasa adalah 300 – 400 ml setiap BAB.
b. Pengobatan diare dehidrasi ringan – sedang :
Penderita diare dengan dehidrasi ringan–sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah
oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak
diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat
ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu : untuk umur < 1
tahun adalah 300 ml, 1 – 5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan
dewasa adalah 2400 ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan,
volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus
penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi.

31
c. Pengobatan diare dehidrasi berat
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh
usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan
jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen dari usus. Pemberian zinc dapat
menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Zinc diberikan selama 10-
14 hari berturut-turut.
Dosis zinc untuk anak-anak:
1. Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
2. Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
Disentri yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica dapat diberikan
Metronidazole dengan dosis 10 mg/kgBB tiga kali per hari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat).3
5. Nasihat kepada orang tua

3.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)


3.2.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang
disebabkan infeksi virus dengue yang disebabkan oleh virus dengue dengan genusnya
Flavivirus, famili Flaviviridae. Dimana virus ini mempunyai empat serotype yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus yang mana
spesies ini berperan sebagai tempat penyimpanan dan replikasi virus.

32
3.2.2 Manifestasi Klinis
Demam dengue mempunyai gejala demam, nyeri kepala dan nyeri otot/sendi,
yang dapat disertai trombositopenia dan perdarahan. Sedangkan Demam Berdarah
Dengue (DBD) ditandai dengan demam, perdarahan, pembesaran hati,
trombositopenia dan kebocoran plasma (dapat berwujud hemokonsentrasi, efusi
pelura, asites dan hipoalbumin) yang jika berat dapat menimbulkan syok. Tabel
berikut merupakan tanda klinis dan hasil laboratorium DD dan DHD. Tabel 10.

33
Tabel 10. Klasifikasi infeksi virus dengue menurut WHO 1997

DD/DHF Grade Tanda dan gejala Laboratorium


DD Demam dengan minimal 2 tanda  Leukopenia (WBC
klinis : ≤5000/uL)
 Nyeri kepala
 Trombositopenia
 Nyeri retro-orbital
(≤150.000/uL)
 Mialgia
 Artralgia
 Peningkatan
 Manifestasi perdarahan
hematokrit (5-10%)
 Tidak ada kebocoran plasma
 Tidak ada
kebocoran plasma
DBD I  Demam 2-7 hari  Trombositopenia
 Satu-satunya manifestasi <100.000/uL
perdarahan dengan uji bendung  Peningkatan
positif hematokrit ≥ 20%
 Kebocoran plasma

DBD II  Grade I ditambah perdarahan  Trombositopenia


spontan <100.000/uL
 Peningkatan
hematokrit ≥ 20%

DBD III  Seperti grade I atau II ditambah  Trombositopenia


kegagalan sirkulasi (pulsasi <100.000/uL
teraba lemah, tekanan nadi  Peningkatan
menyempit (≤20 mmHg) hematokrit ≥ 20%

 Hipotensi

 Gelisah
DBD IV  Grade III ditambah syok yang  Trombositopenia

34
berkepanjangan dengan tekanan <100.000/uL
darah dan nadi yang tidak teraba  Peningkatan
hematokrit ≥ 20%

3.2.3 Tatalaksana

Menurut WHO tahun 2005, berikut adalah tatalaksana DBD tanpa atau dengan syok.

1. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok di Rumah Sakit


a. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.
b. Berikan parasetamol bila demam. Tidak memberikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
c. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
1) Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
2) Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
d. Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
e. Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jum- lah
cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena bi- asanya
hanya memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler
spontan setelah pemberian cairan.
f. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock).
2. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan syok di Rumah Sakit
a. Memberikan oksigen 2-4 L/menit secarra nasal

35
b. Memberikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat
secepatnya.
c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pembe- rian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menu- run
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
d. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
e. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit.

36
BAB IV
PEMBAHASAN

Dilaporkan anak laki-laki usia 11 tahun dengan berat badan 33 kg di rawat


inap di ruang Flamboyan RSUD dr. Doris Sylvanus dengan diagnosis Demam
Berdarah Dengue derajat I dan Disentri. Pada kesempatan ini akan dibahas diagnosis,
tatalaksana, prognosis dan tindak lanjut dari penyakit yang diderita pasien.

Anamnesis yang dilakukan pada ibu pasien, diketahui anak datang dengan
keluhan buang air besar (BAB) cair 6 kali sejak 1 hari SMRS, anak mengeluhkan
BAB cair tiba-tiba setelah anak mengonsumsi es campur yang dibeli oleh ibunya.
Awalnya anak mengeluhkan nyeri perut lalu anak mulai mengeluhkan BAB cair pagi
hari (24 jam SMRS). BAB dikeluhkan berkonsistensi cair, feses berwarna kuning,
setiap kali BAB sekitar ½ gelas air mineral, tidak ada darah, tidak ada ampas. Setiap
kali ingin BAB, anak mengeluhkan nyeri perut yang bersifat kolik, diapatkan pula
anak dengan keluhan mual Setelah BAB cair sebanyak 6 kali, anak mengeluh ingin
minum dan makan, anak tampak lemas. Tidak ada keluhan BAB dengan tinja seperti
cucian beras ataupun tinja seperti petis. Ibu lalu membawa anak ke RS. Setelah
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik di IGD didapatkan diagnosis diare akut.

Berdasarkan anamnesis didapatkan gejala yang mencakup BAB dengan


frekuensi lebih dari tiga kali sejak 1 hari SMRS, BAB cair dengan konsistensi cair.
Berdasarkan literatur, diare adalah BAB dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair, kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 lebih atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu BAB encer lebih dari 3 kali
per hari. Selain diare, anak mengeluhkan nyeri kolik dan mual yang dirasakan hilang
timbul sejak onset pertama diare. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan, didapatkan
37
produksi air mata yang cukup, tidak didapatkan mata cowong, ditemukan bibir
lembab, pada pemeriksaan abdomen didapatkan tenesmus, serta nyeri tekan, nyeri
tekan paling dikeluhkan pada regio umbilikus. Keluhan BAB berdarah didapatkan
saat pasien mendapatkan perawatan hari kedua.

Menurut literatur, diare akut infeksi diklasifikasikan menjadi diare inflamasi


dan diare noninflamasi dengan manifestasi klinis yang berbeda. Diare pada pasien
diklasifikasikan sebagai diare akut dengan kelompok eksudatif sebab terjadinya
inflamasi. Pengelompokkan ini diakibatkan oleh ditemukannya gejala seperti BAB
dengan frekuensi lebih dari tiga kali, yang disertai dengan keluhan gastrointestinal
seperti mulas hingga nyeri perut yang bersifat kolik, mual, serta tanda dehidrasi. Pada
diare non inflamasi, gejala gastrointestinal yang dikeluhkan akan lebih minimal
dibanding diare inflamasi. 9

Keluhan gastrointestinal seperti mulas, nyeri perut hingga tenesmus akan


lebih dikeluhkan pada anak dengan diare inflamasi. Hal ini dikarenakan terjadinya
proses peradangan atau inflamasi sehingga menimbulkan reaksi inflamasi seperti
dilepaskannya mediator seperti leukotriene, interleukin, kinin dan zat vasoaktif lain,
selain itu juga dapat diproduksi toksin sesuai jenis kuman yang menginfeksi anak.
Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik yang telah dialami anak
seperti lemah dan nyeri perut.

Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dilakukan pemeriksaan


penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap. Didapatkan peningkatan kadar leukosit
sebesar 14.160 /uL dengan peningkatan kadar neutrofil sebesar 10.100/uL dan
monosit sebesar 2.750/uL. Dengan meningkatnya kadar leukosit dan komponennya
yang berupa neutrofil dan monosit, dapat disimpulkan anak mengalami infeksi, baik
dari infeksi bakteri atau parasit. Untuk menegakakkan sebab infeksi pada diare anak
dibutuhkan pemeriksaan feses rutin untuk melihat secara mikroskopis kenaikan kadar
leukosit untuk menegakkan tipe diare serta untuk melihat patogen infeksi pada tinja.
38
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan diare akut
yang bersifat inflamasi. Hal ini dapat ditegakkan sebab pada diare noninflamasi akan
temukan diare cair dengan volume yang besar tanpa darah atau lendir serta
ditemukannya gejala gastrointestinal yang minimal atau tidak ada sama sekali. Diare
ini dapat disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme. Pada pasien terjadi peningkatan
sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Pada dasarnya, mekanisme terjadinya
diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan
atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa dan produksi enterotoksin atau
sitotoksin. Oleh karena mekanisme invasi bakteri atau parasit yang mengakibatkan
diare berbeda tiap patogennya, perlu dilakukan pemeriksaan feses rutin untuk melihat
bakteri yang menginvasi usus.9

Pada saat anak datang ke IGD, ditemukan tanda dehidrasi pada anak yang
meliputi anamnesis yang didapatkan anak gelisah anak mengeluh haus dan ingin
minum, dari anamnesis didapatkan keluhan BAB cair sebanyak 6 kali sejak 1 hari
SMRS, riwayat demam 5 hari yang lalu dan ingin minum dan makan, dari
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya mata cowong, produksi air mata anak
masih cukup serta turgor kulit yang masih cepat kembali atau kembali kurang dari 2
detik. Maka menurut literatur, tanda dan gejala tersebut digolongkan sebagai
dehidrasi ringan sedang. Dehidrasi pada pasien disebabkan oleh diare yang terjadi.
Berikut merupakan manifestasi klinis dan derajat dehidrasi, Tabel 11.

39
Tabel 11. Derajat dehidrasi

Gejala/ derajat Diare tanpa Diare dehidrasi Diare dehidrasi


dehidrasi dehidrasi Ringan/Sedang Berat
Bila terdapat dua Bila terdapat dua Bila terdapat dua
tanda atau lebih tanda atau lebih tanda atau lebih
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah/rewel* Lesu, lunglai/tidak
sadar
Mata Tidak cekung Cekung Cekung
Keinginan untuk Normal, tidak ada Ingin minum, rasa Malas minum
minum rasa haus haus*
Turgor Kembali segera Kembali lambat Kembali sangat
lambat (>2 detik)
Keterangan : * ditemukan pada pasien

Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dan elektrolit dengan penyebab
multifactor, keadaan ini didefinisikan keadaan penurunan total air di dalam tubuh
karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi
keduanya, kehilangan cairan ini juga disertai dengan hilangnya elektrolit. Diare
menyebabkan hilangnya cairan elektrolit dari dalam tubuh, ditambah dengan anak
yang sudah mengalami demam selama 3 hari karena peningkatan suhu tubuh 1 derajat
celcius maka kebutuhan cairan akan meningkat sebanyak 12,5%.

Menurut literatur, diare adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam
tubuh karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat atau
kombinasi keduanya. Pasien mengalami kehilangan cairan melalui tinjanya,
sedangkan pemasukan cairan tidak seimbang. Patofisiologi dehidrasi berbeda-beda
tergantung tipe dehidrasi yang dapat dikategorikan berdasarkan pemeriksaan kadar
elektrolit. Tetapi pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan elektrolit sehingga sulit
untuk menentukan tipe dehidrasi baik tipe hipertonik, isotonik atau hipotonik.11
40
Selain itu pada saat di IGD, ibu mengeluhkan riwayat demam pada anak,
demam dikeluhkan terjadi 5 hari yang lalu, dengan kenaikan suhu tubuh pada hari
pertama hingga hari ketiga, suhu hari pertama yaitu 39,0 C, hari kedua didapatkan
38,8 C, hari ketiga 38,5 C, hari ke empat atau saat anak masuk rumah sakit 37,0 C.
Saat datang ke IGD, anak telah meminum Paracetamol oral 3 jam yang lalu dengan
suhu 37,5. Ibu mengatakan suhu tubuh turun saat ibu memberikan obat paracetamol 1
sendok takar kepada anaknya. Pada awal demam, anak mengeluhkan nyeri kepala
terlebih di bagian mata, anak juga mengeluhkan lemas sehingga membuat anak tidak
masuk sekolah. Anak tidak mengeluhkan adanya bintik merah pada kulit, tidak
adanya nyeri berkemih, atau nyeri telinga, keluhan mengigil disangkal. Ibu
mengeluhkan bahwa sedang terjadi wabah Demam Berdarah Dengue di
lingkungannya. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan anak tampak lemas, tekanan
darah 110/70 mmHg, tidak didapatkan peningkatan suhu, denyut nadi dan frekuensi
nafas, tidak didapatkan manifestasi perdarahan spontan pada kulit, tidak ditemukan
gusi berdarah, denyut nadi arteri dorsalis pedis masih teraba, akral pasien ditemukan
hangat. Telah dilakukan pemeriksaan uji bendung atau Rumple leed test pada pasien,
didapatkan hasil positif dengan timbulnya lebih dari 20 petekie dengan ukuran
diameter petekie lebih dari 2 mm, ditemukan di lipatan siku serta lengan bawah.

Dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap saat


pasien berada di IGD atau saat pasien demam hari ke empat, didapatkan peningkatan
kadar Hb yaitu 18,5 g/dL, penurunan kadar trombosit (43.000/uL), peningkatan kadar
leukosit dan eritrosit (14.1260/uL, 6,34 x 10 6 /uL), untuk kadar hematocrit,
didapatkan dalam batas normal yaitu 45,6%.

Jika dikaitkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang maka pasien mengalami infeksi virus dengue berupa Dengue
Haemmoragic Fever Grade 1. Pada saat di IGD, anak didiagnosa dengan DF hari ke

41
4. Menurut literatur, demam dengue merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh
virus dengue.

Dasar diagnostik DD adalah anamnesis, pemeriksaan fisik dan dilakukan


pemeriksaan penunjang. Pada kriteria diagnosis dari WHO pada kasus ini memenuhi
beberapa kriteria dari WHO. Berdsarkan literatur infeksi virus dengue yaitu DD
sesuai dengan kriteria oleh WHO, yaitu :

a. Demam mendadak tinggi


b. Ditambah gejala penyerta 2 atau lebih
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro-orbita
3. Nyeri otot dan tulang
4. Ruam kulit
5. Meski jarang dapat disertai manifestasi perdarahan
6. Leukopenia
7. Uji HI >1280 atau IgM/IgG positif
c. Tidak ditemukan tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura,
asites, hipoproteinemia).

Sedangkan pada anak dengan DHF akan ditemukan,

a. Klinis

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
a. uji bendung positif
b. petekie, ekimosis, purpura
c. perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
d. hematemesis dan atau melena
42
e. Pembesaran hati
f. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik)
dan pasien tampak gelisah.

b. Laboratorium :

1. Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar


2. Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan
3. Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.

Diagnosis DD tidak cocok ditegakkan karena pada pemeriksaan laboratorium


didapatkan nilai trombosit pada demam hari ke-empat menunjukkan trombositopenia
(nilai trombosit 43.000/uL) dan kadar hematokrit dan Hb secara berurut ialah 47,6%
dan 18,5 g/dl, hal ini menunjukkan adanya hemokonsentrasi, walaupun pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya efusi pleura dan asites, hal ini didapatkan
dari tidak adanya keluhan nyeri dada atau sesak pada pasien, tidak ada pula perut
yang ditemukan kembung atau membuncit, pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
adanya kelainan pada pemeriksaan fisik paru dan abdomen.

Diagnosis efusi pleura dan asites juga membutuhkan pemeriksaan penunjang


yaitu pemeriksaan foto polos thorax yang akan memperlihatkan cairan pleura yang
menempati area bawah paru pada foto AP dan foto polos abdomen dengan posisi
RLD yang akan memperlihatkan timbunan cairan. Maka, dengan keadaan klinis,
pemeriksaan fisik dan penunjang, didapatkan adanya plasma leakage atau kebocoran
plasma, maka anak didiagnosa dengan demam berdarah dengue (DBD).

Kelainan yang didapatkan pada pemeriksaan fisik didapatkan uji bendung


dengan hasil positif, hal ini menjelaskan terjadinya kebocoran pada permeabilitas

43
dinding kapiler. Akibat terjadinya trombositopenia pada pasien dengan infeksi
dengue, darah dalam kapiler akan keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya
sehingga tampak sebagai bercak atau titik merah kecil pada permukaan kulit.

Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme
patofisiologisnya berbeda dan menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan utama
adalah adanya renjatan yang khas pada DBD yang disebabkan kebocoran plasma

yang diduga karena proses immunologi, pada demam dengue hal ini tidak terjadi.

Menurut literatur, demam pada DHF disebabkan oleh infeksi virus dengue.
Patofisiologi primer DBD adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga
menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Lama perjalanan
penyakit dengue yang klasik umumnya berlangsung selama 7 hari dan terdiri atas 3
fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1 sampai dengan hari
ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan (convalescence, recovery). Fase demam
akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-5 (24-48 jam),
pada saat ini demam turun, sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Fase ini
kadang mengecoh karena orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam
turun padahal anak memasuki fase berbahaya ketika kebocoran plasma menjadi nyata
dan mencapai puncak pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah
trombosit terendah dan nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini, organ-organ lain
mulai terlibat. Meski hanya berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan pengamatan
klinis dan laboratoris yang ketat. 5

Leukositosis pada pasien

Menurut literatur, pada penderita DD atau DBD dapat terjadi leukopenia


(<10.000/uL) sampai leukositosis sedang. Leukopenia dapat terjadi pada hari

44
demam pertama dan ke-3 pada 50% kasus DBD ringan. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh adanya degenerasi sel PMN yang matur dan pembentukan sel PMN
muda. Pada saat demam, mulai terjadi pengurangan jumlah leukosit dan netrofil
disertai limfositosis relatif. Leukopenia mencapai puncaknya sesaat sebelum demam
turun dan normal kembali pada 2-3 hari setelah defervescence (demam turun).

Namun pada pasien, ditemukan leukositosis, hal ini diakibatkan pasien


mengalami diare akut, yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Dalam proses infeksi,
peningkatan sel-sel leukosit akan terjadi karena tubuh mencoba mengompensasi
kerusakan jaringan akibat infeksi tersebut. Sel-sel polimorfonuklear dari leukosit
(granulosit) yang dilepaskan dari sumsum tulang normalnya memiliki masa hidup
empat sampai delapan jam dalam sirkulasi darah dan empat sampai lima hari
berikutnya dalam jaringan yang membutuhkan. Oleh karena itu, selama infeksi terjadi
akan terjadi mekanisme yang mendorong pembuatan leukosit untuk meningkatkan
jumlah leukosit untuk menekan infeksi.5

Trombositopenia dan hemokonsentrasi pada pasien

Berikut adalah tabel perbandingan kadar haemoglobin, hematokrit dan


trombosit pada pasien,

Tabel 12. Perbandingan pemeriksaan darah pasien

Pemeriksaan 02/12/2018 03/12/2018 04/12/2018 05/12/2018


Hb 18,5 g/dL 14,5 g/dL 17,6 g/dL 13,3%

Ht 47,6% 37,1% 36,6% 35,4%


Trombosit 48.000/uL 52.000/uL 60.000/uL 124.000/uL

Pada tabel 12, terjadi trombositopenia pada pasien, saat anak datang nilai
trombosit anak yaitu 48.000/uL, nilai trombosit berangsur membaik tiap harinya.

45
Menurut literatur, trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme
supresi sumsum tulang, destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Penyebab
trombositopenia pada infeksi dengue adalah akibat terbentuknya kompleks virus
antibodi yang merangsang terjadinya agregasi trombosit. Agregat tersebut melewati
RES sehingga dihancurkan. Peningkatan destruksi trombosit di perifer juga
merupakan penyebab trombositopenia pada infeksi dengue.

Sedangkan pada nilai hematokrit, pada pasien terjadi kenaikan hematokrit,


kadar hematokrit yang normal akan ditemukan pada demam dengue. Sedangkan pada
DBD, akan didapatkan peningkatan nilai hematokrit sebesar ≥20% atau ≥20% setelah
mendapat terapi cairan. Pada tabel 3, dapat dilihat perbandingan nilai hematokrit pada
hari pertama dan kedua, jika dihitung terjadi penurunan kadar hematokrit ≥20%
setelah mendapat terapi cairan yaitu sebesar 28%.

(47,6 - 37,1)

37,1 X 100% = 28%

Menurut literatur, nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyatakan dalam


persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap. Nilai hematokrit akan meningkat
(hemokonsentrasi) karena peningkatan kadar sel darah atau penurunan kadar plasma
darah, misalnya pada kasus DBD. Berdasarkan kriteria laboratorium WHO, jumlah
trombosit yang rendah (trombositopenia) dan kebocoran plasma yang ditandai dengan
hemokosentrasi merupakan indikator penting untuk DBD.

Selain pemeriksaan darah lengkap, pada pemeriksaan infeksi dengue dapat


dilakukan pemeriksaan laboratorik meliputi serologis, Polymerase Chain Reaction
(PCR) dan kultur virus. Pemeriksaan serologis dapat mendeteksi antigen berupa NS1
atau antibodi seperti anti dengue IgA, IgM dan IgG menggunakan metode

46
imunokromatografi atau Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA).
Pemeriksaan penguatan infeksi virus dengue adalah dengan PCR dan kultus virus.
Saat ini pemeriksaan NS1 lebih sering digunakan karena NS1 lebih memiliki
sensitivitas yang tinggi dibandingkan kultur virus dan pemeriksaan PCR ataupun
antibodi IgM dan IgG antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100% sama tingginya
dengan standar emas kultur virus maupun PCR. Pada pasien, tidak dilakukan
pemeriksaan NS1 ataupun IgM dan IgG. Pemeriksaan NS1 tidak dilakukan karena
anak datang pada demam hari keempat, hal ini karena kadar Ag NS1 tinggi pada awal
sakit, tertinggi pada hasi sakit kedua, dan menurun menjelang dan bersamaan dengan
defervescence atau saat demam mulai hilang. Berikut adalah grafik positivitas Ag
NS1 berdasarkan hari sakit, Grafik 1.

Gambar 6. Grafik positivitas Ag NS1 berdasarkan hari sakit

Selain tidak dilakukannya pemeriksaan NS1, pada pasien juga tidak dilakukan
pemeriksaan serologis IgM dan IgG. Pemeriksaan serologis dapat ulai mendeteksi
antibodi mulai hari ke-3 emam dengan puncak deteksi hari ke-7 demam. Pada infeksi
pertama kali oleh virus dengue, antibodi IgM terdeteksi pada demam hari ke 3-5,
kadar IgM akan eningkat hingga hari ke-10, sedangkan IgG umumnya terdeteksi pada
titer rendah pada demam hari ke-7, meningkat perlahan setelahnya, kemudian serum
IgG masih terdeteksi setelah beberapa bulan. Berikut adalah pola peningkatan kadar
IgM dan IgG pada infeksi dengue, yang dapat dlihat pada gambar 7.

47
Gambar 7. Pola peningkatan kadar IgM dan IgG pada infeksi dengue

Bila anak datang pada demam hari ke-empat, akan lebih baik jika dilakukan
pemeriksaan serologis dengue yaitu pemeriksaan IgM dan IgG. Diharapkan terjadi
peningkatan pada kadar IgM, sehingga mampu menunjang diagnose demam dengue.
Pemeriksaan NS1 tidak diperlukan lagi karena kadar NS1 mulai menurun.

Ibu mengeluhkan bahwa di area perumahannya terjadi peningkatan angka


kejadian demam berdarah dengue. Menurut literatur, penularan infeksi virus dengue
terjadi melalui virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (Aedes
aegypti dan Aedes albopictus). Dari kedua nyamuk ini yang paling dominan sebagai
vector ialah A. aegypti. Setelah mengisap darah, nyamuk ini akan membawa virus
dari penderita dalam kelenjar ludahnya, sehingga virus dengue dapat mudah
ditularkan jika nyamuk tersebut mengisap darah orang lain. Sebelumnya virus telah
bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk selama 8-12 hari. Selain itu nyamuk Aedes
memiliki waktu hidup yang cukup panjang yaitu sekitar 15-65 hari sehingga
penularan masih bisa terjadi. Setelah virus masuk dalam tubuh pejamu, virus akan
memasuki periode inkubasi selama 3-14 hari. Selama itu virus akan bereplikasi di
dalam sel target yaitu sel dendritic dan belum menunjukkan serangan. Infeksi pada sel
target seperti sel dendritik, hepatosit dan sel endotel, mengakibatkan pembentukan

48
respon imun seluler dan humoral terhadap infeksi virus pertama dan berikutnya.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu,

1. Vektor: perkembangbiakan, kebiasaan menggigit, kepadatan dalam


lingkungan, jenis serotipe, transportasi dari satu tempat ke tempat lain.

2. Pejamu: terdapat penderita di lingkungan keluarga, paparan terhadap nyamuk,


status gizi, usia (> 12 tahun cenderung untuk DBD) dan jenis kelamin (perem-
puan lebih rentan dari pada laki-laki).

3. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien tinggal di area sungai dengan
kelembaban yang tinggi, ibu mengatakan lingkungan rumahnya memang cukup
sering dihinggapi nyamuk, ibu menuturkan bahwa orang tua pasien jarang melakukan
pemberantasan nyamuk secara berkala dengan pembersihan bak mandi atau tempat
penampungan air lainnya. Saat terjadinya demam dengue pada anak, saat itu sedang
terjadi peningkatan curah hujan, hal ini juga membuat banyak bak penampungan air
di rumah pasien dan lingkungan sekitarnya. Ibu pasien menuturkan bahwa beberapa
tetangga pasien sedang mengalami Demam Berdarah Dengue. Hal ini menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi virus dengue pada pasien.

Tatalaksana pada pasien saat di IGD

Tatalaksana yang diberikan di IGD berupa terapi cairan melalui intra venous
fluid drip Ringer Laktat, diberikan 25 tpm, lalu diberikan injeksi ranitidine 35 mg
secara intravena, serta diberikan obat secara oral yaitu Paracetamol sirup 2 ½ sendok
takar, zinc dan oralit.

a. Intra venous fluid drip Ringer Laktat dengan anjuran tetes 25 tetes per menit
diberikan dengan rumus perhitungan kebutuhan air dan elektrolit pada anak
>20kg, didapatkan 1500+ 260 ml/kgBB, sehingga pada pasien dibutuhkan
49
1.760 ml cairan per harinya, sehingga bila dimasukan dalam rumus
perhitungan (1760 / 72) didapatkan 25 tetes per menit.
Menurut WHO, pemberian terapi cairan untuk anak dengan DHF grade I
hanya mengunakan larutan isotonik yaitu larutan Ringer Laktat atau Asetat,
selain itu pemberian terapi cairan DHF tanpa syok dengan berat badan 33 kg
menggunakan 5 cc/kgbb/jam, sehingga pada kasus ini seharusnya anak
diberikan 53 tpm.16
b. Pemberian injeksi ranitidine yang termasuk golongan H2 histamine blocker
diberikan untuk menghambat sekresi asam lambung, diharapkan dapat
mengurangi nyeri perut pada anak, dengan dosis 1 mg/kgBB. Maka anak saat
itu diberikan 35 mg.
c. Pemberian obat per obal paracetamol sebagai antipiretik dengan dosis 2 ½
sendok takar. Hal ini disebabkan dalam 5 ml (sendok takar) paracetamol
mengandung 120 mg paracetamol, pada pasien dibutuhkan (33 x 10
mg/kgBB) 330 mg, sehingga digunakan 300 mg (2 1/2 sendok takar), untuk
mencukupi dosis yang dibutuhkan, pemberian obat paracetamol diberikan tiap
anak mengalami kenaikan suhu >37,5 C.
d. Pemberian zinc diberikan pada pasien 1x 20 mg atau 1 sendok takar.
Pemberian zinc 1 tablet (20 mg) karena anak berumur >6 bulan. Pemberian
zinc diakibatkan diare yang dialami oleh pasien. Pemberian zinc diharapkan
dapat memperpendek durasi diare, karena zinc mampu mempercepat
regenerasi dan meningkatkan fungsi vili usus, sehingga akan mempengaruhi
pembentukan enzim disakaridase yaitu laktase, sukrose, dan maltase, selain
itu zink juga mempengaruhi transport Na dan glukosa, dan meningkatkan
respon imun yang mengarah pada bersihan patogen dari usus sehingga zink
dapat mempengaruhi proses penyembuhan diare.
e. Terapi oralit sebagai cairan rehidrasi oral, hal ini sesuai dengan rencana terapi
B sebagai bagan untuk penanganan dehidrasi ringan/sedang. Bagan rencana

50
terapi B dapat dilihat di gambar 1. Pada kasus, oralit diberikan ad libitum atau
seturut keinginan pasien. Menurut teori, jika anak mengalami dehidrasi
ringan/sedang, anak mendapat terapi cairan 75 ml x 33 kg = 2475 ml pada 3
jam 1. Tetapi dengan pemberian ad libitum, disarankan untuk konsumsi oralit
setiap anak mengeluhkan BAB cair atau sampai diare berhenti.

Gambar 8. Rencana Terapi B16

51
BAB berdarah pada pasien

Selanjutnya anak dilakukan pemeriksaan lanjutan di bangsal anak, anak


mendapatkan perawatan selama 4 hari. Pada hari pertama dan hari kedua anak masih
mengeluhkan BAB cair, BAB cair pada hari pertama dikeluhkan sebanyak 5 kali,
pada hari kedua sebanyak 4 kali. Menurut ibu pasien, didapatkan warna tinja kuning
dengan tinja anak berlendir, pada tinja didapatkan darah, volume tiap BAB sekitar ½-
1 gelas air mineral, tinja berbau busuk, anak tidak mengeluhkan muntah, anak
mengeluhkan nyeri perut tiap mau bab, tidak ada keluhan tangisan keras karena nyeri
perut yang berlebih.

Dilakukan pemeriksaan feses rutin pada anak. Pada pemeriksaan makroskopis


didapatkan konsistensi encer, warna kuning tidak didapatkan darah, lender atau
parasit. Sedangkan pada pemeriksaan mikroskopis tinja didapatkan banyak leukosit
eritrosit 4-8 sel, tidak didapatkan telur cacing atau jamur, tetapi didapatkan amuba
berupa Entamoeba histolytica.

Menurut literatur, manifestasi klinis amebiasis atau diare yang disebabkan


Entamoeba hitolytica ialah nyeri abdomen, diare serta malaise. Pada tinja dapat
mengandung darah dan mucus disertai tenesmus. Hal ini sesuai dengan keluhan
pasien yaitu nyeri perut, diare lebih dari 3 kali dalam 3 hari, serta lemas. Selain itu
diagnosis amebiasis intestinal ditegakkan dengan terdapatnya trofozoit atau kista pada
sediaan tinja basah. Tinja harus diperiksa dalam 1jam pertama dan dalam suhu kamar
karena trofozoit setelah 1 jam akan lisis dan tidak dapat dikenali lagi, teknik
konsentrasi juga dapat digunakan dengan pulasan trikom untuk menemukan kista
amuba. Pada pemeriksaan tinja pasien hanya dilakukan pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis tinja, namun diagnosa amebiasis dapat ditegakkan sebagai dasar
diagnosis disentri yang ditegakkan pada saat perawatan di ruangan. 13

52
Menurut literatur disentri merupakan infeksi pada usus yang menyebabkan
diare yang disertai darah atau lendir. Terdapat berbagai penyebab disentri,
diantaranya Shigella, E.histolytica, E.coli, Campylobacter jejuni dan sebagainya.
Pada pasien disentri yang dialami disebabkan oleh E.histolytica/ Infeksi amoeba pada
amubiasis terjadi melalui kista parasit yang tertelan yang mengkontaminasi makanan
atau minuman. Sedangkan tertelannya bentuk tropozoit tidak menimbulkan infeksi
karena tidak tahan terhadap lingkungan asam dalam lambung. Setelah penelanan,
kista yang resisten terhadap asam lambung dan enzim pencernaan, masuk dan pecah
dalam usus halus membentuk delapan tropozoit yang bergerak aktif, merupakan
koloni dalam lumen usus besar dan dapat menimbulkan invasi pada mukosa. Anak
dapat terinfeksi amoeba tersebut dari riwayat minum terakhir anak yaitu es campur
yang dibeli oleh ibunya.12

Follow up pasien

Pada perawatan dibangsal, follow up hari 1 (3 Desember 2018) anak masih


mengeluhkan 4 kali BAB cair dengan konsistensi encer, berwarna kuning, disertai
lendir dan darah, anak mengeluhkan nyeri perut yang hilang timbul. Anak diagnosis
dengan Diare akut dd disentri dan DHF grade I. Demam Dengue berubah menjadi
Demam Berdarah Dengue grade I, anak mengeluhkan demam dengan suhu 37,7,
suhu turun dengan pemberian paracetamol. Anak tidak mengeluhkan nyeri kepala,
tidak ada tanda perdarahan spontan seperti bintik merah tanpa provokasi, mimisan,
gusi berdarah atau BAB hitam. Berdasarkan hasil laboratorium didapatkan Hb dan
eritrosit dalam rentang normal, leukositosis dengan nilai 12.780/uL, lalu didapatkan
trombositopenia nilai trombosit 52.000/uL dan kadar hematokrit 37,1%, tidak
didapatkan hemokonsentrasi pada pasien.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,


tidak didapatkan adanya tanda-tanda efusi pleura, tanda asites dan hemokonsentrasi
pada anak, sehingga anak cenderung mengalami Demam Berdarah Dengue hari ke-5.
53
Pada follow up hari ke 2 (4 Desember 2018) didapatkan keluhan BAB cair
sebanyak 3 kali dengan konsistensi lunak, berwarna kuning, disertai ampas dan darah,
anak masih mengeluhkan nyeri perut yang hilang timbul, nyeri perut lebih ringan dari
hari-hari sebelumnya. Anak tidak lagi mengeluhkan demam, tidak ada tanda-tanda
perdarahan spontan pada anak, tidak ada nyeri perut, dari pemeriksaan fisik tidak
didapatkan tanda-tanda dehidrasi dan tanda-tanda perdarahan spontan. Hasil
laboratorium sebagai evaluasi DHF hari ke 5 pada anak didapatkan Hb, eritrosit dan
leukosit dalam rentang normal. Didapatkan trombositopenia, tetapi kadar trombosit
sudah naik dari anak masuk RS dan perawatan hari pertama, nilai trombosit
60.000/uL, sedangkan nilai hematocrit 36,6%. Karena pada perawatan hari kedua
anak mengeluhkan BAB berdarah, dilakukan pemeriksaan feses lengkap pada anak.
Selain itu karena anak masih mengeluhkan BAB cair, diberikan terapi tambahan yaitu
antibiotik Cefotaxime dengan anjuran pakai 3x1 gr yang diberikan secara intravena.

Cefotaxime merupakan antibiotik dari golongan sefalosporin. Sefalosporin


merupakan antibiotik dengan spektrum luas yang dapat mematikan bakteri gram
positif dan gram negatif, diharapkan pemberian cefotaxime dapat menurunkan infeksi
diare pada anak. Pada kasus ini, diberikan antibiotik pada hari perawatan ke 2, hal ini
karena anak baru mengeluhkan diare berdarah pada hari kedua. Menurut teori, lima
lintas diare, pemberian antibiotik pada pasien diare harus diberikan secara selektif.
Antibiotik hanya diberikan ketika ada indikasi seperti diare berdarah atau diare akibat
kolera. Selain bahaya resistensi kuman, pemberian antibiotik yang tidak tepat dapat
membunuh flora normal yang justru dibutuhkan tubuh. Maka pemberian antibiotik
tepat diberikan pada perawatan hari kedua saat diare berdarah baru dikeluhkan. Pada
saat ini dilakukan pemeriksaan feses lengkap.

Pada follow up hari ke 3 (5 Desember 2018) didapatkan keluhan frekuensi


buang air besar didapatkan 2 kali, dengan konsistensi semi padat, masih didapatkan
darah serta lendir, nyeri perut dikeluhkan berkurang. Selain itu, sebagai evaluasi DHF

54
grade I hari ke-6 didapatkan anak bebas demam sejak perawatan hari pertama, tidak
ada tanda perdarahan spontan, nafsu makan anak lebih baik, anak konsumsi makanan
pokok 3 kali sehari dan memperbanyak minumnya. Menurut literatur, tanda pasien
masuk ke dalam fase penyembuhan adalah keadaan umum membaik, meningkatnya
nafsu makan, tanda vital stabil, Ht stabil dan menurun sampai 35%-40-% dan diuresis
cukup. Hasil laboratorium sebagai evaluasi DHF grade I hari ke 6 pada anak
didapatkan kadar trombosit 124.000/uL, hematokrit 35,4%. Berdasarkan literatur
penderita dapat dipulangkan apabila paling tidak dalam 24 jam tidak terdapat demam
tanpa antipiretik, kondisi klinis membaik, nafsu makan baik, nilai Ht stabil, tidak ada
sesak napas atau takipnea, dan jumlah trombosit >50.000/mm. Maka pada hari ke
enam anak dapat dipulangkan karena dari anamnesis didapatkan tidak ada demam
sejak 2 hari perawatan, nafsu makan baik, tidak ada sesak napas, serta didapatkan
kadar trombosit 124.000/uL 3
dan kadar hematokrit yang stabil sekitar 35%-37%.
Namun sebagai evaluasi BAB berdarah yang masih dikeluhkan pasien, maka pasien
tetap rawat inap.

Pada hari ketiga, hasil pemeriksaan feses lengkap pasien yaitu didapatkan
E.histolytica pada feses anak. Maka diagnosa pada perawatan hari ketiga berubah
menjadi DHF hari ke 5 dan Disentri. Dalam mengatasi masalah disentri, pasien
diberikan tatalaksana tambahan berupa antibiotik Metronidazole dalam bentuk sirup
dengan anjuran pakai 3x II sendok takar. Menurut literature, pilihan antibiotic untuk
disentri yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica ialah Metronidazole dengan
dosis 10 mg/kgBB tiga kali per hari selama 5 hari. Sehingga anak dengan berat badan
33 kg, dibutuhkan 330 mg, dengan pemberian 2 sendok takar, anak mendapatkan 250
mg metronidazole tiap minum.

Pada follow up hari ke 4 (6 Desember 2018) keluhan demam disangkal, tanda-


tanda perdarahan spontan disangkal, tidak dikeluhkan nyeri perut, pada hari ke-empat
anak tidak lagi mengeluhkan BAB. Maka dengan gejala klinis dan hasil pemeriksaan

55
hasil laboratorium terakhir yang menunjukkan perbaikan, pasien diperbolehkan rawat
jalan dan diwajibkan control kembali ke poliklinik anak untuk monitoring keluhan
disentri dan DHF pada pasien. Pasien diberikan pengobatan untuk rawat jalan berupa
Zinc 1x 20 mg yang diteruskan hingga hari ke-10 dan melanjutkan Metronidazole
sirup yang telah diberikan dengan aturan pakai yang sama yaitu 3x II sendok takar.

Prognosis pada pasien

Berdasarkan uraian diatas, prognosis pasien an. MR adalah

1. Disentri. Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit serta pengobatan


dini. Pada umunnya prognosis amebiasis baik terutama pada kasus tanpa
komplikasi seperti pada pasien. Secara ad vitam, prognosisnya ad bonam, ad
functionamnya bonam dan ad sanationam ad bonam.
2. Dengue Hemorragic Fever Grade I : Prognosis DHF ditentukan oleh derajat
penyakit, dan cepat tidaknya penanganan diberikan, umur. Prognosis DBD
untuk anak baik karena anak sudah melewati masa kritis, tidak ditemukan
keluhan pada anak maupun ditemukannya organomegali serta pemeriksaan
hasil lab yang sudah menunjukkan perbaikan, trombosit >100.000/uL dan
hematokrit yang stabil. Secara ad vitam, prognosisnya ad bonam, ad
functionamnya bonam dan ad sanationam ad bonam.

Tindak lanjut pada pasien

Tindak lanjut pada pasien ialah edukasi orang tua pasien dan pasien untuk patuh
terhadap pengobatan yang diberikan untuk rawat jalan, terlebih untuk pengobatan
Zinc dan antibiotik serta kontrol ke poli anak. Selain itu dilakukan edukasi kepada
orangtua, yaitu menganjurkan higiene dan sanitasi yang baik untuk pencegahan
terhadap diare, serta melakukan pencegahan terhadap penyakit demam berdarah
56
dengan memelihara lingkungan tetap bersih dan cukup sinar matahari serta lakukan
pemberantasan sarang nyamuk.

BAB V
PENUTUP
57
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien
An. MR (11 tahun) didiagnosa menderita Disentri dan Dengue Hemorragic Fever
grade I serta dehidrasi ringan/sedang yang teratasi. Dasar diagnosis untuk disentri
ialah keluhan tenesmus, BAB cair lebih dari 5 kali dengan tinja disertai lendir dan
darah, pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan feses rutin ditemukan E.
histolytica pada feses anak. Dasar diagnosa DHF grade I ialah ditemukannya demam
mendadak tinggi dalam 2-7 hari, uji bendung positif serta trombositopenia dengan
kadar trombosit awal 43.000/uL serta ditemukan adanya penurunan hematokrit
sebesar 28% setelah pemberian cairan yang membuktikan adanya hemokonsentrasi.
Serta dehidrasi ringan/sedang dari tampakan pasien yang gelisah saat serta keinginan
anak untuk makan dan minum.

Tatalaksana pada pasien adalah pemberian terapi cairan yang berupa cairan
intravena dan cairan per oral dengan pemberian oralit untuk mengganti cairan tubuh
yang hilang akibat diare dan kebocoran plasma pada DHF. Pemberian antibiotik yaitu
Metronidazole untuk mengatasi infeksi E.histolytica, pemberian Zinc juga diberikan
untuk menangani diare akut. Selain itu pemberian terapi simptomatik yaitu
Paracetamol setiap anak demam. Berdasarkan uraian diatas, prognosis pasien An. MR
adalah bergantung pada penatalaksanaan secara dini DHF dan Disentri yang dialami
anak, prognosis untuk kasus ini yaitu dubia ad bonam. Diperlukan edukasi untuk
memperbaiki pola sanitasi lingkungan serta saat pemberian makanan atau minuman
kepada anak, serta memelihara lingkungan dengan baik dan pemberantasan sarang
nyamuk.

DAFTAR PUSTAKA

58
1. Noer MS. Hematuria. Buku ajar nefrologi anak, edisi ke-2, Jakarta, Balai
Penerbit FKUI, 2002. h. 114-121
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Ed II. Jakarta : Penerbit IDAI. 2011
3. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol.3. Jakarta: EGC, 2006
4. Nafianti S, Sinuhaji AB. Resisten Trimetoprim – Sulfametoksazol terhadap
Shigellosis. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005: 39-44
5. Dr. Mulya Rahma K. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue. Divisi
infeksi dan pediatri tropik. RSUPN Cipto mangkusumo, FKUI.2012.
6. Pemberian Indikasi Adona. Sumber dari
http://medicastore.com/obat/69/ADONA_AC17_AMPUL_50_MG10_ML.ht
ml . Diakses pada tanggal 10 agustus 2017.
7. Rampengan H N, Mulya R K dan Sri R H. Ensefalopati Dengue pada Anak.
FK UNSRAT/RSUP Prof. R.D. kandou, Manado. Sari Pediatri, Vol. 12, No.
6, April 2011.
8. Rennya M, Utama S et all.Kelainan hematologi pada penyakit DHF. Volume
10 Nomor 3 September 2009.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Anak.
Jilid 1. 2009
10. Nafianti S, Sinuhaji AB. Resisten Trimetoprim – Sulfametoksazol terhadap
Shigellosis. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005: 39-44
11. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson:Textbook of Pediatrics. 18 th
edition. 2007
12. Gupta P, Menon PSN, Ramji S, Lodha R. PG Textbook of Pediatrics.
Infections and Systemic Disorders. Volume 2. 2015
13. Kenneth DS. Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi.
2011.

59
14. American Academy of Pediatrics. Report of the Committee on Infectious
Disease: Red Book. 29th edition. 2012
15. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi
Anak. Jilid 1. 2009
16. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2005.

LAMPIRAN 1. Follow-up Harian

60
a. Follow-up hari ke-1

2 Desember 2018
S  Nyeri perut
 4 kali BAB cair dengan konsistensi encer, warna kuning, lendir, darah (-)
 Demam (+)
 Nyeri perut (+),terasa BAB belum selesai
 Perdarahan spontan (-)
O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik
TD : 110/70 mmHg Thorax :
N : 79x/menit, kuat Simetris (+), Retraksi (-), Suara napas vesikuler
angkat, reguler (+)
RR : 20x/menit Abdomen datar, bising usus 8-10x/menit
S : 37,7oC Fimosis (-)
Ptekie (-), Ekimosis (-), Rumple leed test (+)

Pemeriksaan Penunjang
Hb 18,5 g/dl
Hb 47,6%
Plt 48.000/uL
WBC 14.160/uL
RBC 6.340.000/uL
A  Diare akut
 Dengue Haemorrhagic Fever Grade I H4
P  Tingkatkan intake cairan  IVFD Ringer laktat 25 tpm
 Inj. Ranitidine 35 mg IV
 PO : Paracetamol 2 ½ sendok takar
 PO: Zinc 1x 1 sendok takar
 PO: Oralit ad libitum

b. Follow-up hari ke-2

3 Desember 2018
S  Nyeri perut
 3 kali BAB cair bercampur darah, dengan konsistensi encer
 Demam (-)
 Nyeri perut (+), terasa BAB belum selesai
 Perdarahan spontan (-)

61
O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik
TD : 120/80 mmHg Thorax :
N : 88x/menit, kuat Simetris (+), Retraksi (-), Suara napas vesikuler
angkat, reguler (+)
RR : 20x/menit Ptekie (-), Ekimosis (-)
S : 37,0oC
Pemeriksaan Penunjang
Hb 14,5 g/dl
Hb 37,1%
Plt 52.000/uL
WBC 14.160/uL
RBC 4.950.000/uL
A  Diare akut dd Disentri
 Dengue Haemorrhagic Fever Grade I H5
P  Tingkatkan intake cairan  IVFD Ringer laktat 25 tpm
 Inj. Ranitidine 35 mg IV
 Inj. Cefotaxime 3x1 gr IV
 PO : Paracetamol 2 ½ sendok takar
 PO: Zinc 1x 1 sendok takar
 PO: Oralit ad libitum

c. Follow-up hari ke-3

4 Desember 2018
S  Nyeri perut
 3 kali BAB cair bercampur darah, dengan konsistensi encer
 Demam (-)
 Nyeri perut (-)
 Perdarahan spontan (-)
O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik
TD; 120/80 mmHg Thorax :
N 82x/menit, kuat, Simetris (+), Retraksi (-), Suara napas vesikuler (+)
reguler Ptekie (-), Ekimosis (-)
RR : 20x/menit
S : 36,5oC
Pemeriksaan Penunjang
Hb 17,6 g/dl
Hb 36,6%
Plt 124.000/uL
WBC 8.260/uL
62
RBC 4.480.000/uL
FL : E. histolytica (+)
A  Disentri Amuba
 Dengue Haemorrhagic Fever Grade 1 H6
P  Tingkatkan intake cairan  IVFD Ringer laktat 25 tpm
 Inj. Ranitidine 35 mg IV
 Inj. Cefotaxime 3x1 gr IV
 PO : Paracetamol 2 ½ sendok takar
 PO: Zinc 1x 1 sendok takar
 PO: Metronidazole sirup 3xII CTH
 PO: Oralit ad libitum

d. Follow-up hari ke-4

5 Desember 2018
S  Keluhan (-)

O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik


TD : 120/80 mmHg Thorax :
N : 82x/menit, Simetris (+), Retraksi (-), Suara napas vesikuler (+)
kuat angkat, Ptekie (-), Ekimosis (-)
reguler
RR : 20x/menit
S : 36,8oC
A  Disentri Amuba
 Dengue Haemorrhagic Fever Grade 1 H7
P  Pasien diperbolehkan pulang  IVFD Ringer laktat 25 tpm
dengan pesan untuk kontrol  Inj. Ranitidine 35 mg IV
ke poli setelah 5 hari sejak  Inj. Cefotaxime 3x1 gr IV
dipulangkan.  PO : Paracetamol 2 ½ sendok takar
 PO: Zinc 1x 1 sendok takar
 PO: Metronidazole sirup 3xII CTH
 PO: Oralit ad libitum

63
LAMPIRAN

Pertanyaan oleh Dokter Muda

1. Apakah pada kasus ini diberikan vaksinasi ?


Saran pemberian pada kasus ini diberikan vaksin Dengue. Vaksin Dengue
diberikan untuk menurunkan risiko manifestasi klinis yang berat dari infeksi virus
Dengue. Pada kasus, anak telah mengalami infeksi virus Dengue, maka saran
pemberian vaksin Dengue diberikan untuk mengurangi manifestasi yang buruk
jika terjadi infeksi virus Dengue berulang pada anak.
Vaksin Dengue dapat diberikan dengan hasil efikasi terbaik pada anak usia 9-16
tahun, sedangkan apabila diberikan di bawah usia 9 tahun akan meningkatkan
risiko untuk dirawat karena infeksi dengue dan meningkatkan risiko mendapatkan
dengue yang berat, khususnya pada anak dengan kelompok usia 2-5 tahun.
Infeksi virus dengue disebabkan oleh virus Dengue yang memiliki 4 serotipe
berbeda yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus ini ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Indonesia merupakan negara hiperendemik
Dengue, maka disarakankan dilakukan pemberian vaksin Dengue pada pasien ini.
Namun vaksin Dengue belum masuk dalam program imunisasi nasional, vaksin
ini belum terdapat di Puskesmas. Saat ini, vaksin ini hanya terdapat di rumah sakit
atau praktek dokter anak swasta. Harga vaksin ini cukup mahal yaitu sekitar 1 juta
rupiah setiap satu kali pemberian vaksin, maka pada kasus ini, pasien memiliki
latar belakang keluarga dengan ekonomi menengah kebawah, jika ditinjau dari
status ekonomi, keadaan ekonomi pasien kurang mendukung untuk dilakukannya
vaksin dengue.
Sumber : Prayitno, Ari. Artikel Sekilas Tentang Vaksin Dengue. IDAI. 2017.
Diakses 10 Februari 2019, Available on
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/sekilas-tentang-vaksin-dengue.

64
2. Indikasi pulang pada pasien ?
Indikasi pulang pada pasien dengan DHF grade I yaitu,

Teori Kasus
24 jam bebas demam tanpa antipiretik 48 jam bebas demam tanpa antipiretik
Intake makan dan cairan membaik Nafsu makan anak sudah membaik, anak
sudah makan minum dengan baik
Perbaikan klinis Terjadi perbaikan klinis, pada hari
perawatan pertama anak masih tampak
lemas, pada perawatan kelima anak sudah
menunjukkan perbaikan klinis
Tidak ada distress pernafasan, efusi pleura Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
atau asites a) Laju pernafasan = 20 kali/menit, tidak
ada takipnea.
b) Pemeriksaan thorax tidak
menunjukkan adanya nafas cepat,
asimetris, penurunan suara nafas dasar
maupun perubahan suara perkusi pada
pemeriksaan thorax, maka anak tidak
mengalami efusi pleura.
c) Pemeriksaan abdomen tidak
ditemukan adanya asites pada
pemeriksaan knee chest position dan
shifting dullness.
Kadar trombosit > 50.000/mm 3
Pada perawatan hari ke-4, atau pada DHF
Kadar hematokrit stabil hari ke 7 ditemukan nilai trombosit yaitu
124.000/uL
Serta nilai hematokrit pada saat perawatan
hari ke-2, ke-3, dank ke-4 berkisar 35-37%.

65
Maka pasien dengan DHF grade 1 sudah memenuhi standar indikasi pulang.
Selain anak mengalami DHF grade I, anak mengalami Disentri. Pada perawatan hari
ke-4, pasien sudah tidak mengeluhkan BAB cair atau BAB dengan tinja bercampur
darah, nyeri perut sudah tidak dikeluhkan oleh pasien. Selain itu tidak ditemukan
tanda dehidrasi pada pasien, keadaan pasien sadar penuh dengan tidak ditemukannya
mata cowong dan turgor kulit yang menurun, keluhan anak yang kehausan atau tidak
ingin makan dan minum pun disangkal oleh ibu pasien.
Sehingga dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada anak dengan Disentri
dan DHF grade I hari ke-7 pada hari perawatan ke-4 dapat melakukan rawat jalan.

3. Mengapa pada pasien diberikan oralit?


Pemberian oralit diberikan untuk rehidrasi cairan. Saat di IGD anak didiagnosa
dengan Dehidrasi Ringan/Sedang karena pada saat di IGD anak datang dengan
keluhan ingin minum terus menerus serta ibu mengeluhkan anak yang gelisah.
Pemberian terapi untuk dehidrasi ringan sedang menurut tatalaksana WHO yaitu
dengan terapi B dengan pemberian terapi cairan rehidrasi oral. Bagan rencana
terapi B dapat dilihat di gambar 8.

Pertanyaan oleh Penguji


66
dr. Ni Made Yuliari A, Sp.A

1. Bagaimana mencurigai demam karena infeksi bakteri atau virus?


Pada kasus ini terjadi infeksi oleh bakteri dan virus, untuk membedakan keduanya
dapat dilihat pada onset gejala. Pada kasus ini terjadi infeksi oleh bakteri dan
virus. Pada kasus ini anak datang saat demam telah memasuki hari ke-4,
sedangkan BAB cair baru terjadi saat anak datang ke IGD. Sehingga dari onset
awal penyakit dapat dilihat bahwa anak mengalami infeksi virus terlebih dahulu.

2. Untuk apa imunisasi dengue serta edukasi yang perlu ditekankan ?


Imunisasi Dengue untuk mencegah manifestasi yang lebih buruk jika terjadi
infeksi virus dengue selanjutnya. Infeksi virus Dengue terdiri dari DEN-1, DEN-
2, DEN-3, dan DEN-4, dimana saat anak terjadi DHF pada kasus ini, penulis
tidak mengetahui serotipe pasti virus Dengue yang menyerang, untuk mengetahui
serotipe pasti, perlu dilakukan uji PCR.
Jika meninjau bahwa pasien berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi
menengah kebawah, vaksin Dengue merupakan vaksin yang dibayar oleh pasien
sendiri dengan harga yang cukup mahal, sehingga saran yang diberikan kepada
pasien yang lebih baik ialah 3M Plus, 3M Plus yang dimaksud yaitu menguras
bak mandi atau tempat penampungan air lainnya, menutup rapat tempat
penampungan air serta mengubur barang-barang bekas sebagai tempat
penampungan air, Plus antara lain :
1. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan;
2. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk;
3. Menggunakan kelambu saat tidur;
4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk;
6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah;
67
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa
menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.

Pertanyaan oleh dr. Enny Karyani, Sp.A

1. Apa dasar diagnosa disentri ?


Dasar diagnosa disentri didapatkan dari :
a. Anamnesis
Didapatkan anak mengeluhkan diare dengan tinja bercampur darah, warna
tinja dikeluhkan berwarna kuning kemerahan, BAB dikeluhkan 5 kali,
dengan volume 1/2-1 gelas air mineral tiap buang air, konsistensi tinja
dikeluhkan lunak berair. Selain itu didaptkan anak mengeluhkan nyeri perut
yang hilang timbul, nyeri seperti diremas, anak mengeluhkan rasa buang air
yang belum tuntas.
b. Pemeriksaan fisik
Didapatkan nyeri tekan bagian abdomen.
c. Pemeriksaan penunjang
Telah dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan feses lengkap,
didapatkan bahwa terdapat E .histolytica pada feses anak serta didapatkan
banyak leukosit dan eritrosit pada feses. Hasil pemeriksaan feses dapat
dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Hasil pemeriksaan feses

Jenis Hasil Satuan


68
Serat makanan (+)/ pos Lp 40x
Kristal -/neg Lp 40x
Lemak -/neg Lp 40x
Leukosit Banyak sel Lp 40x
Eritrosit 4-8 sel Lp 40x
Telur cacing -/neg Lp 40x
Amuba E. histolytica (+)/pos Lp 40x
Jamur -neg

2. Apa pilihan antibiotik untuk disentri?


Disentri terbagi menjadi disentri basiler dan disentri amuba, tatalaksana disentri
dapat dilihat pada tabel 14,
Tabel 14. Antibiotik pada disentri

Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif

Shigella Ciprofloxacin Pivmecillinam


15mg/kgBB 20mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100mg/kgBB
Entamoeba histolytica Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus berat)

Namun pemberian Ciprofloxacin untuk anak tidak disarankan karena efek


sampingnya terhadap pertumbuhan tulang.12 Untuk alternatif lain dapat diberikan
Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB, diberikan 1x sehari selama 2-5 hari dan
Pivmecillinam 20 mg/kgBB, diberikan 4x sehari selama 5 hari.
Sumber :

69
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Anak.
Jilid 1. 2009

3. Pemilihan Ringer Laktat dalam kasus? Bagaimana rumus tetesan pada


kasus?
Menurut WHO, pemberian terapi cairan untuk anak dengan DHF grade I hanya
mengunakan larutan isotonik yaitu larutan Ringer Laktat atau Asetat, selain itu
pemberian terapi cairan DHF tanpa syok dengan berat badan 33 kg menggunakan
5 cc/kgbb/jam. Pemilihan Ringer Laktat karena cairan isotonik ini mampu
mengembalikan cairan intravascular yang mengalami kebocoran plasma akibat
infeksi dengue. Pemberian terapi cairan DHF tanpa syok yang dianjurkan dengan
berat badan 33 kg menggunakan 5 cc/kgbb/jam.
Tatalaksana pada pasien telah diberikan Intra venous fluid drip Ringer Laktat
dengan anjuran tetes 25 tetes per menit. Tetesan cairan infus pada kasus diberikan
dengan rumus perhitungan kebutuhan air dan elektrolit pada anak >20kg,
didapatkan 1500+ 260 ml/kgBB, lalu jika dimasukan dalam rumus dan
didapatkan:
1.760 x 20 = 25 tpm
24 x 60
Sehingga pada pasien diberikan terapi larutan isotonik Ringer Laktat dengan 25
tetes per menit.

Sumber :

1. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2005.

70
4. Apakah pada pasien didapatkan tanda-tanda dehidrasi ? Apakah perbedaan
syok dan dehidrasi ?

Pada saat anak datang ke IGD, didapatkan anak gelisah dan merasa kehausan, saat
di IGD anak didiagnosa dengan dehidrasi ringan sedang. Namun saat pemeriksaan
di ruangan, tidak didapatkan adanya tanda dehidrasi. Tanda dehidrasi seperti pada
tabel 15.
Tabel 15. Tanda-tanda dehidrasi

Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala


Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih dari tanda dibawah ini :
a. Letargi atau tidak sadar
b. Mata cekung
c. Tidak bisa minum atau malas minum
d. Cubitan kulit perut kembali sangat lambat (>2
detik)
Dehidrasi Ringan/Sedang Terdapat dua atau lebih tanda di bawah ini :
b. Rewel, gelisah
c. Mata cekung
d. Minum dengan lahap, haus
e. Cubitan kulit kembali lambat
Tanpa Dehidrasi Tidak didapatkan cukup tanda untuk
diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan atau
berat

Sedangkan syok merupakan salah satu kondisi gawat darurat yang terjadi akibat
kegagalan sirkulasi.

71
Tabel 16. Perbedaan syok dan dehidrasi

Syok Dehidrasi

Definisi Kegagalan sirkulasi Gangguan keseimbangan cairan


pada tubuh
a. Syok hipovolemik a. Tanpa dehidrasi
Klasifikasi
b. Syok kardiogenik b. Dehidrasi ringan/sedang

c. Syok septik c. Dehidrasi berat

d. Syok neurogenik

e. Syok anafilaksis

Etiologi Dapat diakibatkan oleh Hilangnya cairan dalam tubuh


kehilangan cairan (hipovolemik), yang tidak seimbang dengan
kegagalan pompa, perubahan masukannya
resistensi vaskular perifer, infeksi
Ditinjau dari,
Tanda dan Gelisah, penurunan kesadaran,
gejala anak tampak pucat, terjadi a. Ada tidaknya anak
hipotensi (tekanan darah sistolik gelisah atau penurunan
<90 mmHg), takikardia (detak kesadaran
jantung >100 x/menint) takipnea, b. Ada tidaknya mata
oliguria, akral dingin, dapat cowong
dianosis, dapat disertai asidosis
respiratorik. c. Ada tidaknya turgor kulit
yang melambat

72
Ada tidaknya rasa haus
berlebih atau anak yang tidak
ingin makan atau minum
1. Primary survey
Tatalaksana Sesuai bagan WHO
2. Sesuai klasifikasi syok

Sumber :

1. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2005.


2. Parede, Sudung dkk. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan LXII: Tata Laksana
Berbagai Keadan Gawat Darurat pada Anak. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 2013.

5.Penjelasan mengenai terapi nonmedikamentosa tirah baring pada kasus ?

Pada Dengue Hemorragic Fever, terapi dirumah untuk pasien meliputi edukasi
untuk istirahat atau tirah baring dan asupan cairan oral yang cukup, serta pemberian
parasetamol. Tirah baring dimaksudkan untuk menghindari risikoterjadinya
komplikasi syok atau perdararahan karena berhubungan dengan trombositopenia.

Sumber :

Setiyaningrum. Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Penyakit Demam Berdarah Dengue


(DBD) Pada Pasien Anak di Instalasi Rawat Inap RS. Roemani Muhammadiyah
Semarang. Semarang: 2009.

dr. Arieta Rachmawati Kawengian, Sp. A


73
1. Perbedaan nyamuk penyebab infeksi dengue dan malaria ?

Infeksi virus dengue disebabkan oleh nyamuk A.aegypti, sedangkan malaria


disebabkan oleh nyamuk Anopheles, gambaran perbandingan keduanya dapat dilihat
pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9. Nyamuk Aedes Aegypti (sumber: www.thedowneypartriot.com )

Gambar 10. Nyamuk Anopheles (sumber: https://www.cdc.gov/malaria/about/biology )

Perbedaan antara nyamuk A. aegypti dan Anopheles adalah sebagai berikut,


dapat dilihat pada tabel 16,

74
Tabel 17. Perbedaan nyamuk Aedes aegypti dan Anopheles

Aedes aegypti Anopheles


a. A. aegypti dewasa berukuran d. Memiliki kaki panjang
Morfologi
lebih kecil jika dibandingkan
e. Proboscis yang panjang
dengan rata-rata nyamuk
dengan sisik pada bagian
lainnya, nyamuk berwarna
tepi dan vena sayapnya
hitam dengan bintik-bintik
putih pada bagian badan dan
f. Memiliki sepasang antena
kaki
berbentuk filiform yang
panjang
b. Tidak memiliki bentuk
filiform pada antena
g. Pada bagian sayap
membentuk gambaran
c. Lebih kecil dari Anopheles
belang-belang hitam putih

Habitat Air bersih, dapat ditemukan Air tawar dan air payau, dapat
seperti di bak mandi dan drum ditemukan seperti di got dan
tempat penampungan air tanaman air.

Waktu aktif Siang hingga sore hari Malam hari, puncak pertama
75
aktivitas sebelum tengah malam

Sumber :

1. Sugiarto, dkk. Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp. Di Desa Sungai


Nyamuk, Daerah Endemik Malaria di Kabupaten Nunukan, Kalimantan
Utara. Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor: 2016.
2. Devia, Eka. Perbedaan keberadaan Jentik Aedes aegypti Berdasarkan
Karakteristik Kontainer di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue. Jurusan
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Negeri Semarang. Semarang: 2013.

2.Bagaimana dosis dan berapa lama penggunaan antibitoik Metronidazole?

a. Dosis metronidazole yaitu 10 mg/kgBB, sehingga pada kasus diberikan 330


mg. Setiap 1 takar sendok mengandung 125 mg, sehingga jika diberikan untuk
kebutuhan 330 mg, diberikan anjuran penggunaan 2 sendok takar.
b. Waktu pemberian yaitu 3 kali pemberian dalam waktu 5 hari. Jika telah terjadi
infeksi berat, dapat diberikan selama 10 hari pemberian.

Sumber :

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Anak.


Jilid 1. 2009

3. Bagaimana prognosis DHF dan Disentri yang tergantung pada usia, derajat
dan tatalaksana ?

a. Usia

76
Semakin muda, anak akan memiliki prognosis yang kurang baik. Angka
mortalitas tinggi pada bayi. Angka kejadian Demam Berdarah Dengue lebih
banyak ditemukan pada anak, hal ini kemungkinan berkaitan dengan kebiasaan
nyamuk Aedes aegypti yang aktif menggigit pada siang hari dengan dua
puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00-12.00 dan 15.00-17.00, pada jam
tersebut anak bermain di luar rumah.

b. Derajat dan Penanganan Awal

Tingkat keparahan anak tergantung dari derajat Demam Berdarah Dengue,


sedangkan derajat sendiri tergantung dari penanganan dan diagnosis awal, jika
anak datang ke fasilitas kesehatan pada derajat III atau IV, akan berbeda
penanganannya dengan derajat tanpa syok. Pada Demam Berdarah Dengue
yang disertai syok akan muncul berbagai komplikasi, komplikasi tersering
yaitu Dengue Shock Syndrome dan Encephalopaty Dengue, perburukan klinis
tersebut akan semakin memperburuk prognosis akibat keterlibatan organ
lainnya serta penanganan yang dibutuhkan akan semakin kompleks. Terapi
cairan sangat dibutuhkan pada Demam Berdarah Dengue, perburukan dan
kenaikan derajat DHF mampu dicegah dengan pemberian terapi cairan sedini
mungkin.

Sumber :

1. Haryoto, Edi. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada Anak. FK


Universitas Lambung Mangkurat. Sari Pediatri. 2008.

77

Anda mungkin juga menyukai