Oleh :
ROSARIALA DYTA
FAA 114 039
Pembimbing :
dr. Rurin Dwi Septiana, Sp.A, M.Biomed
Disusun Oleh :
ROSARIALA DYTA
FAA 114 039
LAPORAN KASUS
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Laporan Kasus berjudul “Anak usia 11 tahun dengan Disentri
dan Dengue Hemorrhagic Fever Grade 1” ini dapat penulis selesaikan. Laporan
kasus ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik di
Bagian Kesehatan Anak Dan Remaja RSUD. dr. Doris Sylvanus, Fakultas
Kedokteran Universitas Palangka Raya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak
membantu untuk menyusun laporan kasus ini, khususnya kepada dr. Rurin Dwi
Septiana, Sp.A, M.Biomed selaku pembimbing dan juga kepada rekan-rekan dokter
muda.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai
masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah pengetahuan dan
pemahaman serta dapat meningkatkan pelayanan khususnya di Bagian Kesehatan
Anak Dan Remaja pada masa yang akan datang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul.........................................................................................................i
Lembar Pengesahan.................................................................................................ii
Kata Pengantar.........................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan.................................................................................................1
BAB 2 Laporan Kasus
2.1. Identitas................................................................................................3
2.2. Anamnesis............................................................................................3
2.3. Pemeriksaan Fisik...............................................................................10
2.4. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................15
2.5. Diagnosa...............................................................................................18
2.6. Penatalaksanaan..................................................................................19
2.7 Usulan Pemeriksaan............................................................................20
2.8 Prognosis...............................................................................................20
BAB 3 Tinjauan Pustaka.........................................................................................20
3.1. Disentri......................................................................................................20
3.1.1 Definisi................................................................................................21
3.1.2 Etiologi...............................................................................................21
3.1.3 Patofisiologi Disentri Amuba...........................................................22
3.1.4 Gejala Klinis......................................................................................23
3.1.3 Pengobatan........................................................................................23
3.2 Demam Berdarah Dengue........................................................................24
3.2.1 Definisi................................................................................................24
3.2.2 Manifestasi Klinis..............................................................................25
3.2.3 Tatalaksana........................................................................................26
BAB 4 PEMBAHASAN…………………………………………………………...28
BAB 5 KESIMPULAN…………………………………………………………....48
3
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..49
LAMPIRAN………………………………………………………………………51
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR TABEL
6
BAB I
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu bentuk klinis dari
penyakit akibat infeksi dari virus dengue pada manusia sedangkan manifestasi klinis
dan infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan demam berdarah dengue. 1
Dengue adalah penyakit daerah tropis yang dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti, nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. DBD
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Artropod Borne Virus
(Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae,
dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi
virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke – 18.2
Infeksi virus dengue masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Di Indonesia DBD telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi
peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari
2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun
2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus
DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya
58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.1
Diare menurut World Health Organization (WHO) sebagai kejadian buang air
besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi 3 kali atau lebih
selama 1 hari atau lebih dengan atau tanpa darah. Definisi ini lebih menekankan pada
konsistensi tinja daripada frekuensinya.3 Diare berdarah adalah masalah umum pada
anak-anak. Sangat penting untuk membedakan diare berdarah dari penyebab lain
perdarahan usus. Infeksi bakteri dan infeksi parasit yang bertanggung jawab untuk
sebagian besar kasus diare berdarah.2
7
Disentri merupakan tipe diare yang seringkali menyebabkan kematian
dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain.2 Akibat dari disentri adalah penurunan
berat badan, anoreksia dan kerusakan usus karena bakteri invasif. Beberapa
komplikasi lain juga dapat terjadi. Bakteri yang menyebabkan disentri yang paling
sering adalah Shigella, terutama S. Flexneri dan S. Dysenteriae tipe 1. Penyebab
lainnya adalah Campylobacter jejuni, terutama pada bayi, dan yang lebih jarang
adalah Salmonella. Enteroinvasif Escherichia coli bersama dengan Shigella dan dapat
menyebabkan disentri yang berat, kemudian Entamoeba histolytica dapat
menyebabkan disentri pada anak anak usia lebih dari 5 tahun dan orang yang dewasa
namun jarang dijumpai pada anak di bawah 5 tahun.4
8
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
1. Identitas penderita :
Nama penderita : An. MR
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Palangka Raya, 15 Februari 2007
Umur/BB : 11 tahun / 33 kg
2. Identitas orang tua/wali :
Ayah : Nama : Tn. A
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Flamboyan bawah, Palangka Raya
Ibu : Nama : Ny. V
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Flamboyan bawah, Palangka Raya
II. ANAMNESIS
Kiriman dari : IGD
Dengan diagnosa : Diare akut dan Dengue Fever H3
Aloanamnesa dengan : Orangtua pasien (Ayah dan Ibu pasien)
Tanggal/jam : 2 Desember 2018 / 22.00
Tanggal pemeriksaan : 3 Desember 2018 / 07.00 WIB
1. Keluhan utama : BAB cair
2. Riwayat penyakit sekarang :
Anak datang diantar ibu dengan keluhan BAB cair 6 kali sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). BAB cair dikeluhkan tiba-tiba setelah
9
anak mengonsumsi es campur yang dibeli oleh ibunya, minuman ini juga
diminum oleh kakak dan ibu pasien. BAB cair dikeluhkan sebanyak ½ gelas
air mineral, feses berwarna kuning, konsistensi cair, feses berbau busuk,
terdapat lendir pada feses, namun feses tidak bercampur darah, tidak ada
ampas. Tidak ada BAB dengan feses seperti cucian beras. Setiap kali anak
ingin BAB, anak mengeluhkan mulas dan nyeri perut. mulas dirasakan pada
awal onset BAB cair, mulas dikeluhkan terus menerus hingga membuat
anak mengeluhkan nyeri perut yang bersifat kolik, nyeri yang bersifat kolik
dikeluhkan hilang timbul, terlebih saat anak ingin BAB. Selain nyeri perut,
didapatkan anak mengeluhkan mual, mual dikeluhkan hilang timbul sejak
awal keluhan nyeri perut datang, mual dikeluhkan menetap walaupun anak
mencoba untuk konsumsi makanan dan minuman, keluhan muntah
disangkal. Setelah BAB cair sebanyak 6 kali, anak dikeluhkan lemas,
hingga membuat anak hanya memilih berbaring di tempat tidur. Anak masih
makan dan minum dengan baik sesuai dengan porsi makan anak biasanya.
Anak tidak mengeluhkan adanya muntah.
Pada perawatan hari kedua, ibu mengeluhkan anak masih
mengeluarkan BAB cair sebanyak 3 kali dengan konsistensi lunak,
berwarna kuning, namun pda kali ini BAB disertai darah. Anak masih
mengeluhkan nyeri perut, nyeri perut dikeluhkan seperti rasa buang air
besar yang belum tuntas. Keluhan mual dan muntah disangkal, nafsu makan
anak seperti biasa, tidak ada rasa kehausan atau perasaan lemas.
Ibu mengeluhkan anak memiliki riwayat demam, demam berawal
sejak 4 hari yang lalu, anak mengeluhkan demam tinggi tiba-tiba dengan
suhu 38,8 C. Demam dikeluhkan terus menerus tinggi sampai hari ketiga.
Ibu terus mengukur suhu anak, demam hari pertama 39,0 C, demam hari
kedua 38,7 C, demam hari ketiga 38,5 C, pada hari ke-empat didapatkan
suhu 37,6 C. Saat datang ke IGD, anak telah meminum Paracetamol oral 3
10
jam yang lalu dengan suhu 37,5. Ibu mengatakan suhu tubuh turun saat ibu
memberikan obat paracetamol 2 sendok takar dan kompres hangat tiap
anak demam dengan suhu diatas 37,5 C. Setelah pemberian obat
paracetamol demam dikeluhkan turun sekitar 4-6 jam setelah pemberian.
Ibu mengatakan tidak ada tanda-tanda perdarahan spontan seperti
mimisan, gusi berdarah, bintik merah pada kulit ataupun BAB hitam. Tidak
ada riwayat kejang selama demam berlangsung. Anak tidak mengeluhkan
mengiggil ataupun muntah selama demam. Tidak ada keluhan nyeri saat
berkemih, tidak ada keluhan nyeri pada telinga atau keluar cairan dari
telinga. Tidak ada keluhan ruam kemerahan pada kulit. Tidak ada rasa panas
atau nyeri pada sendi. Tidak ada nyeri menelan. Tidak ada batuk dan pilek.
Tidak ada kejang. Tidak ada nyeri berkemih. Riwayat berpergian keluar
daerah atau ke daerah wabah malaria disangkal. Ibu mengatakan bahwa
terjadi wabah demam berdarah dengue di lingkungan tempat tinggalnya.
Anak mengeluhkan nyeri kepala, nyeri kepala memberat dirasakan
anak pada hari pertama dan kedua onset demam. Nyeri kepala dikeluhkan
hilang timbul, nyeri memberat ketika anak melakukan aktivitas sedang
seperti bermain, nyeri semakin ringan dirasakan ketika anak mencoba untuk
berisitirahat, nyeri lebih banyak dikeluhkan di area belakang mata anak. Ibu
tidak memberikan obat apapun untuk meredakan nyeri kepala pada anak.
Saat masuk rumah sakit, ibu mengatakan BAK terakhir anak 30 menit
SMRS, urine berwarna kuning tua dengan volume sebanyak 100 ml. BAB
cair masih dikeluhkan 2 jam SMRS. Ibu tidak mengeluhkan adanya batuk
pilek ataupun sesak pada anak.
11
3. Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat Antenatal : Ibu rutin melakukan Antenatal Care ANC di
Puskesmas dan bidan setiap bulan. Paparan
terhadap pestisida, zat kimia dan radiasi
disangkal. Ibu juga tidak mengkonsumsi
alkohol dan rokok.
Riwayat Natal : Bayi segera menangis, bernapas spontan dan
bergerak aktif (tidak ada penyulit)
Spontan/tidak spontan : Bayi lahir spontan
Nilai APGAR : Ibu tidak tahu
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : Ibu tidak tahu
Lingkar kepala : Ibu tidak tahu
Penolong : Bidan
Tempat : Puskemas Kayon
Riwayat Neonatal : Anak tidak pernah dirawat selama masa
neonatal
4. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
o Pertumbuhan dan Perkembangan
Perkembaangan anak sejak lahir seperti tiarap, merangkak, duduk, berdiri
dan berjalan menurut ibu pasien sesuai dan sama dengan anak lain
seusianya. Namun, ibu pasien mengeluhkan anak yang belum mampu
berbicara hingga usia 4 tahun. Hingga usia 6 tahun ibu memeriksakan anak
ke dokter spesialis anak. Dilakukan pemeriksaan audiometri dan tanya
jawab, lalu didapatkan hasil anak tunarungu dengan kategori kurang dengar
(hard of hearing).
12
o Perkembangan saat ini
Anak saat ini sekolah di sekolah khusus SLB tingkat SD kelas 5, dapat
mengikuti kegiatan belajar-mengajar di sekolah dengan baik, dan dapat
bergaul baik dengan teman sebayanya
o Kesan
Riwayat pertumbuhan anak normal seusianya. Riwayat perkembangan anak
terganggu pada aspek bicara dan berbahasa.
5. Riwayat imunisasi :
Hb0 : sudah dilakukan saat pasien dilahirkan
BCG : dilakukan pada usia 1 bulan
Polio :
Polio 1 : usia 1 bulan
Polio 2 : usia 2 bulan
Polio 3 : usia 3 bulan
Polio 4 : usia 4 bulan
DPT/Hb1 : usia 2 bulan
DPT/HB2 : usia 3 bulan
DPT/HB3 : usia 4 bulan
Campak : usia 9 bulan
6. Makanan :
- 0 - 6 bulan : ASI eksklusif diberikan selama 6 bulan.
- 6 bulan – 8 bulan : anak diberikan susu formula yang diberikan ibu
sekitar 6-10 kali pemberian, bubur dan sup. Bubur terkadang
diberikan 3 kali dalam 1 mangkok namun terkadang tidak habis,
makan bubur tim 3x sehari dengan 1x pemberian makan sebanyak 1
mangkok kecil. Bubur dan sup dicampur ibu dengan hati ayam,
sayur ataupun telur.
13
- 9 bulan – 11 bulan : selain susu formula semau anak, anak makan
3x sehari dengan jumlah sekali makan yaitu 1 mangkok kecil. Anak
makan bubur dengan lauk yang bermacam-macam setiap harinya
seperti sayur, sop, ikan. Namun anak jarang mau bila diberikan
daging dan buah.
- 12 bulan – 5 tahun : anak makan 3x sehari dengan jumlah sekali
makan yaitu 1 piring. Anak makan nasi dengan lauk yang
bermacam-macam setiap harinya seperti sayur, hati ayam, telur, dan
ikan.
- 5 tahun – sekarang : anak tidak dibatasi makan. Makan pokok
diberikan 3 kali dengan porsi sedang yaitu menggunakan piring
dengan berbagai lauk. Jenis makanan yang diberikan nasi, ikan,
sayur. Terkadang anak mengonsumsi buah-buahan dan 1 porsi susu
per harinya. Saat sekolah, anak dibawakan bekal. Ibu mengaku
anak jarang membeli jajanan.
7. Riwayat penyakit keluarga : Di dalam keluarga tidak ada yang menderita
keluhan dan penyakit yang sama atau keganasan lainnya.
Skema keluarga:
Keterangan:
= laki-laki = pasien
= perempuan
14
Gambar 1. Skema Keluarga
Tabel 1. Susunan keluarga
No. Nama Umur L/P Jelaskan:
Sehat/Sakit (apa)/
meninggal (umur/sebab)
1. Tn. A 35 th L Sehat
2. Ny. Y 34 th P Sehat
3. An. F 14 th P Sehat
4. An. MR 11 th L Sakit saat ini
15
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Anak tampak lemas
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : E4M6V5
2. Tanda Vital:
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 79x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
- Frekuensi napas : 20x/menit, regular
- Temperatur : 37,50C
Berat badan : 33 kg
Panjang Badan : 145 cm
16
= 100% Normal = 94% Gizi baik
3. Kulit
a. Warna : sawo matang
b. Sianosis : (-)
c. Hemangiom : (-)
d. Turgor : cepat kembali (CRT <2”)
e. Kelembaban : (+)
f. Pucat : (-)
g. Ptekie. Purpura : (-)
h. Ruam kulit : (-)
4. Kepala
a. Bentuk : normocephal
b. UUB : sudah menutup
c. UUK : sudah menutup
d. Rambut:
i. Warna : hitam
ii. Tebal/tipis: tebal
iii. Distribusi: merata
iv. Alopesia: (-)
17
e. Mata:
i. Palpebra : tidak edema
ii. Alis, bulumata : merata
iii. Konjungtiva : anemis
iv. Sklera : tidak ikterik
v. Produksi air mata: cukup
vi. Pupil : isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya
(+/+)
vii. Kornea : jernih
viii. Mata cowong : (-)
f. Telinga:
i. Bentuk : kartilago keras, liang telinga (+)
ii. Sekret : (-)
iii. Serumen : (-)
iv. Nyeri : (-)
v. Membrana tympani : tidak hiperemis, tidak ada cairan
g. Mulut:
i. Bentuk : simetris
ii. Bibir : mukosa bibir lembab
iii. Gusi : perdarahan (-) , bengkak (-)
iv. Gigi geligi : (+)
h. Lidah:
i. Bentuk : dalam batas normal
ii. Pucat : (-)
iii. Tremor : (-)
iv. Kotor : (-)
v. Warna : kemerahan
i. Faring:
18
i. Hiperemis : (-)
ii. Edema : (-)
iii. Membran/pseudomembran : (-)
j. Tonsil:
i. Warna : merah muda
ii. Pembesaran : T2-T2
iii. Abses : (-)
iv. Membran/pseudomembran : (-)
5. Leher
a. Vena jugularis : teraba, 5+2 cmH2O
b. Pembesaran kelenjar getah bening: (-)
c. Kaku kuduk: tidak ditemukan kaku kuduk
d. Massa: (-)
e. Tortikalis: (-)
6. Thoraks
a. Dinding dada/paru:
Inspeksi : Bentuk : simetris
Retraksi : tidak ada
Dispnea : tidak ada
Pernafasan : thorakoabdominal
Palpasi : Fremitus fokal : simetris
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas vesikuler
Suara Napas Tambahan:Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
19
Inspeksi : Iktus : tidak terlihat
Palpasi : Apeks : tidak teraba
Thrill : tidak ada
Perkusi : Batas kanan: ICS II LPS Dex – ICS VI LPS Dex
Batas kiri : ICS II LPS Sin – ICS VI LMK Sin
Batas atas : ICS II LPS Dex – LCS II LPS Sin
Auskultasi : Frekuensi : 79x/menit, irama : reguler
Suara dasar: S1 dan S2 tunggal
Bising : tidak ada
7. Abdomen
Inspeksi : Bentuk : Datar
Lain-lain :-
Auskultasi : bising usus (+) 10x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) regio umbilicalis, tidak ada nyeri tekan
regio hypogastrium, hepar, lien dan ginjal tidak teraba. nyeri
ketok CVA (-), timpani seluruh lapang perut
Perkusi : Timpani, asites (-)
8. Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), CRT <2 detik, pitting edema (-),
Nyeri sendi (-), Kekuatan otot 5/5/5/5
20
Tabel 2. Pemeriksaan fisik ekstremitas
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas
Tonus + + + +
Trofi - - - -
Klonus - - - -
Refleks + + + +
fisiologi
Refleks - - - -
patologi
Sensibilitas + + + +
Tanda - - - -
meningeal
21
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan saat di RSUD Dr. Doris Sylvanus:
1. Hasil Laboratorium tanggal 02/12/2018
Tabel 3. Hasil Laboratorium tanggal 02/12/2018
Pemeriksaan Nilai
WBC 14.16 x 10^3/uL
Neu% 71.2%
Lym% 8.7%
Mon% 19.5%
Eos% 0.2%
Bas% 0.3%
Neu# 10.10x 10^3/uL
Lym# 1.25x 10^3/uL
Mon# 2.75x 10^3/uL
Eos# 0.06x 10^3/uL
Bas# 0.04x 10^3/uL
RBC 6.34 x 10^6/uL
HGB 18.5 g/dL
HCT 47.6%
MCV 75.1 fL
MCH 29.2 pg
MCHC 38.9 g/dL
RDW-CV 11.8%
RDW-SD 37.7 fL
PLT 48 x 10^3/uL
MPV 9.1 fL
PDW 17.4
PCT 0.039%
GDS 130 mg/dL
22
2. Hasil Laboratorium tanggal 03/12/2018
Tabel 4. Hasil Laboratorium tanggal 03/12/2018
Pemeriksaan Nilai
WBC 12.87 x 10^3/uL
Neu% 55.8%
Lym% 13.4%
Mon% 29.5%
Eos% 0.5%
Bas% 0.7%
Neu# 7.18x 10^3/uL
Lym# 1.72x 10^3/uL
Mon# 3.80x 10^3/uL
Eos# 0.07x 10^3/uL
Bas# 0.10x 10^3/uL
RBC 4.95x 10^6/uL
HGB 14.5 g/dL
HCT 37.1%
MCV 75.0 fL
MCH 29.5 pg
MCHC 39.3 g/dL
RDW-CV 11.8%
RDW-SD 37.7 fL
PLT 52 x 10^3/uL
MPV 9.1 fL
PDW 17.3
PCT 0.047%
23
3. Hasil Laboratorium tanggal 04/12/2018
Tabel 5. Hasil Laboratorium 04/12/2018
Pemeriksaan Nilai
WBC 10.41 x 10^3/uL
Neu% 65.1%
Lym% 15.9%
Mon% 17.3%
Eos% 1.2%
Bas% 0.5%
Neu# 6.78 x 10^3/uL
Lym# 1.66 x 10^3/uL
Mon# 1.80 x 10^3/uL
Eos# 0.12 x 10^3/uL
Bas# 0.05 x 10^3/uL
RBC 4.70 x 10^6/uL
HGB 13.8 g/dL
HCT 36.6 %
MCV 77.5 fL
MCH 29.4 pg
MCHC 37.7 g/dL
RDW-CV 11.7 %
RDW-SD 39.2 fL
PLT 60 x 10^3/uL
MPV 8.7 fL
PDW 16.8
PCT 1.3 %
24
4. Hasil Laboratorium tanggal 05/12/2018
Tabel 6. Hasil Laboratorium 05/12/2018
Pemeriksaan Nilai
WBC 8.2 x 10^3/uL
Neu% 55.1%
Lym% 25.9%
Mon% 16.3%
Eos% 1.2%
Bas% 0.5%
Neu# 4.58 x 10^3/uL
Lym# 2.11 x 10^3/uL
Mon# 1.30 x 10^3/uL
Eos# 0.18 x 10^3/uL
Bas# 0.06 x 10^3/uL
RBC 4.48 x 10^6/uL
HGB 13.3 g/dL
HCT 35.4 %
MCV 79.0 fL
MCH 29.7 pg
MCHC 37.6 g/dL
RDW-CV 11.7 %
RDW-SD 40.2 fL
PLT 124 x 10^3/uL
MPV 8.4 fL
PDW 16.7
PCT 0.104 %
25
5. Hasil Laboratorium Feses Rutin tanggal 04/12/2018
Tabel 7. Pemeriksaan makroskopis tinja
Parameter Hasil
Konsistensi dan bentuk Encer
Warna Coklat
Bau Khas
Darah -/neg
Lendir -/neg
Parasit -/
Lain-lain 6.78 x 10^3/uL
V. DIAGNOSA
1. Diagnosa banding:
Disentri basiler
Invaginasi
Dengue Fever
Malaria
26
VI. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- Saat di IGD:
IVFD Ringer Laktat 25 tpm
Inj. Ranitidine 2 x 35 mg IV
Per Oral : Paracetamol syr 3 x 2 ½ CTH
Zinc 1 x 20 mg
Oralit ad libitum
- Saat di Ruangan:
IVFD Ringer Laktat 25 tpm
Inj. Ranitidine 2 x 35 mg IV
Inj. Cefotaxime 3x 1 gr IV
Per Oral : Paracetamol syr 3 x 2 ½ CTH
Zinc 1 x 20 mg
Oralit ad libitum
Metronidazole 3x 2 CTH
Non-medikamentosa
o Disarankan tirah baring
o Disarankan untuk mengkosumsi banyak cairan
27
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
28
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Disentri
3.1.1 Definisi
Disentri merupakan kumpulan gejala penyakit seperti diare berdarah, lendir
dalam tinja, dan nyeri saat mengeluarkan tinja. Disentri adalah pengeluaran darah dan
mucus dalam tinja disertai nyeri perut dengan atau tanpa tenesmus.11
3.1.2 Etiologi
Adapun beberapa penyebab disentri pada anak dapat dilihat pada Tabel 1.12
Tabel 9. Penyebab disentri pada anak
Bakteri Parasit
Shigella spp. Entamoeba histolytica (jarang pada
Salmonella spp. balita)
Campylobacter jejuni (terutama pada Schistosoma
bayi) dan Campylobacter coli Balantidium coli dan Isospora hominis
29
Gambar 4. Morfologi Entamoeba histolytica (Centers for Disease Control and
Prevention. 2015
3.15 Pengobatan15
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun
sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi
a. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga
penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak
usia < 1 tahun adalah 50 – 100 ml, 1 – 5 tahun adalah 100 – 200 ml, 5 – 12
tahun adalah 200 – 300 ml dan dewasa adalah 300 – 400 ml setiap BAB.
b. Pengobatan diare dehidrasi ringan – sedang :
Penderita diare dengan dehidrasi ringan–sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah
oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak
diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat
ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu : untuk umur < 1
tahun adalah 300 ml, 1 – 5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan
dewasa adalah 2400 ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan,
volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus
penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi.
31
c. Pengobatan diare dehidrasi berat
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh
usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan
jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen dari usus. Pemberian zinc dapat
menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Zinc diberikan selama 10-
14 hari berturut-turut.
Dosis zinc untuk anak-anak:
1. Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
2. Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
Disentri yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica dapat diberikan
Metronidazole dengan dosis 10 mg/kgBB tiga kali per hari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat).3
5. Nasihat kepada orang tua
32
3.2.2 Manifestasi Klinis
Demam dengue mempunyai gejala demam, nyeri kepala dan nyeri otot/sendi,
yang dapat disertai trombositopenia dan perdarahan. Sedangkan Demam Berdarah
Dengue (DBD) ditandai dengan demam, perdarahan, pembesaran hati,
trombositopenia dan kebocoran plasma (dapat berwujud hemokonsentrasi, efusi
pelura, asites dan hipoalbumin) yang jika berat dapat menimbulkan syok. Tabel
berikut merupakan tanda klinis dan hasil laboratorium DD dan DHD. Tabel 10.
33
Tabel 10. Klasifikasi infeksi virus dengue menurut WHO 1997
Hipotensi
Gelisah
DBD IV Grade III ditambah syok yang Trombositopenia
34
berkepanjangan dengan tekanan <100.000/uL
darah dan nadi yang tidak teraba Peningkatan
hematokrit ≥ 20%
3.2.3 Tatalaksana
Menurut WHO tahun 2005, berikut adalah tatalaksana DBD tanpa atau dengan syok.
35
b. Memberikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat
secepatnya.
c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pembe- rian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menu- run
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
d. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
e. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit.
36
BAB IV
PEMBAHASAN
Anamnesis yang dilakukan pada ibu pasien, diketahui anak datang dengan
keluhan buang air besar (BAB) cair 6 kali sejak 1 hari SMRS, anak mengeluhkan
BAB cair tiba-tiba setelah anak mengonsumsi es campur yang dibeli oleh ibunya.
Awalnya anak mengeluhkan nyeri perut lalu anak mulai mengeluhkan BAB cair pagi
hari (24 jam SMRS). BAB dikeluhkan berkonsistensi cair, feses berwarna kuning,
setiap kali BAB sekitar ½ gelas air mineral, tidak ada darah, tidak ada ampas. Setiap
kali ingin BAB, anak mengeluhkan nyeri perut yang bersifat kolik, diapatkan pula
anak dengan keluhan mual Setelah BAB cair sebanyak 6 kali, anak mengeluh ingin
minum dan makan, anak tampak lemas. Tidak ada keluhan BAB dengan tinja seperti
cucian beras ataupun tinja seperti petis. Ibu lalu membawa anak ke RS. Setelah
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik di IGD didapatkan diagnosis diare akut.
Pada saat anak datang ke IGD, ditemukan tanda dehidrasi pada anak yang
meliputi anamnesis yang didapatkan anak gelisah anak mengeluh haus dan ingin
minum, dari anamnesis didapatkan keluhan BAB cair sebanyak 6 kali sejak 1 hari
SMRS, riwayat demam 5 hari yang lalu dan ingin minum dan makan, dari
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya mata cowong, produksi air mata anak
masih cukup serta turgor kulit yang masih cepat kembali atau kembali kurang dari 2
detik. Maka menurut literatur, tanda dan gejala tersebut digolongkan sebagai
dehidrasi ringan sedang. Dehidrasi pada pasien disebabkan oleh diare yang terjadi.
Berikut merupakan manifestasi klinis dan derajat dehidrasi, Tabel 11.
39
Tabel 11. Derajat dehidrasi
Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dan elektrolit dengan penyebab
multifactor, keadaan ini didefinisikan keadaan penurunan total air di dalam tubuh
karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi
keduanya, kehilangan cairan ini juga disertai dengan hilangnya elektrolit. Diare
menyebabkan hilangnya cairan elektrolit dari dalam tubuh, ditambah dengan anak
yang sudah mengalami demam selama 3 hari karena peningkatan suhu tubuh 1 derajat
celcius maka kebutuhan cairan akan meningkat sebanyak 12,5%.
Menurut literatur, diare adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam
tubuh karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat atau
kombinasi keduanya. Pasien mengalami kehilangan cairan melalui tinjanya,
sedangkan pemasukan cairan tidak seimbang. Patofisiologi dehidrasi berbeda-beda
tergantung tipe dehidrasi yang dapat dikategorikan berdasarkan pemeriksaan kadar
elektrolit. Tetapi pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan elektrolit sehingga sulit
untuk menentukan tipe dehidrasi baik tipe hipertonik, isotonik atau hipotonik.11
40
Selain itu pada saat di IGD, ibu mengeluhkan riwayat demam pada anak,
demam dikeluhkan terjadi 5 hari yang lalu, dengan kenaikan suhu tubuh pada hari
pertama hingga hari ketiga, suhu hari pertama yaitu 39,0 C, hari kedua didapatkan
38,8 C, hari ketiga 38,5 C, hari ke empat atau saat anak masuk rumah sakit 37,0 C.
Saat datang ke IGD, anak telah meminum Paracetamol oral 3 jam yang lalu dengan
suhu 37,5. Ibu mengatakan suhu tubuh turun saat ibu memberikan obat paracetamol 1
sendok takar kepada anaknya. Pada awal demam, anak mengeluhkan nyeri kepala
terlebih di bagian mata, anak juga mengeluhkan lemas sehingga membuat anak tidak
masuk sekolah. Anak tidak mengeluhkan adanya bintik merah pada kulit, tidak
adanya nyeri berkemih, atau nyeri telinga, keluhan mengigil disangkal. Ibu
mengeluhkan bahwa sedang terjadi wabah Demam Berdarah Dengue di
lingkungannya. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan anak tampak lemas, tekanan
darah 110/70 mmHg, tidak didapatkan peningkatan suhu, denyut nadi dan frekuensi
nafas, tidak didapatkan manifestasi perdarahan spontan pada kulit, tidak ditemukan
gusi berdarah, denyut nadi arteri dorsalis pedis masih teraba, akral pasien ditemukan
hangat. Telah dilakukan pemeriksaan uji bendung atau Rumple leed test pada pasien,
didapatkan hasil positif dengan timbulnya lebih dari 20 petekie dengan ukuran
diameter petekie lebih dari 2 mm, ditemukan di lipatan siku serta lengan bawah.
41
4. Menurut literatur, demam dengue merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh
virus dengue.
a. Klinis
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
a. uji bendung positif
b. petekie, ekimosis, purpura
c. perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
d. hematemesis dan atau melena
42
e. Pembesaran hati
f. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan
tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2 detik)
dan pasien tampak gelisah.
b. Laboratorium :
43
dinding kapiler. Akibat terjadinya trombositopenia pada pasien dengan infeksi
dengue, darah dalam kapiler akan keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya
sehingga tampak sebagai bercak atau titik merah kecil pada permukaan kulit.
Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme
patofisiologisnya berbeda dan menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan utama
adalah adanya renjatan yang khas pada DBD yang disebabkan kebocoran plasma
yang diduga karena proses immunologi, pada demam dengue hal ini tidak terjadi.
Menurut literatur, demam pada DHF disebabkan oleh infeksi virus dengue.
Patofisiologi primer DBD adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga
menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Lama perjalanan
penyakit dengue yang klasik umumnya berlangsung selama 7 hari dan terdiri atas 3
fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1 sampai dengan hari
ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan (convalescence, recovery). Fase demam
akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-5 (24-48 jam),
pada saat ini demam turun, sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Fase ini
kadang mengecoh karena orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam
turun padahal anak memasuki fase berbahaya ketika kebocoran plasma menjadi nyata
dan mencapai puncak pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah
trombosit terendah dan nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini, organ-organ lain
mulai terlibat. Meski hanya berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan pengamatan
klinis dan laboratoris yang ketat. 5
44
demam pertama dan ke-3 pada 50% kasus DBD ringan. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh adanya degenerasi sel PMN yang matur dan pembentukan sel PMN
muda. Pada saat demam, mulai terjadi pengurangan jumlah leukosit dan netrofil
disertai limfositosis relatif. Leukopenia mencapai puncaknya sesaat sebelum demam
turun dan normal kembali pada 2-3 hari setelah defervescence (demam turun).
Pada tabel 12, terjadi trombositopenia pada pasien, saat anak datang nilai
trombosit anak yaitu 48.000/uL, nilai trombosit berangsur membaik tiap harinya.
45
Menurut literatur, trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme
supresi sumsum tulang, destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Penyebab
trombositopenia pada infeksi dengue adalah akibat terbentuknya kompleks virus
antibodi yang merangsang terjadinya agregasi trombosit. Agregat tersebut melewati
RES sehingga dihancurkan. Peningkatan destruksi trombosit di perifer juga
merupakan penyebab trombositopenia pada infeksi dengue.
(47,6 - 37,1)
46
imunokromatografi atau Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA).
Pemeriksaan penguatan infeksi virus dengue adalah dengan PCR dan kultus virus.
Saat ini pemeriksaan NS1 lebih sering digunakan karena NS1 lebih memiliki
sensitivitas yang tinggi dibandingkan kultur virus dan pemeriksaan PCR ataupun
antibodi IgM dan IgG antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100% sama tingginya
dengan standar emas kultur virus maupun PCR. Pada pasien, tidak dilakukan
pemeriksaan NS1 ataupun IgM dan IgG. Pemeriksaan NS1 tidak dilakukan karena
anak datang pada demam hari keempat, hal ini karena kadar Ag NS1 tinggi pada awal
sakit, tertinggi pada hasi sakit kedua, dan menurun menjelang dan bersamaan dengan
defervescence atau saat demam mulai hilang. Berikut adalah grafik positivitas Ag
NS1 berdasarkan hari sakit, Grafik 1.
Selain tidak dilakukannya pemeriksaan NS1, pada pasien juga tidak dilakukan
pemeriksaan serologis IgM dan IgG. Pemeriksaan serologis dapat ulai mendeteksi
antibodi mulai hari ke-3 emam dengan puncak deteksi hari ke-7 demam. Pada infeksi
pertama kali oleh virus dengue, antibodi IgM terdeteksi pada demam hari ke 3-5,
kadar IgM akan eningkat hingga hari ke-10, sedangkan IgG umumnya terdeteksi pada
titer rendah pada demam hari ke-7, meningkat perlahan setelahnya, kemudian serum
IgG masih terdeteksi setelah beberapa bulan. Berikut adalah pola peningkatan kadar
IgM dan IgG pada infeksi dengue, yang dapat dlihat pada gambar 7.
47
Gambar 7. Pola peningkatan kadar IgM dan IgG pada infeksi dengue
Bila anak datang pada demam hari ke-empat, akan lebih baik jika dilakukan
pemeriksaan serologis dengue yaitu pemeriksaan IgM dan IgG. Diharapkan terjadi
peningkatan pada kadar IgM, sehingga mampu menunjang diagnose demam dengue.
Pemeriksaan NS1 tidak diperlukan lagi karena kadar NS1 mulai menurun.
48
respon imun seluler dan humoral terhadap infeksi virus pertama dan berikutnya.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu,
Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien tinggal di area sungai dengan
kelembaban yang tinggi, ibu mengatakan lingkungan rumahnya memang cukup
sering dihinggapi nyamuk, ibu menuturkan bahwa orang tua pasien jarang melakukan
pemberantasan nyamuk secara berkala dengan pembersihan bak mandi atau tempat
penampungan air lainnya. Saat terjadinya demam dengue pada anak, saat itu sedang
terjadi peningkatan curah hujan, hal ini juga membuat banyak bak penampungan air
di rumah pasien dan lingkungan sekitarnya. Ibu pasien menuturkan bahwa beberapa
tetangga pasien sedang mengalami Demam Berdarah Dengue. Hal ini menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi virus dengue pada pasien.
Tatalaksana yang diberikan di IGD berupa terapi cairan melalui intra venous
fluid drip Ringer Laktat, diberikan 25 tpm, lalu diberikan injeksi ranitidine 35 mg
secara intravena, serta diberikan obat secara oral yaitu Paracetamol sirup 2 ½ sendok
takar, zinc dan oralit.
a. Intra venous fluid drip Ringer Laktat dengan anjuran tetes 25 tetes per menit
diberikan dengan rumus perhitungan kebutuhan air dan elektrolit pada anak
>20kg, didapatkan 1500+ 260 ml/kgBB, sehingga pada pasien dibutuhkan
49
1.760 ml cairan per harinya, sehingga bila dimasukan dalam rumus
perhitungan (1760 / 72) didapatkan 25 tetes per menit.
Menurut WHO, pemberian terapi cairan untuk anak dengan DHF grade I
hanya mengunakan larutan isotonik yaitu larutan Ringer Laktat atau Asetat,
selain itu pemberian terapi cairan DHF tanpa syok dengan berat badan 33 kg
menggunakan 5 cc/kgbb/jam, sehingga pada kasus ini seharusnya anak
diberikan 53 tpm.16
b. Pemberian injeksi ranitidine yang termasuk golongan H2 histamine blocker
diberikan untuk menghambat sekresi asam lambung, diharapkan dapat
mengurangi nyeri perut pada anak, dengan dosis 1 mg/kgBB. Maka anak saat
itu diberikan 35 mg.
c. Pemberian obat per obal paracetamol sebagai antipiretik dengan dosis 2 ½
sendok takar. Hal ini disebabkan dalam 5 ml (sendok takar) paracetamol
mengandung 120 mg paracetamol, pada pasien dibutuhkan (33 x 10
mg/kgBB) 330 mg, sehingga digunakan 300 mg (2 1/2 sendok takar), untuk
mencukupi dosis yang dibutuhkan, pemberian obat paracetamol diberikan tiap
anak mengalami kenaikan suhu >37,5 C.
d. Pemberian zinc diberikan pada pasien 1x 20 mg atau 1 sendok takar.
Pemberian zinc 1 tablet (20 mg) karena anak berumur >6 bulan. Pemberian
zinc diakibatkan diare yang dialami oleh pasien. Pemberian zinc diharapkan
dapat memperpendek durasi diare, karena zinc mampu mempercepat
regenerasi dan meningkatkan fungsi vili usus, sehingga akan mempengaruhi
pembentukan enzim disakaridase yaitu laktase, sukrose, dan maltase, selain
itu zink juga mempengaruhi transport Na dan glukosa, dan meningkatkan
respon imun yang mengarah pada bersihan patogen dari usus sehingga zink
dapat mempengaruhi proses penyembuhan diare.
e. Terapi oralit sebagai cairan rehidrasi oral, hal ini sesuai dengan rencana terapi
B sebagai bagan untuk penanganan dehidrasi ringan/sedang. Bagan rencana
50
terapi B dapat dilihat di gambar 1. Pada kasus, oralit diberikan ad libitum atau
seturut keinginan pasien. Menurut teori, jika anak mengalami dehidrasi
ringan/sedang, anak mendapat terapi cairan 75 ml x 33 kg = 2475 ml pada 3
jam 1. Tetapi dengan pemberian ad libitum, disarankan untuk konsumsi oralit
setiap anak mengeluhkan BAB cair atau sampai diare berhenti.
51
BAB berdarah pada pasien
52
Menurut literatur disentri merupakan infeksi pada usus yang menyebabkan
diare yang disertai darah atau lendir. Terdapat berbagai penyebab disentri,
diantaranya Shigella, E.histolytica, E.coli, Campylobacter jejuni dan sebagainya.
Pada pasien disentri yang dialami disebabkan oleh E.histolytica/ Infeksi amoeba pada
amubiasis terjadi melalui kista parasit yang tertelan yang mengkontaminasi makanan
atau minuman. Sedangkan tertelannya bentuk tropozoit tidak menimbulkan infeksi
karena tidak tahan terhadap lingkungan asam dalam lambung. Setelah penelanan,
kista yang resisten terhadap asam lambung dan enzim pencernaan, masuk dan pecah
dalam usus halus membentuk delapan tropozoit yang bergerak aktif, merupakan
koloni dalam lumen usus besar dan dapat menimbulkan invasi pada mukosa. Anak
dapat terinfeksi amoeba tersebut dari riwayat minum terakhir anak yaitu es campur
yang dibeli oleh ibunya.12
Follow up pasien
54
grade I hari ke-6 didapatkan anak bebas demam sejak perawatan hari pertama, tidak
ada tanda perdarahan spontan, nafsu makan anak lebih baik, anak konsumsi makanan
pokok 3 kali sehari dan memperbanyak minumnya. Menurut literatur, tanda pasien
masuk ke dalam fase penyembuhan adalah keadaan umum membaik, meningkatnya
nafsu makan, tanda vital stabil, Ht stabil dan menurun sampai 35%-40-% dan diuresis
cukup. Hasil laboratorium sebagai evaluasi DHF grade I hari ke 6 pada anak
didapatkan kadar trombosit 124.000/uL, hematokrit 35,4%. Berdasarkan literatur
penderita dapat dipulangkan apabila paling tidak dalam 24 jam tidak terdapat demam
tanpa antipiretik, kondisi klinis membaik, nafsu makan baik, nilai Ht stabil, tidak ada
sesak napas atau takipnea, dan jumlah trombosit >50.000/mm. Maka pada hari ke
enam anak dapat dipulangkan karena dari anamnesis didapatkan tidak ada demam
sejak 2 hari perawatan, nafsu makan baik, tidak ada sesak napas, serta didapatkan
kadar trombosit 124.000/uL 3
dan kadar hematokrit yang stabil sekitar 35%-37%.
Namun sebagai evaluasi BAB berdarah yang masih dikeluhkan pasien, maka pasien
tetap rawat inap.
Pada hari ketiga, hasil pemeriksaan feses lengkap pasien yaitu didapatkan
E.histolytica pada feses anak. Maka diagnosa pada perawatan hari ketiga berubah
menjadi DHF hari ke 5 dan Disentri. Dalam mengatasi masalah disentri, pasien
diberikan tatalaksana tambahan berupa antibiotik Metronidazole dalam bentuk sirup
dengan anjuran pakai 3x II sendok takar. Menurut literature, pilihan antibiotic untuk
disentri yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica ialah Metronidazole dengan
dosis 10 mg/kgBB tiga kali per hari selama 5 hari. Sehingga anak dengan berat badan
33 kg, dibutuhkan 330 mg, dengan pemberian 2 sendok takar, anak mendapatkan 250
mg metronidazole tiap minum.
55
hasil laboratorium terakhir yang menunjukkan perbaikan, pasien diperbolehkan rawat
jalan dan diwajibkan control kembali ke poliklinik anak untuk monitoring keluhan
disentri dan DHF pada pasien. Pasien diberikan pengobatan untuk rawat jalan berupa
Zinc 1x 20 mg yang diteruskan hingga hari ke-10 dan melanjutkan Metronidazole
sirup yang telah diberikan dengan aturan pakai yang sama yaitu 3x II sendok takar.
Tindak lanjut pada pasien ialah edukasi orang tua pasien dan pasien untuk patuh
terhadap pengobatan yang diberikan untuk rawat jalan, terlebih untuk pengobatan
Zinc dan antibiotik serta kontrol ke poli anak. Selain itu dilakukan edukasi kepada
orangtua, yaitu menganjurkan higiene dan sanitasi yang baik untuk pencegahan
terhadap diare, serta melakukan pencegahan terhadap penyakit demam berdarah
56
dengan memelihara lingkungan tetap bersih dan cukup sinar matahari serta lakukan
pemberantasan sarang nyamuk.
BAB V
PENUTUP
57
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien
An. MR (11 tahun) didiagnosa menderita Disentri dan Dengue Hemorragic Fever
grade I serta dehidrasi ringan/sedang yang teratasi. Dasar diagnosis untuk disentri
ialah keluhan tenesmus, BAB cair lebih dari 5 kali dengan tinja disertai lendir dan
darah, pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan feses rutin ditemukan E.
histolytica pada feses anak. Dasar diagnosa DHF grade I ialah ditemukannya demam
mendadak tinggi dalam 2-7 hari, uji bendung positif serta trombositopenia dengan
kadar trombosit awal 43.000/uL serta ditemukan adanya penurunan hematokrit
sebesar 28% setelah pemberian cairan yang membuktikan adanya hemokonsentrasi.
Serta dehidrasi ringan/sedang dari tampakan pasien yang gelisah saat serta keinginan
anak untuk makan dan minum.
Tatalaksana pada pasien adalah pemberian terapi cairan yang berupa cairan
intravena dan cairan per oral dengan pemberian oralit untuk mengganti cairan tubuh
yang hilang akibat diare dan kebocoran plasma pada DHF. Pemberian antibiotik yaitu
Metronidazole untuk mengatasi infeksi E.histolytica, pemberian Zinc juga diberikan
untuk menangani diare akut. Selain itu pemberian terapi simptomatik yaitu
Paracetamol setiap anak demam. Berdasarkan uraian diatas, prognosis pasien An. MR
adalah bergantung pada penatalaksanaan secara dini DHF dan Disentri yang dialami
anak, prognosis untuk kasus ini yaitu dubia ad bonam. Diperlukan edukasi untuk
memperbaiki pola sanitasi lingkungan serta saat pemberian makanan atau minuman
kepada anak, serta memelihara lingkungan dengan baik dan pemberantasan sarang
nyamuk.
DAFTAR PUSTAKA
58
1. Noer MS. Hematuria. Buku ajar nefrologi anak, edisi ke-2, Jakarta, Balai
Penerbit FKUI, 2002. h. 114-121
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Ed II. Jakarta : Penerbit IDAI. 2011
3. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol.3. Jakarta: EGC, 2006
4. Nafianti S, Sinuhaji AB. Resisten Trimetoprim – Sulfametoksazol terhadap
Shigellosis. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005: 39-44
5. Dr. Mulya Rahma K. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue. Divisi
infeksi dan pediatri tropik. RSUPN Cipto mangkusumo, FKUI.2012.
6. Pemberian Indikasi Adona. Sumber dari
http://medicastore.com/obat/69/ADONA_AC17_AMPUL_50_MG10_ML.ht
ml . Diakses pada tanggal 10 agustus 2017.
7. Rampengan H N, Mulya R K dan Sri R H. Ensefalopati Dengue pada Anak.
FK UNSRAT/RSUP Prof. R.D. kandou, Manado. Sari Pediatri, Vol. 12, No.
6, April 2011.
8. Rennya M, Utama S et all.Kelainan hematologi pada penyakit DHF. Volume
10 Nomor 3 September 2009.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Anak.
Jilid 1. 2009
10. Nafianti S, Sinuhaji AB. Resisten Trimetoprim – Sulfametoksazol terhadap
Shigellosis. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 1, Juni 2005: 39-44
11. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson:Textbook of Pediatrics. 18 th
edition. 2007
12. Gupta P, Menon PSN, Ramji S, Lodha R. PG Textbook of Pediatrics.
Infections and Systemic Disorders. Volume 2. 2015
13. Kenneth DS. Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi.
2011.
59
14. American Academy of Pediatrics. Report of the Committee on Infectious
Disease: Red Book. 29th edition. 2012
15. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi
Anak. Jilid 1. 2009
16. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2005.
60
a. Follow-up hari ke-1
2 Desember 2018
S Nyeri perut
4 kali BAB cair dengan konsistensi encer, warna kuning, lendir, darah (-)
Demam (+)
Nyeri perut (+),terasa BAB belum selesai
Perdarahan spontan (-)
O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik
TD : 110/70 mmHg Thorax :
N : 79x/menit, kuat Simetris (+), Retraksi (-), Suara napas vesikuler
angkat, reguler (+)
RR : 20x/menit Abdomen datar, bising usus 8-10x/menit
S : 37,7oC Fimosis (-)
Ptekie (-), Ekimosis (-), Rumple leed test (+)
Pemeriksaan Penunjang
Hb 18,5 g/dl
Hb 47,6%
Plt 48.000/uL
WBC 14.160/uL
RBC 6.340.000/uL
A Diare akut
Dengue Haemorrhagic Fever Grade I H4
P Tingkatkan intake cairan IVFD Ringer laktat 25 tpm
Inj. Ranitidine 35 mg IV
PO : Paracetamol 2 ½ sendok takar
PO: Zinc 1x 1 sendok takar
PO: Oralit ad libitum
3 Desember 2018
S Nyeri perut
3 kali BAB cair bercampur darah, dengan konsistensi encer
Demam (-)
Nyeri perut (+), terasa BAB belum selesai
Perdarahan spontan (-)
61
O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik
TD : 120/80 mmHg Thorax :
N : 88x/menit, kuat Simetris (+), Retraksi (-), Suara napas vesikuler
angkat, reguler (+)
RR : 20x/menit Ptekie (-), Ekimosis (-)
S : 37,0oC
Pemeriksaan Penunjang
Hb 14,5 g/dl
Hb 37,1%
Plt 52.000/uL
WBC 14.160/uL
RBC 4.950.000/uL
A Diare akut dd Disentri
Dengue Haemorrhagic Fever Grade I H5
P Tingkatkan intake cairan IVFD Ringer laktat 25 tpm
Inj. Ranitidine 35 mg IV
Inj. Cefotaxime 3x1 gr IV
PO : Paracetamol 2 ½ sendok takar
PO: Zinc 1x 1 sendok takar
PO: Oralit ad libitum
4 Desember 2018
S Nyeri perut
3 kali BAB cair bercampur darah, dengan konsistensi encer
Demam (-)
Nyeri perut (-)
Perdarahan spontan (-)
O Tanda-tanda vital Pemeriksaan Fisik
TD; 120/80 mmHg Thorax :
N 82x/menit, kuat, Simetris (+), Retraksi (-), Suara napas vesikuler (+)
reguler Ptekie (-), Ekimosis (-)
RR : 20x/menit
S : 36,5oC
Pemeriksaan Penunjang
Hb 17,6 g/dl
Hb 36,6%
Plt 124.000/uL
WBC 8.260/uL
62
RBC 4.480.000/uL
FL : E. histolytica (+)
A Disentri Amuba
Dengue Haemorrhagic Fever Grade 1 H6
P Tingkatkan intake cairan IVFD Ringer laktat 25 tpm
Inj. Ranitidine 35 mg IV
Inj. Cefotaxime 3x1 gr IV
PO : Paracetamol 2 ½ sendok takar
PO: Zinc 1x 1 sendok takar
PO: Metronidazole sirup 3xII CTH
PO: Oralit ad libitum
5 Desember 2018
S Keluhan (-)
63
LAMPIRAN
64
2. Indikasi pulang pada pasien ?
Indikasi pulang pada pasien dengan DHF grade I yaitu,
Teori Kasus
24 jam bebas demam tanpa antipiretik 48 jam bebas demam tanpa antipiretik
Intake makan dan cairan membaik Nafsu makan anak sudah membaik, anak
sudah makan minum dengan baik
Perbaikan klinis Terjadi perbaikan klinis, pada hari
perawatan pertama anak masih tampak
lemas, pada perawatan kelima anak sudah
menunjukkan perbaikan klinis
Tidak ada distress pernafasan, efusi pleura Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
atau asites a) Laju pernafasan = 20 kali/menit, tidak
ada takipnea.
b) Pemeriksaan thorax tidak
menunjukkan adanya nafas cepat,
asimetris, penurunan suara nafas dasar
maupun perubahan suara perkusi pada
pemeriksaan thorax, maka anak tidak
mengalami efusi pleura.
c) Pemeriksaan abdomen tidak
ditemukan adanya asites pada
pemeriksaan knee chest position dan
shifting dullness.
Kadar trombosit > 50.000/mm 3
Pada perawatan hari ke-4, atau pada DHF
Kadar hematokrit stabil hari ke 7 ditemukan nilai trombosit yaitu
124.000/uL
Serta nilai hematokrit pada saat perawatan
hari ke-2, ke-3, dank ke-4 berkisar 35-37%.
65
Maka pasien dengan DHF grade 1 sudah memenuhi standar indikasi pulang.
Selain anak mengalami DHF grade I, anak mengalami Disentri. Pada perawatan hari
ke-4, pasien sudah tidak mengeluhkan BAB cair atau BAB dengan tinja bercampur
darah, nyeri perut sudah tidak dikeluhkan oleh pasien. Selain itu tidak ditemukan
tanda dehidrasi pada pasien, keadaan pasien sadar penuh dengan tidak ditemukannya
mata cowong dan turgor kulit yang menurun, keluhan anak yang kehausan atau tidak
ingin makan dan minum pun disangkal oleh ibu pasien.
Sehingga dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada anak dengan Disentri
dan DHF grade I hari ke-7 pada hari perawatan ke-4 dapat melakukan rawat jalan.
69
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Anak.
Jilid 1. 2009
Sumber :
70
4. Apakah pada pasien didapatkan tanda-tanda dehidrasi ? Apakah perbedaan
syok dan dehidrasi ?
Pada saat anak datang ke IGD, didapatkan anak gelisah dan merasa kehausan, saat
di IGD anak didiagnosa dengan dehidrasi ringan sedang. Namun saat pemeriksaan
di ruangan, tidak didapatkan adanya tanda dehidrasi. Tanda dehidrasi seperti pada
tabel 15.
Tabel 15. Tanda-tanda dehidrasi
Sedangkan syok merupakan salah satu kondisi gawat darurat yang terjadi akibat
kegagalan sirkulasi.
71
Tabel 16. Perbedaan syok dan dehidrasi
Syok Dehidrasi
d. Syok neurogenik
e. Syok anafilaksis
72
Ada tidaknya rasa haus
berlebih atau anak yang tidak
ingin makan atau minum
1. Primary survey
Tatalaksana Sesuai bagan WHO
2. Sesuai klasifikasi syok
Sumber :
Pada Dengue Hemorragic Fever, terapi dirumah untuk pasien meliputi edukasi
untuk istirahat atau tirah baring dan asupan cairan oral yang cukup, serta pemberian
parasetamol. Tirah baring dimaksudkan untuk menghindari risikoterjadinya
komplikasi syok atau perdararahan karena berhubungan dengan trombositopenia.
Sumber :
74
Tabel 17. Perbedaan nyamuk Aedes aegypti dan Anopheles
Habitat Air bersih, dapat ditemukan Air tawar dan air payau, dapat
seperti di bak mandi dan drum ditemukan seperti di got dan
tempat penampungan air tanaman air.
Waktu aktif Siang hingga sore hari Malam hari, puncak pertama
75
aktivitas sebelum tengah malam
Sumber :
Sumber :
3. Bagaimana prognosis DHF dan Disentri yang tergantung pada usia, derajat
dan tatalaksana ?
a. Usia
76
Semakin muda, anak akan memiliki prognosis yang kurang baik. Angka
mortalitas tinggi pada bayi. Angka kejadian Demam Berdarah Dengue lebih
banyak ditemukan pada anak, hal ini kemungkinan berkaitan dengan kebiasaan
nyamuk Aedes aegypti yang aktif menggigit pada siang hari dengan dua
puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00-12.00 dan 15.00-17.00, pada jam
tersebut anak bermain di luar rumah.
Sumber :
77