Anda di halaman 1dari 74

RESPONSI

Pembimbing:
dr. Retno Hernik, Sp. A

Andre Yusanto
2019104010110008

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSU HAJI SURABAYA
TAHUN 2021
BAB 1
TINJAUAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. A
Umur : 2 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Surabaya
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 15 Juni 2021
Tanggal Pemeriksaan : 21 Juni 2021
ANAMNESIS (1)

Keluhan Utama :Kejang


RPS:
Pasien datang ke RSU Haji pada hari Rabu 15 Juni 2021 jam 1.59 pagi, dengan keluhan kejang,
anak post KRS tanggal 14 Juni pukul 15.00 sore, pada 18.50 anak kejang selama 5 menit, mata
melirik ke atas, kejang seluruh tubuh, setelah kejang anak menangis, pada pukul 21.30 selama
5 menit, kejang seluruh tubuh, mata melirik ke atas, setelah kejang anak tertidur tidak sadar,
ibu tidak memberikan terapi dan membiarkan pasien pada saat kejang terjadi, sebelum kejang
pasien demam, demam dari pukul 16.00, diberikan parasetamol syrup 1 sendok takar, panas
menurun namun kembali meningkat, setelah sampai di IGD pada pukul 1.59, anak kejang
kembali, selama 1 menit, mata melirik keatas, seluruh tubuh, setelah kejang anak menangis,
suhu sekitar 37.8 derajat Celsius. Anak batuk dan pilek pada saat demam, hilang timbul, BAB
lancar BAK 6x sehari menggunakan popok, belum bisa BAK sendiri, Diare (-), mual (-), muntah
(-), riwayat jatuh (-), napsu makan dan minum kurang.
ANAMNESIS (1)

Keluhan Utama : Kejang


RPS:
Pasien datang ke IGD RSU Haji Surabaya pada hari Rabu 15 Juni 2021 jam 1.59 WIB dengan
keluhan kejang. Orangtua pasien mengatakan bahwa pasien kejang sekitar pukul 18.50 WIB (7 jam
SMRS) selama 5 menit, mata melirik ke atas, kejang seluruh tubuh dan setelah kejang anak
menangis. Kemudian anak mengalami kejang lagi sekitar pukul 21.30 WIB (4 jam SMRS) selama 5
menit dengan pola sama seperti kejang sebelumnya dan anak menangis setelah kejang. Ibu pasien
mengaku tidak memberikan obat apapun dan membiarkan pasien pada saat kejang terjadi. Sebelum
kejang, ibu pasien mengatakan bahwa pasien demam sejak pukul 16.00 WIB (10 SMRS), diberikan
parasetamol syrup 1 sendok takar sebanyak .... kali, panas menurun namun kembali meningkat
sampai terjadi kejang. Dan saat panas meningkat, ibu pasien memberikan/ tidak memberikan obat
paracetamol
ANAMNESIS (1)

Saat di IGD, anak kejang kembali selama 1 menit, dengan pola mata melirik ke atas, seluruh
tubuh dan setelah kejang anak menangis. Saat diukur, suhu tubuh anak sekitar 37.8 derajat Celsius.
Pasien baru saja KRS dari RSU Haji Surabaya pada hari Selasa, 14 Juni pukul 15.00 sore dengan
keluhan kejang dan dokter mendiagnosis pasien dengan KDK/KDS.
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien batuk dan pilek sejak ...., hilang timbul, diberikan obat
... BAB lancar BAK 6x sehari menggunakan popok, belum bisa BAK sendiri, Diare (-), mual (-),
muntah (-), riwayat jatuh (-), napsu makan dan minum kurang.
ANAMNESIS (2)

Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat kejang sejak usia 5
bulan
• Sejak usia 5 bulan hingga
sekarang, terhitung 12 kali Riwayat Penyakit Keluarga
• Suami alergi debu
kejang
• Pada bulan Ramadhan 2021 • Anak pertama TB pada usia
anak mengalami Infeksi paru 1 tahun, sekarang sudah 11
• 9 hari yang lalu anak kejang tahun
disertai demam dan batuk
pilek tidak mau makan.
• Anak alergi susu sapi
ANAMNESIS (3)
Riwayat Penyakit Sosial
• Pasien belum bersekolah
• MCK di luar rumah
• Ayah dirumah perokok, merokok 2-3 bungkus dalam sehari, merokok
kadang diluar dan didalam rumah.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


• Pre natal: Selama pernah batuk pilek di usia kehamilan 4 bulan, riwayat sakit/infeksi selama hamil
(-), rutin kontrol ke pelayanan kesehatan setempat (bidan), riwayat minum jamu (-), konsumsi
vitamin dari bidan
• Natal : Anak Kedua, UK 36 minggu/ Aterm / persalinan pervaginam/ 3700g/ PB 49 cm/ ditolong
oleh bidan
• Post natal : Menangis spontan, bernafas spontan, warna kulit merah muda, pucat (-), ikterus (-),
sianosis (-), kejang (-), gangguan minum (-)
ANAMNESIS (4)

Riwayat Imunisasi

JENIS O I II III IV V

Hepatitis B Lahir

Polio lahir

BCG Lahir

DTP

MR
ANAMNESIS (5)
Riwayat Gizi
• Makanan padat dan bubur :
• Bubur sagu diberikan sejak umur 6 bulan dengan frekuensi 2 kali sehari.
• Anak sehari-hari konsumsi makanan padat seperti nasi, telur, ikan laut dan ayam, anak
biasa makan setengah piring nasi ( 65 Kalori) dan 1 paha ayam (135 kalori), dengan
frekuensi 3x sehari, pagi siang dan malam serta 1 telur mata sapi (92 kalori) hanya pada
pagi hari. Anak terkadang menolak untuk makan.
• Kesan: Kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat Tumbuh Kembang

Secara umum mengalami keterlambatan


• Mengangkat kepala saat usia 3 bulan
• Berbalik dari telungkup ke telentang saat usia 6 bulan
• Belum bisa berjalan sendiri, berjalan berpegangan dengan benda
• Belum bisa berbicara, baru bisa membentuk 2 kata
PEMERIKSAAN FISIK DI IGD (1)
Keadaan umum : Tampak Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
• Tekanan darah : 90/63 mmHg
• Nadi : 120x/menit,
• Suhu : 37,8°C
• RR : 22x/menit
• SpO2 : 99%
BB : 9,3 kg
TB : 83 cm
Status gizi : Gizi Kurang
PEMERIKSAAN FISIK DI RUANG ANAK (1)
(24 Juni 2021)
Keadaan umum : Tampak Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
• Tekanan darah : 97/63 mmHg
• Nadi : 121x/menit, regular lemah
• Suhu : 37,1°C
• RR : 22x/menit
• SpO2 : 99%
BB : 9,3 kg
TB : 83cm
Status gizi : Gizi Kurang
Status Gizi
Status gizi
Antropometri:
Usia (U) : 2 tahun 8 Bulan
Berat Badan (BB) : 9,3 kg
Tinggi Badan (TB) : 83 cm
BBI = (umur (thn) x 2) + 8 = 13,6 kg
Status Gizi
BB/U
- Anak perempuan
- 2 tahun 8 bulan
- BB 9,3 kg
- TB 83cm

Kesimpulan :
Gizi kurang: -2 SD
sampai dengan -3 SD
Status Gizi
TB/U

- Anak Perempuan
- 2 tahun 8 bulan
- BB 9,3 kg
- TB 83 cm

Kesimpulan :
Normal : -2 SD
sampai dengan -3SD
- Anak Perempuan
- 2 tahun 8 bulan
- BB 9,3 kg
- TB 83 cm
- LP 47 cm

Kesimpulan :
Normal : -2 SD
sampai dengan -3SD
PEMERIKSAAN FISIK (2)

• Kepala: Bentuk kepala normal, rambut warna hitam tidak mudah dicabut
• Mata : pupil bulat isokor (+/+), refleks cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), mata cowong (-/-)
• Leher : Pembesaran tiroid (-) dan KGB (-)
• Telinga: Sekret keluar dari telinga (-)
• Hidung: Sekret hidung (-), pernapasan cuping hidung (-)
• Tenggorok: Uvula di tengah, mukosa faring hiperemi (-), Tonsil T1/T1, hiperemi (-), detritus
(-), membran putih (-), bintik putih (-),
• Mulut : mukosa bibir kering (+), pecah-pecah, lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
stomatitis (-)
PEMERIKSAAN FISIK (3)
• Cor
• Inspeksi : iktus cordis tidak tampak, vosseur cardiac (-)
• Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
• Perkusi : dalam batas normal
• Auskultasi : S1-S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
• Pulmo
• Inspeksi : Normochest, simetris, retraksi dinding dada (-), dyspnea (-)
• Palpasi : simetris, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
• Perkusi : sonor +/+
• Auskultasi : ves +/+, rhonki basa halus +/+, wh -/-
• Abdomen
• Inspeksi : flat, pulsasi epigastric (-)
• Auskultasi : BU (+) normal
• Perkusi : timpani (+)
• Palpasi : supel, nyeri tekan (+) pada regio hipokondrium dekstra, distended (+), hepatomegali (-),
splenomegali (-), shifting dullness (+), turgor kembali cepat
• Ekstremitas:
• Atas: Akral dingin, kering, merah +/+
• Bawah: Akral dingin, kering merh
• CRT: 2 detik
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Lengkap  

Hemoglobin 10,9 g/dl 10,7-14,7 g/dL

1. Hematokrit 31, 3% 33-45 %

Leukosit 15.080 sel/mm3 4500-13.500/mm3

Trombosit 519.000 sel/mm3 180-550 ribu/mm3

Serum Elektrolit  

Na+ 136 mEq/L 132– 145 mEq/L


2
K+ 5.1 mEq/L 3.3 – 4.6 mEq/L

Cl- 101 mEq/L 96 -111 mmol/L

3 Swab Antigen Negatif Negative


An. A ♀, 2 tahun 8 bulan, 9,3 kg, 83 cm, gizi kurang

Resume
Anamnesis:

kejang 2 kali SMRS, kejang berlangsung kurang lebih 5 menit untuk kejang 1 dan 5 menit
untuk kejang ke 2, saat kejang pasien tidak sadar.
Dan diantara kejang 1 dan ke 2 pasien sadar.
Saat mulai kejang pasien menangis dan merintih kemudian kejang.

Saat kejang tangan dan kaki anaknya kaku & bergerak2, tangan keatas menekuk serta
matanya menghadap keatas, mulut berbusa.
setelah sempat lemas sebentar kemudian menangis kencang dan tertidur.
Pasien sakit demam 1 hari SMRS, suhu tertinggi 38˚C
Batuk kering dan pilek pada saat demam disore hari, hilang timbul.
Riwayat kejang demam usia 5 bulan
Paman dari ibu memiliki riwayat kejang.
BB : 9.5 kg dan TB : 83 cm, pasien mengalami gizi kurang dan memiliki perkembangan
yang lebih lambat dari usianya.
Problem List

 Kejang
 demam
 Gizi kurang
 Keterlambatan perkembangan
 Batuk kering dan pilek
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Kerja:
Kejang Demam Kompleks ec Bronkopneumoni + Gizi
Kurang +Growth Delay Development
Diagnosis banding
Epilepsi
ISK
Faringitis

Planning Dx :
EEG
DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja:
Kejang Demam Kompleks ec Bronkopneumoni + Gizi Kurang +Growth Delay
Development

DD:
Epilepsi Planning Dx :
ISK UL, EEG
Faringitis
PlaningTerapi
• Infus D5 ¼ NS 1.150 cc/24 jam  harusnya 9,3 x 100 cc = 930 cc/24 jam
• Paracetamol inj. IV 3 x 130 mg prn (T Ax > 37.5)  10 – 15 mg/kgBB/kali =
93 – 139,5 mg/ kali  cek sediaan pct iv adanya berapa
• Inj. diazepam 5 mg iv  ini udah dikasi PO 2x sebelum IGD?
• Imboost Force Syr. 3 x ½ PO  saranku gausa dikasi kalo ga kamu bahas di
pembahasan
• Cetirizin Syr. (5mg/5ml) 1 x ½ cth 0-0-1  ini udah sesuai dosis anak di mita?
• Diet TKTP 1300 KKal
Planing Monitoring

1. Keluhan pasien (demam, kejang,


batuk)
2. Tanda-tanda vital
3. Input dan Output Cairan
EDUKASI

1. Menjelaskan kepada orangtua pasien mengenai penyakit pasien, yaitu kejang demam
kompleks (karena kejang berulang dalam 24 jam) dan pencetusnya yaitu demam.
2. Menjelaskan kepada keluarga mengenai pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan,
tatacara, serta tujuan pemeriksaannya (EEG)
3. Menjelaskan terapi yang akan diberikan beserta efek samping terapi.
4. Menjelaskan pentingnya manajemen demam pada anak, serta tatacara pengukuran suhu dan
penggunaan obat penurun demam.
5. Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk rutin memberikan obat kejang rumatan.
PROGNOSIS

Que ad Vitam : Dubia ad bonam


Que ad Functional : Dubia
Que ad Sanationam : Dubia
Tgl Subjektif Objektif Assesment Planning
24/6/2 - Kejang (-) TTV : 1. KDK ec • Infus D5 ¼ NS 930 cc/24 jam
- Kadang Bronkopneumonisa • Paracetamol inj. IV 3 x 130
021 Temp Ax : 37,1˚C
masih demam ec Bakterial mg prn
Nadi : 120 x /
(sumer) Infection • Ampicilin 50mg/kgBB/hari IV
menit
- Keluhan 4dd
RR : 22x/menit
batuk dan • Rumatan Asam Valproat
K/L : A/I/C/D -/-/-/-
pilek syrup 250 mg
Thorax : c/p dbn
berkurang • Imboost Force Syr. 3 x ½ PO
Auskultasi rhonki
- Anak aktif, • Cetirizin Syr. (5mg/5ml) 1 x ½
basah halus (+)
nafsu makan cth 0-0-1
Abdomen : dbn
baik • Diet TKTP 1300 kkal
Akral : HKM (+)
Genitalia : dbn
 
09.35 WIB

Pemeriksaan
Penunjang
(16-06-2021)

Kesan:
Bronkopneumonia
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Lengkap  

Hemoglobin 10,9 g/dl 10,7-14,7 g/dL

1. Hematokrit 31, 3% 33-45 %

Leukosit 15.080 sel/mm3 4500-13.500/mm3

Trombosit 519.000 sel/mm3 180-550 ribu/mm3

Serum Elektrolit  

Na+ 136 mEq/L 132– 145 mEq/L


2
K+ 5.1 mEq/L 3.3 – 4.6 mEq/L

Cl- 101 mEq/L 96 -111 mmol/L

3 Swab Antigen Negatif Negative


BAB 2

TINJAUAN
PUSTAKA
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
Pediatri
•kejang yang terjadi pada demam anak-anak antara usia 6 dan 60
bulan yang tidak memiliki infeksi intrakranial, gangguan metabolisme,
Academy of
atau riwayat kejang afebris.
American
•Kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang
berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi
sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak
ILAE
berhubungan dengan kejang simptomatik lainnya.Kejang dengan usia
kurang dari 1 bulan disebut sebagai kejang neonatus.
•Bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5
tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan
IDAI 2016
oleh proses intrakranial.
DEFINISI
Epidemiologi
Prevalence

● Angka kejadian kejang demam

• Amerika Serikat dan Eropa 2–7%

• Asia berkisar antara 9–10% di Jepang.

• Dengan 80 % dari angka kejadian


tersebut merupakan kejang demam
simpleks.
Faktor
Usia Resiko
• Usia 6 bulan – 5 tahun

Demam

• Infeski Saluran Pernafasan


• Infeksi Saluran Pencernaan
• Infeksi THT
• Infeksi saluran kencing
• Roseola infantum / infeksi virus akut lain
• Paska imunisasi

Genetik

• Risiko meningkat 2-3x  saudara kandung mengalami kejang demam


• Risiko meningkat 5%  orangtua mengalami kejang demam
Klasifikasi
Kejang Demam Kejang Demam Kompleks
Simpleks
• Kejang lama (>15
• Sebagian besar menit) atau kejang
kejang demam berulang lebih dari 2
sederhana  kurang kali dan di antara
dari 5 menit (tidak bangkitan kejang anak
tidak sadar
lebih dari 15 menit)
• Kejang fokal atau
• Bentuk kejang umum parsial satu sisi, atau
(tonik dan atau kejang umum didahului
klonik) kejang parsial
• Tidak berulang dalam • Berulang atau lebih dari
waktu 24 jam. 1 kali dalam waktu 24
jam.
Patofisiologi
Manifestasi Klinis

Bentuk kejang  mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau


kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya
sentakan atau kekakuan fokal.

Setelah kejang berhenti  anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak
memberikan reaksi apapun untuk sejenak  periode mengantuk singkat pasca
kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis.

Bangkitan kejang berlangsung lama  lebih sering terjadi pada kejang demam yang
pertama.
Manifestasi Klinis
Diagnosis
Pemeriksaan Pemeriksaan
Anamnesis
fisik penunjang
• Pre kejang • Kesadaran • Laboratorium
• Saat kejang • TTV • Lumbal pungsi
• Post kejang • Pusat infeksi • EEG
ekstrakranial • Brain Imaging
• Pemeriksaan
Neurologis
• Meningeal sign
• Peningkatan TIK
Indikasi Pemeriksaan Penunjang

Indikasi Lumbal Pungsi Elektroensefalografi


(EEG) Brain Imagining
1. Tanda dan gejala rangsang 1. Bangkitan bersifat fokal untuk 1. Kelainan neurologis fokal yang
meningeal menentukan adanya fokus kejang menetap (hemiparesis/paresis
2. Kecurigaan adanya infeksi SSP di otak yang membutuhkan nervus kranialis)
berdasarkan anamnesis dan evaluasi lebih lanjut.
pemeriksaan klinis
3. Pertimbangan pada anak dengan
kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat
antibiotik
Indikasi Rawat Inap

Usia <6
KDK Hiperpireksia
bulan

Kejang
Kelainan
demam
neurologis
pertama
Diagnosis
Banding
Meningitis Epilepsi

• Tanda pusing sakit kepala • Kondisi kronis dengan kambuhnya


• Demam kejang tanpa pencetus
• Muntah • Setidaknya dua kejang yang tidak
• Meningeal sign positif diprovokasi terjadi terpisah >24 jam
• Ditemukannya bakteri ataupun virus • Satu bangkitan kejang spontan
pada pemeriksaan lumbal pungsi. disertai kemungkinan berulangnya
kejang paling sedikit 60% dalam 10
tahun berikutnya
Tatalaksana Kejang
Pemberian Obat Saat Demam

Antipiretik
• Dosis paracetamol  10-15 mg/kg/kali, tiap 4-6 jam
• Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, tiap 3-4 kali sehari
Antikonvulsan
• Intermittern
• Rumatan
Pemberian Obat Antikonvulsan
Intermitten Rumatan
Indikasi • Kejang berulang 4x atau lebih • Kejang fokal
dalam setahun • Kejang lama >15 menit
• Usia < 6 bulan • Terdapat kelainan neurologis
• Kejang bila suhu tubuh <39oC yang nyata sebelum atau
• Bila pada episode kejang sesudah kejang
demam sebelumnya  suhu (cerebralpalsy, hidrosefalus,
tubuh meningkat cepat hemiparesis)

Dosis • Diazepam oral 0,3 mg/kgBB • Asam valproat 15-40


tiap 8 jam mg/kg/hari dalam 2 dosis
• Diazepam rektal 0,5 mg/khBB • Fenobarbitas 3-4/mg/kg/hari
tiap 8 jam dalam 1-2 dosis

Efek samping • Ataksia • Fenobarbital: Gangguan


• Iritabilitas perilaku dan kesulitan belajar
• sedasi  40-50%
• Asam Valproat: Gangguan
fungsi hati
Resiko Kejang Demam Berulang

 konsensus IDAI 2016 adalah:

● Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga

● Usia kurang dari 12 bulan

● Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang

● Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan

terjadinya kejang.

● Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam

kompleks.
Faktor Resiko Terjadinya Epilepsi

● Kejang demam kompleks

● Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung

● Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.
Prognosis

Kecacatan

• Secara umum sangat baik.


• Perkembangan mental dan neurologis  tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal
• Kelainan neurologis  dapat terjadi pada kasus
kejang lama atau kejang berulang

Kematian

• Angka kejadian kematian  belum pernah dilaporkan


BRONKOPNEUMONIA
● Pneumonia
● Peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat

● Bronkopneumonia
● salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur
dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim
paru yang berdekatan di sekitarnya

(Kemenkes, 2018)
EPIDEMOLOGI

7,6 Juta anak


TAHUN 2015
18% Pneumonia
WHO
4% meninggal

Asia Tenggara
Liu, L, et al, 2015 22%  Pneumonia
7%  meninggal

Laporan Subdit ISPA


KEMENKES RI, (per 1000 balita)
2018 20,06%  ISPA
3,55%  pneumonia Cakupan penemuan pneumonia pada balita di indonesia tahun 2009-
2018
Etiologi mikroorganisme

Bakteri Virus Jamur

Streptococcus RSV,
pneumoniae virus influenza,
Hemophilus influenzae Adenovirus
Staphylococcus aureus virus
Streptococcus group A – parainfluenza
B
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeruginosa
Chlamydia sp
Mycoplasma pneumoniae

Community Acquired Pneumonia Guideline Team, Cincinnati Children's Hospital Medical Center. Evidence-based care guidelines for medical management of community acquired
pneumonia in children 60 days to 17 years of age –Guideline 2014.
FAKTOR RISIKO
PNEUMONIA
Malnutrisi, tidak mendapat ASI

Imunisasi tidak lengkap


Berat lahir rendah
RISIKO
KEMATIAN
↑↑
Kepadatan

Paparan thd polusi udara


• Asap rokok
• Asap pabrik
• Polusi lingkungan

Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, et al. The management of community-acquired pneumonia in infants and children older than 3 months of age : clinical practice guidelines by the pediatric infectious
diseases society and the infectious diseases society of America. Clin Infect Dis. 2011; 53 (7):617-30.
Patogenesis

1. Stadium kongesti (1-2 hari)


2. Stadium hepatisasi merah (2-4 hari)
3. Stadium hepatisasi kelabu (4-8 hari)
4. Stadium akhir (resolusi)

Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, et al. The management of community-acquired pneumonia in infants and children
older than 3 months of age : clinical practice guidelines by the pediatric infectious diseases society and the infectious diseases society of America. Clin
Manifestasi klinis
Derajat

World Health Organization; Clasification and treatment of childhood


PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
 Saturasi O2 (pulse
oxymetri)  Pneumonia bakteri leukositosis hingga >15.000/ul
(predominan polimorfonuklir)
 Lekosit >30.000/ul dengan dominasi netrofil 
pneumonia streptokokus
 Trombopenia lebih mengarah kepada infeksi virus

 Diagnosis definitif : kuman ditemukan dari darah, cairan


pleura atau aspirasi paru
Gambaran Radiologis

1. Pneumonia interstitials / alveolar (perubahan


pada interalveolar dan perivaskular)
2.  Bercak-bercak infiltrat luas
Bronkopneumonia
(inflamasi parenkim & sal. Respiratorik)
3.  Pneumonia lobaris
(konsolidasi pada satu lobus)
4.  Lesi abses, kavitas
(pada pasien imunokompromais)
Tatalaksana
Indikasi MRS :
 Kesulitan bernafas
 Sianosis
 Umur < 6 bulan
 Ada faktor penyulit : muntah, dehidrasi, empyema
 Diduga infeksi oleh Staphylococcus
 Imunokompromis
 Perawatan di rumah kurang baik
 Tidak respon terhadap pemberian antibiotik oral
■ severe lower chest wall indrawing
■ respiratory rate 70/min
■ grunting with every breath (in young infants)
■ depressed mental s tatus.

Sources
Oxygen should be available at all times. The two main sources of oxygen
are cylinders and oxygen concentrators. It is important that all equipment is

TERAPI OKSIGEN
checked for compatibility.

Oxygen cylinders and concentrators


See list of recommended equipment for use with oxygen cylinders and con-
centrators and instructions for their use in the WHO manuals on clinical use
of oxygen therapy and on oxygen systems.

10. SUPPORTIVE CARE


Oxygen delivery
Nasal prongs are the preferred

● Berikan oksigen pada anak method of delivery in mos t


circums tances , as they are
s afe, non-invasive, reliable

dengan SatO2 < 90% and do not obstruct the nasal


airway. Nasal or nasopharyn-
geal catheters may be used as OXYGEN THERAPY

ATAU an alternative only when nasal


prongs are not available. The
use of headboxes is not rec-
tape on the cheeks near the nose (see figure). Care should be taken to keep the
nos trils clear of mucus, which could block the flow of oxygen.

● Tanda : ommended. Face masks with


a reservoir attached to deliver
Set a flow rate of 1–2 litres /min (0.5 litre/min for young infants) to deliver an
inspired oxygen concentration of up to 40%. Humidification is not required
100% oxygen may be used for
-
with nasal prongs.
Sianosis sentral resuscitation.
Nasal prongs. These are short
Nasal catheter: a 6 or 8 French gauge catheter that is passed to the back of
the nasal cavity. Insert the catheter at a distance equal to that from the side of
Oxygen therapy: Nasal prongs correctly
- Kesulitan minum akibat sesak tubes inserted into the nostrils.
Place them just inside the nos-
trils, and secure with a piece of
theand
positioned nostril to the inner margin of the eyebrow.
secured
Set a flow rate of 1–2 litres/min. Humidification is not required.

- Merintih setiap kali bernapas


Nasopharyngeal catheter. A 6 or 8
French gauge catheter is passed313
the pharynx just below the level of
to

- Tarikan dinding dada yang the uvula. Insert the catheter at a


distance equal to that from the side
of the nostril to the front of the ear

berat PB2_ch10.indd 313


(s ee figure). If it is placed too far
down, gagging and vomiting and, 5/06/13 10:09 AM
rarely, gas tric distension can occur.

- Penurunan kesadaran Set a flow rate of 1–2 litres/min to

10. SUPPORTIVE CARE


avoid gastric distension. Humidi-
fication is required.

Monitoring
Train nurs es to place and secure
the nasal prongs correctly. Check
regularly that the equipment is working properly, and remove and clean the
prongs at least twice a day.
Monitor the child at least every 3 h to identify and correct any problems,
including:
• oxygen s aturation, by pulse oximeter
• position of nasal prongs
• leaks in the oxygen delivery system
• correct oxygen flow rate
• airway obstructed by mucus (clear the nose with a moist wick or by gentle
suction)
Tatalaksana

- Ampisilin 50 mg/kg atau


benzilpenicillin 50.000 U/kg IM atau
IV/6 jam (min 5 hari)
- Dan Gentamisin 7.5 mg/kg IM atau IV
sekali sehari (min 5 hari)
- Jika dalam 48 jam tidak membaik 
gentamisin + kloksasilin (50 mg/kg
IM/IV tiap 6 jam
- AB Lini kedua : ceftriakson (80 mg/kg
IM /IV sekali sehari)
4 bulan –
16 tahun
Jika terapi di
atas tidak
berefek
TERAPI SUPORTIF LAIN

Pastikan
patensi jalan Antipiretik jika
napas demam tinggi
Status hidrasi :
- Atasi dehidrasi atau jika perlu
Jika didapatkan mengi koreksi suhu
dapat diberikan PZ - Asupan ASI/oral jika
atau bronkodilator memungkinkan
- Jika tidak bisa oral berikan /
NGT
BAB Analisis Kasus dan
III Pembahasan
Identitas
Pembahasan

● Anak Perempuan Insidensi :


● usia : 2 tahun 8 Bulan Usia : 6 bulan – 5 tahun

Anamnesis
Kejang demam komplek:
• Kejang 3 kali selama 24 jam : 1. Lama (> 15 menit)
waktu ± 5 menit setiap kejang 2. Fokal / Parsial atau general
• Saat kejang pasien melirik keatas didahului parsial
dan kejang diseluruh tubuh 3. Berulang (24 jam),
• Pada kejang pertama, pasien
menangis setelah kejang, pada
kejang ke dua pasien tertidur
Anamnesis

● Sebelum kejang : pasien menangis


● Saat kejang : badang kaku, tangan
menekuk ke atas, mata melirik keatas
dan mulut berbusa, kepala diangkat
ke atas
● Setelah kejang : lemas sebentar,lalu
menangis

• Tonik, klonik, tonik-klonik, atonik


• Eye rooling
• Drooling
• Gerakan abnormal pada kepala, mulut, wajah
• Tidak sadar pada saat kejang
• Bangkitan kejang yang terjadi
Anamnesis pada kenaikan suhu tubuh (> 38
derajat C) akibat proses
ekstrakranial
• Pasien sakit demam 1 hari SMRS, suhu • Faktor resiko : ISPA
tertinggi 38˚C. Disertai batuk kering dan (Bronkopneumonia)
pilek hilang timbul

Adanya demam yang tinggi pada anak-anak dapat


memicu terjadinya kejang melalui mekanisme
hipereksitabilitas neuron pada sistem saraf pusat

• Riwayat kejang sebelumnya : usia 5


Bulan pertama kejang, terakhir 9 hari Faktor resiko :
lalu • Riwayat kejang demam
• Hingga kini anak sudah 12 kali kejang sebelumnya
• Riwayat keluarga : Paman pernah • Riwayat keluarga pernah
kejang mengalami hal serupa
Pemeriksaan fisik

Status gizi Kurang


BB : 9,3 kg
TB : 83 cm

TTV : suhu : 38 C
Pemeriksaan : Peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh
Auskultasi paru : ronkhi infeksi virus maupun bakteri, gejala timbul secara mendadak,
basah halus + batuk demam dan sesak, pada pemeriksaan auskultasi,
didapatkan suara nafas tambahan berupa ronki basah halus.

Neurologis :
Meningeal sign (-) Menyingkirkan DD ke
Reflek patologis (-) arah infeksi intrakranial
Laboratorium : dalam Menyingkirkan kearah
batas normal etiologi yang lain

• Infus D5 ¼ NS 1.150 cc/24 jam


Terapi • Paracetamol inj. IV 3 x 130 mg prn (T Ax > 37.5)
• Inj. diazepam 5 mg iv
• Imboost Force Syr. 3 x ½ PO
• Cetirizin Syr. (5mg/5ml) 1 x ½ cth 0-0-1
Antipiretik • Diet TKTP 1300 KKal
Antikonvulsan
Antihistamin

• Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari


efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang
• Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para
ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15
mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ismail S, dkk, 2016, Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI).
2. Ismail S, dkk, 2016, Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI).
3. Saharso D, dkk, 2009, Kejang Demam, Buku Rekomendasi Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI), hal. 150-154.
4. Wantania JM, dkk, 2008, Infeksi Respiratorik, Buku Ajar Respirologi jilid I, Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI), hal. 268-270.
5. Naning R, dkk, 2008, Rinitis, Buku Ajar Respirologi jilid I, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), hal. 278-288.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai