Oleh :
Telah disetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui:
Ketua Program Studi Farmasi
i
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar belakang...........................................................................................1
B. Permasalahan Penelitian............................................................................4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
A. Landasan Teori..........................................................................................5
1. Tanaman Jahe........................................................................................5
2. Metode Ekstraksi...................................................................................6
3. Diabetes Melitus....................................................................................7
4. Komplkasi Diabetes melitus..................................................................8
5. Luka dan Proses Penyembuhan Luka....................................................9
6. Diferensial Leukosit.............................................................................10
7. Hewan Coba.........................................................................................11
B. Kerangka Berfikir....................................................................................12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................13
A. Jenis dan Rancangan Penelitian...............................................................13
B. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................13
C. Variabel Penelitian...................................................................................13
D. Alat dan Bahan.........................................................................................13
E. Prosedur Penelitian..................................................................................14
1. Tahapan Persiapan Penelitian..............................................................14
2. Pemeriksaan Karakteristik Mutu Ekstrak............................................14
3. Analisis Skrining Fitokimia................................................................16
4. Formulasi Salep...................................................................................17
5. Tahap Pelaksanaan Uji........................................................................17
F. Analisis Data............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21
ii
iii
PERNYATAAN PENULIS
Penulis
Mengetahui:
Pembimbing 1 Pembimbing 2
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik kronis yang disebabkan
oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi insulin sesuai kebutuhan atau
karena penggunaan insulin yang tidak efektif atau keduanya. Penyakit ini ditandai
dengan kadar gula darah yang tinggi kadar gula darah yang tinggi atau
hiperglikemia (Amelia, 2015). Diabetes adalah penyakit metabolik jangka panjang
yang serius dan berdampak besar pada kehidupan dan kesejahteraan individu,
keluarga, dan masyarakat di seluruh dunia. Penyakit ini menjadi salah satu dari 10
penyebab utama kematian pada orang dewasa, dan diperkirakan telah
menyebabkan empat juta kematian secara global pada tahun 2017 dan
diperkerikan pengeluaran kesehatan global untuk diabetes mencapai USD 727
miliar (Saeedi et al., 2019).
Insulin adalah hormon esensial yang diproduksi di pankreas. Hal ini
memungkinkan glukosa dari aliran darah masuk ke dalam tubuh di mana akan
diubah menjadi energi atau disimpan. Insulin juga penting untuk metabolisme
protein dan lemak. Kekurangan insulin, atau ketidakmampuan sel untuk
meresponsnya, menyebabkan kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia),
yang merupakan indikator klinis diabetes. Hiperglikemia merupakan keadaan
ketika glukosa darah naik melebihi kadar normal yaitu >126 mg/dl untuk kadar
gula darah puasa dan >200 mg/dl pada kadar gula darah sewaktu (Amelia, 2015;
IDF, 2021).
Diabetes mellitus (DM) tidak pandang bulu mempengaruhi orang-orang dari
berbagai kelompok usia dan latar belakang sosial ekonomi, terutama pada
masyarakat dengan pola makan berbasis karbohidrat dan kehidupan yang penuh
dengan stres. Salah satu komplikasi penting dari DM adalah ulkus kaki/tungkai
bawah dengan risiko seumur hidup mencapai 25%. Ulkus kaki diabetik adalah
penyakit multifaktorial yang melibatkan hiperglikemia kronis dan stres oksidatif.
Beberapa mekanisme tampaknya terlibat dalam pembentukan spesies oksigen
reaktif (ROS) dengan adanya konsentrasi glukosa yang terus meningkat, yang
1
pada akhirnya menyebabkan stres oksidatif. Peningkatan ROS mempengaruhi
hampir semua kelas molekul biologis seperti lipid, protein, dan asam nukleat yang
menyebabkan peroksidasi lipid, denaturasi protein, dan cedera pembuluh darah
yang berkontribusi terhadap perkembangan ulkus dan gangguan penyembuhan
luka pada pasien dengan DM yang tidak terkontrol dengan baik (Bolajoko et al.,
2020).
Jumlah leukosit yang meningkat dapat menjadi tanda infeksi atau
peradangan. Hal ini sering terjadi pada orang yang memiliki penyakit jangka
panjang seperti diabetes. Leukosit dilepaskan ke dalam aliran darah dan jaringan
lain ketika terjadi peradangan, yang meningkatkan jumlah leukosit dan menarik
leukosit tambahan ke lokasi peradangan sebagai bentuk pertahanan diri. Jumlah
Reactive oxygen species (ROS) yang tidak terkendali dan stres oksidatif
disebabkan oleh jumlah leukosit yang berlebihan. Hal ini menyebabkan kerusakan
jaringan dan sel, yang memicu peradangan yang terus-menerus (Amelia, 2015).
Penanganan luka pada pasien ulkus diabetic yang terinfeksi memerlukan
perawatan, yang hampir selalu mencakup terapi antimikroba. Terapi ini hampir
selalu berupa agen antibiotik, yang diberikan melalui rute topikal (aplikasi
permukaan) atau sistemik (Selva Olid et al., 2015) Akan tetapi penggunaan
antibiotik dapat menyebabkan resistensi. Metisilin, sefotaksim, seftriakson, dan
siprofloksasin adalah beberapa kelas antibiotik yang telah dikaitkan dengan
resistensi terhadap bakteri penyebab ulkus diabetikum (Gaol et al., 2017). Oleh
karena itu, diperlukan alternatif pengobatan ulkus diabetikum tanpa pemberian
antibiotic sintetik, salah satunya dengan memanfaatkan potensi bahan alam.
Bahan alam yang diekstrak mengandung beberapa komponen kimiawi. Ekstrak
bahan alam merupakan salah satu bahan alternatif yang berpotensi
menyembuhkan luka dan infeksi. Pengobatan tradisional yang sering digunakan
adalah ekstrak Jahe (Zingiber officinale) sebagai, antioksidan, antibakteri, dan
anti-inflamasi (Azhar et al., 2018; Dharma et al., 2009; Kadek et al., 2023;
Mashhadi et al., 2013; Mustafa & Chin, 2023; Stoilova et al., 2007).
Jahe (Zingiber officinale Roscoe) adalah rempah-rempah yang umum dan
banyak digunakan. Jahe kaya akan berbagai konstituen kimia, termasuk senyawa
fenolik, terpen, polisakarida, lipid, asam organik, dan serat mentah. Manfaat
2
kesehatan dari jahe terutama disebabkan oleh senyawa fenoliknya, seperti
gingerol dan shogaol. Akumulasi penelitian telah menunjukkan bahwa jahe
memiliki berbagai aktivitas biologis (Mao et al., 2019). Senyawa fenolik menekan
pengikatan mediator pro-inflamasi, mengatur sintesis eicosanoid, menghambat
unit resisten yang terstimulasi, atau menghambat aktivitas NO sintase dan COX-2
melalui efek penghambatan pada NF-κB (Rahman et al., 2021).
Berdasarkan aktivitas antiinflamasi yang dimiliki oleh tanaman jahe, maka
perlu dikembangkan suatu sediaan farmasi untuk meningkatkan penggunaannya
dan efektivitasnya. Salah satu sediaan farmasi yang dapat memudahkan dalam
penggunaannya ialah salep. Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan dan digunakan sebagai obat luar (Anief, 1997). Dipilih sediaan salep
karena merupakan sediaan dengan konsistensi yang cocok untuk terapi penyakit
kulit yang disebabkan oleh inflamasi. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti
mengambil judul Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Terhadap Diferensial
Leukosit Luka Terbuka pada Tikus Diabetes.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, apakah ada pengaruh
pemberian ekstrak Jahe (Zingiber officinale) terhadap diferensial leukosit luka
terbuka pada tikus diabetes?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
Jahe (Zingiber officinale) terhadap diferensial leukosit luka terbuka pada tikus
diabetes.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini yaitu dapat
memberikan manfaat kepada pembaca tentang potensi ekstrak Jahe (Zingiber
officinale) terhadap difensial leukosit luka terbuka dalam proses penyembuhan
luka terbuka diabetes mellitus.
3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Tumbuhan Jahe Merah
Jahe merah (zingiber officinale) adalah salah satu jenis tanaman yang
termasuk kedalam suku zingiberaceae, yang mempunyai khasiat untuk mencegah
dan mengobati berbagai penyakit. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang
biak pada media tanah yang gembur dan subur. Ekstrak jahe merah memiliki
aktivitas biologis seperti imunomodulator, antimikroba, antivirus, antiinflamasi,
antikanker dan antioksidan (Lidar dkk, 2021). Klasifikasi tumbuhan jahe merah
adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 2005):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale var. Rubrum
4
juga sebagai pengambilan senyawa-senyawa metabolit sekunder yang menjadi
target untuk dipisahkan dari biomassa atau ampas atau bagian yang tidak
diperlukan. Prinsip proses ekstreaksi dimulai dengan proses pembukaan jaringan
atau dinding sel dengan perlakuan panas atau dingin, yang dilanjutkan dengan
proses penarikan senyawa target menggunakan pelarut organic yang sesuai,
berdasarkan prinsip kedekatan sifat kepolaran/polaritas dari senyawa dan pelarut
(Nugroho, 2017).
Ekstraksi dengan pelarut sangat berhubungan dengan dua tipe ekstraksi,
yaitu ekstraksi padatan-cairan (solid-liquid extraction) dan juga ekstraksi
cairancairan (liquid-liquid extraction). Ekstraksi padatan-cairan berarti
pengambilan atau pemisahan senyawa metabolit dari suatu matriks bahan padat
yang berupa bagian tertentu atau keseluruhan bagian bahan tanaman dengan
menggunakan pelarut tertentu. Sedangkan ekstraksi cairan-cairan adalah
pengambilan atau pemisahan senyawa metabolit yang sudah terlarut sebelumnya
pada suatu bahan pelarut dengan cara mencampurkannya dengan pelarut lain yang
bersifat immiscible (tidak dapat bercampur baik) dengan pelarut (Nugroho, 2017).
Ada beberapa metode ekstraksi berdasarkan prinsip kerja dan peralatan yang
digunakan. Pemilihan metode didasarkan pada karakteristik bahan dan senyawa
metabolit yang akan diekstrak, rendemen ekstrak yang ingin diperoleh, kecepatan
ekstraksi, dan juga biaya. Salah satunya adalah metode maserasi (Nugroho, 2017).
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik
yang dilakukan pada suhu ruang dan dibiarkan selama 3-4 hari. Selama proses
maserasi berlangsung, dilakukan pengadukkan dan penggantian cairan penyari
setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan dimaserasi kembali dengan
cairan penyari yang baru, kemudian filtratnya dipekatkan (Handayani dkk., 2014;
Hasrianti dkk., 2016). Metode ekstraksi maserasi dengan pelarut dapat dilakukan
dengan cara ekstraksi bertingkat dan ekstraksi tunggal. Ekstraksi bertingkat
dilakukan dengan cara merendam sampel dengan pelarut berbeda secara berurutan
sesuai tingkat kepolarannya. Pelarut non polar, semi polar, dan pelarut polar yang
digunakan akan diperoleh ekstrak kasar yang mengandung berturutturut senyawa
non polar, semi polar, dan polar. Ekstraksi tunggal dilakukan dengan cara
merendam sampel dengan satu jenis pelarut tertentu (Saputra, 2021).
5
Ekstraksi dilakukan berulang kali sehingga analit terekstraksi secara
sempurna. Indikasi bahwa semua analiti telah terekstraksi secara sempurna adalah
pelarut yang digunakan tidak berwarna dan pemantauan menggunakan profiling
KLT. Kelebihan metode ekstraksi ini adalah alat dan cara yang digunakan sangat
sederhana, dapat digunakan untuk analit baik yang tahan terhadap pemanasan
maupun yang tidak tahan pemanasan. Kelemahannya ialah menggunakan banyak
pelarut dalam proses ekstraksinya (Leba, 2017).
3. Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus merupakan gangguan metabolisme ditandai dengan
tingginya kadar gula dalam darah atau hiperglikemi yang ada kaitannya dengan
abnormalitas metabolisme terhadap kerbohidrat, lemak dan protein yang
disebabkan kerena tubuh tidak bisa mengsekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin (Priscilla dkk, 2016).
Patofisiologi DM tipe 2 di dalamnya terdapat beberapa keadaan yang
berperan yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel β pankreas. Diabetes melitus
tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel
sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan
ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi
akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita
diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang
berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel β langerhans secara autoimun
seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes
melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut. Pada awal perkembangan
diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase
pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila
tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi
kerusakan sel-sel β pankreas. Kerusakan sel-sel β pankreas akan terjadi secara
progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya
penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2
memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan
defisiensi insulin (Fatimah, 2015).
6
4. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah luka kaki diabetik. Ulkus
diabetikum merupakan kerusakan yang terjadi sebagian (Partial Thickness) atau
keseluruhannya (Full Thickness) pada daerah kulit yang meluas kejaringan bawah
kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang yang
menderita penyakit Diabetes Melitus (DM) (Tarwoto dkk, 2012). Luka kaki
diabetik disebabkan oleh infeksi sebagai akibat dari tingginya glukosa darah,
sehingga meningkatkan proliferasi bakteri, dan ditambah adanya defisiensi sistem
imun yang menyebabkan masa inflamasi luka berlangsung lama. Selain itu, tidak
sesuainya penanganan pada luka diabetik (ulkus) dapat memperburuk kondisi luka
(Ekaputra, 2013).
Luka diabetes yang tidak sembuh menjadi faktor risiko infeksi dan
penyebab utama dilakukannya amputasi serta kematian. Namun kejadian amputasi
dapat dihindarkan dengan perawatan kaki yang baik. Diperlukan perawatan yang
tepat agar proses penyembuhan dapat optimal. Dalam memilih metode perawatan
luka yang tepat pada dasarnya harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost),
kenyamanan (comfort), dan keamanan (safety) (Haskas dkk, 2021).
Indikator penyembuhan luka dilihat dari kontinuitas lapisan kulit dan
kekuatan jaringan kulit sehingga mampu melakukan aktivitas normal. Meskipun
proses atau fase penyembuhan luka sama bagi setiap orang, namun hasil yang
dicapai tergantung dari kondisi biologis masing-masing individu, lokasi, luasnya
luka dan penatalaksanaan luka itu sendiri. Seorang yang muda dan sehat akan
mencapai proses yang lebih cepat dibandingkan dengan yang mengalami masalah
kekurangan gizi, dan disertai oleh penyakit sistemik seperti DM (Ekaputra, 2013).
7
kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan (Purnama
et al., 2017)
8
Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia
sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling
terkait pada proses penyembuhan luka. Ketika luka erkembang, tubuh memiliki
sistem untuk memperbaiki jaringan yang terluka dengan menumbuhkan jaringan
baru yang berfungsi untuk menciptakan struktur yang baru. Proses penyembuhan
luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yaitu proses pembaharuan, tetapi
juga dipengaruhi oleh variable endogen seperti usia, pola makan, penggunaan
obat, sistem imun, dan kondisi metabolic. Proses pemulihan dibagi menjadi
beberapa fase yang terdiri dari homeostasis, inflamasi, migrasi, proliferasi, dan
maturase (Purnama et al., 2017; Wilkinson et al., 2020)
6. Diferensial Leukosit
Leukosit merupakan sel yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh yang
sangat tanggap terhadap agen infeksi penyakit. Leukosit berfungsi melindungi
tubuh terhadap berbagai penyakit dengan cara fagosit dan menghasilkan antibody.
Diferensial leukosit merupakan kesatuan dari sel darah putih yang terdiri dari dua
kelompok yaitu granulosit yang terdiri atas heterosinofil, eusinofil, dan asofil, dan
kelompok agranulosit yang terdiri dari limfosit dan monosit. Tingkat kenaikan
dan penurunan jumlah leukosit dalam sirkulasi menggambarkan ketanggapan sel
darah putih dalam mencegah hadirnya agen penyakit dan peradangan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit dan diferensialnya antara lain kondisi
lingkungan, umur dan kandungan nutrisi pakan (Moenek et al., 2007).
9
Gambar 3. Pengamatan Diferensial Leukosit
Diferensial leukosit merupakan salah satu tes pengujian yang paling sering
digunakan di laboratorium. Pertama kali diperkenalkan oleh Ehrlich lebih dari
seabad yang lalu. Jumlah diferensial leukosit adalah persentase distribusi berbagai
jenis leukosit pada film. Ini digunakan untuk mengidentifikasi kelainan dalam
distribusi seperti pada infeksi dan untuk mengidentifikasi kelainana secara
morfologi. Ada dua metode yang tersedia untuk menentukan jumlah diferensial
leukosit yaitu secara manual dan otomatis. Metode yang dilakukan secara
otomatis memiliki keuntungan karena sifatnya yang presisi, efisiensi, aman dan
ekonomis. Sementara metode yang manual masih dilakukan di laboratorium.
Metode ini umumnya digunakan untuk memvalidasi jumlah diferensial yang
diperoleh dengan metode lain (Shrestha et al., 2021).
7. Hewan Coba
Tikus putih (Rattus norvegicus) atau disebut juga disebut juga tikus
norwegia adalah salah satu hewan yang umum digunakan dalam eksperimental
laboratorium. Tikus mempunyai sifat yang membedakannya dari hewan
percobaan lain yaitu tikus tidak dapat muntah. Hal tersebut karena struktur
anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung dan
tidak mempunyai kantong empedu. Selain itu, tikus putih memiliki keuntungan
sebagai model yang mencerminkan karakter fungsional dari sistem tubuh
mamalia, maka hewan ini tepat untuk dijadikan sebagai hewan coba dalam kajian
praklinik. Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai
hewan uji penelitian di antaranya perkembangbiakan cepat, mempunyai ukuran
yang lebih besar dari mencit, dan mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak
(Fitria dan Mulyati, 2014).
B. Kerangka Berfikir
Diabetes merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula darah atau biasa dikenal dengan hiperglikemia.
Hiperglikemia berkepanjangan pada pasien diabetes menyebabkan aterosklerosis,
penebalan membran basal dan perubahan saraf tepi (Luh Titi Handayani, 2016).
10
Kondisi lain yang berhubungan dengan penyembuhan luka adalah penyakit
vascular dan diabetes. Pada pasien diabetes, pengendalian gula darah penting
dalam penyembuhan luka. Konsentrasi glukosa yang tinggi akan menghambat
dan menyebabkan perubahan fungsi sel darah putih dan risiko infeksi (Carrie
Sussman., 2012). Banyaknya obat-obatan alami yang memiliki khasiat
penyembuhan luka, mendorong para peneliti untuk mengembangkan obat
alternatif bagi penderita diabetes yang berasal dari tumbuhan Indonesia, seperti
jahe.
C. Hipotesis
Hipotesisi dalam penelitian ini adalah pemberian ekstrak jahe(zingiber
officinale) berpegaruh terhadap deferensi leukosit luka terbuka pada tikus diabetes
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Konsultasi X X XX X X X X X X X X X X XX
3. Penyusunan Proposal X X X
4. Seminar Proposal X
11
5. Pelaksanaan Orientasi X X X
6. Pengumpulan Data X X X X X X
7. Pengolahan Data X X
8. Penulisan Skripsi X X XX X X X X X X X X X X X
9. Ujian X
Tabel 3. 1 Rencana Jadwal Penelitian
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Variabel Independen)
Variabel Indevenden atau variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah Ekstrak Jahe (Zingiber officinale) yang diformulasi
menjadi sediaan salep.
12
kentamin 50mg/kg BB,EDTA,larutan HCL metanol (Merck), kloroform
(Merck), aseton (Merck), N-heksan (Merck), besi III klorida (FeCl3),
ammonium hidroksida (NH4OH) (Merck), pereaksi lieberman burchard,
pereaksi dragendroff, dan akuades.
E. Prosedur Penelitian
1. Tahapan Persiapan Penelitian
a. Determinasi Tanaman Jahe
Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran tanaman
yang akan dipakai. Jahe (Zingiber officinale) terlebih dahulu di
determinasi di Unit Konservasi Budidaya Fitofarmaka (UKBB), Pusat
Studi Biofarmaka Tropika LPPM Institut Pertanian Bogor (IPB).
b. Pengeringan dan Penyiapan Serbuk Simplisia Tanaman Jahe
Tanaman Jahe diambil yang baru saja dipanen. Pelepah pisang dicuci
terlebih dahulu, kemudian dilakukan perajangan agar memudahkan
proses penghancuran. Setelah dicuci dan dirajang, kemudian dijemur di
bawah sinar matahari selama 3 hari sampai kering. Sampel yang telah
kering dibuat menjadi serbuk dengan menggunakan penggiling, lalu
serbuk yang dihasilkan diayak menggunakan ayakan mesh 60 sehingga
diporoleh serbuk yang halus dan seragam (Depkes, 2017). Hasilnya
dimasukkan ke dalam wadah gelas tertutup
c. Pembuatan Ekstrak Etanol 96% Jahe
Serbuk simplisia sebanyak 200-250 g yang didapat, kemudian
diekstraksi dengan cara maserasi dengan etanol 96% selama 1 hari.
Selama proses maserasi pengadukan dilakukan pada 6 jam pertama
untuk mempercepat proses pelarutan komponen yang terdapat pada
temulawak. Kemudian setelah 24 jam disaring dengan menggunakan
kertas saring dan ampasnya direndam kembali. Prosedur diulang selama
7 hari sehingga serbuk jahe terekstrasi secara sempurna. Hasil maserasi
dibebaskan dari pelarut dengan diuapkan menggunakan vacuum rotary
evaporator pada suhu ± 50ºC sampai diperoleh ekstrak kental yang dapat
dihitung.
13
Bobot Ekstrak
% Rendeman = x 100%
Bobot Serbuk Simplisia
……………………….. (1)
14
3. Analisis Skrining Fitokimia
a. Identifikasi Alkaloid
Disiapkan ekstrak jahe dan diambil ke dalam tabung reaksi, kemudiaan
ditambahkan 2 tetes pereaksi dragendorff. Larutan uji dinyatakan positif
jika terbentuk endapan warna jingga (Lumowa dan Bardin, 2018).
b. Identifikasi Flavonoid
Disiapkan ekstrak jahe dan diambil secukupnya dimasukkan kedalam
tabung reaksi, Kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Sampel
mengandung fenolik ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau
biru yang kuat (Manongko et al., 2020).
c. Identifikasi Saponin
Ditimbang ekstrak kental pelepah pisang nangka sebesar 15 mg
kemudiaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Dicampur menggunakan
akuades sebanyak 10 ml. kemudiaan dikocok selama 10 detik dan
didiamkan. Pembentukan busa setinggi 1-10 cm yang stabil selama
kurang lebih 10 menit, menunjukan adanya senyawa saponin. Jika
ditambahkan satu tetes HCl 2N, busanya tidak hilang maka
menunjukkan bahwa larutan positif mengandung saponin (Purwati et al.,
2018)
d. Identifikasi Steroin dan Terpenoid
Disiapkan ekstrak pelepah pisang nangka dan diambil secukupnya
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 2 tetes larutan CHCL 3
dan 3 tetes pereaksi liberman burchard. Terbentuknya warna merah
kemudiaan menjadi biru dan hijau menunjukkan adanya steroid.
Terbentuknya warna merah ungu mengindikasikan adanya triterpenoid
(Purwati et al., 2017)
e. Identifikasi Tanin
Diambil 1 mg lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan 2
tetes FeCL 10%. Larutan uji dinyatakan positif bila terbentuk warna biru
tua atau hitam kehijauan (Lumowa dan Bardin, 2018).
4. Formulasi Salep
15
Basis salep yang digunakan ialah vaselin flavum. Sterilkan vaselin flavum
di dalam oven suhu 150ºC selama 1 jam (Depkes RI, 1979), kemudian
uspens dan alu disterilkan menggunakan alcohol 70%. Vaselin flavum yang
telah disteril dimasukan dalam uspens, tambahkan nipagin gerus ad
homogen. Kemudian tambahkan ekstrak kental sedikit demi sedikit lalu
diaduk dengan kecepatan konstan hingga homogen dengan membentuk
basis salep. Sediaan salep yang akan digunakan memiliki masing-masing
konsentrasi ekstrak jahe yaitu 5%, 10% dan 15% dibuat sebanyak 75 g.
Tabel 1. Rancangan Formulasi Salep
Formula Salep
Bahan
K- F1 F2 F3
Ekstrak Jahe - 5% 10% 20%
Niapgin 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%
Vaselin flavum Ad 75 g Ad 75 g Ad 75 g Ad 75 g
Keterangan :
K- : Formula salep tanpa ekstrak jahe (kontrol uspense)
F1 : Formula salep dengan ekstrak jahe 5%
F2 : Formula salep dengan ekstrak jahe 10%
F3 : Formula salep dengan ekstrak jahe 15%
16
Pembuatan luka dilakukan dengan metode Morton yang telah
dimodifikasi, yaitu masing-masing tikus dianastesi menggunakan
sediaan injeksi ketamine dengan dosis 7 mg/kgBB secara intra muscular
(Fitriani, 2016). Kemudian diletakkan diatas papan bedah dengan posisi
telungkup dan kempat kaki diikat. Rambut tikus dibagian punggung di
cukur dengan menggunakan krim Veet®. Daerah dorsal yang telah
dicukur lalu dibersihkan dengan alcohol swab selanjutnya dibuat luka
berbentuk lingkaran dengan diameter ±1 cm pada bagian dorsal sekitar 3
cm dari auricular tikus. Dengan cara kulit tikus diangkat dengan pinset,
kemudian digunting dengan gunting bedah hingga bagian dermis beserta
jaringan yang terikat dibawahnya.
Lama
Kelompok Perlakuan
Perlakuan
Daerah dorsal sekitar 3 cm dari
auricular tikus dilukai dan dioleskan
K- 14 hari
basis salep tanpa ekstrak jahe (2x
sehari)
Daerah dorsal sekitar 3 cm dari
auricular tikus dilukai dan dioleskan
F1 14 hari
salep ekstrak jahe dengan konsentrasi
5% (2x sehari)
Daerah dorsal sekitar 3 cm dari
auricular tikus dilukai dan dioleskan
F2 14 hari
salep ekstrak jahe dengan konsentrasi
10% (2x sehari)
Daerah dorsal sekitar 3 cm dari
auricular tikus dilukai dan dioleskan
F3 14 hari
salep ekstrak jahe dengan konsentrasi
15% (2x sehari)
17
Keterangan :
K- : Formula salep tanpa ekstrak jahe (kontrol uspense)
F1 : Formula salep dengan ekstrak jahe 5%
F2 : Formula salep dengan ekstrak jahe 10%
F3 : Formula salep dengan ekstrak jahe 15%
Keterangan :
d : diameter rata-rata
d0 : diameter luka setelah pembuatan luka
dx : diameter luka pada hari dilakukan pengamatan
18
Bahan uji diberikan setelah pembuatan luka (hari ke-0) dan pengamatan
pertama luka dilakukan 24 jam setelah pembuatan luka (hari ke-1).
Pengamatan persentase penyembuhan luka dilakukan dari hari ke-1
hingga hari ke-14.
Keterangan:
N = Jumlah leukosit dalam bidang ke-4 bidang besar
20 = Faktor pengenceran
0,4 = Volume yang dihitung
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengaruh diferensial leukosit dianalisis
menggunakan SPSS 25 version. Metode analisis menggunakan Anova one way
dipakai untuk pengujian dua sampel atau lebih (Sunarti dan Octaviani, 2020).
Data diuji dengan menggunakan uji anova dan apabila data yang diuji signifikan
akan dilanjutkan dengan uji Tukey (post hoc) (Fadilah et al., 2021).
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Azhar, R., Julianti, E., Natasasmita, S., & Adhita, H. D. (2018). Antibacterial
activity of Zingiber Officinale Roscoe extract as a potential root canal
irrigation solution against Enterococcus faecalis. Padjadjaran J Dent.,
30(2), 124–129.
Bolajoko, E. B., Akinosun, O. M., & Khine, A. A. (2020). Chapter 4 -
Hyperglycemia-induced oxidative stress in the development of diabetic foot
ulcers (V. R. B. T.-D. (Second E. Preedy (ed.); pp. 35–48). Academic Press.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/B978-0-12-815776-3.00004-8
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Vol 1.
Jakarta: Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan.
Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Dharma, S., Santi, E., & Suharti, N. (2009). Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak
Etanol Rimpang Jahe ( Zingiber officinale Roscoe ) pada Tikus Putih
Jantan. Jurnal Farmasi Higea, 1(2), 79–84.
Fadilah, N. N., Fitriana, A. S., & Prabandari, R. (2021). Pengaruh Lama Waktu
Penyeduhan dan Bentuk Sediaan Teh Herbal Kulit Buah Naga Merah
( Hylocereus Polyrhizus ) terhadap Aktivitas Antioksidan. Seminar Nasional
Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (SNPPKM) (pp. 383–389).
Purwokerto, Indonesia: Universitas Harapan Bangsa.
Fatimah, R.N., 2015, Diabetes Melitus Tipe 2, J Majority, 4(5).
Fauzia, R. R., & Sulastri, I. (2017). Uji Efektivitas Anti Inflamasi Salep Ekstrak
Rimpang Kencur ( Kaempferia galanga L ) Terhadap Luka. Jurnal Sains
Dan Ilmu Farmasi, 2(3), 104–114.
Fitria, L., dan Mulyati, S., 2014, Profil Hematologi Tikus (Rattus norvegicus
Berkenhout, 1769) Galur Wistar Jantan dan Betina Umur 4, 6, dan 8
Minggu, Biogenesis, 2(2).
Fitriani, N. (2016). UJI AKTIVITAS GEL ETIL P -METOKSISINAMAT
TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA PADA TIKUS PUTIH
( Rattus Norvegicus ) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY. Program
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah.
Gaol, Y. E. L., Erly, E., & Sy, E. (2017). Pola Resistensi Bakteri Aerob pada
Ulkus Diabetik Terhadap Beberapa Antibiotika di Laboratorium
Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2011 - 2013. Jurnal
Kesehatan Andalas, 6(1), 164. https://doi.org/10.25077/jka.v6i1.664
21
Handayani, V., Aktsar, R.A., dan Miswati, S., 2014, Uji Aktivitas Antioksidan
Metanol Bunga dan Daun Patikala (Etlingera elatior (Jack) R.M. Sm)
menggunakan Metode Dpph, Pharm Sci Res., 1(2).
Hasrianti, Nururrahmah, dan Nurasia, 2016, Pemanfaatan Ekstrak Bawang
Merah dan Asam Asetat Sebagai Pengawet Alami Bakso, Jurnal Dinamika,
7(1).
Ifmaily, Islamiyah, S. B., & Fitriani, P. R. (2021). Efek Gel Daun Temu Putih
(Curcuma Zedoaria (Christm.) Roscoe) Sebagai Antiinflamasi Dengan
Metoda Induksi Karagen Dan Kantong Granuloma Pada Mencit Putih
Jantan. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(10), 2213–2226.
Kadek, N., Sari, Y., Agung, A., Putri, A., Puji, S., & Wahyuningsih, A. (2023).
Mechanism of Antimicrobial Resistance and Red Ginger as the Solution for
Source of Natural Antioxidant : A Brief Review. Indonesian Journal of
Pharmacy, 34(1), 1–23.
Lumowa, S. V. T. dan Bardin, S. 2018. Uji 82(4): 513-523.Fitokimia Kulit
Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) Bahan Alam Sebagai Pestisida Nabati
Berpotensi Menekan Serangan Serangga Hama Tanaman Umur Pendek.
Jurnal Sains dan Kesehatan. 1(9): 465-469.
Manongko, P. S., Sangi, M. S., & Momuat, L. I. (2020). Uji Senyawa Fitokimia
dan Aktivitas Antioksidan Tanaman Patah Tulang (Euphorbia tirucalli L.).
Jurnal MIPA, 9(2), 64. https://doi.org/10.35799/jmuo.9.2.2020.28725
Mao, Q.-Q., Xu, X.-Y., Cao, S.-Y., Gan, R.-Y., Corke, H., Beta, T., & Li, H.-B.
(2019). Bioactive Compounds and Bioactivities of Ginger (Zingiber
officinale Roscoe). Foods (Basel, Switzerland), 8(6).
https://doi.org/10.3390/foods8060185
Mashhadi, N. S., Ghiasvand, R., Askari, G., Hariri, M., Darvishi, L., & Mofid,
M. R. (2013). Anti-oxidative and anti-inflammatory effects of ginger in
health and physical activity: review of current evidence. International
Journal of Preventive Medicine, 4(Suppl 1), S36-42.
Moenek, D. Y. J. A., Oematan, A. B., & Toelle, N. N. (2007). Total Leukosit
Dan Diferensial Leukosit Darah Ayam Kampung Yang Terpapar Ascaridia
Galli Secara Alami. Partner (Buletin Pertanian Terapan), 991–997.
Mustafa, I., & Chin, N. L. (2023). Antioxidant Properties of Dried Ginger
(Zingiber officinale Roscoe) var. Bentong. Foods (Basel, Switzerland),
12(1).
Purnama, H., Sriwidodo, & Ratnawulan, S. (2017). Review Sistematik: Proses
Penyembuhan Dan Perawatan Luka. Farmaka, 15(2), 251–258.
Purwati, S., Lumora, S. V. T. dan Samsurianto.2017. Skrining Fitokimia Daun
Saliara (Lantana camara L.) Sebagai Pestisida Nabati Penekan Hama dan
Insidensi Penyakit Pada Tanaman Holtikultura di Kalimantan Timur.
Prosiding Seminar Nasional Kimia. 2017, Indonesia. Hal. 153-158
22
Rahman, M. M., Rahaman, M. S., Islam, M. R., Rahman, F., Mithi, F. M.,
Alqahtani, T., Almikhlafi, M. A., Alghamdi, S. Q., Alruwaili, A. S.,
Hossain, M. S., Ahmed, M., Das, R., Emran, T. Bin, & Uddin, M. S. (2021).
Role of Phenolic Compounds in Human Disease: Current Knowledge and
Future Prospects. Molecules (Basel, Switzerland), 27(1).
https://doi.org/10.3390/molecules27010233
Saeedi, P., Petersohn, I., Salpea, P., Malanda, B., Karuranga, S., Unwin, N.,
Colagiuri, S., Guariguata, L., Motala, A. A., Ogurtsova, K., Shaw, J. E.,
Bright, D., & Williams, R. (2019). Global and regional diabetes prevalence
estimates for 2019 and projections for 2030 and 2045: Results from the
International Diabetes Federation Diabetes Atlas, 9(th) edition. Diabetes
Research and Clinical Practice, 157, 107843.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2019.107843
Selva Olid, A., Solà, I., Barajas-Nava, L. A., Gianneo, O. D., Bonfill Cosp, X.,
& Lipsky, B. A. (2015). Systemic antibiotics for treating diabetic foot
infections. The Cochrane Database of Systematic Reviews, 2015(9),
CD009061.
Shrestha, L., Malla, N., Kandel, S., & Chaudhary, S. (2021). Manual differential
count and automated differential leukocyte count in normal individuals: a
comparative study. Journal of Physiological Society of Nepal, 2(1).
https://doi.org/10.3126/jpsn.v2i1.42289
Stoilova, I., Krastanov, A., Stoyanova, A., Denev, P., & Gargova, S. (2007).
Antioxidant activity of a ginger extract (Zingiber officinale). Food
Chemistry, 102(3), 764–770.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2006.06.023
Sunarti, dan Octaviani, P. (2020). Identification of chemical content and
antihypertensive activity test of ethanol extract from Tali Bamboo Shoot
(Gigantochloa apus (Schult. & Schult. F.)). Advances In Health Sciences
Research, 20, 237-241.
Susanty dan Fairus, B., 2016, Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan
Refluks Terhadap Kadar Fenolik dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zea mays
L.), Konversi, 5(2).
Tjitrosoepomo, G., 2005, Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta), Ugm-Press,
Jakarta.
Wilkinson, H. N., Hardman, M. J., & Wilkinson, H. N. (2020). Wound healing :
cellular mechanisms and pathological outcomes. Open Biology, 200223.
23