Pembimbing Klinis :
dr. Anggi Gilang, MMRS
Pembimbing Fakultas :
dr. Erna Sulistyowati, M.Kes, PhD
Sri Herlina, S.KM, M.PH
dr. H. Triwahyu Sarwiyata, M.Kes
dr. Fancy Brahma Adiputra, M.Gz
dr. Dewi Martha Indria, M.Kes, IBCLC
Oleh :
Syarifatul Qomariyah (21804101062)
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih karunia-Nya penulis dapat menyusun laporan diagnosa komunitas ini.
Laporan diagnosa komunitas ini disusun untuk memenuhi tugas pada kegiatan
kepaniteraan klinik madya. Makalah ini berisi diagnosa komunitas dengan judul
“Gambaran Kunjungan Berobat Pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas
Wajak” yang telah disetujui oleh dokter pembimbing.
Penulis berharap agar laporan diagnosa komunitas ini dapat dimanfaatkan dan
dipahami baik oleh penulis maupun pembaca. Segala kritikan dan saran yang membangun
sangat dibutuhkan untuk pengembangan ilmu kedokteran yang dibahas dalam laporan
diagnosa komunitas ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih, kususnya kepada dosen pembimbing
dr. Anggi Gilang, MMRS yang telah memberikan waktu, tenaga dan ilmu kepada penulis,
serta teman sejawat yang telah mendukung penyusunan laporan diagnosa komunitas ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................3
1.4 Manfaat..............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Mellitus..............................................................................................8
2.1.1. Epidemiologi..................................................................................................8
2.1.2. Definisi...........................................................................................................8
2.1.3. Klasifikasi......................................................................................................9
2.1.4. Etiologi...........................................................................................................9
2.1.5. Gambaran Klinis dan Penegakan Diagnosa.................................................11
2.1.6. Tatalaksana...................................................................................................14
2.1.7. Komplikasi...................................................................................................18
2.2 Kepatuhan Pengobatan....................................................................................21
2.2.1 Faktor Kepatuhan Berobat............................................................................21
2.3 Gambaran Wilayah Kajian Puskesmas Wajak.................................................24
2.4 Profil Puskesmas Wajak...................................................................................25
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Kerangka Teori................................................................................................32
3.2. Kerangka Konsep............................................................................................33
3.3. Variabel Penelitian..........................................................................................33
3.4. Definisi Operasional........................................................................................33
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian.............................................................................................34
4.2. Tempat dan Waktu..........................................................................................34
4.2.1. Tempat..........................................................................................................34
4.2.2. Waktu...........................................................................................................34
4.3. Populasi dan Sampel.......................................................................................34
4.4. Kriteria Inklusi................................................................................................34
4.5. Metode Pengambilan Sampel..........................................................................34
4.6. Analisa Data....................................................................................................34
4.7. Alur Penelitian................................................................................................35
BAB V HASIL Dan PEMBAHASAN.................................................................18
5.1 Hasil.................................................................................................................36
5.2 Pembahasan......................................................................................................38
5.2.1 Implementasi Pemecahan Masalah...............................................................39
BAB VII PENUTUP
7.1. Kesimpulan.....................................................................................................24
7.2. Hasil................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Manfaat Teoritis
Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bidang
kesehatan khususnya DMT-2.
2. Manfaat Praktis
Memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca untuk dijadikan
sebagai tambahan pengetahuan tentang DMT-2.
3. Bagi Struktur Puskesmas
Sebagai bahan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktik
pelayanan khususnya pada masyarakat dengan DMT-2 di Kecamatan Wajak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Definisi
DM adalah gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Depkes, 2005). Hiperglikemia pada
DM adalah akibat dari terhambatnya glukosa masuk ke dalam sel untuk proses
pembentukan energi. Pada kondisi glukosa tinggi dalam darah, hormon insulin
bekerja membantu glukosa masuk ke dalam sel (Goodman, 2002). Sebaliknya ketika
glukosa rendah dalam darah, hormon glukagon bekerja memecah glikogen untuk
meningkatkan glukosa darah (Taborsky, 2010).
Hormon insulin bekerja ketika berikatan dengan reseptor insulin yang terletak
di membran sel. Terdapat dua macam reseptor insulin yaitu α dan β. Reseptor α
berikatan dengan hormon insulin di ekstrasel, ikatan ini memicu produksi ATP pada
komponen intraseluler dari reseptor β. ATP yang diproduksi mengakibatkan
fosforilasi dari reseptor β sehingga terbentuk insulin receptor substrate (IRS). IRS
yang terbentuk berikatan dengan Phosphatidylinositol-3-kinase (PI 3-kinase).
Selanjutnya, PI 3-kinase akan mengativasi protein kinase C (PKC) sehingga terjadi
translokasi glukosa transporter 4 (GLUT 4) ke membran. GLUT 4 tersebut akan
mengikat glukosa untuk masuk kedalam sel (Saltiel & Kahn, 2001).
Gambar 1. Transduksi Sinyal Insulin
Keterangan: Mekanisme sinyal insulin berikatan dengan reseptor insulin, sehingga
transpor glukosa oleh GLUT (Saltiel & Kahn, 2001).
2.1.3 Klasifikasi
DMT-1 adalah diabetes yang terjadi akibat reaksi autoimun tubuh atau
hipersensitivitas tipe 4 (cell-mediated immune response). Reaksi autoimun adalah
ketika sel T menyerang sel normal dalam tubuh, pada kondisi ini sel T merusak sel ß
pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin. Rusaknya sel ß pankreas
mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin absolut. (Baynest, 2015; Kumar et al.,
2013). Diabetes tipe ini sering terjadi pada anak-anak (Rubin & Reisner, 2009).
2.1.3.2 Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT-2)
2.1.4 Etiologi
Diabetes melitus disebabkan oleh kekurangan insulin yang bersifat absolut
atau relatif yang selanjutnya meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar
glukosa bisa disebakan oleh produksi insulin yang rendah (kerusakan sel beta
pankreas) ataupun sensitivitas insulin yang terganggu terhadap pengaturan
metabolisme glukosa. Penyebab DM Tipe II tipe 2 paling sering dsebabkan oleh
terganggunya sensitivitas insulin atau yang sering disebut dengan resistensi insulin
(Silbernagl dan Lang, 2013).
Beberapa faktor yang menjadi risiko terjadinya DM adalah :
1. Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)
2. Riwayat penyakit DM di keluarga
3. Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi
hipertensi)
4. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah didiagnosis
DM Gestasional
5. Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome)
6. Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu)
7. Aktifitas jasmani yang kurang (IDI, 2014).
2.1.6 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang DM. Tujuan penatalaksanaan meliputi:
1. Tujuan jangka pendek : menghilangkan keluhan, memperbaiki kualitas hidup,
dan menurunkan resiko komplikasi akut.
2. Tujuan janga panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan mkroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan dan turunnya morbiditas dan mortalitas
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilalukakn pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan pengelolaaan pasien secara komprehensif
(Perkeni, 2019).
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan hidup sehat (terapi nutrisi
dan aktivitas fisik) bersama dengan intervensi farmakologis dengan obat anti
hiperglikemi secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral diberikan
sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri,
tanda gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien
(Perkeni, 2019)
2.1.6.1 Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat perlu dilakukan sebagai upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang penting dari pengelolaan DM secara holistik
(Perkeni, 2019).
2.1.6.2 Terapi Nutrisi
Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting penatalaksanaan DM secara
komprehensif. Keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas keseatan lainnya, pasien, dan keluarga). Prinsip pengaturan
makan pada penyandang DM hamir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum, makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori zat gizi masing
– masing individu. Penyandang DM perlu diberi penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan dan jenis makanan serta jumlah kandungan kalorinya
terutama pada mereka yang menggunkan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau insulin itu sendiri (Perkeni, 2019).
2.1.6.3 Latihan Fisik
Latihan fisik merupakan hal penting dalam pengelolaan DMT-2. Program
latihan fisik secara teratur dilakukan 3-5 kali selama seminggu selama 30-45 menit
dengan total menit perminggu dengan jeda anatar latihan tidak lebih dari berturut
turut. Kegiatan fisik sehari – hari bukan termasuk latihan fisik. Aktivitas yang
dianjurkan yakni aktivitas yang bersifat aerobik seeperti jalan cepat, jogging,
bersepeda, atau berenang. Pemeriksaan glukosa sebelum latihan fisik dianjurkan.
Pasien dengan glukosa darah < 100 mg/dL harus megkonsumsi karbohidrat terlebih
dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan fisik (Perkeni, 2019).
2.1.6.4 Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
fisik. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Sulfonilurea
Sulfonilurea berperan merangsang sel β pankreas untuk mensekresi insulin
(Depkes, 2005). Sulfonilurea akan berikan dengan Sulfonylurea Receptor (SUR) di
membran sel pankreas, setelah berikatan K yang berada dalam sel akan berhenti dan
mengakibatkan depolarisasi sel. Setelah itu, akan terjadi peningkatan aliran kalsium
yang menyebabkan kontraksi dari filamen aktomiosin sel β pankreas. Sel β pankreas
akan terstimulasi untuk mensekresikan insulin (Sola et al., 2015).
Kontraindikasi sulfonilurea adalah pasien dengan gangguan hati, ginjal dan
tiroid. Terdapat efek samping konsumsi sulfonilurea seperti diare, mual, sakit perut,
sakit kepala, hipersekresi asam lambung, vertigo, ataksia, bingung dan lain
sebagainya. Jika dosis tidak tepat atau konsumsi makanan terlalu ketat makan dapat
mengakibatkan hipoglikemia. Contoh obat golongan sulfonilurea seperti gliburida
(glibenklamida), glimepirida, glipizida, glikuidon dan glikazida (Depkes, 2005).
2. Thiazolidindion
Tiazolidindion berperan meningkatkan sensitifitas tubuh terhadap insulin
(Depkes, 2005). Tiazolidindion akan berikatan dengan PPARγ (peroxisome
proliferator activated receptor-gamma) di hati, jaringan lemak, dan otot. PPARγ
adalah reseptor yang berfungsi sebagai faktor transkripsi. PPARγ yang berikatan
dengan RXR (Retinoid X Receptor) akan yang mengaktifkan gen tertentu, Gen
tersebut berperan menstimulasi penyerapan sel lemak dan metabolisme glukosa
(Ozougwu et al., 2013).
3. Biguanid
Biguanida berperan menurunkan produksi glukosa hati. Efek samping
biguanida seperti gangguan fungsi ginjal, hati, muntah, mual dan diare Contoh obat
golongan bigunida adalah metformin (Depkes, 2005).
4. Meglitinid
Meglitinid memiliki cara kerja yang mirip dengan sulfonylurea dengan cara
meningkatkan sekresi insulin oleh pankreas. Meglitinid umumnya digunakan dalam
bentuk kombinasi dengan obat antidiabetik oral lainnya (Depkes, 2005).
5. DPP-4 Inhibitor
DPP-4 (Dipeptidil Peptidase-4) inhibitor berperan menghambat enzim DPP-
4. DPP-4 adalah enzim yang mendegradasi incretin seperti GIP dan GLP-1 yang ada
di usus. Incretin yang meningkat akan menstimulasi sekresi insulin dan menekan
glukagon dengan cara menurunkan produksi glukosa hati dan pengosongan lambung
(Ramanathan, 2015).
6. α glukosidase inhibitor
α-glukosidase inhibitor berperan menghambat enzim α-glukosidase seperti
maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase di dinding usus halus. Enzim-enzim
ini berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida. α-glukosidase yang terhambat
akan menurunkan pencernaan karbohidrat dan kadar glukosa dalam darah. α-
glukosidase inhibitor juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang berfungsi
untuk menghidrolisis polisakarida di usus halus (Depkes, 2005).
Dosis yang digunakan adalah 150-600 mg/hari dan disarankan untuk
memberikannya pada suapan pertama setiap kali makan. Efek samping pemberian α-
glukosidase seperti sering flatus, perut kurang enak dan kadang-kadang diare. Bila
dikombinasi dengan sulfonylurea atau insulin dapat menyebakan hipoglikemia
(Depkes, 2005).
7. Insulin
Terapi insulin merupakan obat yang digunakan untuk kasus DMT-1.
Terdapat 4 jenis insulin yang digunakan untuk pengobatan diabates mellitus tipe 1,
yaitu (1) rapid acting insulin, (2) short acting insulin, (3) intermediate acting insulin
dan (4) long acting insulin
Rapid acting insulin memiliki dua macam analog yaitu insulin Lispro dan
insulin Aspart. Insulin jenis memiliki daya absorpsi lebih cepat, onset lebih cepat dan
lama kerja lebih singkat dibandingkan regular insulin. Jenis insulin kedua adalah
short acting insulin. Insulin jenis ini diberikan secara subkutan dan intra vena untuk
mengatasi keadaan akut seperti ketoasidosis, tindakan bedah dan pasien baru. Insulin
jenis ketiga adalah Intermediete acting insulin. Insulin jenis ini dapat digunakan dua
kali sehari. Onset lambat dan masa kerja yang panjang tetapi masih tetap kurang dari
24 jam. Jenis insulin keempat adalah Keempat Long acting insulin, pemakaian
insulin ini cukup diberikan satu kali dalam satu hari. Pemakaian insulin kerja panjang
(glargine insuline) juga secara bermakna dapat menurunkan kadar HbA1c (Wisman
et al., 2007).
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi pada DM yang tidak terkedali dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Bisa berupa komplikasi akut maupun komplikasi kronis. Menurut
Perkeni (2019) komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
Hipoglikemi
3. Faktor Pendorong
Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas yang lain. Menurut Brunner & Suddarth (2012) dalam buku ajar
keperawatan medikal bedah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan
adalah :
a. Faktor Demografi sepeti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status social,
ekonomi dan pendidikan
b. Faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi
c. Faktor psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan,
penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau
budaya dan biaya finansial dan lainnya yang termaksud dala mengikuti
regimen.
Dari Tabel di atas dapat dilihat untuk jumlah penduduk wilayah kerja
Puskesmas Wajak menurut jenis kelamin didapatkan jumlah penduduk laki-laki
lebih banyak dari perempuan dengan rasio 1,02.
Tabel 8. Data Kependudukan Tahun 2020
Dari tabel tenaga kesehatan di atas dapat dilihat dari 63 tenaga sebanyak
24% adalah tenaga kontrak puskesmas. Hal ini terkadang menyulitkan puskesmas
karena ada beberapa hal yang tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kontrak
puskesmas terkait status kepegawaian. Selain itu juga dengan tenaga yang terbatas
membuat setiap petugas memiliki tugas rangkap tidak hanya program tapi juga
administrasi. Berdasarkan perhitungan Analisa Beban Kerja tahun 2019,
kebutuhan tenaga untuk Puskesmas Wajak ternyata sangat kurang.
Pelayanan UKM di Puskesmas Pujon terbagi atas UKM esensial dan UKM
pengembangan. UKM esensial meliputi:
1. Pelayanan Promosi Kesehatan
3. Pelayanan KIA-KB
2. Kesehatan Jiwa
3. Kesehatan Gigi
4. Kesehatan Tradisional
6. Kesehatan Olahraga
7. Kesehatan Lansia
9. Kesehatan Matra
10. Kefarmasian
- Pengetahuan
Penderita DM
- Dukungan
Keluarga
Kepatuhan Kunjungan
- Patuh
- Tidak Patuh
Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil dari data
Profil Puskesmas mengenai Jumlah Kunjungan Penderita DM pada tahun 2019
dan 2020.
7.2 Saran
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Dipiro J, Dipiro J, Schwinghammer T, and Wells B. Pharmacotherapy Handbook
9th edition. United State of America: The McGraw-Hill Companies; 2015
Hamarno, R., Nurdiansyah, M., & Toyibah, A. 2016. Hubungan antara Kepatuhan
Kontrol dengan Terjadinya Komplikasi Kronis pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 di Puskesmas Janti Kota Malang. eJournal UMM. 7(2):
126–34.
Himawan, Rizka. 2013. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Diabetes
Mellitus Dan Perilaku Penderita Diabetes Mellitus Dengan Tipe-Tipe
Diabetes Mellitus Di Puskesmas Wergu Wetan Kabupaten Kudus.
Izza EL, 2019. Kepatuhan Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Yang Menjalani
Terapi Diet Ditinjau Dari Theory Of Planned Behaviour. Thesis.
Jasmani, Tori R., 2016. Edukasi dan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes.
Jurnal Keperawatan. 12(1): 140-8.
Kurniawati RF, 2020. Tingkat Kepatuhan Penggunaan Antidiabetik pada Pasien
Diabetes Melitus di Klinik Pratama Aisyah Medika Sukoharjo. KTI.
Kemenkes RI. 2013. Hasil Riskesdas Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.
Kemenkes RI. 2018. Hasil Riskesdas Tahun 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.
Kemenkes RI. 2020. Petunju Teknis Pelayanan Puskesmas Pada Masa Pandemi
Covid-19. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI 2020.
Kemenkes RI. 2020. Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Mellitus.
Jakarta: Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Kumar, V., Abbas, A.K. & Aster, J.C. 2013. Robbins Basic Pathology 9th ed.,
Canada: Elsevier.
Pubra BF, 2020. Karakterisik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang Dirawat
Inap di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2017-2018. SKRIPSI.
Putra WA, Khairun NB., 2015. Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. MAJORUTY. 4 (9) : 8-12.
Safira, K. 2018. Buku Pintar Diabetes. Kenali, Cegah dan Obati Cetakan Pe.,
Yogyakarta: Healthy Publisher.
Saltiel, A. R. & Kahn, C. R. 2001. Glucose and Lipid Metabolism. Nature. 414:
799– 806.
Sola, D. et al. 2015. Sulfonylureas and their use in clinical practice. Arch Med
Sci, 4 : 840–848.
Srikartika, V. M., Cahya, A. D., Suci, R., Hardiati, W., & Srikartika, V. M. 2016.
Analisis Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan Penggunaan Obat Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Manajemen Dan Pelayananan Farmasi,
6(3) : 205–212.
WHO. 2016. Diabetes Fact Sheet. World Health Organization Regional Office for
Europe.