Anda di halaman 1dari 51

GAMBARAN KUNJUNGAN BEROBAT PADA

PENDERITA DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS


WAJAK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Pembimbing Klinis :
dr. Anggi Gilang, MMRS

Pembimbing Fakultas :
dr. Erna Sulistyowati, M.Kes, PhD
Sri Herlina, S.KM, M.PH
dr. H. Triwahyu Sarwiyata, M.Kes
dr. Fancy Brahma Adiputra, M.Gz
dr. Dewi Martha Indria, M.Kes, IBCLC

Oleh :
Syarifatul Qomariyah (21804101062)

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LAB. ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS PUJON KAB.MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih karunia-Nya penulis dapat menyusun laporan diagnosa komunitas ini.
Laporan diagnosa komunitas ini disusun untuk memenuhi tugas pada kegiatan
kepaniteraan klinik madya. Makalah ini berisi diagnosa komunitas dengan judul
“Gambaran Kunjungan Berobat Pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas
Wajak” yang telah disetujui oleh dokter pembimbing.
Penulis berharap agar laporan diagnosa komunitas ini dapat dimanfaatkan dan
dipahami baik oleh penulis maupun pembaca. Segala kritikan dan saran yang membangun
sangat dibutuhkan untuk pengembangan ilmu kedokteran yang dibahas dalam laporan
diagnosa komunitas ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih, kususnya kepada dosen pembimbing
dr. Anggi Gilang, MMRS yang telah memberikan waktu, tenaga dan ilmu kepada penulis,
serta teman sejawat yang telah mendukung penyusunan laporan diagnosa komunitas ini.

Wajak, 6 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman

Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................3
1.4 Manfaat..............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Mellitus..............................................................................................8
2.1.1. Epidemiologi..................................................................................................8
2.1.2. Definisi...........................................................................................................8
2.1.3. Klasifikasi......................................................................................................9
2.1.4. Etiologi...........................................................................................................9
2.1.5. Gambaran Klinis dan Penegakan Diagnosa.................................................11
2.1.6. Tatalaksana...................................................................................................14
2.1.7. Komplikasi...................................................................................................18
2.2 Kepatuhan Pengobatan....................................................................................21
2.2.1 Faktor Kepatuhan Berobat............................................................................21
2.3 Gambaran Wilayah Kajian Puskesmas Wajak.................................................24
2.4 Profil Puskesmas Wajak...................................................................................25
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Kerangka Teori................................................................................................32
3.2. Kerangka Konsep............................................................................................33
3.3. Variabel Penelitian..........................................................................................33
3.4. Definisi Operasional........................................................................................33
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian.............................................................................................34
4.2. Tempat dan Waktu..........................................................................................34
4.2.1. Tempat..........................................................................................................34
4.2.2. Waktu...........................................................................................................34
4.3. Populasi dan Sampel.......................................................................................34
4.4. Kriteria Inklusi................................................................................................34
4.5. Metode Pengambilan Sampel..........................................................................34
4.6. Analisa Data....................................................................................................34
4.7. Alur Penelitian................................................................................................35
BAB V HASIL Dan PEMBAHASAN.................................................................18
5.1 Hasil.................................................................................................................36
5.2 Pembahasan......................................................................................................38
5.2.1 Implementasi Pemecahan Masalah...............................................................39
BAB VII PENUTUP
7.1. Kesimpulan.....................................................................................................24
7.2. Hasil................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) merupakan salah satu jenis penyakit tidak
menular yang masih menjadi ancaman kesehatan di masyarakat. Penyakit ini
terjadi akibat kegagalan sekresi insulin, penurunan sekresi insulin atau
resistensi insulin sehingga menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah
atau hiperglikemia (American Diabetes Association, 2018). Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan
disfungsi organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah,
yang menimbulkan beberapa macam komplikasi, antara lain aterosklerosis,
neuropati, gagal ginjal, dan retinopati (American Diabetes Association, 2014).
Organisasi International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan
sedikitnya terdapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia menderita
diabetes pada tahun 2019. Angka prediksi terus meningkat hingga mencapai
578 juta ditahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045 (Kemenkes RI, 2020). Hasil
Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi DM di Indonesia berdasarkan
diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun sebesar 2% dibandingkan hasil
Riskesdas tahun 2013 sebesar 1,5%. Prevalensi DM menurut hasil
pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada
2018. Angka ini menunjukkan bahwa baru sekitar 25% penderita DM
mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes (Kemenkes RI, 2018).
Manajemen DM terdiri dari empat langkah yaitu penerapan pola hidup sehat,
terapi nutrisi, intervensi farmakologis dan edukasi (Putra, 2015). Keberhasilan
proses kontrol terhadap penyakit diabetes melitus sangatlah ditentukan oleh
kepatuhan berobat yang tinggi agar dapat mencegah segala komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit diabetes melitus (Tombokan, 2015). Kepatuhan pasien
adalah kesesuaian perilaku pasien dengan aturan dan ketentuan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien
dalam berobat yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan dan pengetahuan, serta status
ekonomi (Sasmita, 2021). Selain itu tingkat kepatuhan yang rendah juga terkait
dengan prinsip dan perencanaan diet 3J yaitu jumlah, jenis dan jadwal diet yang
dianjurkan . Pasien DM tipe 2 yang mengkonsumsi obat antidiabetes oral memiliki
perilaku kepatuhan yang rendah dalam melakukan terapi farmakologis (Dipiro,
2015).
Rutin melakukan kunjungan berobat di pelayanan kesehatan adalah salah satu
cara untuk mencegah terjadinya komplikasi yang dapat dilakukan oleh penderita
diabetes melitus (Robiah, 2020). Penelitian yang dilakukan oleh (Pubra, 2020),
mengenai faktor yang mempengaruhi kepatuhan kunjungan berobat yaitu
pengetahuan, motivasi berobat, dukungan keluarga, status pekerjaan, lama menderita,
peran tenaga kesehatan, keikutsertaan askes, keterjangkauan pelayanan kesehatan
dengan kepatuhan kunjungan berobat menunjukkan bahwa pasien yang tidak patuh
terhadap kunjungan berobat lebih tinggi dibandingkan dengan yang patuh.
Pelayanan kesehatan penderita DM di Puskesmas Wajak dilakukan dalam 2
program yaitu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perseorangan (UKP). Salah satu program UKM yakni Pos Bina Terpadu Penyakit
Tidak Menular (Posbindu PTM) yang melakukan skrining dan pencegahan penyakit
DM. Kegiatan program UKP melakukan pengobatan penyakit DM. Puskesmas
Wajak memiliki 3 program UKM diantaranya yaitu Posbindu berbasis Muslimat,
Smart Heart dan Pandu PTM (Profil Puskesmas Wajak, 2020).
Jumlah penderita DM di Puskesmas Wajak tercatat sebanyak 1.317 orang
pada tahun 2019 dan tahun 2020. Total cakupan penderita DM yang rutin berobat
sebanyak 829 orang yaitu mencapai 62,9% dari jumlah keseluruhan pasien
penderita DM di Puskesmas Wajak pada tahun 2019. Hal ini berbeda dengan tahun
2020 dimana total cakupan penderita DM yang rutin berobat sebanyak 730 orang
yaitu mencapai 55,4% dari jumlah keseluruhan pasien penderita DM di Puskesmas
Wajak. Data tersebut menggambarkan bahwa terjadi penurunan jumlah kunjungan
penderita DM yang mendapatkan pengobatan di Puskesmas Wajak (Profil
Puskesmas Wajak, 2020).
Ketidakpatuhan penderita diabetes melitus terkait terapi antidiabetik mungkin
menunjukkan outcome klinik yang buruk dibandingkan dengan pasien yang patuh
terhadap pengobatan. Ketidakpatuhan dapat menyebabkan komplikasi terkait
diabetes melitus seperti penurunan fungsi organ, rendahnya kualitas hidup, dan
bahkan kematian (Kurniawati, 2020). Adanya penurunan jumlah kunjungan
penderita DM di Puskesmas Wajak mendorong peneliti untuk mendeskripsikan
faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan pasien DM dalam melakukan pengobatan
rutin di Puskesmas Wajak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran kepatuhan kunjungan penderita DM di Puskesmas Wajak?
2. Apa saja faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan kepatuhan kunjungan
ke puskesmas wajak?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran jumlah kunjungan penderita DM di Puskesmas
wajak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran kepatuhan kunjungan penderita DM di Puskesmas Wajak
2. Mengetahui faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan kepatuhan
kunjungan ke puskesmas wajak
1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bidang
kesehatan khususnya DMT-2.
2. Manfaat Praktis
Memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca untuk dijadikan
sebagai tambahan pengetahuan tentang DMT-2.
3. Bagi Struktur Puskesmas
Sebagai bahan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktik
pelayanan khususnya pada masyarakat dengan DMT-2 di Kecamatan Wajak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


2.1.1 Epidemiologi
Diabetes melitus (DM) menjadi salah satu permasalahan kesehatan terbesar di
dunia. Menurut WHO, prevalensi pasien DM di dunia mencapai 422 juta jiwa pada
tahun 2014. Jumlah tersebut meningkat 4 kali lipat dibandingkan jumlah pasien pada
tahun 1980. Sedangkan angka kematian akibat DM mencapai 1,6 juta pada tahun
2015 (WHO, 2016). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan,
jumlah pasien DM berumur diatas 15 tahun di Indonesia mencapai 12 juta jiwa pada
tahun 2013, angka ini meningkat hampir dua kali lipat dari riset kesehatan dasar yang
dilakukan pada tahun 2007 (Kemenkes RI, 2013).

2.1.2 Definisi
DM adalah gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Depkes, 2005). Hiperglikemia pada
DM adalah akibat dari terhambatnya glukosa masuk ke dalam sel untuk proses
pembentukan energi. Pada kondisi glukosa tinggi dalam darah, hormon insulin
bekerja membantu glukosa masuk ke dalam sel (Goodman, 2002). Sebaliknya ketika
glukosa rendah dalam darah, hormon glukagon bekerja memecah glikogen untuk
meningkatkan glukosa darah (Taborsky, 2010).

Hormon insulin bekerja ketika berikatan dengan reseptor insulin yang terletak
di membran sel. Terdapat dua macam reseptor insulin yaitu α dan β. Reseptor α
berikatan dengan hormon insulin di ekstrasel, ikatan ini memicu produksi ATP pada
komponen intraseluler dari reseptor β. ATP yang diproduksi mengakibatkan
fosforilasi dari reseptor β sehingga terbentuk insulin receptor substrate (IRS). IRS
yang terbentuk berikatan dengan Phosphatidylinositol-3-kinase (PI 3-kinase).
Selanjutnya, PI 3-kinase akan mengativasi protein kinase C (PKC) sehingga terjadi
translokasi glukosa transporter 4 (GLUT 4) ke membran. GLUT 4 tersebut akan
mengikat glukosa untuk masuk kedalam sel (Saltiel & Kahn, 2001).
Gambar 1. Transduksi Sinyal Insulin
Keterangan: Mekanisme sinyal insulin berikatan dengan reseptor insulin, sehingga
transpor glukosa oleh GLUT (Saltiel & Kahn, 2001).

2.1.3 Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association, klasifikasi DM terbagi menjadi 4,


yakni DM Tipe 1 (DMT-1), DM Tipe 2 (DMT-2), DM Gestasional (DMG), dan
Diabetes tipe lain (ADA, 2010).
2.1.3.1 Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT-1)

DMT-1 adalah diabetes yang terjadi akibat reaksi autoimun tubuh atau
hipersensitivitas tipe 4 (cell-mediated immune response). Reaksi autoimun adalah
ketika sel T menyerang sel normal dalam tubuh, pada kondisi ini sel T merusak sel ß
pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin. Rusaknya sel ß pankreas
mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin absolut. (Baynest, 2015; Kumar et al.,
2013). Diabetes tipe ini sering terjadi pada anak-anak (Rubin & Reisner, 2009).
2.1.3.2 Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT-2)

DMT-2 adalah diabetes yang terjadi akibat resistensi insulin, defisiensi


sekresi insulin relatif atau keduanya, akibatnya glukosa tidak bisa masuk ke dalam
sel (Kumar et al., 2013). Pada umumnya pasien DMT-2 masih bisa memproduksi
insulin, namun terdapat reseptor yang kurang sensitif terhadap insulin atau jumlah
insulin yang tidak memenuhi kebutuhan tubuh, sehingga hanya sedikit glukosa yang
masuk ke dalam sel (Safira, 2018). DM tipe ini lebih sering terjadi setelah usia 40
tahun (Rubin & Reisner, 2009).
2.1.3.3 Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
DMG adalah diabetes atau gangguan toleransi glukosa yang terjadi saat
kehamilan, diabetes ini dapat ditegakan apabila peningkatan glukosa darah terjadi
pada masa kehamilan dan tidak memiliki riwayat DM sebelumnya (Kurniawan,
2016). Kondisi ini disebabkan meningkatnya hormon antagonis insulin seperti
progesteron, estrogen, kortisol dan human placenta lactogen. Peningkatan hormon
tersebut menghambat kinerja insulin, apabila terjadi peningkatan yang tinggi pada
hormon antagonis insulin menyebabkan kadar glukosa darah menjadi tinggi
(Rahmawati et al., 2016).

2.1.3.4 Diabetes Tipe lain


Diabetes tipe lain adalah diabetes yang mekanisme dan penyebabnya
berbeda dengan diabetes lainnya. Penyebab diabetes tipe lain seperti infeksi, defek
genetik kerja insulin, defek genetik fungsi sel β pankreas, endokrinopati (contoh
akromegali), penyakit eksokrin pankreas (contoh pankreatitits), sebab obat atau zat
kimia, sebab imunologi yang jarang dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
DM (Perkeni, 2015).

2.1.4 Etiologi
Diabetes melitus disebabkan oleh kekurangan insulin yang bersifat absolut
atau relatif yang selanjutnya meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar
glukosa bisa disebakan oleh produksi insulin yang rendah (kerusakan sel beta
pankreas) ataupun sensitivitas insulin yang terganggu terhadap pengaturan
metabolisme glukosa. Penyebab DM Tipe II tipe 2 paling sering dsebabkan oleh
terganggunya sensitivitas insulin atau yang sering disebut dengan resistensi insulin
(Silbernagl dan Lang, 2013).
Beberapa faktor yang menjadi risiko terjadinya DM adalah :
1. Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)
2. Riwayat penyakit DM di keluarga
3. Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi
hipertensi)
4. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah didiagnosis
DM Gestasional
5. Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome)
6. Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu)
7. Aktifitas jasmani yang kurang (IDI, 2014).

2.1.5 Gambaran Klinis Dan Penegakan Diagnosa


2.1.5.1 Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada setiap pasien DM berbeda-beda, tergantung perjalanan
klinisnya. Gambaran klinis yang umumnya muncul pada semua pasien adalah gejala
klasik yang diakibatkan hipeglikemia. Gejala klasik DM ada tiga yakni poliuria,
polidipsia dan polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Poliuria adalah keadaan volume air kemih 24 jam meningkat
melebihi 2.500 mL (Perkeni, 2019). Polidipsia adalah perasaan haus sehingga terjadi
peningkatan konsumsi air (Tim-Bumi-Medika, 2017). Sedangkan polifagia adalah
perasaan lapar yang berlebih (Goodman, 2002). Keluhan lain yang dapat muncul
yakni keluhan lain sepeti lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi
ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita (Perkeni, 2019).
2.1.5.2 Penegakan Diagnosa
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2019), diagnosis DM
ditegakan berdasar pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan darah yang digunkanan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan menggunakan plasma darah
vena. Pemantauan hasil pengobatan dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar glukosuria.
Tabel 1. Kriteria Diagnosa Diabetes Melitus

Sumber : Perkeni, 2019

Tabel 2. Kriteria Diagnosa Diabetes Melitus

Sumber : Perkeni, 2019

Cara pelaksanaan Tes Toleransi Glukosa Terganggu (TTOG) sesuai WHO


(1999) adalah sebagai berikut
- 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan dan aktivitas seperti biasanya
- Berpuasa 8 jam sebelum pemeriksaan, diperbolehkan minum air putih
- Diperiksa konsentrasi Glukoa Darah Puasa (GDP)
- Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram.KgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam 250 mL air dan dimunum dalam waktu 5 menit
- Berpuasa kembali, dan diperiksa lagi 2 jam setelah konsumsi glukosa
- Selama proses pemeriksaan pasien harus istirahat
Hasil pemeriksaan glukosa darah setelah 2 jam diberikan beban glukosa untuk
pemeriksaan TTOG adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan TTOG
No Nilai Gula Darah Puasa
1 <140 mg/dL Normal
2 140-200 mg/dL Toleransi glukosa terganggu
3 >200 mg/dL diabetes
Sumber : WHO, 1999
Screening juga dapat dilakukan untuk melihat potensi terjadinya DM.
Pemeriksaan yang digunakan untuk screaning adalah pemeriksaan konsentrasi GDS
atau konsentrasi GDP, dan dapat diikuti dengan TTOG.

Tabel 4. Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan


Screening dan Diagnosa Diabetes Melitus
No Bukan DM Belum pasti DM DM
1 GDS Vena <100≥200 mg/dL 100-199 mg/dL ≥200 mg/dL
2 GDS Kapiler <90 mg/dL 90-199 mg/dL ≥200 mg/dL
3 GDP Vena <100 mg/dL 100-125 mg/dL ≥126 mg/dL
4 GDP Kapiler <90 mg/dL 90-99 mg/dL ≥100 mg/dL
Sumber : Perkeni, 2015
Tabel 5. Penegakan Diagnosa Diabetes Melitus
No Jenis Diabetes Gula Tes Toleransi HbA1c Gula Darah
Darah Glukosa Oral Sewaktu
Puasa
1 DM tipe 1 ≥126 ≥200 mg/dl ≥ 6,5% ≥200 mg/dl
mg/dl
2 DM tipe 2 ≥126 ≥200 mg/dl ≥ 6,5% ≥200 mg/dl
mg/dl
3 DM Gestasional >92 1 jam>180 mg/dl - -
mg/dl 2 jam>153 mg/dl
Sumber : ADA, 2010
Gambar 2. Alur Diagnosa Diabetes Melitus (WHO, 1999)

2.1.6 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang DM. Tujuan penatalaksanaan meliputi:
1. Tujuan jangka pendek : menghilangkan keluhan, memperbaiki kualitas hidup,
dan menurunkan resiko komplikasi akut.
2. Tujuan janga panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan mkroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan dan turunnya morbiditas dan mortalitas
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilalukakn pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan pengelolaaan pasien secara komprehensif
(Perkeni, 2019).
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan hidup sehat (terapi nutrisi
dan aktivitas fisik) bersama dengan intervensi farmakologis dengan obat anti
hiperglikemi secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral diberikan
sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri,
tanda gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien
(Perkeni, 2019)
2.1.6.1 Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat perlu dilakukan sebagai upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang penting dari pengelolaan DM secara holistik
(Perkeni, 2019).
2.1.6.2 Terapi Nutrisi
Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting penatalaksanaan DM secara
komprehensif. Keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas keseatan lainnya, pasien, dan keluarga). Prinsip pengaturan
makan pada penyandang DM hamir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum, makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori zat gizi masing
– masing individu. Penyandang DM perlu diberi penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan dan jenis makanan serta jumlah kandungan kalorinya
terutama pada mereka yang menggunkan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau insulin itu sendiri (Perkeni, 2019).
2.1.6.3 Latihan Fisik
Latihan fisik merupakan hal penting dalam pengelolaan DMT-2. Program
latihan fisik secara teratur dilakukan 3-5 kali selama seminggu selama 30-45 menit
dengan total menit perminggu dengan jeda anatar latihan tidak lebih dari berturut
turut. Kegiatan fisik sehari – hari bukan termasuk latihan fisik. Aktivitas yang
dianjurkan yakni aktivitas yang bersifat aerobik seeperti jalan cepat, jogging,
bersepeda, atau berenang. Pemeriksaan glukosa sebelum latihan fisik dianjurkan.
Pasien dengan glukosa darah < 100 mg/dL harus megkonsumsi karbohidrat terlebih
dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan fisik (Perkeni, 2019).
2.1.6.4 Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
fisik. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Sulfonilurea
Sulfonilurea berperan merangsang sel β pankreas untuk mensekresi insulin
(Depkes, 2005). Sulfonilurea akan berikan dengan Sulfonylurea Receptor (SUR) di
membran sel pankreas, setelah berikatan K yang berada dalam sel akan berhenti dan
mengakibatkan depolarisasi sel. Setelah itu, akan terjadi peningkatan aliran kalsium
yang menyebabkan kontraksi dari filamen aktomiosin sel β pankreas. Sel β pankreas
akan terstimulasi untuk mensekresikan insulin (Sola et al., 2015).
Kontraindikasi sulfonilurea adalah pasien dengan gangguan hati, ginjal dan
tiroid. Terdapat efek samping konsumsi sulfonilurea seperti diare, mual, sakit perut,
sakit kepala, hipersekresi asam lambung, vertigo, ataksia, bingung dan lain
sebagainya. Jika dosis tidak tepat atau konsumsi makanan terlalu ketat makan dapat
mengakibatkan hipoglikemia. Contoh obat golongan sulfonilurea seperti gliburida
(glibenklamida), glimepirida, glipizida, glikuidon dan glikazida (Depkes, 2005).
2. Thiazolidindion
Tiazolidindion berperan meningkatkan sensitifitas tubuh terhadap insulin
(Depkes, 2005). Tiazolidindion akan berikatan dengan PPARγ (peroxisome
proliferator activated receptor-gamma) di hati, jaringan lemak, dan otot. PPARγ
adalah reseptor yang berfungsi sebagai faktor transkripsi. PPARγ yang berikatan
dengan RXR (Retinoid X Receptor) akan yang mengaktifkan gen tertentu, Gen
tersebut berperan menstimulasi penyerapan sel lemak dan metabolisme glukosa
(Ozougwu et al., 2013).
3. Biguanid
Biguanida berperan menurunkan produksi glukosa hati. Efek samping
biguanida seperti gangguan fungsi ginjal, hati, muntah, mual dan diare Contoh obat
golongan bigunida adalah metformin (Depkes, 2005).
4. Meglitinid
Meglitinid memiliki cara kerja yang mirip dengan sulfonylurea dengan cara
meningkatkan sekresi insulin oleh pankreas. Meglitinid umumnya digunakan dalam
bentuk kombinasi dengan obat antidiabetik oral lainnya (Depkes, 2005).
5. DPP-4 Inhibitor
DPP-4 (Dipeptidil Peptidase-4) inhibitor berperan menghambat enzim DPP-
4. DPP-4 adalah enzim yang mendegradasi incretin seperti GIP dan GLP-1 yang ada
di usus. Incretin yang meningkat akan menstimulasi sekresi insulin dan menekan
glukagon dengan cara menurunkan produksi glukosa hati dan pengosongan lambung
(Ramanathan, 2015).
6. α glukosidase inhibitor
α-glukosidase inhibitor berperan menghambat enzim α-glukosidase seperti
maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase di dinding usus halus. Enzim-enzim
ini berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida. α-glukosidase yang terhambat
akan menurunkan pencernaan karbohidrat dan kadar glukosa dalam darah. α-
glukosidase inhibitor juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang berfungsi
untuk menghidrolisis polisakarida di usus halus (Depkes, 2005).
Dosis yang digunakan adalah 150-600 mg/hari dan disarankan untuk
memberikannya pada suapan pertama setiap kali makan. Efek samping pemberian α-
glukosidase seperti sering flatus, perut kurang enak dan kadang-kadang diare. Bila
dikombinasi dengan sulfonylurea atau insulin dapat menyebakan hipoglikemia
(Depkes, 2005).
7. Insulin
Terapi insulin merupakan obat yang digunakan untuk kasus DMT-1.
Terdapat 4 jenis insulin yang digunakan untuk pengobatan diabates mellitus tipe 1,
yaitu (1) rapid acting insulin, (2) short acting insulin, (3) intermediate acting insulin
dan (4) long acting insulin

Rapid acting insulin memiliki dua macam analog yaitu insulin Lispro dan
insulin Aspart. Insulin jenis memiliki daya absorpsi lebih cepat, onset lebih cepat dan
lama kerja lebih singkat dibandingkan regular insulin. Jenis insulin kedua adalah
short acting insulin. Insulin jenis ini diberikan secara subkutan dan intra vena untuk
mengatasi keadaan akut seperti ketoasidosis, tindakan bedah dan pasien baru. Insulin
jenis ketiga adalah Intermediete acting insulin. Insulin jenis ini dapat digunakan dua
kali sehari. Onset lambat dan masa kerja yang panjang tetapi masih tetap kurang dari
24 jam. Jenis insulin keempat adalah Keempat Long acting insulin, pemakaian
insulin ini cukup diberikan satu kali dalam satu hari. Pemakaian insulin kerja panjang
(glargine insuline) juga secara bermakna dapat menurunkan kadar HbA1c (Wisman
et al., 2007).

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi pada DM yang tidak terkedali dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Bisa berupa komplikasi akut maupun komplikasi kronis. Menurut
Perkeni (2019) komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
Hipoglikemi

Hipoglikemi adalah keadaan komplikasi akut DM dimana kadar glukosa


plasma < 50 mg/dl. Kadar yang terlalu rendah ini lebih sering terjadi pada DM tipe 1
dengan gagguan asupan glukosa yang terjadi beberapa menit sehingga menyebabkan
gangguan dari sistem saraf pusat (SSP). Gejala yang terjadi adalah gangguan kognisi,
gemetar, pusing dan dapat jatuh pada keadaan koma (Himawan et al, 2013).
Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan yang terjadi apabila didapatkan peningkatan
kadar gula darah secara tiba-tiba. Gejala hiperglikemia adalah polifagia, polidipsi,
pliuria, kelelahan yang parah, dan pandangan kabur. Apabila keadaan ini
berlangsung lama tanpa adanya penanganan yang baik maka akan jatuh pada keadaan
metabolisme yang berbahaya, antara lain adalah keadaan ketoasidosis diabetik
(KAD) dan Hiperosmolar non ketotik syndrome (HHNS). Ketoasidosis diabetik
adalah keadaan dimana didapatkan kadar gula darah > 300 mg/dl, ketonemia, dan
asidosis (Ph <7,32 dan bikarbonat <15 mEq/L). Pada penderita akan didaptakan
adanya tanda asidosis, dehidrasi sedang sampai berat dengan tanda syok bahkan
dapat sampai koma. HHNS ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa
disertai dengan adanya ketosis dan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan
komplikasi (infeksi, pengobatan dan penyakit penyerta).
2.1.7.1 Komplikasi Kronik
Komplikasi jangka panjang pada DM dapat terjadi pada semua tingkat sel dan
semua tingkat anatomik. Komplikasi yang menahun (glikotoksisitas) mengakibatkan
komplikasi DM dengan melalui 4 jalur yaitu:

1. Pembentukan Advanced glycation end-product (AGE’s)


2. Mekanisme Polyol pathway
3. Mekanisme protein kinase-C (PKC)
4. Mekanisme Hexosamine
Keadaan hiperglikemia kronik mengakibatkan peningkatan jalur polyol,
peningkatan pembentukan protein glikasi non enzimatik serta peningkatan proses
glikosilasi yang menyebabkan stress oksidatif dan akhirnya menimbulkan komplikasi.
Pada DM komplikasi kronik dapat berupa komplikasi makrovaskular dan
mikrovaskuler (Ndraha, 2014).
Komplikasi Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler adalah terjadinya sumbatan pada pembuluh darah
kecil seperti di mata yang dapat mengakibatkan penderita mengalami gangguan
pengelihatan bahkan kebutaan, di ginjal yang menyebabkan penderita mengalami
gagal ginjal dan pada sistem persyarafan yang dapat menyebabkan gangguan
sensitifitas serta hantaran syaraf.
a) Penyakit ginjal (Diabetes Nefropati)
Pada DM sekitar 20-40% akan mengalami diabetes nefropatik dimana terjadi
perubahan pada struktur dan fungsi ginjal oleh karena kadar glukosa yang meningkat.
Manifestasi yang timbul adalah albuminuria persisten sebesar 20-299 mg/24 jam
yang merupakan tanda awal nefropati diabetik, keadaan ini akan berlanjut pada gagal
ginjal kronik (Perkeni, 2015).
b) Penyakit mata (Diabetes Retinopati)
Diabetes retinopati merupakan komplikasi mikrovaskuler yang mempengaruhi
retina, makula atau keduanya dan merupakan penyebab utama gangguan pengelihatan
pada penderita diabetes (Cade, 2008).
c) Gangguan sistem syaraf (Diabetes Neuropati)
Pada penderita diabetes jika dalam jangka waktu lama glukosa tidak dapat
diturunkan, maka akan menyebabkan kerusakan dan melemahnya dinding pembuluh
darah kapiler yang memberikan asupan makan pada sistem persyarafan keadaan ini

Disebut dengan diabetes neuropati. Demielinisasi pada syaraf menyebabkan


perlambatan hantaran syaraf dan kurangnya sensitivitas (Cade, 2008).
Komplikasi Makrovaskuler
a) Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Kondisi DM menyebabkan kelainan fungsi pada jantung, menyebabkan
penurunan kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tekanan
darah akan naik. Selain itu lemk yang menumpuk dalam pembuluh darah
menyebabkan mengerasnya pembuluh darah arteri (aterosklerosis) dengan resiko PJK
atau stroke (Corwin 2012).
b) Gangguan Saluran Pencernaan
Gangguan pada sistem gastrointestinal antara lain meliputi disfagia, nausea,
vomitus, diare, dan konstipasi (Corwin, 2011).
c) Gangguan Pembuluh Darah Kaki
Pada keadaan DM dapat terjadi penyumbatan pembuluh darah besar di
ekstremitas bawah yang mengakibatkan ganggren, selain itu karena adanya anastesi
fungsi saraf sensorik juga menambah tingkat keparahan gangren (Zhaolan, 2010).
d) Gangguan Pembuluh Darah Otak
Komplikasi mikrovaskuler pada pembuluh darah otak dapat mengakibatkan
penyumbatan suplai darah ke otak, yang menyebabkan asupan oksigen ke otak
menurun dan menimbulkan beberapa gejala klinis (Corwin, 2011).
2.2 Kepatuhan Pengobatan
Kepatuhan pengobatan adalah sejauh mana perilaku seseorang minum
obat, mengikuti diet, dan/atau menjalankan perubahan gaya hidup, sesuai dengan
rekomendasi yang disepakati dari penyedia layanan kesehatan (WHO, 2003).
Kepatuhan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan
terapi seorang pasien termasuk pasien DMT-2. Kepatuhan menjadi persoalan yang
perlu mendapat perhatian pada pasien DMT-2. Berbagai penelitian melaporkan
rendahnya kepatuhan pada pasien tersebut. Penelitian yang dilakukan di
Puskesmas Wilayah Surabaya Timur menyebutkan bahwa kepatuhan terhadap
penggunaan obat oleh pasien DMT-2 dengan kategori tidak patuh sebesar 54,35%
tidak patuh (Nafi’ah, 2015). Penelitian lain menemukan hanya 39,6% pasien yang
patuh menggunakan obat dan menebus obat dan alasan terbanyak ketidakpatuhan
adalah terlambat menebus obat (86,4%) dan lupa minum obat (77,3%)
(Srikartika , et al, 2016). Penelitian yang dilakukan di Instalasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin menemukan bahwa responden
yang patuh terhadap terapi sebanyak 43,6% sedangkan yang lain dianggap tidak
patuh. Selain itu tingkat keberhasilan terapi responden sebesar 35,9% sedangkan
sisanya yaitu sebesar 64,1% dikatakan terapinya tidak berhasil (Mulyani, 2016).
2.2.1 Faktor-Faktor Kepatuhan Berobat
Menurut WHO (2003), rendahnya tingkat kepatuhan pengobatan ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik pengobatan dan
penyakit, faktor intrapersonal, faktor interpersonal, dan faktor lingkungan
(Kurniawati, 2020). Notoatmodjo (2010) mengemukakan terdapat tiga faktor
utama yang mempengaruhi perilaku kesehatan, antara lain faktor predisposisi
(predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors) dan faktor penguat
(reinforcing factors). Faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap,
kepercayaan diri, motivasi, dan keyakinan. Faktor pemungkin terdiri dari status
ekonomi, keluarga, ketercapaian pelayanan dan lingkungan sosial. Serta faktor
penguat yang meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan, dukungan keluarga,
dan media informasi (Sasmita, 2021).
Kepatuhan (adherence) adalah tindakan mengikuti perintah yang diberikan
tanpa bersifat menghakimi atau mengintimidasi. Ketidakpatuhan pasien dalam
terapi pengobatan meliputi menunda atau tidak mengambil sama sekali resep obat
yang telah diresepkan, mengurangi frekuensi minum obat, dan tidak mematuhi
dosis obat yang telah ditentukan (Sasmita, 2021). Ketaatan minum obat
berpengaruh terhadap tingkat kesembuhan. Pengobatan jangka pendek
menyembuhkan sekitar 78% pada pasien dengan penyakit akut yang taat minum
obat, berbeda dengan pasien dengan penyakit kronis dan mendapatkan obat dalam
jangka panjang tingkat ketaatan minum obat rata-rata 54% (Tombokan, 2015).
Menurut Green (dikutip dari Notoadmodjo, 2013) ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku klien untuk menjadi taat/tidak taat
terhadap program pengobatan, yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor
predisposisi, fakor pendukung serta faktor pendorong, yaitu (Izza, 2021):
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor utama yang ada didalam diri
individu yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, kepercayaan dan
keyakinan, nilai-nilai serta sikap.
2. Faktor Pendukung
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang
bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif dalam hal ini
sekolah umum mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi yang
mengunakan buku-buku dan penggunaan kaset secara mandiri.
b. Akomodasi
Suatu usaha yang harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian
pasien yang dapat memengaruhi kepatuhan, sebagai contoh, pasien yang lebih
mandiri harus dapat merasakan bahwa dia dilibatkan secara aktif dalam program
pengobatan, sementara pasien yang lebih mengalami ansietas dalam menghadapi
sesuatu, harus diturunkan dahulu tingkat ansietasnya dengan cara meyakinkan dia
atau dengan teknik-teknik lain sehingga dia termotivasi untuk mengikuti anjuran
pengobatan dan jika tingkat ansietas terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka
kepatuhan pasien akan berkurang.
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-
teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu
kepatuhan terhadap program pengobatan seperti pengurangan berat badan,
membatasi asupan cairan dan menurunkan konsumsi protein.
d. Perubahan model terapi
Program-program dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat
aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen sederhana
dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk selanjutnya dapat mematuhi
komponen-komponen yang lebih kompleks.
e. Meningkatkan interaksi tenaga kesehatan dengan pasien
Suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah
memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang
kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan
kondisi seperti itu. Suatu penjelasan tentang penyebab penyakit dan bagaimana
pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan pasien. Untuk
melakukan konsultasi selanjutnya dapat membantu meningkatkan kepatuhan.
Untuk meningkatkan interaksi tenaga kesehatan dengan pasien, diperlukan suatu
komunikasi yang baik oleh seorang perawat sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan pasien.

3. Faktor Pendorong
Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas yang lain. Menurut Brunner & Suddarth (2012) dalam buku ajar
keperawatan medikal bedah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan
adalah :
a. Faktor Demografi sepeti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status social,
ekonomi dan pendidikan
b. Faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi
c. Faktor psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan,
penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau
budaya dan biaya finansial dan lainnya yang termaksud dala mengikuti
regimen.

Penderita penyakit DM 80% diantaranya menyuntik insulin dengan cara


yang tidak tepat, 5,8% memakai dosis yang salah, 75% tidak mengikuti diet yang
dianjurkan. Ketidakpatuhan ini merupakan salah satu hambatan untuk tercapainya
tujuan pengobatan. Untuk mengatasi ketidakpatuhan tersebut, penyuluhan bagi
penderita DM beserta keluarganya mutlak dan sangat diperlukan. Untuk
mencegah terjadinya kesalahan dalam menggunakan insulin dan untuk
meningkatkan tingkat kepatuham diet penderita DM maka pengetahuan sangat
diperlukan untuk dimiliki oleh penderita DM sedangkan pengetahuan itu sendiri
merupakan dasar untuk melakukan suatu tindakan sehingga setiap orang yang
akan melakukan suatu tindakan biasanya didahului dengan tahu, selanjutnya
mempunyai inisiatif untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan
pengetahuannya, perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih baik
dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Tombokan, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tombokan (2015),
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan pasien dengan tingkat kepatuhan berobat. Pasien yang memiliki
pengetahuan baik akan patuh sebesar 14,3 kali jika dibandingkan dengan pasien
dengan pengetahuan yang kurang baik.
Pilar pengendalian DM meliputi latihan jasmani, terapi gizi medis,
intervensi farmakologis dan edukasi. Keberhasilan proses kontrol terhadap
penyakit DM salah satunya ditentukan oleh kepatuhan pasien dalam mengelola
pola makan atau diet sehari hari (Perkeni, 2011). Kendala selanjutnya pada
penanganan diet DM adalah kejenuhan pasien dalam mengikuti terapi diet yang
sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan (Hestiana, 2017). Salah satu
risiko dari DM yaitu gaya hidup. Gaya hidup menggambarkan pola perilaku
sehari-hari yang mengarah pada upaya memelihara kondisi fisik, mental dan sosial
berada dalam keadaan positif. Gaya hidup meliputi kebiasaan tidur, makan,
pengendalian berat badan, tidak merokok atau minum-minuman beralkohol,
berolahraga secara teratur dan terampil dalam mengelola stress yang di alami
(Bulu, 2019).

2.3 Gambaran Wilayah Kajian Puskesmas Wajak

Gambar 3. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Wajak (Laporan PKP PKM


Wajak; 2020).

Puskesmas Wajak merupakan salahsatu Fasilitas Kesehatan Tingkat


Pertama (FKTP) yang terletak di Wajak Kecamatan Wajak Kabupaten Malang.
Jarak tempuh desa ke Puskesmas terjauh sekitar 15 km sedangkan akses jalan
semua desa bisa dilewati kendaraan roda 2 maupun roda 4. Luas wilayah
seluruhnya + 9.456 km2. Berada pada ketinggian 400 m di atas permukaan air laut
dengan curah hujan 349 mm per tahun (Laporan PKP PKM Wajak; 2020).
Batas wilayah kerja Puskesmas Wajak meliputi: Utara (Kecamatan
Poncokusumo), Selatan (Kecamatan Turen dan Kecamatan Dampit), Barat
(Kecamatan Bululawang dan Kecamatan Tajinan) dan Timur (Kecamatan
Tirtoyudo). Fasilitas sarana jalan antar desa + 95% sudah beraspal, dapat dilalui
kendaraan roda 2 dan roda 4, sebagian besar jalan sudah dilalui angkutan kota,
selain itu tersedia pula fasilitas umum lainnya misalnya ojek dan becak.
Wilayah kerja Puskesmas Wajak terdiri dari 13 desa, dengan jarak tempuh
terjauh + 15 Km yaitu Desa Bambang dan Desa Wonoayu. seperti pada Tabel.1
(Laporan PKP PKM Wajak; 2020).
Tabel 6. Nama Desa dan Jarak ke Puskesmas

2.4 Profil Puskesmas Wajak


Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak menular meliputi
Hipertensi, Diabetes Melitus, Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker
Payudara serta Pelayanan Kesehatan Orang dengan Gangguan Jiwa Berat
(Laporan PKP PKM Wajak; 2020). Diabetes mellitus merupakan penyakit dengan
jumlah pada tahun 2019 sebanyak 829 orang dari 1317 penderita diabetes mellitus
di Kabupaten Wajak.Diabetes Melitus menempati urutan ke 6 dari 15 penyakit
terbanyak di Rawat inap pada tahun 2019. Diabetes melitus termasuk ke dalam 10
penyakit terbanyak pada rawat jalan di Puskesmas Wajak. Berdasarkan data
laporan dari Puskesmas Wajak pada tahun 2020 menunjukkan bahwa penderita
DM yang mendapat pengobatan selama setahun yaitu sebanyak 730 orang
(Laporan PKP PKM Wajak; 2020).
Penyakit diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak
menular (PTM) yang mengganggu kesehatan masyarakat dan menjadi masalah
kesehatan yang sangat serius. Secara global diperkirakan 422 juta orang dewasa
hidup dengan DM tahun 2014. Prevalensi DM di dunia meningkat dari 4,7% di
tahun 1980 menjadi 8,5% di tahun 2014. Upaya pola hidup sehat dengan pola
makan gizi seimbang diharapkan dapat menekan angka kejadian DM. Wilayah
kerja Puskesmas Wajak tahun 2019 ditemukan sekitar 5,1% dari jumlah penduduk
usia >15 tahun menderita Diabetes Melitus (Laporan PKP PKM Wajak; 2020).
Program yang dilakukan dalam rangka pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular (P2PTM) di Puskesmas Wajak yaitu ada 3 program, antara
lain yang pertama program Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) berbasis
kemuslimatan, Posbindu Smart Health dan Pandu PTM. Giat Posbindu
berbarengan dengan acara pengajian rutin yang digelar oleh Pengurus Anak
Cabang (PAC) Muslimat NU. Pengajian rutin ini digelar setiap hari Jumat dalam
setiap bulannya dan diikuti dengan kegiatan Posbindu PTM Muslimat NU.
Posbindu berbasis kemuslimatan digelar setiap hari jumat dalam setiap bulannya.
Tujuan Posbindu PTM berbasis kemuslimatan yaitu melakukan skrinning pada
penyakit hipertensi dan diabetes mellitus. Setelah dilakukan pemeriksaan dan
terdeteksi maka pasien di rujuk ke Puskesmas Wajak untuk diberikan terapi.
Posbindu PTM kemuslimatan ini berjalan mulai dari tahun 2019 (Laporan PKP
PKM Wajak; 2020)..
Program kedua yaitu Posbindu SMART HEALTH. Posbindu Smart Health
merupakan kegiatan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
Kegiatan tersebut berjalan pada tahun 2021 dan sampai sekarang, namun sedikit
terkendala karena angka kenaikan Covid-19 yang terus meningkat. Kegiatan
Posbindu SMART HEALTH berbeda dengan Posbindu berbasis kemuslimatan
dimana Kader Smart Health langsung melakukan pengolahan data dalam aplikasi
E-Kader dan bisa langsung terhubung dengan E-Puskesmas Wajak. Kegiatan
Posbindu Smart Health diantaranya melakukan skrinning (penyakit keluarga dan
kesehatan diri sendiri), antropometri (pengukuran BB, TB, Lingkar Perut, Tajam
Pendengaran dan Tajam Penglihatan), pemeriksaan Tekanan Darah, Kolesterol,
Gula Darah, serta melakukan konseling dan memberikan pengobatan yang
dilakukan oleh dokter, bidan desa dan perawat(Laporan PKP PKM Wajak; 2020).
Program ketiga yaitu Pandu PTM. Pandu PTM merupakan program yang
diadakan oleh Puskesmas dan bersamaan dengan kegiatan Prolanis. Deskripsi
kegiatan Pandu PTM yaitu melakukan skrinning seperti pengukuran TB, BB,
GDA dan Tekanan Darah. Selanjutnya peserta Prolanis melakukan senam dan
dilanjutkan dengan edukasi. Pandu PTM dilakukan setiap satu bulan sekali pada
hari rabu dan kamis dalam minggu pertama. Pandu PTM dibagi menjadi 2
kelompok yaitu penderita DM dan Penderita Hipertensi. Hasil skrinning tersebut
nanti akan dimasukkan ke dalam Carta WHO untuk memprediksi kejadian
penyakit jantung dan pembuluh darah 10 tahun yang akan datang. Pada kegiatan
prolanis ini pasien setiap 6 bulan sekali dilakukan pemeriksaan gratis yaitu GDA,
HbA1C dan DL. 1 kelompok Prolanis terdiri dari 60-70 orang(Laporan PKP PKM
Wajak; 2020).

Gambar 4. Penemuan Jumlah Kasus Diabetes Melitus di Wilayah


Puskesmas Wajak

2.4.1 Data Demografi Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Wajak


Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Wajak tahun 2020 berjumlah
84.845 jiwa yang terdiri dari 42.785 jiwa penduduk laki-laki dan 42.060 jiwa
penduduk perempuan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah
penduduk wilayah kerja Puskesmas Wajak berdasarkan jenis kelamin, laki-laki
lebih banyak dibandingkan perempuan (Laporan PKP PKM Wajak; 2020).

Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2020


JUMLAH PENDUDUK
NO DESA TOTAL
LAKI PEREMPUAN
1 Wajak 7.100 6.977 14.077
2 Ngembal 2.641 2.592 5.233
3 Sukoanyar 3.117 3.061 6.178
4 Kidangbang 3.407 3.345 6.752
5 Sukolilo 3.489 3.416 6.905
6 Blayu 3.137 3.081 6.218
7 Codo 4.144 4.130 8.274
8 Dadapan 3.347 3.288 6.635
9 Bringin 3.219 3.156 6.375
10 Sumber Putih 3.020 2.958 5.978
11 Bambang 2.086 2.051 4.137
12 Wonoayu 700 687 1.387
13 Patok Picis 3.378 3.318 6.696
JUMLAH 42.785 42.060 84.845

Dari Tabel di atas dapat dilihat untuk jumlah penduduk wilayah kerja
Puskesmas Wajak menurut jenis kelamin didapatkan jumlah penduduk laki-laki
lebih banyak dari perempuan dengan rasio 1,02.
Tabel 8. Data Kependudukan Tahun 2020

LUAS JUMLAH KEPADATAN


JUMLAH
NO DESA WILAYAH PENDUDUK/
DUSUN RW RT KK
(KM²) KM²
1 Wajak 2,57 5 20 84 4219 5477
2 Ngembal 1,01 3 9 25 1693 5181
3 Sukoanyar 2,28 4 12 39 2266 2710
4 Kidangbang 2,97 4 11 43 2119 2273
5 Sukolilo 3,05 4 10 26 2006 2264
6 Blayu 2,80 3 8 21 1683 2221
7 Codo 9,10 4 15 54 2620 909
8 Dadapan 2,47 3 11 31 1831 2686
9 Bringin 3,59 3 19 45 1683 1776
10 Sumber Putih 6,57 5 8 38 1715 910
11 Bambang 3,31 3 11 15 1103 1250
12 Wonoayu 3,96 1 2 6 421 350
13 Patok Picis 3,46 3 7 28 2038 1935
JUMLAH 47,14 45 143 455 25397 1800

2.4.2 Struktur Organisasi Puskesmas Wajak


Di dalam lingkup Puskesmas Wajak memiliki visi mewujudkan Kecamatan
Wajak Kabupaten Malang yang Madep Mantep Manetep serta dengan Misi yaitu
paten Malang yang Mandep Mantep Manetep, serta dengan misi Melakukan
percepatan pembangunan dibidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi guna
meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Motto dari Puskesmas Wajak yaitu
“Kesehatan Anda Komitmen Kami”. Puskesmas Wajak memiliki tata nilai yang
disingkat IDAMAN antara lain Inovatif, Dedikasi, Amanah, Maju dan Aman.
Puskesmas Wajak juga memiliki budaya kerja yaitu 5R antara lain Ringkas, Rapi,
Resik, Rawat, Rajin dan 5S antara lain Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun.

2.4.3 Situasi Sumber Daya Puskesmas Wajak


Untuk tenaga kesehatan khususnya di Puskesmas Wajak bervariasi mulai
dari PNS, tenaga kontrak Pemda, kontrak propinsi maupun tenaga kontrak
Puskesmas. Beberapa tenaga fungsional yang ada di puskesmas merupakan tenaga
kontrak puskesmas sendiri karena tidak adanya pemenuhan tenaga dari Kabupaten
sehingga sebagai usaha untuk memberikan pelayanan standar puskesmas merekrut
tenaga kontrak. Tetapi masih ada tenaga fungsional yang seharusnya ada di
puskesmas (sesuai Permenkes 75/2014) belum terpenuhi seperti apoteker,
sanitarian, promkes, perekam medik dan akuntan.
Tabel 9. Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Wajak
NO URAIAN JUMLAH KETERANGAN

1 Dokter Umum 2 1 PNS


1 kontrak Puskesmas
2 Dokter Gigi 2 1 PNS merangkap
kepala puskesmas
1 kontrak Puskesmas
3 Bidan 18 16 PNS
2 kontrak puskesmas
4 Perawat 24 6 PNS
13 ponkedes
2 kontrak Pemkab
3 kontrak puskesmas
5 Sanitarian 1 kontrak puskesmas
6 Nutrisionis 1 PNS
7 Analis Kesehatan 1 kontrak puskesmas
8 Akuntan 1 kontrak puskesmas
9 Perekam medik 1 kontrak puskesmas
10 Administrasi 8 6 PNS
1 kontak pemkab
1 kontrak puskesmas
11 Sopir 1 PNS
12 Petugas kebersihan 2 kontrak puskesmas
13 Juru Masak 1 kontrak puskesmas
JUMLAH 63

Dari tabel tenaga kesehatan di atas dapat dilihat dari 63 tenaga sebanyak
24% adalah tenaga kontrak puskesmas. Hal ini terkadang menyulitkan puskesmas
karena ada beberapa hal yang tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kontrak
puskesmas terkait status kepegawaian. Selain itu juga dengan tenaga yang terbatas
membuat setiap petugas memiliki tugas rangkap tidak hanya program tapi juga
administrasi. Berdasarkan perhitungan Analisa Beban Kerja tahun 2019,
kebutuhan tenaga untuk Puskesmas Wajak ternyata sangat kurang.

2.4.4 Pelayanan Puskesmas Wajak

Puskesmas Wajak memiliki pelayanan Upaya Kesehatan Perorangan


(UKP) serta Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
2.4.4.1 Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
Pelayanan UKP yang tersedia di Puskesmas Pujon, meliputi:
1. Pelayanan Loket
2. Unit Gawat Darurat (UGD)
3. Pelayanan Balai Pengobatan atau Poli Umum
4. Pelayanan Poli Lansia
5. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak – Keluarga Berencana (KIA-KB) dan
Imunisasi
6. Pelayanan Poli Gigi
7. Pelayanan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS)
8. Pelayanan Khusus/TB/HIV
9. Pelayanan Persalinan
10. Pelayanan Rawat Inap
11. Pelayanan Laboratorium
12. Pelayanan Farmasi
13. Konsultasi Gizi dan Sanitasi

2.4.4.2 Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

Pelayanan UKM di Puskesmas Pujon terbagi atas UKM esensial dan UKM
pengembangan. UKM esensial meliputi:
1. Pelayanan Promosi Kesehatan

2. Pelayanan Kesehatan Lingkungan

3. Pelayanan KIA-KB

4. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)

5. Pelayanan Gizi Masyarakat


UKM pengembangan yang terdapat di Puskesmas Pujon meliputi:

1. Pelayanan Keperawatan Kesehatan

2. Kesehatan Jiwa

3. Kesehatan Gigi

4. Kesehatan Tradisional

5. Kesehatan Indera (Mata dan Telinga)

6. Kesehatan Olahraga

7. Kesehatan Lansia

8. Upaya Kesehatan Kerja (UKK)

9. Kesehatan Matra

10. Kefarmasian

2.4.4.3 Program Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes Melitus di Wilayah


Kerja Puskesmas Wajak Tahun 2020

Diabetes melitus merupakan penyakit dengan jumlah penderita yang


mendapatkan pengobatan pada tahun 2019 sebanyak 829 orang dari 1317
penderita diabetes melitus di Kabupaten Wajak.Diabetes Melitus menempati
urutan ke 6 dari 15 penyakit terbanyak di Rawat inap pada tahun 2019. Diabetes
melitus menduduki peringkat 9 dari 10 penyakit terbanyak pada pelayanan poli
rawat jalan di Puskesmas Wajak. Berdasarkan data laporan dari Puskesmas Wajak
pada tahun 2020 menunjukkan bahwa penderita DM yang mendapat pengobatan
selama setahun yaitu sebanyak 730 orang (Laporan PKP PKM Wajak; 2020).
Cakupan pelayanan kesehatan penderita DM berdasarkan PKP Puskesmas Wajak
ditargetkan sebesar 100%, namun nilai cakupan riil masih sangat jauh dari target
yaitu sebesar 62,9% pada tahun 2019 dan 55,4% pada tahun 2020. Dari data
tersebut terjadi penurunan cakupan penderita DM yang mendapatkan pengobatan
di Puskesmas Wajak pada tahun 2020.

Pelayanan skrining dan pencegahan DM dilakukan saat pelaksanaan


UKM, tepatnya pada pelayanan Pos Bina Terpadu Penyakit Tidak Menular
(Posbindu PTM) yang merupakan salah satu program kerja dari P2PTM.
Sedangkan pelayanan pengobatan DM, dapat dilakukaan saat pelaksanaan UKP
baik di balai pengobatan atau poli lansia. Menurut tenaga kesehatan
penanggungjawab program pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), tidak
tercapainya pelayanan kesehatan penderita DM dikarenakan kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemeriksaan skrining DM, kontrol
DM, dan bahaya yang ditimbulkan oleh penyakit DM. Penurunan penderita DM
dalam mendapatkan pengobatan di Puskesmas Wajak menurun dari tahun 2019-
2020 disebabkan karena terjadinya pandemi Covid-19 sehingga pasien enggan
untuk berkunjung ke Puskesmas. Hal ini menjadikan pasien DM kurang berkontak
dengan tenaga kesehatan dan tidak mendapatkan pengobatan DM yang sesuai dan
terarah.
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Teori

Penurunan sekresi insulin yang


progresif karena resistensi insulin
(Kumar et al, 2013).

Etiologi (Kumar et al, 2013):


Genetik, Usia, Obesitas, Gaya Diabetes Melitus
Hidup (lingkungan, merokok,
kurang olahraga, stress)

Komplikasi (Ndraha, 2014) :


Pencegahan Mikrovaskuler (nefropati, retinopati, dan
Komplikasi neuropati)
Makrovaskuler (PJK, gangguan saluran
pencernaan, gangguan pembuluh darah kaki,
dan gangguan pembuluh darah otak)
Kepatuhan kunjungan
kontrol ke pelayanan
Kesehatan (Hamarno
et al, 2016)

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien :


- Jenis kelamin
- Usia
- Pendidikan
- Pengetahuan
- Status ekonomi (Sasmita, 2021)
- Motivasi berobat
- Dukungan keluarga
- Status pekerjaan
- Lama menderita
- Keterjangkauan pelayanan kesehatan (Pubra, 2020)
3.2 Kerangka Konsep Penelitian

- Pengetahuan
Penderita DM
- Dukungan
Keluarga

Kepatuhan Kunjungan
- Patuh
- Tidak Patuh

Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian

3.3 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pengetahuan dan


Dukungan Keluarga.
3.4 Definisi Operasional
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan erat kaitannya dengan pendidikan yang diperoleh,
baik secara formal maupun informal (Notoarmodjo, 2010 dan BPOM,
2006).
b. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah segala bentuk perilaku dan sikap positif
yang diberikan keluarga kepada salah satu anggota keluarga (Shofiyah,
2014).
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk
mengamati, menggambarkan dan mendokumentasikan aspek situasi karena secara
alami terjadi dan kadang-kadang berfungsi sebagai titik awal untuk
pengembangan teori (Siahaan, 2017).
Rancangan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
deskriptif bertujuan untuk melihat atau mengobservasi gambaran kunjungan
pasien ke Puskesmas Wajak pada tahun 2019 dan 2020.
4.2 Tempat dan Waktu
4.2.1 Tempat
Tempat penelitian dilakukan Puskesmas Wajak Kabupaten Malang.
4.2.2 Waktu
Penelitian dilakukan pada tanggal 2 Agustus sampai tanggal 7 Agustus
2021.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi target pada penelitian ini adalah penderita DM. Populasi
terjangkau pada penelitian ini adalah penderita DM di Puskesmas Wajak. Sampel
penelitian ini menggunakan data Profil Puskesmas Wajak Kabupaten Malang
mengenai Jumlah Kunjungan Pasien Diabetes Melitus pada tahun 2019 dan 2020.

4.4 Kriterian Inklusi


1. Terdiagnosa oleh dokter menderita DMT-2
2. Mendapat terapi obat hipoglikemik oral tunggal/kombinasi dan/atau
insulin
3. Terdaftar sebagai pasien di Puskesmas Wajak

4.5 Metode Pengambilan Data

Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil dari data
Profil Puskesmas mengenai Jumlah Kunjungan Penderita DM pada tahun 2019
dan 2020.

4.6 Analisa Data

Setelah seluruh data yang dibutuhkan terkumpul oleh peneliti, akan


dilakukan pengelolaan data dengan cara perhitungan statistik untuk menentukan
tingkat gambaran kunjungan pasien ke poli umum Puskesmas Wajak. Proses
pengelolaan data yaitu Analisa Deskriptif. Prosedur pengelolaan data dengan
editing atau memeriksa kelengkapan data dengan tujuan agar data yang dimaksud
dapat diolah secara benar.

4.7 Alur Penelitian


Meminta izin kepada pihak
Puskesmas Wajak

Profil Puskesmas Wajak


Tahun 2019 dan 2020.

Kunjungan Penderita DM yang Mendapatkan


Pengobatan di Puskesmas Wajak

Data dalam Bentuk Excel

Gambar 6. Bagan Alur Penelitian


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
Penelitian menggunakan data profil puskesmas mengenai kunjungan
penderita DM yang mendapatkan pengobatan mulai dari tahun 2019 sampai tahun
2020.
Jumlah penduduk di Kecamatan Wajak sebanyak 65.848 jiwa. Diantaranya
jenis kelamin laki-laki (32.831 orang) dan perempuan (33.017orang). Data dari
profil pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Wajak pada
Tahun 2019 dan tahun 2020 menunjukkan bahwa terdapat 1.317 orang yang
menderita DM dari 13 desa (Wajak, Ngembal, Sukoanyar, Kidangbang, Sukolilo,
Blayu, Codo, Dadapan, Bringin, Sumberputih, Wonoayu, Bambang, Patokpicis).
Dari 13 Desa terdapat 3 desa yang menduduki peringkat tertinggi masyarakat
yang menderita DM yaitu Desa Wajak (230 Orang dari 11.475 jumlah penduduk),
Desa Codo (126 orang dari 6.285 jumlah penduduk) dan Desa Kidangbang (114
orang dari 5717 jumlah penduduk).
Berdasarkan data profil puskesmas tahun 2019 didapatkan jumlah
penderita DM yang mendapatkan pengobatan yaitu 829 orang (62,9%) dari 1.317
penderita DM di Wilayah Puskesmas Wajak. Total cakupan penderita DM yang
mendapat pengobatan DM pada tahun 2020 yaitu 730 orang (55,4%). Berdasarkan
data diatas terjadi penurunan jumlah Kunjungan pasien penderita DM yang
berobat ke Puskesmas.
Tabel 10. Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes Melitus (DM) Menurut
Kecamatan dan Puskesmas Wajak Tahun 2019.
No. Kecamatan Desa Jumlah Penderita DM yang
Penderita DM Mendapatkan Pelayanan
Kesehatan Sesuai Standar
Jumlah %
1. Wajak Wajak 230 169 73,5
Ngembal 82 63 76,8
Sukoanyar 105 60 57,1
Kidangbang 114 67 58,8
Sukolilo 105 59 56,2
Blayu 94 50 53,2
Codo 126 48 38,1
Dadapan 93 86 92,5
Bringin 93 60 64,5
Sumberputih 90 61 67,8
Wonoayu 21 34 161,9
Bambang 63 58 92,1
Patokpicis 101 55 54,5
Total 1.317 829 62,9
Tabel 11. Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes Melitus (DM) Menurut
Kecamatan dan Puskesmas Wajak Tahun 2020
No. Kecamatan Desa Jumlah Penderita DM yang
Penderita DM Mendapatkan Pelayanan
Kesehatan Sesuai Standar
Jumlah %
1. Wajak Wajak 230 78 33,9
Ngembal 82 46 56,2
Sukoanyar 105 56 53,1
Kidangbang 114 49 42,8
Sukolilo 105 56 53,1
Blayu 94 54 57,4
Codo 126 52 41,3
Dadapan 93 62 66,7
Bringin 93 33 35,4
Sumberputih 90 83 91,7
Wonoayu 21 29 136,0
Bambang 63 76 121,4
Patokpicis 101 56 55,6
Total 1.317 730 55,4

Penderita DM yang Mendapatkan Pengobatan


840
820
800
780
Penderita DM
760
740
720
700
680
2019 2020

Gambar 7. Pelayanan Kesehatan Penderita DM di Puskesmas Wajak pada Tahun


2019 dan 2020
5.2 Pembahasan
Kepatuhan dalam penatalaksanaan DM bertujuan untuk mempertahankan
kadar gula darah dalam rentang normal dan meningkatkan kualitas hidup
penderita DM (Shofiyah, 2014). Pengetahuan dan dukungan keluarga merupakan
dua faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap kepatuhan penderita DM
dalam penatalaksanaan DM (Gultom, 2012). Kepatuhan diartikan sebagai perilaku
dalam minum obat, mengikuti anjuran diet, dan atau melakukan perubahan gaya
hidup sesuai dengan rekomendasi dari tenaga professional (Shofiyah, 2014).
Hal ini menunjukkan adanya pengaruh pengetahuan terhadap kepatuhan
penderita DM. Pengetahuan memainkan peranan penting dalam manajemen DM,
terutama dalam mencegah terjadinya komplikasi diabetik (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan merupakan modal awal bagi terbentuknya sikap yang akhirnya akan
mengarah pada niat akan melakukan perbuatan atau bertindak (Notoatmojo,
2010). Penelitian yang dilakukan Diah (2012), Tingkat pengetahuan terhadap
pelaksanaan diet menunjukkan 26,4% dengan kategori cukup, 35,8% baik dan
37,7% kurang. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti Widodo (2017)
di Madiun hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Diah (2012) di
semarang, setiap pasien DM memiliki tingkat kepatuhan yang hampir sama,
diketahui 59,4% patuh diet dan 40,6% tidak patuh diet yang dikarenakan
masyarkat masih kurang akan pengetahuan terhadap pelaksnaan diet dan juga
masih banyak yang berpendidikan rendah (Widodo, 2017).
Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan mengurangi beban
kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin mengubah gula menjadi
glikogen. Keberhasilan terapi ini melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu
sendiri dan keluarganya (Putra, 2015). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Jasmani (2016) mengenai perbedaan kadar glukosa darah pada pasien DM yang
mendapatkan edukasi baik dan kurang baik, dimana pada pasien dengan edukasi
baik kadar glukosa darahnya lebih rendah dan terkontrol dibandingkan dengan
pasien DM dengan edukasi yang kurang baik. Hasil uji statistik menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara edukasi oleh perawat dengan kadar
glukosa darah. Edukasi yang dapat diberikan pada pasien yaitu pemahaman
tentang perjalanan penyakit, pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang
timbul dan resikonya, pentingnya intervensi obat dan pemantauan glukosa darah,
cara mengatasi hipoglikemia, perlunya latihan fisik yang teratur, dan cara
mempergunakan fasilitas kesehatan. Tujuan memberikan edukasi pada pasien agar
pasien dapat mengontrol gula darah, mengurangi komplikasi dan meningkatkan
kemampuan merawat diri sendiri (Putra, 2015).
Faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan pasien yaitu faktor
lingkungan, seperti dukungan sosial, adanya kegiatan posyandu, kemudahan
dalam mengakses informasi, semakin meluasnya pelayan komunitas yang
diberikan tim kesehatan baik melalui penyuluhan, selebaran ataupun lainnya dan
semakin banyaknya praktik komunitas di masyarkat, hal ini tentu sangat
berpengaruh terhadap bagaimana penderita bersikap sehingga mempengaruhi
kepatuhan dari penderita tersebut (Shofiyah, 2014).
Terdapat pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan penderita DM.
Penelitian sebelumnya dimana faktor dukungan keluarga berkontribusi secara
signifikan terhadap kepatuhan penderita DM (Tol et al, 2011). Peran keluarga
sebagai sistem pendukung dalam mengatasi masalah penderita DM menjadi
pribadi yang lebih adaptif dalam menyikapi masalahnya (Delamater, 2006).
Hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan secara umum dapat
diartikan bahwa orang-orang yang merasa menerima motivasi, perhatian dan
pertolongan yang dibutuhkan dari seseorang atau kelompok orang biasanya
cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis dari pada pasien yang kurang
merasa mendapat dukungan keluarga (Shofiyah, 2014).
Dalam menyelenggarakan Upaya Kesehatan perseorangan (UKP) pada
masa pandemi Covid-19. Puskesmas mengimplementasikan Surat Edaran Menteri
Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES303/2020 tentang penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi dan Komunikasi
dalam rangka pencegahan dan penyebaran COVID-19. Puskesmas menyampaikan
informasi terkait pembatasan atau penundaan pelayanan UKP untuk mengurangi
risiko penularan Covid-19. Informasi tersebut dapat disampaikan secara tertulis
menggunakan media cetak atau media komunikasi lainnya. Puskesmas juga dapat
memanfaatkan teknologi informasi seperti pendaftaran daring sebagai bentuk
pembatasan pelayanan (Kemenkes RI, 2020). Adanya penurunan kunjungan
pasien penderita DM di Puskesmas Wajak dari tahun 2019 ke tahun 2020 dapat
disebabkan karena adanya pembatasan atau penundaan pelayanan UKP untuk
mengurangi risiko penularan dan penyebaran Covid-19.
Berdasarkan data profil puskesmas tahun 2019 didapatkan jumlah
penderita DM yang mendapatkan pengobatan yaitu 829 orang (62,9%) dari 1.317
penderita DM di Wilayah Puskesmas Wajak. Total cakupan penderita DM yang
mendapat pengobatan DM pada tahun 2020 yaitu 730 orang (55,4%). Berdasarkan
data diatas terjadi penurunan jumlah Kunjungan pasien penderita DM yang
berobat ke Puskesmas. Penurunan Kunjungan Penderita DM dalam berobat ke
Puskesmas disebabkan karena kemungkinan kurangnya pengetahuan mengenai
penyakit yang diderita, kurangya dukungan keluarga terhadap pengobatan yang
dilakukan pasien, adanya pembatasan jumlah pasien yang berkunjung ke
Puskesmas dikarenakan kondisi pandemi Covid-19, serta jarak rumah ke akses
pelayanan kesehatan jauh.

5.2.1 Implementasi Pemecahan Masalah


Untuk menunjang program promosi kesehatan oleh Puskesmas Wajak
yang sudah ada, dapat diterapkan beberapa inovasi untuk meningkatkan
pengetahuan penderita DM dalam mengontrol kadar gula darahnya dan
meningkatkan kepatuhan kunjungan penderita DM di Wilayah kerja Puskesmas
Wajak. Implementasi pemecahan masalah pada pasien DM yaitu melakukan
penatalaksanaan 4 pilar DM yaitu meningkatkan Edukasi, Terapi Nutrisi,
Aktivitas Fisik, dan Farmakologi. Implementasi pemecahan masalah diantaranya
yaitu :
1) Cerdik Manis
Inovasi Cerdik Manis merupakan suatu program untuk meningkatkan
pengetahuan penderita DM terhadap penyakit yang diderita. Harapan dalam
pembuatan inovasi ini tidak lain untuk menghindari komplikasi yang lebih berat
dan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita DM. Peningkatan pengetahuan
penderita DM terhadap penyakitnya dapat dilakukan edukasi oleh Tenaga Medis
baik di Puskesmas maupun pada saat kegiatan Posbindu dan Prolanis. Agar tujuan
ini dapat tercapai maksimal, penderita dapat diberikan pamflet untuk dibaca di
rumah atau minta dijelaskan tentang isinya bagi pasien yang sulit membaca tulisan
tersebut.
2) Piring Sehat Penderita DM
Piring sehat penderita DM merupakan inovasi yang dapat diberikan pada
penderita DM dalam mematuhi diet dan mengontrol kenaikan atau penurunan gula
darah akibat tidak teratur dalam konsumsi obat anti-hiperglikemik. Seringkali
masyarakat masih kurang memahami tentang kondisi penyakitnya. Masyarakat
sering mengira bahwa penderita DM tidak boleh untuk makan yang banyak. Hal
ini sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mengontrol kadar gula darah.
Adanya inovasi Piring Sehat bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
penderita DM dalam mengatur pola makan sehingga kadar gula darah juga
terkontrol. Inovasi Piring Sehat ini butuh pemahaman tenaga medis untuk
menyampaikan edukasi kepada pasien dan piring sehat ini disediakan oleh bagian
Gizi yang ada di Puskesmas untuk diberikan secara gratis kepada penderita DM
dengan syarat penderita DM harus kontrol secara teratur minimal 3 bulan
berturut-turut ke Puskesmas. Pada penderita DM yang tidak kontrol rutin ke
Puskesmas bisa dapat namun berbayar.
3) Telemedicine penyandang DM dan GOJAK (Go-Wajak)
GOJAK (Go-Wajak) merupakan inovasi baru dalam meningkatkan
kualitas pelayanan di Puskesmas Wajak. Inovasi GOJAK dapat digunakan pada
pasien yang menderita DM dan mengalami kesulitan untuk melakukan
pemeriksaan rutin ke Puskesmas. Faktor kesulitan pasien dalam melakukan
pemeriksaan rutin di Puksesmas antaranya yaitu tidak ada keluarga yang
mendampingi, jarak rumah dengan fasilitas kesehatan sangat jauh, dan pasien
khawatir tertular Covid-19 ketika pergi ke Fasilitas Kesehatan di masa pandemi
ini. Harapan dari inovasi Gojak ini dapat melayani penderita DM agar dapat
menjalani pengobatan secara teratur dan terkontrol sesuai dengan arahan tenaga
medis serta mencegah adanya komplikasi lebih lanjut. Syarat dalam melakukan
pemesanan obat di Puskesmas Wajak melalui GOJAK yaitu terdaftar sebagai
pasien penderita DM, Gula Darah Acak terkontrol, rutin konsumsi obat dan
pengulangan resep obat oleh dokter hanya maksimal 1 bulan dengan konsultasi.
Alur pemesanan obat yaitu menghubungi petugas GOJAK kemudian petugas
nanti akan berkonsultasi dengan dokter dengan menunjukkan rekam medis pasien,
setelah itu dokter memberikan terapi sesuai keluhan pasien dan riwayat terakhir
pemeriksaan GDA dan waktu terakhir kontrol ke RS.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil jumlah kunjungan penderita DM pada tahun 2019 dan


tahun 2020 didapatkan angka penurunan kunjungan penderita DM yang berobat
ke Puskesmas Wajak. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya
pengetahuan mengenai penyakit yang diderita, kurangya dukungan keluarga
terhadap pengobatan yang dilakukan pasien, adanya pembatasan jumlah pasien
yang berkunjung ke Puskesmas dikarenakan kondisi pandemi Covid-19, serta
jarak rumah ke akses pelayanan kesehatan jauh.

7.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor penyebab rendahnya


jumlah kunjungan penderita DM di Puskesmas Wajak. Terdapat beberapa
program untuk pengendalian Diabetes Melitus yang telah dilakukan di Puskesmas
Wajak. Harapannya semakin rendahnya pasien DM yang berkunjung maka perlu
dilakukan evaluasi ulang terkait edukasi tenaga kesehatan kepada pasien, kader
posbindu, dan pelayanan di Puskesmas. Peneliti juga menyarankan adanya
peningkatan pengetahuan Penderita DM melalui program inovasi Buku Cerdik
Manis, Piring Sehat dan GoJak.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association.2010. Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus. Diabetes Care, 33.

American Diabetes Association. 2014. Standars of Medical Care in Diabetes -


2014. Diabetes Care. 37(1): S14-S80.

American Diabetes Association. 2018. Standards of Medical Care in Diabetes -


2018 Introduction. Diabetes Care. 39.

Badan POM. 2006. Kepatuhan Pasien : Faktor Penting dalam Keberhasilan


Terapi. Vol,7. Info POM: BADAN POM R.
Bulu A, Tavip DW, Ani S., 2019. Hubungan Antara Tingkat Kepatuhan Minum
Obat dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II.
Nursing News. 4(1) : 181-89.

Baynest, H.W. 2015. Classification , Pathophysiology , Diagnosis and


Management of Diabetes. Journal of Diabetes and Metabolism, 6(5).
Cade, W.T. 2008. Diabetes-Related Microvascular and Macrovascular Diseases in
the Physical Therapy Setting, Physical Therapy, 88 (11) : 1322–1335.
Corwin, E.J. 2012. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Semarang : CVAgung

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Dipiro J, Dipiro J, Schwinghammer T, and Wells B. Pharmacotherapy Handbook
9th edition. United State of America: The McGraw-Hill Companies; 2015

Delamater, A.M. 2006. Imporving patient


adherence.http://www.clinical.diabetesjournals.org/cgi/content/full/242/71.
Diakses pada agustus 2021.

Goodman, H. M. 2002. Basic Medical Endocrinology. 3rd ed. London: Elsevier.

Gultom, Yuni Thiodora (2012). Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus


Tentang Manajemen Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat Gatot Soebroto Jakarta. Karya Tulis Ilmiah Strata Satu Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, Depok.

Hamarno, R., Nurdiansyah, M., & Toyibah, A. 2016. Hubungan antara Kepatuhan
Kontrol dengan Terjadinya Komplikasi Kronis pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 di Puskesmas Janti Kota Malang. eJournal UMM. 7(2):
126–34.
Himawan, Rizka. 2013. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Diabetes
Mellitus Dan Perilaku Penderita Diabetes Mellitus Dengan Tipe-Tipe
Diabetes Mellitus Di Puskesmas Wergu Wetan Kabupaten Kudus.
Izza EL, 2019. Kepatuhan Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Yang Menjalani
Terapi Diet Ditinjau Dari Theory Of Planned Behaviour. Thesis.
Jasmani, Tori R., 2016. Edukasi dan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes.
Jurnal Keperawatan. 12(1): 140-8.
Kurniawati RF, 2020. Tingkat Kepatuhan Penggunaan Antidiabetik pada Pasien
Diabetes Melitus di Klinik Pratama Aisyah Medika Sukoharjo. KTI.

Kemenkes RI. 2013. Hasil Riskesdas Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.
Kemenkes RI. 2018. Hasil Riskesdas Tahun 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.

Kemenkes RI. 2020. Petunju Teknis Pelayanan Puskesmas Pada Masa Pandemi
Covid-19. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI 2020.

Kemenkes RI. 2020. Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Mellitus.
Jakarta: Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Kumar, V., Abbas, A.K. & Aster, J.C. 2013. Robbins Basic Pathology 9th ed.,
Canada: Elsevier.

Kurniawan, L.B. 2016. Patofisiologi , Skrining , dan Diagnosis Laboratorium


Diabetes Melitus Gestasional. , 43(11) : 811–813.
Mulyani, R. 2016. Hubungan Kepatuhan Dengan Keberhasilan Terapi Berbasis
Kombinasi Insulin Dan Obat Antidiabetik Oral Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Ulin
Banjarmasin. Prosiding Rakernas Dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan
Apoteker Indonesia 2016 : 116–122.

Nafi’ah, K. 2015. Profil Kepatuhan Pasien Puskesmas Pucang Sewu Surabaya


dalam Penggunaan Antidiabetes Oral. Jurnal Farmasi Komunitas
Universitas Airlangga, 2(1) : 11–17.
Ndraha, S. 2014. Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Depertemen
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univeritas Krida Wacana Jakarta. 27
(2).
Notoadmojo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesahatan. Jakarta : penerbit Rineka Cipta.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). 2011. Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). 2015. Konsensus Pengelolaan
dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia 2015 Cetakan Pe.,
Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI).
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). 2019. Konsensus Pengelolaan
dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia 2019 Cetakan Pe.,
Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI).

Pubra BF, 2020. Karakterisik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang Dirawat
Inap di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2017-2018. SKRIPSI.

Putra WA, Khairun NB., 2015. Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. MAJORUTY. 4 (9) : 8-12.

Rahmawati, F. et al. 2016. Skrining Diabetes Mellitus Gestasional dan Faktor


Risiko yang Mempengaruhinya. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 3(2355) :
33–43.
Ramanathan, B. 2017. DPP- 4 Inhibitors in the Management of Type 2 Diabetes
Mellitus. Corpus.
Rubin, E. & Reisner, H.M. 2009. Essentials of Rubin’s Pathology 5th ed.,
America: thePoint.

Robiah P, 2020. Literature Review : Faktor-Faktor yang Memoengaruhi


Kepatuhan Kunjungan Berobat Pasien Diabetes Melitus untuk
Pengendalian Kadar Glukosa Darah. 1-13.

Sasmita AMD, 2021. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan


Berobat Pasien Diabetes Melitus. JMH. 02(04) : 1105-111.

Safira, K. 2018. Buku Pintar Diabetes. Kenali, Cegah dan Obati Cetakan Pe.,
Yogyakarta: Healthy Publisher.
Saltiel, A. R. & Kahn, C. R. 2001. Glucose and Lipid Metabolism. Nature. 414:
799– 806.

Sola, D. et al. 2015. Sulfonylureas and their use in clinical practice. Arch Med
Sci, 4 : 840–848.
Srikartika, V. M., Cahya, A. D., Suci, R., Hardiati, W., & Srikartika, V. M. 2016.
Analisis Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan Penggunaan Obat Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Manajemen Dan Pelayananan Farmasi,
6(3) : 205–212.

Shofiyah S, Henni K., 2014. Hubungan Antara Pengetahuan dan Dukungan


Keluarga terhadap Kepatuhan Penderita Diabetes Melitus (DM) dalam
Penatalaksanaan di Wilayah Kerja Puskesmas Srondol Kecamatan
Banyumanik Semarang, Prosiding Konferensi Nasional.

Siahaan RV, Gambaran Kunjungan Konsultasi Gizi di Rumah Sakit Santa


Elisabeth Medan. Skripsi.

Tombokan V, A.J.M Rattu, Ch.R.Tilaar., 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Kepatuhan Berobat Pasien Diabetes Melitus pada Praktek Dokter
Keluarga di Kota Tomohon. JIKMU. 5(2) : 260-269.

Taborsky, G. J. 2010. The Physiology of Glucagon. Journal of Diabetes Science


and Technology. 4(6): 1338–44.
Tol, A.., Baghbanian, A., Rahimi, A.,Shojaeizadeh, D., Mohebbi, B., Majlessi,
F.. 2011. The Relationship betweenPerceived Social Support from
Family andDiabetes Control among Patient withDiabetes type 1 and type 2 .
Journal of Diabetes and Metabolic Disorder; 2011; Vol 10, pp 1-8
Thiodora, Ynu Gultom. 2012 Tingkat Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus
Tentang Manajemen Diabetes Mellitus di Rumah Saki Pusat Angkatan
Darat Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Jakarta: FIKUI
Widodo HAP., 2017. Hubungan Antara Kepatuhan Diet dengan Perubahan Kadar
Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus yang Berobat ke Puskesmas
Tawangrejo Kota Madiun. Skripsi.
WHO. 1999. Definition, Diagnosis and Classifivation of Diabetes Mellitus and its
Complication, Geneva: Departement of Noncommunicable Disease
Surveillance World Health Organization.
WHO. 2003. Adherence to long-term therapies: Evidence for action. World
Health Organization. 1.

WHO. 2016. Diabetes Fact Sheet. World Health Organization Regional Office for
Europe.

Anda mungkin juga menyukai