Anda di halaman 1dari 21

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Frozen shoulder juga dikenal sebagai adhesive capsulitis yang merupakan

penyakit yang dapat menyebabkan disabilitas dan keterbatasan aktifitas. Hal ini

ditandai dengan nyeri bahu dan keterbatasan ruang gerakan aktif dan pasif pada

semua arah gerak. Keterbatasan gerakan sendi glenohumeral disebabkan oleh

penurunan volume intraartikular. Hal ini dihasilkan dari proses fibrosis dan

penebalan kapsula sendi dan perlekatan pada caput humerus.

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Tiga tulang pembentuk sendi bahu yaitu tulang klavikula, skapula, dan

humerus. Ada beberapa sendi yang terdapat pada bahu yaitu glenohumeral,

skapulothorakal, sternoclavicular, akromioclavicular, suprahumeral, costosternal,

dan costovertebral. Terdapat dua sendi yang sangat berperan pada pergerakan bahu

yaitu sendi akromiklavikular dan glenohumeral. Sendi glenohumeral lah yang

berbentuk “ball-and-socket” yang memungkinkan untuk terjadi ROM yang luas.

Struktur-struktur yang membentuk bahu disebut juga sebgai rotator cuff. Otot-otot

yang menjadi bagian dari rotator cuff adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m.

teres minor, dan m. subscapularis. Tendon dan ligament membantu memberikan

kekuatan dan stabilitas lebih.10


5

Gambar 2.1 Shoulder Joint

Otot-otot pada rotator cuff sangat penting pada pergerakan bahu dan
menjaga stabilitas sendi glenohumeral. Otot ini bermulai dari scapula dan
menyambung ke humerus membuat seperti cuff atau manset pada sendi bahu.
Manset ini menjaga caput humeri di dalam fossa glenoid yang dangkal. Otot-otot
pada rotator cuff menjada “ball” dalam “socket” pada sendi glenohumeral dan
memberikan mobilitas dan kekuatan pada sendi shoulder. Terdapat dua bursa untuk
memberi bantalan dan melingungi dari akromion dan memungkinkan gerakan sendi
yang lancar.10

Saat terjadi abduksi lengan, rotator cuff memampatkan sendi glenohumeral,


sebuah istilah yang dikenal sebagai kompresi cekung (concavity compression),
untuk memungkinkan otot deltoid yang besar untuk terus mengangkat lengan.
Dengan kata lain, rotator cuff, caput humerus akan naik sampai sebagian keluar
dari fosa glenoid, mengurangi efisiensi dari otot deltoid.10

2.3 Epidemiologi

Prevalensi frozen shoulder terjadi pada 2% -5% populasi umum, dengan

puncak pada dekade kelima dan keenam kehidupan. Frozen shoulder jarang terlihat

pada pasien di bawah usia 40 tahun. Wanita lebih sering terkena penyakit ini
6

daripada pria. Orang kembar memiliki risiko 2-3 kali lipat lebih tinggi begitu salah

satu dari mereka mengalami frozen shoulder. Tidak ada kecenderungan genetik

yang diketahui. Lengan non-dominan sedikit lebih terpengaruh daripada lengan

dominan. Setelah pasien mengalami episode frozen shoulder, risiko kekambuhan

pada sisi kontralateral adalah 6% - 17% dalam 5 tahun. 11 Kekambuhan pada bahu

yang sama jarang terjadi. Tidak ada bukti dalam literatur bahwa subkelompok

spesifik dalam populasi akan memiliki peningkatan risiko terjadinya frozen

shoulder dibandingkan dengan yang lain. Populasi yang rentan terkena adalah

masyarakat yang tinggal di kota atau urban area.9

2.4 Etiologi

Penyebab frozen shoulder masih belum diketahui dengan jelas. Lundberg

dan Helbig et al menyatakan klasifikasi penyebab penyakit ini menjadi primer dan

sekunder untuk kasus yang terjadi secara spontan dan juga yang dihasilkan dari

trauma. Kasus idiopatik primer adalah yang paling umum dan yang paling tidak

dipahami. Stimulus yang tidak diketahui menghasilkan perubahan histologis yang

mendalam pada kapsula sendi yang secara substansial berbeda dari perubahan yang

dihasilkan oleh kondisi imobilisasi atau degenerasi. Meskipun memiliki satu

stimulus kritis hal ini masih belum dapat diidentifikasi, kombinasi host dan faktor

ekstrinsik dapat memicu frozen shoulder primer. Misalnya, pasien yang biasanya

berusia antara 40 dan 60 tahun dan berdasarkan insiden yang lebih besar kasus yang

terjadi secara bilateral daripada secara acak dipopulasi umum, dan mungkin

memiliki kecenderungan untuk memicu penyakit ini.12


7

Faktor ekstrinsik dapat termasuk trauma, imobilisasi, penyakit tertentu, dan

kesalahan posisi atau gerakan mekanik tubuh. Berbeda dengan tipe primer, frozen

shoulder sekunder biasanya berkembang setelah episode varietas beberapa kondisi,

seperti keterlibatan sistem saraf pusat, imobilisasi ekstremitas atas, trauma pada

lengan, kanker paru-paru atau infeksi, infark miokard, durasi infus intravena yang

lama, cervical disk disease, rheumatoid arthritis, atau diabetes mellitus. Untuk

frozen shoulder sekunder, Quigley berhipotesis bahwa trauma kecil atau sebuah

episode peradangan dapat menghasilkan rasa sakit, yang akhirnya mengarah kepada

immobilisasi dan pembatasan ruang gerak dan mengarahkan kondisi ke kondisi

frozen shoulder . Loyd mengemukakan bahwa frozen shoulder sekunder

berkembang ketika spasme otot yang menyakitkan membatasi aktivitas dan

menciptakan ketergantungan lengan. Kombinasi tepat dari faktor-faktor yang

mempengaruhi orang tertentu untuk memicu terjadinya frozen shoulder primer

maupun sekunder masih belum diketahui.12

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi frozen shoulder tidak sepenuhnya jelas. Teori yang diterima

secara umum adalah bahwa fibrosis menyebabkan penebalan kapsula sendi

glenohumeral, yang menjadi lebih ketat. Adhesi kapsula sendi untuk sendi itu

sendiri dan ke column humerus menyebabkan obliterasi lipatan aksila, pengurangan

volume sendi, minimalitas cairan sinovial, dan pergerakan glenohumeral yang

terbatas. Frozen shoulder telah dijelaskan oleh banyak penulis di masa lalu, dan

dikenal dengan jumlah nama yang hampir sama. Pada tahun 1872, kondisi ini

digambarkan oleh Duplay sebagai "peri-artritis" . Pada tahun 1934, Codman

memperkenalkan istilah "frozen shoulder" sebagai penyakit onset lambat, dengan


8

ketidakmampuan untuk tidur di sisi yang terkena karena rasa sakit yang parah dan

kekakuan pada semua arah tanpa kelainan radiologis.9

Pada tahun 1945, Neviaser menamakan kondisi "adhesive capsulitis". Dia

adalah orang pertama yang menggabungkan pengamatan dari penelitian mayat

dengan analisis histologis, dan melaporkan penebalan kapsul sendi dan

perlengketan kapsula ke caput humerus dengan bursa yang tidak terpengaruh. Dia

menyatakan bahwa hal ini dikarenakan proses inflamasi kronis. Teori ini kemudian

ditentang oleh Lundberg, dan Bunker serta Anthony, yang menggambarkan

patologi primer fibrosis, membuat morfologi frozen shoulder sama dengan

kontraktur. Mereka tidak menemukan jumlah signifikan sel inflamasi dan tidak ada

keterlibatan sinovial. Masih belum ada konsensus dalam literatur, apakah

peradangan merupakan bagian dari patofisiologi atau fibrosis yang menjadi dasar

histologi frozen shoulder.9

Studi arthroscopy, magnetic resonance imaging (MRI), dan cadaver telah

menunjukkan bahwa keterbatasan dalam karakteristik gerakan frozen shoulder

dijelaskan oleh gambaran makroskopik dari struktur anatomi yang terkena. Interval

rotator dan kapsul anterior adalah fokus dominan kelainan pada frozen shoulder

primer. Penebalan kapsul anterosuperior membatasi rotasi eksternal lengan

adduksi, dan kapsul anteroinferior berserat akan menyebabkan pembatasan dalam

rotasi eksternal abduksi. Penebalan interval rotator membahayakan ligamentum

korakohumeral, sehingga menyebabkan batasan dalam rotasi eksternal juga. Dalam

studi mayat/cadaver, kontraksi ligamentum korakohumeral dijelaskan,

menyebabkan hilangnya rotasi eksternal pada khususnya. Pada tahap lanjut,

gerakan rotasi internal terbatasi, dan disebabkan oleh perlekatan kapsula


9

posterosuperior. Pada tahun 1969, Lundberg membuat perbedaan antara frozen

shoulder primer dan sekunder. Dalam kebanyakan kasus, frozen shoulder muncul

terutama tanpa penyakit yang mendasarinya. Pada frozen shoulder sekunder,

penyakit ini muncul berhubungan dengan adanya trauma pada bahu, seperti fraktur

humerus proksimal, cedera jaringan lunak, bursitis subacromial, dan operasi bahu.

Sebagian pasien memiliki tipe frozen shoulder sistemik. Diabetes mellitus, dengan

prevalensi 10% -20%, merupakan faktor risiko untuk terjadinya frozen shoulder.

Frozen shoulder pada pasien diabetes cenderung lebih parah dan lebih resisten

terhadap terapi, dan pasien ini memiliki risiko kekambuhan yang lebih besar.

Selanjutnya, perkembangan frozen shoulder berkorelasi dengan penyakit

Dupuytren, hipertiroidisme, dan hipotiroidisme. Tidak ada bukti dalam literatur saat

ini menunjukkan bahwa terjadinya frozen shoulder berkorelasi dengan kegiatan

olahraga tertentu pada populasi yang aktif secara fisik.13

2.6 Manifestasi Klinis

Pada bahu, ada kompensasi sempurna antara mobilitas dan stabilitas.

Namun, karena jangkauan gerak dan anatomi tulangnya yang luas, ada risiko

dislokasi yang relatif tinggi di bahu dibandingkan dengan persendian lainnya.

Stabilitas terutama dijamin oleh unit rotator cuff, glenoid labrum, ligamen

glenohumeral, dan kapsula sendi. Ini adalah alasan bahwa kekakuan pada bahu

lebih disebabkan oleh masalah jaringan lunak daripada faktor-faktor lain, seperti

osteofit atau hilangnya kesesuaian fungsi beberapa penyusun sendi bahu. Bahu

yang sakit dengan mobilitas terbatas adalah manifestasi klinis umum. Evaluasi

gejala yang cermat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk

membedakan frozen shoulder dari sendi acromioclavicular, nyeri subacromial, dan


10

masalah tendon biseps atau rotator cuff. Frozen shoulder ditandai dengan nyeri

bahu yang parah dan kehilangan gerakan aktif dan pasif ke segala arah. Secara

khusus, kehilangan rotasi eksternal biasanya muncul pada frozen shoulder. Pasien

mengalami kehilangan fungsi dalam aktivitas hidup sehari-hari dan kesulitan tidur

di sisi yang sakit. Otot deltoid dan supraspinatus mungkin atrofi karena tidak

digunakan, diikuti oleh infraspinatus, subscapularis, dan otot kecil teres. Sebagai

hasil dari tidak digunakan dan atrofi otot-otot ini, kinematika sendi akan berubah,

yang menyebabkan penurunan fungsionalitas.9

Translasi caput humerus akan berkurang, terutama sebagai akibat dari

ketatnya ligamentum glenohumeral inferior. Selain itu, skapula akan menunjukkan

rotasi lateral dalam kaitannya dengan rotasi glenohumeral selama peningkatan bahu

pada tahap awal. Meskipun frozen shoulder tidak dapat dilihat pada X-ray,

radiografi diperlukan untuk menyingkirkan kondisi lain seperti osteoarthritis atau

tumor tulang. Frozen shoulder akibat fraktur atau pembedahan dapat diamati. Pada

MRI, penebalan kapsuler dan kontraksi reses aksilar dapat terjadi. Namun

demikian, MRI bukan standar diagnostik karena diagnosis didasarkan pada

presentasi klinis. Investigasi biokimia atau hematologi dapat dilakukan untuk

menyingkirkan penyebab sekunder jika diindikasikan.

Hannafin dkk menggunakan empat tahap atau fase untuk mengkorelasikan

pemeriksaan klinis dengan gambaran histologis spesimen biopsi kapsuler untuk tiga

tahap pertama. Penting untuk dicatat tahap-tahap ini lebih mewakili suatu rangkaian

penyakit ini, tahapan yang jelas. Tahapan itu adalah :12


11

 Tahap 1 [inflammatory] : Pasien mengeluh sakit dengan ruang gerak aktif

dan pasif. Rasa sakit digambarkan sebagai sakit saat istirahat dan tajam

dengan gerakan dan biasanya lebih buruk di malam hari. Ruang geraknya

masih bagus. Gejala-gejala ini biasanya muncul kurang dari 10 minggu.

Injeksi intraartikular dengan anestesi lokal dan kortikosteroid memberi efek

signifikan peningkatan ruang gerak.

 Tahap 2 [Freezing] : Pasien memberikan riwayat nyeri kronis selama 10-36

minggu sebelumnya. Rasa sakitnya lebih buruk saat malam hari. Tidak ada

riwayat cedera. Ditemukan hilangnya ROM secara progresif

 .Tahap 3 [Frozen]: Tahap Ini terjadi pada 4-12 bulan. Rasa sakit secara

bertahap mereda dan hanya hadir pada kisaran gerakan berat atau ekstrim.

 Tahap 4 [Thawing] : Tahap ini biasanya terjadi sejak 12 bulan setelah onset

dan bisa bertahan hingga 42 bulan sesudahnya.

2.7 Diagnosis

Penegakkan diagnosis frozen shoulder dapat dilakukan melalui anamnesis

dan pemeriksaan fisik dan jika perlu dengan pemeriksaan penunjang. Pada

anamnesis atau riwayat penyakit dan keluhan pasien menggambarkan gejala ke

dalam tiga fase klinis, yaitu fase freezing, fase frozen, dan fase thawing. Fase

freezing ditandai oleh rasa sakit di bahu saat istirahat dan dengan gerakan. Nyeri

paling buruk di malam hari karena peregangan kapsul dan pasien sulit tidur. Pada

tahap ini, rasa sakit meningkat dan rentang gerakan berangsur-angsur berkurang.

Pembatasan dalam rotasi eksternal terjadi terlebih dahulu, diikuti oleh rotasi

internal dan perlengketan. Nyeri berkurang lebih menonjol pada fase frozen, dan

kekakuan adalah keluhan terbesar pasien pada tahap penyakit ini. Kegiatan harian
12

seperti menyikat rambut atau meraih sesuatu di lemari menjadi sulit. Rasa sakit di

malam hari perlahan mereda dan pasien memiliki lebih sedikit masalah tidur. Tahap

ini membutuhkan 4-12 bulan sebelum tahap akhir dimulai. Fase thawing ditandai

dengan tidak adanya rasa sakit dan peningkatan gerakan glenohumeral secara

bertahap selama 4-12 bulan. Pada akhirnya, pasien mendapatkan kembali fungsi

bahunya dan dapat melakukan aktivitas normal sehari-hari.9

Tabel 2.1 Riwayat pasien frozen shoulder

Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga diperlukan untuk penegakkan

diagnosa frozen shoulder. Satu-satunya tanda yang ditemukan pada tahap awal

proses penyakit ini adalah rasa sakit yang dialami pada kisaran gerakan bahu.

Pasien dengan stadium awal mengalami nyeri pada palpasi anterior dan kapsul

posterior dan menggambarkan nyeri yang menjalar sampai deltoid. Kemudian,

dalam proses penyakit dapat juga ditemukan atrofi deltoid ringan karena otot ini

tidak digunakan begitu pula otot supra spinatus. Difus tenderness untuk palpasi di

atas glenohumeral sendi dapat meluas ke trapezius dan area interskapular.

Perpanjangan nyeri ini dapat sampai pada leher dan punggung bagian atas

disebabkan oleh bahu yang sakit. Penting untuk membedakan apakah telah terjadi
13

kehilangan kemampuan eksternal rotasi terjadi baik secara aktif maupun pasif. Jika

rotasi pasif eksternal penuh ada tetapi rotasi eksternal aktif tidak ada, kemungkinan

robekan rotator cuff seharusnya pertimbangkan..Proses penyakit ini paling tidak

mempengaruhi ekstensi dan gerakan adduksi horisontal.12 Tes “apley scratch”

merupakan tes yang dapat diguanakn untuk mengevaluasi lingkup gerak sendi aktif

pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula dengan tangan

sisi kontralateral melewati belakang kepala. Pada Capsulitis adhesive pasien tidak

dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat bergerak penuh pada bidang

geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan

kelemahan otot bahu sebagai penyebab keterbatasan. Selain appley scratch ada

beberapa pemeriksaan untuk melihat ruang lingkup gerak sendi seperti neer test dan

empty can test.15

Gambar 2.2 Apley Scratch


14

Gambar 2.3 Neer Test

Gambar 2.4 Empty Can Test


15

Gambar 2.5 Hawkins Test

Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan

diagnose frozen shoulder. Sebagian besar referensi menyarankan hanya sinar-X

biasa yang diminta. Seringkali ini mungkin dilaporkan sebagai normal, tetapi

beberapa mungkin menunjukkan osteartenia periarticular karena disuse. Sinar-X

juga dapat membantu menyingkirkan potensi lain penyebab frozen shoulder, seperti

radang sendi glenohumeral, kalsifikasi tendonitis, atau kelainan rotator cuff. MRI

Arthrografi tidak terlalu dibutuhkan untuk diagnosis adhesive capsulitis, tetapi jika

dilakukan, akan menunjukkan penebalan pada kapsul sendi dan

korakohumeralligamen.

2.8 Tatalaksana

2.8.1 Medikamentosa

Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan

pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan diawali

dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri, dilanjutkan
16

dengan latihan-latihan gerakan. Pada beberpa kasus dilakukan TENS untuk

mengurangi nyeri.12

Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan

steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu

dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan

radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis digunakan

untuk memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu. Kortison injeksikan

pada sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada kondisi ini. Kapsul bahu juga

dapat diregangkan dengan salin normal, kadang hingga terjadi rupture pada kapsul

untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena kontraksi. Tindakan ini disebut

hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang meragukan kegunaan

terapi tersebut. Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang dokter dapat

merekomendasikan manipulasi dari bahu dibawah anestesi umum untuk

melepaskan perlengketan. Operasi dilakukan pada kasus yang cukup parah dan

sudah lama terjadi. Biasanya operasi yang dilakukan berupa arthroskopi.16

2.8.2 Rehabilitasi Medik


a. Terapi dingin
Modalitas terapi ini biasanya untuk nyeri yang disebabkan oleh cedera

muskuloskeletal akut. Demikian pula pada nyeri akut Capsulitis adhesive lebih baik

diberikan terapi dingin. Efek terapi ini diantaranya mengurangi spasme otot dan

spastisitas, mengurangi maupun membebaskan rasa nyeri, mengurangi edema dan

aktivitas enzim destruktif (kolagenase) pada radang sendi . Adapun cara dan lama

pemberian terapi dingin adalah sebagai berikut:

o Kompres dingin
17

Teknik: masukkan potongan – potongan es kedalam kantongan yang tidak tembus

air lalu kompreskan pada bagian yang dimaksud. Lama: 20 menit, dapat diulang

dengan jarak waktu 10 menit.

o Masase es

Teknik: dengan menggosokkan es secara langsung atau es yang telah dibungkus.

Lama: 5-7 menit. Frekuensi dapat berulang kali dengan jarak waktu 10 menit.

a. Terapi panas
Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun dalam, terjadi

oleh adanya produksi atau perpindahan panas. Pada umumnya reaksi fisiologis yang

dapat diterima sebagai dasar aplikasi terapi panas adalah bahwa panas akan

meningkatkan viskoelastik jaringan kolagen dan mengurangi kekakuan sendi.

Panas mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai ambang nyeri

serabut-serabut saraf. Efek lain adalah memperbaiki spasme otot, meningkatkan

aliran darah, juga membantu resolusi infiltrat radang, edema, dan efek eksudasi. 9

Beberapa penulis menganjurkan pemanasan dilakukan bersamaan dengan

peregangan, dimana efek pemanasan meningkatkan sirkulasi yang bermanfaat

sebagai analgesik.Terapi panas dangkal menghasilkan panas yang tertinggi pada

permukaan tubuh namun penetrasinya kedalam jaringan hanya beberapa milimeter.

Pada terapi panas dalam, panas diproduksi secara konversi dari energi listrik atau

suara ke energi panas didalam jaringan tubuh. Panas yang terjadi masuk kejaringan

tubuh kita yang lebih dalam, tidak hanya sampai jaringan dibawah kulit (subkutan).

Golongan ini yang sering disebut diatermi, terdiri dari:

o Diatermi gelombang pendek (short wave diathermy = SWD)


18

o Diatermi gelombang mikro (microwave diathermy = MWD)


o Diatermi ultrasound (utrasound diathermy = USD)

Pada Capsulitis adhesive, modalitas yang sering digunakan adalah

ultrasound diathermy (US) yang merupakan gelombang suara dengan frekuensi

diatas 17.000 Hz dengan daya tembus yang paling dalam diantara diatermi yang

lain. Gelombang suara ini selain memberikan efek panas/ termal, juga ada efek

nontermal/ mekanik/ mikromasase, oleh karena itu banyak digunakan pada kasus

perlekatan jaringan. Frekuensi yang dipakai untuk terapi adalah 0,8 dan 1 MHz.

Dosis terapi 0,5-4 watt/cm2, lama pemberian 5-10 menit, diberikan setiap hari atau

2 hari sekali. US memerlukan media sebagai penghantarannya dan tidak bisa

melalui daerah hampa udara. Menurut penelitian, medium kontak yang paling ideal

adalah gel. 12

Efek US pada Capsulitis adhesive :

 Meningkatkan aliran darah

 Meningkatkan metabolisme jaringan

 Mengurangi spasme otot

 Mengurangi perlekatan jaringan

 Meningkatkan ekstensibilitas jaringan.

Modalitas lain yang digunakan adalah short wave diathermy. Disini

digunakan arus listrik dengan frekuensi tinggi dengan panjang gelombang 11m

yang diubah menjadi panas sewaktu melewati jaringan.Pada umumnya pemanasan


19

ini paling banyak diserap jaringan dibawah kulit dan otot yang terletak di

permukaan.

b. Elektrostimulasi : TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation )


Modalitas terapi fisik ini dapat dipergunakan untuk nyeri akut maupun nyeri

kronis, dan sering digunakan untuk meredakan nyeri pada Capsulitis adhesive.

Untuk peletakan elektroda dan pemilihan parameter perangsangan sampai sekarang

masih lebih banyak bersifat seni dan subyektif. Namun peletakkan elektrode harus

tetap berdasarkan pengetahuan akan dasar-dasar anatomi dan fisiologi. Letak

elektroda yang biasa dipilih yaitu: daerah paling nyeri, dermatom saraf tepi, motor

point, trigger point, titik akupuntur. 12

Stimulasi dapat juga disertai dengan latihan. Misalnya keterbatasan gerak

abduksi, elektrode aktif (negatif) ditempatkan pada tepi depan aksila dan elektroda

kedua diletakkan pada bahu atau diatas otot deltoid penderita. Pasien berdiri

disamping sebuah dinding dan diminta meletakkan jari-jarinya pada permukaan

dinding. Pada saat stimulasi, jari-jari tangan pasien diminta untuk berjalan ke atas

di dinding tersebut. Lama pemberian stimulasi bervariasi dari 30 menit sampai

beberapa jam dan dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Angka keberhasilan untuk

menghilangkan nyeri bervariasi dari 25% sampai 80–95%.

c. Latihan
Merupakan bagian yang terpenting dari terapi Capsulitis adhesive. Pada

awalnya latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila rasa nyeri begitu berat.

Setelah nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif dibantu. Rasa nyeri yang

timbul pada waktu sendi digerakkan baik secara pasif maupun aktif menentukan

saat dimulainya latihan gerak. Bila selama latihan pasif timbul rasa nyeri sebelum
20

akhir pergerakan sendi diduga masih fase akut sehingga latihan gerakan aktif tidak

diperbolehkan. Bila rasa nyeri terdapat pada akhir gerakan yang terbatas, berarti

masa akut sudah berkurang dan latihan secara aktif boleh dilakukan. Pada latihan

gerak yang menimbulkan/ menambah rasa nyeri, maka latihan harus ditunda karena

rasa nyeri yang ditimbulkan akan menurunkan lingkup gerak sendi. Tetapi bila

gerakan pada latihan tidak menambah rasa nyeri maka kemungkinan besar terapi

latihan gerak akan berhasil dengan baik. Latihan gerak dengan menggunakan alat

seperti shoulder wheel , overhead pulleys, finger ladder, dan tongkat merupakan

terapi standar untuk penderita frozen shoulder. 9

Gambar 2.6 Shoulder Wheel Exercise


21

A. B.

Gambar 2.7 A. Overhead Pulley B. finger ladder

Latihan Codman (Pendulum)9


Gravitasi menyebabkan traksi pada sendi dan tendon dari otot lengan.

Codman memperkenalkan latihan untuk sendi bahu dengan menggunakan gravitasi.

Bila penderita melakukan gerak abduksi pada saat berdiri tegak akan timbul raa

nyeri hebat. Tetapi bila dilakukan dengan pengaruh dari gravitasi dan otot

supraspinatus relaksasi maka gerakan tersebut terjadi tanpa disertai rasa nyeri. Pada

pergerakan pendulum penderita membungkuk kedepan, daerah lengan yang sakit

tergantung bebas tanpa atau dengan beban.

Tubuh dapat ditopang dengan meletakkan lengan satunya diatas meja atau

bangku, lengan digerakkan ke depan dan ke belakang pada bidang sagital (fleksi-

ekstensi). Makin lama makin jauh gerakannya, kemudian gerakan kesamping,

dilanjutkan gerakan lingkar (sirkuler) searah maupun berlawanan arah dengan


22

jarum jam. Pemberian beban pada latihan pendulum akan menyebabkan otot

memanjang dan dapat menimbulkan relaksasi pada otot bahu.

Gambar 2.8 Latihan Pendulum

Latihan dengan menggunakan tongkat 12

Latihan dengan tongkat dapat berupa gerakan fleksi, abduksi, adduksi, dan

rotasi. Gerakan dapat dilakukan dalam posisi berdiri, duduk ataupun berbaring.

Gambar 2.9 Latihan dengan menggunakan tongkat


23

Latihan finger ladder

Finger ladder adalah alat bantu yang dapat memberikan bantuan secara

obyektif sehingga penderita mempunyai motivasi yang kuat untuk melakukan

latihan lingkup gerak sendi dengan penuh. Perlu diperhatikan agar penderita

berlatih dengan posisi yang benar, jangan sampai penderita memiringkan tubuhnya,

berjinjit maupun melakukan elevasi kepala. Gerakan yang dapat dilakukan adalah

fleksi dan abduksi. Penderita berdiri menghadap dinding dengan ujung jari-jari

tangan sisi yang terkena menyentuh dinding. Lengan bergerak keatas dengan

menggerakkan jari-jari tersebut (untuk fleksi bahu). Untuk gerakan abduksi

dikerjakan dengan samping badan menghadap dinding.12

Latihan dengan over head pulleys (katrol)

Bila diajarkan dengan benar, sistem katrol sangat efektif untuk membantu

mencapai lingkup gerak sendi bahu dengan penuh. Peralatan: dua buah katrol

digantungkan pada tiang dengan seutas tali dihubungkan dengan kedua katrol

tersebut. Kedua ujung tali diberi alat agar tangan dapat menggenggam dengan baik.

Posisi penderita bisa duduk, berdiri atau berbaring terlentang dengan bahu terletak

dibawah katrol tersebut. Dengan menarik tali pada salah satu tali yang lain akan

terangkat. Sendi siku diusahakan tetap dalam posisi ekstensi dan penderita tidak

boleh mengangkat bahu maupun mengangkat tubuh. Gerakan dilakukan perlahan-

lahan. 9
24

Latihan dengan shoulder wheel

Dengan instruksi yang benar shoulder whell dapat digunakan untuk

memberi motivasi pada penderita untuk melakukan latihan lingkup gerak sendi

bahu secara aktif. Cara penggunaan alat yaitu penderita berdiri sedemikian rupa

sehingga aksis dari sendi bahu sama dengan aksis roda pemutar sehingga gerak

lengan sesuai dengan gerak putaran roda. Penderita tidak diharuskan menggerakkan

roda secara penuh, tetapi gerakan hanya dilakukan sebesar kemampuan gerakan

sendi bahunya. Harus pula diperhatikan pada waktu melakukan gerakan endorotasi

maupun eksorotasi bahu dalam posisi abduksi 90o dan siku fleksi 90o. Dengan

meletakkan siku pada aksis roda maka gerakan dapat dilakukan sampai pada

keterbatasan lingkup gerak sendi. 9

Anda mungkin juga menyukai