Anda di halaman 1dari 21

JURNAL READING

“SECOND-GENERATION ANTIPSYCHOTICS
AND EXTRAPYRAMIDAL ADVERSE EFFECTS ”

Oleh : DM FK UNISMA
Pembimbing : dr. Tutik Nur Kasiani, Sp.KJ.
ABSTRAK

Penggunaan obat anti-psikotik dapat menginduksi terjadinya efek samping


ekstrapiramidal, terutama yang berkaitan dengan anti-psikotik generasi pertama. obat
antipsikotik generasi dua, pada golongan atipikal memiliki afinitas dopamine yang rendah
 potensi rendah dalam menyebabkan sindroma ekstrapiramidal.
pada jurnal ini dijelaskan tentang penggunaan anti-psikotik generasi kedua dan efek
sindrom ekstrapiramidal.
Penelitian menunjukkan bahwa sindroma ekstrapiramidal disebabkan antipsikotik
generasi kedua, meskipun dalam tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan
generasi pertama. Faktor risiko pilihan agen generasi kedua (dengan clozapine memiliki
risiko terendah dan risperidone memiliki resiko tertinggi), dosis tinggi, riwayat gejala
ekstrapiramidal sebelumnya, dan komorbiditas.
LATAR BELAKANG

Obat antipsikotik  dasar pengobatan pada skizofrenia.


First-generation Antipsychotic (FGAs), seperti chlorpromazine, haloperidol, atau
fluphenazine, efektif pada gejala positif, namun kurang efektif pada gejala negatif dan memiliki
efek Extrapyramidal symptoms (EPS).
Pengembangan obat antipsikotik yang lebih baru (risperidone, olanzapine, quetiapine,
dll) sejak 1990an disambut dengan harapan besar. Antipsikotik baru ini, sekarang disebut
sebagai Second-generation Antipsychotics (SGAs).
Clozapine merupakan antipsikotik pertama yang terbukti efektif pada skizofrenia
refrakter, dan antispikotik pertama yang tidak menimbulkan EPS. Namun, clozapine memiliki
efek samping yang serius yaitu agranulositosis
LATAR BELAKANG

Efektivitas clozapine dan tidak adanya efek EPS adalah dasar untuk pengembangan
antipsikotik serupa, tetapi dengan profil yang lebih aman.
Second-generation antipsychotics seperti olanzapine, risperidone, quetiapine, dan yang
terbaru ziprasidone dan aripiprazole segera menjadi pengobatan pilihan skizofrenia, namun
biayanya lebih tinggi dan inkonsistensi data menunjukkan keefektifan yang lebih
dibandingkan FGAs.
Semua agen antipsikotik memiliki tingkat afinitas antagonis untuk reseptor D2
dopaminergik. Menunjukkan bahwa antipsikotik generasi pertama, diketahui memblokir
reseptor lain, tidak hanya efek antipsikotiknya, namun juga efek ekstrapiramidal, utamanya
dengan berikatan pada D2 reseptor dalam sistem saraf pusat.
Antipsikotik generasi pertama menghasilkan efek terapeutik (antipsikotik) pada 60-
80% dari D2, 75-80% reseptor D2 mengarah pada EPS akut.
LATAR BELAKANG

• Efek terapeutik dari SGAs juga disebabkan oleh beberapa derajat antagonisme D2,
tetapi lebih ke blockade reseptor serotonin tertentu (kebanyakan 5HT2A). Anehnya,
clozapine, sebagai antipsikotik paling efektif sejauh ini, memiliki afinitas D2 terendah.
LATAR BELAKANG

Semua SGAs, terlepas dari clozapine, memiliki kecenderungan untuk menyebabkan


tingkat EPS tertentu. Hasil uji klinis dan meta-analisis baru-baru ini menunjukkan bahwa
tidak ada keuntungan dari SGAs mengenai tolerabilitas dan efektivitas dibandingkan dengan
FGAs. Tindak lanjut pasca pemasaran SGAs memunculkan efek buruk lainnya seperti
kenaikan berat badan dan efek samping metabolisme.
Oleh karena itu, perbedaan kelas obat antipsikotik yang disederhanakan, dimana
FGAs bertanggungjawab untuk EPS dan SGAs untuk efek samping metabolik, meskipun
sudah tertanam dalam praktik klinis, sebenarnya tidak didukung oleh temuan terbaru.
GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL

Tanda dan gejala EPS :

Distonia akut Akhatisia

Tardive
Parkinsonisme dyskinesia
Distonia akut :
postur abnormal dan Akhatisia :
kejang otot yang kegelisahan dan
berkelanjutan, penempatan
terutama pada kepala
atau leher

Tardive dyskinesia :
gerakan involunter
Parkinsonisme : seperti meringis,
tremor, kekakuan protrusion lidah, krisis
otot rangka, occulogyric, dan
dan/atau otot kerutan bibir, juga
lutut pergerakan tungkai.
FASE EPS AKUT FASE EPS KRONIS

Pengobatan awal dengan antipsikotik dosis awal atau Muncul ketika sudah menjalani pengobatan yang lama dan
ditingkatkan. akhirnya timbul Tardive Dyskinesia.
DISTONIA AKUT

• Distonia akut terjadi dalam beberapa hari pertama setelah inisiasi


terapi anti-psikotik dan dapat secara efektif dicegah dengan obat
antikolinergik seperti biperiden.
• Faktor risiko terjadinya dystonia akut :
- usia muda dan jenis kelamin laki-laki,
- riwayat penyalahgunaan zat, dan riwayat keluarga dystonia.
- Distonia akut sering terjadi pada FGA seperti haloperidol
Dilaporkan bahwa sekitar 7,2% yang diobati dengan risperidone
parenteral kerja lama menyebabkan reaksi distonik akut.
Dilaporkan juga bahwa Aripiprazole dan Ziprasidone dapat
menyebabkan distonia akut.
AKHATISIA

• Akathisia merupakan gejala yang sangat umum muncul (sekitar setengah dari
semua kasus EPS), kurang dipahami, dan sulit diobati. Ini terjadi terutama dalam
tiga bulan pertama pengobatan.
• Akathisia tidak berespons terhadap obat antikolinergik, tetapi pengurangan
dosis antipsikotik, penghambat beta adrenergik liposoluble, dan benzodiazepin
telah terbukti efektif.
• Studi Uji Klinis Intervensi Efektivitas Antipsikotik (CATIE) melaporkan bahwa
terdapat efek samping akathisia dari beberapa SGA, meskipun pada tingkat yang
lebih rendah dibandingkan dengan FGA.
• Berdasarkan penelitian CATIE, tampak bahwa risperidone dan perphenazine,
misalnya, keduanya menyebabkan akathisia pada 7% pasien.
PARKINSONISME

• terjadi antara beberapa hari hingga beberapa bulan setelah dimulainya


pengobatan.
• Faktor risiko :
- usia lanjut (lansia), jenis kelamin (wanita), defisit kognitif, dan onset awal EPS.
- Penanganan dari Parkinson dengan mengurangi dosis dan pemberian
antikolinergik. Namun, antikolinergik harus dihindari pada pasien usia lanjut
karena efek sampingnya seperti kognitif deteriorasi, retensi urin, mulut kering,
dan risiko eksaserbasi glaukoma.
PARKINSONISME

• Tingkat Parkinsonisme yang diinduksi oleh SGA (misalnya, 26% dengan


olanzapine) lebih rendah dibandingkan dengan FGA (55% dengan haloperidol).
• Bukti lain menunjukkan. hampir tidak ada keuntungan dari SGA dibandingkan
dengan FGA dalam kaitannya dengan Parkinsonisme sebagai efek samping,
• Telah ditunjukkan bahwa dosis tinggi SGA (seperti olanzapine, risperidone,
atau quetiapine) dapat menyebabkan Parkinsonisme
TARDIVE DYKINESIA

Tardive dyskinesia terjadi setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun terapi


dengan antipsikotik. Risiko perkembangan TD paling tinggi dalam lima tahun pertama
pengobatan dengan FGA. Faktor risiko untuk TD adalah peningkatan usia, ras non-
Kaukasia, jenis kelamin perempuan, riwayat diabetes, kerusakan otak organik, dan
adanya gejala negatif skizofrenia.
Pengelolaan TD adalah pengurangan penggunaan obat antikolinergik, beralih ke
agen SGA, dan jika perlu penambahan tetrabenazine. Penambahan terapi
eksperimental termasuk donepezil / melatonin / vitamin E / vitamin B6 harus
dipertimbangkan jika langkah sebelumnya tidak memberikan bantuan. Terdapat faktor-
faktor predisposisi untuk terjadinya TD, yaitu usia yang lebih tua, penggunaan FGA dan
obat antikolinergik, pengobatan antipsikotik jangka panjang, dan EPS akut.
EKSTRAPIRAMIDAL SIMPTOM

• Studi terbaru tentang kecenderungan FGA dan SGA untuk


menyebabkan EPS memiliki hasil yang bertentangan.
• EPS tetap menjadi masalah paling serius bagi pasien skizofrenia
• Antipsikotik generasi kedua ini dikenal sebagai antipsikotik atipikal
berdasarkan mekanisme kerjanya
• Antipsikotik atipikal memiliki afinitas yang kurang terhadap reseptor
D2 striatal daripada antipsikotik tipikal, FGA, antagonis 5-HT2A,
antagonis alpha-1, atau antagonis kolinergik.
• Semua SGA sedikit banyak masih mempengruhi reseptor D2, dan
karenanya memiliki beberapa efek EPS yang tidak dapat diabaikan.
KESIMPULAN

• SGA belum sepenuhnya memenuhi harapan sebagai obat antipsikotik bebas EPS. Studi
terbaru menunjukkan bahwa SGA tidak berbeda secara signifikan dari FGA dalam hal
efektifitas (dengan pengecualian clozapine untuk pasien yang resistan terhadap
pengobatan) dan memiliki kecenderungan yang secara umum lebih rendah untuk
menyebabkan terjadinya EPS daripada FGA, tetapi dengan variasi yang besar di dalam
kelas.
• Karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, dan kondisi yang menyertai), riwayat penyakit,
pengobatan sebelumnya, pilihan antipsikotik tertentu, dosisnya, dan lamanya pengobatan
dan terapi adjuvan harus dipertimbangkan dalam urutan yang menunjukkan risiko risiko
EPS dan memberikan kualitas perawatan terbaik
Telaah Jurnal

Judul

• Efektif, karena judul tidak lebih dari 10 kata


• Tidak singkat/ terlalu panjang dan mudah untuk
dipahami
• Judul, sudah spesifik karena,mencantumkan apa saja
yang akan dibahas pada jurnal ini sehingga judul
Nama Penulis dapat mewakili keseluruhan isi di dalam jurnal
• Nama penulis sesuai dengan kaidah jurnal dimana
seharusnya tanpa mencantumkan gelar.
• Tercantum alamat korespondensi dari penulis, hal ini
sudah tepat
• Tercantum nama lembaga tempat peneliti bekerja,
hal ini sudah tepat
Abstrak

• Abstrak jurnal ini mencantumkan latar belakang yang


jelas
• Kata kata yang terusun kurang dari 200.
• Terdiri dari 1 alenia
• Tidak terdapat kata kunci di bawah abstrak
Isi Jurnal
• Jenis jurnal ini adalah review article
• Jurnal ini dituliskan cukup baik oleh penulis yang terdiri dari
judul, abstrak, latar belakang, metode, isi dan kesimpulan
diakhir diskusi serta daftar pustaka. Penulisan menggunakan
bahasa yang cukup jelas dan mudah dipahami oleh pembaca,
jurnal ini didukung dengan tabel.
• Latar belakang pada jurnal ini sesuai alasan dan tujuan dari
review article
• Isi jurnal cukup jelas, dilengkapi dengan tabel yang akan
mempermudah pembaca.
• Kesimpulan dijelaskan dengan ringkas dan jelas.
• Pada jurnal ini memberikan
informasi tentang
perbandingan efek
antagonistic D2 receptor
antara antipsikotik generasi
pertama dan antipsikotik
generasi kedua
• Artikel ini tidak dibiayai
oleh sebuah perusahaan
sehingga tidak
meningkatkan bias eksterna
Kelebihan Jurnal Kekurangan Jurnal

• Pada jurnal ini tidak


dijelaskan patofisiologi
yang jelas mengenai
antipsikotik generasi
kedua yang
menyebabkan EPS
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai