Anda di halaman 1dari 29

Referat

KETOASIDOSIS DIABETIK

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Oleh :
Dwi Agustian Harahap, S.Ked
2006112041

Preseptor :
dr. Maghfirah, Sp.A, M.Kes

BAGIAN SMF/ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan
kesempatan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
"Ketoasidosis Diabetik". Penyusunan referat ini merupakan pemenuhan syarat untuk
menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF/Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokeran Universitas Malikussaleh Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara.
Seiring rasa syukur atas terselesaikannya refarat ini, dengan rasa hormat dan
rendah hati saya sampaikan terimakasih kepada:
1. Pembimbing, dr.Maghfirah, Sp.A, M.Kes atas arahan dan bimbingannya
dalam penyusunan referat ini.
2. Sahabat-sahabat kepaniteraan klinik senior di Bagian/SMF/ Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokeran Universitas Malikussaleh Rumah Sakit Umum Cut
Meutia Aceh Utara, yang telah membantu dalam bentuk motivasi dan
dukungan semangat.
Sebagai manusia yang tidak lepas dari kekurangan, saya menyadari bahwa
dalam penyusunan referat ini masih jauh dari sempurna. Saya sangat mengharapkan
banyak kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan referat ini. Semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Aceh Utara, Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................3
2.1 Definisi............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi...................................................................................................4
2.3 Etiologi dan Faktor Pencetus..........................................................................5
2.4 Patogenesis......................................................................................................7
2.5 Penegakan Diagnosis....................................................................................11
1. Anamnesis.................................................................................................11
2. Pemeriksaan fisik......................................................................................12
3. Pemeriksaan penunjang.............................................................................13
2.6 Pentalakasanaan............................................................................................15
2.7 Monitoring Terapi.........................................................................................22
2.8 Prognosis dan Komplikasi Terapi.................................................................22
BAB 3 KESIMPULAN...............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Ketoasidosis adalah keadaan metabolik yang terkait dengan konsentrasi serum


dan urin yang tinggi secara patologis dari badan keton. Bentuk ketoasidosis yang
relevan secara klinis adalah ketoasidosis diabetik (KAD). KAD adalah komplikasi
diabetes yang tidak terkontrol yang berpotensi mengancam jiwa. Ini biasanya terjadi
pada keadaan hiperglikemia dan defisiensi insulin, yang menyebabkan lipolisis dan
oksidasi asam lemak bebas yang tidak dapat dilawan dan dengan demikian
menghasilkan produksi badan keton dan selanjutnya peningkatan asidosis metabolik
gap anion.1 Karena keadaan darurat hiperglikemik, kejadian kematian berkisar antara
4% sampai 40% di negara berkembang.2
Ketoasidosis diabetik (KAD) ditandai dengan hiperglikemia yang tidak
terkontrol, asidosis metabolik, dan peningkatan konsentrasi keton tubuh. Ini adalah
komplikasi diabetes yang mengancam jiwa dan biasanya terlihat pada pasien dengan
diabetes mellitus tipe-1. Jarang juga dapat terjadi pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe-2. KAD adalah keadaan defisiensi insulin relatif atau absolut yang
diperburuk oleh hiperglikemia, dehidrasi, dan asidosis. Dalam kebanyakan kasus,
pemicunya adalah infeksi, diabetes onset baru, atau kurangnya kepatuhan terhadap
pengobatan.3
Diabetes adalah kondisi kronis yang umum dan pada 2015, sekitar 30 juta
orang di Amerika Serikat menderita diabetes (23 juta dengan terdiagnosis dan 7 juta
dengan tidak terdiagnosis). Sistem Pengawasan Diabetes Amerika Serikat CDC*
(USDSS) menunjukkan peningkatan tingkat rawat inap untuk KAD selama 2009-
2014, terutama pada orang berusia <45 tahun. Tingkat tertinggi pada orang berusia
<45 tahun (44,3 per 1.000 pada 2014) dan terendah pada orang berusia 65 tahun (<2,0
per 1.000).4 Selama tahun 2020 didapatkan 34,2 juta orang menderita diabetes,
dengan 26,9 juta orang terdiagnosis dan 7,3 juta orang tidak terdiagnosis. Pada tahun
2016, total 16 juta kunjungan gawat darurat (ED) dilaporkan dengan diabetes, dengan

1
2

203 ribu jiwa mengalami KAD.5,6 Diagnosis tepat waktu, evaluasi klinis dan biokimia
yang komprehensif, dan manajemen yang efektif adalah kunci keberhasilan
penatalaksanaan KAD. Komponen penting dari manajemen krisis hiperglikemik
termasuk koordinasi resusitasi cairan, terapi insulin, dan penggantian elektrolit
bersama dengan pemantauan pasien terus menerus menggunakan alat laboratorium
yang tersedia untuk memprediksi resolusi krisis hiperglikemik. 7 Tanpa pengobatan
yang optimal, KAD tetap menjadi kondisi dengan morbiditas dan mortalitas yang
cukup besar.8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ketoasidosis adalah keadaan metabolik yang terkait dengan konsentrasi serum


dan urin yang tinggi secara patologis dari badan keton. Bentuk ketoasidosis yang
relevan secara klinis adalah ketoasidosis diabetik (KAD).1 Ketoasidosis diabetik
(KAD) ditandai dengan hiperglikemia yang tidak terkontrol, asidosis metabolik, dan
peningkatan konsentrasi keton tubuh. Ini adalah komplikasi diabetes yang
mengancam jiwa dan biasanya terlihat pada pasien dengan diabetes mellitus tipe-
1. Jarang juga dapat terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe-2. KAD adalah
keadaan defisiensi insulin relatif atau absolut yang diperburuk oleh hiperglikemia,
dehidrasi, dan asidosis. Dalam kebanyakan kasus, pemicunya adalah infeksi, diabetes
onset baru, atau kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan.3,9
Ketoasidosis diabetikum (KAD) tidak memiliki suatu definisi yang disetujui
secara universal dan beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan
ini dengan menggunakan kriteria kadar beta-hidroksibutirat plasma. Definisi kerja
KAD sebagai keadaan diabetes tidak terkontrol berat disertai dengan konsentrasi
keton tubuh >5 mmol/L yang membutuhkan penanganan darurat menggunakan
insulin dan cairan intravena.10 Keterbatasan dalam ketersediaan pemeriksaan kadar
keton darah membuat American Diabetes Association menyarankan penggunaan
pendekatan yang lebih pragmatis, yakni KAD dicirikan dengan asidosis metabolik
(pH <7,3), bikarbonat plasma <15 mmol/L, glukosa plasma >250 mg/dL dan hasil
carik celup plasma (≥ +) atau urin (++).3,11
American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan KAD sebagai suatu
trias yang terdiri dari ketonemia, hiperglikemia dan asidosis. Patut diperhatikan
bahwa masing-masing dari komponen penyebab KAD dapat disebabkan oleh karena
kelainan metabolik yang lain, sehingga memperluas diagnosis bandingnya.10,12

3
4

2.2 Epidemiologi

Insiden ketoasidosis diabetik berkisar dari 0 hingga 56 per 1000 orang dalam
setiap tahun. KAD memiliki tingkat prevalensi yang lebih tinggi pada wanita dan
orang non-kulit putih. Insiden lebih tinggi di antara pasien yang menggunakan insulin
suntik dibandingkan dengan pompa infus insulin subkutan. 3 Di Amerika Serikat, satu
studi melaporkan penghuni panti jompo menyumbang 0,7% dari KAD. Peningkatan
mortalitas dikaitkan dengan tempat tinggal di panti jompo di antara pasien dengan
KAD. Tingkat kematian lebih besar dari 5% telah dilaporkan pada orang tua dan
pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa.3 
KAD lebih sering terjadi pada diabetes tipe 1, meskipun 10% sampai 30%
kasus terjadi pada pasien dengan diabetes tipe 2. Menurut tinjauan morbiditas dan
mortalitas CDC, diabetes itu sendiri adalah salah satu kondisi kronis yang paling
umum di dunia dan mempengaruhi sekitar 30 juta orang di Amerika Serikat. Tingkat
rawat inap KAD yang disesuaikan dengan usia berada pada tren menurun pada tahun
2000-an tetapi terus meningkat dari sesudahnya hingga pertengahan 2010-an dengan
tingkat rata-rata tahunan 6,3%.1,13
Insiden tahunan KAD dari studi berbasis populasi pada tahun 1980
diperkirakan berkisar dari 4 sampai 8 episode per 1.000 pasien yang masuk dengan
diabetes. insiden tahunan tetap stabil berdasarkan analisis sampel rawat inap nasional
2017. Secara keseluruhan, kejadian rawat inap KAD di AS terus meningkat, terhitung
sekitar 140.000 rawat inap pada tahun 2009, 168.000 rawat inap pada tahun 2014, dan
terakhir 220.340 penerimaan pada tahun 2017 dengan tren serupa diamati di Inggris
dan Finlandia. Angka rawat inap KAD 2014 tertinggi pada orang berusia <45 tahun
(44,3 per 1.000) dan terendah pada orang berusia 65 tahun (<2,0 per 1.000) pola
penerimaan terkait usia tetap sama dalam analisis 2017. Sekitar 2/3 orang dewasa
yang datang ke unit gawat darurat atau dirawat dengan KAD memiliki riwayat
diabetes tipe 1 (T1D).7
5

Studi epidemiologi global telah melaporkan kejadian KAD di antara pasien


dengan DM tipe 1. Sebuah analisis dari Prospective Diabetes Registry di Jerman
termasuk 31.330 pasien melaporkan tingkat penerimaan KAD 4,81/100 pasien-tahun
(95% CI, 4,51-5,14). Individu dengan risiko tertinggi termasuk mereka dengan
HbA1c tinggi, durasi diabetes lebih lama, remaja, dan anak perempuan. Data dari
T1D Exchange Clinic Network termasuk 2.561, menunjukkan bahwa dewasa muda
(18–25 tahun) memiliki kejadian KAD tertinggi (~5%) yang didefinisikan sebagai
kejadian 1 dalam 3 bulan sebelumnya.14 Indonesia merupakan salah satu Negara
dengan angka kematian kematian akibat KAD yaitu sekitar 10% kasus dunia. Pada
beberapa penelitian sering didapatkan kejadian KAD pada anak berusia <19 tahun.10,14

2.3 Etiologi dan Faktor Pencetus

Terdapat sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertamakalinya. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktor pencetus, sementara 20% lainnya tidak diketahui faktor
pencetusnya.9,10
Ketoasidosis diabetik lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes tipe 1,
meskipun dapat juga terjadi pada pasien dengan diabetes tipe 2. Pasien dengan
diabetes tipe 2 juga berisiko. Pada kedua populasi, stres katabolik penyakit akut atau
cedera seperti trauma, pembedahan, atau infeksi dapat menjadi pemicu. Faktor
pencetus umum untuk KAD adalah ketidakpatuhan, diabetes onset baru, dan penyakit
medis akut lainnya. Jenis infeksi yang paling umum adalah pneumonia dan infeksi
saluran kemih. Kondisi lain seperti penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli paru,
dan infark miokard juga dapat memicu KAD. Obat-obatan yang mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, seperti kortikosteroid, tiazid, agen simpatomimetik, dan
pentamidin, dapat memicu KAD. Obat antipsikotik konvensional dan atipikal juga
dapat menyebabkan hiperglikemia dan jarang KAD.3
6

Inhibitor SGLT2 dapat mempengaruhi ketoasidosis diabetik melalui berbagai


mekanisme. Ketika inhibitor SGLT2 digunakan bersama dengan insulin, dosis insulin
sering diturunkan untuk menghindari hipoglikemia. Dosis insulin yang lebih rendah
mungkin tidak cukup untuk menekan lipolisis dan ketogenesis. SGLT2 juga
diekspresikan dalam sel pankreas. Inhibitor SGLT2 meningkatkan sekresi glukagon
dan dapat menurunkan ekskresi badan keton urin, yang menyebabkan peningkatan
kadar badan keton plasma serta hiperglikemia dan KAD.3 
Salah satu penyebab utama KAD berulang pada populasi dalam kota di
Amerika Serikat adalah ketidakpatuhan terhadap insulin. Faktor sosial ekonomi dan
pendidikan memainkan peran penting dalam adhesi yang buruk terhadap obat-obatan,
termasuk insulin. Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan
kokain merupakan faktor risiko independen yang terkait dengan kekambuhan
KAD.3,15
Penyebab KAD pada diabetes mellitus tipe 1 adalah sebagai berikut: pada
25% pasien, KAD hadir pada diagnosis diabetes tipe 1 karena defisiensi insulin akut
(terjadi pada 25% pasien), kepatuhan yang buruk terhadap insulin melalui kelalaian
suntikan insulin, karena kurangnya pendidikan pasien / wali atau sebagai akibat dari
stres psikologis, terutama pada remaja, dosis insulin yang terlewat, dihilangkan atau
dilupakan karena sakit, muntah, atau asupan alkohol berlebih, Infeksi bakteri dan
penyakit penyerta (misalnya, infeksi saluran kemih [ISK]), Klebsiella
pneumoniae (penyebab utama infeksi bakteri yang memicu KAD), stres medis,
bedah, atau emosional, idiopatik (tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi),
Kegagalan mekanis pompa infus insulin. Sedangkan penyebab KAD pada diabetes
mellitus tipe 2 adalah penyakit penyerta (misalnya, infark miokard, pneumonia,
prostatitis, ISK), obat-obatan (misalnya, kortikosteroid, pentamidin, clozapine).9,10
7

Tabel 1 Faktor Pencetus KAD


Kondisi Pencetus Kasus (%)
Infeksi 19-56
Penyakit Kardiovaskular 3-6
Insulin inadekuat/stop 15-41
Diabetes awitan baru 10-22
Penyakit medis lainnya 10-12
Tidak diketahui 4-33
Peningkatan penggunaan pompa insulin yang menggunakan injeksi insulin
kerja pendek dalam jumlah kecil dan sering telah dikaitkan dengan peningkatan
insidens KAD secara signifikan bila dibandingkan dengan metode suntikan insulin
konvensional. Studi Diabetes Control and Complications Trial menunjukkan insidens
KAD meningkat kurang lebih dua kali lipat bila dibandingkan dengan kelompok
injeksi konvensional. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan insulin kerja
pendek yang bila terganggu tidak meninggalkan cadangan untuk kontrol gula darah.4

2.4 Patogenesis

Defisiensi insulin, peningkatan hormon kontra regulasi insulin (kortisol,


glukagon, hormon pertumbuhan, dan katekolamin) dan resistensi insulin perifer
menyebabkan hiperglikemia, dehidrasi, ketosis, dan ketidakseimbangan elektrolit
yang mendasari patofisiologi KAD.7
KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan peningkatan
konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis merupakan akibat dari
kekurangan atau inefektifitas insulin yang terjadi bersamaan dengan peningkatan
hormon kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon).
Kedua hal tersebut mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan
meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi akibat
peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan glikogenolisis)
dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer.16
8

Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat


nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada ginjal) dan
dari peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/
PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat karboksilase). Peningkatan produksi
glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang bertanggung jawab terhadap
keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD.16
Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi
menyebabkan diuresis osmotik yang akan mengakibatkan hipovolemia dan
penurunan glomerular filtration rate. Keadaan yang terakhir akan memperburuk
hiperglikemia. Mekanisme yang mendasari peningkatan produksi benda keton telah
dipelajari selama ini. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi
hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitif pada
jaringan lemak. Peningkatan aktivitas ini akan memecah trigliserid menjadi gliserol
dan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan
substrat penting untuk glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran asam
lemak bebas yang berlebihan diasumsikan sebagai prekursor utama dari
ketoasidosis.16
Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang
prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi glukagon
menurunkan kadar malonyl coenzyme A (Co A) dengan cara menghambat konversi
piruvat menjadi acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co A carboxylase, enzim pertama
yang dihambat pada sintesis asam lemak bebas.14 Malonyl Co A menghambat
camitine palmitoyltransferase I (CPT I), enzim untuk transesterifikasi dari fatty acyl
Co A menjadi fatty acyl camitine, yang mengakibatkan oksidasi asam lemak menjadi
benda keton. CPT I diperlukan untuk perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria
tempat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl Co A dan
CPT I pada KAD mengakibatkan peningkatan ketongenesis.10,14,16
9

Gambar 1 Patogenesis KAD


10

Diabetes mellitus ditandai dengan defisiensi insulin dan peningkatan kadar


glukagon plasma, yang dapat dinormalisasi dengan penggantian insulin, begitu
konsentrasi glukosa serum meningkat, ia memasuki sel beta pankreas dan
menyebabkan produksi insulin. Insulin menurunkan produksi glukosa hepatik dengan
menghambat glikogenolisis dan glukoneogenesis. Pengambilan glukosa oleh otot
rangka dan jaringan adiposa ditingkatkan oleh insulin. Kedua mekanisme ini
menghasilkan penurunan gula darah. Pada ketoasidosis diabetikum, defisiensi insulin
dan peningkatan hormon kontra regulasi dapat menyebabkan peningkatan
glukoneogenesis, percepatan glikogenolisis, dan gangguan pemanfaatan glukosa. Hal
ini pada akhirnya akan menyebabkan hiperglikemia yang semakin parah.3
Defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra regulasi juga menyebabkan
pelepasan asam lemak bebas ke dalam sirkulasi dari jaringan adiposa (lipolisis), yang
mengalami oksidasi asam lemak hati menjadi badan keton (beta-hidroksibutirat dan
asetoasetat), mengakibatkan ketonemia dan asidosis metabolik. Glukagon tidak
penting untuk perkembangan ketoasidosis pada diabetes mellitus, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya; namun, dapat mempercepat timbulnya ketonemia dan
hiperglikemia dalam situasi defisiensi insulin. Pasien yang diobati dengan SGLT2
berada pada peningkatan risiko mengembangkan KAD euglikemik.3
Diuresis yang diinduksi oleh hiperglikemia, dehidrasi, hiperosmolaritas, dan
ketidakseimbangan elektrolit menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus. Karena
memburuknya fungsi ginjal, hiperglikemia/hiperosmolalitas memburuk. Pemanfaatan
kalium oleh otot rangka juga terganggu oleh hiperosmolalitas dan gangguan fungsi
insulin. Hal ini menyebabkan penipisan kalium intraseluler. Diuresis osmotik juga
menyebabkan hilangnya kalium yang mengakibatkan rendahnya total kalium
tubuh. Tingkat kalium pada pasien dengan KAD bervariasi, dan kadar kalium plasma
normal pasien mungkin menunjukkan kalium total tubuh yang rendah.
Hiperosmolaritas tampaknya menjadi faktor utama yang bertanggung jawab atas
penurunan kesadaran pada pasien dengan ketoasidosis diabetikum.3 
11

Data baru menunjukkan bahwa hiperglikemia menyebabkan keadaan


inflamasi yang parah dan peningkatan sitokin proinflamasi (tumor necrosis factor-
alpha dan interleukin-beta, -6, dan -8), protein C-reaktif, peroksidasi lipid, dan
spesies oksigen reaktif, sebagai serta faktor risiko kardiovaskular, plasminogen
activator inhibitor-1 dan asam lemak bebas tanpa adanya infeksi yang jelas atau
patologi kardiovaskular. Setelah terapi insulin dan hidrasi cairan IV.3
Peningkatan progresif konsentrasi zat organik asam ini pada awalnya
menyebabkan keadaan ketonemia, meskipun buffer tubuh ekstraseluler dan
intraseluler dapat membatasi ketonemia pada tahap awal, seperti yang dicerminkan
oleh pH arteri normal yang terkait dengan defisit basa dan celah anion ringan. Ketika
akumulasi keton melebihi kapasitas tubuh untuk mengekstraknya, mereka meluap ke
dalam urin (yaitu, ketonuria). Jika situasinya tidak segera diobati, akumulasi asam
organik yang lebih besar menyebabkan asidosis metabolik klinis yang nyata (yaitu,
ketoasidosis), penurunan signifikan pada pH dan kadar bikarbonat serum.10  

2.5 Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis
Pasien dengan ketoasidosis diabetikum dapat hadir dengan berbagai gejala
dan temuan pemeriksaan fisik. Pasien mungkin memiliki gejala hiperglikemia seperti
polifagia, poliuria, atau polidipsia. Saat pasien mengalami penurunan volume, mereka
mungkin mengalami penurunan keluaran urin, mulut kering, atau penurunan keringat
yang menunjukkan dehidrasi. Mereka mungkin mengeluhkan banyak gejala lain,
termasuk anoreksia, mual, muntah, sakit perut, dan penurunan berat badan.3,9
Jika ada infeksi tumpang tindih yang memicu episode KAD, pasien mungkin
memiliki gejala infeksi lain seperti demam, batuk, atau gejala kencing lainnya. Pada
pasien yang mungkin mengalami edema serebral, sakit kepala, atau kebingungan
mungkin ada. Riwayat pengobatan juga harus ditanyakan, termasuk obat apa yang
diresepkan untuk pasien dan bagaimana pasien menggunakannya. Penggunaan zat
(narkoba dan alkohol) harus dipastikan.3
12

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit yang menurun, respirasi Kussmaul,
takikardia, hipotensi, perubahan status mental, syok, dan koma. Lebih dari 25%
pasien KAD menjadi muntah-muntah yang tampak seperti kopi. Perhatian lebih harus
diberikan untuk pasien dengan hipotermia karena menunjukkan prognosis yang lebih
buruk. Demikian pula pasien dengan abdominal pain, karena gejala ini dapat
merupakan akibat atau sebuah indikasi dari pencetusnya, khususnya pada pasien
muda.9
Karena kemungkinan pemicu infeksi untuk KAD, pasien mungkin demam
atau hipotermia. Tekanan darah juga dapat bervariasi, meskipun hipotensi mungkin
terjadi. Pernapasan kussmaul, yang berat, dalam, dan takipnea, dapat terjadi. Pasien
mungkin memiliki tanda-tanda dehidrasi. Nyeri perut mungkin terjadi. Pada kasus
yang paling parah, perubahan status mental, kantuk umum, dan defisit neurologis
fokal dapat diketahui dan merupakan tanda-tanda edema serebral. 3 Pasien dengan
KAD sering datang dengan perjalanan klinis singkat yang ditandai dengan kelelahan
dan gejala klasik hiperglikemia: poliuria, polidipsia, dan penurunan berat badan.
Berikut tanda dan gejala KAD :14

Tabel 2 Berikut tanda dan gejala KAD


Gejala Tanda-tanda Presentasi

Polidipsia Hipotermia Onset akut (jam-hari)

Poliuria Takikardia Lebih sering terjadi pada T1D

Kelemahan Takipnea daripada T2D

Penurunan berat badan Pernapasan Kussmaul

Mual Ileus

muntah napas aseton

Sakit perut Sensorium yang diubah


13

3. Pemeriksaan penunjang
Kriteria yang umum diterima untuk ketoasidosis diabetik adalah glukosa
darah lebih besar dari 250 mg/dl, pH arteri kurang dari 7,3, bikarbonat serum kurang
dari 15 mEq/l, dan adanya ketonemia atau ketonuria. Anion gap normal adalah 12
mEq/l. Anion gap lebih besar dari 14-15 mEq/l menunjukkan adanya peningkatan
asidosis metabolic.  pH arteri mungkin normal atau bahkan meningkat jika jenis
alkalosis metabolik atau respiratorik lainnya hidup berdampingan. Contoh tipikal
adalah muntah atau penggunaan diuretik.  Glukosa darah mungkin normal atau
sedikit meningkat pada pasien dengan KAD (<300 mg/dl), di mana risiko yang
mendasari hipoglikemia sudah ada sebelumnya, seperti pada pasien dengan gangguan
penggunaan alkohol atau pasien yang menerima insulin atau inhibitor SGLT2.3,9,10 

Tabel 3 Kriteria diagnostik KAD menurut American Diabetes Association


KAD
Parameter
Ringan Sedang Berat
Gula darah (mg/dl) > 250 > 250 > 250
pH arteri 7,25 – 7,30 7,00 – 7,24 < 7,00
Serum bikaronat 15 – 18 10 - < 15 < 10
Keton urine + + Rendah
Keton serum + + Rendah
Osmolaritas serum elektif
Variasi Variasi Variasi
(mOsm/kg)
Anion gap > 10 > 12 > 12
Perubahan sensorial atau Alert/drowsy
Alert (sadar) Stupor/coma
mental obtundation (sadar/ngantuk)

HbA1c bermanfaat untuk menentukan apakah episode akut ini adalah


akumulasi dari suatu proses evolusiner yang tidak didiagnosis atau DM yang tidak
terkontrol ,atau suatu episode akut pada pasien yang terkendali dengan baik.3,7
14

Mayoritas pasien dengan KAD yang datang ke rumah sakit ditemukan


memiliki leukositosis. Natrium serum dalam laporan lab adalah rendah palsu pada
KAD dan dapat dikoreksi dengan menambahkan 1,6 mEq ke natrium serum yang
diukur untuk setiap 100 mg/dl glukosa di atas 100 mg/dl. Kalium serum biasanya
meningkat karena perpindahan kalium dari intraseluler ke ruang ekstraseluler yang
disebabkan oleh asidosis dan defisiensi insulin. Namun, kalium tubuh total dapat
habis atau dapat dengan cepat menjadi habis dengan pemberian insulin. Magnesium
seringkali rendah dan membutuhkan pengisian juga. Tingkat fosfat serum pada KAD
dapat meningkat meskipun deplesi fosfat total tubuh.3,9  Tes lain seperti kultur urin,
dahak, dan darah, serum lipase, dan radiografi dada mungkin perlu dilakukan
tergantung pada kasusnya. Pneumonia dan infeksi saluran kemih adalah infeksi paling
umum yang memicu KAD.3,7
Pengukuran hemoglobin terglikasi (A1C) memberikan informasi tentang tren
glukosa selama berbulan-bulan. Pada KAD akut, rasio badan keton (3-beta-
hidroksibutirat:asetoasetat) meningkat dari normal (1:1) menjadi 10:1. Sebagai
respons terhadap terapi insulin, kadar 3-beta-hidroksibutirat (3-HB) biasanya
menurun jauh sebelum kadar asetoasetat (AcAc). Tes nitroprusside yang sering
digunakan hanya mendeteksi asetoasetat dalam darah dan urin. Tes ini hanya
memberikan penilaian semikuantitatif tingkat keton dan dikaitkan dengan hasil positif
palsu.3 
Tingkat serum enzim pankreas meningkat pada KAD karena gangguan
metabolisme karbohidrat.  Pada KAD, pasien dengan nyeri perut dan peningkatan
enzim pankreas tidak boleh didiagnosis dengan pankreatitis akut segera. Dalam kasus
dilema, pencitraan seperti CT scan akan membantu dalam membedakan elevasi enzim
ringan sampai sedang karena KAD dari pankreatitis akut. Gangguan lipid umumnya
terlihat pada pasien dengan KAD. Dalam satu penelitian, sebelum pengobatan insulin,
kadar trigliserida dan kolesterol plasma rata-rata adalah 574 mg/dl (kisaran 53 hingga
2355) dan 212 mg/dl (kisaran 118 hingga 416). Terapi insulin menghasilkan
penurunan cepat kadar trigliserida plasma di bawah 150 mg/dl dalam 24 jam.10,14 
15

Kadar apoprotein (apo) B plasma berada di kisaran atas normal (101 mg/dl)
sebelum pengobatan dan menurun dengan terapi karena penurunan signifikan pada
VLDL, tetapi tidak pada apoB IDL atau LDL. 3,10 EKG akan membantu mendeteksi
perubahan iskemik atau tanda-tanda hipokalemia atau hiperkalemia. Gelombang T
puncak dapat menandakan hiperkalemia, dan gelombang T rendah dengan gelombang
U menunjukkan hipokalemia.9

2.6 Pentalakasanaan

Penatalaksanaan KAD bersifat multifaktorial sehingga memerlukan


pendekatan terstruktur oleh dokter dan paramedis yang bertugas. Keberhasilan
penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan
kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi komorbid, dan yang terpenting
adalah pemantauan pasien terus menerus. Berikut ini beberapa hal yang harus
diperhatikan pada penatalaksanaan KAD.9 Tujuan Pengobatan dengan Cairan dan
Insulin :17–19
a. Mengembalikan perfusi, yang akan meningkatkan pengambilan glukosa di
perifer, meningkatkan filtrasi glomerulus, dan membalikkan asidosis
progresif.
b. Hentikan ketogenesis dengan pemberian insulin, yang membalikkan
proteolisis dan lipolisis sambil merangsang pengambilan dan pemrosesan
glukosa, sehingga menormalkan konsentrasi glukosa darah.
c. Ganti kehilangan elektrolit.
d. Intervensi dengan cepat ketika komplikasi, terutama CE, terjadi.

1. Penggantian Cairan
Dehidrasi dapat diasumsikan 5%–10% (50–100 mL/kg. Tingkat keparahan
kontraksi cairan ekstraseluler (ECF) dapat ditunjukkan oleh konsentrasi urea serum
dan hematokrit. Konsentrasi Na serum tidak dapat diandalkan untuk menentukan
defisit ECF karena efek osmotik dari hiponatremia pengenceran yang diinduksi
16

hiperglikemia dan kandungan Na yang rendah dari fraksi lipid serum yang meningkat
pada DKA. Na terkoreksi, yaitu untuk kadar glukosa normal, dapat diperkirakan
dengan menambahkan 1,6 mEq ke nilai terukur untuk setiap 100 mg/dL glukosa
darah di atas normal.17–19
Selama 1-2 jam pertama, 10-20mL/kg 0,9% natrium klorida (NaCl) harus
diberikan untuk memulihkan perfusi perifer. Pemeliharaan dapat dihitung sebagai
1000 mL untuk 10 kg berat badan pertama + 500 mL untuk 10 kg berikutnya + 20
mL/kg di atas 20 kg atau 1500 mL/m2  luas permukaan tubuh.19
Sisa penggantian setelah dosis pemuatan, berdasarkan dehidrasi 5% -10%, dan
pemeliharaan, dapat didistribusikan selama 22-23 jam berikutnya. Sementara banyak
pedoman meminta penghitungan penggantian selama 48 jam. Cairan yang baru saja
diberikan secara oral di rumah (jika tidak dimuntahkan) dan cairan parenteral yang
diberikan di ruang gawat darurat atau institusi rujukan perlu dimasukkan ke dalam
perhitungan, Kecuali untuk individu yang sakit parah dan sangat muda, asupan oral
harus dimulai sebelum 24 jam. Sementara keluaran urin harus didokumentasikan
dengan hati-hati, kehilangan urin tidak boleh ditambahkan ke kebutuhan cairan,
kecuali dengan adanya HHS.18
Setelah bolus NaCl 0,9% awal, rehidrasi/pemeliharaan harus dilanjutkan
dengan NaCl 0,45%. Na diukur dapat meningkat ke tingkat Na terkoreksi selama
rehidrasi karena glikemia menurun dan kemudian turun ke tingkat normal jika tingkat
yang dikoreksi meningkat. Penggunaan terus menerus saline 0,9% setelah resusitasi
awal dapat menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremik. Untuk mencegah
penurunan konsentrasi glukosa plasma dan hipoglikemia yang terlalu cepat, glukosa
5% harus ditambahkan ke cairan IV ketika glukosa plasma turun menjadi 300 mg/dL
(17 mmol/L). Metode yang efisien untuk menyediakan glukosa sesuai kebutuhan
tanpa penundaan lama yang disebabkan oleh perubahan larutan IV adalah dengan
menghubungkan dua kantong cairan IV, satu berisi dekstrosa 10% dan konsentrasi Na
dan K yang sesuai dan yang lainnya dengan konsentrasi garam yang sama tetapi tanpa
dekstrosa yang disebut "sistem dua kantong".17–19 
17

Pada pasien yang memiliki kadar natrium serum tinggi, infus NaCl 0,45%
pada 4-14 ml/kg/jam atau 250-500 mL/jam adalah tepat, dan untuk pasien dengan
hiponatremia, NaCl 0,9% lebih disukai dengan kecepatan yang sama. Cairan
pemeliharaan mungkin perlu disesuaikan jika asidosis metabolik hiperkloremik
menjadi perhatian, maka dapat beralih ke larutan Ringer laktat.3,20,21

2. Elektrolit
K (40 mEq/L atau hingga 80 mEq/L sesuai kebutuhan) dapat diberikan
sebagai setengah kalium klorida (KCl), setengah kalium fosfat (KPO4 ; untuk mengisi
kembali kadar fosfat rendah dan untuk mengurangi risiko hiperkloremia) atau sebagai
setengah KPO4 dan setengah K asetat (yang, seperti laktat, diubah menjadi bikarbonat
untuk membantu mengoreksi asidosis) setelah K serum <6 mmol/L atau aliran urin
terbentuk. Konsentrasi K serum meningkat kira-kira 0,6 mEq/L untuk setiap 0,1
penurunan pH, sehingga kadar K serum tidak mencerminkan defisit besar dari
diuresis dan muntah, 5 mEq/kg berat badan. Baik K dan fosfat bergeser secara nyata
dari kompartemen intraseluler ke ekstraseluler dengan asidosis dan masuk kembali ke
sel secara cepat dengan ambilan glukosa dan rehidrasi yang diinduksi insulin.17 
Serum/Plasma Dosis Kalium Klorida (KCL) dalam Cairan Infus
K + (mEq/L)
< 2.5 mEq/L Pemantauan hati-hati pemberian 1 mEq/kg berat badan
dengan infus terpisah selama 1 jam
2,5-3,5 mEq/L 40 mEq/L
3,5-5 mEq/L 20 mEq/L
5-6 mEq/L 10 mEq/L (opsional)
Lebih dari 6 mEq/L Hentikan K + dan ulangi level dalam 2 jam

Pemberian bikarbonat tidak diindikasikan pada anak penderita DKA. Tidak


ada bukti bahwa bikarbonat memfasilitasi pemulihan metabolisme. Mengembalikan
volume sirkulasi akan meningkatkan perfusi jaringan dan fungsi ginjal, meningkatkan
18

ekskresi asam organik dan membalikkan asidosis laktat. Pemberian insulin


menghentikan sintesis lebih lanjut dari asam keto dan mengaktifkan kembali siklus
Krebs, memungkinkan metabolisme asam keto, dan regenerasi bikarbonat. Terapi
bikarbonat dapat menyebabkan asidosis sistem saraf pusat (SSP) paradoks, koreksi
asidosis yang cepat dapat menyebabkan hipokalemia, penambahan Na dapat
menambah hiperosmolalitas, dan terapi alkali dapat meningkatkan produksi keton
hati, yang berpotensi memperlambat pemulihan.18 

3. Insulin
Insulin harus dimulai setelah ekspansi cairan awal. Ini memberikan tingkat
glukosa awal yang lebih realistis. 0,1 U/kg/jam diberikan sebagai infus kontinu,
menggunakan pompa. Lima puluh unit insulin reguler diencerkan dalam 50 mL
normal saline untuk menghasilkan 1 unit/mL. Dosis insulin bolus tidak diindikasikan
dan dapat meningkatkan risiko CE.17–19
Dalam beberapa pengaturan mungkin perlu untuk mengelola insulin secara
subkutan. Studi pada orang dewasa menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
dalam waktu pemulihan apakah insulin diberikan secara intravena, intramuskular,
atau subkutan setelah beberapa jam pertama pengobatan. Sebuah studi insulin
subkutan pada anak-anak dengan DKA menggunakan analog insulin kerja cepat
(lispro) memberikan dosis 0,15 unit/kg setiap 2 jam; tidak ada perbedaan yang
signifikan dari anak-anak yang diacak untuk menerima 0,1 unit/kg per jam secara
intravena. 44 Pemberian 0,1 unit/kg subkutan setiap jam mungkin lebih disukai dan
dapat disesuaikan untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah pada 180-200
mg/dL (10-11 mmol/L).19
Ekspansi cairan saja akan memiliki efek pengenceran, menurunkan kadar
glukosa darah tinggi sebanyak 180-270 mg/dL (10-15 mmol/L). Dengan infus insulin,
kecepatan penurunan glukosa harus 50-150 mg/dL (2,8-8,3 mmol/L/jam), tetapi tidak
>200 mg/dL (11 mmol/L/jam). Jika nilai glukosa serum tidak turun secara memadai,
dosis insulin harus ditingkatkan; ini jarang diperlukan.17
19

Jika konsentrasi glukosa darah turun di bawah 150 mg/dL (8,3 mmol/L)
larutan dekstrosa 10% harus diberikan dan dosis insulin dikurangi menjadi 0,05
U/kg/jam jika konsentrasi glukosa tidak dapat dipertahankan dengan larutan dekstrosa
10%. Insulin tidak boleh dihentikan; pasokan insulin terus menerus diperlukan untuk
mencegah ketosis dan memungkinkan anabolisme lanjutan. Jika pasien menunjukkan
sensitivitas yang nyata terhadap insulin, dosis dapat diturunkan menjadi 0,05
unit/kg/jam, atau kurang, asalkan asidosis metabolik terus membaik.18
Asidosis persisten, didefinisikan sebagai nilai bikarbonat <10 mmol/L setelah
8-10 jam pengobatan, biasanya disebabkan oleh efek insulin yang tidak
memadai. Pengenceran insulin dan kecepatan pemberian harus diperiksa, dan sediaan
segar dibuat. Larutan yang terlalu encer dapat meningkatkan kepatuhan insulin pada
selang. Jika insulin diberikan melalui injeksi subkutan, penyerapan yang tidak
memadai mungkin terjadi. Penyebab asidosis persisten yang jarang termasuk asidosis
laktat karena episode hipotensi atau apnea atau penanganan ginjal yang tidak
memadai terhadap ion hidrogen sebagai akibat dari episode hipoperfusi ginjal.19

4. Pemantauan Laboratorium
a. Pemeriksaan glukosa setiap jam (POCT) harus dilakukan
b. Kadar glukosa dan elektrolit serum mungkin perlu dilakukan setiap 2 jam
sampai pasien stabil, kemudian setiap 4 jam
c. Nitrogen urea darah awal (BUN)
d. Pemantauan VBG atau ABG awal, diikuti oleh peristiwa pencetus

5. Intubasi
Ada beberapa risiko yang terkait dengan intubasi pada pasien dengan
KAD. Intubasi harus dihindari jika memungkinkan. Mengobati seperti di atas dengan
fokus pada pemberian cairan dan insulin hampir selalu mengarah pada perbaikan
asidosis dan presentasi klinis secara keseluruhan. Pasien berusaha untuk
mengkompensasi asidosis berat dengan menciptakan alkalosis respiratorik
20

kompensasi yang bermanifestasi melalui takipnea dan pernapasan Kussmaul. Jika


pasien tidak lagi dapat menyebabkan alkalosis respiratorik karena keadaan koma atau
kelelahan yang parah, intubasi harus dipertimbangkan. Namun, risiko intubasi pada
KAD termasuk peningkatan PaCO2 selama sedasi dan/atau paralisis, yang dapat
menurunkan pH lebih lanjut, meningkatkan risiko aspirasi karena gastroparesis, dan
kesulitan menyesuaikan derajat kompensasi pernapasan setelah pasien menggunakan
ventilator.3
Jika pasien diintubasi dan ditempatkan pada ventilator, sangat penting untuk
mencoba mencocokkan ventilasi semenit pasien sehingga alkalosis respiratorik dibuat
untuk mengkompensasi asidosis metabolik KAD. Jika tidak, akan terjadi asidosis
yang semakin parah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti jantung. Masuk
akal untuk memulai dengan volume tidal 8 ml/kg berdasarkan berat badan ideal dan
laju pernapasan, serupa dengan laju pernapasan kompensasi pasien. Namun, harus
berhati-hati agar auto-PEEP tidak terjadi karena laju pernapasan yang cepat. yang
pada akhirnya dapat menyebabkan henti jantung. Masuk akal untuk memulai dengan
volume tidal 8 ml/kg berdasarkan berat badan ideal dan laju pernapasan, serupa
dengan laju pernapasan kompensasi pasien. Namun, harus diperhatikan bahwa auto-
PEEP tidak terjadi karena laju pernapasan yang cepat. yang pada akhirnya dapat
menyebabkan henti jantung. Masuk akal untuk memulai dengan volume tidal 8 ml/kg
berdasarkan berat badan ideal dan laju pernapasan, serupa dengan laju pernapasan
kompensasi pasien. Namun, harus berhati-hati agar auto-PEEP tidak terjadi karena
laju pernapasan yang cepat.3
21
22

2.7 Monitoring Terapi

Monitoring Terapi Semua pasien KAD harus mendapatkan evaluasi


laboratorium yang komprehensiftermasuk pemeriksaan darah lengkap dengan profil
kimia termasuk pemeriksaan elektrolit dan analisis gas darah. Pemberian cairan dan
pengeluaran urine harus dimonitor secara hati-hati dan dicatat tiap jam.9
Pemeriksaan EKG harus dikerjakan kepada setiap pasien, khususnya mereka
dengan risiko kardiovaskular.9 Terdapat bermacam pendapat tentang frekuensi
pemeriksaan pada beberapa parameter yang ada. ADA merekomendasikan
pemeriksaan glukosa, elektrolit, BUN, kreatinin, osmolalitas dan derajat keasaman
vena tiap 2 – 4 jam sampai keadaan stabil tercapai. Sumber lain menyebutkan
pemeriksaan gula darah tiap 1 – 2 jam. Pemeriksaan kadar gula darah yang sering
adalah penting untuk menilai efikasi pemberian insulin dan mengubah dosis insulin
ketika hasilnya tidak memuaskan. Ketika kadar gula darah 250 mg/ dl, monitor kadar
gula darah dapat lebih jarang (tiap 4 jam). Kadar elektrolit serum diperiksa dalam
interval 2 jam sampai 6 – 8 jam terapi. Jumlah pemberian kalium sesuai kadar
kalium, terapi fosfat sesuai indikasi. Titik terendah kadar kalium dan fosfat pada saat
terapi terjadi 4-6 jam setelah mulainya terapi.3,9,20,21

2.8 Prognosis dan Komplikasi Terapi

Prognosis secara substansial memburuk pada usia ekstrem dengan adanya


koma, hipotensi, dan penyakit penyerta yang parah.3 Komplikasi yang paling sering
dari KAD adalah hipoglikemia oleh karena penanganan yang berlebihan dengan
insulin, hipokalemia yang disebabkan oleh pemberianinsulindanterapi asidosis
denganbikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat pemberian insulin yang tidak
kontinu setelah perbaikan tanpa diberikan insulin subkutan. Umumnya pasien KAD
yang telah membaik mengalami hiperkloremia yang disebabkan oleh penggunaan
cairan saline yang berlebihan untuk penggantian cairan dan elektrolit dan non-anion
gap metabolic acidosis seperti klor dari cairan intravena mengganti hilangnya
23

ketoanion seperti garam natrium dan kalium selama diuresis osmotik. Kelainan
biokemikal ini terjadi sementara dan tidak ada efek klinik signifikan kecuali pada
kasus gagal ginjal akut atau oliguria ekstrem.3,9,12
Edema serebri umumnya terjadi pada anak-anak, jarang pada dewasa. Tidak
didapatkan data yang pasti morbiditas pasien KAD oleh karena edema serebri pada
orang dewasa. Gejala yang tampak berupa penurunan kesadaran, letargi, penurunan
arousal, dan sakit kepala. Kelainan neurologis dapat terjadi cepat, dengan kejang,
inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan kegagalan respirasi. Meskipun
mekanisme edema serebri belum diketahui, tampaknya hal ini merupakan akibat dari
masuknya cairan ke susunan saraf pusat lewat mekanisme osmosis, ketika osmolaritas
plasma menurun secara cepat saat terapi KAD.9,10
Pencegahan yang tepat dapat menurunkan risiko edema serebri pada pasien
risiko tinggi, diantaranya penggantian cairan dan natrium secara bertahap pada pasien
yang hiperosmolar (penurunan maksimal pada osmolalitas 2 mOsm/kgH2O/jam), dan
penambahan dextrose untuk hidrasi ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl.
Hipoksemia dan kelainan yang jarang seperti edema paru nonkardiak dapat sebagai
komplikasi KAD. Hipoksemia terjadi mengikuti penurunan tekanan koloid osmotik
yang merupakan akibat peningkatan kadar cairan pada paru dan penurunan
compliance paru. Pasien dengan KAD yang mempunyai gradient oksigen alveolo-
arteriolar yang lebar yang diukur pada awal peneriksaan analisa gas darah atau
dengan ronki pada paru pada pemeriksaan fisik tampaknya mempunyai risiko tinggi
untuk menjadi edema paru.9,10
BAB 3
KESIMPULAN

KAD adalah keadaan dekompensasi keadaan metabolik yang ditandai oleh


trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang merupakan salah satu komplikasi akut
metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa. Walaupun
angka insidennya di Indonesia tidak begitu tinggi dibandingkan negara barat,
kematian akibat KAD masih sering dijumpai, dimana kematian pada pasien KAD
usia muda umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat
dan rasional sesuai dengan patofisiologinya.
Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi,
hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor presipitasi
komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan pasien terus menerus.
Penatalaksanaan KAD meliputi terapi cairan yang adekuat, pemberian insulin yang
memadai, terapi kalium, bikarbonat, fosfat, magnesium, terapi terhadap keadaan
hiperkloremik serta pemberian antibiotika sesuai dengan indikasi. Faktor yang sangat
penting pula untuk diperhatikan adalah pengenalan terhadap komplikasi akibat terapi
sehingga terapi yang diberikan tidak justru memperburuk kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dalfrà Mg, Burlina S. Ketoacidosis. Front Diabetes. 2021 Aug 11;28:123–31.


2. Shahid W, Khan F, Makda A, Kumar V, Memon S, Rizwan A. Diabetic
Ketoacidosis: Clinical Characteristics And Precipitating Factors. Cureus.
2020;12(10).
3. Lizzo Jm, Goyal A, Gupta V. Adult Diabetic Ketoacidosis. Revisi. Statpearls.
Usa: Statpearls Publishing; 2021.
4. Benoit Sr, Zhang Y, Geiss Ls, Gregg Ew, Albright A. Trends In Diabetic
Ketoacidosis Hospitalizations And In-Hospital Mortality — United States,
2000–2014. Mmwr Morb Mortal Wkly Rep. 2019 Mar 30;67(12):362–5.
5. Centers For Disease Control And Prevention. National Diabetes Statistics
Report, 2020. Usa; 2021.
6. Center For Disease Control And Prevention. Diabetic Ketoacidosis | Diabetes |
Cdc. Usa; 2021.
7. Gosmanov Ar, Gosmanova Eo, Kitabchi Ae. Hyperglycemic Crises: Diabetic
Ketoacidosis And Hyperglycemic Hyperosmolar State. Acute Endocrinol.
2021 May 9;119–47.
8. Dhatariya Kk, Glaser Ns, Codner E, Umpierrez Ge. Diabetic Ketoacidosis. Nat
Rev Dis Prim. 2020 Dec 1;6(1).
9. Setiati S, Alwi I, Sudoyo Aru W, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam Ari
Fahrial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Vi. Jakarta: Interna Publishing;
2015.
10. Hamdy O, Bessen Ha. Diabetic Ketoacidosis (Dka): Practice Essentials,
Background, Pathophysiology. Khardori R, Editor. Endocrinology. 2021;1.
11. Wolfsdorf Ji, Glaser N, Agus M, Fritsch M, Hanas R, Rewers A, Et Al.
Clinical Practice Consensus Guidelines 2018: Diabetic Ketoacidosis And The
Hyperglycemic Hyperosmolar State. Diabetes. 2018 Oct 1;19:155–77.
12. American Diabetes Association. Dka (Ketoacidosis) & Ketones | Ada.
Diabetes Complicat. 2019;3.
13. Ghimire P, S.Dhamoon A. Ketoacidosis. Revisi. Usa: Statpearls Publishing
Llc; 2021.
14. Fayfman M, Pasquel Fj, Umpierrez Ge. Management Of Hyperglycemic
Crises: Diabetic Ketoacidosis And Hyperglycemic Hyperosmolar State. Med
Clin North Am. 2017 May 1;101(3):587.
15. Centers For Disease Control And Prevention. Diabetic Ketoacidosis | Diabetes
Basics | Cdc [Internet]. Cdc. 2021 [Cited 2021 Nov 20]. Available From:
Https://Www.Cdc.Gov/Diabetes/Basics/Diabetic-Ketoacidosis.Html
16. French Ek, Donihi Ac, Korytkowski Mt. Diabetic Ketoacidosis And
Hyperosmolar Hyperglycemic Syndrome: Review Of Acute Decompensated
Diabetes In Adult Patients. Bmj. 2019 May 29;365.
17. Lamb Wh, Steele D W. Pediatric Diabetic Ketoacidosis (Dka) Treatment &
26

Management: Approach Considerations, Fluid Replacement, Insulin


Replacement. Pediatr Card Dis Crit Care Med. 2020;12(22).
18. Rosenbloom Al. The Management Of Diabetic Ketoacidosis In Children.
Diabetes Ther. 2021 Dec;1(2):103.
19. Tzimenatos L, Nigrovic Le. Managing Diabetic Ketoacidosis In Children. Ann
Emerg Med. 2021 Sep 1;78(3):340–5.
20. American Diabetes Association. Standards Of Medical Care In Diabetes—
2021. Diabetes Care. 2021;44(Supplement 1).
21. Ketan Dhatariya. The Management Of Diabetic Ketoacidosis In Adults. Jt Br
Diabetes Soc Inpatient Care Gr. 2021;(June):1–49.

Anda mungkin juga menyukai