Anda di halaman 1dari 21

MINI REFERAT

DIABETES MELITUS GESTATIONAL

Disusun Oleh :
Husna Nabila Binti Mohd Hisam C014182213
Andi Idha Dzulhijani Caecaria C014191006
Wa Ode Nurul Hairina C11110151
Aldi Mugni Marwan C014182014
Muhammad Falih Abrar C014182154
Nur Syaahida Binti Ismail C014182185
Zulfah Hasanah C014182256

Mahasiswa MPPD
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Patologi Klinik
Periode 30 September-12 Oktober 2019

Residen Pembimbing :
dr. Abd Rahim Mubarak

Supervisor Pembimbing :
Dr. dr. Liong Boy Kurniawan, M.Kes, Sp.PK(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa mahasiswa dengan nama :

Husna Nabila Binti Mohd Hisam C014182213


Andi Idha Dzulhijani Caecaria C014191006
Wa Ode Nurul Hairina C11110151
Aldi Mugni Marwan C014182014
Muhammad Falih Abrar C014182154
Nur Syaahida Binti Ismail C014182185
Zulfah Hasanah C014182256

Judul Referat : Diabetes Melitus Gestational

Adalah benar telah menyelesaikan referat yang telah disetujui serta telah dibacakan di
hadapan pembimbing dan supervisor dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen
Ilmu Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Oktober 2019

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

Dr. dr. Liong Boy Kurniawan, M.Kes, Sp.PK(K) dr. Abd Rahim Mubarak

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................................. i


Lembar Pengesahan ............................................................................ ii
Daftar Isi ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 2
2.1 Definisi .......................................................................................... 2
2.2.Epidemiologi ................................................................................. 2
2.3 Etiologi……………………………. ............................................. 3
2.4 Patogenesis .................................................................................... 3
2.5.Diagnosis ....................................................................................... 7
2.5.1 Manifestasi Klinis .................................................................... 7
2.5.2 Aspek Laboratorium ................................................................ 7
2.6 Komplikasi……………………………. ....................................... 14
BAB III KESIMPULAN ..................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes melitus gestasional adalah suatu intoleransi karbohidrat ringan (toleransi


glukosa terganggu) maupun berat (diabetes melitus), yang terjadi atau diketahui pertama
kali pada saat kehamilan berlangsung. Angka kejadian Diabetes Melitus (DM) di dunia dari
tahun ke tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)
menunjukkan pada tahun 2000 sebanyak 150 juta penduduk dunia menderita DM dan
angka ini akan menjadi dua kali lipat pada tahun 2025. Peningkatan angka penderita
penyakit ini akan terjadi di negara berkembang karena pertumbuhan populasi, penuaan, diet
yang tidak sehat, obesitas dan kurang aktivitas fisik. Di Indonesia, menurut data Riset
Kesehatan Dasar 2013 didapatkan proporsi kejadian DM sebesar 6,9% pada penduduk usia
≥ 15 tahun.1,2

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2018, Diabetes mellitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduamya. Klasifikasi Diabetes
menurut ADA 2018 Diabetes Melitus tipe Gestasional adalah penyakit gangguan metabolik
yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada wanita hamil, biasanya
terjadi pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan gula darah kembali
normal.3

Wanita dengan Diabetes melitus gestasional (DMG) hampir tidak pernah memberikan
keluhan, sehingga perlu dilakukan skrining. Deteksi dini sangat diperlukan untuk menjaring
DMG agar dapat dikelolah sebaik-baiknya terutama dilakukan pada ibu dengan faktor
risiko. Akibat dari DMG ini dampaknya hanya akan kelihatan setelah beberapa tahun
kemudian apabila tidak ditangani dari sekarang akan memicu peningkatan angka kejadian
DM. Dengan adanya deteksi dini pada ibu hamil juga dapat membantu untuk meningkatan
kesejahteraan ibu baik selama kehamilan ataupun sesudah masa kehamilan.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
DMG adalah suatu intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu)
maupun berat (diabetes melitus), yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat
kehamilan berlangsung. WHO (2013) mendefinisikan DM Gestasional sebagai derajat
apapun intoleransi glukosa dengan onset atau pengakuan pertama selama
kehamilan.Kehamilan sendiri merupakan stres bagi metabolisme karbohidrat ibu. Pada
kehamilan terjadi peningkatan produksi hormon-hormon antagonis insulin, antara lain:
progesteron, estrogen, human placenta lactogen, dan kortisol. Peningkatan hormon-hormon
tersebut menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan peningkatan kadar glukosa darah.1
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2018, Diabetes Melitus tipe
Gestasional adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula
darah yang terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi pada usia 24 minggu masa
kehamilan, dan setelah melahirkan gula darah kembali normal.3

2.2 Epidemiologi
Prediabetes dan diabetes melitus gestasional menjadi masalah global dilihat dari
angka kejadian dan dampak yang ditimbulkan (Osgood, 2011). Menurut American
Diabetes Association (ADA), DM gestasional terjadi 7% pada kehamilan setiap tahunnya.
Prevalensi DM gestasional bervariasi yaitu 1%-14%. Angka ini tergantung pada populasi
yang diteliti dan kriteria penyaring yang digunakan. Prevalensi prediabetes di Indonesia
pada tahun 2007 sebesar 10% sedangkan prevalensi DM gestasional di Indonesia sebesar
1,9%-3,6% pada kehamilan pada umumnya (Soewardono dan Pramono, 2011). Pada Ibu
hamil dengan riwayat keluarga DM, prevalensi sebesar 5,1% (Maryunani,2008). Angka ini
lebih rendah dibandingkan dari prevalensi di negara Inggris dan Amerika Serikat.
Meskipun demikian, masalah DM gestasional di Indonesia masih membutuhkan

2
penanganan yang serius melihat jumlah penderita yang cukup banyak serta dampak yang
ditimbulkan pada ibu dan janin..5,6
Wanita dengan DM gestasional memiliki risiko tinggi untuk mengalami DM tipe 2 di
kemudian hari. Angka mortalitas perinatal lebih tinggi dua kali lipat pada diabetes
gestasional dibandingkan dengan populasi non diabetik. Pada bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan DM gestasional, dilaporkan terjadi hiperbilirubinemia pada 29-44%, hipoglikemia
9-24%, dan distress pernapasan 3-4%.5,6

2.3 Etiologi
Penyebab diabetes gestasional adalah adanya resistensi insulin yang dapat timbul
karena berbagai faktor risiko. Diabetes gestasional disebabkan oleh adanya gangguan pada
resistensi insulin. Terjadi penurunan sensitivitas insulin dan disfungsi pada sel-β yang
memicu terjadinya intoleransi glukosa selama masa kehamilan.7
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian diabetes gestasional,
yaitu:
 Pasien yang mengalami overweight atau obesitas sebelum maupun selama kehamilan
 Memiliki riwayat diabetes gestasional pada kehamilan sebelumnya
 Memiliki riwayat melahirkan bayi makrosomia (lebih dari 4 kg) pada kehamilan
sebelumnya
 Memiliki tekanan darah tinggi
 Memiliki riwayat sindrom polikistik ovarium
 Memiliki usia di atas 25 tahun
 Terdapat anggota keluarga yang mengalami diabetes.8,9

2.4 Patogenesis
1. Disfungsi sel  pancreas
Fungsi utama sel  pankreas adalah untuk menyimpan dan mengeluarkan insulin
sebagai respons terhadap kebutuhan glukosa. Ketika sel  pankreas kehilangan kemampuan

3
untuk berespon terhadap konsentrasi glukosa darah secara memadai atau melepaskan
insulin yang cukup sebagai respon terhadap peningkatan glukosa dalam darah, hal tersebut
diklasifikasikan sebagai disfungsi sel  pankreas. Disfungsi sel  pankreas dapat terjadi
sebagai hasil produksi insulin berlebih yang berkepanjangan sebagai respons terhadap
glukosa yang berlebihan dalam darah. Namun, mekanisme pasti yang mendasari disfungsi
sel  pankreas dapat bervariasi dan kompleks. Disfungsi sel  pankreas dapat terjadi pada
setiap tahap proses, yakni seperti sintesis pro-insulin, modifikasi pasca translasi,
penyimpanan granula, penginderaan konsentrasi glukosa darah, atau mekanisme kompleks
yang mendasari eksositosis granula. Memang, sebagian besar gen memiliki kerentanan
yang berhubungan dengan GDM terkait dengan fungsi sel  pankreas, termasuk voltage-
gated potassium channel KQT-like 1 (Kcnq1) dan glucokinase (Gck). Kekurangan kecil
dalam metabolisme sel  pankreas hanya dapat terpapar pada kondisi stres metabolik,
seperti kehamilan.10
Disfungsi sel  pankreas diperburuk oleh resistensi insulin. Penurunan produksi
insulin akan berdampak besar terhadap metabolisme glukosa yang selanjutnya
berkontribusi pada kondisi hiperglikemia, membebani sel  pankreas, yang harus
menghasilkan insulin tambahan sebagai respons terhadap kondisi hiperglikemia. Kontribusi
langsung glukosa terhadap kegagalan-sel  pankreas digambarkan sebagai glukotoksisitas.
Dengan demikian, ketika terjadi suatu disfungsi pada sel  pankreas, siklus setan dari
hiperglikemia, resistensi insulin, dan disfungsi sel  pankreas selanjutnya mulai terjadi.10

2. Resisten Insulin Kronik


Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel tidak lagi dapat berespon terhadap insulin.
Pada tingkat molekuler, resistensi insulin merupakan kegagalan pen-sinyalan insulin, yang
mengakibatkan translokasi membran plasma yang tidak adekuat dari transporter glukosa 4
(GLUT4)-transporter primer yang bertanggung jawab untuk membawa glukosa ke dalam
sel untuk digunakan sebagai energi (Gambar 1). Tingkat penyerapan glukosa yang
dirangsang oleh insulin berkurang 54% pada GDM bila dibandingkan dengan kehamilan

4
normal. Ketika reseptor insulin tidak dapat berespon lagi terhadap insulin, berkurangnya
tirosin atau peningkatan fosforilasi serin/treonin dari reseptor insulin akan menghambat
sinyal insulin. Selain itu, perubahan ekspresi dan/atau fosforilasi regulator hilir pensinyalan
insulin, termasuk substrat reseptor insulin (IRS) -1, fosfatidlinosi 3-kinase (PI3K), dan
GLUT4, telah dijelaskan dalam GDM. Banyak dari perubahan molekuler ini bertahan
setelah kehamilan.10

Gambar 1. Gambar diatas merupakan diagram mekanisme pensinyalan insulin yang disederhanakan.
(Sumber : Plows,2018)

Diawali dengan pengikatan insulin ke reseptor insulin (IR) yang akan mengaktifkan
IRS-1. Adiponectin mempromosikan aktivasi IRS-1 melalui AMP-activated protein kinase
(AMPK), sementara sitokin proinflamasi mengaktifkan protein kinase C (PKC) melalui IkB
kinase (IKK), yang menghambat IRS 1. IRS-1 mengaktifkan phosphatidylinositol-3-kinase
(PI3K), yang memfosforilasi phosphatidylinositol-4, 5- bisphosphate (PIP2) menjadi
phosphatidylinositol-3, 4, 5- phosphate (PIP3). PIP3 mengaktifkan Akt2, yang
mempromosikan translokasi GLUT4 dan pengambilan glukosa ke dalam sel.10

5
Beberapa faktor risiko untuk GDM dianggap memiliki efek dengan mengganggu
pensinyalan insulin. Sebagai contoh, asam lemak jenuh meningkatkan konsentrasi
diacylglycerol dalam miosit, mengaktifkan protein kinase C (PKC) dan menghambat tirosin
kinase, IRS-1 dan PI3K. Sitokin proinflamasi dan adiponektin juga memodifikasi proses
ini. Diagram hubungan antara disfungsi sel  pankreas, resistensi insulin, dan GDM
disediakan pada gambar 2.

Gambar 2. Sel  pankreas, glukosa darah, dan sensitivitas insulin selama kehamilan normal dan GDM.
(Sumber: Plows,2018)

6
Selama kehamilan normal, terjadi hiperplasia dan hipertrofi sel  pankreas untuk
memenuhi tuntutan metabolisme selama masa kehamilan. Glukosa darah naik ketika
sensitivitas insulin menurun. Setelah kehamilan, sel  pankreas, glukosa darah, dan
sensitivitas insulin kembali normal. Selama diabetes gestasional, sel  pankreas gagal untuk
mengimbangi tuntutan kehamilan dan ketika dikombinasikan dengan sensitivitas insulin
berkurang, hal ini menghasilkan kondisi hiperglikemia. Setelah kehamilan, sel  pankreas,
glukosa darah, dan sensitivitas insulin dapat kembali normal atau mungkin tetap terganggu
pada jalur yang menuju pada keadaan GDM pada kehamilan berikutnya atau T2DM.10

2.5 Diagnosis
2.5.1 Manifestasi Klinis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya


DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

 Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan 
 penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

 Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae 
 pada wanita.3

2.5.2 Aspek Laboratorium

Diagnosis DM menurut ADA (2018) dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

7
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 gr glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena
membutuhkan persiapan khusus.3

Tabel 1. Kriteria diagnosis DM. (Sumber: ADA, 2018)

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir

Atau
2. Gejala klasik DM

Kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dL (7.0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g
glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu
kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi
dengan baik.

8
1. Pemeriksaan GDP, GDS, & TTGO

Pemeriksaan kadar glukosa darah sangatlah penting dalam menegakkan diagnosis


Diabetes Mellitus (DM) dan memantau kontrol glikemik pada pasien DM sehingga
mencegah timbulnya komplikasi. Pemeriksaan sederhana glukosa darah terdiri atas
pemeriksaan GDS (Glukosa Darah Sewaktu), GDP (Glukosa Darah Puasa), dan TTGO
(Tes Toleransi Glukosa Oral). Pemeriksaan GDS dengan gejala klasik, GDP dan TTGO
digunakan untuk menegakkan diagnosis. Adapun pemeriksaan HbA1c dapat dilakukan
untuk menilai perjalanan penyakit dan pemantauan keberhasilan terapi. Berikut penjelasan
tentang metode pemeriksaan glukosa darah sederhana.11
A. Glukosa Darah Puasa (GDP)
Pasien dipuasakan dengan tidak mengambil apa-apa untuk dimakan dan minum dalam
sekitar 8-12 jam sebelum tes. Semua obat dihentikan, bila ada obat yang harus diberikan
ditulis pada formulir tes. Kadar glukosa plasma puasa 100 mg/dl dinyatakan normal,
≥126 mg/dl adalah diabetes mellitus. Sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa
darah puasa terganggu (GDPT). Dengan demikian pada mereka dengan kadar glukosa
plasma vena setelah berpuasa sedikitnya 8 jam ≥126 mg/dl sudah cukup untuk membuat
diagnosis diabetes mellitus.11,12
B. Glukosa Darah Sewaktu (GDS)
Penderita DM sering datang dengan gejala klasik DM. Sewaktu diartikan sebagai
kapanpun tanpa memandang terakhir kali makan. Dengan sudah adanya gejala klasik
DM, pemeriksaan glukosa darah sewaktu sudah dapat menegakkan diagnosis DM.
Apabila kadar glukosa sewaktu ≥200 mg/dl (plasma vena) maka penderita tersebut
sudah dapat disebut diabetes mellitus. Dengan kata lain kadar glukosa plasma ≥200
mg/dl sudah memenuhi kriteria diabetes mellitus. 11,12
C. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

9
Sesuai kesepakatan American Diabetes Association (ADA) tahun 2018 pada tes toleransi
glukosa didapatkan terdapatnya dua strategi untuk mendiagnosa GDM. Strategi ini boleh
digunakan pada salah satunya yaitu:
1) One- step Strategy

Pada strategi ini dilakukan dengan memberikan 75 gram anhydrous glucose yang
dilarutkan didalam air. Penilaian glukosa plasma diambil sewaktu pasien berpuasa,
pada jam pertama dan jam kedua, pada perempuan dengan usia gestasi 24- 28
minggu yang sebelumnya tidak terdiagnosis diabetes. TTGO seharusnya dilakukan
pada pagi hari setelah pasien berpuasa minimal 8 jam pada malam hari. Penilaian
dibuat apabila salah satu dari nilai glukosa plasma adalah seperti berikut; 1)
glukosa puasa apabila ≥92 mg/dl; 2) Satu jam pertama apabila kadar glukosa ≥180
mg/dl; 3) jam kedua apabila ≥153 mg/dl disebut GDM. 12
2) Two-step strategy
Pada langkah pertama dilakukan dengan pemberian 50 gram glucose load test
(GLT) , tanpa perlu dipuasakan. Setelah itu, glukosa plasma dihitung setelah 1 jam.
Apabila glukosa plasma yang diambil setelah satu jam melebihi 140 mg/dl,
pemeriksaan ini diteruskan dengan langkah yang berikutnya yaitu dengan
mengambil 100 gram TTGO. Pada langkah yang kedua, 100 gram TTGO harus
dilakukan dengan pasien dipuasakan. GDM didiagnosa apabila sekurangnya dua
daripada 4 kadar glukosa plasma (nilai puasa dan 1 jam, 2 jam, 3 jam setelah
TTGO) sesuai atau melebihi nilainya.12

Carpenter/Coustan NDDG

Puasa 95 mg/dl 105 mg/dl

1 jam 180 mg/dl 190 mg/dl

2 jam 155 mg/dl 165 mg/dl

10
3 jam 140 mg/dl 145 mg/dl

Tabel:
Tabel 2. Nilai glukosa plasma dengan menggunakan 100 gram TTGO (Sumber: ADA,2018)
D. Pemeriksaan HbA1c

HbA1c adalah istilah internasional untuk glycosylated hemoglobin / glycated


hemoglobinum. HbA1c (Hemoglobin Adult 1c) merupakan derifat adult hemoglobin
(HbA), dengan penambahan monosakarida (fruktosa atau glukosa). Hemoglobin A1c
merupakan ikatan antara hemoglobin dengan glukosa sedangkan fraksi-fraksi lain seperti
hemoglobin A1a dan A1b merupakan ikatan antara hemoglobin dengan heksosa lain.
Kadar HbA1c normal adalah 3,5% - 6,5%. Kadar rata-rata glukosa darah 30 hari
sebelumnya merupakan kontributor utama HbA1c. Kontribusi bulanan rata-rata glukosa
darah terhadap HbA1c adalah : 50% dari 30 hari terakhir, 25% dari 30-60 hari
sebelumnya, dan 25% dari 60-120 hari sebelumnya. Hubungan langsung antara HbA1c
dan rata-rata glukosa darah terjadi karena eritrosit terus menerus terglikasi selama 120
hari masa hidupnya dan laju pembentukan glikohemoglobin setara dengan konsentrasi
glukosa darah. Oleh sebab itu, pengukuran HbA1c penting untuk kontrol jangka panjang
status glikemi pada pasien diabetes.13

Kelebihan pemeriksaan HbA1c :


a) Memiliki indeks paparan glukosa keseluruhan yang lebih baik dan dapat menilai
komplikasi yang panjang
b) Varibialitas biologi < 2%
c) Tidak terpengaruh keadaan akut
d) Sebagai petunjuk terapi dan penyesuaian terapi
e) Tidak terpengaruh oleh variasi akibat pembebanan jumlah glukosa yang sama pada
individu dengan ukuran tubuh yang berbeda
f) Dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu puasa
g) Variasi diurnal rendah

11
h) Kurang terpengaruh oleh obat-obat yang mempengaruhi metabolisme glukosa
i) Dapat digunakan untuk diagnosis dan kontrol glikemik
j) Memiliki instablitas yang rendah.

Kekurangan pemeriksaan HbA1c bisa meningkat palsu pada beberapa keadaan seperti
anemia defisiensi besi, polisitemia vera, kehamilan trimester kedua, ureum tinggi,
hipertrigliserida, hiperbilirubinemia, kondisi pasca splenektomi, anemia aplastik,
konsumsi alkohol berlebih, dan pengguna salisilat dosis tinggi jangka panjang. Selain itu
pemeriksaan HbA1c bisa rendah palsu pada keadaan seperti post transfusi darah, post
vena seksi, thalasemia, hemolisis, perdarahan gastrointestinal, penyakit hati, konsumsi
obat-obat yang dapat menyebabkan anemia berat, pengguna antioksidan, kehamilan
trimester ketiga, dan infeksi HIV. Pasien dikatakan memiliki glukosa darah normal jika
nilai HbA1c kurang dari 5,7% dan prediabetes jika nilai HbA1C 5,7%- 6,4%. Diagnosis
diabetes melitus ditegakkan jika nilai HbA1c ≥ 6,5%. Diagnosis sebaiknya dikonfirmasi
dengan pengulangan pemeriksaan HbA1c, tetapi tidak perlu bagi individu yang memiliki
gejala dengan kadar glukosa sewaktu ≥ 200 mgdl.13

2. Tes Glukosa Urine dengan Metode Oksidasi Reduksi Benedict


Tes glukosa urine adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui ada/
tidaknya glukosa dalam urine. Indikasi pemeriksaan ini adalah sebagai tes saring untuk
penyakit diabetes mellitus. Uji Benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula
atau (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi merupakan semua jenis monosakarida dan
disakarida seperti laktosa dan sukrosa. Untuk mengetahui adanya monosakarida dan
disakarida pereduksi dalam makanan, sampel makanan dilarutkan dalam air, dan
ditambahkan sedikit pereaksi benedict. Dipanaskan dalam waterbath selama 4-10 menit.
Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa mengandung dua
monosakrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan glikosidic sedemikian rupa
sehingga tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha hidroksi keton. Sukrosa juga
tidak bersifat pereduksi.14

12
A.PRA ANALITIK
1. Persiapan pasien
Pada umumnya tidak memerlukan persiapan khusus

2. Persiapan sampel
-Sampel (urin) harus terhindar dari kontaminasi. Wadah penampung hendaknya
bersih dan kering
-Identifikasi sampel: nama, nomor, alamat, umur dan penggunaan pengawet urin
-Urinalisis harus dilaksanakan dalam waktu 2 jam setelah dikemihkan. Apabila
terjadi penundaan tes, maka urin harus disimpan dalam lemari pendingin
-Cara pengumpulan sampel yang digunakan adalah urin sewaktu
-Sampel urin yang dipakai untuk urinalisis adalah: urin sewaktu, urin pagi dan urin post
prandial.

3. Prinsip
Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi tembaga (II) menjadi TEMBAGA (I)
kemudian membentuk Cu2O yang mengendap dan berwarna merah. Intensitas warna
merah dari ini secara kasar menunjukkan kadar glukosa dalam urine yang diperiksa.

4. Alat dan Bahan


-Tabung reaksi + rak
-Larutan Benedict dengan komposisi CuS04 17,3 ml , Na Citrate 173 ml, Na Carbonat
100 ml, Aquadest ad 1.000 ml
-Pembakar Bunsen

B.ANALITIK

13
Cara Kerja:
1.Tuang 5 ml larutan Benedict ke dalam tabung reaksi
2.Tambahkan sampel urin sebanyak 5-8 tetes
3.Didihkan di atas nyala api bunsen selama 2 menit
4.Perhatikan adanya perubahan warna setelah isi tabung dikocok

C.PASCA ANALITIK
Interpretasi:
NEG: Cairan tetap biru, jernih, bisa agak hijau, atau sedikit keruh
1+: Hijau kekuningan (glukosa 0,5-1,0 gr%)
2+: Kuning kehijauan (glukosa 1,0-1,5 gr%)
3+: Kuning (glukosa 1,5-2,5 gr%)
4+: Jingga/merah (glukosa 2,5-4,0 gr%).15

Gambar 3: Interpretasi Tes Glukosa Urine dengan Metode Oksidasi Reduksi Benedict
(Sumber: Dokumentasi Peribadi)

14
2.7 Komplikasi
Dibandingkan dengan diabetes mellitus pragestasional, komplikasI pada ibu hamil
diabetes mellitus gestasional sangat kurang. Komplikasi yang dapat ditemukan antara lain
preeklampsi, infeksi saluran kemih, persalinan seksio sesaria dan trauma persalinan akibat
bayi besar. Komplikasi pada anak antara lain makrosomia, hambatan pertumbuhan janin,
cacat bawaan, hipoglikemia, hipokalsemia dan hipomagnesemia, hiperbilirubinemia,
polisitemia hiperviskositas, sindrom gawat napas neonatal.3

15
BAB III
KESIMPULAN

Diabetes melitus gestasional adalah diabetes yang terjadi pada saat kehamilan, dan
kemudian akan pulih kembali 6 minggu pasca persalinan. Diabetes Melitus Gestasional
perlu penanganan yang serius, dan pemeriksaan lebih dini, karena dapat mempengaruhi
perkembangan janin, dan dapat mengancam kehidupan janin kedepannya. sehingga perlu
diberikan penatalaksaaan yang baik terhadap ibu hamil dengan Diabetes melitus, supaya
tidak lagi terjadi berbagai komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: Jika keluhan klasik ditemukan,
maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegak- kan
diagnosis DM. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-
ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Dn juga pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik.
Wanita dengan Diabetes melitus gestasional (DMG) hampir tidak pernah memberikan
keluhan, sehingga perlu dilakukan skrining. Deteksi dini sangat diperlukan untuk menjaring
DMG agar dapat dikelolah sebaik-baiknya terutama dilakukan pada ibu dengan faktor
risiko. Dengan adanya deteksi dini pada ibu hamil juga dapat membantu untuk
meningkatan kesejahteraan ibu baik selama kehamilan ataupun sesudah masa kehamilan.

16
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. (2014). Diabetes Melitus. WHO News: Fact Sheets. Diakses dari:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/pada tanggal 3 oktober
2019.
2. Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
3. American Diabetes Association. Standards Of Medical In Diabetes. Diakses
dari: https://diabetesed.net/wp-content/uploads/2017/12/2018-ADA-Standards-
of-Care.pdf
4. Sudoyo, A.W., dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
5. Moore T. Diabetes mellitus and pregnancy.[internet]. 2018:[cited 2018
December 3]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/127547-
overview
6. Bortolon LNM, Triz LPL, Faustino BS, Sa LBC, Rocha DRTW, Arbex AK.
Gestational diabetes mellitus: new diagnostic criteria. Open Journal of
Endocrine and Metabolic Diseases. 2016;6:13-19.
7. Baz B, Riveline JP, Gautier JF. Gestasional diabetes mellitus: definition,
etiological, and clinical aspects. European Journal of Endocrinology.
2016;174:843-851.
8. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Gestasional
Diabetes.. Available from: https://www.acog.org/Patients/FAQs/Gestational-
Diabetes?IsMobileSet=false

17
9. Lin PC, Hung CH, Chan TF, Lin KC, Hsu YY, Tzeng YL. The risk factors for
gestasional diabetes mellitus: a retrospective study. Midwifery. 2016;42:16-20.
10. Plows, J., Stanley, J., Baker, P., Reynolds, C., & Vickers, M. (2018). The
Pathophysiology of Gestational Diabetes Mellitus. International Journal of
Molecular Sciences, 19(11), 3342. doi:10.3390/ijms19113342
11. Ida Bagus Wayan kardika, S. H. I. W. P. S. Y., 2013. Preanalitik Dan
Interpretasi Glukosa Darah Diagnosis Diabetes Melitus. Ojs Unud, pp.5-11
12. American Diabetes Association. 2. Classification and diagnosis of diabetes:
Standard of medical care in Diabetes 2018. Diabetes Care 2018;41(Suppl.
1):S9,13-14..
13. Made, ID; Subawa, AAN; Sutirta, IWY. 2017. Gambaran HbA1c Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus Diabetik.p2-4
14. Rizky, PC. Pengukuran Kadar Glukosa Urine dengan Metode Oksidasi Reduksi
Benedict. 2015. P1-3
15. Dgd. Dharma Santhi, Pemeriksaan Glukosa Urine dan Glukosa Darah
Kualitatif dan Kuantitatif, Bagian Patologi Klinik, Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2017, p12-14, p33-37

18

Anda mungkin juga menyukai