Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

DIABETES MELITUS PADA MULTI PREGNANCY


POLIHIDRAMNION ,OLIGOHIDRAMNION

KELOMPOK 4
Ghina Atikah (2003004)
Gita Cania (2003005)
Meli Sundari (2003010)
Meri Rahmayani (2003011)
Lisa Sestia Utary (211015201101)

Dosen Pengampu : Endang Sari,S.ST,M.Keb

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SUMATERA BARAT
TAHUN 2021
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT senantisa kita ucapkan Atas karunia-
Nya berupa nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya penulis bisa menyelesaikan
makalah ini. Tidak lupa shalawat dan salam kita curahkan bagi Baginda Rasulullah
saw yang mana syafaatnya akan kita nantikan kelak.
Adapun penulisan makalah berjudul “Diabetes melitus pada multi pregnancy
Polihidramnion, oligohidramnion” ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah
Komplikasi kehamilan ,persalinan dan nifas
Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian
kata dan kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah.

Padang Pariaman, Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I (PENDAHULUAN)
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................2
BAB II (PEMBAHASAHAN)
A. Defenisi Diabetes Mellitus ............................................................................3
B. Definisi polihidramnion ……………………………………………………
C. Definisi olihidramnion ..................................................................................6
BAB III (PENUTUP)
A. Kesimpulan ...................................................................................................8
B. Saran...............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUA
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi
karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang
berlangsung (PERKENI, 2002). Menurut World Health Organization (WHO)
diabetes melitus gestasional (DMG) merupakan intoleransi glukosa pada waktu
kehamilan, pada wanita normal atau yang mempunyai gangguan toleransi
glukosa setelah terminasi kehamilan.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan data WHO tercatat lebih dari 13 juta penderita
Diabetes Melitus Gestasional, berdasarkan data tersebut di perkirakan akan
meningkat menjadi lebih dari 20 juta penderita pada tahun 2030. Diabetes
melitus gestasional (DMG) secara global mempengaruhi 1-25% kehamilan (Zhu
dan Zhang., 2016). Menurut kriteria diagnostik O'Sullivan, angka kejadian DMG
di Indonesia 1,9-3,6% dari seluruh kehamilan (Purnamasari et al., 2013). Satu
dari 10 wanita menderita diabetes dan merupakan penyebab kematian wanita
tertinggi nomer sembilan di dunia, serta satu dari tujuh persalinan dipengaruhi
oleh DMG (P2PTM Kemenkes RI, 2017).

Perubahan hormonal dan metabolisme selama kehamilan menyebabkan


kehamilan tersebut bersifat diabetogenik, yang mana DMG cenderung menjadi
lebih berat selama kehamilan dan akan mempermudah terjadinya berbagai
komplikasi.

Cairan amnion mempunyai peran penting selama kehamilan, yaitu perkembangan


musculoskeletal, perkembangan saluran ceran dan paru. Cairan amnion juga
berperan untuk melindungi umbilical cord dari kompresi dan janin dari trauma
dan bahkan cairan amnion bersifat bakteriositik. Cairan amnion dapat ditemukan
abnormal yang disebabkan oleh gangguan produksi dan sirkulasi sebagai akibat

1
dari kelainan janin maupun plasenta. Hal ini berkorelasi dengan peningkatan
resiko hasil akhir kehamilan yang buruk.

Gangguan dari volume cairan amnion ini mencerminkan ada masalah dari
produksi cairan maupun sirkulasinya. Peningkatan volume mungkin
dihubungkan dengan resiko terhadap kehamilan Polihidramnion merupakan
kondisi yang menjelaskan kelebihan cairan amnion pada kantong amnion dimana
dapat muncul pada 1-2% wanita.

Sekitar 750 kehamilan dilaporkan penemuan polihidramnion. Perkiraan dari


berbagai studi sekitar 0,2-3.9% insidensi polihidramnion, terlepas dari etiologic
yang mendasarinya. Rata-rata 50-60% kasus bersifat idiopatik dengan tidak
diketahui penyebabnya secara pasti. Polihidramnion dilaporkan menjadi salah
satu penyebab meningkatnya angka kejadian morbiditas maternal dan perinatal.
Beberapa factor resiko yang menjadi penyebab terjadinya polihidramnion
meliputi berbagai kondisi ibu dan janin seperti diabetes gestasional, abnormalitas
plasenta, isoimunisasi, kehamilan multiple, anomaly kongenital, dan kelianan
kromosom. 21

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari diabetes mellitus ?
2. Apa saja tipe diabetes mellitus ?
3. Apa definisi dari Polihidramnion?
4. Apa definisi dari oligohidramnion

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui apa itu diabetes mellitus
2. Untuk Mengetahui apa saja tipe tipe diabetes
3. Untuk Mengetahui apa itu pilihidramnion
4. Untuk Mengetahui apa itu oligohidramnion

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI DIABETES MELITUS

1. Diabetes Melitus (DM)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Diabetes merupakan


penyakit yang ditandai dengan sekresi dan ekskresi urine dalam jumlah yang
banyak, terutama diabetes melitus, penyakit kencing manis, penyakit gula.
Mellitus adalah gangguan metabolisme karbohidrat karena kelenjar pankreas
tidak mampu menyekresi insulin yang cukup dengan gejala adanya gula dalam
urine, turunnya bobot badan, selalu haus dan lapar, dan banyak kencing: keadaan
kekurangan insulin dengan akibat glukosa tidak dapat diolah oleh badan sehingga
kadar glukosa dalam darah meninggi dan dikeluarkan dalam urine. Menurut
World Health Organization (WHO) tahun 2016, Diabetes mellitus adalah suatu
penyakit kronis dimana organ pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau
ketika tubuh tidak efektif dalam menggunakannya. Diabetes Mellitus
digolongkan dalam diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2.
a. Diabetes Tipe 1
Pada diabetes tipe 1, sel-sel beta di pankreas mengalami kerusakan, sehingga
produksi insulin menurun. Akibatnya, sel-sel tubuh tidak dapat mengambil gula
dari darah dan kadar gula darah meningkat. Diabetes tipe 1 terjadi akibat adanya
gangguan yang disebut autoimun, di mana antibodi yang seharusnya melindungi
tubuh terhadap infeksi justru menyerang sel tubuh sendiri. Dalam hal ini, yang
diserang oleh antibodi adalah sel beta yang terdapat di dalam pankreas.

Alasan mengapa antibodi yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh


menyerang sel beta pankreas belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini

4
diduga berkaitan dengan faktor genetik (keturunan) dan infeksi virus tertentu,
seperti virus gondongan (mumps) dan virus Coxsackie.
Gejala Klinis pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 1 yaitu Polidiosi,
poliuria, polifagia, berat badan turun. Hiperglikemia (≥ 200 mg/dl), ketonemia,
glukosuria Anak dengan DM tipe 1 cepat sekali menjurus ke dalam ketoasidosis
diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila
tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe 1, penderita
harus segera dirawat inap.
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada diabetes tipe 2, insulin dapat diproduksi dengan normal, tetapi sel-sel
tubuh kurang sensitif sehingga tidak bisa menggunakannya secara optimal.
Secara patogenesis Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh
adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut.Defisiensi insulin dapat
terjadi melalui 3 jalan, yaitu:
a) Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimiadll)
b) Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c) Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer
Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki- laki. Wanita
lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar
pada tahun 2008,
menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun
2012 angka kejadian diabetes melitus di dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa,
dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia
yang menderita diabetesmellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita
diabetes mellitus tipe 1
c. Pengobatan Diabetes Mellitus tipe 1 dan tipe 2
Penderita diabetes tipe 1 tidak dapat menghasilkan hormon insulin. Hal ini
menyebabkan penderita diabetes tipe 1 bergantung mutlak pada pemberian

5
insulin dari luar. Penderita diabetes tipe 1 perlu menyuntikkan insulin ke
tubuhnya beberapa kali sehari dan memantau kadar gula darahnya secara ketat.
Sementara penderita diabetes tipe 2 biasanya tidak membutuhkan insulin di
tahap awal penyakit, karena tubuhnya masih menghasilkan insulin. Diabetes tipe
2 yang masih berada dalam tahap awal dapat diatasi dengan perubahan gaya
hidup, seperti menghindari.
2. Diabetes Mellitus Gestasional
Menurut World Health Organization (WHO) diabetes melitus gestasional
(DMG) merupakan intoleransi glukosa pada waktu kehamilan, pada wanita
normal atau yang mempunyai gangguan toleransi glukosa setelah terminasi
kehamilan.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat hampir 200 juta orang di
dunia menderita Diabetes Mellitus Gestasional dan diperkirakan pada tahun 2025
jumlah penderita bisa mencapai sekitar 330 juta jiwa. Di Indonesia sendiri,
berdasarkan data WHO tercatat lebih dari 13 juta penderita Diabetes
Mellitus Gestasional, berdasarkan data tersebut di perkirakan akan meningkat
menjadi lebih dari 20 juta penderita pada tahun 2030 Kirakira 135,000 wanita
hamil yang mengalami DMG setiap tahun yaitu kira-kira 3-5%. Prediabetes dan
diabetes melitus gestasional menjadi masalah global dilihat dari angka kejadian
dan dampak yang ditimbulkannya (Osgood, 2011).
a.Kehamilan Dengan Diabetes Mellitus Gestasional
Kehamilan dengan Diabetes Mellitus Gestasional biasa terjadi pada saat 24
minggu usia kehamilan dan sebagian kadar glukosa darah penderita akan kembali
normal setelah melahirkan (Depkes RI, 2008). Namun, pada hampir setengah
angka kejadiannya, diabetes akan muncul kembali (Nurrahmani, 2012).
Risiko mendapat DMG pada ibu hamil yang umumnya kurang dari 21 tahun
adalah 1%, lebih dari 25 tahun adalah 14%, umur ibu diantara 21 - 30 tahun
adalah kurang dari 2% dan pada ibu yang umurnya lebih dari 30 tahun adalah 8 -
14%. Matschinsky (2011) menyimpulkan bahwa wanita di Negara Asia atau di

6
Negara Indonesia sendiri menpunyai risiko untuk mendapat DMG dan pada
lingkupan usia lebih dari 25 tahun mempunyai risiko tinggi mendapat DMG.
Perubahan hormonal dan metabolisme selama kehamilan menyebabkan
kehamilan tersebut bersifat diabetogenik, yang mana DMG cenderung menjadi
lebih berat selama kehamilan dan akan mempermudah terjadinya berbagai
komplikasi. Komplikasi yang bakal dihadapi oleh ibu DMG berdasarkan statistik
yang dipublikasi di buku A Practical Manual of Diabetes In Pregnancy, oleh
David R. McCance, Micheal Maresh dan Davis A. Sacks dengan tahun publikasi
2010 menyatakan bahwa ibu DMG, sebanyak 1,7% dapat menyebabkan
mortilitas perinatal, 4,3% melahirkan anak secara cesarean, 7,3% melahirkan
anak yang berat badan lahirnya lebih dari 4,5kg dan 23,5 % bisa menimbulkan
kasus distosia bahu saat dilahirkan bayi. Selain itu, komplikasi-komplikasi yang
bisa terjadi kepada neonates yang ibunya mengalami DMG adalah gangguan
pada sistem saraf pusat (18,4%), penyakit jantung congenital (21,0%), penyakit
respiratori (7,9%), atresia intestitum (2,6%), defek pada kandung kemih dan
ginjal (11,8%), atresia anal (2.6%), defisiensi anggota gerak atas (3,9%),
defisiensi anggota gerak bawah (6,6%), kelainan di spinal bagian atas dan bawah
(6,6%) dan disgenesis kaudal (5,3%) (Cho,2011).

Wanita dengan DMG mengalami perasaan syok, kesal, penyangkalan,


ketakutan dan rasa bersalah saat didiagnosis serta hilangnya hidup yang normal
dan kontrol diri (Parson et al, 2014). Persepsi ibu hamil tentang DMG dapat
memengaruhi apakah dia menerima perubahan gaya hidup. sesuai dengan
pengobatan yang disarankan dan mencapai kontrol gula darah yang optimal
(Lawrence et al, 2011).
3. Patofisiologis Kehamilan Dengan Diabetes Mellitus Gestasional
Menurut Sudoyo (2009) pada kehamilan terjadi resistansi insulin fisiologi
akibat peningkatan hormon-hormon kehailan (human placental, lactogen/HPL.
progesterone, kortisol, prolaktin) yang menvapai puncaknya pada trimester
ketiga kehamilan. Tidak berbeda pada patofiologi DM tipe, beda pada DMG juga

7
terjadi gangguan sekresi sel beta pankreas. Kegagalan sel beta ini dipikirkan
karena beberapa hal diantaranya :
1) Aotoimun
2) Kelainan genetik
3) Resistensi insulin kronik
Studi oleh Xiang (2000) melaporkan bahwa pada wanita dengan DMG
mengalamai gangguan kompensasi produksi insulin oleh sel beta sebesar 67%
dibandingkan kehamilan normal. Ada sebagian kecil populasi wanita ini yang
antibody isclet cell (1,6- 3,8%). Sedangkan sekitar 5% dari populasi DMG
diketahui memiliki gangguan sel beta akibat efek pada sel beta seperti mutasi
pada glukokinase.
Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh
untuk menjaga asupan nutrisi kejanin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi
sebelum kehamilan pada ibu-ibu dengan obesitias. Kebanyakan wanita dengan
DMG memiliki kedua jenis resistensi insulin ini yaitu kronik dan fisiologi
sehingga resistensi insulin biasanya lebih berat dibandingkan kehamilan nommal.
Kondisi ini akan membaik segara selesai nifas, dimana konsentrasi HPL sudah
kembali seperti awal.
4. Kebutuhan Ibu Dengan DMG di Masa Kehamilan
Kebutuhan bagi ibu yang diagnosis Diabetes Mellitus Gestasional yaitu:
a) Kebutuhan akan dukungan keluarga Dukungan keluarga sangat
diharapkan dan dibutuhkan bagi ibu dengan diagnosis DMG terutama dukungan
dari suami, dukungan dapat berupa membantu ibu dalam menjaga atau
mengingatkan pola makan, dan mengkonsumsi obat atau vitamin yang diberikan.
Serta mengingatkan ibu untuk tetap menjaga kesehatan dengan berolahraga.
Suami dan atau keluarga dapat mendukung ibu dengan cara menghantarkan ibu
untuk datang ke fasilitas kesehatan untuk melakukan pengobatan, tidak sampai
disitu saja, namun pihak keluarga ibu dan atau suami juga ikut serta dalam
konsultasi yang dilakukan dokter dengan ibu, hal tersebut bertujuan agar suami

8
dan atau pihak keluarga paham akan kondisi ibu dan apa saja tindakan yang
harus dilakukan.
b) Kebutuhan akan dukungan sosial
Kebutuhan sosial yang dibutuhkan ibu dengan diagnosis DMG berasal dari
suami, ada beberapa ibu hanya menceritakan keluhan DMG dengan suami,
namun ada juga yang menceritakan keluhan DMG pada orang tua atau anggota
keluarga yang lain, dan atau dengan kerabat ibu.
Dukungan sosial yang diharapkan oleh ibu adalah dari perkataan. Perkataan
yang didengar oleh ibu adalah yang dapat membuat ibu semangat untuk
menjalani pengobatan, membuat ibu merasa bahagia, tidak membuat ibu stress
dan tersinggung.
c) Kebutuhan akan dukungan tenaga kesehatan
Sebagai tenaga kesehatan dokter atau bidan dalam konsultasi bersama ibu
senantiasa mengingatkan untuk menjaga kesehatan dengan cara memberitahukan
apa saja yang dapat dan tidak dapat dikonsumsi selama proses pengobatan DMG.
Bidan atau dokter dapat memberikan rasa nyaman dan aman kepada ibu agar ibu
menjadi komunikatif dalam proses konsultasi, berikan kesempatan bagi ibu untuk
menceritakan keluhannya dan berikan kesempatan ibu untuk bertanya.
d) Kebutuhan akan dukungan informasi
Ibu memperlukan informasi yang benar dalam menjalani kehamilan dengan
DMG, informasi ibu dapatkan dari dokter kandungan, bidan, dan internet. Oleh
karena itu bidan atau dokter dapat memberikan informasi dengan baik dan mudah
dimengerti oleh ibu dan keluarga.

9
B. POLIHIDRAMNION
1. Definisi Polihidramnion
Polihidramnion atau yang biasa juga disebut hidramnion merupakan
peningkatan abnormal dari volume cairan amnion. Peningkatan volume cairan
amnion dapat didiagnosa biasanya dalam masa trimester kedua ataupun ketiga.
Peningkatan abnormal pada cairan amnion merupakan komplikasi 1-2% pada
kehamilan. Kondisi klinis ini dihubungkan dengan tingginya resiko prognosis
kehamilan yang buruk.

2. Epidemiologi
Angka kejadian polihidramnion tidak diketahui secara pasti
dikarenakankasus ringan dan asimtomatik hanya dapat ditemukan saat persalinan
dan tidak dilaporkan. Seringnya kasus polihidramnion yaitu ringan dan tidak
dihubungkan dengan kejadian sekuele. Namun, 35% kasus dari polihidramnion
dapat diklasifikasikan sebagai kasus sedang hingga berat sehingga membutuhkan
diagnosis dan terapi lebih lanjut." Prevalensi polihidramnion dilaporkan antara
0,2-1,6% dari seluruh kehamilan."
Menurut American Journal of Obstetrics and Gynecology telah melaporkan
prevalensi polihidramnion 1-2%. 40-50% kasus tidak ada etiologi
yang terlihat saat prenatal dan dikalsifikasikan sebagai idiopatik, meskipun sekitar
10% kelainan diidentifikasi postnatal."

3. Etiologi
Secara klinis, polihidramnion merupakan hasil dari produksi berlebihan
cairan amnion ataupun terganggunya eliminasi cairan dari rongga amnion.
Walaupun seringnya polihidramnioin yang ringan idiopatik, namun 2 penyebab
tersering dari polihidramnion adalah diabetes mellitus maternal dan anomaly
janin. Polihidramnion juga mungkin dapat disebabkan oleh infeksi kongenital

10
dan alloimunization. Literatur mengatakan etiologi-etiologi yang berpotensial
menyebabkan polihidramnion sebagai berikut:

 Malformasi janin dan kelainan genetik (8-45%)


 Diabetes melitus pada ibu (5-26%) Kehamilan multipel (8-10%)
 Anemia janin (1-11%). Penyebab lainnya. seperti infeksi virus,
Bartter Syndrome, gangguan neuromuskular, hiperkalsemia pada ibu.
Infeksi virus yang dapat menyebabkan polihidramnion meliputi
parvovirus B19, rubella. cytomegalovirus. Infeksi lainnya seperti
toxoplasmosis dan sifilis dapat juga menyebabkan polihidramnion."
4. Patofisiologi
Dibawah kondisi fisiologis terdapat kesimbangan dinamis antara produksi
dan reabsorbsi cairan amnion. Jumlah cairan dipengaruhi oleh urinasi janin dan
produksi cairan paru janin, Cairan amnion diserap dengan cara ditelan oleh janin
danpenyerapan intramembran dan intravaskular. Hubungan relatif dari masing-
masing mekanisme ini bervariasi selama kehamilan. Gangguan keseimbangan
dapat menyebabkan gangguan fungsi menelan atau meningkatnya urinasi dan
menyebabkan polhidramnion,
Polihidramnion dihasilkan dari kelebihan produksi cairan amnion atau
gangguan dalam pemindahan cairan dari rongga amnion. Penyebab dapat dibagi
menjadi berasal dari ibu ataupun berasal dari janin (tabel 2.2). Penyebab
polihidramnion utama dari ibu adalah diabetes melitus, dimana berkontribusi
hingga 25% dari kasus. Penyebab yang pasti pada diabetes ibu tampaknya pada
pen ingkatan gradien osmotik pada aliran darah janin dari plasenta disebabkan
hiperglikemia.
5. Diagnosis

a. Anamnesis
Pasien-pasien menderita polihidramnion sering dirujuk ke rumah sakit
dengan keluhan tidak nyaman pada perut dan gangguan pernapasan? Jika

11
polihidramnion berat atau berkembang dengan cepat, gejala pada ibu jarang
terjadi. Pada polihidramnion kronik, akumulasi cairan bertahap, dan seorang
wanita mungkin mentolerir distensi perut yang berlebihan dengan sedikit
ketidaknyamanan, Pada polihidramnion akut cenderung berkembang lebih awal
pada kehamilan.
b. Pemeriksaan Fisik
Besarnya uterus abnormal (dibandingkan usia gestasi) disertai kesulitan
menyentuh bagian janin dan masalah yang berhubungan dengan auskultasi pada
janin (kesulitan mendengar denyut jantung janin) dapat diamati pada pemeriksan
fisik.
c. Pemeriksaan Penunjang
Amniosintesis untuk penilaian kariotipe janin sangat dianjurkan, terutama
adanya kelainan struktural. Disamping itu, skrining pada ibu untuk tanda
perdarahan ibu-janin, infeksi kongenital dan kemungkinan anemia herediter
dapat dipertimbangkan. Hasil pemeriksaan laboratorium prenatal rutin harus
ditinjau, terutama skrining gula darah, isoimunisasi dan pemeriksaan darah ibu.*

Diagnosis klinis polihidramnion harus selalu dikonfirmasi menggunakan


ultrasonografi. Metode yang digunakan adalah mengukur single deepest pocket
dan mengukur indeks cairan amnion (miniotic Fluid Index AFI), USG dan
penilaian subjektif atau semikuantitatif adalah yang digunakan untuk
mengevaluasi volume cairan amnion. Dengan metode subjektif, pemeriksa
memperkirakan volume cairan amnion berdasarkan pengalaman pribadi.
Pengalaman sonografer memainkan peranan yang penting dalam hal ini.
Pengukuran Cairan Amnion

1) Ultrasonografi Evaluasi volume cairan amnion merupakan salah satu


pemeriksaan standar yang dilakukan menggunakan USG pada trimester
ketiga. Volume cairan dinilai secara semikuantitatif dengan mengukur
kantong tunggal (single pocket) dan indeks cairan amnion (AFI). Perkiraan

12
secara kualitatif atau subjektif dapat dipertimbangkan jika dilakukan oleh
pemeriksa yang berpengalaman. Kekurangan dari perkiraan secara subjektif
adalah tidak memungkinkannya untuk melakukan penilaian longitudinal
terhadap kecenderungan dalam jumlah atau ke cukupan volume cairan.

2) Single deepest pocket (kantong tunggal terdalam)

Disebut juga kantong vertikal maksimum. Tranduser USG diarahkan tegak


lurus terhadap dasar dan paralel terhadap aksis panjang dari wanita hamil. Padu
potongan sagital, kantong vertikal terbesar dari cairan diidentifikasi. Kantong
cairan dapat terdiri dari bagian fetus atau korda umbilikal, namun kedua hal
tersebut tidak termasuk dalam pengukuran.
Rentang normal untuk kantong tunggal terdalam umumnya adalah 2 cm
sampai 8 cm, dengan nilai diatas atau dibawah secara berurutan menunjukkan
polihidramnion atau oligohidramnion. Rentang yang kurang umum digunakan
untuk menentukan kecukupan volume cairan amnion adalah menggunakan
pengukuran kantong tunggal secara vertikal dan transversal. Kecukupan volume
cairan amnion didefinisikan sebagai kantong 2x1 cm, kantong 2x2cm atau
kantong dengan ukuran 15 en Ketika mengevaluasi kehamilan ganda atau
multigravida, tiap kantong harus diukur masing-masing dengan rentang normal 2
cm-8 cm.

3). Indeks cairan amnion (AFI) Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama
dengan pengukuran kantong tunggal terdalam, yaitu Tranduser USG
diarahkan tegak lurus terhadap dasar dan paralel terhadap aksis panjang dari
wanita hamil. Uterus dibagi menjadi 4 kuadran sama besar, yaitu atas kanan
dan kiri dan bawah kanan dan kiri. AFI merupakan penjumlahan dari hasil
pengukuran kantong tunggal terdalam dari 4 kuadaran. Kantong cairan dapat
terdiri dari bagian fetus atau korda umbilikal, namun kedua hal tersebut tidak
termasuk dalam pengukuran, Color doppler biasanya digunakan untuk

13
memastikan bahwa umbilikal kord tidak ikut terukur. Namun penggunaan
color dopler dapat memberikan hasil pengukuran yang lebih rendah sehingga
dapat menyebabkan overdiagnosis pada oligohidramnion"

Terdapat variasi yang besar ketika volume cairan berada diatas normal.AFI
umumnya sekitar 3 kali lipat dari cairan kantong tunggal terdalam yang ditemui.
Rentang normal AFI yang umum digunakan adalah 5 em- 24 cm dengan nilai
diatas dan dibawah berturut-turut menunjukkan hidramnion dan
oligohidramnion. Terdapat peningkatan risiko hasil akhir kehamilan yang buruk
pada pasien dengan AFI diluar rentang normal, Kurva normal untuk nilai AFI
berdasarkan penelitian cross sectional pada 800 kehamilan tanpa komplikasi.
Penelitian lain juga mempublikasikan normogram dengan nilai rata-rata yang
sama
b.Tes Diagnostik Lebih Lanjut jika ditemukan Polihidramnion

1.Ultrasound

Janin harus dievaluasi secara hati-hati selama skrining organ janin. Jika
kelainan janin ditemukan, pemeriksaan fetal karyotiping direkomendasikan
setelah mendapatkan inform consent orangtua. Di jerman, pemeriksaan
ultrasound secara detail telah diterapkan di renatal centerdan direkomendasikan
jika terdapat kecurigaan yang tinggi terhadap malformasi janin. Beberapa
penyebab, seperti gangguan menelan dan tracheoseophageal fistula atau atresia
belum dapat dipastikan dengan ultrasound. Pada kasus ini MRI pada janin dapat
memberikan alternatif yang lebih baik pada diagnosis tracheoesophageal fistula
atau atresia pada janin.

2)Tes Laboratorium

14
Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi penyebab polihidramnion
harus meliputi: 75 gr tes toleransi glukosa oral (TTGO) untuk mengekslusikan
diabetes gestasional

Pemeriksaan diagnostik pada ibu untuk infeksi (TORCH serologi) Jika


terdapat kecurigaan adanya anemia fetal atau hidrops fetalis, pemeriksaan untuk
mengekslusikan penyebab imunologi (pemeriksaan darah ibu, faktor rhesus,
skrining antibodi) dan kelainan hematologi (tes Kleihauer-Betke untuk
mengeksklusikan fetomaternal hemoragi).

6. Tatalaksana

Etiologi polihidramnion bermacam-macam, dan pengobatan berdasarkan


pada berbagai penyebab yang mendasarinya. Tatalaksana terdiri darin
mengurangi volume cairan amnion untuk memperbaiki kesehatan ibu dan
mempertahankan kehamilan. Metode yang dapat digunakan untuk mengurangin
cairan amnion berupa:
1. Amnioreduksi
Sebagian besar kasus polihidramnion, tidak ada intervensi atau terapi agresif
yang dianjurkan. Namun, berdasarkan tingkat kelebihan cairan amnion,
kehamilan mungkin berisiko untuk terjadi PPORM (premature rupture of
membranes), kelahiran prematur. sesak pada ibu. Selain itu. terdapat peningkatan
risiko kematian janin, kemungkinan terkait dengan penyebab kelainan cairan.
Kehamilan dengan kelebihan cairan amnion harus di pantau dengan hati-hati,
dengan skrining untuk tanda dan gejala kelahiran prematur serta kondisi ibu.
Gejala-gejala yang muncul pada ibu merupakan alasan yang paling umum untuk
dilakukannya intervensi teraupetik. Jika pasien menjadi bergejala, baik dengan
iritabilitas uterus, gangguan bernapas, atau tidak nyaman, pengobatan mungkin
perlu untuk menyelamatkan kehamilan. Berdasarkan usia gestasi, dua pilihan
yang ada berupa : aminoreduksi atau penggunaan prostaglandin inhibitor untuk

15
mengurangi cairan amnion. Pada beberapa kasus, amnioreduksi telah disarankan
sebagai terapi intervensi yang bertujuan untuk mengurangi nyeri dan sesak 17

Amnioreduksi harus dilakukan oleh seseorang yang sudah familiar dengan


prosedur ini. USG digunakan sebagai panduan, sebuah jarum besar ditempatkan
di rongga amnion, dan cairan dipindahkan dengan pompa suction. Tujuannya
adalah untuk memindahkan caiman secara lambat, mengurangi volume cairan
sehingga mendekati normal AFI kurang dari 25 cm. Beberapa pasien
memerlukan sedasi, analgesik atau tocolitik dalam prosedur ini, walaupun
kebanyakan bertoleransi terhadap amnioreduksi. Volume cairan amnion harus di
evaluasi lebih sering (minimal dua kali seminggu) dan prosedur ini diulang
ketika gejala kembali atau volume mulai meningkat secara signifikan. Beberapa
pasien memerlukan prosedur serial untuk mempertahankan kehamilan."

Aminoreduksi memberikan manfaat klinis yang jelas jika dilakukan setelah


evaluasi diagnostik secara tepat. Tetapi tidak ada konsensus yang menetapkan
jumlah cairan amnion yang di aspirasi, kecepatan aspirasi dan penggunaan
tocolitik atau antibiotik. Pada beberapa kasus, intervensi harus dihentikan karena
ketidaknyamanan ibu atau abrupsi plasenta prematur.

Tokolitik secara rutin digunakan sebagai profilaksis untuk mencegah onset


kelahiran preterm. Komplikasi terjadi sekitar 1-3% kasus dan dapat meliputi
kelahiran prematur, abrupsi plasenta, ketuban pecah dini. hiperproteinemia dan
sindrom infeksi amnion setelah prosedur dilakukan, monitoring secara reguler
pada volume cairan amnion direkomendasikan, dengan pemantauan dilakukan
setiap satu sampai tiga minggu.
2. Prostaglandin Synthetase Inhibitor
Prostaglandin Synthetase Inhibitor menstimulasi janin mensekresikan
arginine vasopresin, hal ini menghasilkan antidiuretik yang diinduksi vasopresin.
Berkurangnya aliran darah ginjal janin mengurangi produksi urin pada janin.

16
Sushtansi tesebut dapat juga menghambat produksi cairan paru janin atau
meningkatkan reabsorbsi

Prostaglandin synthetase inhibitor digunakan sebagai anlagesik atau


antiinfamasi pada usia kehamilan trimester pertama dan kedua, pasien disarankan
untuk tidak menggunakan substansi ini setelah usia kehamilan 28 minggu. Perlu
diperhatikan bahwa penggunaan obat-obat tersebut umumnya tidak dianjurkan
dalam kehamilan 10

Beberapa data menunjukkan bahwa prostaglandin inhibitor, seperti


indometasin atau ibuprofen dapat mengurangi produksi urin janin. Studi acak
membandingkan metode terapi, terapi medis dipertimbangkan, terutama ketika
polihidramnion berkembang pada usia gestasi awal. Indometasin adalah inhibitor
sintesis prostaglandin yang telah digunakan sebagai tokolitik sejak tahun 1970an
dan baru-baru ini sebagai pilihan pertama di Canada. Indometasin berperan
sebagai kompetitif dengan asam arakidonat (cyclooxygenase COX). Indometasin
menyebabkan cfck samping minimal pada ibu, meliputi mual, muntah dan
dispepsia.
Secara hematologi, indometasin menyebabkan pemanjangan waktu
perdarahan, tetapi tidak mempengaruhi prothrombin time dan activated partial
thromboplastin Reaksi hipersensitifitas yang berat (sesak, bronkospasme dan
kerusakan hepar), reaksi alergi pada indometasin jarang terjadi. Indometasin
menghalangi produksi prostaglandin vasoaktif, sehingga mendorong beberapa
ahli untuk mengevaluasi pengaruhnya terhadap aliran darah rahim." Karena
kemampuannya untuk mengurangi volume cairanı amnion, indometasin telah
digunakan dalam pengobatan polihidramnion simptomatik.
Penelitian oleh Cabrol et al melaporkan 8 wanita dengan polihidramnion
simptomatik yang diobati dengan 2,2-3 mg/kg/han dengan indometasin untuk 2-
11 minggu menunjukkan pengurangan signifikan pada cairan amnion. Dosis
optimal indometasin dalam pengobatan polihidramnion belum diketahui, tetapi

17
berbagai laporan menggunakan 25 mg peroral setiap 6 jam atau 2-3
mg/kgBB/hari.

7. Komplikasi
Komplikasi pada ibu yang dihubungkan dengan polihidramnion meliputi
abrupsio plasenta, disfungsi uterus, dan perdarahan postpartum. Polihidramnion
dikaitkan dengan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas pada janin
meliputi kelahiran preterm, aneuploid, persalinan secara seksio cesarea, kelainan
janin, ketuban pecah dini, kelainan presentasi janin, prolaps tali pusar dan
perdarahan post partum serta mortalitas pada perinatal." Sebuah penelitian
prospektif pada kehamilan tunggal yang normal,
komplikasi yeng berpotensial terjadi berupa:

 Tingginya angka seksio sesarea untuk indikasi janin


 Tingginya angka perawatan NICU pada naonatus
 Apgar skor yang rendah pada menit ke-5

8. Prognosis
Risiko komplikasi obstetrik berikut meningkat saat polihidramnion muncul
akibat pelebaran uterus:

1. Sesak pada ibu


2. Kelahiran preterm
3.Ketuban pecah dini
4.Kelainan presentasi janin
5.Prolaps tali pusar
6. Perdarahan postpartum
7.Makrosomia akibat diabetes melitus pada ibu
8.Hipertensi kehamilan
9.Infeksi saluran kemih

18
Berbagai risiko tersebut tergantung dari keparahan dan etiologi dari
polihidramnion. Mortalitas perinatal meningkat 13 kali lipat ketikasingle deepest
pocker < 2 cm dan ketika SDP < 1 cm mortalitas pada perinatal meningkat 47
kali lipat.

pada suatu studi yang diikuti oleh 85000 kehamilan, dimana 3900 kehamilan
mempunyai peningkatan AFI, ditemukan polihidramnion merupakan faktor
risiko independen untuk mortalitas perinatal. Kecil usia gestasi dengan
polihidramnion memiliki prognosis paling buruk.

C. Oligohidramnion

19
a. Pengertian oligohidramnion
Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc. Oligohidramnion
kurang baik untuk pertumbuhan janin karena pertumbuhan dapat terganggu oleh
perlekatan antara janin dan amnion atau karena janin mengalami tekanan
dinding rahim (Sastrawinata, dkk, 2004:40). Jika produksinya semakin
berkurang, disebabkan beberapa hal diantaranya: insufisiensi plasenta,
kehamilan post term, gangguan organ perkemihan-ginjal, janin terlalau banyak
minum sehingga dapat menimbulkan makin berkurangnya jumlah air ketuban
intrauteri “oligohidramnion” dengan kriteria :
1) Jumlah kurang dari 500 cc
2) Kental
3) Bercampur mekonium
(Manuaba, dkk, 2007:500)

b. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui.
Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu
berhubungan dengan obsrtuksi saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis
(Khumaira, 2012:188). Oligohidramnion harus dicurigai jika tinggi fundus uteri
lebih rendah secara bermakna dibandingan yang diharapkan pada usia gestasi
tersebut. Penyebab oligohidramnion adalah absorpsi atau kehilangan cairan yang
meningkat ketuban pecah dini menyebabkan 50 % kasus oligohidramnion,
penurunan produksi cairan amnion yakni kelainan ginjal kongenital akan
menurunkan keluaran ginjal janin obstruksi pintu keluar kandung kemih atau
uretra akan menurunkan keluaran urin dengan cara sama (Rukiyah
danYulianti,2010:232). Sebab oligohidramnion secara primer karena
pertumbuhan amnion yang kurang baik, sedangkan secara sekunder yaitu
ketuban pecah dini (Marmi, ddk, 2011:111)

c. Patofisiologis

20
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion.
Namun, tidak adanya produksi urine janin atau penyumbatan pada saluran kemih
janin dapat juga menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan cairan
amnion, yang terjadi secara fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan. Beberapa
keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan kongenital,
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), ketuban pecah, kehamilan postterm,
insufiensi plasenta dan obat- obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin).
Kelainan kongenital yang paling sering menimbulkan oligohidramnion adalah
kelainan sistem saluran kemih dan kelainan kromosom
(Prawirohardjo,2010:155).
Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan hipoksia
janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu mekanisme
redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah
ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi oligohidramnion (Prawirohardjo,
2010:269).

d. Komplikasi oligohidramnion
Menurut Manuaba, dkk. (2007:500) Komplikasi oligohidramnion dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1.) Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali akibat
persalinannya oleh karena:
a) Sebagian persalinannya dilakukannya dengan induksi
b) Persalinan dilakukan dengan tindakan secsio sesaria
Dengan demikian komplikasi maternal adalah trias komplikasi persalinan
dengan tindakan perdarahan, infeksi, dan perlukaan jalan lahir
2.) Komplikasi terhadap janinya
a) Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung terhadapat janinnya:
(1) Deformitas janin adalah:
a) Leher terlalu menekuk-miring

21
b) Bentuk tulang kepala janin tidak bulat
c) Deformitas ekstermitas
d) Talipes kaki terpelintir keluar
(2) Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal distress
(3) Fetal distress menyebabkan makin terangsangnya nervus vagus dengan
dikeluarkannya mekonium semakin mengentalkan air ketuban
(a) Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir terjadi
kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami hipoplasia sampai atelektase
paru.
(b) Sirkulus yang sulit diatasinya ini akhirnya menyebabkan kematian janin
intrauterine.

b)Amniotic band
Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan terjadinya hubungan
langsung antara membran dengan janin sehingga dapat menimbulkan gangguan
tumbuh kembang janin intrauterin. Dapat dijumpai ektermitas terputus oleh
karena hubungan atau ikatan dengan membrannya.

e. Diagnosis oligohidramnion
Untuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat dilakukan tindakan
“Amnioskopi” dengan alat khusus amnioskop.Indikasi amnioskopi adalah:
 Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu
 Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia
 Bad Obstetrics History
 Terdapat kemungkinan IUGR
 Kelainan ginjal
 Kehamilan post date
Hasil yang diharapkan adalah:
 Kekeruhan air ketuban
 Pewarnaan dengan mekonium

22
Komplikasi tindakan amnioskopi adalah:
 Terjadi persalinan prematur
 Ketuban pecah-menimbulkan persalinan prematur
 Terjadi perdarahan-perlukaan kanalis servikalis
 Terjadi infeksi asendens
Tehnik diagnosis oligohidramnion dapat mempergunakan Ultrasonografi
yang dapat menentukan:
 Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5 cm
 AFI kurang dari 3 cm disebut Moderate Oligohidramnion
 AFI kurang dari 2-1 cm disebut Severe Oligohidramnion (Manuaba,
dkk, 2007:501)

f. Gambaran klinis

Pada ibu yang mengalami oligohidramnion biasanya uterusnya akan tampak


lebih kecil dari usia kehamilan, ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan
anak, sering berakhir dengan partus prematurus, bunyi jantung anak sudah
terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas, persalinan lebih lama
biasanya, sewaktu ada his akan sakit sekali, bila ketuban pecah air ketubannya
sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar dan dari hasil USG jumlah air
ketuban kurang dari 500 ml (Rukiyah dan Yulianti, 2010:232-233).

g. Prognosis

Prognosis oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila terjadi


kehamilan muda akan mengakibatkan gangguan bagi pertumbuhan janin, bahkan
bisa terjadi foetus papyreceous, yaitu picak seperti kertas karena tekanan-
tekanan. Bila terjadi pada kehamilan lanjut akan terjadi cacat bawaan, cacat
karena tekanan atau kulit menjadi tebal dan kering. Selain itu, dapat
mengakibatkan kelainan musculoskeletal (Sistem otot) (Khumaira, 2012:189).

23
Oligohidramnion yang berkaitan dengan PPROM pada janin kurang dari 24
minggu dapat mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru-paru. Ada tiga
kemungkinan yang akan terjadi, yaitu:
1) Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding dada dan paru-
paru terhambat
2) Terbatasnya pernapasan janin menurunkan pengembangan paru-paru
3) Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru berakibat pada
pertumbuhan dan perkembangan paru-paru (Khumaira, 2012:189).

h. Diagnosa banding
Menurut Sastrawinata dkk, (2005:41) diagnosa pada ibu yang mengalami
oligohidramnion yaitu Ketuban pecah sebelum waktunya

i. Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan
pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin yang tidak
baik. Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada
oligohidramnion, oleh karena itu persalinan dengan sectio caesarea merupakan
pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion (Khumaira, 2012:189).Menurut
Rukiyah dan Yulianti (2010:233) Penatalaksanaan pada ibu dengan
oligohidramnion yaitu :
1) Tirah baring
2) Hidrasi dengan kecukupan cairan
3) Perbaikan nutrisi
4) Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin)
5) Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ibu hamil dengan diagnosa Diabetes Mellitus Gestasional di Indonesia mencapai
lebih dari 13 juta penderita. Risiko mendapat DMG pada ibu hamil yang
umurnya kurang dari 21 tahun adalah 1%, lebih dari 25 tahun adalah 14%, umur
ibu diantara 21- 30 tahun adalah kurang dari 2% dan pada ibu yang umumnya
lebih dari 30 tahun adalah 8 - 14%.

Komplikasi yang bakal dihadapi oleh ibu DMG sebanyak 1,7% dapat
menyebabkan mortilitas perinatal, 4,3% melahirkan anak secara cesarean, 7,3%
melahirkan anak yang berat badan lahirnya lebih dari 4,5kg dan 23,5 % bisa
menimbulkan kasus distosia bahu saat dilahirkan bayi. Selain itu, komplikasi-
komplikasi yang bisa terjadi kepada neonates yang ibunya mengalami DMG
adalah gangguan pada sistem saraf pusat (18,4%), penyakit jantung congenital
(21.0%). penyakit respiratori (7.9%), atresia intestitum (2,6%), defek pada
kandung kemih dan ginjal (11,8%), atresia anal (2,6%), defisiensi anggota gerak
atas (3,9%), defisiensi anggota gerak bawah (6,6%), kelainan di spinal bagian
atas dan bawah (6.6%) dan disgenesis kaudal (5,3%) (Cho,2011).

Wanita dengan DMG mengalami perasaan syok, kesal, penyangkalan, ketakutan


dan rasa bersalah saat didiagnosis serta hilangnya hidup yang normal dan kontrol
diri (Parson et al, 2014). Oleh karena itu dukungan keluarga, sosial, tenaga
kesehatan dan informasi merupakan kebutuhan bagi ibu dengan
Diabetes Mellitus Gestasional.

Polihidramnion merupakan kelainan peningkatan volume cairan amnion.


Polihidramnion seringnya bersifat idiopatik akan tetapi juga dapat dihubungan
dengan beberapa factor etiologic. Factor yang dapat menyebabkan

25
polihidramnion dapat berasa dari janin maupun dari ibu. Penegakan diagnosis
polihidramnion harus selalu ditegakkan dengan menggunakan ultrasonografi.
Metode pengukuran cairan amnion yang sering digunakan ialah single deepest
pocket dan Amnion Fluid Index (AFI).

Penatalaksanaan dari polihidramnion adalah dengan mengurangi volume cairan


amnion untuk memperbaiki kesehatan ibu dan mempertahankan kehamilan. Ada
beberapa metode yang dapat digunakan yaitu amnioreduksi dan Prostaglandin
Synthese Inhibitor. Polihidramnion sendiri dapat menimbulkan komplikasi pada
ibu dan janin.

Oligohidramnion adalah suatu kondisi yang memiliki cairan ketuban terlalu


sedikit. Untuk bisa mengukur jumlah cairan melalui beberapa metode, yang
paling sering adalah melalui indeks cairan ketuban (Amniotic Fluid Index/AFI).
Jika volume cairan kurang dari 500 ml pada usia kehamilan 32-36 minggu, maka
akan dicurigai mengalami oligohidramnion. Kondisi ini bisa terjadi selama masa
kehamilan, tapi yang paling umum adalah saat trimester ketiga.

B. Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak kesalahan dan
sangat jauh dalam kesempurnaan. Tentunya penulis akan memperbaiki makalah
pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah ini.

26
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Muhammad Bayu. 2020. Hubungan antara Diabetes Melitus


Gestasional dan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Respiratory Distress
Syndrome (RDS) pada Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Samarinda: BSR

Djamaluddin, Nurdiana dan Vera Mila Oktavia Mursalin. 2020. Gambaran


Diabetes Melitus Gestasional Pada Ibu Hamil di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Kota Gorontalo, Gorontalo: Jambura Nurisng Jurnal

Apriani, Arista dan Mufdlilah dan Menik Sri Dayanti. 2021. Studi Kualitatif :
Kebutuhan Ibu Hamil Dengan Diabetes Mellitus Gestasional Di Kabupaten
Karanganyar Jawa Tengah. Yogyakarta: Jumal Kesehatan Kusuma Husada

Fardiazar Z, Soltanpour L, Ghatrehsamani. Maternal and Fetal Outcomes in


Pregnant Woman With Polyhydramnios Treated Based on Maternal and Fetal
Distress and Preterm Delivery. Int J of Woman's Health and Repro Scienc 2017.

Asadi N. Khalili A, Azimi A, et al. Perinatal Outcome in Pregnancy with


Polyhydramnios in Comparison with Normal Pregnancy in Department of
Obstetrics at Shiraz University of Medical Sciences. The J of Maternal-Fetal and
Neonatal Medicine 2017

1Norwitz, Errol R, Schorge, Jhon O. At a Glance Obstetri dan Ginekologi.Edisi


Kedua.Erlangga Jakarta.2007.

Sastrawinata, Sulaiman, Martaadisoebrata, Djamboer. Obstetri Patologi Ilmu


Kesehatan Reproduksi. Edisi Kedua. EGC: Jakarta.2004.

27
Manuaba, L.B.G, Manuaba, Chandranita, Manaba, Fajar. Pengantar Kuliah
Obstetri.
EGC: Jakarta, 2007.

28

Anda mungkin juga menyukai