Anda di halaman 1dari 21

Trombositopenia dan Berbagai Penyebabnya

Jumlah trombosit darah normal dalam populasi umum adalah 150.000-


450.000/μL; 5% populasi normal akan memiliki hitung trombosit di luar rentang
nilai normal. Anamnesis dan pemeriksaan fi sik, hasil pemeriksaan darah
rutin/lengkap, dan penilaian ulang apusan darah tepi merupakan komponen
penting dalam evaluasi awal pasien trombositopenia. Tinjauan pustaka ini
membahas beberapa diagnosis diferensial penyebab trombositopenia. Pemberian
transfusi trombosit pada trombositopenia harus dipertimbangkan dengan matang.

PENDAHULUAN

Trombosit
Trombosit, sel yang terlibat dalam proses hemostasis, dihasilkan dari
megakariosit. Jumlah trombosit darah normal dalam populasi umum adalah
150.000-450.000/ μL, tetapi 5% populasi normal memiliki hitung trombosit di
luar rentang nilai normal. Regulator utama produksi trombosit adalah hormon
trombopoietin (TPO), yang terutama disintesis di hepar. Trombosit berada dalam
sirkulasi dengan rerata masa hidup 7-10 hari. Sekitar satu per tiga jumlah
trombosit tinggal di dalam limpa, dan akan meningkat secara proporsional sesuai
ukuran limpa, walaupun jumlah trombosit jarang turun sampai <40.000/μL pada
pembesaran limpa.1,2

TROMBOSITOPENIA
Dalam evaluasi trombositopenia, langkah awal yang penting adalah
melihat kembali apusan darah tepi untuk menyingkirkan pseudotrombositopenia,
terutama pada pasien tanpa penyebab trombositopenia yang jelas.
Pseudotrombositopenia adalah suatu artefak in vitro yang dihasilkan oleh
aglutinasi trombosit melalui antibodiantibodi (umumnya IgG, tetapi juga IgM dan
IgA) saat kandungan kalsium berkurang akibat penampungan darah dalam
ethylenediamine tetraacetic (EDTA); oleh karena itu apusan darah untuk
menghitung jumlah trombosit hendaknya dari darah yang ditampung dalam
sodium citrate (tabung dengan tutup biru), heparin (tabung dengan tutup hijau),
atau idealnya dari darah segar tanpa antikoagulan.1
Alamat korespondensi

Anamnesis dan pemeriksaan fi sik, hasil pemeriksaan darah rutin/lengkap,


dan penilaian ulang apusan darah tepi merupakan komponen penting dalam
evaluasi awal pasien trombositopenia. Apakah pasien sedang menjalani terapi
tertentu. Pada kelainan-kelainan bawaan yang jarang, berkurangnya produksi
trombosit umumnya disebabkan oleh kelainan sumsum tulang yang juga
mempengaruhi produksi sel darah merah dan/ atau sel darah putih. Mielodisplasia
dapat bermanifestasi sebagai trombositopenia saja, oleh karena itu, sumsum
tulang harus diperiksa pada pasien-pasien usia di atas 60 tahun dengan
trombositopenia saja. Walaupun trombositopenia bawaan jarang dijumpai,
diperlukan hasil hitung trombosit sebelumnya dan riwayat keluarga menyangkut
trombositopenia. Riwayat minum obat pada pasien harus diketahui, termasuk obat
tanpa resep dan jamu, karena obat-obatan adalah penyebab tersering
trombositopenia.1

Pemeriksaan fi sik menunjukkan pembesaran limpa, penyakit hepar kronik,


dan kelainan kelainan yang mendasari lainnya. Splenomegali ringan sampai
sedang mungkin sulit ditemukan akibat bentuk tubuh dan/atau obesitas tetapi
dapat dengan mudah diketahui dengan ultrasonografi abdomen.

A B

C D

Gambar 1 A: Apusan darah tepi normal. B: Trombosit yang saling menempel


pada pseudotrombositopenia. C: Trombosit besar abnormal pada
makrotrombositopenia dominan autosomal. D: Skistosit dan penurunan jumlah
trombosit pada anemia hemolitik mikroangiopatik.1
Jumlah trombosit 5000-10.000/μL dibutuhkan untuk mempertahankan
integritas vaskuler mikrosirkulasi. Apabila jumlah trombosit turun bermakna,
petekie akan muncul lebih dahulu pada area-area bertekanan vena lebih tinggi,
di pergelangan kaki dan kaki. Purpura basah, lepuhan darah di mukosa oral,
dianggap tanda peningkatan risiko perdarahan yang mengancam nyawa pasien
trombositopenia. Memar luas terlihat pada pasien dengan kelainan jumlah
maupun fungsi trombosit.1

Gambar 2 Algoritma evaluasi pasien trombositopenia1

Gambar 3 Algoritma lain evaluasi pasien trombositopenia2


Jumlah hitung trombosit yang direkomendasikan untuk mencegah perdarahan
spontan atau untuk menghasilkan hemostasis yang cukup sepanjang prosedur
invasif dapat dilihat pada Tabel 1.3

Tabel 1 Rentang hitung trombosit yang diharapkan3

Clinical Scenario Platelet count


(/mcL)
Prevention of spontaneous mucocutaneous >10,000-20,000
bleeding
Insertion of central venous catheters >20,000-50,000
Administration of therapeutic anticoagulation >30,000-50,000
Minor surgery and selected invasive procedures2 >50,000-80,000
Major surgery >80,000-100,000

DIAGNOSIS PENYEBAB
Klasifi kasi patofi siologis terjadinya trombositopenia dapat dilihat pada
Tabel 2. Selain itu, penyebab trombositopenia secara lengkap dapat dilihat pada
Tabel 3. Usia pasien dan kondisi komorbid tertentu dapat membantu
mengarahkan pemilihan pemeriksaan penunjang.

Terdapat beberapa diagnosis diferensial trombositopenia berdasarkan skenario


klinis, yang dapat dilihat pada Tabel 4.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL TROMBOSITOPENIA


Pseudotrombositopenia
Pseudotrombositopenia ditemukan pada sekitar 1 dari 1.000 individu dan
tidak memiliki signifi kansi klinis. Hal ini dapat terjadi karena trombosit saling
menempel (platelet clumps). Pada suatu penelitian, 15,3% pasien-pasien rawat
jalan dengan trombositopenia saja (isolated thrombocytopenia) merupakan
pseudotrombositopenia.
Tabel 2 Klasifi kasi patofi siologis trombositopenia2

Decreased Production Increased Destruction


 Hematologic Immune
malignancies • ITP
• HIT
 Aplasticanemia
• Drug-induced antibodies
 Myelodysplasia • HIV
• Post transfusion purpura
 Drugs: chemotherapy,
• Connective tissue diseases
alcohol
Nonimmune
 Radiation • DIC
• Sepsis
 HIV
• Cardiac valves

 Vitamin D deficiencies • TTP-HUS


• Kasabach Merrit syndrome
 Hereditary
Splenic Sequestration
thrombocytopenias
• Hypersplenism

 Metastatic cancer to
bone marrow

Tabel 3 Penyebab-penyebab trombositopenia1

Decreased production of platelets


• Congenital bone marrow failure (eg, Fanconi anemia, Wiskott-
Aldrich syndrome)
• Acquired bone marrow failure (eg, aplastic anemia, myelodysplasia)
• Exposure to chemotherapy, irradiation
• Marrow infi ltration (neoplastic, infectious)
• Nutricional (defi ciency of vitamin B12, folate, iron; alcohol)
Increased destruction of platelets
• Immune thrombocytopenia (including hepatitis C virus- and HIV-
related,1 and drug-induced)
• Heparin-induced thrombocytopenia
• Disseminated intravascular coagulation
• Posttransfusion purpura
• Neonatal alloimmune thrombocytopenia
• Mechanical (aortic valvular dysfunction; extracorporeal by pass)
• von Willebrand disease, type 28 • Hemophagocytosis
Increased sequestraton of platelets
• Hypersplenism (eg, related to cirrhosis, myeloproliferative disorders,
lymphoma)
Other conditions causing thrombocytopenia
• Gestational thrombocytopenia
• Bernard-Soulier syndrome, gray platelet syndrome, May-Hegglin
anomaly
• Pseudothrombocytopenia

Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP)


ITP adalah penyakit yang relatif sering ditemukan pada usia dewasa.
Penelitian di Denmark mencatat insidensnya sebesar 2,68 dari 100.000 individu.
ITP adalah suatu kondisi autoimun disebabkan oleh antibodi antitrombosit, yang
menyebabkan penurunan masa hidup trombosit. Antibodi tersebut umumnya
adalah IgG dan pada dasarnya di-
Tabel 4 Diagnosis banding trombositopenia berdasarkan skenario klinis2

Thrombocytopenia in...

Ambulatory Acutely ill Pregnant Cardiac Patient with


patient patient patient patient thrombosis
• ITP • DIC • Gestationa • HIT • HIT
• Drug-induced • Infection/sepsi l • Cardiac • Antiphospholipi
• Cemotherapy s • ITP bypass d antibody

• Misc drugs • Drug-induced • HELLP • GPIIb/IIIa syndrome

• Infections • HIT inhibitor • Paroxysmal

• Miscellaneous related nocturnal


• EBV
• Drugs • TTP- hemoglobinuria
• HIV
related to
• Others • TTP-HUS
clopidogre
• Connective • Post
l or
tissue disorders transfusion
ticlopidine
• SLE purpura
• Dilutional
• Rheumatoid
arthritis
• Antiphospholipi
d antibody
syndrome
• Hypersplenism
• Primary
marrow
disorder
tujukan untuk menyerang antigen trombosit yaitu kompleks GP IIb/IIIa dan GP
Ib/IX. Limpa merupakan lokasi utama penghancuran trombosit. Semua usia dapat
mengalami ITP, lebih sering pada wanita dewasa muda.

Trombositopenia secara khas ditemukan tanpa anemia dan leukopenia.


Pemeriksaan laboratorik diperlukan untuk mencari penyebab sekunder ITP,
termasuk infeksi HIV dan hepatitis C (dan infeksi-infeksi lain jika ada indikasi);
pemeriksaan serologi untuk SLE; elektroforesis protein serum dan kadar
imunoglobulin untuk mendeteksi hipogammaglobulinemia, defi siensi IgA, atau
gammopati monoklonal. Anemia hemolitik autoimun (AIHA) kadang-kadang
ditemukan sehubungan dengan ITP, disebut sindrom Evan. Biasanya tidak
dibutuhkan pemeriksaan sumsum tulang, kecuali gambaran klinis tidak khas dan
dicurigai diagnosis alternatif. Pemeriksaan antibodi antitrombosit kurang sensitif
dan spesifi k, umumnya secara klinis tidak bermanfaat.2

Pada usia dewasa, ITP adalah suatu penyakit kronik yang dapat
mengalami remisi dan relaps sepanjang waktu. Banyak pasien tidak
membutuhkan terapi; keputusan memulai terapi bersifat individual, tergantung
jumlah trombosit, ada/tidaknya perdarahan, dan gaya hidup pasien yang
berhubungan dengan risiko perdarahan. Pada pasienpasien ITP dengan jumlah
trombosit >30.000/μL, mortalitas sehubungan dengan trombositopenianya tidak
meningkat.

Manajemen awal ITP adalah dengan kortikosteroid, umumnya


digunakan prednison 1 mg/kg/hari selama 1 sampai 2 minggu, diikuti penurunan
dosis secara perlahan. Pemberian dexamethasone pulse singkat terbukti sangat
efektif.

Infus imunoglobulin intravena (IVIG) (1 gram/kg/hari selama 2 hari) atau


antibodi anti-RhD (WinRho) (50-75 μg/kg/hari) dapat digunakan apabila
diharapkan peningkatan trombosit secara cepat. Antibodi anti-RhD hanya efektif
pada pasien-pasien RhD-positif yang memiliki limpa utuh. Trombositopenia berat
persisten atau rekuren dalam 4 sampai 6 minggu biasanya dipertimbangkan
sebagai indikasi splenektomi. Pilihan terapi lain meliputi danazol, siklofosfamid,
azatioprin, rituximab, atau transplantasi sumsum tulang.2

Gambar 4 Manajemen immune thrombocytopenic purpura (ITP)

Target manajemen ITP yang berhubungan dengan kehamilan adalah


jumlah trombosit 10.000-30.000/μL pada trimester pertama, >30.000/μL selama
trimester kedua atau ketiga, dan >50.000/μL sebelum persalinan pervaginam atau
SC. Prednison oral dosis sedang (10 mg/hari) atau infus IVIG intermiten (1 g/kg
dalam 1 atau 2 dosis terbagi) merupakan terapi standar. Splenektomi disiapkan
untuk yang gagal berespons dengan terapi tersebut dan dapat dilakukan pada
trimester pertama atau kedua. Keamanan pemberian faktor pertumbuhan
trombosit (platelet growth factors) selama kehamilan belum pernah dievaluasi.3

Tabel 5 Gambaran klinis TMA3

Parameter Thrombotic Hemolytic-Uremic


Thrombocytopenic Syndrome
Purpura
Microangiophatic All patients All patients
hemolytic anemia
Thrombocytopenia All patients Most patients (may be
mild/absent in a subset of
patients)
Fever 75% of patients Usually absent
Renal insuffi ciency Mild/absent in some All patients
patients
Neurologic defects Most patients Present in less than half
Epidemiologic Most cases in adults Most cases in children
Historical Idiopathic (minority of Antecedent hemorrhagic
cases; antecedent viral enteritis in most patients
illness or familial)
Laboratory fi ndings Decreased activity of Positive stool culture for
ADAMTS-13 Escherichia coli 0157:H7;
ADAMTS-13 activity
usually normal
direct Coomb’s test negatif), serta trombosis mikrovaskuler. Yang termasuk TMA
adalah thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP) dan hemolytic uremic
syndrome (HUS), sindrom-sindrom komplikasi transplantasi sumsum tulang, obat
dan infeksi tertentu, kehamilan, dan vaskulitis. Walaupun TTP-HUS relatif jarang
dijumpai, hal ini termasuk penyebab trombositopenia yang mengancam nyawa.1,2

Hanya sekitar 25% pasien TMA yang memanifestasikan seluruh


komponen yang dikenal sebagai temuan pentad (anemia hemolitik
mikroangiopati, trombositopenia, demam, insufi siensi ginjal, dan abnormalitas
sistem neurologis) (Tabel 5). Kebanyakan pasien HUS (terutama anak-anak)
memiliki riwayat diare beberapa saat sebelumnya. Manifestasi neurologis
termasuk nyeri kepala, somnolen, delirium, kejang, paresis, dan koma adalah
akibat deposisi mikrotrombus di dalam pembuluh darah serebral.3

Pertukaran plasma (plasma exchange) dengan segera adalah kunci terapi


TTP. Apabila tidak dapat segera dikerjakan, infus FFP (fresh frozen plasma)
dapat dimulai sebelum pertukaran plasma. Kortikosteroid, dipiridamol, dan asam
asetilsalisilat telah digunakan, tetapi manfaatnya belum jelas. Transfusi trombosit
secara teoritis akan memperburuk situasi klinis dan harus dihindari kecuali terjadi
perdarahan yang mengancam nyawa.2
TROMBOSITOPENIA IMBAS OBAT

Trombositopenia imbas obat diduga, pada kebanyakan kasus, disebabkan


oleh mekanisme imun, walaupun ada pengecualian (seperti kemoterapi yang
menyebabkan supresi sumsum tulang dan menginhibisi megakariosit secara
langsung).

Gambaran khasnya adalah trombositopenia dan perdarahan mukokutan


setelah 7-14 hari penggunaan obat baru, walaupun dapat sangat bervariasi.
Penghentian obat yang menyebabkan trombositopenia menghasilkan resolusi
trombositopenia dalam 7-10 hari pada kebanyakan kasus, tetapi pasien dengan
jumlah trombosit sangat rendah membutuhkan transfusi trombosit dengan (hanya
kasus-kasus imun) atau tanpa IVIG.3

Tabel 6 menunjukkan obat-obat yang berhubungan dengan


trombositopenia, meskipun secara praktis obat apapun dapat menyebabkan
trombositopenia. Pada evaluasi pasien trombositopenia, riwayat pengobatan
(termasuk obat yang dibeli sendiri tanpa resep dokter) harus ditanyakan secara
teliti dan obat apapun yang baru dimulai harus dicurigai sebagai penyebab
trombositopenia.1-3

Tabel 6 Obat-obatan yang menyebabkan trombositopenia3

Class Examples
Chemotherapy Most agents
Antiplatelet agents Anagrelide
Abciximab
Eptifi batide
Tirofi ban
Ticlopidine
Antimicrobial agents Penicillins
Isoniazid
Rifampin
Sulfa drugs
Vancomycin
Adefovir
Indinavir
Ritonavir
Fluconazole
Linezolid
Cardiovascular agents Digoxin
Amiodarone
Captopril
Hydrochlorothiazide
Procainamide
Atorvastatin
Simvastatin
Gastrointestinal agents Cimetidine
Ranitidine
Famotidine
Neuropsychiatric agents Haloperidol
Carbamazepine
Methyldopa
Phenytoin
Analgesic agents Acetaminophen
Ibuprofen
Sulindac
Diclofenac
Naproxen
Anticoagulant agents Heparin
Low-molecural-weight
heparin
Immunomodulator agents Interferon-alpha
Gold
Rituximab
Immunosuppressant agents Mycophenolate mofetil
Tacrolimus
Other agents Iodinated contrast dye
Immunizations

Pada kasus trombositopenia yang diinduksi kemoterapi, riwayat biasanya mudah


didapat dan sering disertai leukopenia dan juga anemia. Pada kebanyakan obat
kemoterapi, titik nadir umumnya tercapai 7-10 hari setelah kemoterapi dan pulih
setelah 2-3 minggu. Transfusi trombosit kadang-kadang dibutuhkan dan
penyesuaian dosis untuk kemoterapi berikutnya mungkin dibutuhkan.2

Heparin-Induced Thrombocytopenia (HIT)

Trombositopenia imbas heparin berbeda dengan trombositopenia imbas


obat lain dalam dua hal penting. Pertama, trombositopenia yang terjadi biasanya
tidak terlalu berat, dengan nadir jarang mencapai <20.000/μL. Kedua,
trombositopenia imbas heparin (HIT) tidak berhubungan dengan manifestasi
perdarahan dan, bahkan, justru meningkatkan risiko trombosis secara bermakna.
HIT disebabkan oleh terbentuknya antibodi terhadap kompleks protein yang
spesifi k terhadap trombosit, platelet factor 4 (PF4)-heparin complex. Antibodi
antiheparin/PF4 dapat mengaktifkan trombosit melalui reseptor FcγRIIa dan
kadang dapat mengaktifkan sel endotelial. Banyak pasien yang terpajan heparin
akan membentuk antibodi heparin/PF4 tetapi tidak ada konsekuensi apapun.
Sebagian pasien yang membentuk antibodi akan mengalami trombositopenia, dan
sebagian pasien ini (sampai dengan 50%) mengalami HIT dan trombosis (HITT).1

Kebanyakan pasien akan mengalami HIT setelah terpajan heparin selama 5-10
hari (Gambar 5). HIT terjadi sebelum 5 hari hanya pada mereka yang pernah
terpajan heparin beberapa minggu atau bulan sebelumnya (<~100 hari) dan telah
memiliki antibodi antiheparin/PF4 dalam sirkulasinya. Trombositopenia dan
trombosis jarang mulai terjadi beberapa hari setelah semua heparin telah
dihentikan (disebut delayed-onset HIT). Kriteria diagnosis HIT adalah
trombositopenia, saat turunnya jumlah trombosit, trombosis, dan sekuele lainnya
(seperti reaksi kulit yang terlokalisir pada vena atau arteri dan dapat ditemukan
pada 50% pasien sampai dengan 30 hari setelah diagnosis), dan tidak adanya
penyebab lain trombositopenia. Pasien umumnya asimtomatik dan tidak terjadi
perdarahan.1-3

Gambar 5 Perjalanan waktu terjadinya HIT setelah terpajan heparin1

Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis HIT dicurigai, tanpa


menunggu hasil pemeriksaan laboratoris. Manajemen HIT (Tabel 7) meliputi
penghentian segera seluruh bentuk heparin. Jika trombosis belum terdeteksi,
ultrasound Doppler dupleks ekstremitas bawah harus dikerjakan untuk
menyingkirkan trombosis vena dalam subklinis. Mengingat seringnya frekuensi
trombosis di antara pasien HIT, antikoagulan alternatif, terutama suatu direct
thrombin inhibitor (DTI) seperti argatroban atau lepirudin harus diberikan segera.
DTI dilanjutkan sampai jumlah trombosit pulih setidaknya 100.000/ μL, saat
antagonis vitamin K (warfarin) dapat dimulai. Warfarin dikontraindikasikan
sebagai terapi awal HIT karena potensinya untuk sesaat memperburuk
hiperkoagulabilitas. Pada semua pasien HIT, warfarin diberikan setelah jumlah
trombosit pulih atau setidaknya 30 hari, karena terdapat risiko trombosis persisten
walaupun jumlah trombosit telah pulih, sedangkan pada pasien-pasien yang
mengalami trombosis pemberian warfarin harus dilanjutkan selama 3-6 bulan.
Seperti TTP, transfusi trombosit relatif dikontraindikasikan jika tidak terdapat
trombositopenia berat dengan perdarahan yang mengancam
nyawa.2,3

Sepsis/Infeksi
Pasien-pasien sepsis umumnya memiliki derajat trombositopenia
yang bervariasi. Etiologi trombositopenia biasanya bersifat multifaktorial;
berkaitan dengan DIC, destruksi trombosit akibat reaksi imun yang non-spesifi k,
konsumsi trombosit yang berlebihan, supresi sumsum tulang, dan obat-obatan.
Terapi terdiri dari koreksi penyebab sepsis, identifi kasi obat yang dapat
menyebabkan trombositopenia, dan terapi suportif. Trombositopenia juga
ditemukan pada berbagai infeksi tanpa sindrom sepsis.2

Tabel 7 Manajemen pasien dengan dugaan atau terbukti HIT3

I. Discontinue all forms of heparin. Send PF4-heparin ELISA (if indicated).


II. Begin treatment with direct thrombin inhibitor.
Agent Indication Dosing
Argatroban Prophylaxis or treatment Continuous intravenous
of HIT infusion of 0.5-1.2 mcg/kg/
min, tirate to aPTT = 1.5 to 3
x the baseline value.1 Max
infusion rate ≤ 10
mcg/kg/min.
Lepirudin Treatment of Bolus of 0.4 mg/kg2 slowly
HITT intravenously followed by
continous intravenous
infusion of 0.15 mg/kg/h.
Titrate to aPTT = 1.5-2.5 x
baseline value.
Bivalirudin Percutaneous coronary Bolus of 0.75 mg/kg
intervention3 intravenously followed by
initial continous
intravenous infusion of
1.75 mg/kg/h.
Manufacturer indicates
monitoring should be by
ACI.
III. Perform Doppler ultrasound of lower extremities to rule out subclinical
thrombosis (if indicated).
IV. Follow platelet counts daily until recovery occurs.
V. When platelet count has recovered, transition anticoagulation to warfarin;
treat for 30 days (HIT) or 3-6 months (HITT).
VI. Document heparin allergy in medical record (confi rmed cases).
Infeksi tertentu dapat berkaitan dengan trombositopenia, karena dapat
mempengaruhi baik produksi trombosit maupun masa hidupnya. Infeksi
cytomegalovirus dan virus Epstein-Barr dapat menyebabkan trombositopenia
sementara. Infeksi HIV boleh jadi merupakan infeksi penyebab trombositopenia
terpenting di Amerika Utara. Trombositopenia diduga berkaitan dengan toksisitas
virus terhadap sumsum tulang secara langsung ataupun juga diperantarai
mekanisme imun. Di seluruh dunia, malaria adalah penyebab trombositopenia
yang umum. Ehrlichiosis, suatu infeksi yang ditularkan melalui gigitan kutu,
banyak dijumpai di Amerika Serikat. Pada lokasi geografi s yang sesuai, Dengue,
Hantavirus, dan demam hemoragik akibat virus perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding. Beberapa virus ini juga berpotensi digunakan sebagai agen
bioterorisme.1,2

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)


DIC adalah suatu proses sistemik disebabkan oleh pembentukan
trombin patologis. Secara klinis, DIC ditandai oleh trombosis maupun
perdarahan. DIC dihasilkan oleh aktivasi koagulasi lokal atau sistemik yang
tidak terkendali, yang menyebabkan deplesi faktor-faktor koagulasi dan fi
brinogen sampai dengan trombositopenia karena trombosit diaktifkan dan
dikonsumsi.2,3

DIC merupakan komplikasi suatu penyakit. Berbagai penyakit yang


mendasari DIC yaitu sepsis (koagulasi diaktifkan karena adanya
lipopolisakarida) begitu juga leukemia akut, kanker lainnya (terutama
adenokarsinoma), trauma, luka bakar, emboli cairan ketuban, abruptio
placentae, atau kematian pada kehamilan (dilepaskan faktor jaringan/tissue
factor). Aneurisma aorta dan hemangioma kavernosum dapat memicu DIC
melalui stasis vaskuler, dan bisa gigitan ular dapat menyebabkan DIC akibat
adanya toksin
eksogen.2,3
Perdarahan pada DIC umumnya terjadi di berbagai lokasi, seperti kateter
intravena atau insisi, dan dapat meluas (purpura fulminan). DIC pada kanker
umumnya bermanifestasi sebagai trombosis (sindrom Trousseau).3

Sering terdapat pemanjangan faal hemostasis atau trombositopenia yang akut


dan progresif pada pasien yang sedang dirawat karena penyakit lain. Pada DIC
awal, jumlah trombosit dan kadar fi brinogen masih dalam interval normal,
meskipun turun. Terjadi trombositopenia yang progresif (jarang sampai berat),
pemanjangan activated partial thromboplastin time (aPTT) dan prothrombin time
(PT), dan kadar fi brinogen yang rendah. Kadar D-dimer umumnya akan
meningkat akibat aktivasi koagulasi dan fi brin yang saling terhubung secara
difus. Schistocytes dari apusan darah tepi akibat terpotongnya sel darah merah
setelah melalui mikrovaskuler (mikroangiopati), ditemukan pada 10-20% pasien,
sehingga penting mempertimbang kan TTP-HUS sebagai suatu diagnosis
banding. Abnormalitas laboratoris pada sindrom HELLP (hemolysis, elevated
liver enzymes, low platelets) merupakan suatu bentuk DIC yang berat dengan
angka mortalitas tinggi pada wanita peripartum, termasuk peningkatan
transaminase hati dan (pada banyak kasus) disfungsi renal akibat hemoglobinuria
masif dan nefropati pigmen. DIC yang dijumpai pada pasien kanker dapat
menunjukkan jumlah trombosit dan faal hemostasis yang normal.2,3

Tabel 8 Manajemen DIC3

I. Assess for underlying cause of DIC and treat.


II. Establish baseline platelet count, PT, aPTT, D-dimer,
fi brinogen.
III. Transfuse blood Platelet: goal >20000/mcL
products only if (most patients) or >50000/mcL
ongoing bleeding or (severe bleeding, eg, intracranial
high risk of bleeding: hemorrhage)
Cryoprecipitate: goal fi brinogen
level >80-100 mg/dL
Fresh frozen plasma: goal PT and
aPTT <1.5 x normal
Packed red blood cells: goal
hemoglobin >8 g/dL or
improvement in symptomatic
anemia
IV. Follow platelets, aPTT/PT, fi brinogen every 4-6
hours or as clinically indicated.
V. If persistent bleeding, consider use of heparin1 (initial
infusion, 5-10 units/kg/h); do not administer bolus.
VI. Follow laboratory parameters every 4-6 hours until
DIC resolved and underlying condition successfully
treated.
1
Contraindicated if platelets cannot be maintained at >50000/mcL, in cases of
gastrointestinal or central nervous system bleeding, in conditions that may
require surgical management, or placental abruption.

Kelainan penyebab yang mendasarinya harus diterapi (contohnya: dengan


antimikroba, kemoterapi, pembedahan, atau persalinan dari konsepsi). Jika terjadi
perdarahan yang terjadi bersifat signifi kan secara klinis, hemostasis harus
tercapai (Tabel 8).3

Hipersplenisme/Sekuestrasi Trombosit

Splenomegali akibat berbagai sebab dapat menyebabkan sekuestrasi


elemen-elemen darah sampai menghasilkan sitopenia.

Ciri khas utama hipersplenisme adalah (a) splenomegali; (b) berkurangnya


jumlah satu atau lebih elemen darah di sirkulasi yang berkaitan dengan
peningkatan prekursornya; dan (c) koreksi sitopenia setelah splenektomi.
Splenomegali hampir selalu merupakan akibat kelainan-kelainan lain (Tabel 9),
paling sering diakibatkan sirosis dengan hipertensi porta. Trombositopenia
umumnya bersifat sedang dan kadarnya jarang berada di bawah 40.000/μL. Pada
kebanyakan kasus, terapi spesifi k untuk trombositopenia tidak diperlukan.
Transfusi trombosit tidak efektif sebab trombosit yang ditransfusikan juga akan
disekuestrasikan dalam limpa. Terapi ditujukan pada sebab yang mendasari
splenomegali. Walaupun splenektomi dapat mengoreksi trombositopenia,
manfaatnya harus diperhitungkan dan dibandingkan dengan risiko-risiko potensial
splenektomi, termasuk risiko infeksi jangka panjang. Splenektomi, embolisasi
splenik, atau radiasi splenik dapat dipertimbangkan pada kasus-
kasus tertentu.2,3

Trombositopenia Gestasional

Trombositopenia gestasional merupakan akibat ekspansi volume darah


progresif yang khas terjadi selama kehamilan, sehingga menyebabkan hemodilusi.
Sitopenia terjadi, meskipun produksi sel-sel darah normal atau meningkat. Jumlah
trombosit <100.000/ μL, ditemukan pada <10% wanita hamil pada trimester
ketiga; jika penurunan trombosit mencapai <70.000/μL harus dipikirkan
kemungkinan ITP yang berkaitan dengan kehamilan, preeklamsia, atau suatu
thrombotic microangiopathy (TMA) yang berkaitan dengan kehamilan.3

Tabel 9 Beberapa penyebab splenomegali3

Lymphoproliferative/myeloproliferative disease

• Lymphoma

• Chronic lymphocytic leukemia

• Chronic myeloid leukemia

• Polycythemia vera

• Essential thrombocythemia

Vascular congestion

• Congestive heart failure • Cirrhosis


Hematologic defects

• hereditary spherocytosis

• Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

• Thalassemia

Autoimmunity

• Collagen vascular disease


• Felty syndrome, Systemic Lupus Erythematosus

• Autoimmune lymphoproliferative disorder

Infection

• Infectious hepatitis

• Cytomegalovirus, Epstein Barr Virus

• Malaria

• Babesiosis

Inborn errors of metabolism

• Gaucher disease

• Niemann-Pick disease

SIMPULAN
Secara sederhana, diagnosis penyebab trombositopenia pada dewasa dapat dibagi
menjadi tiga yaitu penurunan produksi, peningkatan destruksi, dan lain-lain.
Anamnesis penting, terutama riwayat penggunaan obatobatan. Dalam evaluasi
trombositopenia, langkah awal yang penting adalah melihat kembali apusan darah
tepi untuk menyingkirkan pseudotrombositopenia, terutama pada pasien tanpa
penyebab trombositopenia yang jelas. Apusan darah tepi merupakan pemeriksaan
penunjang yang harus dikerjakan dalam menegakkan diagnosis penyebab
trombositopenia. Pemberian transfusi trombosit pada keadaan trombositopenia
harus dipertimbangkan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Longo DL. Harrison’s Hematology and Oncology [monograph online]. New


York: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2010 [cited 2013 July 29]. Available
from: Elibrary.

2. Sekhon S, Roy V. Thrombocytopenia in adults: A practical approach to


evaluation and management. South Med J. 2006;99(5):491-8.
3. Papadakis M, McPhee S. Current Medical Diagnosis & Treatment. 52nd ed.
New York: The McGraw-Hill Co., Inc; 2013.

Anda mungkin juga menyukai