Anda di halaman 1dari 54

KONSEP PATOFISIOLOGIS

ANEMIA
Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel-sek darah merah
dalam sirkulasi. Anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan
sel darah merah, peningkatan kehilangan sel darah merah melalui
perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah
yang berlebihan.
ANEMIA AKIBAT PENURUNAN KUALITAS SEL DARAH MERAH
Anemia yang terjadi akibat gangguan dalam kualitas pembentukan sel
darah merah timbul apabila sel darah merah berukuran terlalu kecil
(mikrositik) atau terlalu besar (makrositik). Anemia yang berkaitan
dengan kualitas sel darah merah juga terjadi apabila terjadi gangguan
pembentuka hemoglobin. Hal ini akan menyebabkan konsentrasi
hemoglobin yang tinggi berlebihan (hiperkromik) atau rendah
berlebihan (hipokromik).
ANEMIA AKIBAT LISIS ATAU PERDARAHAN MENDADAK
Anemia akibat lisis atau perdarahan mendadak berkaitan dengan penurunan
jumlah total sel-sel darah merah dalam sirkulasi. Sel-sel darah merah secara
normal hidup sekitar 120 hari. Destruksi atau hilangnya sel darah merah yang
terjadi sebelum 100 hari bersifat abnormal.
• POLISITEMIA
• Polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah. Polisitemia primer
(polisitemia vera) ditandai oleh peningkatan jumlah trombosit dan
granulosit serta sel darah merah, dan diyakini sebagai awal terjadinya
abnormalitas sel.
• Polisitemia dapat timbul sebagai akibat hipoksia kronik. Hipoksia kronik
menyebabkan peningkatan pelepasan hormone ginjal eritropoietin, yang
merangsang pembentukan sel darah merah. Orang yang tinggal didaerah
yang sangat tinggi atau mengidap penyakit paru kronik sering mengalami
polisitemia sekunder. Polisitemia dapat bersifat relative, bukan absolute,
misalnya seperti yang terjadi apabila terjadi penurunan volume plasma.
Kelainan ini berkaitan dengan peningkatan risiko pembentukan thrombus.
LEUKOPENIA
Leucopenia adalah penurunan jumlah sel darah putih. Leucopenia dapat
disebabkan oleh berbagai sebab, termasuk stress berkepanjangan, penyakit atau
kerusakan sumsum tulang, radiasi, atau kemoterapi. Penyakit sistemik yang
parah misalnya lupus eritematosus, leukemia, penyakit tiroid, dan sindrom
Cushing. Dapat menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih. Seluruh atau
hanya satu jenis sel darah putih yang dapat terpengaruh. Leucopenia
menyebabkan individu menjadi rentan terhadap infeksi.
• LEUKOSITOSIS
• Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih
dalam sirkulasi. Leikositosis adalah suatu respon normal
terhadap infeksi atau peradangan. Keadaan ini dapat
dijumpai setelah gangguan emosi, setelah anesthesia atau
berolahraga, dan selama kehamilan. Leukositosis abnormal
dijumpai pada keganasan dan gangguan sumsum tulang
tertentu. Semua atau hanya salah satu jenis sel darah putih
dapat terpengaruh. Sebagai contoh, respon alergi dan asma
secara spesifik berkaitan dengan peningkatan jumlah
eosinofil.
PERGESERAN KE KIRI
Pergeseran ke kiri (shift to the left) adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan peningkatan proporsi leukosit imatur (biasanya neutrofil) yang
dijumpai dalam darah orang yang melawan infeksi berkepanjangan. Pada
pergeseran ke kiri, neutrofil akan dibebaskan dari sumsum tulang sebelum
mereka mencapai kematngan sel. Karena tingginya kebutuhan akan sel darah
putih. Sewaktu infeksi atau peradangan mulai mereda, pelepasan neutrofil
imatur berhenti dan darah dikatakan memperlihatkan pergeseran ke kanan
karena neutrofil matang kembali mendominasi apusan darah.

• TROMBISITOPENIA
• Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi. Kelainan
ini berkaitan dengan peningkatan risiko perdarahan hebat, bahkan hanya
dengan cedera ringan atau perdarahan spontan kecil.
• Tromositopenia primer dapat terjadi akibat penyakit otoimun yang ditandai oleh
pembentukan antibody terhadap trombosit. Sebab-sebab sekunder
trombositopenia adalah berbagai obat atau infeksi virus atau bakteri tertentu.
Koagulasi intravascular diseminata (disseminated intravascular coagulation,
DIC) timbul apabila terjadi trombositopenia akibat pembekuan yang meluas.
TROMBOSITOSIS
Trombositosis adalah peningkatan jumlah trombosit dalam sirkulasi.
Trombositosis berkaitan dengan peningkatan risiko thrombosis
(pembekuan) dalam system pembuluh. Trombositosis yang
berkepanjangan atau berlebihan berkaitan dengan kerentanan
mengalami memar, dan perdarahan, karena thrombosis habis
terpakai.
Trombositosis primer dapat tejadi pada leukemia atau polisitemia
vera, penyakit sumsum tulang. Sebab-sebab sekunder trombositosis
antara lain adalah infeksi, olahraga, stress, dan ovulasi.
Trmobositosis sekunder akibat keadaan-keadaan ini biasanya
berlangsung singkat. Namun, trombositosis sekunder dapat terjadi
setelah pengangkatan limpa, karena organ ini secara normal
menyimpan sebagian trombosit sampai diperlukan dalam sirkulasi.
• LIMPADENOPATI
• Limpadenopati atau hyperplasia limpoid adalah
pembesaran normal dari limpa sebagai respon
terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B.
limpadenopati biasanya terjadi setelah infeksi oleh
suatu mokroorganisme.
• Limpadenopati regional merupakan indikasi adanya
infeksi local. Sedangkan limpadenopati umum
biasanya merupakan indikasi adanya infeksi sistemik
seperti AIDS, dan atau gangguan otoimun misalnya
arthritis rematoid atau systemic lupus erythematosus.
• SPLENOMEGALI
• Splenomegali adalah pembesaran limpa. Keadaan ini biasanya
terjadi akibat proliferasi limfosit dalam limpa karena infeksi
ditempat lain di tubuh. Splenomegali akibat proliferasi
makrofag terjadi apabila terdapat sel-sel mati (terutama sel
darah merah) dalam jumlah yang berlebihan dan perlu
dibersihkan dari sirkulasi.
• Splenomegali juga dapat terjadi akibat penimbunan darah
dalam limpa. Hal ini biasanya terjadi sebagai komplikasi
hipertensi portal. Tumor atau kista limpa juga dapat
menyebabkan splenomegali. Splenomegali sebagai respon
terhadap infeksi biasanya disertai oleh limpadenopati; sebab-
sebab lain splenomegali tidak disertai oleh limpadenopati.
• PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• WAKTU PERDARAHAN
• Waktu perdarahan mengacu kepada lama perdarahan yang terjadi setelah
penusukan standar kekulit. Waktu perdarahan diukur dalam menit dan
mengisyaratkan status fungsi trombosit, terutama efektivitas sumbat trombosit.
Waktu perdarahan jangan melebihi 15 menit (normal 2,0 – 9,5 menit) untuk
penusukan dilengan bawah.
• WAKTU TROMBOPLASTIN PARSIAL/WAKTU PROTROMBIN
• Waktu tromboplastin parsial (partial thromboplastin time, PTT) dan waktu
protrombin (prothrombon time, PT) mendeteksi defisiensi aktivitas berbagai faktor
pembekuan. Kedua pemeriksaan ini mengevaluasi pembekuan dalam sampel
darah vena.
• PTT teriutama memperlihatkan efektivitas jalur intrinsic koagulasi, dan jangan
melebihi 90 detik (normal: 30 – 45 detik). Pemeriksaan ini terutama penting dalam
menentukan efektivitas dan keamanan heparin.
• PT mendemonstrasikan efektivitas faktor-faktor koagulasi dependen vitamin K,
terutama jalur ekstrinsik dan jalur umum koagulasi. PT jangan melebihi 40 detik,
atau 2 – 2,5 kali tingkat control (normal: 10 – 14 detik). PT digunakan untuk
menentukan efektivitas terapi warfarin (Coumadin).
KEADAAN PENYAKIT ATAU CEDERA
• ANEMIA APLASTIK
• Anemia aplastik adalah anemia normokromik normositik
yang disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang sedemikian
sehingga sel-sel darah yang mati tidak diganti. Anemia
aplastik mungkin hanya mengenai sel-sel darah merah,
atau mungkin berkaitan dengan defisiensi semua jenis sel
darah (pansitopenia).
• Anemia aplastik disebabkan oleh banyak hal termasuk
kanker sumsum tulang, perusakan sumsum tulang oleh
proses otoimun, defisiensi vitamin, berbagai obat, dan
radiasi atau kemoterapi.

• Gambaran Klinis
• Tanda-tanda sistemik anemia yang klasik adalah:
• Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha member
oksigen lebih banyak ke jaringan
• Peningkatan kecepatan pernapasan karena tubuh berusaha menyediakan
lebih banyak oksigen kepada darah
• Pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak
• Rasa lelah karena meningkatnya oksigenasi berbagai organ termasuk otot
jantung dan rangka
• Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi
• Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat
• Penurunan kualitas rambut dan kulit
• Apabila trombosit dan sel darah putih juga terkena, maka gejala-gejala
bertambah dengan:
• Perdarahan dan mudahnya timbul memar
• Infeksi berulang
• Luka kulit dan selaput lender yang sulit sembuh
• Perangkat Diagnostik
• Biopsy sumsum tulang akan menentukan sel-sel mana yang terkena

• Komplikasi
• Gejala jantung akibat anemia berat
• Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain terkena

• Penatalaksanaan
• Obati penyakit yang mendasari apabila diketahui atau hindari bahan
penyebab
• Transfusi untuk mengurangi gejala
• Transplantasi sumsum tulang
• Imunosupresi apabila disebabkan oleh penyakit otoimun
• Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang mungkin efektif
• ANEMIA HEMOLITIK
• Anemia hemolitik adalah penurunan jumlah sel darah
merah akibat destruksi berlebihan sel darah merah. Sisa
sel darah merah yang ada bersifat normositik dan
normokromik. Pembentukan sel darah merah
disumsum tulang akan meningkat untuk mengganti sel-
sel yang mati.
• Anemia hemolitik mungkin terjadi akibat efek genetik di
sel darah merah, timbulnya penyakit otoimun, atau
mungkin didapat akibat pajanan obat atau toksin
tertentu. Bergantung pada penyebabnya, anemia
hemolitik dapat timbul hanya sekali atau rekuren.
Beberapa penyebab anemia hemolitik antara lain
adalah anemia sel sabit, malaria, penyaklit hemolitik
pada bayi baru lahir, dan reaksi transfusi.
• ANEMIA SEL SABIT
• Anemia sel sabit adalah suatu gangguan resesif otosom yang
disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, satu
dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang cacat tersebut, yang
diberi nama hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk
konfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuannya
berubah bentuk sewaktu melewati pembuluh yang sempit sehingga
aliran darah ke jaringan disekitarnya tersumbat.
• Hal ini disebabkan iskemia dan infark (kematian sel) diberbagai organ
tubuh, terutama tulang dan limpa. Rangsangan yang sering
menyebabkan terbentuknya sel sabit adalah stress fisik, demam, atau
trauma.
• Walaupun pembentukan sel seperti sabit bersifat reversibel apabila
saturasi oksigen hemoglobin dipulihkan sel-sel sabit tetap rapuh dan
banyak yang hancur dalam mikro sirkulasi. Para pengidap anemia sel
sabit biasanya hanya memiliki hemoglobin S, dan biasanya meninggal
pada usia sekitar 30an atau lebih dini.
• Orang yang heterozigot untuk gen sel sabit (membawa satu gen
defektiv) diketakan membawa sifat sel sabit. Mereka ini biasanya
asintomatik kecuali apabila terpajan ke oksigen yang sangat rendah,
terutama sewaktu berolahraga. Heterozigot biasanya mengepresika
hemoglobin S pada sekitar 30 – 40 % sel-sel darah mereka.
• Di Amerika Serikat, anemia sel sabit terutama mengenai orang
Amerika keturunan Afrika sampai sebesar 10% dari populasi ini
membawa sifat tersebut. Sifat sel sabit terbukti memberikan
perlindungan terhadap kerusakan sel darah merah akibat infeksi oleh
mikroorganisme penyebab malaria. Diperkirakan bahwa perlindungan
ini memungkinkan gen sel sabit bertahan selama evolusi di daerah-
daerah endemic malaria, misalnya wilayah katulistiwa di Afrika.
• Gambaran Klinis
• Terdapat tanda-tanda sistemik anemia
• Nyeri hebat akibat sumbatan vascular pada serangan-serangan penyakit
• Infeksi bakteri berulang
• Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati
• Perangkat Diagnostik
• Penurunan hematokrit, hemoglobin, dan hitung sel darah merah
• Pemeriksaan prenatal mengidentifikasi adanya status hemozigot pada janin
• Penatalaksanaan
• Antibiotic profilatik dapat diberikan untuk mencegah infeksi
• Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah
• Hidrasi yang baik dapat mengurangi oklusi
• Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan
oksigen
• Transfusi sel darah merah
•MALARIA
• Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang
disesbabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang
ditularkan ke manusia melalui air liur nyamuk.
• Malaria bersifat endemic di lingkungan tropis dan subtropics.
Penyakit ini bersifat akut yang dapat menjadi kronik disertai
serangan berulang yang menyebabkan kelemahan. Parasit
pertama kali menginfeksi sel-sel hati dan kemudian berpindah
ke eritrosit. Infeksi menyebabkan hemolisis berat sel-sel darah
merah. Pada titik ini semakin banyak parasit yang dibebaskan
kedalam sirkulasi dan timbul siklus infeksi berikutnya. Siklus-
siklus infeksi biasanya berlangsung setiap 72 jam. Pasien
biasanya pulih, tetapi dapat mengalami kekambuhan.
• Gambaran Klinis
• Terdapat tanda-tanda sistemik anemia
• Lonjakan-lonjakan demam yang siklik (biasanya setiap 72 jam)
• Menggigil dan berkeringat pada waktu demam
• Nyeri kepala
• Hepatomegali dan splenomegali
• Dapat terjadi ikterus akibat pelepasan bilirubin yang berlebihan
Perangkat Diagnostik
• Analisis darah akan memperlihatkan adanya parasit sel darah merah
Komplikasi
• Sebagai jalur parasit menjadi resisten terhadap terapi tradisional
• PENYAKIT HEMOLITIK PADA BAYI BARU LAHIR
• Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir adalah suatu anemia
normositik normokromik pada bayi positif-Rh yang lahir dari ibu
negative-Rh yang sebelumnya telah membentuk antibody terhadap
antigen Rh. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir sebagai respon
terhadap ketidakcocokan Rh jarang dijumpai dan biasanya terjadi
hanya setelah pajanan ibu berulang ke antigen.
• Anitbodi ibu yang menjadi penyebab adalah IgG. Antibody ibu yang
dibentuk sebagai akibat ketidakcocokan ABO dapat terjadi selama
kehamilan pertama, tetapi jarang menyebabkan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir yang berat. Penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir dijelaskan lebih lanjut di BAB XVII.
Gambaran Klinis
• Penyakit hemolitik yang ringan mungkin relative asimtomatik disertai
hepatomegali ringan dan sedikit penigkatan bilirubin
• Penyakit yang parah bermanifestasi sebagai tanda-tanda anemia berat.
• Dapat terjadi hiperbilirubinemia sehingga timbul ikterus berat dan
gangguan susunan saraf pusat yang dikenal sebagai kernikterus.

Komplikasi
• Anemia berat dapat menyebabkan gagal jantung.
• Hidrops fetalis adalah keadaan yang dijumpai pada janin yang mengidap
penyakit yang parah. Hidrops fetalis ditandai oleh edema berat di seluruh
tubuh. Janin yang terkena biasanya mengalami abortus spontan pada
usia gestasi sekitar 17 minggu.
• Penatalaksanaan
• Pencegahan penyakit hemolitik yang diinduksi oleh Rh dilakukan
dengan memberikan suatu preparat antibody anti Rh yang disebut
RhoGAM pada usia kehamilan sekitar 7 bulan untuk wanita berisiko
(negative-Rh dengan pasangan positif-Rh)
• Apabila penyakit hemolitik tetap timbul pada bayi baru lahir,
diperlukan transfusi darah. Transfusi dengan darah positif-rh yang
tidak mengandung antibody Rh. Terapi harus sudah dimulai dalam 24
jam setelah lahir
• Pada kasus ringan, mungkin hanya diperlukan fototerapi untuk
menurunkan kadar bilirubin tidak terkonjugasi
• REAKSI TRANSFUSI
• Reaksi transfusi adalah suatu perusakan secara
imunologi sel-sel darah merah yang inkompatibel yang
diperoleh melalui transfusi darah.
• Reaksi transfusi terhadap pemberian sel-sel darah putih
lebih sering terjadi, tetapi biasanya ringan. Walaupun
antigen pejamu dan donor selalu diidentifikasi
(ditentukan golongannya) untuk kecocokan ABO dan Rh
sebelum dilakukan transfusi, dapat terjadi kecelakaan
berupa kesalahan dalam penentuan jenis sel darah
merah atau pencampuran darah yang diberikan.
• Gambaran Klinis
• Reaksi segera yang mengancam nyawa terjadi pada
ketidakcocokan ABO. Manifestasinya antara lain adalah:
• Kemerahan pada wajah yang segera timbul
• Rasa hangat di vena yang menerima darah
• Demam dan menggigil
• Nyeri dada dan pinggang
• Nyeri abdomen disertai mual dan muntah
• Penurunan tekanan darah disertai penigkatan kecepatan
denyut jantung
• Sesak nafas (dispnu)
• Reaksi transfusi terhadap sel darah putih bersifat lebih ringan
dan biasanya berupa demam dan kadang-kadang menggigil
• Komplikasi
• Dapat terjadi gagal ginjal akibat terbenturnya silinder sel
darah merah dan sumbatan hemoglobin pada nefron

• Penatalaksanaan
• Transfusi harus segera dihentikan
• Dapat diberikan cairan untuk mengurangi risiko kerusakan
ginjal
• Respon anafilatik diterapi dengan obat anti inflamasi
termasuk histamine dan steroid
• Telah tersedia darah yang telah dibersihkan dari leukosit
sehingga menyingkirkan reaksi terhadap sel darah putih
• ANEMIA PASCAPERDARAHAN
• Anemia pascaperdarahan adalah anemia normositik
normokromik yang terjadi akibat kehilangan darah secara
mendadak pada orang sehat. Perdarahannya dapat jelas
atau samar.
• Pada perdarahan mendadak, tekanan darah menurun.
Respon reflex terhadap menurunnya tekanan darah adalah
penigkatan pengaktifan susunan saraf simpatis. Hal ini
menyebabkan peningkatan resistensi vascular, kecepatan
denyut jantung, dan isi sekuncup, yang kesemuanya
bertujuan untuk memngembalikan tekanan darah ke tinkat
normal. Respon ginjal terhadap penurunan tekanan darah
adalah penurunan pengeluaran urin dan peningkatan
pelepasan hormone renin. Terjadi peningkatan reabsorbsi
garam dan air dengan tujuan mengembalikan tekanan
darah. Produksi sel darah merah dirangsang oleh pelepasan
eritropoietin oleh ginjal.
• Gambaran Klinis
• Munculnya tanda-tanda sistemik anemia yang segera dan
dramatic
• Penyebab perdarahan akan dijumpai pada pasien yang
memperlihatkan gejala-gejala klinis

• Peñatalaksanaan
• Pemulihan volume darah dengan pemberian plasma secara
intravena atau darah utuh yang telah dicocokan
golongannya (atau negative-O). Salin atau albumin juga
dapat diberikan.
• ANEMIA PERNISIOSA
• Anemia pernisiosa adalah anemia markositik normokromik yang
terjadi akibat defisiensi vitamin B12. Vitamin B12 penting untuk
sintesis DNA didalam sel darah merah dan untuk fungsi saraf.
Vitamin B12 terdapat dalam makanan dan diserap melalui
lambung ke dalam darah. Suatu hormone lambung, faktor
intrinsic, penting untuk penyerapan vitamin B12. Sebagian besar
penyebab anemia pernisiosa adalah akibat defisiensi faktor
intrinsic, tetapi dapat juga terjadi defisiensi vitamin B12 dalam
makanan.
• Defisiensi faktor intrinsic dapat timbul secara congenital atau
akibat atrofi atau rusaknya mukosa lambung karena
peradangan lambung kronik atau penyakit otoimun.
Pengangkatan sebagian atau seluruh lambung secara bedah
juga akan menyebabkan difesiensi faktor intrinsic.
• Gambaran Klinis
• Dijumpai tanda-tanda sistemik anemia
• Ataksia (gangguan koordinasi motorik) dan berkurangnya sensorik
mengisyaratkan disfungsi susunan saraf pusat dan degenerasi myelin.
Aktifitas mental dapat berpengaruh.

• Perangkat Diagnostik
• Analisis darah akan memperlihatkan sel-sel makrositik normokromik.

• Komplikasi
• Anemia berat dapat menyebabkan gagal jantung, terutama pada
orang tua

• Penatalaksanaan
• Penyuntikan vitamin B12
• ANEMIA DEFISIENSI FOLAT
• Anemia defisiensi folat (asam folat) adalah anemia makrositik normokromik akibat
defisiensi vitamin folat. Asam folat penting untuk sintesis DNA dan RNA dan untuk
fungsi beberapa enzim pengkoreksi DNA (BAB II). Asam folat terdapat dalam
makanan, tetapi defisiensi relative sering terjadi, terutama pada wanita muda dan
semua orang yang mengalami mal nutrisi atau menyalahgunakan alcohol. Penyerapan
asam folat terjadi di usus halus dan tidak memerlukan faktor intrinsic.
• Gambaran Klinis
• Dijumpai tanda-tanda sistemik anemia
• Perangkat Diagnostik
• Analisis darah akan memperlihatkan sel-sel makrositik normokromik

• Komplikasi
• Wanita hamil yang mengalami defisiensi memiliki penigkatan risiko melahirkan anak
dengan efek neural tube
• Panatalaksanaan
• Pemberian folat oral. Wanita yang bermaksud hamil harus memulai suplemen vitamin
paling sedikit 3 bulan sebelum konsepsi
• Pada kasus yang parah mungkin diperlukan transfusi darah
• ANEMIA DEFISIENSI BESI
• Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrositik hipokromik yang
etrjadi akibat defisiensi besi dalam gizi, atau hilangnya darah
secara lambat dan kronik.
• Defisiensi besi adalah masalah pada bayi dan anak yang memiliki
peningkatan kebutuhan akan gizi. Wanita yang haid cenderung
mengalami defisiensi besi karena hilangnya besi setiap bulan dan
diet yang kurang zat besi.
• Wanita pada masa subur yang berolah raga memiliki penigkatan
risiko karena olahraga meningkatkan kebutuhan metabolic sel-sel
otot. Pada pria, defisiensi besi biasanya terjadi pada pengidap
ulkus atau penyakit hati yang ditandai oleh perdarahan.
• Penurunan jumlah sel darah merah memacu sum-sum tulang
untuk meningkatkan pelepasan sel-sel darah merah abnormal yang
berukuran kecil dan defisien hemoglobin.
• Gambaran Klinis
• Terdapat tanda-tanda sistemik anemia
• Perangkat Diagnostik
• Analisis darah memperlihatkan sel-sel mikrositik
hipokromik dan penurunan besi serum
• Pemeriksaan tinja untuk mencari darah samar mungkin
positif, yang mengisyaratkan perdarahan atau karsinoma
saluran cerna
• Penatalaksanaan
• Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran
hijau, misalnya bayam
• Suplemen besi oaral
• Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada
• ANEMIA SIDEROBLASTIK
• Anemia sideroblastik adalah anemia mikrositik hipokromik
yang ditandai oleh adanya sel-sel darah merah imatur
(sideroblas) dalam sirkulasi dan sumsum tulang. Sel-sel ini
menyimpan besi di mitokondria bukan di molekul hemoglobin.
• Berkurangnya jumlah sel darah merah yang mengandung
hemoglobin normal\ menimbulkan hipoksia. Hal ini dideteksi
oleh sel-sel ginjal penghasil eritropoetin. Eritopoietin
merangsang pembentukan sel-sel darah merah di sumsum
tulang. Hal ini menyebabkan sumsum mengalami kongesti dan
meningkatkan pembentukan sideroblas, memperparah anemia.
• Anemia sideroblastik primer dapat terjadi akibat efek genetic
pada kromosom X yang jarang ditemukan (teutama dijumpai
pada pria) atau dapat timbul secara spontan, terutama pada
orang tua. Penyebab sekunder anemia sideroblastik adalah
obat-obat tertentu, misalnya beberapa obat kemoterapi, dan
ingesti timah.
• Gambaran Klinis
• Terdapat tanda-tanda sistemik anemia
• Penimbunan besi menyebabkan hepatomegali dan splenomegali
• Perangkat Diagnostik
• Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan adanya penimbunan
besi, sideroblas, dan makrofag fagositik
• Komplikasi
• Sebagian kasus berkembang menjadi leukemia mioblastik akut
• Penatalaksanaan
• Penyebab penyakit, apabila berkaitan dengan obat, harus
disingkirkan
• Obat piridoksin mungkin dapat menyembuhkan penyakit
• MONONUKLEOSIS
• Mononukleosis adalah infeksi akut limfosit B, biasanya disebabkan oleh
virus Epstein-Barr, atau yang lebih jarang, oleh sitomegalovirus. Sebagian
besar orang dewasa terpajan ke virus-virus ini dimasa anak-anak dan
pada saat tersebut berhasil mengatasi infeksi dan memperoleh kekebalan
seumur hidup.
• Biasanya orang yang terjangkit mononucleosis adalah anak yang tidak
berhasil mengatasi infeksi, atau remaja atau dewasa muda yang tepajan
ke virus untuk pertama kali. Pada masa remaja atau dewasa muda,
system imun mungkin kurang aktif, atau tertekan akibat kebiasaan
makan atau tidur.
• Gambaran Klinis
• Nyeri tenggorokan
• Demam
• Pembengkakan jaringan limfoid, termasuk limpa, tonsil, dan kelenjar getah
bening, terutama di rantai servikal anterior dan posterior. Kelenjar limfe
biasanya nyeri bila ditekan
• Perangkat Diagnostik
• Hati mungkin teraba dan uji fungsi hati memperlihatkan hasil
abnormal pada 95% kasus. Ikterus jarang dijumpai
• Temuan laboratorium memperlihatkan leucopenia singkat
yang diikuti oleh proliferasi mula-mula sel B kemudian sel T.
Banyak sel T tampak atipikal
• Pemeriksaan darah, terutama uji aglutinasi monospot,
memperlihatkan antibodi terhadap virus Ebstein-Barr
• Komplikasi
• Walaupun jarang, tetapi dapat terjadi komplikasi berupa
hepatitis, meningitis, ensefalitis, dan sindrom Gullain-Barre
• Penatalaksanaan
• Mononukleosus biasanya sembuh dengan sendirinya. Terapi
bersifat suportif dan dianjurkan istirahat serta hidrasi yang
adekuat
• LEUKIMIA
• Leukemia adalah kanker salah satu jenis sel darah putih di
sumsum tulang. Hal ini menyebabkan proliferasi salah satu jenis
sel darah putih dengan eksklusi jenis lain.
• Leukemia tampaknya adalah suatu penyakit klonal, yang berarti
satu sel kanker abnormal berproliferasi tanpa control,
menghasilkan sekelompok sel-sel anak yang abnormal. Sel-sel ini
menghambat semua sel lain di sumsum tulang untuk berkembang
secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang.
• Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut suatu gangguan
akumulasi sekaligus gangguan klonal. Akhirnya, sel-sel leukemia
mengambil alih sumsum tulang. Hal ini menurunkan kadar sel-sel
non leukemia di dalam darah yang merupakan penyebab sebagai
gejala umum leukemia.
• JENIS LEUKEMIA
• Leukemia digambarkan sebagai akut atau kronik, bergantung
pada cepat tidaknya kemunculan dan bagaimana diferensiasi
sel-sel kanker yang bersangkutan. Sel-sel leukemia akut
berdiferensiasi buruk sedangkan sel-sel leukemia kronik
biasanya berdiferensiasi baik.
• Leukemia juga dijelaskan berdasarkan jenis sel yang
berproliferasi. Sebagai contoh, leukemia limfoblastik akut,
leukemia pada anak yang paling sering dijumpai, menjelaskan
suatu kanker dari turunan sel limfosit primitive. Leukemia
granulositik mengacu kepada leukemia eusinofil, neutrofil,
atau basofil. Leukemia pada orang dewasa biasanya limfositik
kronik atau non limfoblastik akut.
• Angka kelangsungan hidup jangka panjang untuk leukemia
bergantung pada jenis sel yang terlibat, tetapi berkisar sampai
50% untuk leukemia akut.
• FAKTOR RISIKO TIMBULNYA LEUKIMIA
• Faktor-faktor risiko untuk leukemia antara lain adalah
predisposisi genetic yang digabungkan dengan inisiator
(mutasi) baik yang diketahui maupun tidak. Pada banyak
pasien leukemia dijumpai abnormalitas kromosom tertentu.
Pajanan ke radiasi, obat-obat yang menekan sumsum tulang,
dan berbagai obat kemoterapi meningkatkan risiko leukemia.
Bahan-bahan dari lingkungan juga diduga dapat menjadi
faktor risiko.
• Riwayat penyakit yang berkaitan dengan hematopoiesis
(pembentukan sel darah) telah dibuktikan meningkatkan risiko
leukemia. Penyakit-penyakit tersebut antara lain adalah
penyakit Hodgkin, myeloma multiple, polisitemia vera, dan
anemia sideroblastik. Riwayat leukemia kronik meningkatkan
risiko leukemia akut.
• Gambaran Klinis
• Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok.
Leukemia kronik berkembang secara lambat dan mungkin
hanya memperlihatkan sedikit gejala sampai stadium lanjut.
• Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
• Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
• Perdarahan dan memar akibat trombositopenia
• Nyeri tulang akibat penumpukan sel-sel di sumsum tulang,
yang menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel
• Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan
peningkatan konsumsi kalori oleh sel-sel neuplastik
• Limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali akibat
infiltrasi sel leukemik ke organ-organ limfoit tersebut
• Perangkat Diagnostik
• Temuan laboratorium berupa perubahan hitung sel darah spesifik
• Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan proliferasi klonal
dan penimbunan sel darah

• Penatalaksanaan
• Kemoterapi dengan banyak obat
• Antibiotic untuk mencegah infeksi
• Transfusi untuk mengatasi anemia
• Pencangkokan sumsum tulang dapat diusahakan untuk jenis-jenis
leukemia tertentu
• Terapi untuk leukemia kronik mungkin lebih konservatif
• Terapi yang dijelaskan di atas dapat menimbulkan gejala yaitu
peningkatan depresi sumsum tulang lebih lanjut, mual, dan
muntah
• PENYAKIT HODGKIN
• Penyakit Hodgkin adalah kanker jaringan limfoit, biasanya kelenjar
limfe dan limfa. Penyakit ini adalah salah satu kanker yang sering
dijumpai pada dewasa muda, terutama pria muda. Terdapat empat
klasifikasi utama penyakit Hodgkin, berdasarkan sel yang terlibat
dan apakah bentuk neuplasmanya nodular atau tidak.
• Penentuan stadium penyakit Hodgkin sangat perlu dilakukan,
karena dapat memberi petunjuk mengenai pengobatan dan sangat
mempengaruhi hasil akhir. Stadium-stadium awal penyakit
Hodgkin, stadium I dan II, biasanya dapat disembuhkan.
• Penyakit Hodgkin adalah suatu penyakit kolonal, yang berasal dari
satu sel abnormal. Populasi sel abnormal tidak diketahui tetapi
tampaknya berasal dari sel B atau T, atau suatu monosit.
• Penyebab penyakit Hodgkin tidak diketahui. Namun, orang yang
mengidap penyakit ini atau yang sudah mengalami remisi
memperlihatkan penurunan imunitas yang diperantarai oleh sel T.
• Gambaran Klinis
• Pembesaran asimtomatim kelenjar limfe, terutama dileher
dan di bawah lengan.
• Dapat timbul demam malam hari dan keringat malam
• Penurunan berat pada stadium penyakit yang lanjut

• Perangkat Diagnostik
• Biopsy kelenjar limfe dapat mendiagnosis penyakit Hodgkin

• Penatalaksanaan
• Kemoterapi dengan banyak obat
• Terapi radiasi
• LIMFOMA NON-HODGKIN
• Limfoma non-Hodgkin adalah kanker kelenjar limfe,
limpa, dan kadang-kadang sumsum tulang, yang
bukan penyakit Hodgkin.
• Limfoma non-Hodgkin biasanya terjadi pada orang yang
lebih tua. Seperti penyakit Hodgkin, limfoma ini
diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian, tarutama
berkaitan dengan apakah jaringan neoblastiknya
bersifat nodular atau difus.
• Penyakit non-Hodgkin tampaknya berkaitan dengan
defisiensi fungsi sel B. limfoma ini dapat bersifat sangat
agresif dan cepat menyebabkan kematian atau
sebaiknya berkembang lambat.
Gambaran Klinis
• Penbesaran kelenjar limfe yang tidak nyeri
• Splenomegali
• Dapat timbul komplikasi saluran cerna
• Demam
• Kelelahan
• Penurunan berat
• Nyeri punggung dan leher disertai hiperrefleksia
Perangkat Diagnostik
• Biopsy kelenjar limfe dapat mendiagnosis limfoma non-Hodgkin
Penatalaksanaan
• Kemoterapi agresif digunakan untuk penyakit tahap lanjut.
Penyakit yang difus biasanya memerlukan terapi yang lebih agresif
• Kemoterapi konservatif digunakan untuk penyakit derajat rendah
• Dapat diusahakan transplantasi sumsum tulang
• MIELOMA MULTIPEL
• Myeloma multipel adalah suatu penyakit klonal yang
ditandai oleh proliferasi salah satu jenis limfosit B dan sel-
sel plasma yang berasal dari limfosit tersebut.
• Sel-sel ini tersebut melalui sirkulasi dan mengendap
terutama di tulang dan menimbulkan kerusakan sertaa
peradangan. Anti-bodi yang dihasilkan oleh sel-sel plasma
tersebut biasanya adalah IgG atau IgA klonal.
• Potongan-potongan monoklonal dan anti bodi tersebut
dapat ditemukan di urin pasien. Potongan tersebut disebut
protein Bence-jones. Daya tahannya rendah.
Gambaran Klinis
• Nyeri dan fraktur tulang
• Disfungsi saraf akibat peningkatan kadar kalsium darah karena
rusaknya tulang
• Infeksi berulang akibat penurunan fungsi sel B
Perangkat Diagnostik
• Biopsy tulang dan analisis darah untuk memastikan penyakit
Komplikasi
• Dapat terjadi gagal ginjal akibat pengendapan protein Bence-
jones di tubulus ginjal
Penatalaksanaan
• Kemoterapi dapat memperpanjang hidup
• HEMOFILIA A
• Hemofilia A, yang juga disebut hemofilia klasik, adalah suatu penyakit
resesif terkait X yang terjadi akibat kesalahan pengkodean gen untuk
faktor VIII.
• Hemofilia klasik adlah penyakit koagulasi herediter yang paling sering
dijumpai.
• Penyakit ini dijumpai pada anak laki-laki yang mewarisi gen defektif
pada kromosom X dari ibunya. Ibunya biasanya bersifat heterozigot
untuk penyakit ini dan tidak memperlihatkan gejala. Namun, 25% kasus
terjadi akibat mutasi baru pada Kromosom X. Gen defektif dapat
terbentuk dari satu atau beberapa delesi atau mutasi titik yang
berlainan.
• Tanpa faktor VIII, Jalur koagulasi intrinsic terganggu dan terjadi
perdarahan hebat hanya dari luka kecil atau robekan mikrovaskular.
Perdarahan biasanya terjadi di senda dan menimbulkan nyeri hebat
serta ketidakmampuan.
JENIS HEMOFILIA LAINNYA
• Terdapat bentuk-benuk hemofilia yang lain. Hemofilia ini
terjadi akibat tidak adanya salah satu faktor koagukasi.
Hemofilia B adalah suatu penyakit terkait-X yang disebabkan
oleh tidak adanya faktor IX. Hemofilia C adalah suatu
penyakit otosom yang disebabkan oleh tidak adanya faktor
XI. Penyakit von Willebrand adalah suatu penyakit dominan-
otosom akibat defisiensi faktor VIII.
Gambaran Klinis hemofilia klasik
• Perdarahan berlebihan yang spontan setelah luka ringan
• Pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratif pada
sendi
Perangkat Diagnostik
• Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan waktu
perdarahan yang normal, tetapi PTT memanjang. Terapi
penurunan pengukuran faktor VIII.
• Dapat dilakukan pemeriksaan pranatal untuk gen yang
bersangkutan
Komplikasi
• Dapat terjadi perdarahan intrakranium
• Sering terjadi infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia
sebelum diciptakannya faktor VIII artificial
• Penatalaksanaan
• Penggantian faktor VIII
• PENYAKIT HATI DAN DEFISIENSI VITAMIN K
• Hati adalah tempat pembentukan banyak faktor koagulasi,
yang beberapa di antaranya dependen vitamin K. penyakit
hati atau kadar plasma vitamin K yang tidak adekuat akan
mengganggu jalur pembekuan darah.
• Vitamin K adalah vitamin larut lemak yang diserap dari
makanan bersama empedu. Karena empedu dibentuk oleh
hati, maka agar koagulasi berhasil diperlukan hati yang sehat
dan saluran empedu yang lancar.
• Vitamin K disintesis oleh bakteri usus. Bayi baru lahir
mengalami defisiensi vitamin K karena tidak adanya bakteri-
bakteri penghasil vitamin K di usus serta fungsi hati yang
masih imatur.
• Gambaran Klinis
• Perdarahan yang ditandai oleh petekia (titik-titk kecil perdarahan di
kulit) dan purpura (diskolorasikeunguan di kulit)

• Penatalaksanaan
• Vitamin K diberikan secara intramuskulus ke bayi baru lahir atau
peroral pada anak dan orang dewasa
• KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATA
• Koagulasi intravascular diseminata(disseminated intravascular
coagulation, DIC) adalah suatu keadaan unik yang ditandai oleh
pembentukan emboli multipel di seluruh mikrovaskular. Selain itu, terjadi
perdarahan di orifisium-orifisium, setiap tempat cedera atau fungsi vena
dan di banyak system organ.
• DIC terjadi sebagai penyulit dari proses-proses penyakit berat misalnya
syok, infeksi luas, atau sebagai respons terhadap trauma berat misalnya
luka bakar luas, infark miokardium, atau penyulit persalinan. Terjadi
hipoksemia dan asidemia yang merusak sel-sel endotel pembuluh.
Cedera sel-sel endotel yang parah mencetuskan pengaktivan trombosit
dan jalur koagulasi intrinsik sehingga terbentuk mokrotrombus di seluruh
system vaskular. Kerusakan jaringan, yang terjadi sebagai proses
pencetus atau timbul setelah hipoksemia dan asidemia, menyebabkan
terbentuknya tromboplastin, yang mengaktifkan jalur koagulasi
ekstrinsik. Terjadi pembentukan bekuan darah yang luas disertai serat-
serat fibrin yang memperkuat dan menahan enboli.
Seiring dengan terus berlangsungnya jenjang koagulasi, proses-proses
fibrinolitik (penguraian serat-serat fibrin) dipercepat. Proses ini
menyebabkan di bebaskannya enzim-enzim antikoagulan ke dalam sirkulasi.
Akhirnya, faktor-faktor pembekuan dan trombosit habis terpakai dan terjadi
perdarahan dan eksudasi darah ke dalam membrane mukosa. Lingkaran ini
menjadi lengkap sewaktu terjadi perdarahan dan pembekuan secara
simultan.
Gambaran Klinis
• Perdarahan dari tempat-tempat fungsi, luka, dan membrane mukosa
pada pasien dengan syok, komplikasi persalinan, sepsis (infeksi luas),
atau kanker
• Perubahan kesadaran yang mengindikasikan thrombus serebrum
• Distensi abdomen yang mengisyaratkan perdarahan saluran cerna
• Sianosis dan takipnu (peningkatan kecepatan pernapasan) akibat
buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan
• Hematuria (darah dalam urin) akibat menurunnya perfusi ginjal
Perangkat diagnostik
• Pemeriksaan darah akan memperlihatkan percepatan pembekuan dan
berkurangnya trombosit
Komplikasi
• Bekuan yang banyak terbentuk akan menyebabkan hambatan aliran
darah di semua organ tubuh. Dapat terjadi kegagalan organ yang luas.
Angka kematian lebih dari 50%.
Penatalaksanaan
• Penghilangan proses pencetusan
• Terapi heparin dapat diawali apabila terjadi kegagalan organ karena
hipoksia iminen. Heparin tidak dianjurkan apabila DIC disebabkan oleh
spesis atau apabila terjadi perdarahan susunan saraf pusat
• Penggantian cairan penting untuk mempertahankan perfusi organ
setinggi mungkin
• Dapat diberikan plas
• Terima kasih atas perhatian

Anda mungkin juga menyukai