Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trombosit, sel yang terlibat dalam proses hemostasis, dihasilkan dari megakariosit.

Jumlah trombosit darah normal dalam populasi umum adalah 150.000-450.000/ μL, tetapi 5%

populasi normal memiliki hitung trombosit di luar rentang nilai normal. Regulator utama

produksi trombosit adalah hormon trombopoietin (TPO), yang terutama disintesis di hepar.

Trombosit berada dalam sirkulasi dengan rerata masa hidup 7-10 hari. Sekitar satu per tiga

jumlah trombosit tinggal di dalam limpa, dan akan meningkat secara proporsional sesuai

ukuran limpa, walaupun jumlah trombosit jarang turun sampai <40.000/μL pada pembesaran

limpa.

Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit, yang merupakan bagian dari

pembekuan darah. Pada orang normal jumlah trombosit di dalam sirkulasi berkisar antara

150.000-450000/ul, rata-rata berumur 7-10 hari kira-kira 1/3 dari jumlah trombosit di dalam

sirkulasi darah mengalami penghancuran di dalam limpa oleh karena itu untuk

mempertahankan jumlah trombosit supaya tetap normal di produksi 150.000-450000 sel

trombosit perhari. Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan

abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang

dari 10.000/mL. (Sudoyo, dkk ,2006).

Trombositopenia dapat bersifat kongenital atau di dapat, dan terjadi akibat penurunan

reproduksi trombosit, seperti pada anemia aplastik, mielofibrosis, terapi radiasi atau leukimia,

peningkatan penghancuran trombosit, seperti pada infeksi tertentu ; toksisitas obat, atau

koagulasi intravaskuler, diseminasi (DIC); distribusi abnormal atau sekuestrasi pada limpa ;

1
atau trombositopenia dilusional setelah hemoragi atau tranfusi sel darah merah. (Sandara,

2003).

Trombositipenia didefinisikan juga sebagai jumlah trombosit kurang dari

100.000/mm3. jumlah trombosit yang rendah ini merupakan akibat berkurangnya produksi

atau meningkatnya penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak ada manifestasi klinis

hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3dan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan-

keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti penyakit hati atau leukimia.

Ekimosis yang bertambah dan pendarahan yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada

kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekie merupakan maniferstasi utama, dengan

jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3. terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan

intrakranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000, dan memerlukan tindakan segera

untuk mencegah perdarahan dan kematian. (Sylvia & Wilson, 2006)

Trombositopenia (jumlah platelet kurang dari 80.000/ mm3) penyebab tersering dari

perdarahan abnormal karena produksi platelet yang menurun, atau pun peninggian sekuestrasi

atau destruksi yang bertambah. Penyebab penurunan produksi platelet antaranya anemia

aplastik, leukemia, keadaan gagal sumsum tulang lain, dan setelah terapi khemoterapi

sitotoksik. Penyebab peninggian destruksi platelet antaranya trombositopenik purpura

idiopatik (autoimun), trombositopenia sekunder atau yang diinduksi obat-obatan, purpura

trombositopenia trombotik, sindroma uremik hemolitik, koagulasi intravaskuler diseminata,

dan vaskulitis.

Secara umum, jumlah platelet lebih dari 50.000/mm3 tidak berkaitan dengan

komplikasi perdarahan yang bermakna, dan perdarahan spontan berat jarang dengan jumlah

platelet lebih dari 20.000/mm3. Walau jarang, PIS spontan bisa terjadi dan khas dengan onset

yang tak jelas dari nyeri kepala, diikuti perburukan tingkat kesadaran. Hematom subdural

lebih jarang. (sudoyo, dkk, 2006)

2
Penurunan produksi trombosit (platelets), dibuktikan dengan aspirasi dan biopsi

sumsum tulang, dijumpai pada segala kondisi yang mengganggu atau menghambat fungsi

sumsum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik, mielofibrosis(penggantian unsur-unsur

sumsum tulang dengan jaringan fibrosa), leukemia akut, dan karsinoma metastatik lain yang

mengganti unsur-unsur sumsum normal. Agen-agen kemoterapeutik terutama bersifat toksik

terhadap sum-sum tulang, menekan produksi trombosit. Keadaan trombositopenia dengan

produksi trombosit normal biasanya disebabkan oleh penghancuran atau penyimpanan yang

berlebihan. Segala kondisi yang menyebabkan spenomegal(lien membesar) dapat disertai

trobositopenia. (Sylvia & Wilson, 2006)

Trombosit dapat juga dihancurkan oleh produksi anti bodi yang diinduksi oleh obat

seperti yang ditemukan pada quidinin dan emas. Atau oleh autoantibodi(anti bodi yang

bekerja melawan jaringannya sendiri). Antibodi-antibodi ini ditemukan pada penyakit seperti

lupus eritematosus, leukimia limfositik kronis, limfoma tertentu, dan purpura

trombositopenik idiopatik (ITP).

ITP terutama ditemukan pada perempuan muda, bermanifestasi sebagai

trombositopenia yang mengancam jiwa dengan jumlah trombosit yang sering kurang dari

10.000/mm3. antibodi Ig G yang ditemukan pada membran trombosit dan meningkatnya

pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag. (Sylvia & Wilson, 2006).

Trombositopenia berat dapat mengakibatkan kmatian akibat kehilangan darah atau

perdarahan dalam organ-organ vital. Insiden untuk ITP adalah 50-100 juta kasus baru setiap

tahun. Dengan anak melingkupi separuh daripada bilangan tersebut. Kejadian atau insiden

immune Trombositopenia Purpura diperkirakan 5 kasus per 100.000 anak-ana dan 2 kasus per

100.000 orang dewasa. Tetapi data tersebut dari populasi atau perkumpulan berbasis

pendidikan yang sangat luas. Kebanyakan kasus akut Immune trombositopenia purpura (ITP)

yang pada umumnya terjadi pada anak-anak kurang mendapatkan perhatian medis. Immune

3
trombositopenia purpura (ITP) dilaporkan 9,5 per 100.000 orang di Maryland. (Emedicine,

2008)

1.2 Rumusan masalah

1. Pengertian ITP

2. Etiologi, Epidemologi, Patologi dan Manifestasi klinis

3. Penatalaksanaan dari penyakit ITP

4. Konsep keperawatan ITP

5. Diagnosa Keperawatan ITP

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari ITP

2. Mengetahui Etiologi, epidomologi, patologi dan Manifestasi klinis

3. Mengerti penatalaksanaan dari penyakit ITP

4. Mengetahui konsep keperawatan ITP

5. Mengetahui Diagnosa Keperawatan ITP

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti

tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki

keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak

(berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic

Purpura. (Family Doctor, 2006).

Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan

autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.

Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi

antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident

tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief

mansoer, dkk).

ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu

kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga

menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah

hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)

Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah

berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat kecil yang

menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan kemudian membentuk

bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan

sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode

cukup lama setelah mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut

5
Petechiae) muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit

ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau

mengalami perdarahan dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006)

Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan autoimun yang

ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari

15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi

prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Atau dapat diartikan

bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi perdarahan dimana darah tidak keluar

dengan semestinya. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet

melalui pembuluh darah dan membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal.

Idiopatik sendiri berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni adalah

jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan

disebabkan oleh pendarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi

pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit. (ana information center, 2008).

Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit

dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan

hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum

tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk

memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II).

Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi

normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 5-

8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa. Jumlah

trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan

mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit

6
menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang

trombopoiesis.

Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa.

Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus dan

biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa yang menderita penyakit

ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan

perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit

simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per tahun. Di bagian ilmu kesehatan Anak

RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000.

Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita apisode pendarahan akut,

yang akan pilih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan

sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut ada perbedaan insiden laki-laki maupun perempuan

dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri,

virus, atau pun imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan serinh

terjadi saat trombosit dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun,

sering terjadi pada anak perempuan. ITP yang rekuen di definisikan sebagai adanya episode

trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP. ITP merupakan kelainan auto

imun yang menyebabkan meningkatrnya penghancuran trombosit dalam retikuloendotelial.

Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh respons

sistem imun yang tidak tepat.

2.2 Etiologi

Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui

pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran,

2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi

7
yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh

yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita

ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor,

2006).

Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit

yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga

bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi

untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan

platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih

belum diketahui. (ana information center, 2008).

ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi

makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor

pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun.

Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.

Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan

6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya

terjadi pada orang dewasa). (ana information center, 2008)

Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin,

minuman keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya

tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah seperti yang

berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam

lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang

terkini dan calar atau lebam.

8
2.3 Epidemologi

Ada dua tipe ITP berdasarkan kalangan penderita. Tipe pertama umumnya menyerang

kalangan anak-anak, sedangkan tipe lainnya menyerang orang dewasa. Anak-anak berusia 2

hingga 4 tahun yang umumnya menderita penyakit ini. Sedangkan ITP untuk orang dewasa,

sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP

bukanlah penyakit keturunan. (Family Doctor, 2006).

ITP juga dapat dibagi menjadi dua, yakni akut ITP dan kronik ITP. Batasan yang

dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan diatas 6 bulan disebut kronik

ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak sedangkan kronik ITP sering terjadi pada

dewasa. (Imran, 2008)

Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik

(Bakta, 2006; Mehta, et. al, 2006)

ITP akut ITP kronik


Awal penyakit 2-6 tahun 20-40 tahun
Rasio L:P 1:1 1:2-3
Trombosit <20.000/mL 30.000-100.000/mL
Lama penyakit 2-6 minggu Beberapa tahun
Perdarahan Berulang Beberapa hari/minggu

2.4 Patologi dan Patofisiologi ITP

Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein yang

terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti

9
antibody, ha; tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikulo

endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP.

Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan

maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.

Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis,

menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombsitopenia

diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancursn trombosit

meningkata karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi

bakteri atau virusatau paad imunisasi, yang bereaksi silang dengan abtigen dari trombosit.

Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap produksi

trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem

imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik

terhadap antibodi.

Saat ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP Ib-

lia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat pada ITP,

perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang terlibat dalam

regulasinya masih belum diketahui.

Gambaran klinik ITP yaitu:

1) onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa : petechie,

echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis, atau perdarahan gusi.

2) perdarahan SSP jarang terjadi tetapi dapat berakibat fatal.

3) splenomegali pada <10% kasus.

Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (dipicu oleh antibodi)  pembentukan

neoantigen  produksi antibodi cukup  trombositopeni  perdarahan (purpura,

menorrhagia, perdarahan gusi)  splenomegali.

10
2.5 Pencegahan

Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah

komplikasinya. Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat

mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.

Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan terapi

yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke dokter jika ada

beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak

dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.

2.6 Gejala dan Tanda

Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan

menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena adanya

pendarahan dibawah kulit .

Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah

mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa alasan

yang jelas ( lampiran Gambar 5 ). Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang

lebih sering dapat membentuk massa tiga-dimensi yang disebut hematoma.

Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin dan

feses. Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP.

Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi,

dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah

11
platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau

gejala yang lain.

2.7 Manifestasi Klinis

Adanya trombositopenia pada ITP ini akan mengakibatkan gangguan pada sistem

hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat

secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi klinis ITP sangat

bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang, sampai dapat mengakibatkan

kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimptomatik. Oleh karena merupakan suatu

penyakit autoimun maka kortikosteroid merupakan pilihan konvensional dalam pengobatan

ITP. Pengobatan akan sangat ditentukan oleh keberhasilan mengatasi penyakit yang

mendasari ITP sehingga tidak mengakibatkan keterlambatan penanganan akibat pendarahan

fatal., atau pun penanganan-penangan pasien yang gagal atau relaps. (Ana information center,

2008)

Pendarahan di hidung atau gigi merupakan tanda-tanda utama penyakit ITP namun

kebanyakan penyakit hanya ada tanda-tanda lebam dan petekia di anggota badan. Gejala

umum yang sering tampak pada pasien trombositopenia adalah petekiae, ekimosis, gusi dan

hidung berdarah, menometorrhagia, sedangkan gejala yang jarang terjadi adalah hematuria,

perdarahan gastrointestinal, perdarahan intrakranial. Perdarahan biasanya terjadi bila jumlah

trombosit <50.000/mm3, dan perdarahan spontaan terjadi jika jumlah trombosit

<10.000/mm3 dan umumnya terjadi pada leukimia. Perdarahan kulit bisa merupakan pertanda

awal dari jumlah trombosit yang kurang. Bintik-bintik keunguan seringkali muncul di tungkai

bawah dan cedera ringan bisa menyebabkan memar yang menyebar. Bisa terjadi perdarahan

gusi dan darah juga bisa ditemukan pada tinja atau air kemih. Pada penderita wanita, darah

menstruasinya sangat banyak. Perdarahan mungkin sukar berhenti sehingga pembedahan dan

12
kecelakaan bisa berakibat fatal. Jika jumlah trombosit semakin menurun, maka perdarahan

akan semakin memburuk. Jumlah trombosit kurang dari 5.000-10.000/mL bisa menyebabkan

hilangnya sejumlah besar darah melalui saluran pencernaan atau terjadi perdarahan otak

(meskipun otaknya sendiri tidak mengalami cedera) yang bisa berakibat fatal.

ITP banyak terjadi pada masa kanak-kanak, tersering diprepitasi oleh infeksi virus dan

biasanya dapat sembuh sendiri. Sebaliknya pada orang dewasa, biasanya menjadi kronik dan

jarang mengikuti suatu infeksi virus. Pasien secara umum tampak baik dan dan tidak demam.

Keluhan yang dapat ditemukan adalah perdarahan mukosa dan kulit. Perdarahan yang paling

umum adalah epistaksis., perdarahan mulut, menoragia, purpura, dan petekie. Pada

pemeriksaan fisik terlihat pasien dalam keadaan baik dan tidak terdapat penemuan abnormal

lain, selain yang berhubungan dengan perdarahan. (Arief mansoer, dkk).

Pemeriksaan atau diagnosa penyakit ITP bisa melalui beberapa pertanyaan yang

diajukan kepada penderita (atau keluarga) penderita serta melalui pemeriksaan fisik. bisa juga

dengan menganalisa hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel darah penderita.

(Family Doctor, 2006).Pada pemeriksaan laboratoiym ditemukan trombosit <10.000/ml.

Hitung jenis lain normal., terkecuali kadang-kadang dapat terjadi anemia ringan yang

disebabkan oleh perdarahan atau berhubungan dengan hemolisis. Pemeriksaan morfologi sel

darah normal, kecuali trombosit yang agak membesar (megakariosit). Megakariosit ini

merupakan trombosit yang dihasilkan sebagai respon terhadap destruksi trombosit. (Arief

mansoer, dkk)

Pada pemeriksaan, sumsum tulang terlihat normal, denganjumlah megakariosit

normal atau meningkat. Tes koagulasi terlihat mendekati normal. Meskipun tes tersebut

sangat sensitif (95%) namun sangat tidak spesifik dan 50% dari semua pasien dengan

trombositopenia dari berbagai sebab dapat mempunyai peningkatan Ig G trombosit. (Arief

mansoer, dkk)

13
Diagnosis ITP adalah pada pemeriksaan terdapat perdarahan di kulit bahkan mimisan

dan pada laboratorium jumlah trombosit menurun dan pada pemeriksaan BMP (bone marrow

puncture) terdapat sel megakariosit. Pengobatan ITP umumnya tidak memerlukan pengobatan

yang serius tetapi bila terjadi perdarahan dan jumlah trombosit menurun hingga dibawah

20.000/ul maka dianjurkan untuk transfusi trombosit. Pengobatan lain yang dapat diberikan

adalah dengan pemberian kortikosteroid dan dihentikan obat ini bila sudah meningkat jumlah

trombositnya. Perhatian yang harus diingat pada penderita ITP adalah hindari obatan yang

dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin, hindari benturan yang membuat luka. (Arief

mansoer, dkk)

ITP yang dialami anak-anak berbeda dengan yang dialami oleh orang dewasa.

Sebagian besar anak yang menderita ITP memiliki jumlah sel darah merah yang sangat

rendah dalam tubuhnya, yang menyebabkan terjadinya perdarahan tiba-tiba. Gejala-gejala

yang umumnya muncul di antaranya luka memar dan bintik-bintik kecil berwarna merah di

permukaan kulitnya. Selain itu juga mimisan dan gusi berdarah. (Family doctor, 2006)

Karena sebagian besar anak penderita ITP dapat pulih tanpa penanganan medis,

banyak dokter yang merekomendasikan untuk melakukan observasi ketat dan sangat hati-hati

terhadap penderita serta penanganan terhadap gejala-gejala perdarahannya. Penderita tidak

perlu dirawat di Rumah Sakit jika penanganan dan perawatan intensif dan baik ini tersedia di

rumah. Akan tetapi, beberapa dokter merekomendasikan penanganan medis singkat dengan

pengobatan oral Prednisone_ atau pemasangan infus (masuk ke urat darah halus) berisikan

zat gamma globulin untuk meningkatkan jumlah sel darah merah penderita dengan cepat.

Kedua jenis obat ini memiliki beberapa efek camping. Idiopatik trombositopenia purpura

(ITP) terjadi bila trombosit mengalami destruksi secara prematur sebagai hasil dari deposisi

autoantibody atau kompleks imun dalam membran system retikuloendotel limpa dan

umumnya di hati .

14
Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan

menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena adanya

pendarahan dibawah kulit .Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa

(seperti di bawah mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin

terjadi tanpa alasan yang jelas. Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang

lebih sering dapat membentuk massa tiga-dimensi yang disebut hematoma.

Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada darah pada urin dan feses

Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk

menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala

pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang

rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang

lain.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin,

hematokrit, trombosit (trombosit di bawah 20 ribu / mm3).

b. Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.

c. Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.

Ringan pada keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia ringan.

d. Sum-sum tulang biasanya normal, tetapu megakariosit muda dapat bertambah

dengan maturation arrest pada stadium megakariosit.

e. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan

abnormal, prothrombin consumption memendek, test RL (+).

2.9 Terapi

15
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman

sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada

berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi

untuk anak-anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan

untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara

menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang

mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit .

Terapi awal ITP (standar) :

1. Prednison

Terapi awal prednisoon atau prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.

respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu

pertama, bila respon baik dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering.

2. Imunoglobulin intravena (IgIV)

Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selam 2-3 hari berturut-turutndigunakan bila

terjadi pendarahan internal, saat AT(antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah mendapat

terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Pendekatan

terapi konvensional lini kedua, untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosteroid tidak

membaik, ada beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan . Luasnya variasi terapi lini

kedua menggambarkan relatif kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual.

1. Steroid dosis tinggi

Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason

oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama 4minggu, diulang setiap 28

hari untuk 6 siklus.

16
2. Metiprednisolon

Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pd ITP anak dan dewasa yang

resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari hasil penelitian

menggunakan dosis tinggi metiprednisolon 3o mg/kg iv kemudian dosis

diturunkan tiap 3 hr samapi 1 mg/kg sekai sehari.

3. IgIV dosis tinggi

Imunoglobulin iv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering

dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek

samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan

secara intermiten atau disubtitusi dengan anti-D iv

4. Anti-D iv

Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel

darah merah rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama

di lien, jadi bersaingdengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui

Fc reseptor blockade.

5. Alkaloid vinka

Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu

selama 4-6 minggu.

6. Danazol

Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering

lambat. Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-

kurangnya hr 1 tahun dan kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.

7. Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi

Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal beresponsdengan terapi

lainya. Terapi dengan azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau

17
siklofosfamiddenga sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responya

bertandng tertahan sampai 5%.

8. Dapsone

Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa

G6PD, karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko

hemolisis yang serius.

18
BAB III

STUDI KASUS

3.1 Ilustrasi Kasus

Tanggal 28 Maret 2016 jam 11.15 penulis melakukan pengkajian dasar pada An. A,

berusia 2 tahun 4 bulan, berjenis kelamin laki-laki, dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah

Pandan Arang dengan keluhan ibu mengatakan terdapat warna biru seperti ruam pada wajah,

lengan kanan dan lengan kiri, perut, punggung, kaki kanan dan kaki kiri An. A. Riwayat

Kesehatan Sekarang: Ibu An. A mengatakan An.A panas sudah 7 hari sejak 20 Maret 2016

dan ruam pada tubuh sejak 24 Maret 2016 yang menyebar pada seluruh tubuh, ibu tidak

mengetahui penyebab timbulnya ruam dan tidak mengetahui cara mencegah perdarahan pada

kulit An. A, sebelumnya sudah dibawa ke Rumah Sakit Banyudono untuk mendapatkan

pengobatan tetapi keluarga menghendaki rawat jalan. Karena tidak ada perubahan selama 3

hari rawat jalan, maka An. A dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang pada 26

Maret pukul 10.30. An. A belum pernah mengalami sakit seperti yang dikeluhkan, An. A

pernah mengalami batuk, flu, dan demam. Riwayat kesehatan keluarga: Ayah An. A

mengatakan keluaraga tidak memiliki penyakit menular dan penyakit keturunan.

Riwayat pediatri prenatal: ibu An. A mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya

serta rutin mengkonsumsi suplemen dari bidan. Natal: ibu mengatakan An. A lahir normal

spontan pada usia kehamilan 37 minggu. Postnatal: ibu mengatakan An. A lahir dengan berat

badan 3,5 kg, panjang badan 58 cm, kulit merah dan langsung menangis. Penyakit trauma:

ibu mengatakan An. A tidak memiliki riwayat penyakit trauma dan riwayat operasi. Alergi:

ibu mengatakan An. A tidak memiliki riwayat alergi. Imunisasi: ibu mengatakan An. A sudah

19
mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap. Hasil pemeriksaan tumbuh kembang DDST

normal.

Pola fungsional persepsi kesehatan: ibu mengatakan An. A sakit ketika An. A terlihat

lemas, panas dan mengeluh pusing. Anak dibawa ke fasilitas kesehatan jika sakit. Pola nutrisi

dan cairan: sebelum sakit An. A makan 3x sehari habis 1 porsi, minum 1000 ml/hari, saat

sakit An. A makan 3x sehari habis 1 porsi, minum 600 ml/hari. Pola eliminasi: sebelum sakit

An. A buang air besar 1x sehari tidak ada darah pada feses, buang air kecil 6x sehari warna

kuning jernih 100 ml setiap buang air kecil, saat sakit An. A belum buang air besar selama 2

hari, buang air kecil 6x sehari warna kuning jernih 75 ml setiap buang air kecil. Pola aktifitas:

sebelum sakit An. A aktif bermain menggelindingkan bola plastik kecil bersama kakak, saat

sakit An. A aktif bermain bersama kakak dan berjalan-jalan di sekitar lorong ruang rawat.

Pola istirahat dan tidur: sebelum sakit An. A tidur siang 1-2 jam dan tidur malam 8 jam, saat

sakit pasien tidur siang 1-2 jam dan tidur malam 8 jam. Pola kognitif: pasien kooperatif,

dapat berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang, tidak ada gangguan penglihatan,

pendengaran, perabaan, penghidu dan pengecapan. Pola persepsi dan konsep diri: gambaran

diri optimis dan ingin sembuh, ideal diri An. A ingin sembuh, harga diri An. A positif. Pola

peran dan hubungan: peran minimal, An. A mau berinteraksi dengan orang lain. Pola seksual:

pasien berjenis kelamin laki-laki. Pola koping dan stress: pasien menangis ketika

mendapatkan masalah.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum An. A aktif dan kooperatif, An. A

bermain lempar bola dengan kakaknya serta sering menaiki kursi kemudian berdiri dan

melompat di atas kursi. Kesadaran compos mentis, nadi 100x/menit, pernapasan 20x/menit,

suhu 36ᵒC, BB 11,5 kg, TB 90 cm, BMI 14,19kg/m2. Pemeriksaan kepala didapatkan hasil

kepala mesochepal, wajah terdapat purpura diameter 3 cm, mata bersih, konjungtiva anemis,

sklera tidak ikterik. Telinga bersih, simetris, tidak ada serumen, hidung bersih, tidak ada

20
perdarahan hidung, mulut mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada perdarahan

gusi, mulut bersih. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Dada tidak ada retraksi dada,

tidak ada nyeri tekan, perkusi sonor, auskultasi ronkhi kiri atas. Abdomen tidak ada distensi

abdomen, terdapat purpura 5cm, peristaltik usus 26x/menit, tidak ada nyeri tekan, perkusi

thympani. Ektremitas atas terdapat purpura dan dapat bergerak bebas, terdapat purpura pada

lengan kanan atas diameter 4 cm dan 5 cm, lengan kanan bawah 5 cm, tangan kanan

terpasang infus D½ 12 tpm makrodrip, lengan kiri bawah terdapat purpura dengan diameter 6

cm, 4 cm dan 3 cm. Ektremitas bawah sebelah kanan terdapat purpura dengan diameter 6 cm,

5 cm, 4 cm dan 3 cm, ekstremitas bawah sebelah kiri 6 cm, 4 cm dan 3 cm, dapat bergerak

bebas. Punggung terdapat purpura, diameter 5 cm dan 3 cm tidak terdapat kelainan bentuk.

Genetalia bersih, tidak terdapat lesi, tidak terdapat pembengkakan. Anus bersih, tidak ada

hemoroid, tidak ada perdarahan melalui anus.

Pada pemeriksaan laboratorium pada 26 Maret 2016 pukul 09.51 pemeriksaan darah

lengkap dengan hasil: hemoglobin 11,4 g/dl (nilai normal: 11,5-13,5 g/dl), leukosit 9700/ml

(nilai normal: 6.000-17.000/ml), neutrofil segmen 72,5% (nilai normal: 50-70%), limfosit

24,6% (nilai normal: 20-40%), monosit 2,9% (nilai normal: 2-8%), hematokrit 33,3% (nilai

normal: 34-40%), protein plasma 6,8 g/dl (nilai normal: 6-8 g/dl), trombosit 7.000/ml (nilai

normal: 150.000-450.000/ml), eritrosit 4.390.000/ml (nilai normal: 3.900.000-5.900.000/ml),

MCV 75,9 fL (nilai normal: 80-100 fL), MCH 250 pg (nilai normal: 27-32 pg), MCHC 34,2

g/dl (nilai normal: 32-36 g/dl).

Terapi farmakologi cefotaxime 250 mg/8 jam, methyl prednison 20 mg/8 jam dan

D5½ NS 12 tpm makrodrip.

Data fokus: data subyektif ibu mengatakan An. A aktif beraktivitas, ibu tidak

mengetahui cara mencegah perdarahan pada kulit. Data obyektif An. A tampak aktif, An. A

21
bermain bersama kakaknya dan menaiki kursi serta melompat di atas kursi, pemeriksaan

laboratorium 26 Maret 2016 pukul 09.51: trombosit 7.000/ml, terdapat purpura.

Dari hasil pengkajian dapat ditegakkan diagnosa keperawatan resiko cedera

berhubungan dengan trombositopenia (Wilkinson, 2013). Rencana keperawatan pada An. A

bertujuan untuk mencegah terjadinya cedera pada An. A dengan kriteria hasil pasien terbebas

dari cedera ditandai dengan tidak ada area baru petekia atau ekimosis, tidak ada epistaksis,

gusi berdarah, hematuria, darah dalam feses, menoragia dan hitung trombosit antara 150.000-

400.000/mL, keluarga mampu menjelaskan cara mencegah cedera dan keluarga mampu

melaksanakan cara pencegahan cedera. Rencana keperawatan pada An. A yaitu monitor

tanda-tanda vital, sediakan lingkungan yang aman (melapisi sisi tempat tidur dan tempat

bermain), batasi aktivitas dengan melakukan aktivitas pengalihan seperti membaca buku,

hindarkan dari lingkungan yang berbahaya, anjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien,

observasi tanda-tanda perdarahan, berikan terapi farmakologi sesuai program medis, berikan

informasi kepada keluarga mengenai adanya perubahan status kesehatan penurunan trombosit

akan menyebabkan peningkatan gejala I TP, berikan penyuluhan mengenai pencegahan

cedera pada anak (Setyoboedi, 2004; Handayani & Haribowo, 2008; Axton, 2014).

3.2 Diskusi dan Pembahasan

An. A mengalami masalah kesehatan berupa perdarahan dibawah kulit yang

didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan

anamnesis pada An. A didapatkan perdarahan dibawah kulit, tanpa dipengaruhi trauma

sebelumnya, tidak ditemukan adanya perdarahan gusi, perdarahan hidung spontan dan

hematuria. Hal ini sesuai dengan konsep dimana pemeriksaan fisik pada pasien ITP

ditemukan tanda gejala seperti petekia, ekimosis, mudah memar, perdarahan gusi, menoragia,

perdarahan hidung spontan dan hematuria (Handayani & Haribowo, 2008). Tidak ditemukan

22
adanya perdarahan gusi, perdarahan hidung spontan dan hematuria dapat dipengaruhi karena

An. A telah diberi kortikosteroid yang dapat meningkatkan jumlah trombosit dengan

mengurangi kadar autoantibodi dan mengurangi resiko perdarahan masif (Meadow & Newell,

2006; Pratama, 2015). Dari gambar 1 dapat memperjelas bahwa faktor yang memicu

autoantibodi tidak diketahui. Kebanyakan penderita ITP memiliki autoantibodi terhadap

glikoprotein yang terdapat pada permukaan trombosit. Pada gambar 1 dijelaskan bahwa

glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali

glikoprotein Ib/IX yang terdapat pada proses adhesi belum terbentuk pada tahap ini.

Trombosit kemudian diselimuti oleh autoantibodi dan berikatan dengan sel penyaji

(makrofag) melalui reseptor Fcg yang kemudian mengalami proses internalisasi dan

degradasi. Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa, tetapi juga

memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit. Sel penyaji antigen kemudian

teraktivasi dan menghasilkan peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan konstimulasi

(yang ditujukan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40positif T cell clonee (T-cell clone-1)

dan spesifitas tambahan (T-cell clone2) (5). Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali

antigen trombosit (B-cell cline-2) dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan sintesis

antiglikoprotein 1b/IX antibodi dan meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi

oleh B-cell clone 1 (Sudoyo, dkk, 2009).

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada An. A didapatkan

penurunan hemoglobin, peningkatan neutrofil segmen, penurunan hematokrit, penurunan

trombosit, penurunan MCV, dan penurunan MCH. Hal ini sesuai dengan konsep dimana pada

pemeriksaan laboratorium pada ITP biasanya ditandai dengan trombositopenia atau angka

trombosit darah perifer kurang dari 150.000/mL, hitung sel darah merah, sel darah putih masa

tromboplastin parsial, masa protombin dan konsentrasi hemoglobin biasanya normal kecuali

23
terdapat anemia defisiensi besi akibat kehilangan darah (Sudoyo, dkk, 2009; Axton, 2014;

Neunert, 2013; Hoffbrand, 2012).

Pada penderita ITP mengalami jumlah trombosit yang kurang dari normal, sehingga

jika penderita ITP mengalami cedera maka akan mudah mengalami perdarahan karena

trombosit yang berperan sebagai faktor koagulan berkurang dan mempengaruhi proses

hemostasis normal (Sudoyo, dkk, 2009; Neunert, 2013). Hemostasis sirkulasi darah dicapai

melalui proses keseimbangan antara terjadinya perdarahan dan proses pembekuan (Kiswari,

2014). Manifestasi perdarahan ITP berupa petekia, ekimosis, mudah memar, perdarahan gusi,

menoragia, perdarahan hidung spontan dan hematuria (Hoffbrand, 2012; Handayani &

Haribowo, 2008).

Tindakan pencegahan cedera pada ITP bertujuan untuk mencegah terjadinya

perdarahan (Axton, 2014). Trauma tumpul pada ITP dapat menyebabkan kekacauan kapiler

dan meningkatkan terjadinya perdarahan, karena trombosit berkurang maka perdarahan akan

terjadi lebih lama (Handayani & Haribowo, 2008). Perdarahan intrakranial merupakan

komplikasi paling serius pada ITP yang dapat menyebabkan kematian (Sudoyo, dkk, 2009;

Handayani & Haribowo, 2008).

Edukasi mengenai pencegahan cedera merupakan tindakan suportif yang sesuai

dengan teori yaitu bertujuan agar dapat meningkatkan pengetahuan sehingga dapat membantu

anak dan keluarga dalam mengenali dan melaporkan kondisi anak. Resiko cedera pada anak

dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap orang tua, dimana orang tua akan menentukan

tindakan agar anaknya terhindar dari cedera seperti melakukan pengawasan yang merupakan

faktor yang mempengaruhi terjadinya cedera pada anak. An. A berada dalam fase prasekolah

yang akan mengeksplorasi pengetahuannya dan berinisiatif melakukan suatu tindakan apabila

anak mendapat dukungan dari orang tua, tetapi akan tumbuh rasa bersalah pada diri anak jika

24
dilarang atau dicegah untuk melakukan suatu tindakan, maka dibutuhkan modifikasi

lingkungan untuk mencegah cedera pada An. A (Aken, 2007; Wong, 2008)

Melindungi anak dari cedera dilakukan dengan menyediakan lingkungan yang aman

dengan modifikasi seperti melapisi sisi tempat tidur dan tempat bermain. Berjalan

menggunakan alas kaki, menghindari produk obat yang mengandung aspirin, segera ke

fasilitas kesehatan jika terjadi nyeri, bengkak pada sendi, cedera kepala, bengkak pada leher,

nyeri abdomen berat, hematuria,feses hitam. Menghindari olahraga kontak perlu dilakukan,

orang tua harus cermat dalam penggunaan seatbelt dan helm sepeda. Aktivitas yang

meningkatakan resiko cedera kepala seperti ice skate, rollerblade dan menyelam harus

dilarang. Mendorong anak untuk berpartisipasi dalam olahraga non-kontak seperti berenang.

Pembatasan aktivitas dengan pengalihan aktivitas seperti menonton televisi, membaca buku

dan menggambar dilakukan untuk mencegah petekia dan ekimosis lebih lanjut. Perubahan

gaya hidup yang perlu dilakukan seperti tidak menghembuskan nafas melalui hidung dengan

keras, tidak mengejan saat defekasi dan menggunakan sikat gigi dengan bulu yang lembut

(Axton, 2014; Handayani & Haribowo, 2008; Setyoboedi, 2004).

Panduan penatalaksanaan pada ITP menurut American Society of Hematology 2011

Guidelines for Immune Thrombocytopenic Purpura antara lain emeriksaan sumsum tulang

tidak diperlukan untuk pemeriksaan awal pasien ITP yang khas dan dalam perawatan IV Ig

kegagalan. Tidak ada pengobatan yang diperlukan untuk perdarahan ringan (petekie atau

memar) terlepas dari jumlah trombosit. Kortikosteroid atau IV Ig adalah pengobatan lini

pertama; IV Ig digunakan untuk respon platelet cepat jika wajib. Anti-D merupakan

kontraindikasi jika pasien memiliki anemia akibat kehilangan darah atau autoimun merah

penghancuran sel darah. Rituximab dan deksametason dosis tinggi digunakan jika

pengobatan lini pertama (kortikosteroid, IV Ig, dan antiD) gagal atau jika pasien memiliki

respon yang tidak memadai untuk splenektomi. Splenektomi digunakan jika pengobatan lini

25
pertama gagal atau jika pasien memiliki ITP kronis dengan perdarahan yang signifikan

(Neunert, 2011).

Kolaborasi dengan tim medis, An. A memperoleh pengobatan injeksi methyl

prednison. Pemberian terapi sesuai dengan konsep, methyl prednison termasuk dalam

kortikosteroid yang dapat meningkatkan jumlah trombosit, kortikosteroid bertindak dengan

merusak clearance trombosit di sumsum tulang dan organ perifer yang dapat mengurangi

kadar autoantibodi dalam tubuh dan mengurangi resiko perdarahan masif (Meadow &

Newell, 2006; Pratama, 2015).

Buchanan dan Holtkamp pada tahun 1984 mengemukakan bahwa prednisolon dapat

meningkatkan jumlah trombosit dalam 7 hari pengobatan ( Warrier, dkk, 2012). Beberapa

komplikasi umum yang terkait dengan pemberian steroid adalah nekrosis vaskular, diabetes,

gastritis, maag, gangguan pertumbuhan, hipertensi, insomnia, osteoporosis pada orang

dewasa, perubahan kepribadian dan infeksi oportunistik maka perlu dilakukan tappering

untuk menghindari komplikasi dari pemakaian steroid (Pratama, 2015). Pemberian

immunoglobulin intravena masih jarang dilakukan karena masalah sosial dan ekonomi

sehingga pemberian immunoglobulin intravena tidak dilakukan sampai saat ini. Imbach

adalah yang pertama kali mengusulkan kegunaan immunoglobulin intravena dalam

pemulihan trombositopenia yaitu dengan merusak pembersihan trombosit. Immunoglobulin

intravena memiliki respon yang lebih cepat dibandingkan dengan kortikosteroid (Pratama,

2015; Warrier, 2012).

Pengobatan lini kedua pada ITP adalah pemberian imunosupresan dan rituximab.

Pengobatan lini kedua digunakan ketika pengobatan lini pertama telah gagal atau pasien

menjadi tidak toleran. Imunosupresan bertindak pada tingkat sel T, obat utama yang

digunakan adalah azathioprine, siklofosfamid dan siklosporin. Dapson memiliki peran untuk

26
pemulihan trombositopenia. Rituximab berperan mengurangi jumlah sel yang memproduksi

autoantibodi. Jarang ditemukan efek samping rituximab tetapi meliputi potensi neutropenia

dan reaksi infeksi kronis seperti TBC (Warrier, 2012). An. A tidak mendapatkan pengobatan

lini kedua disebabkan karena An. A baru pertama kali mengalami ITP.

Manajemen bedah yang dilaksanakan pada ITP berupa splenektomi. Splenektomi

dilakukan jika anak mengalami menorraghia parah, perdarahan yang mengancam jiwa dan

anak yang mengalami pembatasan besar dalam aktivitas akibat trombositopenia. Splenektomi

tidak dilakukan pada An. A karena splenektomi dilakukan pada anak yang mengalami

trombositopenia berulang (Meadow, 2006; Rudolph, 2014).

Perdarahan akut yang terjadi pada ITP ditangani dengan pemberian transfusi packed

red cell, jika diindikasikan secara klinis. Transfusi trombosit jarang diindikasikan karena

trombosit yang ditransfusikan akan dilapisi oleh antibodi antitrombosit dan kemudian

dihancurkan di limpa (Axton,2014; Rudolph, 2014).

An. A diberi injeksi cefotaxime 250 mg/8 jam, cefotaxime merupakan antibiotik

golongan sefalosporin. Pemberian cefotaxime pada An. A karena terdapat kelainan

hemostasis sehingga An. A mengalami infeksi, kelainan hemostasis dapat menimbulkan

komplikasi bila terdapat faktor predisposisi seperti infeksi (ISO, 2013; Pratama, 2010).

An. A mendapatkan cairan intravena D5½ NS dengan kecepatan 12 tetes per menit

melalui infus makro. Cairan yang diberikan merupakan cairan maintenance untuk memenuhi

kebutuhaan cairan dan elektrolit untuk hemostasis (ISO, 2013; Pratama, 2010).

Intervensi yang dilakukan sudah sesuai dengan teori dan berhasil. An. A terbebas dari

cedera, dilihat dari tidak adanya pertambahan area purpura, perdarahan gusi, perdarahan

hidung, hematuria dan tidak ada darah dalam feses serta angka trombosit >150.000/ml.

27
3.3 Monitoring Obat dan Terapi

3.3.1 Data Base Pasien

Nama : An. A

Usia : 2 Tahun 4 Bulan

Jenis Kelamin : Laki -laki

Riwayat Penyakit : 1. Terdapat warna biru seperti ruam pada wajah,

lengan kanan dan lengan kiri, perut, punggung, kaki

kanan dan kaki kiri

2. An.A panas sudah 7 hari sejak 20 Maret 2016 dan

ruam pada tubuh sejak 24 Maret 2016 yang menyebar

pada seluruh tubuh.

Riwayat Pengobatan : cefotaxime 250 mg/8 jam, methyl prednison 20 mg/8

jam dan D5½ NS 12 tpm makrodrip.

Riwayat Keluarga : -

Riwayat Sosial : -

28
3.3.2 Catatan Subjektif Objektif Assesment Pasien

1. Subjektif (Keluhan Pasien/ Gejala yang dialami)

Terdapat warna biru seperti ruam pada wajah, lengan kanan dan lengan

kiri, perut, punggung, kaki kanan dan kaki kiri.

2. Objektif (Hasil Lab)


Pada pemeriksaan laboratorium pada 26 Maret 2016 pukul 09.51

pemeriksaan darah lengkap dengan hasil: hemoglobin 11,4 g/dl (nilai normal:

11,5-13,5 g/dl), leukosit 9700/ml (nilai normal: 6.000-17.000/ml), neutrofil

segmen 72,5% (nilai normal: 50-70%), limfosit 24,6% (nilai normal: 20-40%),

monosit 2,9% (nilai normal: 2-8%), hematokrit 33,3% (nilai normal: 34-40%),

protein plasma 6,8 g/dl (nilai normal: 6-8 g/dl), trombosit 7.000/ml (nilai

normal: 150.000-450.000/ml), eritrosit 4.390.000/ml (nilai normal: 3.900.000-

5.900.000/ml), MCV 75,9 fL (nilai normal: 80-100 fL), MCH 250 pg (nilai

normal: 27-32 pg), MCHC 34,2 g/dl (nilai normal: 32-36 g/dl).

3. Assesment (Penilaian terhadap pengobatan yang diberikan oleh

dokter)

No Problem Medik Terapi Drug Relatif Problem

1 Cefotaxime 250 mg/8 jam


ITP (Idiopathic Methyl prednison 20 mg/8 jam

2 Thrombocytopenic

Purpura)
D5½ NS 12 tpm makrodrip
3

3.3.3 Plan

29
No Rekomendasi Monitoring Target

BAB IV

30
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Trombositopenia menggambarkan individu yag mengalami atau pada resiko tinggi

untuk mengalami insufisiensi trombosit sirkulasi. Penurunan ini dapat disebabkan oleh

produksi trombosit yang menurun, distribusi trombosit yang berubah, pengrusakan trombosit,

atau dilusi vaskuler.

Gejala dan tanda pada pasien yang menderita penyakit ITP adalah Hidung

mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada darah pada urin dan feses Beberapa

macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi

yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala

pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang

rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang

lain. Tindakan keperawatan yang utama adalah dengan mencegah atau mengatasi perdarahan

yang terjadi.

Studi kasus : An. A, berusia 2 tahun 4 bulan, berjenis kelamin laki-laki, dibawa ke

Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang dengan keluhan ibu mengatakan terdapat warna

biru seperti ruam pada wajah, lengan kanan dan lengan kiri, perut, punggung, kaki kanan dan

kaki kiri. Kolaborasi dengan tim medis, An. A memperoleh pengobatan injeksi methyl

prednison. Pemberian terapi sesuai dengan konsep, methyl prednison termasuk dalam

kortikosteroid yang dapat meningkatkan jumlah trombosit kemudian An. A diberi injeksi

cefotaxime 250 mg/8 jam, cefotaxime merupakan antibiotik golongan sefalosporin.

Pemberian cefotaxime pada An. A karena terdapat kelainan hemostasis sehingga An. A

mengalami infeksi, kelainan hemostasis dapat menimbulkan komplikasi bila terdapat faktor

predisposisi seperti infeksi (ISO, 2013; Pratama, 2010). An. A mendapatkan cairan intravena

31
D5½ NS dengan kecepatan 12 tetes per menit melalui infus makro. Cairan yang diberikan

merupakan cairan maintenance untuk memenuhi kebutuhaan cairan dan elektrolit untuk

hemostasis (ISO, 2013; Pratama, 2010). Intervensi yang dilakukan sudah sesuai dengan teori

dan berhasil. An. A terbebas dari cedera, dilihat dari tidak adanya pertambahan area purpura,

perdarahan gusi, perdarahan hidung, hematuria dan tidak ada darah dalam feses serta angka

trombosit >150.000/ml.

4.2 Saran

1. Perawat harus memantau setiap perkembangan yang terjadi pada pasien yang

menderita ITP.

2. Perawat harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, seperti tenaga

kesehatan yang bekerja di laboratorium yaitu untuk memerikasa jumlah trombosit

pasien.

3. Perawat harus menerapkap komunikasi asertif terapeutik guna menurunkan

tingkat kecemasan pasien.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. DRUGS.2008.Idiopathic (Immune) Thrombocytopenic Purpura Medications.


http://www.drugs.com/condition/idiopathic-immune-thrombocytopenic-purpura.html.
2. Imbach P. Guide to understanding ITP (immune thrombocytopenia). ITP
Foundation. Basel Switzerland; 2011. 1-15.
3. Kliegman RM, Berhman RE, Jenson B, Stanton BMD. Nelson essentials of pediatric.
5th ed. Elsevier Saunders; 2006. 714-6.
4. Gauer RL, Braun MM. Thrombocytopenia. Am. Fam. Physician. 2012; 85(6): 612-
622.
5. Cines DB, Bianchette VS. Immune thrombocytopenic Purpura. N Engl J Med. 2002;
346: 995-1008.
6. Alvina. Idiopathic thrombocytopenic purpura: laboratory diagnosis and management:
Universa Medicina. 2011; 30: 126-34.
7. Lanzkowsky P. Manual of Pediatric hematology and oncology. 5th ed. St. Louis:
Elsevier; 2011. 345-8.Soepardi EA, Iskandar N. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorokan kepala & leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
226-230.
8. Peterson JL, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial
surgery. 4th Ed. St. Louis: Mosby; 2003. 354, 371.
9. Pedersen WG. Buku ajar praktis bedah mulut. Purwanto, Basoeseno. terjemahan.
Jakarta: EGC; 1996. 194
10. Bagheri SC, Bell RB, Khan HA. Current therapy in oral and maxillofacial surgery. St.
Louis: Elsevier Saunders; 2012. 1087
11. George JN, Buchanan GR. Surgery in the patient with ITP: ITP Support Association
Platelet Reprint Series; 2002. 1.
12. Provan D, Stasi R, Newland AC, Blanchet VS, Maggs PB, Bussel JB, Chong BH,
Cines DB, Gernsheimer TB, Godeau B, Grainger J, Greer I, Hunt BJ, Imbach PA,
Lyons G, McMillian R, Rodeghiero F, Sanz MA, Tarantino M, Watson S, Young J,
Kuter DJ. International consensus report on the investigation and management of
primary immune thrombocytopenia. Blood. 2010; 115: 168 –186.

33
13. Finucane D, Fleming P, Smith O. Dentoalveolar trauma in a patient with chronic
idiopathic thrombocytopenic purpura : a case report. Pediatric Dentistry. 2004; 26(4):
352-354. 18th edition. Lange Medical Books/Mc. Graw-Hill. 2007, 883
14. Laan RF, van Riel PL, van de Putte LB, van Erning LJ, van’t Hoff MA, Lemmens JA.
Low-dose prednisone induces rapid reversible axial bone loss in patients with
rheumatoid arthritis: A randomized, controlled study. Ann Intern Med. 1993; 119:
963-968.
15. Gernsheimer T, Stratton J, Ballem PJ, Slichter SJ. Mechanisms of response to
treatment in autoimmune thrombocytopenic purpura. N Engl J Med. 1989; 320: 974-
80.
16. Ozsoylu. Megadose methylprednisolone for childhood idiopathic trombocytopenic
purpura (ITP). Turk J Med Sci. 2005; 35: 347-356.
17. Fujisawa K, Tani P, Piro L, McMillan R. The effect of therapy on platelet associated
autoantibody in chronic immune thrombocytopenic purpura. Blood. 1993; 81: 2872-
2877.
18. Kitchens CS, Pendergast JF. Human thrombocytopenia is associated with structural
abnormalities of the endothelium that are ameliorated by glucocorticosteroid
administration. Blood. 1986; 67: 203-206.
19. Handin RI, Stossel TP. Effect of corticosteroid therapy on the phagocytosis of
antibody-coated platelets by human leukocytes. Blood. 1978; 51: 771-77.

34

Anda mungkin juga menyukai