PENDAHULUAN
Trombosit, sel yang terlibat dalam proses hemostasis, dihasilkan dari megakariosit.
Jumlah trombosit darah normal dalam populasi umum adalah 150.000-450.000/ μL, tetapi 5%
populasi normal memiliki hitung trombosit di luar rentang nilai normal. Regulator utama
produksi trombosit adalah hormon trombopoietin (TPO), yang terutama disintesis di hepar.
Trombosit berada dalam sirkulasi dengan rerata masa hidup 7-10 hari. Sekitar satu per tiga
jumlah trombosit tinggal di dalam limpa, dan akan meningkat secara proporsional sesuai
ukuran limpa, walaupun jumlah trombosit jarang turun sampai <40.000/μL pada pembesaran
limpa.
pembekuan darah. Pada orang normal jumlah trombosit di dalam sirkulasi berkisar antara
150.000-450000/ul, rata-rata berumur 7-10 hari kira-kira 1/3 dari jumlah trombosit di dalam
sirkulasi darah mengalami penghancuran di dalam limpa oleh karena itu untuk
trombosit perhari. Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan
abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang
Trombositopenia dapat bersifat kongenital atau di dapat, dan terjadi akibat penurunan
reproduksi trombosit, seperti pada anemia aplastik, mielofibrosis, terapi radiasi atau leukimia,
peningkatan penghancuran trombosit, seperti pada infeksi tertentu ; toksisitas obat, atau
koagulasi intravaskuler, diseminasi (DIC); distribusi abnormal atau sekuestrasi pada limpa ;
1
atau trombositopenia dilusional setelah hemoragi atau tranfusi sel darah merah. (Sandara,
2003).
100.000/mm3. jumlah trombosit yang rendah ini merupakan akibat berkurangnya produksi
atau meningkatnya penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak ada manifestasi klinis
hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3dan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan-
keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti penyakit hati atau leukimia.
Ekimosis yang bertambah dan pendarahan yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada
kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekie merupakan maniferstasi utama, dengan
jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3. terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan
intrakranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000, dan memerlukan tindakan segera
Trombositopenia (jumlah platelet kurang dari 80.000/ mm3) penyebab tersering dari
perdarahan abnormal karena produksi platelet yang menurun, atau pun peninggian sekuestrasi
atau destruksi yang bertambah. Penyebab penurunan produksi platelet antaranya anemia
aplastik, leukemia, keadaan gagal sumsum tulang lain, dan setelah terapi khemoterapi
dan vaskulitis.
Secara umum, jumlah platelet lebih dari 50.000/mm3 tidak berkaitan dengan
komplikasi perdarahan yang bermakna, dan perdarahan spontan berat jarang dengan jumlah
platelet lebih dari 20.000/mm3. Walau jarang, PIS spontan bisa terjadi dan khas dengan onset
yang tak jelas dari nyeri kepala, diikuti perburukan tingkat kesadaran. Hematom subdural
2
Penurunan produksi trombosit (platelets), dibuktikan dengan aspirasi dan biopsi
sumsum tulang, dijumpai pada segala kondisi yang mengganggu atau menghambat fungsi
sumsum tulang dengan jaringan fibrosa), leukemia akut, dan karsinoma metastatik lain yang
produksi trombosit normal biasanya disebabkan oleh penghancuran atau penyimpanan yang
Trombosit dapat juga dihancurkan oleh produksi anti bodi yang diinduksi oleh obat
seperti yang ditemukan pada quidinin dan emas. Atau oleh autoantibodi(anti bodi yang
bekerja melawan jaringannya sendiri). Antibodi-antibodi ini ditemukan pada penyakit seperti
trombositopenia yang mengancam jiwa dengan jumlah trombosit yang sering kurang dari
pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag. (Sylvia & Wilson, 2006).
perdarahan dalam organ-organ vital. Insiden untuk ITP adalah 50-100 juta kasus baru setiap
tahun. Dengan anak melingkupi separuh daripada bilangan tersebut. Kejadian atau insiden
immune Trombositopenia Purpura diperkirakan 5 kasus per 100.000 anak-ana dan 2 kasus per
100.000 orang dewasa. Tetapi data tersebut dari populasi atau perkumpulan berbasis
pendidikan yang sangat luas. Kebanyakan kasus akut Immune trombositopenia purpura (ITP)
yang pada umumnya terjadi pada anak-anak kurang mendapatkan perhatian medis. Immune
3
trombositopenia purpura (ITP) dilaporkan 9,5 per 100.000 orang di Maryland. (Emedicine,
2008)
1. Pengertian ITP
1.3 Tujuan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki
keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak
(berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic
Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi
antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident
tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief
mansoer, dkk).
kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah
berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat kecil yang
menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan kemudian membentuk
bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan
sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode
cukup lama setelah mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut
5
Petechiae) muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit
ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau
ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Atau dapat diartikan
bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi perdarahan dimana darah tidak keluar
dengan semestinya. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet
melalui pembuluh darah dan membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal.
Idiopatik sendiri berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni adalah
jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan
disebabkan oleh pendarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi
pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit. (ana information center, 2008).
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit
dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan
hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum
tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk
memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu
normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 5-
8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa. Jumlah
trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan
mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit
6
menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang
trombopoiesis.
Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus dan
biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa yang menderita penyakit
ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan
perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit
simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per tahun. Di bagian ilmu kesehatan Anak
Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita apisode pendarahan akut,
yang akan pilih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan
sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut ada perbedaan insiden laki-laki maupun perempuan
dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri,
virus, atau pun imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan serinh
terjadi saat trombosit dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun,
sering terjadi pada anak perempuan. ITP yang rekuen di definisikan sebagai adanya episode
trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP. ITP merupakan kelainan auto
Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh respons
2.2 Etiologi
Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui
pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran,
2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi
7
yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh
yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita
ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor,
2006).
yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga
bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi
untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan
platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih
makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor
Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.
Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan
6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya
Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin,
tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah seperti yang
berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam
lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang
8
2.3 Epidemologi
Ada dua tipe ITP berdasarkan kalangan penderita. Tipe pertama umumnya menyerang
kalangan anak-anak, sedangkan tipe lainnya menyerang orang dewasa. Anak-anak berusia 2
hingga 4 tahun yang umumnya menderita penyakit ini. Sedangkan ITP untuk orang dewasa,
sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP
ITP juga dapat dibagi menjadi dua, yakni akut ITP dan kronik ITP. Batasan yang
dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan diatas 6 bulan disebut kronik
ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak sedangkan kronik ITP sering terjadi pada
Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein yang
terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti
9
antibody, ha; tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikulo
endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP.
Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan
maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis,
diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancursn trombosit
meningkata karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi
bakteri atau virusatau paad imunisasi, yang bereaksi silang dengan abtigen dari trombosit.
Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap produksi
trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem
imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik
terhadap antibodi.
Saat ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP Ib-
lia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat pada ITP,
perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang terlibat dalam
1) onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa : petechie,
Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (dipicu oleh antibodi) pembentukan
10
2.5 Pencegahan
Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah
Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan terapi
yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke dokter jika ada
beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak
Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan
menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena adanya
Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah
mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa alasan
yang jelas ( lampiran Gambar 5 ). Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang
Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin dan
feses. Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP.
Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi,
dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah
11
platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau
Adanya trombositopenia pada ITP ini akan mengakibatkan gangguan pada sistem
hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat
secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi klinis ITP sangat
bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang, sampai dapat mengakibatkan
kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimptomatik. Oleh karena merupakan suatu
ITP. Pengobatan akan sangat ditentukan oleh keberhasilan mengatasi penyakit yang
fatal., atau pun penanganan-penangan pasien yang gagal atau relaps. (Ana information center,
2008)
Pendarahan di hidung atau gigi merupakan tanda-tanda utama penyakit ITP namun
kebanyakan penyakit hanya ada tanda-tanda lebam dan petekia di anggota badan. Gejala
umum yang sering tampak pada pasien trombositopenia adalah petekiae, ekimosis, gusi dan
hidung berdarah, menometorrhagia, sedangkan gejala yang jarang terjadi adalah hematuria,
<10.000/mm3 dan umumnya terjadi pada leukimia. Perdarahan kulit bisa merupakan pertanda
awal dari jumlah trombosit yang kurang. Bintik-bintik keunguan seringkali muncul di tungkai
bawah dan cedera ringan bisa menyebabkan memar yang menyebar. Bisa terjadi perdarahan
gusi dan darah juga bisa ditemukan pada tinja atau air kemih. Pada penderita wanita, darah
menstruasinya sangat banyak. Perdarahan mungkin sukar berhenti sehingga pembedahan dan
12
kecelakaan bisa berakibat fatal. Jika jumlah trombosit semakin menurun, maka perdarahan
akan semakin memburuk. Jumlah trombosit kurang dari 5.000-10.000/mL bisa menyebabkan
hilangnya sejumlah besar darah melalui saluran pencernaan atau terjadi perdarahan otak
(meskipun otaknya sendiri tidak mengalami cedera) yang bisa berakibat fatal.
ITP banyak terjadi pada masa kanak-kanak, tersering diprepitasi oleh infeksi virus dan
biasanya dapat sembuh sendiri. Sebaliknya pada orang dewasa, biasanya menjadi kronik dan
jarang mengikuti suatu infeksi virus. Pasien secara umum tampak baik dan dan tidak demam.
Keluhan yang dapat ditemukan adalah perdarahan mukosa dan kulit. Perdarahan yang paling
umum adalah epistaksis., perdarahan mulut, menoragia, purpura, dan petekie. Pada
pemeriksaan fisik terlihat pasien dalam keadaan baik dan tidak terdapat penemuan abnormal
Pemeriksaan atau diagnosa penyakit ITP bisa melalui beberapa pertanyaan yang
diajukan kepada penderita (atau keluarga) penderita serta melalui pemeriksaan fisik. bisa juga
Hitung jenis lain normal., terkecuali kadang-kadang dapat terjadi anemia ringan yang
disebabkan oleh perdarahan atau berhubungan dengan hemolisis. Pemeriksaan morfologi sel
darah normal, kecuali trombosit yang agak membesar (megakariosit). Megakariosit ini
merupakan trombosit yang dihasilkan sebagai respon terhadap destruksi trombosit. (Arief
mansoer, dkk)
normal atau meningkat. Tes koagulasi terlihat mendekati normal. Meskipun tes tersebut
sangat sensitif (95%) namun sangat tidak spesifik dan 50% dari semua pasien dengan
mansoer, dkk)
13
Diagnosis ITP adalah pada pemeriksaan terdapat perdarahan di kulit bahkan mimisan
dan pada laboratorium jumlah trombosit menurun dan pada pemeriksaan BMP (bone marrow
puncture) terdapat sel megakariosit. Pengobatan ITP umumnya tidak memerlukan pengobatan
yang serius tetapi bila terjadi perdarahan dan jumlah trombosit menurun hingga dibawah
20.000/ul maka dianjurkan untuk transfusi trombosit. Pengobatan lain yang dapat diberikan
adalah dengan pemberian kortikosteroid dan dihentikan obat ini bila sudah meningkat jumlah
trombositnya. Perhatian yang harus diingat pada penderita ITP adalah hindari obatan yang
dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin, hindari benturan yang membuat luka. (Arief
mansoer, dkk)
ITP yang dialami anak-anak berbeda dengan yang dialami oleh orang dewasa.
Sebagian besar anak yang menderita ITP memiliki jumlah sel darah merah yang sangat
yang umumnya muncul di antaranya luka memar dan bintik-bintik kecil berwarna merah di
permukaan kulitnya. Selain itu juga mimisan dan gusi berdarah. (Family doctor, 2006)
Karena sebagian besar anak penderita ITP dapat pulih tanpa penanganan medis,
banyak dokter yang merekomendasikan untuk melakukan observasi ketat dan sangat hati-hati
perlu dirawat di Rumah Sakit jika penanganan dan perawatan intensif dan baik ini tersedia di
rumah. Akan tetapi, beberapa dokter merekomendasikan penanganan medis singkat dengan
pengobatan oral Prednisone_ atau pemasangan infus (masuk ke urat darah halus) berisikan
zat gamma globulin untuk meningkatkan jumlah sel darah merah penderita dengan cepat.
Kedua jenis obat ini memiliki beberapa efek camping. Idiopatik trombositopenia purpura
(ITP) terjadi bila trombosit mengalami destruksi secara prematur sebagai hasil dari deposisi
autoantibody atau kompleks imun dalam membran system retikuloendotel limpa dan
umumnya di hati .
14
Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan
menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena adanya
pendarahan dibawah kulit .Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa
(seperti di bawah mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin
terjadi tanpa alasan yang jelas. Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang
Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada darah pada urin dan feses
Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk
menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala
pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang
rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang
lain.
c. Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.
2.9 Terapi
15
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman
sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada
berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi
untuk anak-anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan
untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara
menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang
mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit .
1. Prednison
Terapi awal prednisoon atau prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu
terjadi pendarahan internal, saat AT(antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah mendapat
terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Pendekatan
terapi konvensional lini kedua, untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosteroid tidak
membaik, ada beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan . Luasnya variasi terapi lini
16
2. Metiprednisolon
Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pd ITP anak dan dewasa yang
samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan
4. Anti-D iv
Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel
darah merah rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama
Fc reseptor blockade.
5. Alkaloid vinka
6. Danazol
Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering
lambat. Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-
17
siklofosfamiddenga sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responya
8. Dapsone
Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa
G6PD, karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko
18
BAB III
STUDI KASUS
Tanggal 28 Maret 2016 jam 11.15 penulis melakukan pengkajian dasar pada An. A,
berusia 2 tahun 4 bulan, berjenis kelamin laki-laki, dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah
Pandan Arang dengan keluhan ibu mengatakan terdapat warna biru seperti ruam pada wajah,
lengan kanan dan lengan kiri, perut, punggung, kaki kanan dan kaki kiri An. A. Riwayat
Kesehatan Sekarang: Ibu An. A mengatakan An.A panas sudah 7 hari sejak 20 Maret 2016
dan ruam pada tubuh sejak 24 Maret 2016 yang menyebar pada seluruh tubuh, ibu tidak
mengetahui penyebab timbulnya ruam dan tidak mengetahui cara mencegah perdarahan pada
kulit An. A, sebelumnya sudah dibawa ke Rumah Sakit Banyudono untuk mendapatkan
pengobatan tetapi keluarga menghendaki rawat jalan. Karena tidak ada perubahan selama 3
hari rawat jalan, maka An. A dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang pada 26
Maret pukul 10.30. An. A belum pernah mengalami sakit seperti yang dikeluhkan, An. A
pernah mengalami batuk, flu, dan demam. Riwayat kesehatan keluarga: Ayah An. A
serta rutin mengkonsumsi suplemen dari bidan. Natal: ibu mengatakan An. A lahir normal
spontan pada usia kehamilan 37 minggu. Postnatal: ibu mengatakan An. A lahir dengan berat
badan 3,5 kg, panjang badan 58 cm, kulit merah dan langsung menangis. Penyakit trauma:
ibu mengatakan An. A tidak memiliki riwayat penyakit trauma dan riwayat operasi. Alergi:
ibu mengatakan An. A tidak memiliki riwayat alergi. Imunisasi: ibu mengatakan An. A sudah
19
mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap. Hasil pemeriksaan tumbuh kembang DDST
normal.
Pola fungsional persepsi kesehatan: ibu mengatakan An. A sakit ketika An. A terlihat
lemas, panas dan mengeluh pusing. Anak dibawa ke fasilitas kesehatan jika sakit. Pola nutrisi
dan cairan: sebelum sakit An. A makan 3x sehari habis 1 porsi, minum 1000 ml/hari, saat
sakit An. A makan 3x sehari habis 1 porsi, minum 600 ml/hari. Pola eliminasi: sebelum sakit
An. A buang air besar 1x sehari tidak ada darah pada feses, buang air kecil 6x sehari warna
kuning jernih 100 ml setiap buang air kecil, saat sakit An. A belum buang air besar selama 2
hari, buang air kecil 6x sehari warna kuning jernih 75 ml setiap buang air kecil. Pola aktifitas:
sebelum sakit An. A aktif bermain menggelindingkan bola plastik kecil bersama kakak, saat
sakit An. A aktif bermain bersama kakak dan berjalan-jalan di sekitar lorong ruang rawat.
Pola istirahat dan tidur: sebelum sakit An. A tidur siang 1-2 jam dan tidur malam 8 jam, saat
sakit pasien tidur siang 1-2 jam dan tidur malam 8 jam. Pola kognitif: pasien kooperatif,
dapat berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang, tidak ada gangguan penglihatan,
pendengaran, perabaan, penghidu dan pengecapan. Pola persepsi dan konsep diri: gambaran
diri optimis dan ingin sembuh, ideal diri An. A ingin sembuh, harga diri An. A positif. Pola
peran dan hubungan: peran minimal, An. A mau berinteraksi dengan orang lain. Pola seksual:
pasien berjenis kelamin laki-laki. Pola koping dan stress: pasien menangis ketika
mendapatkan masalah.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum An. A aktif dan kooperatif, An. A
bermain lempar bola dengan kakaknya serta sering menaiki kursi kemudian berdiri dan
melompat di atas kursi. Kesadaran compos mentis, nadi 100x/menit, pernapasan 20x/menit,
suhu 36ᵒC, BB 11,5 kg, TB 90 cm, BMI 14,19kg/m2. Pemeriksaan kepala didapatkan hasil
kepala mesochepal, wajah terdapat purpura diameter 3 cm, mata bersih, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikterik. Telinga bersih, simetris, tidak ada serumen, hidung bersih, tidak ada
20
perdarahan hidung, mulut mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada perdarahan
gusi, mulut bersih. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Dada tidak ada retraksi dada,
tidak ada nyeri tekan, perkusi sonor, auskultasi ronkhi kiri atas. Abdomen tidak ada distensi
abdomen, terdapat purpura 5cm, peristaltik usus 26x/menit, tidak ada nyeri tekan, perkusi
thympani. Ektremitas atas terdapat purpura dan dapat bergerak bebas, terdapat purpura pada
lengan kanan atas diameter 4 cm dan 5 cm, lengan kanan bawah 5 cm, tangan kanan
terpasang infus D½ 12 tpm makrodrip, lengan kiri bawah terdapat purpura dengan diameter 6
cm, 4 cm dan 3 cm. Ektremitas bawah sebelah kanan terdapat purpura dengan diameter 6 cm,
5 cm, 4 cm dan 3 cm, ekstremitas bawah sebelah kiri 6 cm, 4 cm dan 3 cm, dapat bergerak
bebas. Punggung terdapat purpura, diameter 5 cm dan 3 cm tidak terdapat kelainan bentuk.
Genetalia bersih, tidak terdapat lesi, tidak terdapat pembengkakan. Anus bersih, tidak ada
Pada pemeriksaan laboratorium pada 26 Maret 2016 pukul 09.51 pemeriksaan darah
lengkap dengan hasil: hemoglobin 11,4 g/dl (nilai normal: 11,5-13,5 g/dl), leukosit 9700/ml
(nilai normal: 6.000-17.000/ml), neutrofil segmen 72,5% (nilai normal: 50-70%), limfosit
24,6% (nilai normal: 20-40%), monosit 2,9% (nilai normal: 2-8%), hematokrit 33,3% (nilai
normal: 34-40%), protein plasma 6,8 g/dl (nilai normal: 6-8 g/dl), trombosit 7.000/ml (nilai
MCV 75,9 fL (nilai normal: 80-100 fL), MCH 250 pg (nilai normal: 27-32 pg), MCHC 34,2
Terapi farmakologi cefotaxime 250 mg/8 jam, methyl prednison 20 mg/8 jam dan
Data fokus: data subyektif ibu mengatakan An. A aktif beraktivitas, ibu tidak
mengetahui cara mencegah perdarahan pada kulit. Data obyektif An. A tampak aktif, An. A
21
bermain bersama kakaknya dan menaiki kursi serta melompat di atas kursi, pemeriksaan
bertujuan untuk mencegah terjadinya cedera pada An. A dengan kriteria hasil pasien terbebas
dari cedera ditandai dengan tidak ada area baru petekia atau ekimosis, tidak ada epistaksis,
gusi berdarah, hematuria, darah dalam feses, menoragia dan hitung trombosit antara 150.000-
400.000/mL, keluarga mampu menjelaskan cara mencegah cedera dan keluarga mampu
melaksanakan cara pencegahan cedera. Rencana keperawatan pada An. A yaitu monitor
tanda-tanda vital, sediakan lingkungan yang aman (melapisi sisi tempat tidur dan tempat
bermain), batasi aktivitas dengan melakukan aktivitas pengalihan seperti membaca buku,
hindarkan dari lingkungan yang berbahaya, anjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien,
observasi tanda-tanda perdarahan, berikan terapi farmakologi sesuai program medis, berikan
informasi kepada keluarga mengenai adanya perubahan status kesehatan penurunan trombosit
cedera pada anak (Setyoboedi, 2004; Handayani & Haribowo, 2008; Axton, 2014).
anamnesis pada An. A didapatkan perdarahan dibawah kulit, tanpa dipengaruhi trauma
sebelumnya, tidak ditemukan adanya perdarahan gusi, perdarahan hidung spontan dan
hematuria. Hal ini sesuai dengan konsep dimana pemeriksaan fisik pada pasien ITP
ditemukan tanda gejala seperti petekia, ekimosis, mudah memar, perdarahan gusi, menoragia,
perdarahan hidung spontan dan hematuria (Handayani & Haribowo, 2008). Tidak ditemukan
22
adanya perdarahan gusi, perdarahan hidung spontan dan hematuria dapat dipengaruhi karena
An. A telah diberi kortikosteroid yang dapat meningkatkan jumlah trombosit dengan
mengurangi kadar autoantibodi dan mengurangi resiko perdarahan masif (Meadow & Newell,
2006; Pratama, 2015). Dari gambar 1 dapat memperjelas bahwa faktor yang memicu
glikoprotein yang terdapat pada permukaan trombosit. Pada gambar 1 dijelaskan bahwa
glikoprotein Ib/IX yang terdapat pada proses adhesi belum terbentuk pada tahap ini.
Trombosit kemudian diselimuti oleh autoantibodi dan berikatan dengan sel penyaji
(makrofag) melalui reseptor Fcg yang kemudian mengalami proses internalisasi dan
degradasi. Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa, tetapi juga
memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit. Sel penyaji antigen kemudian
teraktivasi dan menghasilkan peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan konstimulasi
(yang ditujukan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40positif T cell clonee (T-cell clone-1)
dan spesifitas tambahan (T-cell clone2) (5). Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali
antigen trombosit (B-cell cline-2) dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan sintesis
trombosit, penurunan MCV, dan penurunan MCH. Hal ini sesuai dengan konsep dimana pada
pemeriksaan laboratorium pada ITP biasanya ditandai dengan trombositopenia atau angka
trombosit darah perifer kurang dari 150.000/mL, hitung sel darah merah, sel darah putih masa
tromboplastin parsial, masa protombin dan konsentrasi hemoglobin biasanya normal kecuali
23
terdapat anemia defisiensi besi akibat kehilangan darah (Sudoyo, dkk, 2009; Axton, 2014;
Pada penderita ITP mengalami jumlah trombosit yang kurang dari normal, sehingga
jika penderita ITP mengalami cedera maka akan mudah mengalami perdarahan karena
trombosit yang berperan sebagai faktor koagulan berkurang dan mempengaruhi proses
hemostasis normal (Sudoyo, dkk, 2009; Neunert, 2013). Hemostasis sirkulasi darah dicapai
melalui proses keseimbangan antara terjadinya perdarahan dan proses pembekuan (Kiswari,
2014). Manifestasi perdarahan ITP berupa petekia, ekimosis, mudah memar, perdarahan gusi,
menoragia, perdarahan hidung spontan dan hematuria (Hoffbrand, 2012; Handayani &
Haribowo, 2008).
perdarahan (Axton, 2014). Trauma tumpul pada ITP dapat menyebabkan kekacauan kapiler
dan meningkatkan terjadinya perdarahan, karena trombosit berkurang maka perdarahan akan
terjadi lebih lama (Handayani & Haribowo, 2008). Perdarahan intrakranial merupakan
komplikasi paling serius pada ITP yang dapat menyebabkan kematian (Sudoyo, dkk, 2009;
dengan teori yaitu bertujuan agar dapat meningkatkan pengetahuan sehingga dapat membantu
anak dan keluarga dalam mengenali dan melaporkan kondisi anak. Resiko cedera pada anak
dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap orang tua, dimana orang tua akan menentukan
tindakan agar anaknya terhindar dari cedera seperti melakukan pengawasan yang merupakan
faktor yang mempengaruhi terjadinya cedera pada anak. An. A berada dalam fase prasekolah
yang akan mengeksplorasi pengetahuannya dan berinisiatif melakukan suatu tindakan apabila
anak mendapat dukungan dari orang tua, tetapi akan tumbuh rasa bersalah pada diri anak jika
24
dilarang atau dicegah untuk melakukan suatu tindakan, maka dibutuhkan modifikasi
lingkungan untuk mencegah cedera pada An. A (Aken, 2007; Wong, 2008)
Melindungi anak dari cedera dilakukan dengan menyediakan lingkungan yang aman
dengan modifikasi seperti melapisi sisi tempat tidur dan tempat bermain. Berjalan
menggunakan alas kaki, menghindari produk obat yang mengandung aspirin, segera ke
fasilitas kesehatan jika terjadi nyeri, bengkak pada sendi, cedera kepala, bengkak pada leher,
nyeri abdomen berat, hematuria,feses hitam. Menghindari olahraga kontak perlu dilakukan,
orang tua harus cermat dalam penggunaan seatbelt dan helm sepeda. Aktivitas yang
meningkatakan resiko cedera kepala seperti ice skate, rollerblade dan menyelam harus
dilarang. Mendorong anak untuk berpartisipasi dalam olahraga non-kontak seperti berenang.
Pembatasan aktivitas dengan pengalihan aktivitas seperti menonton televisi, membaca buku
dan menggambar dilakukan untuk mencegah petekia dan ekimosis lebih lanjut. Perubahan
gaya hidup yang perlu dilakukan seperti tidak menghembuskan nafas melalui hidung dengan
keras, tidak mengejan saat defekasi dan menggunakan sikat gigi dengan bulu yang lembut
Guidelines for Immune Thrombocytopenic Purpura antara lain emeriksaan sumsum tulang
tidak diperlukan untuk pemeriksaan awal pasien ITP yang khas dan dalam perawatan IV Ig
kegagalan. Tidak ada pengobatan yang diperlukan untuk perdarahan ringan (petekie atau
memar) terlepas dari jumlah trombosit. Kortikosteroid atau IV Ig adalah pengobatan lini
pertama; IV Ig digunakan untuk respon platelet cepat jika wajib. Anti-D merupakan
kontraindikasi jika pasien memiliki anemia akibat kehilangan darah atau autoimun merah
penghancuran sel darah. Rituximab dan deksametason dosis tinggi digunakan jika
pengobatan lini pertama (kortikosteroid, IV Ig, dan antiD) gagal atau jika pasien memiliki
respon yang tidak memadai untuk splenektomi. Splenektomi digunakan jika pengobatan lini
25
pertama gagal atau jika pasien memiliki ITP kronis dengan perdarahan yang signifikan
(Neunert, 2011).
prednison. Pemberian terapi sesuai dengan konsep, methyl prednison termasuk dalam
merusak clearance trombosit di sumsum tulang dan organ perifer yang dapat mengurangi
kadar autoantibodi dalam tubuh dan mengurangi resiko perdarahan masif (Meadow &
Buchanan dan Holtkamp pada tahun 1984 mengemukakan bahwa prednisolon dapat
meningkatkan jumlah trombosit dalam 7 hari pengobatan ( Warrier, dkk, 2012). Beberapa
komplikasi umum yang terkait dengan pemberian steroid adalah nekrosis vaskular, diabetes,
dewasa, perubahan kepribadian dan infeksi oportunistik maka perlu dilakukan tappering
immunoglobulin intravena masih jarang dilakukan karena masalah sosial dan ekonomi
sehingga pemberian immunoglobulin intravena tidak dilakukan sampai saat ini. Imbach
intravena memiliki respon yang lebih cepat dibandingkan dengan kortikosteroid (Pratama,
Pengobatan lini kedua pada ITP adalah pemberian imunosupresan dan rituximab.
Pengobatan lini kedua digunakan ketika pengobatan lini pertama telah gagal atau pasien
menjadi tidak toleran. Imunosupresan bertindak pada tingkat sel T, obat utama yang
digunakan adalah azathioprine, siklofosfamid dan siklosporin. Dapson memiliki peran untuk
26
pemulihan trombositopenia. Rituximab berperan mengurangi jumlah sel yang memproduksi
autoantibodi. Jarang ditemukan efek samping rituximab tetapi meliputi potensi neutropenia
dan reaksi infeksi kronis seperti TBC (Warrier, 2012). An. A tidak mendapatkan pengobatan
lini kedua disebabkan karena An. A baru pertama kali mengalami ITP.
dilakukan jika anak mengalami menorraghia parah, perdarahan yang mengancam jiwa dan
anak yang mengalami pembatasan besar dalam aktivitas akibat trombositopenia. Splenektomi
tidak dilakukan pada An. A karena splenektomi dilakukan pada anak yang mengalami
Perdarahan akut yang terjadi pada ITP ditangani dengan pemberian transfusi packed
red cell, jika diindikasikan secara klinis. Transfusi trombosit jarang diindikasikan karena
trombosit yang ditransfusikan akan dilapisi oleh antibodi antitrombosit dan kemudian
An. A diberi injeksi cefotaxime 250 mg/8 jam, cefotaxime merupakan antibiotik
komplikasi bila terdapat faktor predisposisi seperti infeksi (ISO, 2013; Pratama, 2010).
An. A mendapatkan cairan intravena D5½ NS dengan kecepatan 12 tetes per menit
melalui infus makro. Cairan yang diberikan merupakan cairan maintenance untuk memenuhi
kebutuhaan cairan dan elektrolit untuk hemostasis (ISO, 2013; Pratama, 2010).
Intervensi yang dilakukan sudah sesuai dengan teori dan berhasil. An. A terbebas dari
cedera, dilihat dari tidak adanya pertambahan area purpura, perdarahan gusi, perdarahan
hidung, hematuria dan tidak ada darah dalam feses serta angka trombosit >150.000/ml.
27
3.3 Monitoring Obat dan Terapi
Nama : An. A
Riwayat Keluarga : -
Riwayat Sosial : -
28
3.3.2 Catatan Subjektif Objektif Assesment Pasien
Terdapat warna biru seperti ruam pada wajah, lengan kanan dan lengan
pemeriksaan darah lengkap dengan hasil: hemoglobin 11,4 g/dl (nilai normal:
segmen 72,5% (nilai normal: 50-70%), limfosit 24,6% (nilai normal: 20-40%),
monosit 2,9% (nilai normal: 2-8%), hematokrit 33,3% (nilai normal: 34-40%),
protein plasma 6,8 g/dl (nilai normal: 6-8 g/dl), trombosit 7.000/ml (nilai
5.900.000/ml), MCV 75,9 fL (nilai normal: 80-100 fL), MCH 250 pg (nilai
normal: 27-32 pg), MCHC 34,2 g/dl (nilai normal: 32-36 g/dl).
dokter)
2 Thrombocytopenic
Purpura)
D5½ NS 12 tpm makrodrip
3
3.3.3 Plan
29
No Rekomendasi Monitoring Target
BAB IV
30
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
untuk mengalami insufisiensi trombosit sirkulasi. Penurunan ini dapat disebabkan oleh
produksi trombosit yang menurun, distribusi trombosit yang berubah, pengrusakan trombosit,
Gejala dan tanda pada pasien yang menderita penyakit ITP adalah Hidung
mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada darah pada urin dan feses Beberapa
macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi
yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala
pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang
rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang
lain. Tindakan keperawatan yang utama adalah dengan mencegah atau mengatasi perdarahan
yang terjadi.
Studi kasus : An. A, berusia 2 tahun 4 bulan, berjenis kelamin laki-laki, dibawa ke
Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Arang dengan keluhan ibu mengatakan terdapat warna
biru seperti ruam pada wajah, lengan kanan dan lengan kiri, perut, punggung, kaki kanan dan
kaki kiri. Kolaborasi dengan tim medis, An. A memperoleh pengobatan injeksi methyl
prednison. Pemberian terapi sesuai dengan konsep, methyl prednison termasuk dalam
kortikosteroid yang dapat meningkatkan jumlah trombosit kemudian An. A diberi injeksi
Pemberian cefotaxime pada An. A karena terdapat kelainan hemostasis sehingga An. A
mengalami infeksi, kelainan hemostasis dapat menimbulkan komplikasi bila terdapat faktor
predisposisi seperti infeksi (ISO, 2013; Pratama, 2010). An. A mendapatkan cairan intravena
31
D5½ NS dengan kecepatan 12 tetes per menit melalui infus makro. Cairan yang diberikan
merupakan cairan maintenance untuk memenuhi kebutuhaan cairan dan elektrolit untuk
hemostasis (ISO, 2013; Pratama, 2010). Intervensi yang dilakukan sudah sesuai dengan teori
dan berhasil. An. A terbebas dari cedera, dilihat dari tidak adanya pertambahan area purpura,
perdarahan gusi, perdarahan hidung, hematuria dan tidak ada darah dalam feses serta angka
trombosit >150.000/ml.
4.2 Saran
1. Perawat harus memantau setiap perkembangan yang terjadi pada pasien yang
menderita ITP.
2. Perawat harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, seperti tenaga
pasien.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
13. Finucane D, Fleming P, Smith O. Dentoalveolar trauma in a patient with chronic
idiopathic thrombocytopenic purpura : a case report. Pediatric Dentistry. 2004; 26(4):
352-354. 18th edition. Lange Medical Books/Mc. Graw-Hill. 2007, 883
14. Laan RF, van Riel PL, van de Putte LB, van Erning LJ, van’t Hoff MA, Lemmens JA.
Low-dose prednisone induces rapid reversible axial bone loss in patients with
rheumatoid arthritis: A randomized, controlled study. Ann Intern Med. 1993; 119:
963-968.
15. Gernsheimer T, Stratton J, Ballem PJ, Slichter SJ. Mechanisms of response to
treatment in autoimmune thrombocytopenic purpura. N Engl J Med. 1989; 320: 974-
80.
16. Ozsoylu. Megadose methylprednisolone for childhood idiopathic trombocytopenic
purpura (ITP). Turk J Med Sci. 2005; 35: 347-356.
17. Fujisawa K, Tani P, Piro L, McMillan R. The effect of therapy on platelet associated
autoantibody in chronic immune thrombocytopenic purpura. Blood. 1993; 81: 2872-
2877.
18. Kitchens CS, Pendergast JF. Human thrombocytopenia is associated with structural
abnormalities of the endothelium that are ameliorated by glucocorticosteroid
administration. Blood. 1986; 67: 203-206.
19. Handin RI, Stossel TP. Effect of corticosteroid therapy on the phagocytosis of
antibody-coated platelets by human leukocytes. Blood. 1978; 51: 771-77.
34